2.1 Tujuan
Berdasarkan judul percobaan mahasiswa dapat :
Melakukan pengukuran penguatan (gain) antenna.
Mengetahui pengaruh elemen-elemen antenna terhadap penguatan antenna.
Memahami karakteristik directional dan half-power beamwidth antenna.
Menggambarkan diagram polar pola radiasi horizontal dan vertical untuk antena dari
hasil pengukuran yang didapat.
Dari diagram polar yang telah diplot, dapat menghitung sidelobe attenuation dan
front-to-back ratio dari antenna.
2.3 Pendahuluan
A. Penguatan Gain Antena
Penguatan (Gain) antena diukur dengan membandingkan terhadap sebuah antena
standar. Dalam prakteknya antena standar yang digunakan adalah antena dipole 0,5 λ.
Jadi dalam hal ini pengukuran gain yang sebenarnya adalah membandingkan penguatan
antena yang diukur/diuji (under test antenna) dengan penguatan antena standar yang
diketahui sebesar 2,15 dB.
Penguatan G adalah :
G = W1 / W2 = [ V1 / V2 ]2
Dengan,
W1 = daya yang diterima dengan antena yang diuji
W2 = daya yang diterima dengan antena referensi 0,5 λ
V1 = tegangan yang diterima dengan antena yang diuji
V2 = tegangan yang diterima dengan antena yang diuji
Secara teori , dengan menganggap kedua antena macth dan antena 0,5 λ tanpa rugi
daya (loss less) , gain G0 pada sumber isotropis adalah
G0 = 1,64 G
G0 / G = 2,15 dB
Pengukuran harus dilakukan pada kedua antena berada dalam posisi yang baik.
Untuk pengukuran harus dilakukan pada kedua antena berada dalam posisi yang baik.
Untuk pengukuran pola radiasi biasanya antena yang diukur (antenna under test)
dipasang sebagai antena penerima. Antena pemancaar dipasang tetap pada satu posisi,
sedangkan antena yang diukur diputar 3600 pada sumbu vertical. Diagram pola
horizontal diukur dengan memutar sumbu antena yang diukur dengan kedua antena
berada dalam posisi horizontal. Sedangkan untuk mengukur diagram pola radiasi vertical
dilakukan hal yang sama dengan kedua antena berada dalam posisi vertical. Level – level
sinyal yang diukur dimasukkan (diplot) pada koordinat polar.Half-power beamwidth
diperoleh dari diagram pada titik -3 dB. Skala untuk level sinyal adalah logaritmis, karena
range level sinyal bervariasi sampai dengan harga yang sangat tinggi. Parameter-
parameter lain seperti side-lobe dan front-to-back ratio dapat dengan mudah pula dibaca
pada diagram polar.
Gambar 1 memperlihatkan contoh diagram polar tipikal sebuah antena.
Pada pengukuran gain antena dalam percobaan ini, antena dipole pertama digunakan
sebagai antena pemancar, sedangkan antena dipole kedua digunakan sebagai antena
standar (referensi) yang berfungsi sebagai pembanding (dianggap sebagai antena standar
dengan gain = 2,15 dB). Antena yang diukur (under test) adalah antena TV VHF. Antena
ini adalah jenis antena YAGI UDA ARRAY 9 elemen, yang bekerja pada rentangan
frekuensi 174 MHz sampai 230 MHz.
1. Mengukur tegangan yang diterima oleh antena dipole λ/2 kedua. Tentukan panjang kedua
antena dipole λ/2 dengan menghitung panjanga gelombang λ pada frekuensi 202 MHz
dan tentukan jarak antara antena dipole λ/2-1 (pemancar) dan antena dipole λ/2-2
(penerima).
Susunlah diagram pengukuran seperti ditunjukkan gambar 3 pada posiss horisontal.
Atur posisi kedua antena jarak garis lurus. jarak feeder antena dipole λ/2-1 dan antena
dipole λ/2-2 digunakan sebagai jarak reverensi untuk pengujian antena berikutnya.
Hasil data yang telah diperoleh pada tabel 2 sampai tabel 6, plot nilai tersebut
pada diagram polar atau koordinat polar yang tersedia. Tentukan nilai-nilai half-
power beamwidth (HPBW), attenuasi sidelobe dan front-to-back ratio.
Bandingkan hasil-hasil tersebut satu sama lain.
Menghitung Penguatan :
G(dB) = E2 – E1 + 2.15
Grafik 1 Pengukuran Gain Antena
70
60
50
40
E1 (dBµV)
30
E2 (dBµV)
20 G (dB)
10
0
174 181 188 195 202 209 216 223 230
Frekuensi (MHz)
Gambar : Grafik tabel 1 (Level antena pemancar, antena penerima, dan penguatan antena)
Tabel 2 Hasil Pengukuran Pola Radiasi Direksional Antena Yagi Polarisasi Horizontal
Level Level
Sudut Sudut
dBµV/m dBµV Normalisasi dBµV/m dBµV Normalisasi
0° 65,5 55,7 0 190° 54,4 44,4 -11,3
10° 64,5 54,6 -1,3 200° 54,6 44,8 -10,9
20° 63,5 53,7 -2 210° 60,8 50,6 -5,1
30° 63,1 53,3 -2,4 220° 61,7 51,5 -4,2
40° 62,7 52,6 -3,1 230° 60,2 50,4 -5,1
50° 61,2 51,4 -4,5 240° 61,5 51,6 -4,1
60° 63,2 53,3 -2,4 250° 62,3 52,3 -3,4
70° 64,8 54,6 -1,1 260° 60,1 50,2 -5,5
80° 63,5 53,3 -2,4 270° 62,1 52,0 -3,7
90° 62,0 52,1 -3,6 280° 63,4 53,4 -2,3
100° 60,1 50,3 -5,4 290° 64,6 54,7 -1
110° 62,5 52,5 -3,2 300° 63,3 53,3 -2,4
120° 61,2 51,3 -4,4 310° 61,2 51,6 -4,1
130° 60,5 50,4 -5,3 320° 62,4 52,7 -3
140° 61,5 51,5 -4,2 330° 63,1 53,4 -2,3
150° 60,8 50,8 -4,9 340° 63,9 53,7 -2
160° 54,9 44,9 -10,8 350° 64,2 54,3 -1,4
170° 54 44,5 -11,2 360° 65,5 55,7 0
180° 52,6 42,5 -13,2
Tabel 7. Perbandingan HPBW, Atenuasi Sidelobe, & Front to Back Ratio
Ec1 = E1 – E2
= 65,5 – 63,6
= 1,9 dBµV/m
Pada dBµV
Ec1 = E1 – E2
= 55,7 – 55,5
= 0,2 dBµV
Isolasi silang atau cross isolation adalah perbedaan dalam dB tingkat sinyal
yang diterima Received Signal Level (RSL) pada penerima. Sebagai contoh: TX1:
polarisasi vertikal ---> RX1: pol vertikal.TX2: pol horisontal. ---> RX2: pol
horisontal. Mereka semua beroperasi di frekuensi yang sama. Sinyal dari TX1,
TX2 akan dipisahkan sesuai dengan nilai cross isolationnya.