Anda di halaman 1dari 21

Makalah Tentang Efek Farmakologi Obat Dan Pengaruh Struktur Aktivitas Asam

Asetil Salisilat Dibandingkan Senyawa Lain Dalam Satu Golongan

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Dosen Pengampu : Willy Tirza Eden ,S.farm.,M.sc
Kelompok 1

Disusun Oleh
Rika Ayu Lestari (4301416070)
Ain (430141

JURUSAN KIMIA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas untuk membuat makalah
Kimia Farmasi yang berjudul “ Efek Farmokologi Obat dan Pengaruh Struktur Aktivitas Asam
Asetil Salisilat Dibandingkan Senyawa Lain Dalam Satu Golongan “
Pada penulisan makalah ini kami menyadari mempunyai banyak kekurangan oleh sebab itu
bantuan dan dorongan telah kami terima dari semua pihak. Oleh karena itu tiada lupa kami
dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Willy Tirza Eden ,S.farm.,M.sc selaku dosen mata kuliah Kimia Farmasi.
2. Teman-teman kami yang telah membantu penyususan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyususunan makalah ini masih belum sempurna. Untuk itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Semarang, 20 April 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................... 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 4
1.1. Latar Belakang ..................................................................................................... 5
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
1.3. Tujuan Kegiatan................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 6
2.1. Pengertian Asam Asetil Salisilat ......................................................................... 6
2.2. Perbedaan Efek Farmakologi Asam Asetil Salisilat .......................................... 11
2.3. Pengaruh Struktur Aktivitas Turunan Asam Salisilat ........................................ 12
2.4. Pengertian Asam Salisilat .................................................................................. 12
2.5. Pengertian Metil Salisilat .................................................................................. 14
2.6. Pengertian Salisilamida ...................................................................................... 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................. 19
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 19
3.2 Saran....................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... .. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
A. Asam Asetil Salisilat
Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang
sering digunakan sebagai senyawa analgesic (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti – inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki
efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk
mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada
tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. Awal mula penggunaan
aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan
willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh
perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah
obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam
bentuk bubuk (puyer). (Wilmana, 1995).
Asetosal atau Aspirin merupakan obat Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS), memiliki
efek sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan antiagregasi platelet yang saat ini
penggunaannya sudah digantikan oleh OAINS yang baru. Namun sampai saat ini aspirin
dengan dosis rendah merupakan antiplatelet yang sering digunakan untuk pasien dengan
penyakit jantung koroner maupun pada hipertensi berat untuk mencegah stroke. Aspirin
sebagai antiplatelet digunakan jangka panjang yang sering menimbulkan gastritis. Kondisi ini
akhirnya dapat menurunkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Mekanisme kerja aspirin
adalah menginhibisi enzim siklooksigenase,baik siklooksigenase 1 maupun siklooksigenase
2. Enzim siklooksigenase 1 berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin pada
jaringan fisiologis sehingga terbentuklah prostasiklin (PGI2), prostaglandin E2 (PGE2), dan
prostaglandin F2 (PGF2). Prostasilin berfungsi menghambat sekresi asam lambung.
Prostaglanin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2 (PGF2) berfungsi merangsang sintesis mukus,
sekresi bikarbonat, dan peningkatan aliran darah ke mukosa di lambung. Inhibisi sintesis
prostaglandin dapat menggangu pertahanan dan perbaikan mukosa. (Frust dan Ulrich, 2007).

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asam asetil salisilat?
2. Bagaimana perbedaan efek farmakologi asam asetil salisilat dibandingkan dengan senyawa
lain dalam satu golongan?
3. Bagaimana pengaruh struktur aktivitas asam asetil salisilat dibandingkan dengan senyawa
lain dalam satu golongan?
4. Apa yang dimaksud dengan asam salisilat?
5. Apa yang dimaksud dengan metil salisilat?
6. Apa yang dimaksud dengan salisilamida (ortohidroksibenzamid) ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari asam asetil salisilat.
2. Untuk mengetahui perbedaan efek farmakologi asam asetil salisilat dibandingkan dengan
senyawa lain dalam satu golongan.
3. Untuk mengetahui pengaruh struktur aktivitas asam asetil salisilat dibandingkan dengan
senyawa lain dalam satu golongan Untuk mengetahui cara pembuatan unsur tembaga dan
cobalt.
4. Untuk mengetahui pengertian asam salisilat.
5. Untuk mengetahui pengertian metil salisilat.
6. Untuk mengetahui pengertian salisilamida (ortohidroksibenzamid).

