*Rute perdagangan pelayatan Teluk Persia – Laut Merah – Kepulauan Indonesia telah ada
sejak dahulu, bahkan sebelum Agama Islam dilahirkan. Sehingga kemungkinan agama Islam
masuk ke Indonesia dalam fase Awal.
Terdapat makam cicit Khalifah Abbasid yang melirikan diri ke Delhi, India akibat serangan Mongol
pada tahun 1298. Penyebutan status orang pada masa itu kepada peranakan tersebut adalah “orang
Arab” meskipun telah bercampur dengan India dan berbahasa India. Namun, Snouck tetap
menyebutnya sebagai orang India.
*Sejarawan penentang pendapat Snouck: G.R. Tibbets (1956), Rita Rose D.S. Richards.
Peninggalan sejarah membuktikan Islam telah ada di Nusantara pada abad XI melalui penemuan
Makam di Desa Leran (Jawa Timur) yang bertuliskan Fatimah binti Mansur bin Hibatallah yang wafat
1082. Berdasarkan itu, kemungkinan besar Fatimah lahir di Jawa karena orang Arab yang datang ke
Indonesia tidak membawa Istri, dan mungkin juga Fatimah bernenek orang Indonesia. Jadi
kemungkinan kakek Fatimah sudah berada bahkan sejak abad X.
*Catatan Raffles (1815) Maulana Ibrahim dan sepupunya Raja Chermen, telah menetap di
Desa Leran, Jenggala. Ketika Raja tiba di Jawa, ia saat menyesali Jawa yang besar dan banyak
penduduknya masih belum mengenal Agama. Akhirnya ia memutuskan menyebarkan Islam
dengan sistem perkawinan kepada Raja Majapahit yaitu Prabu Angka Wijaya. Setibanya ia,
langsung membangun masjid dan mengislamkan banyak orang. Dalam perjalanannya di Desa
Leran banyak pengikutnya yang jatuh sakit dan meninggal, diantaranya 3 dari 5 sepupunya,
yaitu; Sayid Jafar, Sayid Qasim, dan Chairat (dikenal kubur panjang). Selanjutnya sang putri
jatuh sakit, dan meninggal. Ada kemungkinan Fatimah merupakan Putri Suwarni yaitu putri
Raja Chermen.
Pendapat G.R. Tibbets dan Rita Rose di Meggio menyebut Arab telah berdagang di Indonesia bahkan
sebelum datangnya Islam. Ahli ilmu bumi Arab pada 9 telah menyebut kepulauan ini sebagai rute
lautan yang terkenal. Menurut L.C. van den Berg kerajaan Jawa Cirebon, Demak, dan Jepara, Gresik
dan Surabaya didirikan oleh orang Arab yang datang dari Laut Merah dan Teluk Persia tetapi cepat
berasimilasi dengan rakyat setempat. G.R. Tibbets menyebutkan adanya Pedagang Arab Muslim
yang menunjukkan rute pelayaran yang pasti melalui pelabuhan Asia Tenggara hingga ke negeri Cina.
Ahli sejarawan Muslim menyebutkan hubungan timbal balik antara Arab dan Cina terjadi pada abad
5, dan kemungkinan Arab datang sedikit lebih dulu dari Cina pasca runtuhnya kerajaan Arabia-
Selatan. Prof. Wan Hussein Azmi (Guru Besar Universitas Kebangsaan Malaysia) menyebut pada
abad 7M orang Arab telah hilir mudik di Nusantara, bahkan sampai pada kesimpulan Islam datang ke
Nusantara pada abad 1 H langsung dari tanah Arab. Perkembangan Islam sesudah Islam datang
adalah melalui kerajaan Bani Abbas, yang pada tahun 863 berdiri Bagdad dan Samara sebagai
pasaran baru barang-barang dari Timur. Masa awal pemerintahan Bani Abbas berbarengan dengan
pemerintahan kaisar Tiongkok Hsuan Tung (Kaisar Tang Xuanzong). Dilaporkan selama masa Hsuan
Tung pedagang asing yang paling kaya adalah orang Arab. Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat
berlabuh yang disukai oleh pedagang Arab. Jika puncak perdagangan Arab dengan Asia Tenggara
adalah abad X maka tidak aneh jika menyebut perdagangan tersebut dimulai 100 atau 200 tahun
sebelumnya.
Hubungan keturunan Arab dengan Ningrat di Jawa seperti yang disebutkan L.C. van den Berg
berawal dari kedatangan orang Arab melalui Teluk Persia dan Pantai Laut Merah. Kedua jalur
tersebut ramai pada zaman kerajaan Bani Abbas yang beribukota Bagdad yaitu kota terbesar dan
pusat segalanya pada zaman tersebut. Sehingga orang-orang Arab yang berasal dari kota ini
merupakan pengusaha-pengusaha kaya yang berilmu dan berbudaya tinggi. Hal inilah yang
menjadikan kemudahan hubungan itu terjalin. Menurut L.C. van den Berg sejak abad 15-16 telah
banyak proses asimilasi keturunan Arab pada kerajaan-kerajaan di Nusantara. Pada tahun 1886,
mereka menuntut agar diakui sebagai pribumi. Namun ditolak dan posisi sosial mereka tetap sama.
Bagi van den Berg keturunan Arab adalah pribumi. Menurutnya, ‘bahaya Arab’ yang dimaksud
Belanda adalah pada umumnya orang Arab sungguh-sungguh mempraktekan perintah agama dan
berusaha Istri mereka menaati perintah tersebut, namun juga tidak ketinggalan dalam usaha
membantu agama mereka.
Menarik dari laporan van den Berg adalah laporan tersebut dibuat pada tahun 1883 sebagai tugas
yang diberikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1881 dalam bahasa Perancis.
Pada masa itu, pribumi dan para keturunan sangat jarang sekali yang menguasi bahasa Perancis.
Penulis dan pemberi tugas adalah berbahasa Belanda, mengapa ditulis dalam bahasa Perancis. Apa
yang hendak disembunyikan?
Bapak Mohammad Hatta berpendapat “tidak benar apabila warga keturunan Arab
disejajarkan dengan WNI keturunan Cina. Dalam praktek hidup kita alami juga banyak sekali
WNI keturunan Cina yang pergi dan memihak bangsa aslinya, RRC. Warga negara Indonesia
keturunan Arab boleh dikatakan tidak ada yang semacam itu. Indonesia sudah benar-benar
menjadi Tanah Airnya. Sebab itulah salah benar apabila kedua macam WNI itu disejajarkan
dalam istilah ‘non Pribumi’.”
Keluarga Bustaman adalah keturunan Arab yang banyak tersebar di Pulau Jawa terutama Jawa
Tengah. H.J. Ed Graaf menulis riwayat tentang keluarga ini. Pak Bustam adalah orang pertama yang
memberikan gagasan untuk mendirikan dua kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Juga dialah yang
merancang sebagian besar dari pesetujuan terakhir antara Mangkubumi dan Belanda. Berkat
nasihatnya, peperangan Mangkubumi dan Belanda dapat diakhiri pada tahun 1755 dengan memberi
kepuasan pada Mangkubumi. Cerita de Graaf menunjukkan Bustaman merupakan orang-orang yang
mempunyai harga diri tinggi dan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang melebihi orang-orang
pada zamannya. Bustaman dianggap sebagai perintis gerakan perlawanan terhadap Belanda secara
modern.
Pada masa penjajahan Portugis (300 tahun sebelum penelitian van den Berg) telah banyak para
bangsawan kerajaan yang menyadari dirinya sebagai keturunan Arab. Ketika para penguasa Portugis
berhasil diusir oleh kerajaan Islam (pemimpin Syarif Hidayatullah) dari Sunda Kelapa, maka musuh
utama Belanda ketika mulai penjajahannya pada awal abad 17 di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa
adalah kerajaan Islam yang didalamnya terlibat cukup banyak keturunan Arab yang berasal dari
pantai Laut Merah dan Teluk Persia.
Bab 3 Kedatangan Portugis dan Belanda Merupakan Kelangsungan Perang Melawan Islam di Spanyol
dan Timur Tengah
Rute Perdagangan sejak abad V (Teluk Persia & Laut Merah – Kepulauan Indonesia (Sriwijaya) –
Negeri Cina) telah membawa banyak kemakmuran bagi para pedagang Arab. Hingga Bani Abbas
runtuh pada abad 13, Rute Perdagangan pindah ke Mesir (lembah Sungai Nil) pada masa
pemerintahan Mamluk pada abad 14.
*d’Albuquerque “dengan memencilkan orang-orang Moor (Islam, Arab) dari perdagangan rempah-
rempah, orang Portugis berharap menyerap kekuatan Islam”
Usaha menguasai kekuasaan di darat negara Islam (Laut Tengah, Laut Merah, dan Teluk Persia) telah
dilakukan sejak lama oleh orang Genoa – diwariskan kepada Portugis. Portugis orang pertama yang
mencapai Cape Good Hope (Tanjung Harapan) Afrika Selatan, yang merupakan gerbang menuju Kep.
Indonesia dan India. Strateginya, Portugal menguasai barang-barang dagang dan mengirim langsung
ke Eropa tanpa melalui Teluk Persia maupun Laut Merah.
