Pembimbing,
1
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan referat mengenai penyakit Osgood-Schlatter. Adapun tujuan
pembuatan tugas ini untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh kepanitraan
klinik Bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara pada periode 22
Oktober – 25 November 2018 di Rumah Sakit Husada Jakarta.
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr Lisa
Irawati, Sp. Rad yang telah membimbing dalam penyusunan referat ini.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya
waktu dan kemampuan yang tersedia. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik
yang kiranya dapat membangun, demi kesempurnaan referat ini. Saya berharap referat ini dapat
berguna untuk kita semua. Atas perhatian dan dukungannya saya ucapkan terima kasih.
Derian Irawan
2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemuda-pemuda sekarang banyak melakukan aktivitas fisik olahraga sebagai aktivitas rutin,
bahkan olahraga merupakan salah satu mata pelaaran wajib yang diajarkan di sekolah-
sekolahan dari TK sampai dengan SMA. Maka karena itu, ada baiknya kita mengetahui tentang
salah satu penyakit yang dapat terjadi terhadap kelompok-kelompok pemuda yang sering
berolahraga tersebut yaitu penyakit Osgood-Schlatter. 1
Osgood-Schlatter merupakan penyakit cedera avulsi kronis pada anak-anak dan remaja
dimana terbentuk banyak mikroalvusi terutama pada daerah insersio tendon patella di tulang
tibia (tuberositas tibia) akibat kontraksi otot quadriceps femoris berulang. Traksi berulang pada
tendon patella pada usia muda (10-15tahun) dapat menyebabkan banyak terjadinya mitroalvusi
akibat masih banyaknya jaringan tulang rawan di tuberositas tibia pada usia tersebut.
Mikroalvusi tersebut juga dapat disertai dengan inflamasi tendon dan jika proses tersebut terus
berulang maka akan menyebabkan penonjolan tuberositas tibia akibat terbentuknya tulang baru
dibawah lokasi mikroavulsi. 1,2
Penyakit Osgood-Schlatter 3x (bahkan ada buku yang mengatakan 5x) lebih sering
terjadi pada lelaki, terutama pada mereka yang sering mengikuti olahraga sepak bola, basket,
senam dan sejak usia muda namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada anak-anak
yang tidak sering berolahraga. 25% dari kasus penyakit ini terjadi bilateral.1
Penyakit ini merupakan self limitting disease, namun 10% dari penderitanya tetap
mengeluhkan nyeri pada sendi lutut bagian depan pada saat naik atau turun tangga, jongkok,
dan melompat yang membaik saat istirahat. Keluhan ini biasanya tetap ada walaupun sudah
dilakukan terapi rehabilitasi dan penggunaan obat-obatan. Dari sisi estetika pun juga dapat
menggaggu pada sebagian orang akibat timbulnya benjolan pada daerah tuberositas tibia.1
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Femur
2 Quadriceps femoris muscle
3 Suprapatellar bursa and articular cavity
Gambar 2.1 Anatomi tulang tibia dan fibula.3 4 Patella
5 Articular cartilage of femur
6 Infrapatellar fat pad
7 Patellar ligament
8 Tibia
9 Tibial nerve
10 Adductor magnus muscle
11 Popliteal vein
12 Semitendinosus muscle
13 Semimembranosus muscle
14 Popliteal artery
15 Gastrocnemius muscle
16 Anterior cruciate ligament
17 Posterior cruciate ligament
18 Popliteus muscle
19 Soleus muscle
20 Lateral epicondyle of femur
21 Fibular collateral ligament
22 Head of fibula
23 Fibula
24 Articular cavity of knee joint
25 Lateral meniscus of knee joint
26 Lateral condyle of tibia
27 Tibiofibular joint
4
Gambar 2.2 Anatomi tulang tibia normal pada X ray (kiri). 4
2.2 Definisi
Osgood-Schlatter merupakan penyakit cedera avulsi kronis pada anak-anak dan remaja dimana
terbentuk banyak mikroalvusi terutama pada daerah insersio tendon patella di tulang tibia
(tuberositas tibia) akibat kontraksi otot quadriceps femoris berulang. Traksi berulang pada
tendon patella pada usia muda (10-15tahun) dapat menyebabkan banyak terjadinya mitroalvusi
akibat masih banyaknya jaringan tulang rawan di tuberositas tibia pada usia tersebut.
Mikroalvusi tersebut juga dapat disertai dengan inflamasi tendon dan jika proses tersebut terus
berulang maka akan menyebabkan penonjolan tuberositas tibia akibat terbentuknya tulang baru
dibawah lokasi mikroavulsi. 1,2,5
5
Gambar 2.4 Gambaran skematis penyakit Osgood-Schlatter.1
2.3 Epidemiologi
Penyakit ini muncul dengan tingkat kejadian 4,5% pada anak-anak usia 10-15 tahun. Bila anak
tersebut sering melakukan olahraga berupa sepak bola, basket senam, ballet dan lari jarak
pendek (resiko tinggi) maka angka kejadian tersebut meningkat menjadi 21%. Laki-laki 3 kali
lebih sering mengidap penyakit ini. Penyakit bilateral pada sekitar 25% pasien. Onset untuk
penyakit Osgood-Schlatter ini berbeda terganduk jenis kelamin dimana perempuan biasanya
memiliki onset pada usia yang lebih muda (laki-laki 10-15 tahun; perempuan 8-12 tahun).1,4
Sebuah penelitan yang dilakukan oleh Kujala et al didapatkan dari 412 atlet yang datang
ke klinik olahraga dengan keluhan, 68 diantaranya dengan rentang usia rata-rata 13,1 tahun
didagnosis penyakit ini. Pasien-pasien yang terdiagnosis penyakit Osgood-Schlatter tersebut
tidak mengikuti kegiatan atletik mereka selama 3 bulan. Kujala et al juga melakukan penelitian
pada 389 siswa sekolah dan didapatkan bahwa 12,9% siswa mengaku mereka terdiagnosis
penyakit Osgood-Schlatter oleh dokter keluarga.6
6
2.5 Etiopatologis dan Patogenesis
Tuberositas tibia adalah perpanjangan dari epifisis tibia proksimal dan tempat menempelnya
tendon patella pada anak-anak dengan tulang yang masih imatur. Kekakuan otot-otot terutama
otot quadriceps femoris akan timbul ketika terjadi pertumbuhan cepat tulang femur. Pada
proses ini, tuberositas tibia rentan sekali terhadap mikroalvusi dan apabila pasien sering
melakukan kegiatan yang menyebabkan stress berlebih dan berulang pada bagian lutut (seperti
sepak bola, basket, lari jarak dekat, senam dan balet) maka traksi berulang akan terjadi dan
menyebabkan iritasi pada tendon patella di daerah insersionya serta mikroavulsi pada
tuberositas tibia. Akibat proses pertumbuhan tulang yang cepat saat terjadinya cedera avulsi
tersebut, maka akan tumbuh tulang dibawah lokasi mikroavulsi yang menyebabkan tampilan
klinis yang terlihat saat inspeksi berupa penonjolan tuberositas tibia.1,7
7
Gambar 2.5 Kumpulan foto X ray pada lutut pengidap penyakit Osgood-Schlatter.4
8
Gambar 2.6 Gambaran penyakit Osgood-Schlatter pada pemeriksaan USG.4
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sensitif dan spesifik dibandingkan
yang lain. Pemeriksaan MRI akan tampak pembengkakan jaringan lunak pada bagian anterior
tuberositas tibia, hilangnya sudut lancip dari bantalan lemak infrapatella (Hoffa’s fat pad),
penebalan dan edema dari tendon patella inferior, bursitis infrapatella (clergyman’s knee), dan
dapat juga terlihat edema sumsum tulang pada bagian tuberositas tibia.4
9
Gambar 2.7 Gambaran penyakit Osgood-Schlatter pada pemeriksaan MRI.4
10
Gambar 2.10 Fraktur Avulsi
tuberositas tibia.4
2.8 Tatalaksana
Penyakit ini termasuk self-limiting disease dan umumnya hilang sendiri dalam 12-24 bulan
dengan mengistirahatkan kaki yang bermasalah. Gejala biasanya hilang setelah tulang matur.
Terapi yang diberikan biasanya hanya merupakan terapi suportif menggunakan kompres es.
Jika kondisi parah, maka dapat menggunakan alat bantu jalan untuk mengurangi beban tubuh
pada sisi lutut yang sakit. Pasien dianjurkan untuk mengistirahatkan sendi lutut yang sakit dan
menghindari aktivitas yang memerlukan banyak pergerakan sendi lutut dan olahraga selama
paling sedikit 2 minggu setelah bebas nyeri. Melakukan peregangan otot-otot quadrisep dan
hamstring selama periode istirahat juga tampak membantu menghilangkan kekakuan otot-otot
tersebut sehingga mencegah terjadinya rekurensi.5
Terapi Suportif
Menggunakan kompres air dingin pada bagian lutut yang sakit setiap 3 sampai 4 jam sekali
selama 20 menit. Selama mengompres, kaki sebaiknya disangga menggunakan bantal pada
saat duduk atau berbaring. Pasien juga dapat menggunakan knee brace yang telah disesuaikan
dengan lutut dan kondisi pasien walaupun ini lebih jarang digunakan.2
Rehabilitasi
Hamstring stretch on wall
Posisi tidur telentang dengan kaki mengarah ke pintu, regangkan sisi kaki yang tidak sakit
melewati pintu, sedangkan sisi yang sakit diangkat dan disandarkan sedekat mungkin pada
dinding sehingga hamper membentuk sudut 90 derajat dengan dinding. Tahan posisi tersebut
selama 15 sampai 30 detik, ulangi sebanyak 3 kali. 2
11
Standing calf stretch
Berdiri menghadap dinding dengan tangan menempel pada dinding setinggi mata seolah-olah ingin
mendorong dinding tersebut. Kaki yang sakit diposisikan di depan kaki yang tidak sakit dengan
tumit menempel pada lantai, sedangkan kaki yang satunya menapak dibelakan kaki yang sakit
dengan posisi ujung kaki diputar kearah medial, lalu tekan badan kearah dinding sambil
mempertahankan posisi sampai terasa tarikan pada otot betis. Tahan selama 15 sampai 30 detik,
lalu kembali ke posisi semula, ulangi sebanyak 3 kali. 2
Quadriceps stretch
Berdiri meyamping dengan jarak 1 lengan dari dinding dengan kaki yang tidak sakit berada di
sebelah dinding. Muka menghadap ke depan, lalu tahan badan dengan menggunakan satu tangan
dan tangan satunya lagi memegang pergelangan kaki yang sakit dan menariknya ke arah bokong
tanpa menekuk punggung. Tahan selama 15 sampai 30 detik, ulangi sebanyak 3 kali. 2
12
Straight leg raise
Posisi tidur telentang dengan kaki lurus, tekuk lutut kaki yang tidak sakit membentuk sudut hampir
90 derajat, dengan posisi kaki yang sakit tetap lurus. Angkat kaki yang tidak sakit setinggi 8 inci
dari lantai, lalu turunkan secara perlahan, ulangi sebanyak 15 kali. 2
13
Knee stabilization
Lingkari bagian pergelangan kaki yang tidak sakit dengan sebuah selang plastik, buat simpul dan
tutup pintu lalu lakukan gerakan-gerakan berikut: 2
1. dengan menghadap ke pintu, tekuk lutut yang sakit ke belakang sampai terasa regangan pada
otot betis, tahan posisi ini selagi kaki yang terikat bergerak berlawanan arah, ulangi sebanyak 15
kali
2. putar 90 derajat sehingga kaki yang tidak terikat berada paling dekat dengan pintu, gerakkan
kaki yang terikat menjauhi sumbu tubuh, ulangi sebanyak 15 kali.
3. putar 90 derajat, sehingga membelakangi pintu, gerakkan kaki yang terikat kearah depan, ulangi
sebanyak 15 kali.
4. putar 90 derajat, sehingga kaki yang terikat berada paling dekat dengan pintu, gerakkan kaki
yang terikat ke arah depan dan belakang, ulangi sebanyak 15 kali.
