Anda di halaman 1dari 61

MODUL

MEKANIKA FLUIDA 2

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
2018
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah sehingga modul Mekanika Fluida 2 ini dapat
diselesaikan oleh penulis sebagai bahan ajar pada mata kuliah Mekanika Fluida 2 Program
Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Borneo Tarakan.

Modul ini merupakan kumpulan materi yang disadur dari berbagai sumber, antara lain,
buku teks, jurnal ilmiah dan materi-materi mekanika fluida dari berbagai situs internet.
Harapan dari penyusunan modul ini adalah agar dapat menjadi salah satu buku pegangan
mahasiswa untuk memudahkan mengikuti perkuliahan Mekanika Fluida 2. Namun tidak
menjadi satu-satunya sumber belajar dalam perkuliahan, karena dengan dengan konsep
Student Center Learning (SCL) mahasiswa berperan aktif dalam menggali sumber-sumber ilmu
pengetahuan dari berbagai sumber dan menyajikannya dalam ruang diskusi saat perkuliahan
maupun di ruang diskusi ilmiah lainnya.

Modul ini merupakan cetakan pertama, sebagai pendamping mata kuliah Mekanika
Fluida 2, sehingga masih butuh untuk penyempurnaan dan penambahan materi-materi yang
terkait. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen-dosen Teknik Mesin yang telah
memberikan masukan selama proses penyusunan modul ini. Terima kasih juga, Penulis
sampaikan kepada pihak Prodi Teknik Mesin yang telah membantu proses penerbitan modul
ini, mudah-mudahan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang Mekanika
Fluida.

Tarakan, 19 Oktober 2018

Penulis
Sudirman, S.T., M.T.
BAB 1
EXTERNAL FLOW

Sub-CP-MK:
✓ Mahasiswa mampu menjelaskan konsep boundary layer
✓ Mahasiswa mampu menerapkan konsep boundary layer thickness dalam analisa aliran
fluida.
✓ Mahasiswa mampu menerapkan persamaan integral momentum untuk memprediksi
pertumbuhan (ketebalan) boundary layer laminar dan turbulen sebagai fungsi jarak pada
arah aliran.
✓ Mahasiswa mampu menganalisis aliran fluida yang melalui bluff bodies.

Pada bab ini akan dibahas dasar-dasar aliran fluida melalui benda seperti aliran udara
disekitar pesawat, mobil, atau aliran air di sekitar kapal. Pada kondisi dimana objek diliputi
aliran fluida disebut sebagai external flows. Bentuk benda, dan sifat fluida dalam aliran
eksternal akan mempengaruhi gaya fluida seperti lift force (gaya angkat) dan drag force (gaya
hambat) pada kendaraan. Hal ini menjadi topik yang penting karna mempengaruhi desain
kendaraan dan rekayasa medan aliran fluida. Desain dan rekayasa medan aliran yang tepat
akan mengurangi konsumsi bahan bakar atau meningkatkan putaran turbin angin.

Boundary Layer
Aliran yang melewati suatu benda dengan viskositas fluida tertentu, akan menimbulkan
tegangan geser yang dimulai pada titik stagnasi sebagai interaksi antara fluida yang mengalir
dan permukaan benda yang diam, maka fluida akan terdeformasi secara kontinu. Gradien
kecepatan akan terbentuk dengan kecepatan terkecil pada daerah dekat wall dan semakin
jauh dari wall kecepatan bertambah hingga kecepatan freestream. Boundary layer
digolongkan menjadi boundary layer laminar dan turbulen. Parameter yang mengatur
perubahan boundary layer dari laminar menuju transisi dan turbulen adalah bilangan
Reynolds.

Pada daerah turbulent boundary layer aliran fluida menjadi bergolak dan partikel-
partikel cairan menjadi sangat terdistorsi karena sifat turbulensi yang acak dan tidak teratur.
Salah satu fitur yang membedakan aliran turbulen adalah terjadinya ketidakteraturan.
Kecepatam aliran di dalam Boundary layer berubah dari U ke nol di permukaan. Jadi, V = 0
saat y = 0 dan V = U di tepi boundary layer, dengan profil kecepatan, u= u (x, y) membentuk
ketebalan boundary layer. Karakteristik boundary layer ini terjadi dalam berbagai situasi
aliran, tidak hanya pada pelat datar. Boundary layer terbentuk di permukaan mobil, pada air
yang mengalir di selokan jalan, dan di atmosfer saat angin bertiup di permukaan bumi (tanah
atau air).

Gambar 1.1 Perubahan bentuk partikel fluida saat mengalir di dalam boundary layer
(Munson dkk, 2009)
Struktur aliran boundary layer dapat diamati dengan memperhatikan apa yang terjadi
pada partikel fluida yang mengalir ke boundary layer. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1,
partikel persegi panjang kecil mempertahankan bentuk aslinya saat mengalir dalam uniform
flow di luar boundary layer. Setelah memasuki boundary layer, partikel mulai terdistorsi
karena gradien kecepatan dalam boundary layer (bagian atas partikel memiliki kecepatan
yang lebih besar daripada bagian bawahnya). Partikel-partikel cairan tidak berputar saat
mengalir di luar boundary layer, tetapi mulai berputar setelah melewati permukaan lapisan
fiktif dan memasuki daerah aliran kental. Aliran dikatakan irrotational di luar boundary layer
dan rotational di dalam boundary layer.

Boundary Layer Thicknesses

Gambar 1.2 Definisi Ketebalan Lapisan Batas (Boundary Layer Thicknesses) (Munson dkk, 2009)

Seperti ditunjukkan pada gambar 1.2 di atas berikut penjelasan definisi masing-masing
istilah yang banyak digunakan:
Tebal gangguan lapisan batas, δ : Jarak dari permukaan padat sampai layer dengan
kecepatan sebesar 0,99 kecepatan freestream (U).

Tebal pergeseran , δ* : Jarak dimana permukaan padat dipindahkan ke


aliran tanpa gesekan, sehingga menyebabkan defisit
laju alir massa sebesar massa yang berada dalam
boundary layer.

Tebal momentum, θ : Tebal layer fluida dimana flux momentum-nya sama


dengan momentum yang hilang melalui boundary
layer.
Efek gaya viscous dalam boundary layer adalah memperlambat aliran sehingga mengurangi
laju alir massa (dibanding tanpa boundary layer). Penurunan laju alir massa akibat gaya
viscous dirumuskan sebagai berikut:

Dimana w adalah lebar permukaan pada arah tegak lurus aliran, persamaan di atas
kemudian menjadi:

Dimana 𝑢 = 𝑈 pada 𝑦 = 𝛿
Karena Ketebalan momentum, 𝜃, adalah jarak pelat yang dipindahkan sehingga kehilangan
momentum fluks setara dengan hilangnya boundary layer yang sebenarnya. Momentum flux

jika kita tidak memiliki lapisan batas akan menjadi ∫0 𝜌𝑢𝑈 𝑑𝑦 𝑤. momentum flux sebenarnya

dari lapisan batas adalah ∫0 𝜌𝑢2 𝑑𝑦 𝑤. Oleh karena itu, hilangnya momentum di dalam

boundary layer adalah ∫0 𝜌𝑢(𝑈 − 𝑢) 𝑑𝑦 𝑤. Jika kita membayangkan mempertahankan
kecepatan pada U konstan, dan sebagai gantinya memindahkan pelat ke atas dengan jarak 𝜃
(seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2), kehilangan momentum fluks akan menjadi,

∫0 𝜌𝑈𝑈 𝑑𝑦 𝑤 = 𝜌𝑈2 𝜃𝑤.

𝜌𝑈2 𝜃 = ∫ 𝜌𝑢(𝑈 − 𝑢) 𝑑𝑦
0
∞ 𝛿
𝑢 𝑢 𝑢 𝑢
𝜃=∫ (1 − ) 𝑑𝑦 ≈ ∫ (1 − ) 𝑑𝑦
0 𝑈 𝑈 0 𝑈 𝑈
Asumsi-asumsi dalam analisis boundary layer:
✓ u U pada y = 𝛿
✓ 𝜕𝑢⁄𝜕𝑦 0 pada y = 𝛿
✓ u << U dalam boundary layer
✓ Variasi tekanan arah melintang diabaikan
Contoh soal:
Sebuah wind tunnel memiliki test section berpenampang persegi dengan garis tengah
(L) = 305 mm. Profil kecepatan boundary layer terukur pada dua tempat. Pada bagian 1, U =
26 m/s, displacement thickness, 𝛿1∗ = 1,5 mm. Bagian 2 pada arah downstream dari bagian 1,
𝛿2∗ = 2,1 mm. Hitunglah perubahan tekanan statik antara bagian 1 dan 2, bandingkan jawaban
dengan tekanan dinamik aliran freestream pada bagian 1. Asumsi pengamatan dilakukan pada
tekanan atmosfer standar.

Gambar 1.3 kondisi aliran pada cross section wind tunnel (Fox dkk, 2010)
Persamaan Bernoulli, untuk daerah di luar 𝛿 ∗ diperoleh dari persamaan berikut dengan
asumsi:
1. Steady flow
2. Incompressible flow
3. Aliran seragam pada setiap bagian di luar 𝛿 ∗
4. Tidak ada efek friksi diluar 𝛿 ∗
5. Aliran sepanjang streamline antara bagian 1 dan 2
6. z1 = z2 .

Atau

dari persamaan kontinuitas,

Dimana, , adalah luas aliran efektif, sehingga,


Contoh soal ini mengilustrasikan aplikasi dasar dari konsep displacement thickness.
Pengurangan luas aliran yang disebabkan oleh boundary layer menyebabkan tekanan di
daerah aliran inviscid menurun (walau cukup kecil).

Gambar 1.4 Differential control volume pada boundary layer (Fox dkk, 2010)
Volume kontrol diferensial dimana panjang dx, lebar w, dan tinggi δ(x), seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.4. Kecepatan freestream adalah U(x). Ketebalan batas-lapisan, δ,
sebagai fungsi dari x ditentukan dengan aliran massa di seluruh permukaan ab dan cd dari
abcd kontrol diferensial. Permukaan bc adalah batas imajiner yang memisahkan bondary layer
kental dan aliran freestream inviscid. Dengan demikian akan ada aliran massa di seluruh
permukaan bc. Sebelum mempertimbangkan gaya yang bekerja pada volume kontrol dan
momentum yang mengalir melalui permukaan kontrol volume, terlebih dahulu diterapkan
persamaan kontinuitas untuk menentukan fluks massa melalui setiap bagian dari permukaan
kontrol volume.
a. Persamaan kontinuitas
Asumsi:
1. Steady flow
2. Aliran 2 dimensi
Sehingga,

Karena,

Berikut penjabaran differential CV untuk lebar w:


Permukaan Mass flux (buka kembali Introduction to Fluid Mechanics 7ed, Fox dkk 2010,
hal. 102-105)

ab

cd

bc

b. Persamaan momentum

Asumsi, FBx = 0
Sehingga,

mf adalah komponen x dari momentum fluks.


Persamaan ini diterapkan ke differential CV abcd harus didapatkan persamaan untuk
momentum flux x yang melalui permukaan kontrol dan juga gaya permukaan yang bekerja
pada volume kontrol dalam arah x.
Permukaan Momentum flux (buka kembali Introduction to Fluid Mechanics 7ed, Fox dkk
2010, hal. 105-107

ab

cd

bc

Dari pernyataan di atas, momentum flux x yang melalui permukaan kontrol adalah:

Gambar 1.5 Differential control volume pada boundary layer (Fox dkk, 2010)
Gaya permukaan yang bekerja pada volume kontrol dalam arah x sebagai berikut:
Permukaan Gaya (diisi mahasiswa)

ab

cd

bc

ad

Total gaya yang bekerja pada arah x control volume:

Karena 𝑑𝑥 𝑑𝛿 ≪ 𝛿 𝑑𝑥 dan 𝑑𝜏𝑤 ≪ 𝜏𝑤 dari persamaan ….

Persamaan terakhir di atas adalah persamaan momentum integral yang menunjukkan hubungan
antara komponen gaya x yang bekerja dalam boundary layer dan momentum flux x.
𝛿 𝑑𝑝 𝑑𝑢
Jika 𝛿 = ∫0 𝑑𝑦 dan = − 𝜌𝑢 (persamaan Bernoulli untuk inviscid flow di luar boundary
𝑑𝑥 𝑑𝑥

layer), maka:

karena,

Maka:
Menentukan Boundary Layer Thickness sebagai fungsi x dengan menggunakan Momentum
Integral Equation:.
✓ Tentukan atau asumsikan distribusi kecepatan aliran bebas (berdasarkan teori aliran inviscid/non-
viscous/tanpa boundary layer), U(x). tekanan dalam boundary layer dihubungkan terhadap U(x)
dengan menggunakan persamaan Bernoulli.
✓ Tentukan atau asumsikan profil kecepatan yang “reasonable” dalam boundary layer.
✓ Tentukan atau nyatakan hubungan antara tegangan geser dinding (𝜏𝑤 ) dan medan atau distribusi
kecepatan.

Contoh soal:
Diberikan aliran dua dimensi dengan laminar boundary layer sepanjang plat datar. Asumsikan profil
kecepatan di dalam boundary layer berbentuk sinusiodal.
𝑢 𝜋𝑦
= sin ( )
𝑈 2𝛿
Tentukan :
1. Laju perkembangan 𝛿 sebagai fungsi x
2. Displacement thickness, 𝛿 ∗ sebagai fungsi x
3. Gaya gesek total pada plat

𝑢 𝜋𝑦
= sin (2 𝛿 ) untuk 0 ≤ 𝑦 ≤ 𝛿
𝑈
𝑢
=1 untuk y > 𝛿
𝑈

Untuk aliran pada plat datar, U = konstan, 𝑑𝑝⁄𝑑𝑥 = 0

𝑢 𝜋𝑦
Subtitusi = sin ( )𝜂 ke dalam persamaan di atas, sehingga:
𝑈 2𝛿
Pressure Gradient di Dalam Aliran Boundary Layer
Gradien tekanan yang menguntungkan adalah yang tekanannya menurun dalam arah
aliran (𝜕𝑝⁄𝜕𝑥 < 0). Hal ini dikatakan menguntungkan karena cenderung untuk mengatasi
perlambatan partikel cairan yang disebabkan oleh gesekan pada boundary layer. Gradien
tekanan ini muncul ketika kecepatan freestream U meningkat dengan x, misalnya, dalam
bidang aliran konvergen di dalam nosel. Di sisi lain, gradien tekanan yang merugikan (adverse
pressure gradien) adalah salah satu tekanan yang meningkat dalam arah aliran (𝜕𝑝⁄𝜕𝑥 > 0);
ini disebut merugikan karena akan menyebabkan partikel-partikel cairan di lapisan-batas
melambat. Jika adverse pressure gradien cukup besar, partikel cairan di lapisan batas akan
benar-benar terbawa diam. Ketika ini terjadi, partikel-partikel akan dipaksa menjauh dari
permukaan benda (fenomena yang disebut separasi aliran) karena terbentuk ruang untuk
partikel-partikel berikutnya yang mengarah ke daerah wake di mana aliran bergolak.
Contohnya adalah ketika dinding diffuser membesar terlalu cepat dan ketika airfoil memiliki
sudut serang terlalu besar; keduanya umumnya sangat tidak diinginkan. Deskripsi ini,
memberikan gambaran bahwa adverse pressure gradien dan gesekan pada boundary layer
berkontribusi terbentuknya separasi aliran.

Gambar 1.6 aliran boundary layer dengan pressure gradien(Fox dkk, 2010)

Pada gambar 1.6 masing-masing ditunjukkan gradien tekanan yang menguntungkan,


nol, dan merugikan. Saat di luar boundary layer medan kecepatan aliran mengalami
percepatan (region 1), selanjutnya memiliki kecepatan konstan (region 2), dan kemudian
masuk pada daerah perlambatan (region 3). Separasi tidak terjadi pada region 1 atau 2, tetapi
𝜕𝑢
dapat terjadi pada region 3 terdapat suatu titik dimana ] dan fluida memisah dari
𝜕𝑢 𝑦=0
dinding padat karena momentum fluida lebih kecil dari pada momentum dan tekanan dari
arah hillir (downstream). Titik tersebut disebut Separation Point. Pada arah hilir dari
separation point akan terjadi aliran balik. Region dengan gradien tekanan positif (adverse
pressure gradient) merupakan keadaan yang tidak menguntungkan karena titik separasi
mengakibatkan berkurangnya jumlah bersih kerja aliran yang dapat dilakukan suatu elemen
fluida terhadap fluida sekitarnya. Separasi aliran dapat ditunda dengan membuat adverse
pressure gradien 𝜕𝑝⁄𝜕𝑥 cukup kecil.

Gambar 1.7 Visualisasi aliran pada permukaan silinder dengan silinder terpotong pada upstream, Re
= 5,3 x 104 (Triyogi dkk, 2009)
Pada gambar 1.7 ditunjukkan bahwa pada kondisi tertentu perubahan boundary layer
bergantung pada gangguan yang dialami suatu aliran, sehingga diperoleh aliran turbulen
sebelum bilangan Reynolds kritis untuk perubahan menuju boundary layer turbulen tercapai.
Penambahan silinder terpotong sebagai penggangu pada upstream yang dilakukan
menjadikan aliran turbulen sampai di permukaan silinder. Hal tersebut bertujuan untuk
mereduksi drag pada silinder, karena aliran turbulen memiliki momentum yang lebih besar
daripada aliran laminar, sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.8 (a) dan 1.8 (b). Profil
kecepatan aliran turbulen lebih penuh dibandingkan profil kecepatan aliran laminar. Hal yang
sama juga dapat dilihat pada profil fluks momentum aliran turbulen yang lebih besar
dibandingkan pada aliran laminar. Sehingga, profil aliran turbulen dapat menunda separasi
aliran pada sebuah kasus aliran yang memungkinkan terjadinya adverse pressure gradient.
Gambar 1.8 Profil nondimensional aliran boundary layer (Fox dkk, 2010)

Karakteristik Aliran di Sekitar Silinder


Aliran yang melalui suatu benda akan menghasilkan karakeristik aliran yang sangat
tergantung pada beberapa parameter fisik, diantaranya; bentuk benda, kondisi permukaan,
maupun orientasi benda yang dilintasi. Parameter lain yang mempengaruhi karakter aliran
luar (external flow) adalah parameter tak berdimensi (dimensionless parameters), yaitu
bilangan Reynolds dan bilangan Mach. Bilangan Reynolds merupakan perbandingan efek
inersia dan efek viskos sebagaimana dirumuskan sebagai berikut,
𝜌𝑈𝑑
𝑅𝑒 = (2.1)
𝜇

Peningkatan bilangan Reynolds pada aliran yang melewati bluff body mengakibatkan
efek viskos di depan daerah yang dekat permukaan silinder semakin berkurang dan sebaliknya
pada daerah downstream akan terbentuk olakan (wake). Efek inersia fluida menjadi penting
karena fluida yang mengalir tidak dapat mengikuti lintasan melengkung silinder, sehingga
pada permukaan benda terbentuk separasi aliran.

Pada gambar 1.9 ditunjukkan daerah yang dibatasi oleh garis separasi adalah daerah
wake atau gelembung separasi yang mengalir ke arah upstream, sehingga memberikan
kontribusi terhadap drag yang terjadi. Hal lain yang dapat ditunjukkan dari Gambar 1.9 adalah
dengan peningkatan bilangan Reynolds, luas daerah wake semakin kecil. Hal ini sesuai dengan
kenyataan bahwa pada bilangan Reynolds rendah, separasi aliran terbentuk lebih awal.
Gambar 1.9 Medan kecepatan aliran rata-rata di belakang silinder (X dan Y = 0 pada sumbu silinder)
dengan bilangan Reynolds berbedae(Khashehchi dkk, 2014)

Penambahan benda pada permukaan silinder atau di daerah upstream akan


menghasilkan pola aliran yang berbeda sebelum ditambahkan. Hal tersebut bertujuan
mereduksi drag atau karena kebutuhan pendinginan silinder dengan menambahkan annular
fin. Penelitian tentang aliran fluida melewati silinder bersirip telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, Khashehchi dkk (2014) mengamati karakteristik aliran di belakang silinder bersirip
dan foamed cylinder. Pengukuran dilakukan dengan PIV (Particle Image Velocimetry) pada
wind tunnel, sedangkan objek penelitian yang diamati yaitu silinder sirkular, silinder bersirip,
dan foamed cylinder pada bilangan Reynolds antara 1.000 s/d 10.000. Pada eksperimen
tersebut dihasilkan bahwa ukuran struktur aliran turbulen di belakang silinder bertambah
besar ketika fin atau foam ditambahkan pada silinder. Pada silinder polos dan silinder bersirip
didapatkan pola aliran yang sama, yaitu peningkatan bilangan Reynolds berbanding terbalik
dengan ukuran pada daerah formasi vorteks.

Ishima dkk (2008) melakukan penelitian untuk mengetahui karakteristik aliran di sekitar
silinder bersirip dengan kemiringan tertentu untuk memperoleh data eksperimental yang
dapat diverifikasi dengan simulasi numerik. Eksperimen tersebut dilakukan dengan
menggunakan PIV and LDA (Laser Doppler Anemometer). Variasi penelitian yang dilakukan
yaitu kemiringan silinder tanpa dan dengan fin pada kemiringan 0,15, dan 30 derajat dari garis
vertikal dengan kecepatan rata-rata 3,8 m/s dan intensitas turbulen relatif 1,5 %.

Kemiringan silinder mengakibatkan daerah olakan semakin panjang dan komponen


kecepatan yang tegak lurus dengan arah main steram memiliki perbedaan yang besar dengan
komponen kecepatan silinder miring. Pada silinder tanpa fin, daerah olakan terpanjang pada
kemiringan 15 derajat dibandingkan dengan kemiringan 0 derajat dan 30 derajat, sedangkan
pada silinder bersirip, medan aliran menjadi lebih rumit khususnya daerah di dekat silinder.
Aliran di sekitar silinder bersirip dengan kemiringan 0 derajat hampir sama dengan silinder
tanpa sirip. Namun ketika silinder bersirip dimiringkan dihasilkan peningkatan wake. Selain
itu, fin menjadikan aliran lebih kompleks serta silinder bersirip ekuivalen dengan silinder
diameter yang lebih besar.

Pis’mennyi (2012) meneliti keteraturan aliran dan perpindahan panas pada permukaan
tabung bersirip. Visualisasi aliran, distribusi tekanan, dan perpindahan panas lokal pada
permukaan fin diamati pada bilangan Reynolds antara 1,0 x 104 sampai dengan 6,6 x 104.
Percobaan dilakukan pada dua belas jenis tabung bersirip, dengan parameter desain
bervariasi dalam kisaran diameter silinder (d) 21 mm - 85,5 mm, panjang fin (h) 12 mm - 48,5
mm, jarak antar fin (t) 4 mm - 20 mm dan h/d 0,263-1,905. Pengamatan baris pertama dari
susunan fin ditampilkan pada gambar 1.10 dan 1.11.

Gambar 1.10 (a) Arus pada sirip dan (b) fragmen di depan silinder bersirip: h/dd= 1,429; h = 30 mm; t
= 4 mm; d = 1,2 mm; baris 1 dari susunan dengan Re = 2,6 x 104 (Pis’mennyi, 2012)
Gambar 1.11 Pola aliran di depan silinder bersirip, (a) pada panjang fin relatif (h/d > 0,4) dan (b) pada
nilai kecil h/d (h/d < 0,4); A - zona arus sirkulasi sekunder; A1, A3 - zona separasi aliran dari
permukaan fin; A2, A4 - zona keterikatan aliran (Pis’mennyi, 2012)

Pada gambar 1.10 di atas ditampilkan bahwa displacement aliran dari saluran antar fin
karena pertumbuhan ketebalan boundary layer pada sirip terlihat dengan jelas. Akibatnya,
arus yang berada di bawah mid section, garis-garis zona vorteks di belakang silinder bersirip
menyimpang dalam arah yang berbeda dari sumbu longitudinal gambar dan memiliki
lengkungan berlawanan dengan karakteristik cross flow di sekitar silinder halus.

Pada gambar 1.11, zona A sebagai bentuk perilaku aliran 3D di dekat dasar fin.
Perbedaan kecepatan di dekat permukaan fin dan di inti ruang antar fin terjadi karena
perkembangan boundary layer, ketika aliran pada dinding silinder bersirip mengalami
penurunan tekanan sepanjang sumbu OZ yang menyebabkan udara bergerak dari saluran
pusat antar fin ke basis fin. Aliran sekunder mengalir pada permukaan sirip atas bagian A 2
membentuk sudut kecil wilayah separasi aliran A 1 yang terlihat pada gambar 1.10 (b) sebagai
pita gelap pertama di A, sedangkan aliran pada zona A 2 sebagai pita terang. Pada batas-batas
aliran zona ini dapat dicirikan sebagai counter flow ke aliran utama.

Ketika arus sekunder dan arus utama bertemu, terjadi separasi aliran dari permukaan
fin. Bagian separasi aliran A3 terlihat pada gambar 1.10 (b) sebagai pita gelap eksternal dari
zona A. Sedangakan variasi perbandingan panjang fin yang lebih kecil, terbentuk pola aliran
pada permukaan fin yang berbeda dibandingkan variasi panjang fin yang lebih besar.
Permukaan fin seluruhnya terjadi olakan, sehingga aliran utama (freestream) akan terseparasi
lebih awal ketika memasuki permukaan fin.

Yoshida dkk (2006) telah meneliti pengaruh jarak antar fin, jumlah fin dan kecepatan
udara pada pendinginan mesin sepeda motor dengan metode eksperimen menggunakan
wind tunnel eiffel-type dengan tinggi nozel 680 mm dan lebar 400 mm, maksimum kecepatan
udara wind tunnel 72 km/jam. Penelitian dilakukan pada silinder dengan diameter luar dan
diameter dalam masing-masing 78 mm dan 62 mm. Pengamatan yang dilakukan pada variasi
jarak antar fin 7 mm - 20 mm, jumlah fin 1 - 16, dan kecepatan udara 0, 20 km/jam, 40 km/jam,
oC
dan 60 km/jam. Temperatur diameter dalam silinder dijaga konstan 100 untuk
mendapatkan koefisien perpindahan panas pada permukaan fin, sedangkan temperatur
lingkungan 23 oC ± 1 oC.

Salah satu hasil penelitian Yoshida dkk (2006) ditampilkan pada gambard1.12. dan 1.13.
Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa untuk meningkatkan pendinginan, maka jumlah
fin harus ditingkatkan. Namun pendinginan akan berkurang dengan jarak antar fin yang
sempit saat kecepatan aliran udara rendah sebagaimana ditampilkan pada gambar 1.12.
Koefisien perpindahan panas terbesar dan terkecil masing-masing didapatkan pada fin pitch
20 mm dan 7 mm untuk setiap variasi kecepatan. Bahkan untuk kecepatan 40 km/jam,
koefisien perpindahan panas pada fin pitch 20 mm sedikit lebih besar dibandingkan koefisien
perpindahan panas pada fin pitch 7 mm dengan kecepatan 60 km/jam.
(a) (b)

Gambar 1.12 (a) Titik pengambilan data, (b) Grafik pengaruh kecepatan udara dan fin pitch terhadap
koefisien perpindahan panas pada titik 33 mm dari root fin (Yoshida dkk, 2006)

Fenomena di atas dapat dijelaskan pada gambar 1.13 dimana ditampilkan pengaruh fin
pitch terhadap separasi aliran yang terjadi di permukaan fin. Terlihat bahwa separasi aliran
terbentuk lebih awal pada jarak antar fin yang lebih sempit, sehingga terjadi peningkatan
temperatur pada permukaan lokal fin. Hal ini menyebabkan udara mengalir kurang baik pada
daerah antar fin. Pada kondisi tersebut terjadi overlap thermal boundary layer pada
permukaan fin.

Gambar 1.13 Pengamatan pola aliran pada fin (Yoshida dkk, 2006)
Drag
Fluida yang mengalir melalui sebuah benda dalam kondisi benda terendam pada medan
aliran fluida, maka benda tersebut akan mengalami gaya-gaya akibat interaksi dengan fluida
di sekelilingnya. Interaksi tersebut khususnya pada daerah boundary layer yang dapat
menyebabkan transisi aliran laminar menjadi turbulen. Proses transisi ini menimbulkan
sparasi aliran yang sangat tergantung pada bentuk benda, orientasi, kecepatan freestream,
sifat fluida dan kondisi permukaan benda. Umumnya benda yang bentuknya ramping
(streamlined) akan mendapatkan pengaruh lebih kecil akibat interaksi dengan fluida di
sekitarnya, dibandingkan pengaruh fluida terhadap benda tumpul (bluff body).

Interaksi antara fluida dan benda adalah gaya pertemuan antar permukaan keduanya,
berupa tegangan geser sebagai pengaruh viskositas dan tegangan normal akibat tekanan.
Resultan gaya yang searah dengan freestream disebut drag, sedangkan resultan gaya yang
tegak lurus terhadap arah kecepatan freestream disebut lift. Drag dapat disebabkan oleh
tegangan geser maupun tekanan, drag pada benda streamlined sebagian besar disebabkan
oleh tegangan geser dan pada benda bluff body didominasi oleh perbedaan tekanan di bagian
depan dan belakang benda (adverse pressure gradient). Namun pada kondisi tertentu
(utamanya pada fluida dengan viskositas tinggi), tegangan geser maupun tekanan akan
memberikan kontribusi terhadap drag yang cukup signifikan.

Pada silinder sirkular yang termasuk benda bluff body sebagaimana ditampilkan pada
gambar 1.14, permukaan silinder yang melengkung menyebabkan tekanan bervariasi
sepanjang permukaan benda ketika dilalui alran fluida. Perbedaan ini disebabkan oleh variasi
kecepatan fluida sepanjang tepi boundary layer akibat bidang melengkung tersebut. Distribusi
tekanan dapat diperoleh dari persamaan Bernoulli dengan asumsi aliran inviscid dan ∆z
diabaikan dari sebuah titik yang jauh dari permukaan silinder yang tekanan dan kecepatannya
adalah 𝑝0 dan U sebagai berikut,
𝑝𝑠
𝑝0

Gambar 1.14 Aliran inviscid di sekitar silinder sirkular (Munson dkk, 2009)
1 1 2
𝑝0 + 𝜌𝑈2 + 𝜌𝑔𝑧 = 𝑝𝑠 + 𝜌𝑣𝜃𝑠 + 𝜌𝑔𝑧
2 2
Karena kecepatan maksimum pada aliran yang melalui silinder terletak pada 𝜃 = 900,
maka distribusi kecepatan dipermukaan silinder dinyatakan dengan,
𝑣𝜃𝑠 = −2𝑈 sin 𝜃
Sehingga tekanan pada permukaan benda secara ideal dapat dinyatakan sebagai
berikut,
1
𝑝𝑠 = 𝑝0 + 𝜌𝑈2 (1 − 4𝑠𝑖𝑛2 𝜃)
2
Distribusi tekanan pada silinder dapat juga dituliskan dalam bentuk koefisien tekanan
nondimensional, 𝐶𝑃
𝑝𝑠 − 𝑝0
𝐶𝑃 =
1 2
2 𝜌𝑈
Keterangan:
Cp : koefisien tekanan
𝑝0 : tekanan statis
𝑝𝑠 : tekanan statis permukaan silinder
ρ : massa jenis fluida
U : kecepatan freestream
𝜃 : sudut titik yang diamati dari sumbu simetris horizontal silinder
𝑣𝜃𝑠 : kecepatan di permukaan silinder sebagai fungsi sudut

Asumsi aliran inviscid yang mengabaikan efek viskos memungkinkan partikel fluida yang
bergerak dari depan ke belakang silinder tanpa kehilangan energi sedikitpun, sehingga
terbentuk distribusi tekanan yang simetris. Sedangkan fluida viskos yang merupakan kondisi
real, menyebabkan terjadinya gradien tekanan balik (adverse pressure gradient) pada
separuh bagian belakang silinder. Pada gambar 1.15 (b) ditampilkan perbandingan kedua
aliran tersebut, terlihat bahwa bagian upstream terdapat kesesuaian antara aliran inviscid
secara teoritis dan aliran viscous, dari hasil eksperimen.

Visualisai aliran viskos melintasi sebuah silinder terlihat pada gambars1.15 (a).
Boundary layer viskos akan terus berkembang pada permukaan silinder dari titik stagnasi.
Partikel di dalam boundary layer akan kehilangan energi kinetik selama mengalir sehingga
menyebakan partikel tidak memiliki cukup momentum untuk melintasi permukaan dengan
tekanan yang ada sampai di titik F. Hal ini menyebabkan separasi aliran di permukaan silinder
dan membentuk wake di belakang silinder yang berkontribusi terhadap drag yang terjadi.
Fenomena tersebut menjadikan perbedaan besar antara aliran inviscid (aliran tanpa gesekan)
dan aliran hasil eksperimen di bagian downstream.

(a)
(b)

Gambar 1.15 (a) Lokasi separasi aliran boundary layer, (b) Distribusi tekanan permukaan untuk aliran
inviscid dan aliran boundary layer (Munson dkk, 2009)

Hubungan antara distribusi tekanan dipermukaan benda dan drag tekanan diperoleh
dari persamaan berikut,

𝐹𝑃 = ∫ 𝑝 cos 𝜃 𝑑𝐴

yang dapat dituliskan kembali dalam koefisien drag tekanan, 𝐶𝒟𝑃


𝐹𝑃 ∫ 𝑝 cos 𝜃 𝑑𝐴 ∫ 𝐶𝑃 cos 𝜃 𝑑𝐴
𝐶𝒟𝑃 = = =
1 2 1 2 𝐴
2 𝜌𝑈 𝐴 2 𝜌𝑈 𝐴
𝜋
𝐶𝒟𝑃 = ∫ 𝐶𝑃 cos 𝜃 𝑑𝜃
0

A merupakan luas frontal, yaitu luas proyeksi dari arah yang sejajar dengan kecepatan
free-stream U. Pada silinder dengan arah aliran tegak lurus dengan tinggi silinder, maka luas
frontal adalah hasil perkalian diameter, d dan tinggi silinder, L.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa bilangan Re merupakan parameter


yang cukup penting pada analisa aliran fluida. Pada gambarv1.16 (a) dapat dilihat grafik
hubungan koefisien drag dan bilangan Re. Peningkatan bilangan Re menyebabkan penurunan
drag, bahkan pada peningkatan Re dari 1,5 x 105 sampai 3,5 x 106 boundary layer pada silinder
berubah dari laminar, transisi dan akhirnya menjadi turbulen sehingga menyebabkan
penurunan drag yang cukup signifikan. Visualisasi aliran pada batas nilai Re ini ditampilkan
pada titik D dan E. Boundary layer aliran turbulen akan bergerak jauh sepanjang permukaan
silinder sebelum terjadi separasi. Pada kondisi tersebut titik separasi akan bergeser sampai
berada 1400 di belakang silinder.

Pada gambar 1.16 (b) ditampilkan visualisasi aliran untuk masing-masing titik A, B, C, D,
dan E yang dipilih dari Gambar 1.16 (a). Pada nilai Re < 5 tidak terjadi separasi aliran hingga
nilai Re > 40 terjadi pelepasan vorteks (vortex shedding). Vorteks tersebut akan menimbulkan
gaya-gaya (gaya lift dan gaya drag) yang bekerja pada silinder yang bervariasi secara periodik.
Ketika nilai Re berada diantara 300 < Re < 1.5 x 105, lapisan batas laminer terpisah sekitar 800
dan terjadi pelepasan vorteks yang kuat dan periodik.

(a)
(b)

Gambar 1.16 (a) Koefisien drag sebagai fungsi bilangan Reynolds untuk silinder bundar dan bola licin,
(b) Pola aliran dari aliran yang melewati sebuah silinder bundar pada berbagai bilangan
Re (Munson dkk, 2009)
Pada silinder bundar, permukaan benda akan terdiri dari bagian yang sejajar dan tegak
lurus terhadap aliran freestream sebagaimana ditampilkan pada gambar 1.17. Kondisi aliran
yang tegak lurus terhadap permukaan, drag sepenuhnya dipengaruhi oleh pressure force
sebagaimana telah diuraikan di atas. Sedangkan bagian permukaan benda yang sejajar
dengan aliran, drag yang terjadi dipengaruhi oleh skin friction force, yaitu gaya yang
menyinggung permukaan secara tangensial sebagai akibat adanya efek viskositas. Pada benda
yang berada dalam medan aliran udara yang viskositasnya kecil, kontribusi tegangan geser
terhadap drag cukup kecil.
Gambar 1.17 Gaya tekan dan gaya geser pada elemen kecil dari permukaan benda (Munson dkk, 2009)
Komponen gaya-gaya yang bekerja pada permukaan benda dari Gambar 1.17 dituliskan
sebagai berikut:

dFx = (𝑝 𝑑𝐴) cos 𝜃 + (𝜏𝑤 𝑑𝐴) sin 𝜃

dFy =−(𝑝 𝑑𝐴) sin 𝜃 + (𝜏𝑤 𝑑𝐴) cos 𝜃

Resultan gaya ke arah sumbu-x atau sejajar dengan kecepatan freestream adalah drag,
sedangkan resultan gaya ke arah sumbu-y adalah gaya lift. Pada benda simetris pengaruh gaya
lift dapat diabaikan, sedangkan gaya hambat yang terbentuk dapat didefinisikan sebagai
berikut,
𝐹𝑑 = 𝐹𝑑,𝑝 + 𝐹𝑑,𝑓

𝐹𝑑 = ∫ 𝑝 cos 𝜃 𝑑𝐴 + ∫ 𝜏𝑤 sin 𝜃 𝑑𝐴

Sehingga koefisien drag gesekan, 𝐶𝒟𝑓 dinyatakan sebagai berikut,

𝐹𝑓 ∫ 𝜏𝑤 sin 𝜃 𝑑𝐴
𝐶𝒟𝑓 = =
1 2 1 2
2 𝜌𝑈 𝐴 2 𝜌𝑈 𝐴
𝜋
2
𝐶𝒟𝑓 = ∫ 𝜏 sin 𝜃 𝑑𝜃
𝜌𝑈2 0 𝑤
Contoh Soal:
Sebuah supertanker panjangnya 360 m dan memiliki lebar 70 m dan draft 25 m. Perkirakan gaya dan
daya yang diperlukan untuk mengatasi friction drag pada kecepatan jelajah 13 kt dalam air laut pada
10oC
Gambar 1.18 supertanker (Fox dkk, 2010)
Contoh soal:
Sebuah dragster seberat 7120 N mencapai kecepatan 430 km/jam dalam seperempat mil.
Segera setelah melewati lampu waktu, pengemudi membuka drag chute (A = 2,3 m2).
Hambatan udara dan rolling mobil mungkin diabaikan. Temukan waktu yang dibutuhkan
mesin untuk mengurangi kecepatan hingga 160 km/jam dalam udara standar.

Gambar 1.19 dragster


BAB 2
INTERNAL FLOW

Sub-CP-MK:
✓ Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan entrance length dan fully developed region
pada internal incompressible viscous flow.
✓ Mahasiswa mampu menerapkan konsep fully developed laminar flow di antara 2 plat
paralel tak terhingga dan dalam pipa.
✓ Mahasiswa mampu menganalisa perubahan energi aliran dalam pipa sirkular (circular
pipe).

Entrance length dan fully developed region pada internal incompressible viscous flow.
Parameter utama yang diinginkan di dalam suatu aliran internal adalah bilangan Reynolds:
Dimana L adalah panjang karakteristik utama (mis., diameter pipa) di dalam soal yang
dihadapi dan V biasanya adalah kecepatan rata-rata di dalam aliran. Jika efek viskositas
mendominasi aliran (ini membutuhkan area dinding yang relatif luas), seperti misalnya di
datam pipa yang sangat panjang, bilangan Reynolds menjadi penting. Sedangakan jika efek-
efek inersial yang mendominasi, seperti misalnya pada belokan patah atau mulut pipa, maka
efek-efek viskositas biasanya dapat diabaikan karena tidak memiliki area yang cukup luas
untuk bekerja sehingga bilangan Reynolds tidak terlalu berpengaruh.
Aliran-aliran internal di dalam pipa dan di antara pelat-pelat paralel akan dibahas
dalam bab ini. Jika bilangan Reynoldsnya relatif rendah, aliran akan bersifat laminar
sebaliknya jika bilangan tersebut relatif tinggi, maka aliran bersifat turbulen. Untuk aliran-
aliran pipa, aliran diasumsikan laminar jika Re < 2000, untuk aliran di antara pelat-pelat paralel
yang lebar, alirannya laminar jika Re < 1500.

Gambar 2.1 aliran pada daerah enterance dari pipa (Fox dkk, 2010)
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, cairan memasuki pipa dengan profil kecepatan
hampir seragam. Ketika cairan bergerak melalui pipa, efek viskos menyebabkan aliran
menempel ke dinding pipa. Setelah fluida menyentuh dinding saluran maka akan terbentuk
boundary layer akibat adanya efek viscous dan gesekan fluida dengan pipa, sehingga akan
terjadi perubahan profil kecepatan fluida ke arah downstream. Pada jarak tertentu dari titik
awal fluida masuk profil kecepatan aliran akan menjadi tetap. Fluida dalam keadaan demikian
dikatakan telah berkembang penuh (fully developed), sedangkan daerah pada arah
downstream dimana fluida telah berkembang penuh disebut fully developed region. Panjang
sisi masuk sesuai arah aliran sampai fully developed region disebut entrance length.
Bentuk profil kecepatan dalam pipa bergantung pada apakah alirannya laminer atau
turbulen, seperti halnya entrance length, Seperti banyak sifat lain dari aliran pipa, entrance
length tanpa dimensi, berkorelasi cukup baik dengan bilangan Reynolds.
ℓ𝑒
𝐷
= 0,66 𝑅𝑒 untuk aliran laminar
ℓ𝑒 1⁄
= 4,4 (𝑅𝑒) 6 untuk aliran turbulen
𝐷

Fully developed laminar flow di antara 2 plat paralel tak terhingga dan dalam pipa
Cairan dalam sistem hidrolik bertekanan tinggi (seperti sistem rem mobil) sering bocor
melalui celah annular antara piston dan silinder. Untuk celah yang sangat kecil (biasanya
0,005 mm atau kurang), bidang aliran ini dapat dimodelkan sebagai aliran antara pelat sejajar
tak terbatas, seperti ditunjukkan dalam sketsa Gambar 8.2. Untuk menghitung laju aliran
kebocoran, pertama-tama kita harus menentukan bidang kecepatan.

Gambar 2.2 Silinder piston diasumsikan sebagai pelat paralel (Fox dkk, 2010)
Gambar 2.3 Volume kontrol untuk analisis aliran laminar antara plat paralel tak terbatas

stasioner. (Fox dkk, 2010)


Pelat dipisahkan oleh jarak a, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Pelat dianggap tak
berhingga dalam arah z. Aliran juga diasumsikan stabil dan mampat. Komponen x kecepatan
nol di kedua pelat atas dan bawah sebagai akibat dari kondisi tanpa slip di dinding.
Kondisi batas pada
y=0 u=0
y=a u=0
untuk analisis differential control volume, dV = dx dy dz, dan komponen x persamaan
momentum sebagai berikut:

Asumsi (1) steady flow, (2) aliran fully developed, (3) FBx = 0
Aliran fully developed memiliki profil kecepatan yang sama pada setiap lokasi sepanjang
aliran, sehingga tidak ada perubahan momentum, sehingga jumlah dari gaya pada permukaan
kontrol volume adalah nol, Fsx = 0. Untuk menurunkan persamaan untuk profil kecepatan
yang akan menjadi dasar mengetahui sifat-sifat aliran antar plat staioner.
Distribusi Shear Stress

Laju Alir Volumetris

Sebagai fungsi pressure drop

Kecepatan rata-rata

Titik kecepatan Maksimum

pada

pada

Transformasi Koordinat
Pada pembahasan persamaan-persamaan di atas titik asal O(0,0) terletak di pojok kiri bawah
plot. Jika titik asal dipindah ke centerline, kondisi-kondisi batasnya menjadi:
u = 0 pada y’= ½ a
u = 0 pada y = - ½ a
y = y’+ ½ a

Gambar 2.4 Profil kecepatan pada aliran fully developed untuk aliran laminar antara dua
pelat sejajar stationer (Fox dkk, 2010)

Contoh soal:
Suatu sistem hidroulik beroperasi pada pressure gage 20 MPa, 55oC, menggunakan fluida oli
SAE 10 W, SG = 0.92. Sebuah control valve terdiri dari sebuah piston dengan diameter 25mm,
fitted terhadap silinder dengan clearance radial rata-rata 0.005 mm, tentukan laju alir
kebocoran jika pressure gage pada sisi tekanan rendah piston 1.0 MPa (panjang piston 15
mm) μ = 0.018 kg/(m.sec).
Fully developed laminer flow dalam sebuah pipa

Gambar 2.5 Differential control volume untuk analisis fully developed laminar flow di dalam
pipa (Fox dkk, 2010)
Distribusi kecepatan

Distribusi tegangan geser

Volumetrik Flow Rate

Sebagai fungsi pressure drop:

Kecepatan rata-rata

Point of Maximum Velocity


𝑑𝑢
Kecepatan maksimum terjadi jika 𝑑𝑟 = 0
Pada r = 0

Kecepatan max terjadi pada centerline pipa, berdasar formula u pada distribusi kecepatan dan
umax di atas diperoleh:

Aliran turbulen
1 𝑛=6 𝑅𝑒 = 4.103
𝑢 𝑟 𝑛
=1− (𝑅) dimana 𝑛=7 𝑅𝑒 = 1,1.105
𝑈
𝑛 = 10 𝑅𝑒 = 3,6.106
Perbandingan kecepatan rata-rata terhadap kecepatan maksimum

Dapat diamati dari peningkatan n, rasio kecepatan rata-rata pada kecepatan centerline
meningkat, dengan peningkatan bilangan Reynolds, profil kecepatan akan menjadi lebih
tumpul.

Gambar 2.6 Profil kecepatan untuk aliran fully developed di dalam pipa (Fox dkk, 2010)

Perubahan Energi Aliran Dalam Pipa Sirkular


Fluida yang mengalir di dalam pipa menghasilkan energi berupa; tekanan, kinetik, dan
potensial. Perubahan energi tersebut dapat diamati dengan mempertimbangkan persamaan
energi berikut, dengan asumsi aliran steady, incompressible flow, energi dalam dan tekanan
uniform sepanjang daerah 1 dan 2 (lihat gambar 2.7).

Dimana
Gambar 2.7 Kontrol volume dan koordinat untuk analisa energi aliran fluida melalui sebuah
pipa (Fox dkk, 2010)

Kecepatan pada daerah 1 ke daerah 2 tidak uniform, karena fluida viscous tidak ada
kecepatan uniform. Koefisien energi kinetik didefinisikan sebagai berikut:

Untuk aliran turbulen dan


α = 2 untuk aliran laminar

Maka,

Total head loss

Total head loss juga merupakan jumlah dari major head loss dan minor head loss. Major
losses adalah rugi aliran akibat gesekan pada area konstan, sedangkan minor losses adalah
rugi aliran akibat katup, belokan, perubahan luas penampang, pressure drop akibat entrance
length.
ℎ𝑙𝑇 = ℎ𝑙𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 + ℎ𝑙𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟

Major Losses
Major head loss dapat dituliskan sebagai pressure loss sepanjang aliran fully developed
sepanjang pipa horizontal pada area konstan. Maka head loss direpsentasikan sebagai energi
yang yang telah diubah dengan adanya efek gesekan. Perubahan tersebut dari energi mekanik
menjadi energi thermal.
∆𝑝
ℎ𝑙𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 =
𝜌
Major losses terjadi akibat gesekan aliran fluida di sepanjang pipa. Besarnya major losses
dipengaruhi oleh panjang pipa (L), diameter pipa (D), kecepatan aliran fluida (V), viskositas
fluida (μ), dan material/bahan pipa.
Untuk aliran laminar
64 𝐿 𝑉̅ 2
ℎ𝑙𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 =( )
𝑅𝑒 𝐷 2
Untuk aliran turbulen
𝐿 𝑉̅ 2
ℎ𝑙𝑚𝑎𝑦𝑜𝑟 = 𝑓
𝐷 2
Dimana f = friction factor yang diperoleh dari data eksperimental yang diplotkan dalam
Diagram Moody. Dalam Diagram Moody, f ditentukan berdasarkan Re dan kekasaran relatif
𝜀
permukaan, yang ditentukan berdasarkan besarnya diameter pipa. friction factor untuk
𝐷
64
aliran laminar , hal ini sesuai hasil eksperimen bahwa untuk laminar flow, f hanya
𝑅𝑒
𝜀
tergantung Re, sedangkan , tidak berpengaruh. Transisi dari laminar ke turbulen
𝐷

menyebabkan gradien kecepatan dekat dinding menjadi lebih besar. Pada awalnya kenaikan
friction factor ini hanya dipengaruhi Re, namun semakin tinggi Re profil kecepatan semakin
tumpul, viscous sublayer dekat dinding semakin tipis. Kekasaran permukaan menjadi cukup
signifikan berperan dalam aliran. Jika Re semakin besar lagi gesekan sepenuhnya dipengaruhi
kekasaran permukaan (fully rough flow).
Tabel 2.1 Equivalent Roughness untuk beberapa jenis pipa (Munson dkk, 2009)
Gambar 2.8 Friction factor sebagai fungsi bilangan Reynold dan relative roughness untuk pipa sirkular—
Diagram Moody (Fox dkk, 2010)
Minor Losses
Minor losses terjadi akibat adanya perubahan arah aliran, perubahan penampang aliran
dan perubahan gesekan akibat adanya fitting (belokan, percabangan, katup, dsb). Prosedur
dasar menentukan minor losses yaitu dengan equivalent length method dan Menggunakan
Koefisien Losses.
- Equivalent Length Method
Metode ini mengasumsikan semua variasi aliran berupa fitting dapat dinyatakan dengan
nilai ekuivalen yang sama dengan besarnya losses yang dihasilkan oleh pipa lurus. Asumsi
ini dapat direalisasikan dengan konversi panjang ekuivalen tertentu, sehingga metode ini
mengharuskan adanya tabel ekuivalen untuk jenis-jenis fitting yang akan dihitung dan
metode ini hanya digunakan untuk aliran turbulen.
Tabel 2.2 Panjang Ekuivalen Tak Berdimensi (Le/D) (Fox dkk, 2010)

̅2
𝐿𝑒 𝑉
*Berdasarkan pada persamaan, ℎ𝑙𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟 = 𝑓 𝐷 2

- Menggunakan Koefisien Losses


Setiap fitting mempunyai koefisien loss, K, yang jika dikalikan dengan suku tekanan
kecepatan menghasilkan besarnya losses.
𝑉̅ 2
ℎ𝑙𝑚𝑖𝑛𝑜𝑟 = 𝐾
2𝑔
(a) (b)
Gambar 2.9 Loss coefficient for a sudden contraction (a) Loss coefficient for a sudden
expansion (b) (Munson dkk, 2009)

