Anda di halaman 1dari 7

ESSAY

KEBANGKRUTAN PT. BOURAQ INDONESIA AIRLINES

Oleh

Nama Kelompok

Fajria Mayrisa Rahma Nim 1413031035

Lysa Kristina Br Sembiring Nim 1413031044

Siti Roichatul Jannah Nim 1413031046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

SINGARAJA

2018
Kebangkrutan PT. Bouraq Indonesia Airlines

Oleh :
Fajria Mayrisa Rahma (1413031035)
Lysa Kristina Br Sembiring (1413031044)
Siti Roichatul Jannah (1413031046)

Perusahaan PT. Bouraq Indonesia Airlines adalah salah satu perusahaan


penerbangan swasta Indonesia yang pernah berjaya di era 80-an. Berdasarkan
laporan Airlines Business (hal. 63 2006). Perusahaan ini kantor pusatnya berada di
Jakarta, Indonesia. Maskapai penerbangan swasta Indonesia berwarna khas hijau
toska yang pernah beroperasi ini berdiri dari seorang pengusaha yang bernama
Jerry A Sumendap, yang banyak mengalami jatuh bangun dalam mendirikan
maskapai tersebut. Putra asli dari manado yang sebelumnya menghabiskan waktu
untuk berbisnis kayu. Selama berbisnis kayu pengusaha tersebut kesulitan dalam
transportasi. Melihat kondisi yang memperhatinkan seperti itu, seorang pengusaha
tersebut berfikiran untuk menderikan suatu penerbangan atau sarana perhubungan
dan transportasi bernama“ Bouraq” sekitar akhir 1960-an. Penerbangan yang
bersedia mendaratkan armadanya di pulau Kalimantan. Pulau yang sebetulnya
kaya akan sumber daya minyak dan hasil alam. Dengan harapan perusahan
penerbangan yang didirikan ini nantinya bisa meningkatkan cadangan devisa
negara, yang mana saat itu Indonesia berada pada masa pembangunan di era Orde
Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto. Nama Buraq itu sendiri diambil dari
nama "kendaraan" Nabi Muhammad SAW saat peristiwa suci dalam Islam (Isra
Mi’raj). Dengan pengambilan nama itu, menjadikan nama tersebut sebagai
harapan untuk menjadi maskapai tercepat baik dari segi perkembangan usaha
maupun ketepatan waktu terbang.
Pada awalnya, Jerry A Sumendap hanya berniat mendirikan maskapai
penerbangan tak berjadwal untuk memudahkan kunjungannya dan karyawan
senior mereka yang juga dimilikinya lewat PT Pordisa. Pada April 1969, dimulai
proyek besar untuk mendirikan maskapai dengan cita-cita menghubungkan
Kalimantan dengan pulau-pulau lain di tanah air. Bermodal tiga unit Douglas DC-
3, Jerry Sumendap akhirnya memulai bisnisnya di industri penerbangan. Pada
tanggal 1 April 1970 menjadi tonggak awal baginya, karena pertama kalinya
mendaratkan pesawat di lapangan rumput di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Bouraq semakin membesar ditandai dengan langkah perusahaan yang mendirikan
anak perusahaan Bali Air tahun 1972. Perusahaan barunya ini khusus
dioperasikan untuk melayani rute perintis di daerah timur Indonesia. Selain Bali
Air, Bouraq juga melahirkan anak perusahaan Bouraq Natour yang bergerak di
bidang konstruksi. Bouraq Natour juga membantu pembangunan landasan Bandar
Udara Internasional Sam Ratulangi, Makassar pada tahun 1976 serta perusahaan
tersebut ikut membangun overlay dan paving landasan Bandar Udara
Internasional Ngurah Rai, Bali. Selain itu, Bouraq juga sempat mengikuti tender
pengadaan pesawat haji dengan menyewa 2 Boeing 707-100. Boeing 707-100
yang disewa oleh Bouraq Indonesia Airlines untuk mengikuti tender haji
tahun 1974. HS 748 Bouraq Indonesia Airlines berada di Chesterhire, Inggris.
Setelah hampir satu dekade berdiri, Bouraq makin menghiasi langit Indonesia.
Maskapai ini makin berkembang dengan pesat di dekade 1980an dengan ditunjang
oleh empat armada pesawat Vickers VC-843 Viscount, tiga buah CASA NC-
212 dan enam belas Hawker Siddley HS 748 seri 2A dan 2B, membuat armada
Bouraq makin gencar untuk menerbangi penerbangan ke seluruh Indonesia,
bahkan tidak hanya itu saja, Maskapai Bouraq pun memperkuat keberadaan Bali
Air dengan menambahkan dua armada Britten Norman Islander dan empat
buah Britten Norman Trislander untuk jarak pendek dan penerbangan perintis.
Bouraq akhirnya memasuki masa puncaknya pada 1990-an, Bouraq berhasil
mendapat gelar sebagai perusahaan penerbangan swasta dengan on-
time performance terbaik untuk penerbangan domestik. Gelar tersebut tentunya
memicu suara-suara tak sedap dari para pesaingnya. Bouraq harus rela menerima
cibiran sebagai perusahaan penerbangan yang mengandalkan armada tua berupa
pesawat non-jet. Ucapan kata "selamat" pun terus berdatangan. Terkait dengan
armada yang digunakan oleh Bouraq yang secara samar dilihat sudah tua,
membuat maskapai ini mendapat komentar pedas dari para pesaing yang sudah
menguasai pasar domestik terlebih dahulu. Salah satu armada Boeing 737-200
Bouraq Indonesia Airlines yang dibeli dari MAS. Bouraq pun tak mau menerima
kritikan pedas tersebut, dan langsung menjawab nada negatif para pesaingnya
dengan mendatangkan pesawat Boeing 737-200 untuk meningkatkan kualitas
pelayanan, peremajaan pesawat dan memenuhi pertumbuhan bisnis yang tumbuh
cukup signifikan dengan transaksi sebesar US$ 70 juta dollar. sebanyak tujuh unit
pesawat bekas berhasil didapat dari Malaysia Airlines yang rata-rata berusia 10
tahun, hal ini membuat Bouraq makin lebar dengan dukungan armada yang
berjumlah menjadi sebanyak 30 unit, sementara Bouraq juga mengoptimalkan
penggunaan SDM 100 awak pilot/kopilot. Satu yang unik dari dan jarang terjadi
dalam industri penerbangan nasional adalah Bouraq mempekerjakan penerbang
perempuan yaitu Meriam Zanaria, Lokawati Nakagawa dan Cipluk. Tanggal 11
Februari 1993, B737-200 pertama beregristrasi PK-IJD dating dan tiga hari
kemudian melakukan terbang perdana jalur penerbangan Jakarta-Surabaya-
Balikpapan.
Pada tanggal 6 Juni 1995 menjadi hari duka bagi seluruh Bouraq. Sang
pendiri, Jerry Albert Sumendap wafat dalam usia 69 tahun. Bouraq pun memasuki
babak baru dengan masuknya Danny Sumendap pada akhir 1995.
Mempertahankan ternyata lebih sulit daripada mendirikan begitu kata orang.
Bermodalkan tekad besar untuk mempertahankan eksistensi Bouraq, Danny
melakukan restrukturisasi besar pada perusahaan demi bersaing dengan
perkembangan zaman. Banyaknya loyalis dari Bouraq membuat keputusan drastis
tersebut tak berjalan lancar sepenuhnya. Perlahan-lahan, upaya resrtukturisasi
organisasi akhirnya mampu menyelamatkan Bouraq dari ketatnya persaingan
bisnis penerbangan. Namun rasa nyaman itu hanya bertahan sementara. Bouraq
harus berhadapan dengan persoalan yang jauh lebih besar, Krisis finansial Asia
1997. Krisis keuangan yang melanda Asia dan berdampak pada Indonesia ini
terbukti setelah menghempaskan sejumlah maskapai penerbangan. Akan tetapi,
Bouraq tak menyerah begitu saja. Berbagai strategi disusun untuk tetap
mempertahankan keberlangsungan Bouraq. Efisiensi pun terpaksa ditempuh
dengan mengurangi pesawat dan pilot/kopilot. Dalam kondisi ini, Bouraq ibarat
kapal karam yang menunggu waktu untuk tenggelam. Tekanan yang makin kuat,
membuat maskapai Bouraq lama kelamaan makin menyusut, baik jumlah armada
maupun awak kabin. Jelang akhir hayatnya, Bouraq hanya menyisakan sebuah
pesawat Boeing B737-200. Kejayaan sebagai maskapai yang memiliki puluhan
pesawat berakhir dengan tragis jelang tutupnya Bouraq dengan disahkannya