Pasien dapat pula menggunakan kursi sebagai pegangan jika merasa tidak stabil.. 2
14
Clam exercise
Berbaring miring dengan posisi tangan seperti Side-lying leg lift, kaki yang tidak sakit di bawah
dengan kedua sendi panggul dan lutut menekuk. Perlahan angkat kaki yang sakit dengan menjaga
agar tumit kedua kaki saling menempel, tahan selama 2 detik lalu turunkan secara perlahan, ulangi
sebanyak 15 kali. 2
Terapi Obat-obatan
Selain terapi rehabilitasi dan suportif, dapat juga diberikan obat-obatan golongan NSAID untuk
mengurangi rasa nyeri dan reaksi inflamasi, tetapi ini hanya simtomatik dan tidak membantu dalam
proses penyembuhan dan pemendekkan durasi sakit. Penggunakan injeksi kortikosteroid
intraartikular tidak disarankan karena dapat menyebabkan atrofi jaringan. Hindari pula imobilisasi
jangka panjang karena dapat menyebabkan kekakuan otot.1
Terapi Bedah
Operasi tidak dianjurkan, terutama pada pasien muda yang tulangnya masih dalam proses
pertumbuhan karena dapat mengganggu pertumbuhan tulang tersebut. Bila lempeng epifisis pasien
sudah menutup dan keluhan nyeri masih menetap walaupun sudah menjalani terapi lainnya, maka
operasi baru dapat diindikasikan.1
2.9 Komplikasi
Komplikasi penyakit ini hampir tidak ada namun pada beberapa pasien didapatkan adanya
keluhan nyeri yang menetap saat menekuk lutut sehingga dapat mengganggu aktivitas. Jika
dilakukan operasi untuk maka dapat muncul beberapa komplikasi sseperti infeksi, kosmetik
buruk, serta gangguan pertumbuhan tulang (bila dilakukan dilakukan pada pasien dengan
lempeng epifise yang belum menutup). Sebuah penelitian menunjukkan bahwa didapatkan
penonjolan tulang yang sangat terlihat pada 55% pasien setelah menjalani operasi dan 3
diantaranya harus menjalani operasi ulang akibat nyeri pada penonjolan tulang.1,8
15
2.10 Pencegahan
Pencegahan pada penyakit ini sangat sulit dilakukan, terutama pada anak-anak yang aktif
berolahraga, cara terbaik untuk mencegah penyakit ini adalah dengan melatih otot-otot kaki,
pemanasan yang baik dan tepat sebelum melakukan aktivitas terutama pada otot paha,
hamstring, dan betis dapat sangat membantu. Selain itu dapat diberi edukasi agar pasien dapat
sadar dan beristirahat dari melakukan aktivitas bila suatu saat nyeri pada lutut muncul.2
2.11 Prognosis
Prognosis cukup baik dengan umumnya pasien mengalami remisi total saat usia 14 tahun untuk
perempuan dan 16 tahun untuk laki-laki, namun beberapa dari pasien didapati keluhan nyeri
menetap saat menekuk lutut yang dapat mengganggu aktivitas. Hal lain yang harus
diperhatikan adalah pada pasien-pasien yang menjalani terapi operasi dimana pada 55% pasien
didapati penonjolan tulang yang sangat terlihat setelah operasi dan 3 diantaranya harus
menjalani operasi ulang akibat nyeri pada penonjolan tulang.1
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Gregory RJ. Osgood Schlatter Disease. In Young CC, editor. 2017 (cited 2018 Nov).
available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1993268-overview.
2. White T, Clapis P. Osgood Schlatter Disease. RelayHealth.;2011.
3. Rohen JW, Yokochi C, Lotjen-Drecoll E. Lower Limb. Color Atlas of Anatomy. 7th ed.
Schattauer GmbH. Hölderlinstraße 3, 70174 Stuttgart, Germany;2011. p. 440-65.
4. Bell DJ, Gaillard F. Osgood Schlatter Disease. (cited 2018 Nov). available from:
https://radiopaedia.org/articles/osgood-schlatter-disease.
5. Indiran V, Jagannathan D. Osgood Schlatter Disease. The New England Journal of
Medicine. N Engl J Med 2018; 378:e15 DOI: 10.1056/NEJMicm1711831. 2018 (cited 2018
Nov). available from: https://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMicm1711831.
6. Kujala et al. Osgood-Schlatter's disease in adolescent athletes, Retrospectivestudy of
incidence and duration.1985.Am J Sports Med 13(4): 236–41.
7. Sarkissian EJ, Lawrence JTR. Osgood Schlatter Disease and Sinding Larsen Johansson
Syndrome. In: Behrman RE, editor. Nelson textbook of Pediatrics. 20th ed. Elsevier. 1600
John F. Kennedy Blvd.Ste 1800, Philadelphia:2016. p. 3271-2.
8. Antich TJ, Brewster CE. Osgood-Schlatter Disease: Review of Literature and Physical
Therapy Management. THE JOURNAL OF ORTHOPAEDIC AND SPORTS PHYSICAL
THERAPY. 1985 (cited 2018 Nov). available from:
https://www.jospt.org/doi/pdf/10.2519/jospt.1985.7.1.5.
18