Anda di halaman 1dari 5

BAHAN BAKU

Bulu domba adalah bagian penutup yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari pengaruh luar.
Menurut Devendra dan Mcleroy (1982) bulu domba merupakan serat penutup tubuh yang bersifat
lembut, halus, penuh kerutan dan permungkaan yang bersisik. Salah satu sifat domba adalah
kemampuannya dalam mengabsorsi uap air hingga lebih 18% dari beratnya, tanpa terasa lembab dan
dapat mencapai 50% dari beratnya bila telah jenuh dengan uap air. Saat ini bulu domba sudah banyak
dimanfaatkan masyarakat untuk bahan kerajinan dan pembuatan pakaian. Pemanfaatan bulu domba
sebagai bahan kerajinan atau pakaian memerlukan beberapa proses agar aman untuk dipergunakan serta
dapat menhasailkan wol dengan kualitas yang bagus. Sifat lain dari wol sebagai bahan pakaian
kemampuannya yang relative lebih tahan terhadap api jika disbanding bahan sintesis lain yang sejenis.

Domba garut merupakan salah satu ternak penghasil wol (Gayatri dan Handayani 2007). Warna wol
domba garut dominan hitam pada bagian muka (Kementan 2011). Domba garut memiliki wol yang kasar
dan halus. Wol kasar kemungkinan merupakan sifat yang diturunkan dari domba Kaapstad sedangkan wol
halus merupakan sifat yang diturunkan dari domba Merino. Domba garut umumnya mempunyai produksi
wol yang rendah karena pertumbuhan wolnya lambat. Bulu domba garut ini berupa wol kasar sehingga
bisa dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan. Selain itu wol domba garut kualitasnya rendah karena
pertumbuhan wol kasarnya lebih dominan dibandingkan dengan wol halusnya (Syamyono et al. 2003).
Penelitian Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa domba persilangan merino memiliki rataan
diameter wol antara 22-23 mikron.

Gayatri dan Handayani (2007) menyatakan bahwa domba batur adalah salah satu ternak penghasil
daging dan wol yang sangat potensial untuk dikembangkan. Domba batur mempunyai wol yang keriting
halus berbentuk spiral berwarna putih yang menyelimuti tubuhnya kecuali keempat bagian kaki dan muka
(Abid 2010). Penelitian Yamin dan Mulatsih (2012) menyatakan bahwa domba batur memiliki ukuran
diameter serat tersebut masuk ke dalam klasifikasi jenis wol yang bisa dimanfaatkan untuk industri karpet
wol. Domba batur memiliki serat wol yang lebih panjang karena memiliki garis keturunan domba merino
yang merupakan tipe domba yang memiliki serat wol panjang (Hudayah 2014). Rataan panjang serat wol
lebih kecil karena berasal dari persilangan domba merino dan kapstaad. Domba kapstaad tergolong ke
dalam jenis domba dengan tipe wol yang kualitasnya jelek. Penampakan umum wol domba batur jauh
lebih bagus dibandingkan dengan wol domba garut. Wol domba batur terlihat lebih padat dan memiliki
tekstur yang lebih lembut serta memiliki jumlah kerutan yang banyak. Karakteristik wol domba garut tidak
padat dan bentuk seratnya terlihat seperti rambut sehingga kerutannya tidak nampak. Warna bulu
dominan putih dan menutupi seluruh tubuhnya hingga bagian muka domba.

Bulu domba dapat dipintal menjadi benang dan diproses lebih lanjut sampai menghasilkan produk
bernilai ekonomi. Angka pintal suatu benang menunjukkan kualitas dari serat bulu. Bulu yang berkualitas
baik dapat menghasilkan produk benang yang lebih panjang dalam bobot yang sama. Pada umumnya sifat
benang yang sering dievaluasi untuk menentukan kualitasnya adalah pengukuran kehalusan yaitu bobot
benang persatuan panjang tertentu, kekuatan benang dan kerataan benang (Moerdoko et al.,1973).
Respon perlakuan bahan kimia terhadap jenis serat benang bisa berbeda. Keseragaman diameter serat
sangat diinginkan oleh pengolah wool karena kualitas pintalnya akan lebih baik (Rogan, 1989). Bulu dari
bangsa domba yang mempunyai serat halus akan lebih mudah dibentuk menjadi benang dibandingkan
dengan bulu dari bangsa domba yang berserat bulu kasar. Semakin rendah diameter serat maka bulu akan
semakin halus dan angka pintalnya akan semakin baik, sehingga benang yang dihasilkan akan semakin
panjang.

