Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FITOKIMIA

DISKUSI ARTIKEL
“GC-MS ANALYSIS OF THE VOLATILE CONSTITUENTS IN THE LEAVES OF 14
COMPOSITAE PLANTS”

Disusun Oleh Kelompok 1


Nama Anggota : Lintang Nur Anggraeni (132210101040)
Thiara Eka Agustina (152210101016)
Miftachul Hana (152210101033)
Sendi Silva Wafom (152210101157)
Khairinna Prihandini (162210101001)
Amelia Windi Astutik (162210101003)
Kiki Nur Anggiani (162210101005)
Sri Yessika Saragih (162210101006)
Finola Calysta Yakain (162210101007)
Mariatul Kibthiyyah (162210101008)
Tyas Putri Rahmadani (162210101009)
Jeni Juharsita (162210101010)
Milka Bella Savira P (162210101011)
Kris Nugraheni (162210101012)
Dwi Indah Noviyanti (162210101013)

Dosen Pengampu : Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt.

BAGIAN BIOLOGI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komponen emisi volatil atau aroma dari tanaman dimana termasuk jaringan,
bunga, dan daun memiliki peran penting dalam mempertahankan tanaman dari hama,
proses penyerbukan dan meningkatkan kompetitif dengan menghambat pertumbuhan
tanaman disekitarnya. Jaringan hijau dicirikan memiliki aroma yang unik dimana
mengandung volatile yang melimpah, contoh pada genus Artemisia yang memiliki
aroma yang kuat pada bagian aerial. Ada spesies genus lain seperti Chrysanthemum
indicum var aromaticum merupakan varietas dari krisan indicum edemik shennongjia,
provinsi Hubei china. Dikenal karena memiliki aroma yang khas dan tajam dari
tanaman yang lain. Konstituen volatile yang berkonstribusi pada aroma herbal
teridentifikasi sebagai senyawa terpenoid. Terpenoid yang terdeteksi pada aeriel di
tanaman Artemisia termasuk monoterpene contoh : α-pinene, α-terpinene dan
camphene; sesquiterpenes, seperti β-caryophyllene, germacrene D, α-copaene dan α-
cubebene; dan terpen oksigen. Banyak senyawa ini yang dianggap sebagai aroma aktif
karena bau khas yang mereka miliki.
Banyak tanaman Artemisia, termasuk Artemisiaannua, Artemisiaargyi,
Artemisia sacrorum, Artemisia capillaris, dan Artemisia japonica, digunakan sebagai
obat tradisional Cina dan dicatat dalam farmakope Cina kuno. Artemisiaafra dan
Artemisiaherba-alba digunakan untuk mengobati batuk, pilek, dan penyakit lainnya di
Afrika . Di Turki, Artemisia absinthium, Artemisia spicigera, dan Artemisia santonicum
digunakan sebagai obat yang berfungsi di antaranya, A. absinthium memiliki fungsi
farmakologi seperti antipiretik, antiseptik, anthelmintik, tonik, dan aktivitas diuretik,
dan A. santonicum sebagai obat anthelmintik dan diabetes. Spesies lain, seperti C.
indicum var. aromaticum dan Opisthopappus, mempunyai potensial farmakologi untuk
mengobati suatu penyakit. Obat Cina tradisional lain yang terkenal, Crossostephium
chinense, biasanya digunakan untuk mengobati pilek, rematik, dan arthralgia.
Tanacetum vulgare, berasal dari Eropa, Asia dan Amerika Utara sebagai aditif makanan
dan sumber daya untuk wewangian dan obat herbal dengan sifat multifungsi. Minyak
esensial T. vulgare telah terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi , antijamur dan
antioksidan.
Minyak atsiri diekstrak dari tanaman Compositae, terutama minyak esensial dari
banyak tanaman Artemisia, telah dibuktikan memiliki aktivitas insektisida terhadap
hama penyimpanan biji-bijian. Karena metabolit tumbuhan sekunder memiliki toksisitas
mamalia rendah, mengalami degradasi cepat, dan lebih ramah lingkungan, mereka
dianggap sebagai pengganti yang efektif untuk pestisida tradisional. Selain itu, efek
phytotoxic dari berbagai konstituen yang bekerja pada tanaman sangatlah beragam,
dengan efek dari empat monoterpen pada jagung yang diamati sebagai kamper >
eucalyptol > α –Pinene > limonene. Dengan demikian, allelochemical dari tanaman
wangi menunjukkan harapan besar untuk aplikasi dalam mengatur pertumbuhan dan
produksi tanaman herbisida alami.
Banyak tanaman Compositae yang memiliki berbagai bahan kimia yang mudah
menguap dan memiliki nilai pemanfaatan yang tinggi, maka investigasi atau penelitian
komposisi dan perbandingan harus dilakukan kepada spesies yang lebih banyak dengan
beberapa metode untuk mengekstraksi atau mengumpulkan senyawa volatil. Untuk
mengeksplorasi semua komponen endogen pada komponen yang mudah menguap serta
menghindari kerusakan senyawa tertentu karena suhu yang tinggi selama hidrodistilasi,
maka ekstrak pelarut mengunakan kromatografi gas-massa spektrometri atau GC-Mass.
GC-Mass digunakan untuk menganalisis konstituen kimia daun segar dari 14 tanaman
Compositae yang digunakan dalam penelitian ini. Komponen volatile yang diteliti
seperti Opisthopappus, Artemisia yunnanensis, dan Artemisia vulgaris ‘Variegate’ jarang
atau belum diteliti pada penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya hanya membahas
tentang analisis kualitatif atau perbedaan dalam proporsi satu spesies, dan kurang dalam
analisis kuantitatifnya. Sehingga penelitian yang akan dilakukan ini akan
membandingkan konstituen dari tanaman ini antar spesies baik secara analisis
kuantitatif ataupun kualitatif dengan menggunakan beberapa metode statistik. Dan
analisis HCA atau analisis hierarkis kalster dari komposisi terpenoid pada spesies ini
dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas chemotaxonomy, yang bisa menjadi tambahan
untuk sistematika filogenetik.