Tabel 2.2 Loss Coefficients untuk beberapa komponen pipa (Munson dkk, 2009)
Tipe soal aliran dalam pipa
Proses penyelesaian masalah aliran di dalam pipa sangat bergantung pada berbagai
macam parameter-parameter independen yang "diberikan" dan yang parameter dependen
yang "ditanyakan". Tiga jenis masalah yang paling umum ditunjukkan pada Tabel 2.3, pada
soal-soal tersebut sistem pipa didefinisikan dalam hal panjang bagian pipa yang digunakan
dan jumlah siku, tikungan, dan katup yang diperlukan untuk menyampaikan fluida di antara
lokasi yang diinginkan. Dalam semua kasus tersebut, sifat fluida diberikan.
Pada tipe I, laju alir yang diinginkan atau kecepatan rata-rata diketahui dan diminta untuk
menentukan perbedaan tekanan yang diperlukan atau head loss. Pada tipe II, tekanan
diketahui (atau head loss) dan diminta untuk menentukan laju alir. Pada tipe III, penurunan
tekanan dan laju aliran diketahui, diameter pipa yang diperlukan menjadi pertanyaan untuk
diselesaikan.
Tabel 2.3 Tipe soal aliran dalam pipa (Munson dkk, 2009)
Contoh soal:
Pipa halus horizontal dengan panjang 100 m, diameter dalam pipa 75 mm, disambung
pada reservoir besar. Sebuah pompa dipasang pada pipa untuk memompa air ke dalam
reservoir dengan debit 0,01 m3/s. Berapa tekanan yang harus diberikan oleh pompa pada pipa
untuk menghasilkan debit yang diingnkan?
Contoh soal:
Minyak mentah mengalir melalui bagian tingkat pipa Alaska dengan laju 1,6 juta barel per
hari (1 barel = 42 gal). Diameter pipa dalam adalah 48 inci, kekasarannya setara dengan besi
galvanis. Tekanan maksimum yang diijinkan adalah 1200 psi, tekanan minimum yang
diperlukan untuk menjaga gas terlarut dalam larutan dalam minyak mentah adalah 50 psi.
Minyak mentah tersebut memiliki SG = 0,93 dengan viskositas pada suhu pemompaan 140oF,
μ = 3,5 x 10-4 lbf.s/ft2. Untuk kondisi ini, tentukan jarak maksimum yang mungkin antara
stasiun pemompaan. Jika efisiensi pompa adalah 85 persen, tentukan kekuatan yang harus
dipasok di setiap stasiun pompa.
Contoh soal:
Air dengan suhu 60 oF mengalir dari basement ke lantai 2 melalui pipa copper dengan
diameter 0,75” dengan laju aliran, Q = 12 gal/min dan keluar melalui faucet dengan diameter
0,5”, sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.
Contoh soal:
Udara disuplai untuk proses pembuatan baja melalui pipa sirkular D = 6” , berakhir
mendadak ke dalam chamber yang besar. Seorang engineer baru mengajukan saran untuk
mengurangi penggunaa daya dengan cara mengganti sistem perpipaan yang memiliki 2
belokan 90o (center line radius 2”) dengan kombinasi pipa lurus dan diffuser. Area ratio
diffuser, AR=1.35 sistem perpipaan yang diusulkan mengurangi belokan, mengurangi 8”
panjang pipa dan penambahan diffuser. Kecepatan udara yang dibutuhkan 150 ft/s, tekanan
outlet = tekanan atmosferik. Efisiensi blower 80%. Berapa daya yang bisa dihemat oleh sistem
baru tersebut?
BAB III
ANALISIS DIMENSIONAL
DAN KESERUPAAN DINAMIK

Sub CP-MK:
✓ Mahasiswa mampu menjelaskan keserupaan dimensional dan dinamik.
✓ Mahasiswa mampu menerapkan teori Buckingham PI digunakan untuk mendapatkan
kelompok variabel nondimensional.

Banyak masalah dalam analisa mekanika fluida yang bergantung pada data yang diperoleh
secara eksperimen. Bahkan, sangat sedikit masalah yang melibatkan real fluids dapat
diselesaikan dengan analisis saja. Solusi untuk banyak masalah dicapai melalui penggunaan
kombinasi analisis teoritis, numerik dan data eksperimen. Dengan demikian, pendekatan
eksperimental untuk masalah mekanika fluida sangat penting.
Tujuan eksperimen apa pun menginginkan hasil eksperimen dapat berlaku seluas
mungkin. Untuk mencapai tujuan ini, konsep keserupaan sering digunakan sehingga
pengukuran yang dilakukan pada satu sistem (misalnya, di laboratorium) dapat digunakan
untuk menggambarkan perilaku sistem serupa lainnya (di luar laboratorium). Sistem
laboratorium biasanya dianggap sebagai model dan digunakan untuk mempelajari fenomena
yang terjadi dalam kondisi real.
Ilustrasi
Pertimbangkan steady flow dari fluida Newtonian incompressible melalui pipa panjang,
berdinding halus, horizontal. Karakteristik penting dari sistem ini, yang akan menarik bagi
perancang adalah penurunan tekanan per satuan panjang yang berkembang di sepanjang
pipa sebagai akibat gesekan. Meskipun ini akan tampak menjadi masalah aliran yang relatif
sederhana, namun umumnya tidak dapat diselesaikan secara analitis, tanpa menggunakan
eksperimen.
Langkah pertama dalam perencanaan eksperimen untuk mempelajari masalah ini adalah
dengan menentukan faktor, atau variabel, yang akan berpengaruh pada penurunan tekanan
per satuan panjang (∆𝑝ℓ ), diameter pipa (D), densitas cairan (𝜌), viskositas fluida (𝜇), dan
kecepatan rata-rata (V) dimana fluida mengalir melalui pipa. Dengan demikian, kita dapat
menyatakan hubungan ini sebagai:
∆𝑝ℓ = 𝑓(𝐷, 𝜌, 𝜇, 𝑉)
Penurunan tekanan per satuan panjang dipengaruhi oleh beberapa fungsi dari faktor-
faktor yang terkandung dalam tanda kurung. Sifat fungsi tidak diketahui dan tujuan dari
eksperimen yang akan dilakukan adalah untuk menentukan sifat dari fungsi ini. Untuk
melakukan percobaan maka peneliti perlu untuk mengubah salah satu variabel, seperti
kecepatan, sambil menjaga besaran yang lain konstan, dan mengukur penurunan tekanan
yang sesuai. Rangkaian tes ini akan menghasilkan data yang dapat direpresentasikan secara
grafis seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Ilustrasi pressure drop di dalam pipa dari beberapa faktor yang berbeda
(Munson dkk, 2009).
Ilustrasi plot ini hanya berlaku untuk pipa khusus dan untuk cairan spesifik yang digunakan
dalam pengujian. Pendekatan ini dilakukan untuk menentukan hubungan fungsional antara
penurunan tekanan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya, meskipun logis dalam
konsep namun membutuhkan proses yang panjang dan beberapa eksperimen akan sulit
dilaksanakan, misal untuk memperoleh data yang diilustrasikan pada Gambar 3.1c, diperlukan
kerapatan fluida yang bervariasi sambil menjaga viskositas konstan. Pertanyaan selanjutnya
adalah, bagaimana menggabungkan data ini untuk mendapatkan hubungan fungsional umum
yang diinginkan antara ∆𝑝ℓ , 𝐷, 𝜌, 𝜇, dan 𝑉 yang berlaku untuk sistem pipa yang serupa?.
Pendekatan yang lebih sederhana untuk masalah di atas adalah dengan mengumpulkan
besaran-besaran [∆𝑝ℓ = 𝑓(𝐷, 𝜌, 𝜇, 𝑉)] menjadi dua kombinasi variabel nondimensional
sebagai berikut:
𝐷∆𝑝ℓ 𝜌𝑉𝐷
2
= 𝜙( )
𝜌𝑉 𝜇
Percobaan yang diperlukan selanjutnya hanya akan memvariasikan variabel
nondimensional dan menentukan nilai yang sesuai dari hasil eksperimen yang diwakili oleh
kurva tunggal, universal seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.2. Kurva ini akan berlaku
untuk setiap kombinasi pipa berdinding halus dan fluida Newtonian incompressible, sehingga
untuk mendapatkan kurva ini peneliti dapat memilih pipa dengan ukuran dan jenis fluida yang
sesuai dengan kebutuhan analisa. Hal ini menjadikan eksperimen yang dilakukan lebih
sederhana, murah dan mudah.

Gambar 3.2 Ilustrasi plot data pressure drop menggunakan parameter nondimensional
(Munson dkk, 2009)
Dasar penyederhanaan ini terletak pada pertimbangan dimensi variabel-variabel yang
terlibat. Deskripsi kualitatif dari kuantitas fisik variabel dapat diberikan dalam dimensi dasar
MLT dengan massa (M), panjang (L), dan waktu (T), diamana dimensi gaya, F = MLT-1. Dapat
juga digunakan sistem FLT dengan gaya (F), (L), dan (T), dimana dimensi massa, 𝑀 = 𝐹𝐿−1 𝑇 2
sebagai dimensi dasar dari hukum kedua Newton.
Tabel 3.1 Dimensi dari beberapa besaran fisika dalam sistem MLT dan FLT
(Munson dkk, 2009)
Tabel 3.2 analisa dimensional dari steady flow fluida Newtonian incompressible melalui pipa
panjang
Variabel Satuan Dimensi
∆𝑝ℓ 𝑁 ⁄𝑚3 𝐹𝐿−3
𝐷 𝑚 𝐿
𝜌 𝑘𝑔⁄𝑚3 𝐹𝐿−4 𝑇 2
𝜇 𝑁𝑠⁄𝑚2 𝐹𝐿−2 𝑇
𝑉 𝑚⁄𝑠 𝐿𝑇 −1

𝐷∆𝑝ℓ 𝐹
𝐿 ( 3)
𝐿 = 𝐹 0 𝐿0 𝑇 0
𝜌𝑉 2 (𝐹𝐿−4 𝑇 2 )(𝐿𝑇 −1 )2
𝜌𝑉𝐷 (𝐹𝐿−4 𝑇 2 )(𝐿𝑇 −1 )(𝐿)
= 𝐹 0 𝐿0 𝑇 0
𝜇 (𝐹𝐿−2 𝑇)

Pada penyelesaian masalah di atas, proses tidak hanya mengurangi jumlah variabel dari
lima menjadi dua, tetapi kelompok variabel baru yang terbentuk adalah kombinasi variabel
tanpa dimensi, yang berarti bahwa hasil yang disajikan pada Gambar 3.2 akan terlepas dari
sistem unit. Analisis ini disebut dimensional analysis. Dasar penerapannya untuk berbagai
macam masalah ditemukan dalam Buckingham pi theorem.

Buckingham Pi Theorem
Teorema dasar dimensional analysis:
“Jika suatu persamaan yang melibatkan variabel-variabel k adalah secara dimensional
homogen, maka dapat direduksi menjadi suatu hubungan di antara k - r produk-produk
independen tanpa dimensi, di mana r adalah jumlah minimum dari dimensi referensi yang
diperlukan untuk menggambarkan variabel.”
Produk tanpa dimensi disebut sebagai "istilah pi," dan teorema ini disebut Buckingham
pi theorem. Metode yang akan dijelaskan secara detail pada bagian ini disebut metode
repeating variables, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:
Langkah 1 Daftar semua variabel yang terlibat dalam masalah.
Langkah 2 Ekspresikan masing-masing variabel dalam dimensi dasar.
Langkah 3 Tentukan jumlah persyaratan pi yang diperlukan.
Langkah 4 Pilih sejumlah variabel berulang, jumlah yang diperlukan sama dengan jumlah
dimensi referensi (biasanya sama dengan jumlah dimensi dasar).
Langkah 5 Bentuk sebuah istilah pi dengan mengalikan salah satu variabel yang tidak
berulang dengan produk variabel pengulangan masing-masing diangkat ke
eksponen yang akan membuat kombinasi tanpa dimensi.
Langkah 6 Ulangi Langkah 5 untuk variabel tidak berulang yang tersisa.
Langkah 7 Periksa semua ketentuan pi yang dihasilkan untuk memastikan semuanya tidak
berdimensi dan independen.
Langkah 8 Nyatakan bentuk akhir sebagai hubungan antara suku pi dan pikirkan apa
artinya.

Untuk mengilustrasikan berbagai langkah ini, dibahas steady flow dari sebuah fluida
Newton incompressible melalui pipa bulat horisontal yang panjang dan halus.

Gambar 3.3 Pipa bulat horizontal (Munson dkk, 2009)

Langkah 1 Semua variabel terkait yang dilibatkan:


∆𝑝ℓ = 𝑓(𝐷, 𝜌, 𝜇, 𝑉)
Langkah 2 Ekspresikan masing-masing variabel dalam dimensi dasar:
Variabel Dimensi
∆𝑝ℓ 𝐹𝐿−3
𝐷 𝐿
𝜌 𝐹𝐿−4 𝑇 2
𝜇 𝐹𝐿−2 𝑇
𝑉 𝐿𝑇 −1
Langkah 3 Tentukan jumlah persyaratan pi yang diperlukan. Pemeriksaan dimensi
variabel dari Langkah 2 menunjukkan bahwa ketiga dimensi dasar (F,L,T)
diperlukan untuk menggambarkan variabel. Karena ada lima (k = 5) variabel
(termasuk variabel dependen, ∆𝑝ℓ ) dan tiga dimensi referensi yang diperlukan
(r = 3) maka menurut teorema pi akan ada (5 - 3) atau dua istilah pi yang
diperlukan.
Langkah 4 Pilih sejumlah variabel berulang, Variabel berulang yang akan digunakan untuk
membentuk istilah pi harus dipilih dari 𝐷, 𝜌, 𝜇, dan 𝑉. variabel dependen tidak
digunakan sebagai salah satu variabel berulang. Karena tiga dimensi referensi
diperlukan, maka dipilih tiga variabel pengulangan. Secara umum, variabel
pengulangan dipilih dari variabel yang paling sederhana secara dimensional.
Misal, jika salah satu variabel memiliki dimensi panjang, pilihlah sebagai satu
dari variabel yang berulang. Dalam contoh ini dipilih 𝑫, 𝑽, 𝐝𝐚𝐧 𝝆 sebagai
variabel yang berulang (D, panjang; V, panjang dan waktu; dan 𝜌, gaya, panjang,
dan waktu). Hal ini berarti, tidak dapat dibentuk produk tanpa dimensi dari
himpunan ini.
Langkah 5 Bentuk sebuah istilah pi dengan mengalikan salah satu variabel yang tidak
berulang dengan produk variabel pengulangan masing-masing diangkat ke
eksponen yang akan membuat kombinasi tanpa dimensi.
Π1 = ∆𝑝ℓ 𝐷 𝑎 𝑉 𝑏 𝜌𝑐
Π1 = (𝐹𝐿−3 )(𝐿)𝑎 (𝐿𝑇 −1 )𝑏 (𝐹𝐿−4 𝑇 2 )𝑐 = 𝐹 0 𝐿0 𝑇 0
Dimensi Eksponen Hasil Π1
F 1 + 𝑐 = 0 𝑐 = −1 ∆𝑝ℓ 𝐷1 𝑉 −2 𝜌−1
L −3 + 𝑎 + 𝑏 – 4𝑐 = 0 𝑎 = 1 atau

𝑏 = −2 ∆𝑝ℓ 𝐷
T −𝑏 + 2𝑐 = 0
𝜌𝑉 2
Langkah 6 Ulangi Langkah 5 untuk variabel tidak berulang yang tersisa.
Π2 = 𝜇𝐷 𝑎 𝑉 𝑏 𝜌𝑐
Π1 = (𝐹𝐿−2 𝑇)(𝐿)𝑎 (𝐿𝑇 −1 )𝑏 (𝐹𝐿−4 𝑇 2 )𝑐 = 𝐹 0 𝐿0 𝑇 0
Dimensi Eksponen Hasil Π2
F 1 + 𝑐 = 0 𝑐 = −1 𝜇𝐷 −1 𝑉 −1 𝜌 −1
L −2 + 𝑎 + 𝑏 – 4𝑐 = 0 𝑎 = −1 atau
𝜇
T 1 − 𝑏 + 2𝑐 = 0 𝑏 = −1
𝐷𝑉𝜌
Langkah 7 Periksa semua ketentuan pi yang dihasilkan untuk memastikan semuanya
tidak berdimensi dan independen.
∆𝑝ℓ 𝐷 (𝐹𝐿−3 )𝐿
Π1 = = = 𝐹 0 𝐿0 𝑇 0
𝜌𝑉 2 (𝐹𝐿−4 𝑇 2 )(𝐿𝑇 −1 )2
𝜇 (𝐹𝐿−2 𝑇)
Π2 = = = 𝐹 0 𝐿0 𝑇 0
𝐷𝑉𝜌 (𝐿)(𝐿𝑇 −1 )(𝐹𝐿−4 𝑇 2 )
Langkah 8 Nyatakan bentuk akhir sebagai hubungan antara suku pi
𝐷∆𝑝ℓ 𝜌𝑉𝐷
2
= 𝜙( )
𝜌𝑉 𝜇
𝜌𝑉𝐷
Produk tanpa dimensi ini , dikenal sebagai bilangan Reynolds. Berikut daftar bilangan
𝜇

tak berdimensi dalam mekanika fluida:


Tabel 3.3 Beberapa variabel dan bilangan tak berdimensi yang umum digunakan dalam
mekanika Fluida (Munson dkk, 2009)
Contoh soal:
Pelat persegi panjang tipis memiliki lebar w dan tinggi h diletakkan seperti pada gambar. Asumsikan
drag, D, bahwa fluida yang diberikan pada pelat adalah fungsi dari w dan h, viskositas fluida dan
densitas masing-masing, 𝜇 dan 𝜌, serta kecepatan fluida adalah V mendekati pelat.

Anda mungkin juga menyukai