Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Antropologi kebidanan adalah studi non-dokter pembantu kelahiran primer dalam


dan lintas budaya. Petugas kelahiran tidak selalu spesialis, juga tidak semua budaya memiliki
peran khusus digambarkan untuk pembantu kelahiran. Jadi definisi kita tentang antropologi
kebidanan ekspansif cukup untuk mencakup berbagai macam pembantu kelahiran biomedis
dan non-biomedis, formal dan informal. Elemen penting dari penelitian di bidang ini
mencakup definisi, pendidikan, praktek, identitas, dan sistem pengetahuan bidan.
Ilmu antropologi sangat diperlukan di negara berkembang dimana para ahli
antropologi meneliti mengenai sikap penduduk desa tentang kesehatan, tentang penyakit,
terhadap dukun, terhadap obat – obatan tradisional, terhadap kebiasaan – kebiasaan dan
pantangan – pantangan makan yang dapat mengganggu kesehatan.
Antropologi kesehatan dipandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian
pada aspek – aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, tentang cara – cara
interaksi perpanjangan tangan profesi bidan untuk dapat mensejahterakan ibu dan anak yaitu
melalui bidan desa ( Bidan PTT ) oleh sebab itu pemberian pelayanan kesehatan oleh bidan
harus sesuai dengan adat istiadat setempat tanpa mengubah dan tata kerja pelayanan
kesehatan yang dapat mempengaruhi kesehatan dan yang dapat menimbulkan penyakit.
Objek dari antropologi adalah manusia dalam masyarakat dimana meliputi suku
bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk
mempelajari manusia dalam bermasyarakat, suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan
untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Pencapaian tujuan ilmu antropologi itu sendiri salah satunya dapat di dukung oleh
suatu organisasi profesi bidan. Pengaruh profesi bidan terhadap kebudayaan itu sendiri
dimana dengan adanya profesi bidan ini dapat merubah perilaku –perilaku yang tidak
merugikan kesehatan dan dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian pada ibu dan
anak.
Profesi bidan merupakan wujud tanggung jawab bidan terhadap masa depan
kesehatan ibu dan anak serta kelangsungan bangsa pada umumnya. IBI telah merumuskan
konsep pengabdiannya yang dijadikan arus utama dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya. Faktor budaya dan lingkungan juga dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan
ibu dan anak.

