Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENCELUPAN I
Pencelupan Wol dan Sutera dengan Zat Warna
Asam

KELOMPOK : 4 (EMPAT)
NAMA : 1. M Rashid Algifari (15020041)
2. Regina Yulia Jauhar (15020052)
3. Rehulina Beru Ginting (15020054)
4. Rosi Khoerunnisa (15020056)
GRUP : 2K1/2K2
DOSEN : Hj. Hanny H. K., S.Teks.
ASISTEN : Ikhwanul M.,S.ST
Yayu E.Y.,S.ST.

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
BANDUNG
BAB I
MAKSUD DAN TUNJUAN
1.1 Maksud

Melaksanakan praktikum proses pencelupan wol dan sutera dengan zat


warna asam (asam milling)

1.2 Tujuan

 Untuk mengetahui proses pencelupan dengan zat warna asam (asam


milling)
 Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi NaCl yang digunakan pada saat
pencelupan zat warna asam
BAB II

TEORI DASAR

2.1. SERAT PROTEIN

Serat proteina dapat berbentuk staple atau filamen. serat protein


berbentuk stapel berasal dari rambut hewan berupa domba, alpaca, unta,
cashmer, mohair, kelinci, dan vicuna. yang paling sering digunakan
adalah wol dari bulu domba.

2.1.1. SERAT WOOL


Serat wool merupakan serat alam jenis protein yang dihasilkan oleh
biri-biri atau domba. Serat wool memiliki pegangan yang halus, biasanya
keriting dan tumbuh terus menerus. Sifat wool seperti diameter dan
panjang serat yang dihasilkan bergantung pada sekeklilingnya seperti
letak geografis, iklim dan makanan. Hal tersebut juga dapat berpengaruh
pada kekuatan kilau, keriting, warna dan jumlah kotoran. Panjang serat
wool bervariasi dari 2,5-3,5 cm dengan tebal 10-70 mikron. Serat wool
dapat terbagi menjadi 3 golongan yaitu:

1.Wol Halus
Sifat seratnya halus, lembut, kuat, elastis dan keriting sehingga dapat
dibuat benang halus dengan nomor Ne3 60 keatas (Ne3 adalah
penomoran untuk benang wol dengan standar berat 1 pon dan panjang
560 yard) diperoleh dari jenis biri-biri merino spanyol, merino Jerman,
merino Perancis, merino Australia, merino Afrika Selatan, merino
Amerika Serikat.

2.Wol Sedang
Sifat seratnya lebih kasar, lebih panjang, lebih berkilau dari wol halus.
Dihasilkan dari biri-biri dari Inggris yang digolongkan menjadi:

- Wol Luster
Biasanya panjang, kuat, berkilau dan dapat dipintal menjadi benang
dengan nomor Ne3 38 sampai Ne3 48. Dipergunakan untuk kain yang
memerlukan kekuatan dan tahan gosok.

- Wol Down
Seat lebih pendek, lebih halus dan kurang berkilau dibanding dengan
wol luster. Dipintal menjadi benang dengan nomor Ne 3 48 sampai Ne3
56. Digunakan untuk kain-kain yang halus, kain rahut dan kain
selimut.

- Mountain Breeds
Serat panjang dan kasar, dipintal menjadi benang dengan nomor Ne3
40. Digunakan untuk kain wol kasar.

- Wol Crossbred
Mutunya sedang dengan serat sedikit lebih panjang. Dipintal menjadi
benang dengan nomor Ne3 56 sampai Ne3 60.

3. Wol Kasar atau Wol Permadani


Berasal dari asia yaitu Timur Tengah, India dan Pakistan. Warna serat
bervariasi dari putih sampai hitam. Serat bagian luar hitam panjang dan
serat bagian dalam halus.
Struktur morfologi serat wol