5
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. Asam Asetil Salisilat


A. Pengertian Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non steroidal anti
inflammatory drugs (NSAIDS) atau anti inflamasi non steroid (OAINS) adalah golongan
obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesic (pereda nyeri),
antipirektik (penurun panas) dan anti inflamasi (anti radang). Obat asam asetil salisilat
(aspirin) ini mulai digunakan pertama kalinya untuk pengobatan simptomatis penyakit –
penyakit rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan
kerja anti radang yang kuat. Obat anti radang bukan steroid diindikasikan pada penyakit –
penyakit rematik yang disertai radang seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk menekan
reaksi peradangan dan meringankan nyeri. Dibandingkan dengan obat antiradang bukan
steroid yang lain, penggunaan asam asetil salisilat jauh lebih banyak, bahkan termasuk
produk farmasi yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia
mencapai 36.000 ton per tahun. (Ganiswarna, 1995).
Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis obat turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik
(terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh Bayer. Aspirin
juga merupakan obat anti demam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi trombosit
pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik aspirin dewasa ini banyak
digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai pencegah infark ke 2 setelah
terjadinya serangan. (Tjay dan Rahardja, 2002).
Aspirin mengandung zat aktif berupa asam asetil salisilat. Oleh sebab itu, aspirin
merupakan asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam asetilasi (dan juga
inaktivasi) siklooksigenase ireversibel. AINS lain termasuk salisilat, semuanya penghambat
siklooksigenase reversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh,
menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik, dan analgesik
Aspirin (asam asetil salisilat) mempunyai pKa 3,5. Asam asetilsalisilat disintesis tahun 1853,

6
tetapi obat ini belum digunakan sampai tahun 1899, ketika diketahui bahwa obat ini efektif
pada artritis dan dapat ditoleransi dengan baik. (Mycek dkk., 2001).
B. Struktur Aspirin
Obat antiradang nonsteroid (OAINS) dibagi dalarn 8 golongan yaitu turunan asam
salisilat (asam asetil salisilat dan diflunisal), turunan pirazolon (fenilbutazon, oksifenbutazon,
antipirin dan arninopirin), turunan asam propionate (ibu profen, naproksen, fenoprofen,
ketoprofen dan flurbiprofen), turunan asam antranilat (asam flufenamat dan asam
mafenamat), obat antiradang yang tidak mempunyai penggolongan tertentu (tolmetin,
piroksikam, diklofenak, etodolak, nebumeton, senyawa emas) dan obat pirro (gout), kolkisin,
alopurinol. Asam asetil salisilat (ASA) yang lebih dikenal sebagai asetosal adalah analgetik,
antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Struktur kimia dari aspirin yaitu aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan
rumus molekul C9H8O4. Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama
generik aspirin adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetilsalisilat. (
Kauffman, 2000).
Adapun struktur kimia dari aspirin adalah sebagai berikut :

Gambar Struktur Aspirin atau Asam asetil salisilat


C. Mekanisme Kerja Aspirin
Aspirin adalah obat anti inflamasi yang menghambat pembentukan prostaglandin. Aspirin
bekerja dengan cara menghambat enzim COX (siklooksigenase). Sistem enzim COX
merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan prostaglandin, dengan kerja
penghambatan ini maka Aspirin dapat menghasilkan efek analgesik, antipiretik,
antiinflamasi, dan antitrombotik. Setelah pemakaian oral sebagian Aspirin akan diabsorpsi
dengan cepat di lambung, sementara sebagian lagi diabsorpsi di usus halus. Efek obat