1
Perpanjangan tangan profesi bidan untuk dapat mensejahterakan ibu dan anak yaitu
melalui bidan desa ( Bidan PTT ) oleh sebab itu pemberian pelayanan kesehatan oleh bidan
harus sesuai dengan adat istiadat setempat tanpa mengubah dan tata kerja pelayanan
kesehatan
Dalam profesi bidan, seorang bidan mempunyai tugas penting yaitu memberikan
bimbingan, asuhan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan, nifas dan menolong
persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri serta memberikan asuhan pada bayi baru lahir.
Didalam memberikan pelayanan seorang hidan harus menjunjung kode etik kebidanan dalam
pengabdiaannya kepada masyarakat seperti setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai – nilai yang
berlaku di masyarakat baik itu dilihat dari perilaku maupaun adat istiadat dan kebudayaan
masyaraat itu sendiri.
Dalam hal ini falsafah antropologi sangat diperlukan, dimana seorang bidan dalam
memberikan pelayanan harus melihat dari segi budaya dan adat istiadat klien. Selama adat
istiadat itu sendiri tidak mengganggu proses pemberian pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak.
Bidan alamiahnya hidup dan bekerja di komunitas yang multi ras dan multi cultural
dimana dia dianggap sebagai role model, teman, mempunyai kepercayaan diri dan
kemampuan advokasi (Hunt, 2001 dalam wildeman 2008) Untuk itu, seorang bidan harus
berfikir, bersikap dan bertindak didalam dan diluar kerangka kerja bidan untuk dapat
memberikan pelayanan yang terbaik , sensitive terhadap gender dan kebudayaan klien.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Antropologi
2.1.1 Pengertian Antropologi
Secara umum, antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari
ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda
dari apa yang dikenal di Eropa. Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang
merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah
yang sama, antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan
pada masyarakat dan kehidupan sosialnya (sumber: wikipedia). Antropologi berasal dari kata
Yunani άνθρωπος (baca: anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang
berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk
sosial.
Budaya menurut Helman 2001 adalah “serangkaian pedoman yang diwarisi seseorang
sebagai anggota kelompok masyarakat tertentu yang mengatur bagaimana memaknai
kehidupan, mengalaminya secara emosional, dan menggunakannya dalam interaksi sesame
manusia, kekuatan supernatural dan Tuhan serta lingkungan alamiah “
Bidan menempati posisi penting dimana mereka memiliki pengetahuan dan dilatih
untuk toleran terhadap perbedaan pengetahuan dan perilaku kliennya tanpa terlalu keras
menghakimi. (Wildeman 2008)
Menurut Fry (2002) dalam wildeman 2008, dikatakan bahwa “every culture have
values and beliefs about health and illness and what is morally acceptable behavior in the
provision of health promoting care to people” Setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai dan
kepercayaan-kepercayaan terhadap konsep sehat sakit dan penerimaan atas perilaku sebagai
dasar promosi kesehatan terhadap masyarakat. Untuk itu nilai-nilai masyarakat tersebut
sebaiknya dianut bidan baik secara personal maupun professional sebagai landasan untuk
memberikan pelayanan terhadap klien. Bidan juga sebaiknya memberikan prioritas tinggi
dalam memahami budaya , kepercayaan dan harapan kliennya sehingga dapat memenuhi
kebutuhan dan pilihan-pilihan kliennya (Reynold dan Manfusa, 2005 dalam wildeman 2008)
Di bawah ini adalah pengertian Antropologi menurut beberapa ahli. Meskipun tiap-tiap ahli
memberikan definisi yang berbeda, tapi kita dapat menarik satu benang merah yang
menggambarkan Antropologi secara utuh.

3
 William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
 David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.
 Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu
sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan
(cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia
yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda

2.1.2. Antropologi Kesehatan


Antropologi kesehatan adalah studi tentang pengaruh unsur – unsur budaya terhadap
penghayatan masyarakat tentang penyakit dan kesehatan (Soelita Sarwono, 1993).
Menurut Hochstasser, antropolgi kesehatan adalah pemahaman biobudaya manusia
dan karya – karya yang berhubungan dengan kesehatan dan pengobatan. Sedangkan menurut
Lieban adalah studi tentang fenomena medis.
Fabrega menjelaskan pengertian antropolgi kesehatan yaitu
o Berbagai faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan di dalam atau
mempengaruhi cara- cara dimana individu – individu dan kelompok – kelompok
terena oleh atau berespon terhadap sakit dan penyakit.
o Mempelajari masalah – masalah sakit dan penyakit dengan penekanan terhadap
pola pola tingkah laku.
Menurut Foster dan Anderson dalam bukunya antropologi kesehatan tahun 2005
menyatakan bahwa keguanaan ilmu antropologi tehadap ilmu ilmu kesehatan terletak dalam
tiga kategori utama:
1. Antropologi memberikan suatu cara yang jelas dalam memandang masyarakat
secara keseluruhan maupun anggota individualnya. Antropologi juga
menggunakan pendekatan yang menyeluruh atau bersifat sistem dengan cara yang
“Khas” dimana ditekankan pentingnya relatifisme budaya dalam menilai cara cara
yang berlainan dengan cara kita sendiri dan mengintrepretasikan bentuk asli daam
konteks budaya bukan menilainya menurut ukuran standar atau universal.

4
2. Antropologi memberikan suatu model yang secara operasional berguna
menguraikan proses-proses perubahan sosial dan budaya serta membantu
memahami perubahan perilaku dari masyarakat
3. Antropologi memberi kesempatan untuk menggali masalah teoritis dan praktis
yang sangat luas yang dihadapi dalam berbagai program kesehatan. Antropologi
menawarkan asumsi-asumsi yang mendasari tingkah laku untuk memahami
rasional dari perbuatan yang jika dipandang dari budaya berbeda sering nampak
tidak rasional

2.2 PERAN PROFESI BIDAN


2.2.1 Pengertian Bidan
Dalam bahasa inggris, kata Midwife (Bidan) berarti “with woman”(bersama wanita, mid
= together, wife = a woman. Dalam bahasa Perancis, sage femme (Bidan) berarti “ wanita
bijaksana”,sedangkan dalam bahasa latin, cum-mater (Bidan) bearti ”berkaitan dengan
wanita”.
Menurut churchill, bidan adalah ” a health worker who may or may not formally trained
and is a physician, that delivers babies and provides associated maternal care” (seorang
petugas kesehatan yang terlatih secara formal ataupun tidak dan bukan seorang dokter, yang
membantu pelahiran bayi serta memberi perawatan maternal terkait).
Definisi Bidan (ICM) : bidan adalah seorang yang telah menjalani program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara tempat ia tinggal, dan telah berhasil menyelesaikan
studi terkait serta memenuhi persyaratan untuk terdaftar dan atau memiliki izin formal untuk
praktek bidan. Bidan merupakan salah satu profesi tertua didunia sejak adanya peradaban
umat manusia.
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan, yang terakreditasi,
memenuhi kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk
praktek kebidanan. Yang diakui sebagai seorang profesional yang bertanggungjawab,
bermitra dengan perempuan dalam memberikan dukungan, asuhan dan nasehat yang
diperlukan selama kehamilan, persalinan dan nifas, memfasilitasi kelahiran atas tanggung
jawabnya sendiri serta memberikan asuhan kepada bayi baru lahir dan anak.
KEPMENKES NOMOR 1464/ MENKES/PER/X/2010 Pasal 1 :
Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.

5
INTERNATIONAL CONFEDERATION of MIDWIFE bidan adalah seseorang yang
telah menyelesaikan pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi
dan diberi izin untuk melaksanakan praktek kebidanan di negara itu.

2.2.2 Profesi Bidan


Bidan lahir sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong Ibu – ibu
yang melahirkan. Dalam menjalankam tugasnya bidan bekerja berdasarkan pada pandangan
filosofi yang di anut, keilmuan, metode kerja, standar pelayanan dan kode etik profesi yang
dimilikinya.
Bidan sebagai profesi memiliki ciri – ciri tertentu yang dapat diuraikan sebagia
berikut :
a. Disiapkan melalui pendidikan yang formal agar lulusannya dapat melaksanakan /
mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab secara profesional
b. Dalam menjalankan tugasnya, bidan memiliki alat yang dinamakan standar pelayanan
kebidanan, kode etik dan etika kebidanan
c. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya dan
memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
d. Memberikan pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat
e. Memiliki wadah organisasi profesi, memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal
serta dibutuhkan masyarakat dan menjadikan bidan sebagai suatu pekerjaan dan
sumber utama kehidupan
2.2.3 Peran Bidan
Peranan bidan dalam masyarakat sebagai tenaga terlatih pada Sistem Kesehatan
Nasional adalah memberi pelayanan sebagai tenaga terlatih, meningkatkan pengetahuan
kesehatan masyarakat, meningkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana, memberi
pendidikan “dukun beranak”, dan meningkatkan sistem rujukan.
a. Memberi pelayanan dengan tenaga terlatih.
Di Indonesia persalinan dukun sebesar 50-60% terutama di daerah pedesaan. Pertolongan
persalinan oleh dukun menimbulkan berbagai masalah dan penyebab utama tingginya angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal. Dukun tidak dapat mengetahui tand-atanda bahaya
perjalanan persalinan. Akibat pertolongan persalinan yang tidak adekuat dapat terjadi
persalinan kasep, kematian janin dalam rahim, ruptur uteri, perdarahan (akibat pertolongan

6
salah, robekan jalan lahir, retensio plasenta, plasenta rest), dan bayi mengalami asfiksia,
infeksi, atau Trauma persalinan. Pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh Bidan adalah :
1.Meningkatkan upaya pengawasan ibu hamil
2. Meningkatkan gizi ibu hamil dan ibu menyusui
3. Meningkatkan gerakan penerimaan KB.
4. Meningkatkan kesehatan lingkungan
5.Meningkatkan sistem rujukan
6. Meningkatkan penerimaan imunisasi ibu hamil dan bayi.
Selain itu bidan juga melakukan pengawasan kehamilan dan menetapkan kehamilan,
persalinan, dan pascapartum dengan risiko tinggi; kehamilan, persalinan, dan pascapartum
yang meragukan; dan kehamilan, persalinan, dan pascapartum dengan risiko rendah.
Berdasarkan penggolongannya, sikap yang dapat dilakukan bidan adalah meningkatkan
pengawasan hamil, persalinan dan pascapartum, dan melakukan rujukan sehingga mendapat
pertolongan yang adekuat.
b. Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat
Pendidikan masyarakat memegang peranan penting yang meliputi pentingnya arti
pengawasan hamil, mengajarkan tentang makanan yang berpedoman pada “empat sehat dan
lima sempuma”, pentingnya arti imunisasi tetanus toksoid ibu hamil, pentingnya arti
pelaksanaan keluarga berencana, mengarahkan tempat persalinan dilakukan untuk
mendapatkan well born baby, pengawasan pascapartum dan persiapan untuk merawat bayi
dan menyusui, pentingnya memberi ASI selama 2 tahun dan rawat gabung.
Pendidikan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan pada waktu:
1. Pengawasan hamil di Puskesmas atau pondok bersalin desa dan praktik bidan swasta.
2. Saat menyelenggarakan Posyandu.
3. Melalui pertemuan berkala atau kursus pada PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga).
4. Pada saat memberi penyuluhan khusus.
5. Pada saat melakukan kunjungan rumah.
Tujuan pendidikan kesehatan masyarakat ini adalah meningkatkan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan, mengarahkan masyarakat memilih tenaga kesehatan terlatih,
meningkatkan pengertian masyarakat tentang imunisasi, keluarga berencana, dan gizi
sehingga mengurangi ibu hamil dengan anemia.
Meningkatkan upaya penerimaan gerakan keluarga berencana pembangunan ekonomi
diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat, diikuti dengan program dan gerakan
keluarga berencana, sehingga diharapkan kesejahteraan makin cepat tercapai. Pembangunan

7
bangsa Indonesia berorientasi pada “pembangunan keluarga” yang pada gilirannya
“meningkatkan sumber daya manusia”. Dalam pelaksanaan gerakan keluarga berencana dapat
mengambil bagian penting:
1. Memberi KIE dan motivasi.
a. Mengapa mengikuti gerakan KB?
b. Kapan waktu yang tepat ber-KB?
c. Metode apa yang dipakai sesuai dengan waktu: pascapartum atau pasta-abortus, interval,
pada remaja, atau wanita di atas 35 tahun.
d. Di mana dapat menerima pelayanan KB?
2. Memberi pelayanan dan pemeriksaan peserta KB. Keberadaan bidan di tengah masyarakat
dapat memberi pelayanan KB dalam bentuk:
a. Metode sederhana (kondom).
b. Metode hormonal (pil, suntikan, susuk).
c. Metode mekanisme (pemasangan IUD).
d. Melakukan pengawasan peserta.
e. Merujuk klien yang menginginkan kontap ke Puskesmas atau RSU.
Pendidikan dukun beranak, peranan dukun beranak sulit ditiadakan karena masih
mendapat kepercayaan masyarakat dan tenaga terlatih yang masih belum mencukupi.
Dukun beranak masih dapat dimanfaatkan untuk ikut serta memberi pertolongan
persalinan. Kerjasama bidan di desa dengan dukun beranak perlu dijalin dengan baik
melalui:
1. Pendidikan dukun yang berkaitan dengan tanda bahaya kehamilan dan persalinan serta
ascapartum, teknik pertolongan persalinan sederhana tetapi bersih dan legeartis, perawatan
dan pemotongan talipusat, perawatan neonatus, perawatan ibu pascapartum, meningkatkan
kerjasama dalam bentuk rujukan bidan atau Puskesmas
2. Diikutsertakan dalam gerakan keluarga berencana: membagikan kondom, membagikan
pil KB, melakukan rujukan KB.
3. Memberi kesempatan untuk melakukan pertolongan persalinan dengan risiko rendah.
4. Meningkatkan sistem rujukan yang manta.
Dengan penempatan bidan di desa diharapkan peranan dukun akan makin berkurang
sejalan dengan makin tingginya pendidikan dan pengetahuan masyarakat dan tersedianya
fasilitas kesehatan.