sertifikat pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 25 Juli 2005.
Akhirnya, pada hari penetapan itu, maskapai yang berlogo "B" yang diselimuti
oleh hijau toska yang selama ini menghiasi langit nusantara pun akhirnya
"berpulang" ke "jurang kehancuran bisnis".
Sejarah kebangkrutan dari perusahaan industri penerbangan Bouraq
berawal dari terjadinya serangan teroris pada menara kembar WTC pada tanggal
11 September 2001. Peristiwa yang dikenal dengan nama 9/11 Tragedy tersebut
telah menimbulkan dampak katastropik berupa mega loss dalam industri
penerbangan komersial (commercial airlines). Tragedi 11 September
menyebabkan penurunan agregat jumlah penumpang angkutan udara yang sangat
signifikan. Penurunan jumlah penumpang yang menyebabkan revenue industry
penerbangan komersial anjlok ketitik terendah. Hal ini terefleksi dalam kinerja
industry penerbangan yang sangat buruk, sehingga menggiring para investor
secara serempak melepas saham industri yang tercatat di indeks S&P 500 NYSE
(Zea, hlm. 21, 2002). Dampak berkelanjutan ini menimbulkan kebangkrutan pada
sejumlah perusahaan penerbangan (airline) yang salah satunya adalah PT Bouraq
Indonesia Airlines, dengan kerugian yang diestimasi mencapai US$ 46 milyar.
Berdasarkan survey manajemen risiko yang dilakukan oleh Airlines
Business (2006) terhadap 51 perusahaan penerbangan top dunia, diketahui bahwa
akibat dari tragedi 11 September 2001 telah meningkatkan premi resiko sebesar
11,5% dari sebelum kejadian. Industri penerbangan mengeluarkan sejumlah US$
8,36 milyar atau setara dengan Rp 75 triliun per tahun untuk biaya manajemen
risiko. Meningkatnya premi asuransi dengan sendirinya berdampak signifikan
terhadap kenaikan biaya manajemen risiko. Pada dasarnya perusahaan
penerbangan menghadapi berbagai jenis risiko yang muncul searah dengan
karakteristik perusahaan penerbangan yang kompleks. Karakteristik itu antara
lain meliputi: capital intensive, high technology, high cash flows, high cost, low
margin, labor intensive, regulated dan seasonal-cyclical demand. Sedangakan
risiko yang terjadi pada perusahaan penerbangan (airlines risk factors)
dikelompokan kedalam empat jenis primary risk yang meliputi: financial risk,
strategic risk, hazard risk dan operational risk. Setiap primary risk dikelompokan
lagi berdasarkan faktor penyebab eksternal atau internal. Operasi penerbangan
merupakan proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan dan kompleksitas dari
operasi penerbangan memerlukan dukungan dari sistem transportasi yang canggih
yang pernah ada di dunia (Ball, hlm. 2, 2006). Untuk dapat berjalan lancar, suatu
operasi penerbangan harus melewati berbagai tahapan proses yang panjang.
Proses diawali dari tersedianya jadwal penerbangan (flight schedule) untuk
penumpang (passenger) dan pengirim barang (consignor). Pada dasarnya
perusahaan penerbangan menghadapi berbagai resiko yang muncul searah dengan
karakteristik perusahaan penerbangan yang kompleks. Karakteristik antara lain
meliputi: capital intensive, high technology, high cash flows, high cost, low
margin, labor intensive, regulated dan seasonal-cyclical demand. Resiko yang
terjadi pada perusahaan penerbangan (airlines risk factors) dikelompokkkan
kedalam empat jenis primaru risk yang meliputi : financial risk, strategic risc,
hazard risk. Setiap primary risk dikelompokkkan lagi berdasarka faktor penyebaba
eksternal dan internal. Operational risk dalam airline adalah resiko yang berkaita
dengan pelaksanaan operasional penerbangan. Resiko operasional adalah suatu
resiko yang berkaitan dengan technical aspects dalam menjalankan bisnis.
Perusahaan penerbangan menghadapi resiko operasional seperti antara lain :
networs constraint, scheduling risk, IT failure dan irreguler operations (IROPS).
Operasi penerbangan merupakan proses yang rumit dan kompleks. Kerumitan dan
kompleksitas operasi penerbangan memerlukan dukungan dari sistem transportasi
yang canggih yang pernah ada di dunia. Untuk dapat berjalan lancar, suatu operasi
penerbangan harus melewati berbagai tahapan proses yang panjan. Proses diawali
dari tersedianya jadwal penerbangan (flight schedule) untuk penumpang
(passenger) dan pengirim barang (consignor).
Pada akhirnya, Senin 26 maret 2007 Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat
menyatakan pailit terhadap Maskapai penerbangan PT Bouraq Indonesia Airlines.
Gugatan kepailitan sebelumnya diajukan oleh PD Sinar Jaya Offset dan sejumlah
karyawan Bouraq. Putusan pailit ini didasarkan atas 51 bukti. Keputusan atas
pailitnya Bouraq itu dibacakan oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Andriyani
Nurdin dalam sidang di Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Dalam amar putusannya,
termohon terbukti memenuhi syarat kepailitan sebagaimana diatur dalam pasal 15
ayat 1 UU No 37 tahun 2004 tentang kepailitan. Majelis juga membebankan biaya
perkara kepada termohon. Hakim juga menunjuk kurator Hairus Saleh dan Zurfin
Siagian untuk menghitung aset termohon, dan menunjuk hakim pengawas Heru
Purnomo. Menurut kuasa hukum penggugat, Nusirwin, majelis hakim telah
kooperatif sesuai kondisi sebenarnya. Ia juga berharap Bouraq segera melakukan
pelelangan aset sehingga mampu membayar gaji karyawan.Sidang dihadiri sekitar
20-an karyawan Bouraq. Saat putusan pailit dibacakan, puluhan karyawan
tersebut langsung bertepuk tangan dan mengucap syukur. Sementara Pengacara
Bouraq Ramadani memilih tidak berkomentar. Alasan diajukan gugatan pailit atas
Bouraq ada dua yakni: Pertama, utang yang jatuh waktu dan dapat ditagih
sebesar Rp 1.044.446.000dapat ditagih 28 September 2005 dan 18 April 2006
kepada PD Sinar Jaya Offset. Pada awalnya termohon sudah memesang barang-
barang dan cetakan kepada pemohon. Pemohon telah menyerahkan barang yang
dimaksud, namun tidak terbatas pada barang cetakan. Batas waktu penyelesaian
utang telah terlampaui, namun termohon tidak pernah melunasi utangnya kepada
termohon. PD Sinar Jaya selaku pemohon sudah berulang kali menagih, namun
hingga permohonan pailit diajukan, termohon tidak memberi tanggapan sama
sekali. Kedua, adanya gugatan dari kreditor lain. Termohon juga punya utang
kepada sejumlah mantan karyawan yakni Noval Achmad, Marludin SH,
Ramadhani Hanfiah, Bambang Eddy, Ali Sukardi. Sidang pertama gugatan pailit
atas Bouraq sudah berlangsung 26 Februari 2007. Sidang juga sudah berlangsung
selama lima kali. Karyawan Bouraq ikut menggugat karena setelah berhenti
beroperasi sejak tahun 2003, maskapai tersebut tidak lagi membayar
kewajibannya, sehingga total utang yang harus dibayar ke karyawan sejak Maret
2005 sekitar Rp 15 miliar.
Banyaknya korporasi besar dan legendaris yang mengalami kebangkrutan
baik perusahaan besar dan sudah melegenda saja ternyata tidak luput dari
ancaman kebangkrutan. Kebangkrutan (bankcruptcy) adalah kondisi di mana
perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya. Kebangkrutan
sebuah korporasi sejatinya akan menimbulkan kerugian pada berbagai pihak.
Kerugian ini terjadi kepada antara lain pemberi pinjaman karena tidak terbayarnya
bunga maupun pokok pinjamannya, investor yang menyebabkan turunnya atau
bahkan tidak lakunya investasi pada saham atau obligasi perusahaan yang
bangkrut, karyawan karena adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) serta
manajemen itu sendiri. Bagi manajemen, gulung tikar artinya akan mengeluarkan
biaya yang tidak sedikit. Kebangkrutan berarti menimbulkan biaya langsung yang
meliputi biaya akuntan dan penasihat hukum maupun tidak langsung yang
meliputi hilangnya kesempatan penjualan dan keuntungan karena adanya batasan
yang diberlakukan oleh pengadilan. Secara umum, kegagalan bisnis dapat
disebabkan oleh dua faktor utama yang mendasarinya. Pertama, adalah faktor
internal atau kegagalan yang disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam perusahaan
itu sendiri. Kedua, adalah faktor eksternal di mana penyebab kegagalan berasal
dari luar perusahaan yang berkaitan langsung dengan perusahaan atau bahkan
lingkungan secara global. Namun pada dasarnya tidak ada seorangpun yang
menginginkan usaha yang mereka rintis mengalami kegagalan atau bahkan
kebangkrutan. Setiap orang yang memiliki sebuah usaha pastinya menginginkan
yang terbaik untuk usaha mereka. Para pengusaha pastinya ingin agar usahanya
selalu menguntungkan, sukses dan dapat berjalan dengan lancar. Hanya saja tidak
sedikit usaha yang telah dirintis pada akhirnya tetap mengalami kegagalan karena
itu sudah merupakan faktor alam untung rugi pasti tetap dijalankan dengan
semestinya dalam suatu perusahaan baik karena faktor dari dalam usaha itu
sendiri atau pengaruh dari beberapa faktor luar. Berdasarkan paparan diatas
mengenai kebangkrutan perusahaan industry penerbangan Bouraq Indonesia
Airlines, pada hakikatnya merupakan sebuah “hukum alam”. Realita kehidupan
yang berisi pasang-pasang, antara lain: untung-rugi, kaya-miskin, dantua-muda.
Risiko dalam konteks perniagaan mengandung pemahaman akan kecenderungan
untuk mengalami kerugian dimana apa yang diharapkan tidak sama dengan apa
yang diperoleh. Adanya risiko ini sesungguhnya mengingatkan dan menyadarkan
kita (manusia) akan keberadaannya sebagai mahluk lemah bukan makhluk
superior yang segala bisa. Menyadari risiko sebagai hokum alam merupakan
suatu tindakan utama yang dapat dibenarkan. Karenannya, seseorang akan selalu
siap untuk menghadapi atau mengantisipasi apa yang akan terjadi dimasa akan
datang. Mengantisipasi adannya ketidak pastian atau risiko agar dilakukan dengan
dokumentasi atau pencatatan setiap transaksi bisnis. Tindakan pencatatan
merupakan suatu bentuk antisipasi terhadap kemungkinan hilangnya informasi
penting yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah transaksi bisnis.
Hilangnnya informasi penting tersebut akan menimbulkan kerugian pada satu
pihak, kedua belah pihak, atau yang sedang melakukan transaksi. Oleh karena itu,
setiap orang diharuskan melakukan persiapan untuk menghadapi risiko kerugian,
untuk dapat bertahan dari berbagai cobaan dalam menjalani kehidupan. Berhenti
bukanlah salah satu pilihan yang tersisa. Bangkrut adalah sebuah kondisi yang
akan meninggalkan banyak masalah. Dimana seseorang yang mengalami
kebangkrutan akan mengalami kerugian yang sangat besar hingga tak jarang
menyebabkan kemiskinan spontan. Dan usaha yang telah dikelola pun terancam
ditutup. Namun, menyerah pada keadaan bukanlah hal yang bagus. Masih banyak
hal – hal yang bisa anda lakukan, termasuk kembali bangkit dan merilis ulang
usaha anda. Bukan hal yang mustahil untuk kembali membangun usaha yang telah
mengalami kebangkrutan.

Anda mungkin juga menyukai