Kekuatan serat bulu domba berpengaruh terhadap kulitas produk yang dihasilkan, kekuatan benang
dipengaruhi ada tidaknya titik rapuh, proses pencucian, masa kebuntingan dan laktasi domba. Bulu domba
yang kotor akan mempengaruhi titik rapuh bulu domba (Duljaman M et al 2006). Rata-rata panjang serat
bulu domba dengan bahan serat yang ratannya lebih pendek. Faktor keturunan mempengaruhi sifat-sift
serat bulu domba. Domba wool bangsa murni memiliki kelebihan dari segi kehalusan serat dan kekuatan
bila dibandingkan dengan serat bulu dari domba persilangan. Pada salah satu penelitian tehadap
perbandingan kekuatan benang dari bulu domba priangan dengan peranakan merino dapat disebabkan
oleh faktor bahan baku, kondisi alat dan manusia. Maryani (1988) menyatakan semakin tinggi ketidak
rataan dalam benang maka peluang putus akan semakin besar. Ketida rataan juga disebabkan benang
yang panjang yang mudah mengakibatkan putus. Wol yang paling halus dan yang paling tebal terdapat
pada bagian bahu antara puncak bahu dan dasar dada. Wol yang paling kasar terapat pada bagian
belakang tubuh yaitu disekitar ekor. Wl yang paling pendek umumnya terdapat pada bagian perut. Serat
bulu pada domba umumnya dibagi menjadi tiga yaitu serat wol halus, serat wol kasar, dan kamp. Serat
wol tumbuh dari folikel dalam kulit, terjadi pada bagian dasar dari serat wol dan bukan tumbuh pada
bagian ujungnya.

Proses perendaman dengan air dan pencucian dengan deterjen selama pengolahan sangat
berpengaruh dalam meningkatkan kebersihan dan derajat putih serta mengurangi bau feses domba,
sheep odor dan bau tanah pada bulu. Proses pencucian dengan desinfektan sangat berpengaruh dalam
mengurangi bau deterjen yang muncul pasca pencucian dengan deterjen sedangkan proses pemutihan
sangat berperan dalam mengurangi bau desinfektan pada bulu pasca pencucian dengan desinferktan.

. Nilai rendemen dan kualitas wol yang dihasilkan domba batur lebih baik dibandingkan dengan
jenis wol domba garut, sehingga memiliki potensi yang baik untuk diolah menjadi tenunan (Amri 2014).
Rendemen adalah jumlah berat wol yang dihasilkan setelah dilakukan proses penyortiran dan
pencucian yang biasanya dinyatakan sebagai presentase dari berat aslinya. Penyusutan terjadi dari
berat lemak yang melekat pada wol (lanolin), pasir, kotoran, debu dan material lainnya.

SIMPULAN

Bulu domba merupakan salah satu hasil ikutan ternak domba yang dapat dimanfaatkan bulu yang
memiliki nilai jual yang tinggi. Bulu domba dapat dimanfaatkan dengan beberapa tahap pengolahan,
seperti pencukuran, penyotiran, pencucian, pengeringan, pemisahan bulu, penyisiran, pemintalan,
pemutihan dan pewarnaan. Beberapa tahapan tersebut sangat menentukan kualitas benang wol yang
bagus. Bulu domba yang panjang memiliki sifat fisik yang mudah putus. Bulu domba juga sukar untuk
terbakar di banding dengan benan yang sintetis. Bulu domba garut ini berupa wol kasar sehingga bisa
dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan. Penampakan umum wol domba batur jauh lebih bagus
dibandingkan dengan wol domba garut. Wol domba batur terlihat lebih padat dan memiliki tekstur yang
lebih lembut serta memiliki jumlah kerutan yang banyak.
Populasi ternak domba di Indonesia pada tahun 2007 adalah 9 514 184 ekor ekor (DPKH 2011).
Populasi ternak domba terus meningkat hingga 41.06% pada tahun 2013 (DPKH 2013). Yamin et al. (1994)
menyatakan bahwa setiap ekor domba mampu menghasilkan wol hingga 0.8 kg per tahun, maka potensi
wol yang dapat dimanfaatkan saat ini sekitar 10 736 352 kg. Potensi tersebut sangat besar mengingat
selama ini peternak menganggap wol masih sebagai limbah, seperti feses, sehingga pemanfaatannya
masih kurang (Duldjaman et al. 2006). Domba batur merupakan hasil persilangan antara domba merino
dan domba ekor tipis dengan sebaran asli geografis di Kecamatan Batur dan sekitarnya (Kementan 2011).
Domba batur memiliki bobot hingga dua kali lipat domba lokal yaitu antara 60-80 kg dan bobot maksimal
140 kg, serta memiliki wol yang lebat dan halus. Gayatri dan Handayani (2007) menyatakan bahwa domba
batur adalah salah satu ternak penghasil daging dan wol yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Domba batur mempunyai wol yang keriting halus berbentuk spiral berwarna putih yang menyelimuti
tubuhnya kecuali keempat bagian kaki dan muka, postur tubuh tinggi besar dan panjang dengan leher
panjang dan ekor sedang (Abid 2010). Kementan (2011) menetapkan bahwa domba garut merupakan
salah satu rumpun domba lokal Indonesia, yang mempunyai keseragaman bentuk fisik dan komposisi
genetik serta kemampuan adaptasi yang baik pada keterbatasan lingkungan. Domba garut berasal dari
persilangan domba merino dari Australia, dengan domba kaapstad dari Afrika Selatan yang disilangkan
dengan domba ekor tipis atau domba lokal (FAO 2003). Hasil persilangan tersebut menghasilkan domba
berciri khas dengan ciri-ciri diantaranya kombinasi telinga rumpung (rudimenter) dengan ukuran lebih
kecil dari 4 cm dengan ukuran 4 – 8 cm dan warna wol dominan hitam pada bagian muka (Kementan
2011). Domba garut memiliki wol yang kasar dan halus. Wol kasar kemungkinan merupakan sifat yang
diturunkan dari domba Kaapstad sedangkan wol halus merupakan sifat yang diturunkan dari domba
Merino. Domba garut umumnya mempunyai produksi wol yang rendah karena pertumbuhan wolnya
lambat. Selain itu wol domba garut kualitasnya rendah karena pertumbuhan wol kasarnya lebih dominan
dibandingkan dengan wol halusnya (Syamyono et al. 2003). Domba batur dan domba garut merupakan
dua bangsa domba lokal yang memiliki tipe wol berbeda. Berdasarkan hasil penelitian Hudaya (2014)
domba batur adalah bangsa domba tipe wol halus, sedangkan domba garut. adalah bangsa domba tipe
wol kasar. Penelitian mengenai karakteristik wol domba yang ada di Indonesia, khususnya domba batur
dan domba garut perlu dilakukan untuk mengatahui pemanfaatannya menjadi produk yang sesuai.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari serta membandingkan karateristik fisik wol domba batur dan
domba garut berdasarkan kekuatan, kemuluran, sifat tahan api, dan sifat insulasi.