1.2 Tujuan
Penelitian yang terangkum dalam jurnal bertujuan untuk membandingkan
konstituen dari tanaman Compositae antar spesies baik secara analisis kuantitatif
ataupun kualitatif dengan menggunakan beberapa metode statistik.
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Bahan dan Metode

2.1.1 Bahan
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini termasuk delapan
tanaman Artemisia, T. vulgare, dua spesies liar Chrysanthemum (C. indicum dan
variasinya, C. indicum var. Aromaticum, keduanya berasal dari Shennongjia,
provinsi Hubei, China) , C. chinense, dan dua spesies Opisthopappus. Semua
tanaman dibudidayakan menggunakan langkah-langkah budidaya yang sama dan
kondisi lingkungan selama beberapa tahun di Chrysanthemum Germplasm
Resource, Preservation Center, Nanjing Agricultural University, China.

2.1.2 Preparasi Sampel


a. Daun segar masing-masing spesies dipotong kecil-kecil dan ditimbang secara
akurat. Sampel diekstraksi dengan HPLC-grade n-hexane dalam wadah
tertutup selama 24 jam pada suhu kamar.
b. Selama proses ekstraksi, sampel dikocok beberapa kali untuk meningkatkan
efisiensi ekstraksi.
c. Berikutnya internal standar etil dekanoat ditambahkan ke bagian dari ekstrak,
yang kemudian disaring melalui 0,22 µm filter nilon sebelum analisis GC-
MS. Percobaan dilakukan dalam tiga replikasi.

2.1.3 Ketentuan GC-MS


a. Analisis dilakukan menggunakan sistem GC-MS dilengkapi dengan kolom
kapiler HP-5. Volume injeksi setiap sampel adalah 1 µL. Helium (99,999%)
digunakan sebagai gas pembawa pada laju alir 1 mL/menit.
b. Suhu port injeksi 250°C, dan program suhu kolom adalah sebagai berikut:
50°C selama 2 menit, ditingkatkan menjadi 180°C dengan laju 5°C/menit,
peningkatan hingga 270°C dengan laju 20°C/menit, dan pemeliharaan di
270°C selama 5 menit.
c. Kondisi MS termasuk suhu sumber ion EI 230°C, sebuah ionisasi energi 70
eV, dan rentang pemindaian massa 40-500 amu.

2.1.4 Identifikasi Puncak


a. Konstituen yang terpisah secara tentatif diidentifikasi dengan
membandingkan spektrum massa dengan yang ada di perpustakaan NIST08
MS (Institut Standar dan Teknologi Nasional, Gaithersburg, MD, USA), dan
dengan membandingkan indeks retensi (RI) dengan nilai literatur. RI dihitung
relatif terhadap standar alkana C7-C30 dipisahkan pada kolom kapiler HP-5
MS pada analisis kondisi GC-MS yang sama.
b. Setiap konstituen dikuantifikasi berdasarkan perbandingan luas puncaknya
dengan standar internal, dan isinya dinyatakan sebagai ng/ g FW.

2.1.5 Analisis Statistik


a. Analisis komponen utama (PCA) berdasarkan isi konstituen terpenoid
dilakukan untuk mengklasifikasikan spesies yang diuji.
b. HCA berdasarkan jarak Euclidean kuadrat dan metode hubungan antar
kelompok digunakan untuk mengelompokkan sampel dengan kandungan
relatif terpenoid yang berbeda.
c. Kedua pendekatan statistik dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS
Statistics 19.0
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Penelitian

3.1.1 Identifikasi dan Kuantifikasi Konstituen Kimia pada 14 Tumbuhan


Compositae
Menurut analisis GC-MS, 213 konstituen telah terdeteksi dan
diidentifikasi sementara pada ekstrak n-heksana dari 14 sampel. Komponen
diklasifikasikan menjadi sembilan kategori, termasuk empat kelompok terpenoid
(monoterpen, sesquiterpenes, diterpenes, dan terpenoid oksigen), senyawa
aromatik, senyawa terfluorinasi, alkana, alkanol, dan yang lain (komponen seperti
keton, enol, dan ester, yang tidak terpenoid).
Terpenoid menyumbang 117 komponen dan termasuk 12 monoterpena; 26
seskuiterpen; satu diterpene; dan 78 terpenoid oksigen, yang terdiri dari 38
monoterpen teroksigenasi atau turunannya, 34 teroksigenasi sesquiterpenes, empat
diterpenes oksigen, dan dua triterpen oksigen. Jumlah yang berbeda dari
konstituen ada di antara spesies yang diuji (Tabel 1). Jumlah total komponen
berkisar dari 11 hingga 55, dengan konstituen paling sedikit terdeteksi di daun A.
japonica (S5) dan Artemisia sericea (S7) dan yang paling terdeteksi pada A.
yunnanensis (S4) dan O. taihangensis (S14). Terpenoid di A. yunnanensis S4), O.
taihangensis (S14) dan Artemisia abrotanum (S6) juga yang paling melimpah.
Larutan Ethyl decanoate dengan konsentrasi yang diketahui digunakan
untuk analisis semi-kuantitatif dari masing-masing komponen volatile.
Didapatkan konsentrasi terpenoid oksigen dan senyawa total sangat bervariasi
pada spesies ini (Gambar 1), Konsentrasi terpenoid oksigen dan senyawa total
yang terendah adalah A. japonica (S5) dengan kandungan terpenoid totalnya
(170.22 ng / g FW). Sebaliknya, A. yunnanensis (S4) mengandung tingkat
tertinggi seskuiterpen (900,17 ng / g FW), terpen oksigen dan terpenoid total.
Monoterpena yang paling melimpah (354,10 ng / g FW) ditemukan di daun A.
absinthium (S2). Selain itu, beberapa spesies seperti A. abrotanum (S6), A. argyi
(S8), C. indicum var. aromaticum (S10), dan O. taihangensis (S14) juga
mengandung total yang tinggi melebihi 1500 ng / g FW. Tingkat terpenoid total
yang relatif tinggi, di antaranya konsentrasi melebihi 1000 ng / g FW, juga
terdeteksi pada empat spesies ini. Namun, totalnya terpenoid dan kandungan
senyawa total pada daun C. indicum (S11) dan O. longilobus (S13) adalah jauh
lebih rendah daripada spesies morfologis sejenisnya.

Gambar 1. Kotak plot dari konstituen volatile di daun 14 sampel.


Nomor sampel sama seperti pada Tabel 1 . Absis
menunjukkan kandungan senyawa dari setiap sampel
dinyatakan sebagai nilai rata-rata dari tiga ulangan biologis.
Ordinat menunjukkan kategori volatil: MT, monoterpena;
ST, seskuiterpen; DT, diterpenes; OT, terpen oksigen; AC,
senyawa aromatik; FC, senyawa fluorated; TC, senyawa
total

Tabel 1. Tumbuhan yang digunakan


3.1.2 Pola Konstituen Volatil di 14 Tumbuhan Compositae
Meskipun ekstrak n-heksana menunjukkan komposisi kimia yang berbeda-
beda, komponen terpenoid (40,45–90,38%) merupakan senyawa utama dalam
sebagian besar sampel. Kecuali A. vulgaris 'Variegate' (S3), A. sericea (S7) dan C.
chinense (S12), dengan kandungan terpenoid yang relatif rendah, 11 spesies
lainnya mengandung konten terpenoid lebih dari 60% dari isi senyawa total
(Gambar 3). Selanjutnya, terpenoid teroksigenasi adalah jenis utama terpenoid di
sebagian besar sampel, terhitung 2,98-72,54% dari total senyawa. Untuk
pengecualian, A. sacrorum (S1), A. vulgaris 'Variegate' (S3) dan A. japonica (S5)
mengandung seskuiterpen sebagai terpenoid utama (55,45%, 30,60%, dan 46,68%
dari total senyawa, masing-masing), dan A. absinthium (S2) memiliki kandungan
relatif monoterpen tertinggi (42.29%). Mempertimbangkan terdeteksinya
terpenoid teroksigenasi, yang terdiri dari monoterpena teroksigenasi (0,00%
sampai 70,27% dari total senyawa), sesquiterpen teroksigenasi (0,00% - 53,53%
dari total senyawa), diterpen teroksigenasi (0,00% - 2,69% dari total senyawa) dan
triterpen teroksigenasi minor (0,00% - 3,87% dari total senyawa), bersama dengan
terpen, C. indicum var. aromatikum (S10) dan A. yunnanensis (S4) memiliki
kandungan relatif tertinggi dari monoterpene (70,27%) dan derivatif seskuiterpena
(68,71%) di antara total senyawa di daunnya. Turunan Diterpen hanya ditemukan
di daun A. absinthium (S2), A. yunnanensis (S4) dan A. abrotanum (S6), masing-
masing sebesar 10,53%, 0,78% dan 0,84%. Sejumlah kecil triterpen teroksigenasi
terdeteksi pada daun A. yunnanensis (S4), C. chinense (S12), dan O. taihangensis
(S14) (0,37%, 3,87%, dan 0,48%). Konstituen yang tersisa, seperti senyawa
aromatik, juga berkontribusi pada aroma (0,00% - 14,53% dari total senyawa),
dengan kandungan relatif tertinggi terdapat dalam daun C. chinense (S12).
3.1.3 Hasil Analisis PCA dari 14 Tanaman Compositae Berdasarkan Kandungan
Terpenoid
Terpenoid adalah komponen yang termasuk dalam predominan komponen
dalam uji kali ini, konsentrasi terpenoid dari 14 sampel akan menjadi sasaran
utama untuk analisis PCA agar mendapatkan penggolongan yang lebih baik dari
sampel tsb. Lima komponen utama adalah diperoleh, dan variasi akumulasi PC1,
PC2, PC3, PC4, dan PC5 menyumbang 71,73%, 64,31%, 56,70%, 46,52%, dan
26,23% dari masing-masing total varian. Karena itu, dua yang pertama komponen
utama dipilih untuk membangun diagram pemuatan. Menurut faktor skor, sampel
uji diposisikan pada ruang dua dimensi, dengan beberapa pengelompokan yang
jelas (Gambar 4A).
Kelompok-kelompok ini dapat dijelaskan dengan baik berdasarkan titik-
titik pemuatan terpen.\ (Gambar 4B). Kelompok yang terdiri dari C. indicum var.
aromatikum (S10), C. indicum (S11), O. longilobus (S13), dan O. taihangensis
(S14), dengan skor PC1 tertinggi dan skor PC2 negatif, dicirikan oleh tinggi
jumlah -thujone, yang menyumbang masing-masing 1432.16 ng/g FW, 552.64
ng/g FW, 283.73 ng/g FW, dan 531,48 ng/g FW.
Germacrene D atau sesquiterpene adalah komponen yang paling melimpah
total terpenoid di daun A. sacrorum (S1), A. japonica (S5) dan C. chinense (S12),
akuntansi untuk 260,91 ng/g FW (31,77%), 77,36 ng/g FW (28,10%), dan 80,42
ng/g FW (14,70%) dan mengelompokkan spesies ini bersama dengan skor PC1
dan PC2 yang tinggi. Sama halnya dengan hubungan kedekatan spesies, T.
vulgare (S9) yang komponen utamanya adalah kapur barus (317,22 ng/g FW,
27,34%), juga mengandung persentase tinggi germacrene D (126,68 ng/g FW,
10,92%), diikuti oleh -phellandrene (85,13 ng/g) FW, 7,34%), eucalyptol (45,36
ng/g FW, 3,91%) dan -ilangena (40,89 ng/g FW, 3,52%), di daunnya. Kelompok
lain terdiri dari A. vulgaris 'Variegate' (S3) dan A. argyi (S8), yang dicirikan oleh
konsentrasi tinggi-caryophyllene. A. vulgaris 'Variegate' (S3) mengandung –
caryophyllene (181,14 ng/g FW, 17,35%) sebagai utama terpenoid, diikuti oleh
-pinene (62,92 ng/g FW, 6,03%) dan trans-farnesene (59,17 ng/g FW, 5,67%).
Demikian pula, terpenoid yang paling melimpah di daun A. argyi (S8) termasuk
-caryophyllene (258.69 ng/g FW, 12.40%), eucalyptol (343.57 ng/g FW, 16.47%),
dan keton artemisia (293,39 ng/g FW, 14,06%). Eucalyptol (157.46 ng/g FW,
9.93%) juga merupakan yang utama konstituen terpenoid pada daun A. abrotanum
(S6), yang juga mengandung silphiperfol-5-en-3-one A (346,20 ng/g FW,
21,84%), 6-camphenol (140,13 ng/g FW, 8,84%), dan cedrol (113,80 ng/g FW,
7,18%) sebagai komponen utamanya. Molekul 2018, 23, 166 6 dari 12 β-pinene
(62.92 ng/g FW, 6.03%) dan trans-β-farnesene (59.17 ng/g FW, 5.67%). Demikian
pula, sebagian besar terpenoid yang melimpah di daun A. argyi (S8) termasuk β-
caryophyllene (258.69 ng/g FW, 12.40%), eucalyptol (343,57 ng/g FW, 16,47%),
dan keton artemisia (293,39 ng/g FW, 14,06%). Eucalyptol (157.46 ng/g FW,
9.93%) juga merupakan konstituen terpenoid utama pada daun.

Tiga sampel ditempatkan pada posisi dekat titik asli tetapi memiliki
terpenoid yang berbeda komposisi dan konsentrasi (Gambar 4A). Diantaranya,
A. absinthium (S2) yang terkandung -fellandena (175,54 ng/g FW, 20,97%) dan
-fellandena (150,17 ng/g FW, 17,94%) sebagai senyawa dominan. Banyak
terpenoid seperti germacrene D, -phellandrene, arborescin, dan -cariophyllene di
daun A. yunnanensis (S4) hadir pada konsentrasi tinggi yang melebihi 150 ng/g
FW, tetapi konsentrasi arglabin (2830.67 ng/g FW, 47.72%) lebih tinggi daripada
konsentrasi dari semua senyawa lain dalam sampel ini. Ekstrak daun A. sericea
(S7) dimiliki trans-chrysanthenyl acetate melimpah (303,35 ng/g FW, 34,87%)
dan konsentrasi yang relatif rendah komponen terpenoid lainnya, seperti cis-
verbenol (31,05 ng/g FW, 3,57%), safranal (13,17 ng/g FW, 1,51%), dan
tetrahidromirkol (4,29 ng/g FW, 0,49%).

3.1.4 Analisis HCA dari 14 Tanaman Compositae Berdasarkan Senyawa Terpenoid


Untuk mengklasifikasikan spesies yang diuji dengan keunikan kimianya,
HCA dilakukan sesuai dengan komposisi terpenoid dari 14 sampel, metode
hubungan antar kelompok digunakan untuk membangun sebuah dendrogram
(Gambar 5). Spesies dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yang
mirip dengan Kelompok PCA. A. yunnanensis (S4) diisolasi karena tingkat
arglabin yang sangat tinggi pada daunnya. Keempat spesies dengan kandungan
tinggi α-thujone dikelompokkan sebagai satu kelompok. Menariknya ketika jarak
Euclidean ditetapkan pada 10, dua set varietas, C. indicum var. aromatikum (S10)
vs. C. indicum (S11), dan O. longilobus (S13) vs. O. taihangensis (S14)
berkumpul bersama, meskipun konsentrasi sangat berbeda di antara mereka. Hasil
ini menunjukkan bahwa sampel ini memiliki komposisi kimia yang sama.
Tanaman yang tersisa pada awalnya diklasifikasikan bersama. Namun,
jarak Euclidean dapat menurun, A. sericea (S7) dan A. absinthium (S2) secara
bertahap dipisahkan menjadi kelompok tunggal. Kedua spesies ini mengandung
komponen unik yang jarang terdeteksi pada sampel lain, misalnya, α-phellandrene
(20,97%), famesol isomer A (12,57%), geranyl-α-terpinene (7,84%), linalool
(3,85%), cis-β-farnesene (3,31%), β-curcumene (3,23%), norethynodrel (2,69%),
neryl (S) -2-methylbutanoate (1,76%), dan 8-cedren-13-ol (1,49%) di daun A.
absinthium (S2) dan jumlah terpenoid di A. sericea (S7). Keterkaitan lainnya,
seperti kelompok yang mengandung A. abrotanum (S6), A. argyi (S8) dan A.
vulgaris 'Variegate' (S3), dan kelompok T. vulgare (S9), A. sacrorum (S1), A.
japonica (S5), dan C. chinense (S12), berhubungan baik dengan diagram
pemuatan PCA.
3.2 Pembahasan Hasil Penelitian
Unsur kimia dari senyawa volatile dari 14 tanaman compositae dengan aroma
khas di analisis secara kualitatif dan kuantiatif dimana sampel sebagian besar
mengandung terpenoid terutama monoterpenoid dan derivative (gambar 6). Kandungan
terpenoid tertinggi di daun A. yunnanensis, A. abrotanum, A. argyi, C. indicum var.
aromatikum, dan O. taihangensis. Sampel ini memiliki potensi yang lebih besar
digunakan ekstraksi parfum. Pada gambar 6c sampel yang diuji dapat dilihat bahwa
aroma yang dimiliki berbeda dengan melalui evaluasi sensorik dalam studi seperti
minyak esensial Chrysanthemum. Disisi lain terpenoid memiliki peran penting dalam
melindungi tanaman terhadap hama. Misalnya, eucalyptoland kamper memiliki
aktivitas sebagai penolak serangga atau agen pestisida, sedangkan (E) -β-caryophyllene
dan (E) -β-farnesene dapat menarik musuh alami herbivore. Oleh karena itu, hasil di
atas dapat berfungsi sebagai referensi untuk pemanfaatan senyawa volatil dari pabrik
Compositae untuk mengeksploitasi aktivitas tertentu dari konstituen tertentu.
Gambar 6. Diagram lokal dari parthway biosintetik terpenoid dan
struktur kimia dari senyawa utama yang ditemukan di
Compositae. Grafik (A) menampilkan sampel representatif
yang digunakan dalam penelitian ini; Grafik (B) telah
dimodifikasi sesuai literature, dan (C) nomor sampel yang
sama seperti pada Tabel 2, menunjukkan sampel dengan
konsentrasi konstituen tertinggi (di atas).