7
maksimal dapat dicapai kira – kira pada 2 jam setelah pemakaian. Setelah diabsorpsi obat
segera menyebar ke seluruh tubuh, sekitar 80% akan terikat pada albumin kemudian
dihidrolisis di hati menjadi asam salisilat dan dieksresi melalui ginjal, keringat dan empedu.
(Frust, Ulrich, 2007).
D. Dosis Penggunaan Aspirin
Kondisi Dosis
Demam 325 - 650 mg setiap 4 - 6 jam sekali, tergantung kondisi.
Maksimal 4 g/hari.
Serangan jantung 75 - 325 mg/hari.
Rheumatoid arthritis 80 - 100 mg perhari, dibagi 5 - 6 kali, untuk kondisi akut, bisa
dikonsumsi sampai 130 mg/hari.
Gangguan Dosis awal 2,4 - 3,6 g/hari, selanjutnya 3,6 - 5,4 g/hari
persendian
Stent implantation 325 mg 2 jam sebelum prosedur, diikuti dengan 160 – 325
mg/hari setelah prosedur dilakukan.

E. Efek Samping Aspirin


Selain terdapat manfaat utama dalam mengonsumsi aspirin terdapat juga efek
samping yang ditimbulkan dari aspirin antara lain :
1. Efek terhadap saluran cerna
Pada dosis yang biasa, efek samping utama adalah gangguan pada lambung
(intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok. Gastritis yang
timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh iritasi mukosa lambung oleh tablet yang
tidak larut, karena penyerapan salisilat nonionisasi di dalam lambung atau karena
penghambatan prostaglandin pelindung. Perdarahan saluran cerna bagian atas yang
berhubungan dengan penggunaan aspirin biasanya berkaitan dengan erosi lambung.
Peningkatan kehilangan darah yang sedikit melalui tinja secara rutin berhubungan
dengan pemberian aspirin dosis tinggi.
2. Efek susunan saraf pusat
Dengan dosis yang lebih tinggi, penderita bisa mengalami “salisilisme” (tinnitus atau
penurunan pendengaran dan vertigo) yang reversibel dengan pengurangan dosis. Dosis

8
salisilat yang lebih besar lagi dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek langsung
terhadap medulla oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah, bisa timbul
respirasi alkalosis sebagai akibat peningkatan ventilasi.
3. Efek lain
Aspirin dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil biasanya meningkatkan asam urat,
sedangkan dosis lebih dari 4 g/hari akan menurunkan kadar asam urat sampai di bawah
2,5 mg/dL. Aspirin dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik,
terutama pada penderita yang mendasarinya seperti lupus eritematosus sistemik serta
artritis rematoid juvenilis dan dewasa. Salisilat dapat menyebabkan penurunan laju
filtrasi glomerulus yang reversibel pada penderita dengan dasar penyakit ginjal. Reaksi
hipersensitivitas biasa timbul setelah meminum aspirin pada penderita asma dan polip
hidung serta bisa disertai dengan bronkokonstriksi dan syok. Reaksi ini diperantarai oleh
leukotrin.
 Efek Utama Aspirin
Asam asetil asetat memiliki efek utama atau manfaat utama didalam tubuh antara lain:
a) Efek anti-inflamasi
Aspirin menghambat perlekatan granulosit pada pembuluh darah yang rusak,
menstabilkan membran lisosom, dan menghambrat migrasi leukosit polimorfonuklear
dan makrofag ketempat peradangan, sehingga dapat mengurangi rasa sakit di daerah
peradangan. Sifat anti-inflamasi salisilat dosis tinggi bertanggung jawab terhadap
dianjurkannya obat ini sebagai terapi awal artritis rematoid, demam rematik, dan
peradangan sendi lainnya.
b) Efek Analgesik
Asprin sangat efektif dalam meredakan nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang,
namun tidak efektif pada terapi nyeri visera seperti yang menyertai abdomen akut, kolik
ginjal, perikarditis, atau infark miokard. Aspirin menghilangkan nyeri dari berbagai
penyebab seperti yang berasal dari otot, pembuluh darah, gigi, keadaan pasca persalinan,
artritis dan bursitis.
c) Efek anti-piretik
Aspirin menurunkan demam, tetapi hanya sedikit mempengaruhi suhu badan yang
normal. Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas

9
karena pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiesis mungkin disertai dengan
pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap akibat dari dua
kerja. Pertama pembentukan prostaglandin di dalam susunan saraf pusat sebagai respon
terhadap bakteri pirogen. Kedua efek interleukin-1 pada hipotalamus. Interleukin-1
dihasilkan oleh makrofag dan dilepaskan selama respon peradangan. Aspirin
menghambat baik pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun
respon susunan saraf pusat terhadap interleukin-1 dan sehingga dapat mengatur kembali
“pengontrol suhu” dihipotalamus, sehingga memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
d) Efek terhadap trombosit
Aspirin mempengaruhi hemostatis. Aspirin dosis tunggal sedikit memanjangakan waktu
perdarahan hal ini digambarkan dengan penghambatan agregasi trombosit sekunder
akibat penghambatan sintesis tromboksan. Karena kerja ini bersifat ireversibel aspirin
menghambat agregasi trombosit sampai selama 8 hari sampai terbentuk trombosit baru.
Aspirin mempunyai masa kerja yang lebih panjang dibandingkan senyawa lain
penghambat agregasi trombosit seperti tiklopidin, fenilbutazon, dan dipiridamol.
(Priyanto dan Batubara, 2008 )

1.2. Perbandingan Efek Farmokologi Asam Asetil Asetat Dengan Senyawa Lain Dalam Satu
Golongan (Asam Salisilat, Metil Salisilat, Salisilamida)
 Turunan dari asam salisilat salah satunya adalah asam asetil salisilat yang lebih dikenal
sebagai asetosal atau aspirin. Berbeda dengan asam salisilat, asam asetil salisilat memiliki
efek analgesik antipiretik dan anti inflamasi yang lebih besar jika dibandingkan dengan asam
salisilat. Penggunaan obat ini sangat luas di masyarakat dan digolongkan ke dalam obat
bebas. Selain sebagai prototip, obat ini juga digunakan sebagai standar dalam menilai efek
obat sejenis.
 Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik. Obat ini dapat
digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri yang
berhubungan dengan rematik. Penggunaan asam salisilat tidak pernah dilakukan secara per
oral karena asam salisilat terlalu tosik dan juga timbulnya ransangan pada mukosa lambung

10
akibat diperlukannya dosis tinggi sehingga lebih banyak digunakan dalam bentuk sediaan
untuk pemakaian luar yang memiliki banyak keterbatasan dalam penghantaran obat.
 Efek samping jika asam salisilat dilakukan per oral adalah dapat menyebabkan iritasi
lambung karena gugus karboksilat bersifat asam. Berbeda halnya dengan senyawa-senyawa
turunan asam salisilat seperti aspirin, salisilamida. Senyawa – senyawa turunan asam
salisilat tersebut lebih banyak digunakan per oral. Dan untuk meningkatkan aktivitas
analgesik antipiretik dan mengurangi efek samping dari asam salisilat dapat dilakukan
dengan 4 cara yaitu :
a) Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester maupun amida. Contoh :
metil salisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat &
salisilamida.
b) Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh : aspirin (asam aseti salisilat), salisil.
c) Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Berdasarkan pada prinsip salol, senyawa
secara in vivo akan terhidrolisis menjadi aspirin. Contoh : aluminium aspirin dan karbetil
salisilat.
d) Memasukkan gugus OH pada cincin aromatik atau menambah gugus lain. Contoh :
diflunisal, flufenisal, dan meseklazon.
 Asam asetil asetat (Aspirin) digunakan sebagai analgesic antipiretik dan antirematik.
Pemberian aspiran pada dosis rendah dan dalam waktu yang lama dapat digunakan untuk
mencegah serangan jantung. Aspirin juga digunakan untuk pengobatan thrombosis karena
mempunyai efek antiplatelet. Absorpsi aspirin dalam saluran cerna cepat, terutama pada usus
kecil dan lambung, dan segera terhidrolisis menjadi asam salisilat yang aktif. Asam salisilat
terikat oleh protein plasma kurang lebih 90%, kadar plasma tertinggi aspirin dicapai dalam
waktu 14 menit, sedang asam salisilat 0,5-1 jam. Waktu paruh aspirin kurang lebih 17 menit,
sedang asam salisilat kurang lebih 3,15 jam. Dosis analgesic : 500 mg setiap 4 jam bila
diperlukan.
 Salisilamida (orto-hidroksibenzamid) mempunyai aktivitas analgesic antipiretik sama dengan
aspirin, tetapi tidak menunjukkan efek anti radang dan anti rematik. Karena salisilamid tidak
terhidrolisis menjadi asam salisilat maka yang bertanggungjawab terhadap aktivitas analgesic
adalah seluruh molekul. Dibandingkan dengan aspirin, salisilamida mempunyai awal kerja
lebih cepat, lebih cepat diekskresikan (masa kerja pendek) dan menimbulkan toksisitas yang