*Pada abad 15, Portugal dan Spanyol masih terlibat perang dengan Islam di Semenanjung Iberia
(Spanyol), Portugal pemimpin Kristen. Kekuatan Islam (Politik dan Ekonomi) datang dari rute
perdagangan (Laut Merah dan Teluk Persia sebagai pusat). Sentimen tinggi orang Eropa (Portugis)
kepada Islam (dianggap musuh).
Dalam upaya menguasai rute perdagangan, armada Portugis beberapa kali terlibat pertempuran
dengan armada Arab. 1507, armada Arab (Mesir) yang dipimpin Mir Hussain membantu kerajaan
Zamorin India (Hindu) untuk mengusir armada Portugis, dan berhasil (kaptennya gugur).
Pertempuran pada tahun 1509 di Diu India, Mir Hussein kembali ke Mesir setelah Sultan Gujerat Diu
berkhianat dan memihak Portugis. d’Albuquerque berhasil menguasai lautan Timur dan memblokir
jalur menuju Laut Merah dan Teluk Persia. Memperluas wilayah kekuasaannya dengan bantuan
kerajaan Hindu (Vijayanagar, kerajaan Hindu terkuat di India) untuk melawan pasukan Islam.
Selanjutnya mengusai Selat Malaka, jalur perdagangan rempah dari kep Indonesia menuju Laut
Merah dan memblokir kapal-kapal Arab dan Cambay (motif agama). Rute keragaman berubah
melalui Afrika Selatan, Pantai Barat Afrika menuju Portugal dan Eropa, negara Islam sekitar Teluk
Persia dan Laut Merah mengalami kemunduran. Sementara pada zaman itu, umat Islam telah
banyak menyebar di Kepulauan Indonesia (Kerajaan Demak) bahkan sebelum kedatangan bangsa
Eropa tersebut.
Setelah kedatangan Portugis, kini giliran Belanda yang datang dengan meruntuhkan kekuasaan rute
perdagangan d’Albuquerque. Setelah mengusir Portugis dari Kep Indonesia, Belanda menguasai
Amboina (1605), kemudian Jakarta (1619) oleh Jan Pietersz Coen membuat kedudukan mantap
secara politik. Antony van Diemen merebut Malaka pada tahun 1641. 1860 Belanda secara efektif
menguasai perdagangan di Indonesia dengan runtuhnya Kesultanan Mataram, Aceh, dan lainnya.
Belanda dapat secara efektif menguasai kep Indonesia setelah berhasil meruntuhkan kerajaan Islam,
seakan-akan kelanjutan dari misi Portugis. perlawanan Indonesia ekonomi, politik, agama.
Menurut Wertheim, selama dua abad VOC meluaskan kekuasaan dipengaruhi oleh segitiga di antara
golongan keluarga raja, penguasa Belanda, dan mubalig (kiai) Islam. Pengaruh mubalig yang begitu
kuat menentang pemerintahan sekuler menjadi musuh besar pasukan Belanda. Hubungan dengan
Arabia melalui ibadah Haji semakin memperkuat posisi tersebut. Akibatnya terjadi pergulatan besar,
Pembunuhan besar-besaran oleh Sunan Mataram Amangkurat I (abad 17) terhadap yang disebut
paus-Islam kemudian serangan Belanda (didorong Raja Mataram) terhadap “raja pendeta giri (paus-
Islam).
Edward W. Said (Orientalism) 1978. Orientalisme menceritakan lebih banyak Barat daripada Timur.
Kekuasaan Politik memainkan peran penting dalam pembentukan kebudayaan dan Ilmu
Pengetahuan.
Fobi terhadap Islam dan keturunan Arab semakin di tonjolkan oleh Belanda. Dalam artikel yang
beredar Vragen van den Dag (1903), Keturunan Arab dirasakan sebagai momok paling menakutkan
yang mengancam keamanan Belanda. Sehingga bukan hanya keturunan Arab yang kemudian
dikecam tetapi kaum priyayi dan para kiai yang dianggap berhubungan terus dipojokan. Ditambah
dengan gerakan Pan-Islamis oleh Turki yang dipimpin Sultan Abdulhamid serta keberhasilannya
mengalahkan negara-negara Eropa membuat Belanda semakin terusik. Gerakan Pan-Islam terus
merambah ke wilayah Indonesia dengan membuka beasiswa bagi para pemuda Indonesia untuk
menempuh pendidikan di Timur Tengah, dan pendekatan-pendekatannya kepada petinggi Belanda
dengan menunjukkan kekuasaannya semakin membuat Belanda dalam kondisi fobi terhadap Islam.