Anda di halaman 1dari 6

C.

Snouck Hurgronje: Politik Belanda terhadap Islam dan Keturunan Arab


Mr. Ahmad Algadri (1984) Sinar Harapan, anggota IKAPI dicetak oleh P.T. Sinar Agape Press

Bab 1 Keganjilan Mengenai Status Hukum Keturunan Arab


Zaman dahulu gelar sayid hanya dipakai oleh orang keturunan Arab – membantu penelitian sejarah
keturunan Arab. Hasilnya ditemukan bahwa beberapa kesultanan di Indonesia berketurunan Arab
(Pontianak 1772, Siak). Arab pada zaman dahulu tidak hanya diterima sebagai pribumi, tapi bahkan
diterima sebagai Sultan. Zaman penjajahan, Belanda melalui kebijakan Indische Staatsregeling (IS)
berusaha memisahkan Arab dari pribumi menjadi ‘Timur Asing’. Penulis Barat, terutama Belanda
gigih menyebutkan Islam masuk melalui India.
Harry J. Benda mengatakan sejak tibanya di Indonesia pada abad 17, Belanda mendapat penolakan
dari orang-orang Islam, abad 18 kerjasama Indonesia dengan pusat Islam di Timur Dekat membawa
penyebaran ortodoksi di Indonesia. Hasilnya terjadi banyak pemberontakan kepada penjajah di abad
19 (Pangeran Diponegoro 1825 dan pemberontakan di Aceh 1875 di bawah Jihad Islam).
Ketidaktahuan Belanda dengan Islam membuatnya menjadikan Snouck Hurgronje sebagai kepala
kantor Penasihat Urusan Arab dan Islam. Benda menyebutkan bahwa Snouck merupakan
negarawan-kolonial besar Negeri Belanda. Reorientasi politik membawa berakhirnya perang Aceh.

*Rute perdagangan pelayatan Teluk Persia – Laut Merah – Kepulauan Indonesia telah ada
sejak dahulu, bahkan sebelum Agama Islam dilahirkan. Sehingga kemungkinan agama Islam
masuk ke Indonesia dalam fase Awal.

Bab 2 Sebab Adanya Keganjilan Itu


Snouck Hurgronje dalam pidatonya (1907) mengatakan bahwa segala hal tentang Arab di Indonesia
berasal dari India, karena tidak ditemukan dalam sejarah Arab pengetahuan tentang Indonesia
secara langsung. Penyebaran agama Islam oleh para wali disebutnya sebagai non-Arab (panteisme-
mistik). Dr. J.M van der Kroef berpendapat bahwa mistik Islam datang dan berkembang di Sumatra.
Dibuka perguruan teologi 1661 oleh Syekh Abdurrauf murid Ahmad Quraishi di Medina. Kemudian
juga aliran mistik Shabtariya dan Rifa’iyyah.

Terdapat makam cicit Khalifah Abbasid yang melirikan diri ke Delhi, India akibat serangan Mongol
pada tahun 1298. Penyebutan status orang pada masa itu kepada peranakan tersebut adalah “orang
Arab” meskipun telah bercampur dengan India dan berbahasa India. Namun, Snouck tetap
menyebutnya sebagai orang India.
*Sejarawan penentang pendapat Snouck: G.R. Tibbets (1956), Rita Rose D.S. Richards.

Peninggalan sejarah membuktikan Islam telah ada di Nusantara pada abad XI melalui penemuan
Makam di Desa Leran (Jawa Timur) yang bertuliskan Fatimah binti Mansur bin Hibatallah yang wafat
1082. Berdasarkan itu, kemungkinan besar Fatimah lahir di Jawa karena orang Arab yang datang ke
Indonesia tidak membawa Istri, dan mungkin juga Fatimah bernenek orang Indonesia. Jadi
kemungkinan kakek Fatimah sudah berada bahkan sejak abad X.
*Catatan Raffles (1815) Maulana Ibrahim dan sepupunya Raja Chermen, telah menetap di
Desa Leran, Jenggala. Ketika Raja tiba di Jawa, ia saat menyesali Jawa yang besar dan banyak
penduduknya masih belum mengenal Agama. Akhirnya ia memutuskan menyebarkan Islam
dengan sistem perkawinan kepada Raja Majapahit yaitu Prabu Angka Wijaya. Setibanya ia,
langsung membangun masjid dan mengislamkan banyak orang. Dalam perjalanannya di Desa
Leran banyak pengikutnya yang jatuh sakit dan meninggal, diantaranya 3 dari 5 sepupunya,
yaitu; Sayid Jafar, Sayid Qasim, dan Chairat (dikenal kubur panjang). Selanjutnya sang putri
jatuh sakit, dan meninggal. Ada kemungkinan Fatimah merupakan Putri Suwarni yaitu putri
Raja Chermen.