Pada tumbuhan, metabolisme terpenoid menggunakan isopentenil difosfat


(IPP) lima-karbon dan dimetilalil pirofosfat (DMAPP) sebagai prekursor, yang berasal
dari jalur asam mevalonat (MVA) dan metilerytritol fosfat (MEP). Satu, dua, atau tiga
unit IPP bergabung dengan satu unit DMAPP untuk menghasilkan GPP (atau NPP),
FPP, dan GGPP, masing-masing kemudian diubah menjadi monoterpen, seskuiterpen,
dan diterpenes oleh aktivitas sintase terpene (TPSs). Umumnya, FPP (prekursor
sesquiterpenes) dihasilkan melalui jalur MVA di sitoplasma, sedangkan GPP dan
GGPP (prekursor monoterpen dan diterpenes, masing-masing) disintesis dari jalur
MEP di plastid. Setelah proses sintetis oleh enzim TPS, terpen ini dapat dimodifikasi
lebih lanjut dengan oksidasi, hidroksilasi, asilasi metilasi, atau pembelahan untuk
membentuk berbagai turunan terpene.

Misalnya, pada penelitian ini lebih banyak oksigen terpenoid dari terpene
terdeteksi pada banyak spesies (Gambar 3). Oleh karena itu, keragaman terpenoid di
spesies tanaman yang berbeda dikarenakan adanya aksi TPS dan modifikasi ganda
terpen. Ukuran dan fungsi dari Family TPS, yang mencakup tujuh subfamilies terkait
Phylogeny spesies, menunjukkan bahwa keragaman TPS mungkin ada di genus yang
berbeda dari Compositae tanaman.

Menurut penelitian ini, berdasarkan komposisi terpenoid dalam daun,


Chrysanthemum dan Opisthopappus memiliki kesamaan dalam kandungan kimia yang
lebih besar, sedangkan tanaman Artemisia, C. chinense dan T. vulgare digolongkan
bersama. Filogeni berdasarkan variasi urutan pada DNA ribosomal (ITS) dan
kloroplas (trnL-F IGS) Zhao et al. Menggabungkan hubungan antara genetik dan
kemotaksonomi tanaman, wawasan tentang fluks dan regulasi yang beraneka ragam,
metabolisme terpenoid dalam gener yang berbeda dari tanaman Compositae dapat
dijadikan landasan untuk penelitian lebih lanjut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam karya ini, komposisi volatil dari 14 tanaman Compositae diukur.
Terpenoid, terutama monoterpenoid, seskuiterpenoid, dan turunan, adalah senyawa
yang paling melimpah dalam ekstrak daun. Dengan perbandingan horizontal dari
konstituen di antara spesies atau varietas, beberapa sampel dicirikan oleh konsentrasi
tinggi senyawa spesifik yang dapat dieksploitasi dan dimanfaatkan lebih lanjut dalam
aplikasi masa depan. Selain itu, analisis fitokimia dalam penelitian ini meletakkan
dasar untuk studi tentang chemotaxonomy dan metabolisme diferensial spesies di
Compositae.

Anda mungkin juga menyukai