1) Kutikula : lapisan luar

2) Cortex : bagian dalam

3) Medula : bagian tengah

4) Epidermis : bagian luar


Bentuk serat wol dan komposisi serat wol
Diameter rata-rata serat wolo antara 16-17
mikrom,berpengaruh pada kerataan benang, nomor benang,
pegangan kain yang sudah jadi. Bentuk penampang lintang bervariasi
dari bulat sampai lonjong. Keriting serat wol berhubungan langsung
dengan kehalusan serat atau diameter serat. Panjang stapel serat
wol terutama ditentukan oleh jenis biri-biri dan kondisi keliling selama
pertumbuhan. Panjang stapel wol halus berkisar antara 3,75-10 cm,
wol sedang antara 5-10 cm, wol panjang antara 12,5-35 cm.
Jumlah zat-zat yang terdapat dalam serat wol bergantung
kepada jenis seratnya dan kondisi sekelilingya seperti iklim,
makanan, dan daerahnya. Jumlah zat-zat biasanya terdiri dari berat
kering wol, air, lilin, keringat, debu dan kotoran. Komposisi kimia serat
wol terdiri dari 5 unsur yaitu karbon 50%, hidrogen 8%, nitrogen
16,5%, sulfur 3,5% dan oksigen 22%.
Sifat Fisika Serat Wol

1) Serat wol bergelombang/keriting.

2) Berat jenis wol kering 1,304.

3) Kekuatan serat dalam keadaan kering 1,2-1,7 g/denier dengan mulur 30-
40%. Sedangkan kekuatan serat dalam keadaan basah 0,8-1,4 g/denier
dengan mulur 50-70%.

4) Mudah menggumpal (felting) bila mengalami gerakan atau tekanan dalam


medium cair. Penggumpalan terjadi sempurna pada pH=10 (alkalis),
pH=2 9asam), suhu 100oF.

5) Siar matahari dapat menyebabkan kemunduran kekuatan dan mulur


karena putusnya ikatan silang.

6) Wol dapat menahan panas dengan baik karena udara dapat tahan
didalam benang.
Sifat Kimia Serat Wol

1) Dalam air dingin atau hangat serat wol menggelembung sampai 10%.

2) Wol yang rusak karena zat kimia dapat menggelembung sampai 20%.

3) Wol beraksi dengan asam kuat atau asam lemah, tetapi tidak larut.

4) Mudah rusak dalam alkali, dalam larutan 5% kaustik soda pada suhu
mendidih wol akan larut seluruhnya.

5) Zat reduktor dan oksidator dapat merusak wol.

6) Tahan terhadap jamur dan bakteri.


Grade Serat Wol
Garde serat wol terutama didasarkan pada kehalusan/diameter serat
dikenal dua macam penentuan grade wol yaitu cara boold atau Amerika
didasarkan kepada jenis biri-biri. Dan cara nomor atau Inggris digunakan
secara Internasional didasarkan krpada daya pintal. Wol banyak
digunakan untuk bahan pakaian pria, wanita dan anak-anak, juga untuk
keperluan rumah tangga seperti karpet, tirai, selimut dll.
2.1.2. SERAT SUTERA

Sutera adalah salah satu kain yang populer untuk pakaian karena
memiliki sifat unik. Sutera merupakan kain paling mewah, kain yang paling
nyaman, kain paling menyerap (sama dengan wol), kain yang memiliki drape
terbaik, kain terbaik untuk zat warna, memiliki kilau terbaik, memiliki yang
pegangan terbaik, dll Beberapa faktor ini yang membuat kain lebih populer.
Kain sutera bisa sejuk di musim panas dan hangat di musim dingin.

Karakteristik Kain Sutera

Sifat kain sutera dapat dibahas di bawah ini:

 Komposisi: Serat sutera ini terutama terdiri dari 80% dari fibroin, yaitu
protein di alam dan 20% dari sericin, yang juga dinyatakan sebagai karet
sutera (silk gum).
 Kekuatan: Serat sutera, memiliki kekuatan tarik yang baik, yang
memungkinkan untuk menahan tekanan tari yang besar. Sutera adalah
serat alami terkuat dan memiliki ketahanan abrasi moderat.
 Elastisitas: serat sutera adalah serat elastis dan dapat membentang dari
1/7 ke 1/5 dari panjang aslinya sebelum terputus. Sutera memilki
kecendrungan untuk kembali ke ukuran aslinya namun secara bertahap
kehilangan sedikit elastisitasnya. Ini berarti bahwa kain akan kurang
kendur dan kurang mengikat dalam kenyamanan pemakai.
 Ketahanan: kain sutera mempertahankan bentuknya dan memiliki
ketahanan sedang terhadap kerutan. Kain yang terbuat dari serat sutera
staple pendek memiliki ketahanan yang kurang.
 Drapability: dibantu oleh sifat elastisitas dan ketahanan, sutera memiliki
drapability sangat baik.
 Konduktivitas Panas: Serat sutera adalah serat protein dan non-
konduktor panas mirip dengan wol. Hal ini membuat sutera cocok untuk
pakaian musim dingin.
 Daya Serap: kain sutera yang terbuat dari protein di alam memiliki daya
serap yang baik. Daya serap dari kain sutera membuat pakaian menjadi
nyaman bahkan untuk suasana yang lebih hangat. Kain yang terbuat dari
sutera akan nyaman dipakai di musim panas atau hangat dan njuga di
musim dingin. Serat sutera umumnya dapat menyerap sekitar 11 persen
dari berat dalam cairan, tetapi rentang cukup bervariasi dari 10 persen
sampai 30 persen. Sifat ini juga merupakan faktor utama dalam
kemampuan sutera untuk di-printing dan dicelup secara mudah.
 Kebersihan dan pencucian: kain sutera tidak menarik kotoran karena
permukaannya halus. Kotoran, yang mengumpul dapat dengan mudah
dihilangkan dengan mencuci atau dry cleaning. Untuk pencucian sering
direkomendasikan menggunakan dry-cleaning. Kain sutera harus selalu
dicuci dengan sabun lembut dan agitasi yang kuat di mesin cuci harus
dihindari.
 Reaksi Pemutihan (bleaching): Sutera seperti halnya wol, menghasilkan
reaksi yang buruk ketika menggunakan zat pemutih klorin seperti sodium
hypochlorite pada prose bleaching sutera. Namun, zat pemutih ringan
hidrogen peroksida atau sodium per borat dapat digunakan untuk sutera.
 Penyusutan: Kain Sutera memiliki penyusutan yang normal yang dapat
dikembalikan dengan cara disetrika. Efek Crepe kain menyusut jauh
ketika di cuci, tapi menggunakan setrika dengan panas yang sedang akan
mengembalikan kain ke ukuran aslinya.
 Pengaruh Panas: Sutera sensitif terhadap panas dan mulai terurai pada
330 ° F (165 ° C). Sehingga Kain sutera harus disetrika saat basah.
 Pengaruh Cahaya: kain sutera akan melemah saat terkena cahaya
matahari. Sutera mentah lebih tahan terhadap cahaya daripada sutera
degummed.
 Resistensi terhadap Jamur: Sutera tidak akan berjamur kecuali
ditempatkan dalam keadaan lembab atau di bawah kondisi kelembaban
tropis yang ekstrim.
 Resistensi terhadap Serangga: Sutera dapat diserang oleh larva atau
ngengat pakaian atau kumbang karpet.
 Reaksi Alkali: Sutera tidak sesensitif seperti wol terhadap alkali, tetapi
bisa rusak jika terkena konsentrasi dan suhu yang tinggi.
 Reaksi Asam: Konsentrat asam mineral akan melarutkan sutera lebih
cepat dari wol. Namun, Asam organik tidak membahayakan sutera.
 Afinitas untuk Pewarna: Serat memiliki daya serap yang baik dan
dengan demikian memiliki afinitas yang baik terhadap zat pewarna.
Sutera yang dicelup memilki ketahanan warna yang baik pada berbagai
kondisi, tetapi ketahanan terhadap cahaya kurang memuaskan.
 Resistensi terhadap Keringat: Keringat dan sinar matahari dapat
melemahkan dan membuat kain sutera menguning. Pakaian sutera yang
dikenakan di sebelah kulit harus dicuci atau dibersihkan dengan baik.

2.2. Zat Warna Asam


Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena
memiliki gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur
molekulnya, Gugus tersebut juga berfungsi untuk mengadakan ikatan
ionic dengan tempat-tempat positif dalam serat wol atau sutera.

Zat warna asam mempunyai satu gugus sulfonat dalam struktur


molekulnya disebut zat warna asam monobasik, sedangkan zat warna
asam yang mempunyai 2 gugus sulfonat disebut zat warna dibasik, beritu
seterusnya.

Karena gugus pelarut zat warna asam dibasik kelarutannya makin


tinggi, akibatnya menjadi lebih mudah rata, namun tahan luntur hasil
celupan terhadap pencuciannya akan berkurang. Selain itu, dibandingkan
zat warna asam monobasik, jumlah maksimum zat warna asam dibasik
yang dapat terserap oleh serat wol atau sutera menjadi lebih kecil,
terutama bila suasana larutan celup kurang bagitu asam, karena pada
kondisi seperti itu, tempat-tempat positif pada bahan terbatas. Jadi untuk
pencelupan warna tua dan kondisi tersebut digunakan zat warna asam
monobasik.Keunggulan lain dari zat warna asal warnannya yang lebh
cerah, hal tersebut karena ukuran partikelnya relatif kecil (lebih kecil dari
zat warna direk).

Struktur kimia zat warna asam bervariasi, antara lain trifenil metan,
xanten, nitro aromatik, azo dan pirazolon. Kebanyakan zat warna asam
jenis azo, sehingga hasil celupnya dapat dilunturkan oleh reduktor.

Penggolongan zat warna asam yang lebih umum adalah


berdasarkan pemakaiinnya, yakni :

a. Zat warna asam celupan rata (Levelling Acid Dyes)


Disebut zat warna asam celupan rata, karena pencelupannnya
mudah rata akibat molekul zat warnanya yamg relatif sangat kecil,
sehingga substantifitasnya terhadap serat relatif kecil, sangat mudah
larut dan warnanya sagat cerah, tetapi tahan luntur warnanya rendah.
Ikatan antara serat dan zat warnannya adalah ikaan ionik,
disamping ikatan zvan der walls. Untuk pencelupan warna tua,
biasanya diperlukan kondisi larutan celup yang sangat asam, yakni
pH 3-4, tetapi untukl zat warna sedang dan muda dapat dilakukan
pada pH 4-5.

b. Zat warna asam Milling


Ukuran molekul zat warna milling agak lebih besar dibandingkan
zat warna asam celupan rata, sehingga afinitas zat warna asam
milling lebih besar dan agak sukar bermigrasi dalam serat, akibatnya
agak sukar mendapatkan kerataan hasil celup.
Tahan luntur warna hasil selupannya lebih baik dari zat warna
asam celupan rata, karena walaupun ikatan antara serat dan zat
warna dengan serat masih didominasi ikatan ionik tetapi ikatan
sekunder berupa gaya Van Der Waals-nya juga relatif mulai cukup
besar(sesuai dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna).
Untuk mencelup zat warna tua, umumnya diperlukan kondisi
lariutan celup pH 4-5, tetapi untuk warna sedang dan muda,
dilakukan pada kondisi pH 5-6 agar hasil celupannya rata.
Penambahan NaCl dalam larutan celup akan berfungsi sebagai
pendorong penyerapan.

c. Zat warna asam Super Milling


Diantara seluruh jenis zat warna asam, ukuran molekulnya paling
besar (tetapi masih lebih kecil daripada ukuran molekul zat warna
direk) sehingga afinitas terhapad serat relatif besar dan sukar
bermigrasi, akibatnya sukar mendapatkan kerataan hasil celupannya,
namun tahna luntur warnanya tinggi.
Tahan luntur yang tinggi diperoleh dari adanya ikatan antara
serat dan zat warna yang berupa ikatan ionik yang didukung oleh
ikatan Van der Waals serta kemuungkinan terjadinya ikatan hidrogen.
untuk pencelupan warna tua, dapat dilakukan pada kondisi larutan
celup pH 5-6, tetapi untuk warna sedang dan muda dapat dilakukan
dengan pH 6-7. Agar resiko belang menjadi lebih kecil, biasanya tidak
diperlukan penambahan NaCl (atau jumlahnya dikurangi), karena
NaCl dalam suasana celup yang kurang asam akan berfungsi
sebagai pendorong penyerapan zat warna.
Dalam pencelupan menggunakan zat warna asam super milling
seringkali sukar untuk menghindarkan terjadinya ketidakrataan. Untuk
itu pada prosesnya ditambahkan perata anionik.

Ukuran partikel zat warna juga menentukan besarnya ikatan


sekunder antara zat warna dengan serat berupa ikatan gaya Van der
Waals, dimana makin banyak elektron dalam molekul (makin besar
ukuran molekul), zat warna makin besar ikatan fisika (Van der
Waals)nya. Oleh karena itu, ketahan luntur hasil pencelupan zat
warna asam levelling lebih rendah bila dibandingkan dengan tahan
luntur hasil celup dengan zat warna asam milling dan super milling. 

2.3. Mekanisme Pencelupan Zat Warna Asam

Zat warna asam dapat mencelup serat wol/sutera karena adanya


tempat – tempat positif pada bahan. Jumlah tempat positif pada bahan
sangat tergantung pada dua faktor yaitu jumlah gugus amida dan jumlah
gugus amina dalam serat serta keasaman dari larutan celup.