Pendapat G.R. Tibbets dan Rita Rose di Meggio menyebut Arab telah berdagang di Indonesia bahkan
sebelum datangnya Islam. Ahli ilmu bumi Arab pada 9 telah menyebut kepulauan ini sebagai rute
lautan yang terkenal. Menurut L.C. van den Berg kerajaan Jawa Cirebon, Demak, dan Jepara, Gresik
dan Surabaya didirikan oleh orang Arab yang datang dari Laut Merah dan Teluk Persia tetapi cepat
berasimilasi dengan rakyat setempat. G.R. Tibbets menyebutkan adanya Pedagang Arab Muslim
yang menunjukkan rute pelayaran yang pasti melalui pelabuhan Asia Tenggara hingga ke negeri Cina.
Ahli sejarawan Muslim menyebutkan hubungan timbal balik antara Arab dan Cina terjadi pada abad
5, dan kemungkinan Arab datang sedikit lebih dulu dari Cina pasca runtuhnya kerajaan Arabia-
Selatan. Prof. Wan Hussein Azmi (Guru Besar Universitas Kebangsaan Malaysia) menyebut pada
abad 7M orang Arab telah hilir mudik di Nusantara, bahkan sampai pada kesimpulan Islam datang ke
Nusantara pada abad 1 H langsung dari tanah Arab. Perkembangan Islam sesudah Islam datang
adalah melalui kerajaan Bani Abbas, yang pada tahun 863 berdiri Bagdad dan Samara sebagai
pasaran baru barang-barang dari Timur. Masa awal pemerintahan Bani Abbas berbarengan dengan
pemerintahan kaisar Tiongkok Hsuan Tung (Kaisar Tang Xuanzong). Dilaporkan selama masa Hsuan
Tung pedagang asing yang paling kaya adalah orang Arab. Kerajaan Sriwijaya menjadi tempat
berlabuh yang disukai oleh pedagang Arab. Jika puncak perdagangan Arab dengan Asia Tenggara
adalah abad X maka tidak aneh jika menyebut perdagangan tersebut dimulai 100 atau 200 tahun
sebelumnya.

Hubungan keturunan Arab dengan Ningrat di Jawa seperti yang disebutkan L.C. van den Berg
berawal dari kedatangan orang Arab melalui Teluk Persia dan Pantai Laut Merah. Kedua jalur
tersebut ramai pada zaman kerajaan Bani Abbas yang beribukota Bagdad yaitu kota terbesar dan
pusat segalanya pada zaman tersebut. Sehingga orang-orang Arab yang berasal dari kota ini
merupakan pengusaha-pengusaha kaya yang berilmu dan berbudaya tinggi. Hal inilah yang
menjadikan kemudahan hubungan itu terjalin. Menurut L.C. van den Berg sejak abad 15-16 telah
banyak proses asimilasi keturunan Arab pada kerajaan-kerajaan di Nusantara. Pada tahun 1886,
mereka menuntut agar diakui sebagai pribumi. Namun ditolak dan posisi sosial mereka tetap sama.
Bagi van den Berg keturunan Arab adalah pribumi. Menurutnya, ‘bahaya Arab’ yang dimaksud
Belanda adalah pada umumnya orang Arab sungguh-sungguh mempraktekan perintah agama dan
berusaha Istri mereka menaati perintah tersebut, namun juga tidak ketinggalan dalam usaha
membantu agama mereka.

Menarik dari laporan van den Berg adalah laporan tersebut dibuat pada tahun 1883 sebagai tugas
yang diberikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada tahun 1881 dalam bahasa Perancis.
Pada masa itu, pribumi dan para keturunan sangat jarang sekali yang menguasi bahasa Perancis.
Penulis dan pemberi tugas adalah berbahasa Belanda, mengapa ditulis dalam bahasa Perancis. Apa
yang hendak disembunyikan?

Bapak Mohammad Hatta berpendapat “tidak benar apabila warga keturunan Arab
disejajarkan dengan WNI keturunan Cina. Dalam praktek hidup kita alami juga banyak sekali
WNI keturunan Cina yang pergi dan memihak bangsa aslinya, RRC. Warga negara Indonesia
keturunan Arab boleh dikatakan tidak ada yang semacam itu. Indonesia sudah benar-benar
menjadi Tanah Airnya. Sebab itulah salah benar apabila kedua macam WNI itu disejajarkan
dalam istilah ‘non Pribumi’.”