8
Meningkatkan system rujukan
Salah satu kelemahan pelayanan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat,
suatu kekurangan, tetapi tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kepentingan
masyarakat. Kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan
angka kematian ibu dan perinatal. Tindakan rujukan ditujukan pada mereka yang tergolong
dalam risiko tinggi. Rujukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.
Peran bidan juga sejalan dengan prinsip filosofi dalam kebidanan bahwa bidan dalam
memberikan pelayanan / asuhan kebidanan dengan menghormati perbedaan kultur dan etnik (
respecting cultural and etnic difercity ) dan juga mempertimbangkan kebutuhan pendidikan
yang meliputi : fisik, psikologi, sosial, budaya, spritual dan pendidikan. Seorang bidan harus
mendukung ibu untuk membuat keputusan menurut pilihannya sendiri mengenai apa yang
terbaik baginya dan bagi bayinya berdasarkan nilai nilai dan keyakinan yang dianutnya
termasuk keyakinan budaya dan agamanya.

2.3 PANDANGAN PROFESI BIDAN DALAM ANTROPOLOGI


Seorang bidan alamiahnya hidup dan bekerja di komunitas yang multi ras dan multi
cultural dimana dia dianggap sebagai role model, teman, mempunyai kepercayaan diri dan
kemampuan advokasi (Hunt, 2001 dalam wildeman 2008) Untuk itu, seorang bidan harus
berfikir, bersikap dan bertindak didalam dan diluar kerangka kerja bidan untuk dapat
memberikan pelayanan yang terbaik , sensitive terhadap gender dan kebudayaan klien
Ini merupakan tantangan terbesar bagi bidan di abad 21, dimana seorang Bidan
dituntut mampu memahami dan bertindak terhadap kebutuhan dan harapan dari multicultural
klien. Tren lintas budaya berkembang menjadi bagian literatur ilmu antropologi di Negara
berkembang. Dari Tanzania hingga Papua Nugini, Ahli antropologi yang melakukan
observasi terhadap pelayanan kebidanan pada ibu hamil dan bersalin mencatat bahwa, jauh
dari ideal, masih banyak bidan yang memperlakukan pasiennya kurang baik selama
kehamilan dan persalinan, tidak memperdulikan kebutuhan dan harapan pasien, berbicara
kurang sopan, suka memerintah , berteriak bahkan tidak jarang memukul pasien mereka.
Namun di saat bersamaan mereka juga diperlakukan buruk oleh system kesehatan dimana
mereka bekerja. Para bidan ini digaji sangat rendah, dilecehkan oleh dokter yang berada di
atas mereka dalam hirarki medis, umumnya bekerja dengan lembur di kondisi yang membuat
stress ditambah lagi tidak lengkapnya peralatan dan fasillitas, terlalu banyak pasien,