11
relative lebih rendah dibandingkan dengan aspirin (asam asetil asetat). Pada sediaan sering
dikombinasikan dengan obat analgesic lain seperti asetaminophen. Absorpsi obat dalam
saluran cerna cepat, kadar plasma tertinggi mencapai dalm waktu 0,3-2 jam, dengan waktu
paruh kurang lebih 1 jam. Dosis analgesic 500 mg 3dd.

1.3. Hubungan Struktur Dan Aktivitas Pada Turunan Asam Salisilat Asam Salisilat

a) Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting
untuk aktivitas dengan gugus hidroksil harus berdekatan.
b) Turunan halogen seperti 5-klorsalisilat dapat menambah aktivitas namun memiliki
toksisitas yang lebih.
c) Pemasukan gugus amino pada posisi 4 akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
d) Pemasukan gugus metil pada posisi 3 akan menyebabkan metabolisme gugus asetil
menjadi lebih lambat.
e) Penambahan gugus aril pada posisi 5 akan meningkatkan aktivitas.
f) Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dengan karboksilat (misal diflunisal) akan
menambah aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek
samping ( iritasi saluran cerna).
g) Iritasi lambung pada aspirin ditujukan pada gugus karboksilat sehingga esterifikasi gugus
akan mengurangi efek iritasi.

1.4. Asam Salisilat


A. Pengertian Asam Salisilat
Asam salisilat merupakan kelompok senyawa obat yang telah dipergunakan secara luas
karena memiliki efek sebagai analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi. Turunan asam salisilat
yang paling umum digunakan adalah asam asetil salisilat (asetosal). Asetosal sering digunakan
untuk mengurangi sakit kepala, inflamasi, nyeri sendi, juga beberapa pengobatan serangan
jantung dan stroke. Asam salisilat berfungsi menghancurkan sel kulit berlebih pada permukaan
kulit. Obat ini akan meningkatkan kelembapan pada kulit dan melarutkan unsur yang
mengakibatkan sel kulit menempel satu sama lain. Kondisi ini akan mempermudah proses

12
pengelupasan kulit. Asam salisilat adalah jenis obat keratolytic yang berada dalam kelompok
obat yang sama dengan aspirin. (Fadeyi et al., 2004).
Asam salisilat dan turunannya termasuk dalam golongan obat antiinflamasi non steroid (Non
Steroidal Anti-inflammatory Drugs = NSAIDs). Obat-obatan NSAIDs bekerja dengan cara
menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga menyebabkan konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Selain COX, 5-lipoksigenase (5-LO) merupakan salah satu
enzim penting yang terlibat dalam proses metabolisme asam arakidonat. Derivat hidrazon
memiliki karakter farmakoforik untuk menghambat COX dan tipe hidrazon merupakan dual
inhibitor terhadap enzim COX dan 5-LO. Oleh karena itu senyawa ini dipelajari sebagai agen
analgesik dan antiinflamasi yang lebih poten dibandingkan NSAIDs (Almasirad et al., 2005)

Gambar Struktur Asam Salisilat

B. Dosis Penggunaan Asam Salisilat


Berikut ini adalah beberapa contoh kadar dan frekuensi penggunaan produk obat yang
mengandung asam salisilat :

Kondisi Kandungan Asam Dosis


Salisilat dalam
Produk
Hiperkeratosis 1,8-3% Gunakan 1-4 kali setiap hari
dan kulit
bersisik
Jerawat 0,5-2% Gunakan 1-3 kali setiap hari.

13
12-40% Gunakan pada kutil atau kepalan selama 48
Kutil, kapalan jam.
5-17% dengan Gunakan secukupnya hingga mengering,
campuran collodion Ulangi 1- 2 kali hingga kutil atau kapalan bisa
terlepas.

C. Efek Samping Asam Salisilat


1. Gejala keracunan asam salisilat adalah muntah, mual, dan tinnitus (hingga kadang-
kadang tuli) disusul diare, pusing hingga konvulasi.
2. Alergi terhadap asam salisilat memberi gejala edema di muka, mulut, dan mata.
3. Pada pemberian per-oral, asam salisilat dapat menimbulkan gangguan epigrastik, pusing,
berkeringat, mual, dan muntah karena asam salisilat mempunyai daya korosif dan
merusak jaringan yang berkontak misalnya kulit, mulut, lambung dan daya korosif itu
tergantung pada konsentrasi pemakaian secara kronis dan dalam jumlah yang besar dapat
menimbulkan pendarahan lambung.
4. Bila kandungan asam salisilat melebihi dan berlebihan masuk kedalam tubuh, maka
gangguan kesehatan dapat terjadi, misalnya terjadi penggeseran dinding pembuluh darah
kanker saluran pencernaan.
5. Pada keracunan akut, bisa terjadi acidosis dan ini merangsang regulatory center di
hipotalamus sehingga terjadi hyperpnoea, menyebabkab alkalosis. Menyebabkan
kematian karena paralisa pernapasan.
6. Dampak asam salisilat secara kronik dapat mengiritasi jantung dengan cara menghambat
pembentukan prostaglandin E1 dan E2 yaitu suatu senyawa yang dapat menimbulkan
vasodilatasi mukosa lambung sehingga menjadi peningkatan sekresi asam lambung dan
vasokonstriksi mukosa lambung

1.5. Metil Salisilat


A. Pengertian Metil Salisilat
Metil salisilat adalah cairan dengan bau khas yang diperoleh dari daundan akar
tumbuhan wangi. Zat ini juga dibuat dengan sintesis dan merupakan salah satu turunan
dari asam salisilat. Senyawa ini dapatdigunakan sebagai anti iritan dan karminatif dan

14
juga pada rematik.Penggunaan obat ini sangat luas di masyarakat dan digolongkan
kedalam obat bebas. Penggunaan zat ini dalam pengobatan didasarkan pada kenyataan
bahwaasam salisilat itu bermanfaat terhadap respon fisiologi. Metil salisilat sering
digunakan sebagai bahan farmasi, penyedap rasa pada makanan, minuman, gula – gula,
pasta gigi, antiseptic, dan kosmetik serta parfum. Metil salisilat telah digunakan untuk
pengobatan sakit syaraf, sakit pinggang, radang selaput dada, dan rematik, juga sering
digunakan sebagai obat gosok dan balsam. (Supardani dkk, 2006).
Metil salisilat merupakan turunan dari asam salisilat dan memiliki efek iritasi
lokal. Menyebabkan iritasi reseptor kulit, hasil metil salisilat dalam pembentukan dan
ejeksi darah dalam jumlah besar zat bioaktif yang mengatur sensitivitas nyeri. Substansi
P dilepaskan dari neuron. Penurunan akumulasi P substansi dalam terminal saraf
menghasilkan penurunan nyeri. Selain itu, metil salisilat, yang termasuk dalam kelompok
agen anti-inflamasi nonsteroid, menghambat sintesis prostaglandin karena penghambatan
cyclooxygenases yang mengurangi pembengkakan dan infiltrasi dari jaringan yang
meradang. Analgesik anti – inflamasi senyawa metil asetat ini secara nonselektif dapat
menghambat cyclooxygenase, mengurangi sintesis prostaglandin, menormalkan
peningkatan permeabilitas kapiler, meningkatkan proses mikrosirkulasi, mengurangi
edema dan infiltrasi jaringan yang meradang. ( Allam.,et all, 2011)