Mekanisme terbentuknya tempat – tempat bermuatan positif pada bahan


adalah sebagai berikut :

 Pada suasana netral (pH=7)

Bila serat wol atau sutera dimasukan kedalam air pada suasana
netral sebagian akan terionisasi sebagai berikut :

HOOC – Wol – NH2  OOC – Wol – N+H3  HOOC – wol – H+

 Pada suasana asam

Bila kedalam larutan celup ditambahkan asam maka terbentuk


muatan positif yang nyata pada serat, akibat adanya ion H + yang
terserap guugus amina dari wol atau sutera

HCl  H+ + Cl-

HOOC – Wol – N+H3 + H+ + Cl-  HOOC – Wol – N+H3.... Cl-


2.4. Faktor – Faktor yang Berpengaruh

Pada pencelupan dengan zat warna asam celupan rata,


penambahan elektrolit akan berfungsi menghambat penyerapan zat
warna sedang pada pencelupan dengan zat warna asam celupan netral,
penambahan elektrolit akan berfungsi mempercepat penyerapan.
 Pengaruh Suhu
Kecepatan penyerapan zat warna sangat dipengaruhi oleh sudut. Di
bawah 39 0C hampir tidak terjadi penyerapan. Selanjutnya apabila
suhu dinaikkkan lebih dari 39 0C kecepatan penyerapan bertambah.
Tiap golongan zat warna asam mempunyai suhu kritis tertentu di
mana apabila suhu tersebut telah dilampaui, zat warna akan terserap
dengan cepat sekali.
Sebagai contoh zat warna asam celupan netral pada suhu di bawah
600C hampir tidak akan terserap, tetapi apabila suhu dinaikkan sampai
700C akan terjadi penyerapan dengan cepat sekali, sehingga ada
kemungkinan menghasilkan celupan yang tidak rata

2.5. Zat Pembantu Pencelupan Protein dengan Zat Warna Asam


Zat pembantu yang perlu ditambahkan pada larutan celup antara
lain asam asetat 30% elektrolit (Na2SO4 ; NaCl), dan pembasah. Sedang
untuk proses pencuciannya membutuhkan sabun lunak/netral.
Fungsi masing – masing zat adalah sebagai berikut :
 Asam asetat 30%, berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar
serat bermuatan positif.
 NaCl pada pH > 3 berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna,
sedang pada pH rendah berfungsi sebagai perata.
 Pembasah berfungsi untuk meratakan dan mempercepat proses
pembasahan kain
 Sabun lunak/ netral untuk proses pencucian setelah proses
pencelupan guna menghilangkan zat warna asam yang menempel
dipermukaan serat.
BAB III
ALAT DAN BAHAN
3.1. Alat yang digunakan

 Piala porselen
 Gelas piala
 Gelas ukur
 Pipet
 Pengaduk
 Timbangan
 Gunting
 Bunsen
 Termometer

3.2. Bahan yang digunakan

 Kain wol / sutera


 Zat warna asam (milling)
 Perata anionik
 NaCl
 Sabun lunak / netral
BAB IV
PERCOBAAN
4.1. Diagram Alir

4.2. Skema Proses

4.3. Resep
 Resep Pencelupan

Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV


Jenis zat warna Asam Milling
Metode 1
CH3COOH 30% 5 ml/l
NaCl 5 g/l 10 g/l 15 g/l 20 g/l
Zat Warna 2%
Vlot 1:20

 Resep Pencucian
Sabun netral = 1 cc/l
Vlot = 1 : 20
Suhu = 60oC
Waktu = 15 menit
4.4. Perhitungan Resep

 Berat bahan = 3,8 gram

 Vlot = 1 : 20

 Kebutuhan air = 20 x 3,8 = 76 ml


5
 Asam asetat = x 76 = 0,38 ml
1000
2 100
 Zat warna = x 3,8 = 0,076 x = 3,8 ml
100 2
 NaCl

5
1. Variasi I = x 76 = 0,38 g/l
1000
10
2. Variasi II = x 76 = 0,76 g/l
1000
15
3. Variasi III = x 76 = 1,14 g/l
1000
20
4. Variasi IV = x 76 = 1,52 g/l
1000

4.5. Fungsi Zat

 Asam asetat 30%, berfungsi untuk mendapatkan suasana asam agar


serat bermuatan positif.
 NaCl pada pH > 3 berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna,
sedang pada pH rendah berfungsi sebagai perata.
 Pembasah berfungsi untuk meratakan dan mempercepat proses
pembasahan kain
 Sabun lunak/ netral untuk proses pencucian setelah proses pencelupan
guna menghilangkan zat warna asam yang menempel dipermukaan serat.

4.6. Hasil Percobaan

Variasi I Variasi II Variasi III Variasi IV


4.7. Hasil evaluasi

 Ketuaan warna kain


1. Sampel 1 :1
2. Sampel 2 :2
3. Sampel 3 :4
4. Sampel 4 :3

Keterangan

1 = muda

2 = sedikit tua

3 = tua

4 = sangat tua

 Kerataan Kain
1. Sampel 1 : rata
2. Sampel 2 : rata
3. Sampel 3 : rata
4. Sampel 4 : rata
BAB V

PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini dapat melakukan proses pencelupan wol dan
sutra dengan zat warna asam, pada percobaan ini juga dapat mengetahui
pengaruh konsentrasi NaCl yang digunakan pada saat proses pencelupan wol
dan sutra dengan zat warna asam.

Serat wol dan sutra merupakan serat protein yang strukturnya berupa
polipeptida bersifat hidrofil dan daya serap airnya besar, moisture regain (MR)
wol 16% sedang sutra 11%. Gugus amina ( -NH2) dan karboksil (-COOH) pada
serat protein merupakan gugus fungsi yang berperan untuk mengadakan ikatan
dengan ion zat warna berupa ikatan ionik (elektrovalen).

Serat yang mempunyai gugus karboksilat dengan amina

Zat warna asam termasuk zat warna yang larut dalam air karena
mempunyai gugus pelarut sulfonat atau karboksilat dalam struktur molekulnya.
Gugus tersebut juga berfungsi sebagai gugus fungsi untuk mengadakan ikatan
ionik dengan tempat tempat positif.

Pada percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil kerataan yang


rata hal ini disebabkan karena pada saat pencelupan menggunakan zat warna
asam millig, zat warna asam milling ini walaupun ikatan antara serat dan zat
warna dengan serat masih didominasi ikatan ionik tetapi sumbangan ikatan
sekunder berupa gaya Van Der Waalsnya juga relatif cukup besar (sesuai
dengan makin besarnya ukuran partikel zat warna) sehingga hasil celupan rata.

Dan hasil ketuaan pada percobaan ini variasi 3 yang menggunakan


kosentrasi NaCl sebesar 1,14 g/l memiliki ketuaan warna yang paling tua dari
variasi yang lainya, hal ini disebabkan oleh pengaruh konsentrasi NaCl yang
digunakan semakin besar konsentrasi NaCl yang digunakan maka hasil ketuaan
warna akan semakin tua, karena NaCl ini berfungsi sebagai pendorong
penyerapan. Tetapi pada variasi 4 yang konsentrasi NaClnya lebih banyak dari
variasi 3 yaitu 1,52 g/l menghasilkan ketuaan warna lebih muda dari variasi 3
yang menggunakan konsentrasi NaCl sebesar 1,14 g/l hal ini karena pada variasi
3 telah mencapai titik optimum sehingga penambahan konsentrasi NaCl tidak
akan berpengaruh.
BAB VI

KESIMPULAN
Pada proses pencelupan wol dan sutera dengan zat warna asam dengan variasi
konsentrasi NaCl dapat disimpulkan bahwa :

 Hasil celupan yang memiliki ketuaan warna paling tua terdapat pada variasi
3 yaitu yang menggunakan konsentrasi NaCl sebesar 1,14 g/l
 Hasil celupan dari semua variasi memiliki kerataan yang rata (tidak belang)
DAFTAR PUSTAKA
Dede Karyana,S.Teks.M.Si., Dkk., Pedoman Praktikum Teknologi
PencelupanI, Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil, Bandung, 2004
Ir. Rasjid Djufri M.Sc.,Dkk., Teknologi Pengelantangan, Pencelupan
dan Pencapan, Institute Teknologi Tekstil Bandung, 1976
http://nadyalestari.blogspot.co.id/2011/04/kimia-zat-warna-zat-warna-
asam.html

Anda mungkin juga menyukai