9
singkatnya bidan kadang terjebak dalam system kesehatan yang gagal memenuhi kebutuhan
pasien di Negara berkembang (Floyd, 2000)
Contoh kasus seperti yang dialami oleh Dona Queta seorang bidan tradisional di
pedalaman Oaxaca, Meksiko , Ia didatangi seorang wanita hamil 9 bulan dengan keluhan
tidak merasakan gerak janinnya. Wanita ini datang seorang diri dengan menempuh perjalanan
2 hari melewati pegunungan dan perjalanan yang sulit. Saat datang, tercium bau busuk dari
tubuh wanita tersebut dan bayi yang dikandungnya telah meninggal. Ia kemudian mencoba
merujuk ke dokter yang terletak 100 mil jauhnya dari desanya. Ternyata dokter tersebut tidak
berada di tempat prakteknya, akhirnya Dona Queta menghabiskan 3 hari berikutnya dengan
memberi wanita hamil tersebut dengan ramuan-ramuan herbal dan berdoa atas keselamatan
wanita tersebut.Wanita tersebut akhirnya melahirkan dan hampir meninggal karena infeksi
yang meluas. Dona Queta merawat wanita tersebut dengan obat-obatan herbal, menggunakan
ritual dan doa-doa. Dua minggu kemudian wanita tersebut sembuh dan pulang. Begitu dokter
kembali dari perjalanannya, Dona Queta disalahkan karena berani menolong wanita tersebut
tetapi akhirnya menyadari bahwa Dona tidak ada pilihan lain daripada membiarkan wanita
tersebut meninggal
Bila dilihat dari kasus diatas, idealnya seorang bidan tradisional didampingi oleh
bidan,dokter dan tenaga kesehatan lain, namun kenyataannya bidan tradisional tidak
mendapat pendampingan dan hanya bertindak sendiri atas keyakinan mereka.dan
bagaimanapun kerasnya pemerintah memprogramkan persalinan dengan nakes mungkin tidak
mengherankan bila masyarakat kembali menggunakan dukun atau bidan kampung dalam
pertolongan persalinan mereka, karena selain murah, dukun atau bidan kampung juga lebih
dekat secara personal dan menggunakan cara-cara pertolongan persalinan yang dikenal oleh
perempuan yang ditolongnya.
Sebuah contoh lagi yang terjadi di pedesaan Thailand. Ahli Antropologi Andrea
Whittaker (1999) mencatat bahwa terjadi eskalasi dalam pertolongan persalinan. Semakin
banyak perempuan desa yang berlomba-lomba melahirkan di rumah sakit besar di perkotaan,
sehingga peran bidan komunitas menjadi kurang. Ironisnya, di perkotaan dimana pertolongan
persalinan sudah sangat berkualitas , para bidan justru mulai mengahdiri persalinan rumah
yang peruntukan awalnya hanyalah untuk wanita dari status social menegah ke bawah.
(Floyd, 2000)
Apabila seorang bidan berusaha dengan tulus untuk mempelajari dan menghormati
kebudayaan dan adat istiadat setempat, melakukan pendekatan dengan penduduk lokal dan