Gambar Struktur Metil Salisilat


B. Dosis Pemakaian Metil Salisilat
Oleskan metil salisilat dengan tipis di bagian yang terasa nyeri. Oleskan secara merata dan
gosok dengan perlahan. Jangan mengoleskan lebih dari 4 kali sehari

15
C. Efek Samping Metil Salisilat
Efek samping yang umum terjadi adalah kulit akan terasa panas, seperti terbakar dan
berwarna merah. Selain itu, ada beberapa efek samping yang lebih serius, namun jarang terjadi
seperti berikut ini:

 Timbulnya rasa sakit yang tidak biasa pada kulit.

 Telinga berdengung.

 Kulit melepuh dan berwarna sangat merah.

 Mual atau muntah

1.6. Salisilamida ( Ortohidroksibenzamid)


A. Pengertian Salisilamida
Salisilamida merupakan salah satu obat dari golongan NSAID yang merupakan turunan dari
asam salisilat. Salisilamida merupakan turunan dari asam salisilat, namun salisilamida tidak
terhidrolisis menjadi salisilat. Efek analgetik dan antipiretik dari salisilamida lebih lemah dari
salisilat karena salisilamida dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama,
sehingga hanya sebagian salisilamida yang masuk ke sirkulasi sebagai zat aktif. Salisilamida
memiliki awal kerja yang cepat, masa kerja pendek dan menimbulkan toksisitas yang relatif lebih
rendah dari NSAID lain seperti aspirin. ( Ansel.,et all,1999)
Modifikasi struktur pada gugus karboksil dari asam salisilat dengan pensubstitusi senyawa
golongan amina telah banyak dilakukan dan menghasilkan senyawa-senyawa amida. Beberapa
contoh senyawa amida dari asam salisilat yaitu salisilamida, salisilanilida, dan salisililmorfolida.
Salisilamida memiliki aktivitas yang sama dengan asam salisilat tetapi tidak mudah terhidrolisis
menjadi asam salisilat. Meskipun salisilamida merupakan senyawa yang sudah banyak diketahui
aktivitas biologinya, namun senyawa turunannya seperti N-metilsalisilamida, N-
dimetilsalisilamida dan salisilpiperidida belum banyak diketahui. Salisilamida sering
dikombinasikan dengan paracetamol dan kafein, merupakan zat analgetik non-narkotik. Cara
kerjanya tidak terlalu kuat seperti asetosal tetapi banyak digunakan karena sifatnya yang tidak
terlalu asam, sehingga tidak menimbulkan radang dan pendarahan pada lambung. Pada
pemberian oral salisilamida cepat diabsorbsi dan segera didistribusikan. Selanjutnya salisilamida
mengalami proses eliminasi lintas pertama digastrointestinal dan dihepar sebesar 80%.

16
Akibatnya obat yang tersedia didalam darah menjadi sangat kecil, sehingga mengurangi efek
farmakologinya. ( Tjay dan Rahardja, 2002 )

Gambar Salisilamida
B. Dosis Penggunaan Salisilamida
Dosis: Untuk dewasa 3-4 kali 300-600 mg sehari. Untuk anak 65 mg/kg BB/hari
diberikan 6kali/hari. Seseorang yang memiliki masalah pendarahan, seperti hemophilia, atau
trombosit darah rendah sebaiknya tidak mengkonsumsi obat ini.
C. Efek Samping Salisilamida
Efek samping yang sering muncul pada penggunaan salisilamida adalah gangguan CNS
dan gangguan pada GI tract. Selain itu timbul rasa mual, muntah, heartburn, diare dan
anoreksia, flushing, hyperventilation, panas dalam, mulut kering, dan trombositopenic
purpurea. Oleh karena aktivitas dari salisilamida yang cukup lemah dan banyaknya efek
samping, diupayakan modifikasi struktur dari salisilamida. Modifikasi yang dapat dilakukan
antara lain dengan menambahkan beberapa gugus senyawa kedalam struktur salisilamida
(Siswandono dan Soekardjo, 2000)

17
18
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Asam asetil salisilat atau aspirin adalah nama dagang untuk jenis obat turunan dari
salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor),
antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga merupakan obat anti
demam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi trombosit pada dosis rendah (40 mg).
Aspirin bekerja dengan cara menghambat enzim COX (siklooksigenase). Sistem enzim COX
merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan prostaglandin, dengan kerja penghambatan
ini maka Aspirin dapat menghasilkan efek analgesik, antipiretik, anti inflamasi, dan
antitrombotik. Setelah pemakaian oral sebagian Aspirin akan diabsorpsi dengan cepat di
lambung, sementara sebagian lagi diabsorpsi di usus halus. Efek obat maksimal dapat dicapai
kira – kira pada 2 jam setelah pemakaian. Setelah diabsorpsi obat segera menyebar ke seluruh
tubuh, sekitar 80% akan terikat pada albumin kemudian dihidrolisis di hati menjadi asam salisilat
dan dieksresi melalui ginjal, keringat dan empedu.

3.2 Saran

19
DAFTAR PUSTAKA
Ganiswarna, S.G. 1995. Farmokologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta : Universitas Indonesia
Press.
Wilmana. 1995. Analgesik-antipiretik analgesik anti inflamasi non steroid dan obat
gangguan sendi lainnya. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ansel, H.C., Allen, L.V.A. dan Papovich, N.G. 1999, Pharmaceutical Dosage Forms and
Drug Delivery System, Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia.
Siswandono dan Soekardjo .2000. Kimia medisinal. edisi kedua jilid 1. Surabaya.
Airlangga Universitas Press.
Kauffman, M. H. (2000). Relational Maintenance in Long-distance Relation. Ships:
Staying Close. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.
Mary. J Mycek Dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Jakarta: Widya
Medika
Furst, D.E. dan Ulrich, R.B. 2002. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid, Obat Antireumatik
Pemodifikasi Penyakit, Analgesik Nonopiod dan Obat yang Digunakan pada
Gout. Farmakologi Dasar dan Klinik. edisi 10., Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta, hal 590-598.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting: Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek
Sampingnya. Edisi VI. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.
Fadeyi, O.O., Obafemi C. A., Adewunmi, C., et all . 2004, Antipyretic, Analgesic, Anti-
inflammatory and Cytotoxic Effects of Four Derivatives of Salicylic Acid and
Anthranilic Acid in Mice and Rats, African Journal of Biotechnology, 3(8), 426-
431.
Almasirad, A., Tajik, M., Bakhtiari,.et all., 2005, Synthesis and Analgesic Activity of N-
arylhydrazone Derivatives of Mefenamic Acid, J. Pharm. Pharmaecut. Sci. 8(3).
419-425.
Supardani, Dwi. O, dan Aditya. P. 2006. Perancangan pabrik asam salisilat dari phenol.

Bandung : Institut Teknologi Nasional Bandung Press.

Priyanto, dan Batubara,L., 2008. Farmakologi Dasar. Jakarta : Rineka Cipta.


( Priyanto dan Batubara, 2008 )
Allam, A.H., Gamal, S.S.E. dan Naggar, F.V. 2011, Bioavailability: A Pharmaceutical
20
Review, Int. J. Pharm. Biotechnol., 1(1):80–96.

21

Anda mungkin juga menyukai