Keluarga Bustaman adalah keturunan Arab yang banyak tersebar di Pulau Jawa terutama Jawa
Tengah. H.J. Ed Graaf menulis riwayat tentang keluarga ini. Pak Bustam adalah orang pertama yang
memberikan gagasan untuk mendirikan dua kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Juga dialah yang
merancang sebagian besar dari pesetujuan terakhir antara Mangkubumi dan Belanda. Berkat
nasihatnya, peperangan Mangkubumi dan Belanda dapat diakhiri pada tahun 1755 dengan memberi
kepuasan pada Mangkubumi. Cerita de Graaf menunjukkan Bustaman merupakan orang-orang yang
mempunyai harga diri tinggi dan memiliki kemampuan dan pengetahuan yang melebihi orang-orang
pada zamannya. Bustaman dianggap sebagai perintis gerakan perlawanan terhadap Belanda secara
modern.

Pada masa penjajahan Portugis (300 tahun sebelum penelitian van den Berg) telah banyak para
bangsawan kerajaan yang menyadari dirinya sebagai keturunan Arab. Ketika para penguasa Portugis
berhasil diusir oleh kerajaan Islam (pemimpin Syarif Hidayatullah) dari Sunda Kelapa, maka musuh
utama Belanda ketika mulai penjajahannya pada awal abad 17 di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa
adalah kerajaan Islam yang didalamnya terlibat cukup banyak keturunan Arab yang berasal dari
pantai Laut Merah dan Teluk Persia.

Bab 3 Kedatangan Portugis dan Belanda Merupakan Kelangsungan Perang Melawan Islam di Spanyol
dan Timur Tengah
Rute Perdagangan sejak abad V (Teluk Persia & Laut Merah – Kepulauan Indonesia (Sriwijaya) –
Negeri Cina) telah membawa banyak kemakmuran bagi para pedagang Arab. Hingga Bani Abbas
runtuh pada abad 13, Rute Perdagangan pindah ke Mesir (lembah Sungai Nil) pada masa
pemerintahan Mamluk pada abad 14.

*d’Albuquerque “dengan memencilkan orang-orang Moor (Islam, Arab) dari perdagangan rempah-
rempah, orang Portugis berharap menyerap kekuatan Islam”

Usaha menguasai kekuasaan di darat negara Islam (Laut Tengah, Laut Merah, dan Teluk Persia) telah
dilakukan sejak lama oleh orang Genoa – diwariskan kepada Portugis. Portugis orang pertama yang
mencapai Cape Good Hope (Tanjung Harapan) Afrika Selatan, yang merupakan gerbang menuju Kep.
Indonesia dan India. Strateginya, Portugal menguasai barang-barang dagang dan mengirim langsung
ke Eropa tanpa melalui Teluk Persia maupun Laut Merah.

*Pada abad 15, Portugal dan Spanyol masih terlibat perang dengan Islam di Semenanjung Iberia
(Spanyol), Portugal pemimpin Kristen. Kekuatan Islam (Politik dan Ekonomi) datang dari rute
perdagangan (Laut Merah dan Teluk Persia sebagai pusat). Sentimen tinggi orang Eropa (Portugis)
kepada Islam (dianggap musuh).

Dalam upaya menguasai rute perdagangan, armada Portugis beberapa kali terlibat pertempuran
dengan armada Arab. 1507, armada Arab (Mesir) yang dipimpin Mir Hussain membantu kerajaan
Zamorin India (Hindu) untuk mengusir armada Portugis, dan berhasil (kaptennya gugur).
Pertempuran pada tahun 1509 di Diu India, Mir Hussein kembali ke Mesir setelah Sultan Gujerat Diu
berkhianat dan memihak Portugis. d’Albuquerque berhasil menguasai lautan Timur dan memblokir
jalur menuju Laut Merah dan Teluk Persia. Memperluas wilayah kekuasaannya dengan bantuan
kerajaan Hindu (Vijayanagar, kerajaan Hindu terkuat di India) untuk melawan pasukan Islam.
Selanjutnya mengusai Selat Malaka, jalur perdagangan rempah dari kep Indonesia menuju Laut
Merah dan memblokir kapal-kapal Arab dan Cambay (motif agama). Rute keragaman berubah
melalui Afrika Selatan, Pantai Barat Afrika menuju Portugal dan Eropa, negara Islam sekitar Teluk
Persia dan Laut Merah mengalami kemunduran. Sementara pada zaman itu, umat Islam telah
banyak menyebar di Kepulauan Indonesia (Kerajaan Demak) bahkan sebelum kedatangan bangsa
Eropa tersebut.

Setelah kedatangan Portugis, kini giliran Belanda yang datang dengan meruntuhkan kekuasaan rute
perdagangan d’Albuquerque. Setelah mengusir Portugis dari Kep Indonesia, Belanda menguasai
Amboina (1605), kemudian Jakarta (1619) oleh Jan Pietersz Coen membuat kedudukan mantap
secara politik. Antony van Diemen merebut Malaka pada tahun 1641. 1860 Belanda secara efektif
menguasai perdagangan di Indonesia dengan runtuhnya Kesultanan Mataram, Aceh, dan lainnya.

Belanda dapat secara efektif menguasai kep Indonesia setelah berhasil meruntuhkan kerajaan Islam,
seakan-akan kelanjutan dari misi Portugis. perlawanan Indonesia ekonomi, politik, agama.

Menurut Wertheim, selama dua abad VOC meluaskan kekuasaan dipengaruhi oleh segitiga di antara
golongan keluarga raja, penguasa Belanda, dan mubalig (kiai) Islam. Pengaruh mubalig yang begitu
kuat menentang pemerintahan sekuler menjadi musuh besar pasukan Belanda. Hubungan dengan
Arabia melalui ibadah Haji semakin memperkuat posisi tersebut. Akibatnya terjadi pergulatan besar,
Pembunuhan besar-besaran oleh Sunan Mataram Amangkurat I (abad 17) terhadap yang disebut
paus-Islam kemudian serangan Belanda (didorong Raja Mataram) terhadap “raja pendeta giri (paus-
Islam).

Edward W. Said (Orientalism) 1978. Orientalisme menceritakan lebih banyak Barat daripada Timur.
Kekuasaan Politik memainkan peran penting dalam pembentukan kebudayaan dan Ilmu
Pengetahuan.

Bab 4 Snocuk Hurgronje Menentang Asimilisasi Keturunan Arab


Menurut Snouck, pembauran orang Arab dilakukan secara “kriminal” dan pada masa pemerintah
Belanda pembaruan oleh orang Arab dilarang. Namun, kebijakan status “Pribumi” dan “Timur Asing”
oleh Belanda masih labil dan tidak konsisten karena kepentingan politiknya. Keturunan Sultan
Pontianak, Hamid Al-Qadri yang menjadi ketua delegasi BFO dan Moh. Hatta menandatangani
semua dokumen di Pihak Indonesia di KMB membuktikan Keturunan Arab selalu terlibat dalam
politik Indonesia.
Bab 5 Pemberontakan2 Islam dalam abad 19 dan pengaruhnya terhadap Politik Belanda
Pada abad 19, fenomena Islamisasi di kalangan masyarakat tani semakin kuat, hal ini mendolong
kekuatan para kiai dan raja-raja Islam dalam melakukan pemberontakan. Belanda kemudian
menggunakan pendekatan dengan raja sekuler dan kepada adat untuk melawannya. Perang
Diponegoro (1925-1930) dikatakan Belanda sebagai perebutan tanak kekuasaan dan untuk
mendapatkan tahta, namun nyatanya Diponegoro berperang atas nama bela agama. Habib
Abdurrachman Alzahir yang karena menyerah saat Perang Aceh (1873-1903) dicap buruk oleh
Belanda sebagai pengkhianat bangsa.

Fobi terhadap Islam dan keturunan Arab semakin di tonjolkan oleh Belanda. Dalam artikel yang
beredar Vragen van den Dag (1903), Keturunan Arab dirasakan sebagai momok paling menakutkan
yang mengancam keamanan Belanda. Sehingga bukan hanya keturunan Arab yang kemudian
dikecam tetapi kaum priyayi dan para kiai yang dianggap berhubungan terus dipojokan. Ditambah
dengan gerakan Pan-Islamis oleh Turki yang dipimpin Sultan Abdulhamid serta keberhasilannya
mengalahkan negara-negara Eropa membuat Belanda semakin terusik. Gerakan Pan-Islam terus
merambah ke wilayah Indonesia dengan membuka beasiswa bagi para pemuda Indonesia untuk
menempuh pendidikan di Timur Tengah, dan pendekatan-pendekatannya kepada petinggi Belanda
dengan menunjukkan kekuasaannya semakin membuat Belanda dalam kondisi fobi terhadap Islam.

Anda mungkin juga menyukai