10
bermitra dengan bidan kampung atau dukun terlatih, mungkin masalah-masalah yang dibahas
di atas tidak akan terjadi.
Studi kasus di Inggris , seorang perempuan Inggris bernama Jane datang ke klinik
untuk melahirkan. Ia datang sendiri tanpa didampingi dan merasa sangat takut terhadap
proses persalinan dan tidak mampu beradaptasi dengan rasa nyeri persalinan. Bidan
kemudian melakukan anamnesa dan mengukur tanda-tanda vital dan selanjutnya
mendiskusikan rencana asuhan bersama Jane. Dalam rencana asuhannya, Jane tidak mau
adanya keterlibatan laki-laki dalam asuhan yang akan didapatnya.
Bagaimana sebaiknya bidan bersikap ?
Sangat penting bahwa bidan tidak langsung berfikiran negative terhadap Jane apalagi
menghakimi sepihak terhadap pilihan Jane. Secara etis Bidan sebaiknya meluangkan waktu
sejenak untuk berinteraksi dengan Jane untuk mengetahui apa saja kebutuhan dan harapan
Jane. Dalam kasus Jane tidak ada petunjuk mengapa Jane menolak keterlibatan laki-laki
dalam asuhannya sementara ia adalah seorang wanita inggris dan memakai nama Inggris dan
kemungkinan pilihan Jane tersebut tidak umum di kalangan masyarakat Inggris.
Jadi dengan berinteraksi untuk mengetahui kenapa Jane berperilaku demikian
diperoleh data bahwa Jane ternyata seorang muslim taat dan mungkin memiliki riwayat
pelecehan atau kekerasan seksual atau trauma atas pelayanan kesehatan lalu yang
menyebabkan Jane tidak mempercayai keterlibatan laki-laki dalam asuhannya.
Dengan mencermati kasus di atas, penting sekali bagi seorang bidan untuk berfikiran
terbuka, mendengar aktif, mensupport dan menunjukkan empati. Bidan juga bisa berperan
sebagai advokasi dan bekerjasama dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan asuhan
sesuai kebutuhan dan harapan Jane. (Floyd, 2000)
Bila dilihat dari sudut pandang Antropologi, Kasus Jane tersebut sesuai dengan teori
dari Foster dan Anderson (2005) dimana Antropologi menekankan pentingnya relativisme
budaya dalam menilai cara-cara yang berbeda dari cara kita sendiri dan mengaplikasikan
dalam konteks budaya asli bukan dari ukuran standar atau universal. Ilmu Antropologi juga
menawarkan asumsi-asumsi yang mendasari tingkah laku seseorang untuk memahami
rasionalitas dari perbuatan yang bila dipandang dari budaya berbeda sering terlihat tidak
rasional.
Berikut ini beberapa contoh budaya dalam Pelayanan Kebidanan di beberapa daerah di
Indonesia :

11
2.3.1 Contoh Budaya Dalam Pelayanan Ante Natal Care
Pemantauan kehamilan / ANC berbeda beda disetiap daerah sesuai dengan
kebudayaan dan adat istiadat itu sendiri, bahkan terkadang tidak setiap kebiasaan atau budaya
tersebut memberikan maanfaat terhadap kesehatan tersebut.
Dalam berbagai daerah seperti didaerah Jawa saat tujuh bulanan saat hamil, “ Batanak
Nasi oleh Bako ” saat usia kehamilan 7 bulan di budaya minang dimana selalu melakukan itu
sebagai suatu keharusan. Dalam hal ini pandangan kita sebagai bidan mendukung
kebudayaan ini dimana hal ini dapat membantu psikologis dan spiritual ibu hamil selain
mendapat perhatian dari suami dan keluarga masyarakat juga mendukung dengan proses
kehamilan yang dijalani oleh ibu hamil dan rencana persalinan.
Berbagai macam kebiasaan adat istiadat yang sering dilakukan terkadang membawa
dampak buruk terhadap kesehatan. Seperti berbagai macam pantangan makanan pada saat
hamil dengan tidak boleh makan telur, ikan dan belut ditakutkan gatal dan amis pada bayi
saat persalinan padahal makanan ini mengandung protein yang sangat penting untuk
pertumbuhan janin.
2.3.2 Contoh Budaya dalam Pelayanan Intra Natal Care
Proses persalinan merupakan hal yang paling dkhawatirkan, karena persalinan
merupakan hal yang paling dinantikan suami dan keluarga. Oleh karena itu banyak
masyarakat kita yang masih melakukan kebiasaan yang tidak bermanfaat seperti yang
dilakukan masyarakat minang yaitu memberikan minyak goreng untuk diminum kepada ibu
yang akan bersalin agar anak yang dilahirkan itu menjadi licin dan membuat proses
persalinan menjadi cepat. Padahal dengan memberikan ibu minyak goreng bisa menyebabkan
frekuensi mual muntah menjadi sering dan mengganggu kenyamanan ibu saat proses
persalinan.
2.3.3 Contoh Budaya dalam Pelayanan Post Natal Care
Proses masa nifas merupakan pemulihan kembali alat alat reproduksi setelah
persalinan, dalam masa ini nutrisi dan gizi sangat dibutuhkan. Seperti banyak pantangan
makanan ibu pada masa nifas seperti dilarang makan ikan dan telur karena ditakutkan gatal
dan proses penyembuhan kembali alat reproduksi akan lama. Padahal telur dan ikan
mengandung protein yang sangat penting untuk penyembuhan kembali alat reproduksi dan
untuk meningkatkan produksi ASI.
Pembatasan aktifitas pada ibu post natal juga sering dilakukan, padahal dua jam post
partum normal ibu sudah dianjurkan untuk mobilisasi dan 24 jam Post SC ibu sudah

12
dianjurkan untuk berjalan. Tujuan dilakukannya mobilisasi secara dini agar terjadinya proses
penyembuahan secara cepat.
2.3.4 Contoh Budaya dalam Pelayanan Bayi Baru Lahir
Masyarakat masih banyak tidak menerima proses memandikan bayi baru lahir setelah
enam jam proses pasca persalinan. Masyarakat beranggapan bayi ketika baru lahir harus
segera dimandikan karena amis dan kotor. Padahal Evidenbased nya bayi dimandikan setelah
6 jam pasca persalinan karena ditakutkan terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir agar
kebiasaan masyarakat ini tidak berlangsung terus menerus maka bidan dan wadah profesinya
harus terus memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada masyarakat.

13
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada hakekatnya asuhan pelayanan kebidnaan tidak terlepasa dari kebudayaan dan adat
istiadat. Ini sesuai dengan salah satu falsafah kebidanan bahwa bidan harus memberikan
pelayanan kebidanan yang aman dan menghormati budaya yang dianut oleh masyarakat
setempat asalakan kebudayaan atau kebiasaan masyarakat tersebut tidak mengganggu atau
menimbulkan kerugian terhadap kesehatan.
Masih adanya kebiasaan masyarakat yang merugikan kesehatan oleh sebab itu peran
bidan sangat diperlukan yaitu dengan selalu memberaikan promosi – promosi kesehatan
secara bertahap dengan melakukan pendekatan pendekatan secara holistik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Cecil, Rosanne, 1996, The Antropology of Pregnancy Loss, Washington DC : Berg


Floyd, Robie Davis, 2000, Anthropological Perspectives on Global Issues in Midwifery.
Diambil dari http://www.midwiferytoday.com/articles/globalissues.asp diakses tangga
l20 September 2011.
________________, 2011, Midwifery, diambil dari http://davis-
Floyd.com/category/articles/midwifery/ diakses tanggal 20 September 2011.
Foster, George M, 2006, Antropologi Kesehatan, Jakarta : UI- Press
Henderson, Cris and Sue Macdonald, 2006 , Mayes Midwifery A Textbook For Midwifery
London : Bailliere Tindall
Koentjaraningrat, 2002, Pengantar Ilmu Antropologi,Jakarta : Rineke Cipta
Ratna, Wahyu, 2010, Sosiologi dan Antropologi Kesehatan dalam Perspektif Ilmu
Keperawatan, Yogyakarta, Pustaka Rihama
Sofyan, Mustika, 2006, 50 Tahun IBI Bidan Menyongsong Masa Depan, Jakarta : PP-IBI
Wildeman, Celia, 2008, The Impact of Cultural Issues on The Practice Of Midwifery,
England, John wiley & Son, Ltd.
Winkleman, Michael, 2009, Culture : Applying Medical Anthropology, San Fransisco, John
Wiley & Son Ltd
Wikipedia , 2011, Antropologi, diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Antropologi.

15

Anda mungkin juga menyukai