Pengujian Kekuatan dan Kemuluran

(SNI 08-0461-1989)

Pengujian kekuatan tarik dan kemuluran wol

dilakukan dengan menggunakan alat stelometer. Kekuatan wol merupakan gaya maksimal yang

dibutuhkan untuk mematahkan serat wol ketika wol

direntangkan (Huson dan Turner 2001). Kemuluran

wol merupakan pertambahan panjang wol selama wol

diregangkan hingga putus (Edriss et al. 2007).

Kekuatan dan kemuluran WB dan WG yang sama


dapat disebabkan oleh faktor genetis karena kedua bangsa

domba tersebut diketahui berasal dari keturunan domba

merino dan domba ekor tipis. Domba batur merupakan

hasil persilangan antara domba merino dan domba ekor

tipis dengan sebaran asli geografis di Kecamatan Batur dan

sekitarnya (Kementan 2011). Domba garut berasal dari

persilangan domba merino dari Australia, domba kaapstad

dari Afrika Selatan yang disilangkan dengan domba

ekor tipis atau domba lokal (FAO 2003). Kekuatan dan

kemuluran serat wol dapat dipengaruhi oleh kerutan pada

staple (Wang et al. 2005) dan kandungan sulfur (Qi dan

Lupton 1994).

Kerutan pada staple wol dapat diekspresikan melalui

derajat antar kerutan dan frekuensi kerutan. Derajat

kerutan dapat mempengaruhi kekuatan wol perbundel. Wol

dengan derajat kerutan yang besar akan memiliki frekuensi

kerutan yang lebih sedikit dan lebih lemah (Wang et al.

2005). Rwei et al. (2005) menyatakan bahwa semakin

kecil diamater serat maka semakin sedikit jumlah kerutan

per satuan panjang. Hudaya (2014) menunjukkan bahwa

WB memiliki diameter lebih kecil dari WG, namun pada

penelitian ini keduanya memiliki kekuatan dan kemuluran

yang sama.

Kekuatan dan kemuluran wol dipengaruhi oleh sel

korteks (Ensminger 2002). Sel korteks merupakan tempat

terkonsentrasinya protein bersulfur tinggi (Qi dan Lupton

1994). Kandungan sulfur berkorelasi positif dengan

kekuatan dan kemuluran (Qi dan Lupton 1994). Semakin

tinggi kandungan sulfur dalam serat wol maka wol akan


semakin kuat, wol akan semakin elastis dan persentase

kemuluran akan semakin tinggi. Sesuai dengan Tuzcu

(2007) yang menyatakan bahwa jumlah sulfur dalam

keratin menggambarkan kekuatan wol akibat ikatan

disulfida yang kuat. Berdasarkan hal tersebut, diduga WB

dan WG memiliki kandungan sulfur yang hampir sama

sehingga memiliki kekuatan dan kemuluran yang tidak

berbeda nyata.

Kekuatan dan kemuluran bukan merupakan faktor

utama yang akan berpengaruh terhadap nilai jual serat.

Caccetta et al. (2005) menyatakan bahwa diameter serat

memiliki kontribusi paling besar terhadap nilai jual serat

yakni sebesar 48%, sedangkan kekuatan serat hanya

21% (Fowler 1996). Semakin kecil diameter wol, maka

nilai jualnya akan semakin tinggi. Meskipun memiliki

kekuatan dan kemuluran yang sama, namun hasil

penelitian Hudaya (2014) menunjukkan bahwa WB dan

WG memiliki diameter yang berbeda. menunjukkan bahwa meskipun WB dan WG memiliki

kekuatan dan kemuluran yang sama, namun WB memiliki

nilai jual serat yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai