Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

STRUMA (GONDOK)
Di Ruang 17 RSU Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :

Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Malang


Profesi Ners Stikes Maharan Malang
Profesi Ners Universitas Jember

PKRS (PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT)


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Satuan acara penyuluhan (SAP) “Struma (Gondok) di Ruang 17 RSUD DR. Saiful
Anwar Malang, telah diperiksa dan di setujui oleh

Malang, November 2018

Pembimbing Ruang 17 Pembimbing Institusi

(.........................................................) (......................................................)

Kepala Ruang 17

(..........................................................)
SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik : Struma (Gondok)


Pokok Pembahasan : Definisi, Etiologi, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, pemeriksaan
penunjang, pencegahan, komplikasi, penatalaksanaan
Tempat : Ruang 17
Hari/Tanggal : Jum’at, 23 November 2018
Waktu : 1 x 30 menit
Penyuluh : TIM PKRS dan Mahasiswa Profesi Ners

I. Latar Belakang
Struma nodosa atau struma adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan
karena defisiensi iodium. Struma endemik ini dapat dicegah dengan subtitusi iodium.
Di luar daerah endemik, struma nodosa ditemukan secara insidental atau pada keluarga
tertentu. Etiologinya umumnya multifaktorial. Biasanya tiroid sudah membesar sejak
usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.Stuma multinodosa
biasanya ditemukan pada wanita berusia lanjut, dan perubahan yang terdapat kelenjar
berupa hiperplasia sampai bentuk involusi. Kebanyakan sruma multinodosa dapat
dihambat oleh tiroksin. Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan
karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal, tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tak berfungsi. Degenarasi jaringan
menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya yang sering berangsur-
angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di daerah leher.
Sebagian penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
gangguan.

II. Tujuan Intruksional Umum (TIU)


Setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang Struma, pasien dan keluarga dapat
mengenal dan menjadi tahu tentang penyakit Struma.

III. Tujuan Intruksional Khusus (TUK)


Setelah mengikuti pendidikan kesehatan mengenai Struma, pasien dapat:
a) Memahami tentang pengertian Struma
b) Mengatahui penyebab Struma
c) Mengetahui gejala dan komplikasi yang diakibatkan oleh Struma
d) Mengetahui tentang penatalaksanaan Struma
e) Mengetahui Pencegahan Struma.

IV. Materi
a) Pengertian Struma
b) Penyebab Struma
c) Tanda dan gejala serta komplikasi dari Struma
d) Penatalaksanaan pasien dengan Struma
e) Pencegahan Struma.

V. Metode
a) Ceramah
b) Tanya jawab

VI. Media
a. Power Point
b. LCD, Laptop

VII. Pengorganisasian
a. Penanggung Jawab
Tugas Penanggung Jawab:
 Bertanggung jawab secara umum pelaksanaan kegiatan.
 Mengkoordinasikan dalam menentukan aturan-aturan khusus pada kegiatan.
 Menentukan kebijakan-kebijakan mengenai pelaksanaan kegiatan

b. Moderator
Tugas moderator:
 Orang yang menjalankan jalannya penyuluhan
 Memberi peringatan kepada peserta apanila terjadi legaduhan yang tidak perlu
 Mengendalikan jalannya diskusi
 Mengawal dan mengawasi jalannya diskusi agar berjalan sesuai dengan topik
c. Pemateri
Tugas pemateri:
 Orang yang menyampaikan materi
 Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan dengan bahasa yang mudah
dipahami pada peserta
 Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan proses penyuluhan
 Memotivasi peserta untuk bertanya
d. Notulen
Tugas Notulen:
 Orang yang menilai jalannya acara
 Mancatat nama dan jumlah peserta serta menempatkan diri, sehingga
memungkinkan dapat mengamankan jalannya proses penyuluhan
 Mencatat pertanyaan yang di ajukan peserta
 Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan
e. Fasilitator
Tugas fasilitator:
 Orang yang mengondisikan audien
 Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
 Memotivasi peserta untuk bertanya materi yang belum jelas
 Menyediakan media untuk penyuluhan

VIII. Kriteria Evaluasi


1. Evaluasi Struktur
 Menyusun Satuan Acara Penyuluhan Diabetes Melitus
 Melakukan konsultasi Satuan Acara Penyuluhan yang telah disusun dengan
pembimbing
 Melakukan kontrak waktu dan tempat penyuluhan
 Membentuk pengorganisasian dalam pelaksanaan penyuluhan, dengan susunan
sebagai berikut .
 Mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
penyuluhan
2. Evaluasi Proses
 Semua pasien dan keluarga pasien antusias terhadap materi penyuluhan
 Tidak ada pasien ataupun anggota keluarga yang meninggalkan tempat saat
penyuluhan
 Semua pasien dan anggota keluarga datang tepat waktu saat penyuluhan

3. Evaluasi Hasil
1. Penyaji mengajukan pertanyaan secar langsung kepada peserta penyuluhan
tentang materi penyuluhan sebelum penyuluhan dilaksanakan.
2. Penyaji mengajukan pertanyaan secara langsung kepada peserta penyuluhan
setelah penyampaianmateri penyuluhan.
3. Peserta menanggapi materi yang telah disampaikan penyaji

IX. Kegiatan Penyuluhan


No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta
1 3 menit Pembukaan:
Menjawab salam
1. Memberi salam, kontrak waktu,
Mendengarkan dan
bahasa, memperkenalkan diri
memperhatikan
2. Menjelaskan tujuan penyuluhan
2 20 menit Pelaksanaan:
1. Menjelaskan materi penyuluhan
secara berurutan dan teratur
Materi:
Mendengarkan dan
a) Pengertian Struma
menyimak
b) Penyebab Struma
pembicara
c) Tanda dan gejala serta komplikasi
dari Struma
d) Penatalaksanaan pasien dengan
Struma
e) Pencegahan Struma
3 5 menit Evaluasi:
1. Tanya Jawab
2. Meminta kepada audiens untuk
mengulang kembali apa yang
disampaikan pembicara, meliputi:
a) Pengertian Struma Bertanya dan
b) Penyebab Struma menjawab
c) Tanda dan gejala serta komplikasi pertanyaan
dari Struma
d) Penatalaksanaan pasien dengan
Struma
e) Pencegahan Struma.
4 2 menit Penutup:
Mengucapkan terima kasih dan salam Menjawab salam
Lampiran materi
MATERI PENYULUHAN
STRUMA

A. Pengertian Struma
Struma (gondok) disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh
karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.
Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai dengan
pembesaran kelenjar tyroid. Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan
oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam
jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar-debar, keringat, gemetar,
bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan
hipertiroid (graves disease).

B. Etiologi
Adanya gangguan fungsional dalam pembentukan hormon tiroid merupakan penyebab
pembesaran kelenjar tiroid antara lain:
1. Defisiensi iodium, pada umumnya penderita penyakit struma sering terdapat di
daerah yang kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
2. Berbagai faktor diidentifikasikan sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar
tiroid termasuk didalamnya defisiensi yodium, goitrogenik glikosida agent (zat
atau bahan ini dapat mensekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung, lobak,
kangkung, kubis bila dikonsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid,
anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
3. Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT
yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya
umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila
hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka kadar HT yang rendah
disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari hipotalamus tinggi karena. tidak
adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT. Hipotiroidisme yang
disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya kadar HT,
TSH, dan TRH.
Penyebab Goiter adalah:
a) Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
komponen spesifik pada jaringan tersebut).
 Tiroiditis Hasimoto’s juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya
otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan
penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik
negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada
tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme
terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang
masih berfungsi.
 Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu protein, yang
disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti dengan TSH, TSI
merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar memproduksi sebuah
gondok.
b) Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme baik
yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
c) Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari
kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid
d) Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam
makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn
terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik
dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam darah. Kadar HT
yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena minimnya
umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan, menyebabkan
pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa).
e) Kurang iodium dalam diet, sehingga kinerja kelenjar tiroid berkurang dan
menyebabkan pembengkakan. Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk
hormon tyroid yang nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju
bermacam-macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya:
 Choroid
 Kelenjar mammae
 Plasenta
 Kelenjar air ludah
 Mukosa lambung
 Intenstinum tenue
 Kelenjar gondok
Sebagian besar unsur yodium ini dimanfaatkan di kelenjar gondok. Jika
kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang, dipastikan seseorang akan
mengidap penyakit gondok.
f. Beberapa disebabkan oleh tumor (Baik dan jinak tumor kanker)
 Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau
lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal ini
sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan fisik.
Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul kecil di
kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika pertama kali
terdeteksi.
 Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun
kurang dari 5 persen dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul
bukan merupakan resiko terhadap kanker.
g. Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid,
 Tiroiditis. Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan
pembesaran kelenjar tiroid.
h. Kehamilan, Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu gonadotropin
dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

C. Klasifikasi Struma
Secara klinis pemeriksaan struma dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a) Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas 2, yaitu struma diffusa toksik dan struma nodusa
toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah pada perubahan bentuk anatomi
dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Sementara nodusa
akan memperlihatkan benjolan yang secara klinik teraba 1 atau lebih benjolan (stuma
multinoduler toksik).
b) Struma Non Toksik
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang di bagi menjadi stuma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple golter, struma
endemik atau golter koloid yang sering ditemukan didaerah yang air minumnya kurang
sekali mengandung yodium dan goltrogen yang menghambat sintesa hormon oleh zat
kimia. Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul,maka pembesaran
ini disebut struma nodusa.

D. Tanda dan Gejala


1. Pembengkakan mulai dari ukuran kecil sampai benjolan besar dibagian depan leher
tepat dibawah adam’s apple.
2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.
3. Kesulitan bernafas (sesak nafas, batuk, mengi karena kompesi batang tenggorokan).
4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).
5. Suara serak.
6. Berdebar-debar.
7. Gelisah.
8. Berkeringat.
9. Tidak tahan cuaca dingin.
10. Diare, gemetar dan kelelahan.

E. Patofisiologi
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan
hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi
darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida
menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian
disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang
terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul tri-
iodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tri-
iodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan
dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat
sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan
TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi dan
yang utama adalah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi nal
per oral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi iodium radioaktif
yang ditangkap oleh tiroid.
Dari hasil sidik tiroid dapat dibedakan 3 bentuk:
a. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya.
Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
b. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
c. Nodul hangat bila penangkapan iodium sama dengan bagian tiroid yang lain.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair. Selain itu
dengan berbagai penyempurnaan, sekarang USG dapat membedakan beberapa bentuk
kelainan, tapi belum dapat membedakan dengan pasti suatu nodul ganas atau jinak.
Gambaran USG yang didapat dibedakan atas dasar kelainan yang difus atau fokal
yang kemudian juga dibedakan atas dasar derajat ekonya, yaitu hipoekoik, isoekoik atau
campuran. Kelainan-kelainan yang dapat di diagnosis secara USG adalah:
a. Kista: kurang lebih bulat, seluruhnya hipoekoik sonolusen, dindingnya tipis.
b. Adenoma/nodul: iso/hiperekoik, kadang-kadang disertai halo yaitu suatu lingkaran
hipoekoik disekelilingnya.
c. Kemungkinan karsinoma: nodul padat, biasanya tanpa halo.
d. Tiroditis: hipoekoik, difus, meliputi seluruh kelenjar.
3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yaitu Biopsi Aspirasi
jarum Halus (bajah) atau Fine Needle Aspiration(FNA) mempergunakan jarum no.22-
27. Cara ini mudah, aman dan dapat dilakukan dengan berobat jalan.Dibandingkan
dengan biopsi cara lama, biopsi jarum halus tidak nyari dan hampir tidak ada
penyebaran sel-sel ganas. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga
dapat mengecilkan nodul.
4. Termografi
Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermografi. Hasilnya disebut panas
apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9 oC dan dingin apabila <0,9oC. Pada
penelitian alves dkk didapatkan bahjwa yang ganas semua hasilnya
panas.Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain, ternyata termografi adalah
yang paling sensitif dan spesifik.
5. Petanda Tumor (Tumor marker)
Sejak tahun 1985 telah dikembangkan pemakaian antibodi monoklonal sebagai
petanda tumor. Dari semua petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian
tiroglobulin (Tg) serum yang mempunyai nilai bermakna. Hashimoto dkk mendapatkan
bahwa 58,6% kasus keganasan tiroid memberikan kadar Tg yang tinggi. Kadar Tg
serum normal ialah antara 1,5-30 ng/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323ng/ml dan
pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

E. Cara Pencegahan
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri
dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya struma adalah :
a) Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola perilaku makan
dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium
b) Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan laut
c) Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium setelah
dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum memasak untuk
menghindari hilangnya yodium dari makanan
d) Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena dapat
terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan yodida diberikan
dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan dalam air yang mengalir, dan
penambahan yodida dalam sediaan air minum.
e) Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di daerah
endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya adalah semua pria
berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk wanita hamil dan menyusui
yang tinggal di daerah endemis berat dan endemis sedang. Dosis pemberiannya
bervariasi sesuai umur dan kelamin.
f) Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3 tahun
sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1 cc dan untuk
anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
g) Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang
mengandung goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone
tiroid seperti ubi kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mendeteksi secara dini suatu penyakit,
mengupa yakan orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas
penyakit yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu :
a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang
berada pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen
yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan
ada saat pasien diminta untuk menelan dan palpasi pada permukaan
pembengkakan.
b. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk,
leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid
dengan menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
c. Tes Fungsi Hormon
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes
fungsi tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin
dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum
mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH
plasma dapat diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid.
Kadar tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah
normal pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat
digunakan pada awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes
ambilan yodium radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan
kelenjar tiroid dalam menangkap dan mengubah yodida.
d. Foto Rontgen leher
Pemeriksaan ini dimaksudka n untuk melihat struma telah menekan atau
menyumbat trakea (jalan nafas).
e. Ultrasonografi (USG)
Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok akan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu
pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG antara
lain kista, adenoma, dan kemungkinan karsinoma.
f. Sidikan (Scan) tiroid
Caranya dengan menyuntikan sejumlah substansi radioaktif bernama

technetium-99m dan yodium125/yodium131 ke dalam pembuluh darah.


Setengah jam kemudian berbaring di bawah suatu kamera canggih tertentu selama
beberapa menit. Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama adalh fungsi bagian-bagian tiroid.
g. Biopsi Aspirasi Jarum Halus
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.
Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran
sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu
karena lokasi biopsi kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan
pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi
oleh ahli sitologi.

F. Komplikasi
1. Penyempitan jalan nafas akibat tumor yang semakin membesar menghambat jalan nafas
2. Sepsis, karena benjolan pecah
3. Metastase pada organ-organ sekitar.

G. Penatalaksaan
1) Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk di daerah
endemik sedang dan berat.
2) Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
3) Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik diberi
suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam
tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc.
4) Tindakan operasi
Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi bila
pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ
sekitarnya, indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit
EGC.
Chalampa, Bams. 2010. Askep pada Penyakit Goiter. Disitasi dari http://bamschalampa-
askep.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-pada-penyakit-goiter.html.
Diakses pada tanggal 19 November 2018
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Price, Sylvia A,(1998). Patofisiologi, jilid 2, penerbit EGC, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran,
EGC. Jakarta.
Rahza, Putri. 2010. Patofisiologi Goiter Gondok. Disitasi dari
http://putrisayangbunda.blog.com/2010/08/29/patofisiologi-goiter-gondok.html.
Diakses pada tanggal 19 November 2018
Santoso, Agung. 2009. Asuhan Keperawatan Pasien Struma. Disitasi dari
http://nersgoeng.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-struma.html.
Diakses pada tanggal 19 November 2018
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai