Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori

2.1 Anatomi Collumna Vertebrae

Keterangan:

1.Cervical

2.Thoracic

3.Lumbal

4.Sacrum

5.Coccyx

6.Cervical curve(convex anteriorly)

7.Thoracic curve (concave anteriorly)

8.Lumbal curve (convex anteriorly)

9.Pelvic curve (concave anteriorly)

Gambar 2.1 Anatomi Collumna Vertebrae (Merril’s Atlas of


Radiographic Positioning 2007)
Collumna vertebrae atau tulang belakang membentuk sebuah poros tengah
kerangka tubuh dan berpusat pada midsagital bagian belakang tubuh. Collumna
vertebrae berfungsi membungkus dan melindungi sum-sumtulang belakang,
bertindak sebagai penyokong tubuh, mendukung tegaknya kepala pada bagian
belakang dan menyediakan tempat melekatnya otot-otot pada punggung dan
melekatnya tulang rusuk pada bagian lateral (W.Ballinger dan D.Frank, 1999).
Collumna vertebrae terdiri dari segmen tulang kecil yang disebut
dengan vertebrae. Disk fibrokartilitasi berfungsi sebagain bantalan. Collumna
vertebrae disatukan oleh beberapa ligament sehingga terbentuk sambungan yang
melengkung yang menyebabkan dia memiliki fleksibilitas dan ketahanan yang cukup
besar.Collumna vertebrae terbentuk dari 33 ruas, yang terdiri atas: Collumna
vertebrae cervikalis 7 ruas, collumna vertebrae thoracalis 12 ruas, collumna
vertebrae lumbalis 5 ruas, collumna vertebrae sacralialis 5 ruas dan os coxygis 4 ruas
(Bontrager, 2005)

Menurut Lampignano & Kendrick (2018), kolumna vertebraterdiri dari 5(lima) bagian
utama, antara lain:
a. Body
Body atau tubuh adalah bagian dari kolumna vertebra yang terbagi lagi
menjadi beberapa bagian, yaitu bagian anterior yang tebal dan berfungsi
untuk menahan beban serta bagian superior dan inferior yang tebal dan
kasar untuk tempat melekatnya diskus intervertebralis(Lampignano
and Kendrick 2018).
b. Arkus Vertebra(Vertebral Arch)
Arkus vertebra adalah bagian berbentuk cincin atau lengkungan tulang
yang memanjang kearah posterior dari corpus vertebra. Permukaan
posteriornya membentuk lubang melingkar yang disebut foramen
vertebralis yang didalamnya terdapat sumsum tulang belakang. Saat
beberapa vertebra tertumpuk, foramen vertebra akan membentuk lubang
seperti tabung yang disebut kanal vertebra yang berfungsi untuk
membungkus dan melindungi sumsum tulang belakang (Lampignano and
Kendrick 2018). Di sekitar arkus vertebra terdapat pedikel yang
memanjang kearah posterior di masing-masing kedua sisi bagian arkus
vertebra, sedangkan bagian posteriordari arkusvertebratersusun oleh
lapisan yang disebut lamina. Setiap lamina memanjang kearah masing-
masing pedikel untuk bertemu dan bersatu di garis tengah. Terdapat
pula prosesus spinosus yang merupakan bagian paling posterior dari
vertebra(Lampignano and Kendrick 2018).

c. Sendi di kolumna vertebra


Selain corpus dan arkus vertebralis, persendian merupakan aspek penting
ketiga dari kolumna vertebralis. Beberapa sendi yang terdapat di kolumna
vertebra antara lain:

1) Intervertebral Joints
Intervertebral Joints atau sendi intervertebralis adalah sendi
amphiarthrodial yang ditemukan di antara tubuh vertebra. Diskus
intervertebralis yang terletak di sendi ini terikat dengan badan
vertebra yang berdekatan dan berfungsi sebagai stabilitas tulang
belakang, serta sebagai fleksibilitas dan pergerakan kolumna
vertebra (Lampignano and Kendrick 2018).

2) Zygapophyscal Joint
Zygapophyscal Jointadalah empat proses articular (articular
processes)yang terlihat menonjol dari persimpangan pedikel dan
lamina. Istilah facet(fas’-et) terkadang disebut juga dengan istilah
Zygapophyscal Joint, akan tetapi facet sebenarnya hanya
merupakan permukaan artikulasi bukan seluruh superioratau inferior
proses articular. Zygapophyscal Joint disebut juga dengan istilah
sendiapophysealyang lebih tua (Lampignano & Kendrick, 2018).

3) Costal Joint
Costal joint atau sendi kosta adalah sendi yang terletak di sepanjang
kolumna vertebra. Di daerah thoraks, 12 ribs berartikulasi dengan
prosesus transversus dan badan vertebra. Artikulasi tulang rusuk ke
vertebrathoraks ini yang disebut dengan costal joint atau sendi kosta
(Lampignano & Kendrick, 2018).
d. Foramen Intervertebralis
Foramen intervertebralis adalah lubang yang terbentuk karena
penyempitan superiorvertebral notch dan inferior vertebral notch.Di
sepanjang permukaan atas setiap pedikel terdapat area berbentuk
setengah bulan (half-moon-shaped) yang disebut dengan
superiorvertebral notch, sedangkan di sepanjang permukaan bawah
setiap pedikel juga terdapat area berberntuk setengah bulan lainnya (half-
moon-shaped)yang disebut inferior vertebral notch. Ketika vertebra
bertumpuk, superiorvertebral notch dan inferior vertebral notchakan
berada pada satu garis dan membentuk foramen intervertebralis. Oleh
karena itu, di antara setiap dua vertebra terdapat dua foramen
intervertebralis yang disetiapsisinya dilalui oleh saraf tulang belakang
dan pembuluh darah yang penting (Lampignano & Kendrick, 2018).
e. Diskus Intervertebralis
Diskus intervertebralisadalah salah satu bagian dari vertebrayang
dipisahkan oleh diskus fibrokartilaginosa yang kuat dan terletak di antara
setiap dua kospus vertebra, kecuali di antara vetebra cervical pertama
dan kedua karena vertebra cervical pertama tidak memiliki korpus. Diskus
fibrokartilaginosa berfungsi untuk memberikan bantalan yang kuat di
antara vertebrayang dapat membantu meredam goncangan selama
pergerakan vertebra. Setiap diskusintervertebralis terdiri darifibrous atau
serat dibagian luar yang disebut dengan annulus fibrosus dan bagian
dalam yang lembut disebut dengan nucleus pulposus (Lampignano &
Kendrick, 2018).

2.2 Anatomi Vertebra Lumbal

Vertebra lumbal adalah vertebra dengan ukuran terbesar dan berjumlah


lima.vertebra lumbal juga merupakan bagian dari kolumna vertebra yang terkuat
karena semakin ke bagian bawah ukurannya semakin besar (Lampignano &
Kendrick, 2018).

Vertebra lumbal mempunyai processus spinosus yang lebar dan berbentuk


seperti kapak kecil dan processus transversus yang panjang dan ramping. Pada
ruas kelima membentuk sendi dengan sacrum yang disebut dengan sendi
lumbosacral (lumbosacral joint) (Pearce, 2013).

Beberapa ciri khas dari vertebra lumbal yaitu memiliki korpus yang besar dan
berbentuk seperti ginjal, memiliki foramen intervertebrata yang lebar dan berbentuk
seperti segitiga yang berfungsi untuk menampung perbesaran dari sumsum tulang
belakang, memiliki prosesus spinosus yang pendek, datar, dan berbentuk segi
empat, seta tidak memiliki foramen transversaldan costae facet (Wineski, 2019).

Berikut adalah gambaran struktur vertebra lumbal apabila dilihat dari aspek
superior dan lateral:

Keterangan:

1. Spinous process
2. Pars Interarticularis
3. Accessory process
4. Superior articular
process
5. Vertebral Foramen
6. Body
7. PedicleMammillary
process
8. Transverse process
9. Transverse Process
10.Lamina

Gambar 2.2 Anatomi Lumbal Superior view (Merril’s Atlas of Radiographic


Positioning 2007)

keterangan:

1. Superior vertebral
notch
2. Superior articular
process
3.Transverse process
4. Inferior articular
process
5. Spinous process
6. Lamina
7. Facet
8. Pedicle
9. Notch Vertebral
10.Body
Gambar 2.3 Anatomi Lumbal lateral view(Merril’s Atlas of Radiographic
Positioning 2007)

2.3 Patologi Klinis

Gambar 2.4 Spine scoliosis anterior view (Merril’s


Atlas of Radiographic Positioning 2007)

Scoliosis adalah kelengkungan ke arah lateral pada tulang belakang yang


abnormal atau berlebihan. Pada kondisi normal, kolumna vertebra cenderung hampir
lurus atau hanya sedikit kelengkungan ke arah lateral, sedikit kelengkungan ke
arah lateral ini terjadi di daerah thoraks pada orang dewasa yang sehat.
Scoliosis adalah jenis masalah yang serius dan ditandai dengan kelengkungan ke
arah lateral membentuk huruf “S” yang cukup jelas. Scoliosisdapat menyebabkan
deformitasatau kelainan bentuk tulang yang parah pada seluruh thoraks. Efek dari
scoliosis dapat dilihat jelas pada tulang belakang bagian bawah dandapat
membuat panggul miring serta berakibat jalan yang pincang atau tidak rata
(Lampignano & Kendrick, 2018).
Skoliosis merupakan suatu kelainan tulang belakang dimana adanya
kelengkungan lateral yang tidak normal dari kolom vertebral dengan beberapa
rotasi terkait dari korpus vertebral yang melengkung. Kelainan struktur tulang
belakang umumnya poros tengah tulang belakang agak menyimpang, sehingga
terlihat lebih berat ke satu sisi tubuh. Kelainan struktur ini biasanya membentuk
kurva huruf S atau C. Pada tahapan awal, skoliosis tidak menimbulkan rasa sakit,
karena itu para penderita cenderung tidak menyadarinya. Rasa sakit baru
dialami setelah mencapai tingkat kerusakan parah pada columna vertebrae.Salah
satu yang menjadi penyebab dari scoliosisyaitu penggunaan tas ransel yang
memiliki beban berlebihan karna dapat mempengaruhi postur tubuh dan otot-otot
tubuh yang berada di bagian punggung akan mulai condong ke sisi kontralateral
untuk memberikan keseimbangan bagi tubuh sehingga tubuh akan memiliki
bentuk scoliosis karna ketidakseimbangan otot-otot inilah menyebabkan postur
tubuh berubah serta jenis penggunaan tas juga akan mempengaruhi postur tubuh
karena aktivitas asimetris otot punggung dan akan mempengaruhi otot rektus
abdominis (Erawan, Wahjuni dan Hargono, 2017). Batasan beban maksimal
penggunaan ransel untuk anak yang berumur 7-16 th yaitu 10 persen dari berat
badan (Zakeri et al., 2016)

a.Jenis Skoliosis

Jenis skoliosis paling umum dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu :

1) Skoliosis Struktural

Skoliosis struktural adalah suatu kelengkungan lateral vertebra yang non


reversible atau tidak dapat kembali seperti normalnya. Biasanya disebabkan
karena pertumbuhan tulang belakang yang tidak normal.

2) Skoliosis Non Struktural Skoliosis non struktural adalah skoliosis reversible


atau dapat kembali seperti semula. Biasanya disebabkan oleh kebiasaan yang
tidak baik seperti membawa beban berat pada salah satu sisi saja dan postur
badan yang tidak bagus seperti kebiasaan membengkokkan badan.

b. Penyebab Skoliosis

Penyebab dan patogenesis skoliosis belum dapat ditentukan dengan pasti.


Kemungkinan penyebab pertama ialah genetik, penyebab kedua ialah postur dan
penyebab ketiga ialah abnormalitas anatomi vertebra dimana lempeng epifisis pada
sisi kurvatura yang cekung menerima tekanan tinggi yang abnormal
sehingga mengurangi pertumbuhan, sementara pada sisi yang cembung
menerima tekanan lebih sedikit, yang dapat menyebabkan pertumbuhan
yang lebih cepat. Penyebab keempat ialah ketidakseimbangan dari
kekuatan dan massa kelompok otot di punggung. (Pelealu dkk., 2014).

Skoliosis dapat diklasifikasikan menjadi idiopatik, fungsional, neuromuskuler


dan degeneratif. Idiopatik, yang paling umum yaitu pada wanita terutama yang
berusia muda, dapat dibagi menjadi infantile, juvenile, dan adolescent. Skoliosis
adolescent terjadi pada orang berusia 10 atau lebih dengan kelengkungan tidak
normal dan penyebab tidak diketahui. Skoliosis fungsional terjadi karena
masalah di luar tulang belakang, seperti satu kaki lebih pendek daripada yang
lain yang diakibatkan karena kompensasi tubuh secara alami (Eisenberg dan Johnson,
2016).

1) Kongenital(bawaan), Skoliosis kongenital adalah tulang belakang yang


tidak tumbuh secara normal, terjadinya kegagalan pembentukan tulang belakang
yang menyebabkan deformitas tulang belakang.

2)Neuromuskoler kelainan yang disebabkan karna terganggunya disfungsi


sistem saraf pusat, motorik atau sensorik dan gangguan otot.

3) Idiopatik, skoliosis yang tidak diketahui penyebabnya yang dikategorikan


dalam 4 kategori yaitu idiopatik anak, remaja remaja yang sedang pubertas
dan dewasa.

Derajat kurva kelengkungan terbagi menjadi beberapa macam. Klasifikasi derajat


kurva kelengkungan skoliosis adalah Skoliosis ringan, skoliosis sedang, skoliosis
berat subklasifikasi menjadi skoliosis anak(pada anak sejak lahir hingga usia 3
tahun),skoliosis remaja (usia 10-19 tahun). Pada orang dewasa, perkembangan
skoliosis mungkin disebabkan oleh disk degeneratif penyakit.

a) Skoliosis ringan, merupakan skoliosis dengan kemiringan kurang dari 20


derajat tidak memerlukan pengobatan atau perawatan yang khusus melainkan
selalu rutin melakukan pemeriksaan kepada dokter orthopedi sehingga dapat
mengetahui perkembangan dari kelengkungannya seiring perkembangan
terjadi.

b) Skoliosis sedang,merupakan skoliosis dengan kemiringan 20-40 derajat


yang mulai terjadinya perubahan struktural vertebraedan costae. Dokter
akan menganjurkan pasien menggunakan brace.

c) Skoliosis berat,merupakan skoliosis dengan kelengkungannya sudah


melebihi 40 derajat dan berkaitan terhadaprotasi vertebrae yang lebih besar
disertai rasa sakit nyeri dan jika kurva kelengkungan sudah melebihi 60
derajat maka akan menyebabkan penekanan pada daerah jantung.
2.4. Prosedur Pemeriksaan Radiografi

Pemeriksaan vertebralis dengan klinis skoliosis memiliki proyeksi yang sangat


bervariasi tergantung pada tahap penyakit, usia pasien, pengobatan, dan preferensi
ahli bedah ortopedi (Clark, 2005).
2.4.1 Persiapan Alat dan Bahan
Menurut Lampignano & Kendrick(2018), peralatan yang diperlukan untuk
pemeriksaan radiografi pada klinis skoliosis antara lain:
a) Pesawat sinar-x dengan bucky stand
b) IR (Image Receptor)ukuran 35 x 43 cm (14 x 17 inchi) untuk pasien
normal, atau 35 x 90 cm (14 x 36 inchi) untuk pasien yang tinggi.
c) Grid
d) Marker R/L
e) Breast and gonald shield
2.4.2 Persiapan Pasien
Pada pemeriksaan skoliosis tidak ada persiapan khusus hanya
pasien dipersilahkan melepaskan pakaian bagian atas serta benda-benda
yang akan mengganggu hasil radiograf dan berganti dengan baju pasien.
Penjelasan prosedur dan jalannya pemeriksaan juga merupakan hal yang
sangat penting pada persiapan pasien sebelum dilakukan pemeriksaan ini
(Lampignano dan Kendrick, 2018).

2.4.3 Teknik Pemeriksaan


Menurut (Lampignano & Kendrick, 2018), pemeriksaan radiografi pada kasus
skoliosis menggunakan proyeksi rutin PA erect dan lateral, sedangkan proyeksi
special yang digunakan adalah proyeksi PA (metode ferguson) dan AP (R dan
L bending)
1) Proyeksi Postero Anterior (PA) (ALTERNATIF)
a) Tujuan : Untuk menentukan derajat dan tingkat keparahan skoliosis
b) Posisi pasien : Erect menghadap bucky stand
c) Posisi objek :
(1)Mengatur MSP(Mid sagital plane) tubuh pada pertengahan kaset
(2)Meletakan kedua tangan disamping tubuh
(3)Memastikan tidak ada rotasi dari thorak dan pelvis
(4)Batas bawah 1 - 2 inci dibawah crista iliaka
d) Pengaturan Sinar :
(1)Arah Sumbu Sinar : Tegak lurus kaset
(2)Titik Bidik : Pada pertengahan kaset
(3)FFD (focus film distance): 102 – 153 cm
e) Eksposi : Ekspirasi tahan nafas
f) Kriteria Radiograf
1)Tampak vertebra thorakal dan lumbal mencakup 1 - 2 inchi dibawah crista
illiaca
2)Tidak ada rotasi (ditandai dengan vertebra thorakal dan lumbal dengan
prosesus spinosus berada pada midline vertebra dan simetris antara kedua
illiac wing)
3)Jelas menunjukan batas tepi dan trabekular tulang vertebra thorakal dan
lumbal, tidak ada gerakan
Gambar 2.5 Proyeksi PA(Lampignano dan Kendrick, 2018).

2) Proyeksi Lateral Erect


a. Tujuan : Untuk melihat patologi spondylolisthesis, derajat sudut kifosis atau
lordosis
b. Posisi pasien : Lateral erect
c. Posisi objek :
(1)Mengatur MCP(Mid Coronal Plane) tubuh pada pertengahan kaset
(2)kedua tangan di kedepankan
(3)Memastikan tidak ada rotasi dari thorak dan pelvis
(4)Batas bawah 1 - 2 inci dibawah crista iliaka
d. Pengaturan Sinar :
(1)Arah Sumbu Sinar : Tegak lurus kaset
(2)Titik Bidik : Pada pertengahan kaset
(3)FFD (focus film distance): 102 – 153 cm
e. Eksposi : Ekspirasi tahan nafas
f. Kriteria Radiograf
1)Tampak vertebra thorakal dan lumbal mencakup 1 - 2 inchi dibawah crista
illiaca
2)Vertebra thorakal dan lumbal paralel dengan IR
(ditandai dengan terbukanya foramen intervertebraldan terbukanya
intervertebral joint) tidak ada rotasi ditandai dengan superposisi kedua
greater sciatic notch dan posterior korpus vertebra)
3)Jelas menunjukan batas tepi dan trabekular tulang vertebra thorakal dan
lumbal, tidak ada gerakan

Gambar 2.6. Proyeksi lateral erect(Merril’s Atlas of Radiographic Positioning 2007)

3. Proyeksi Bending Kanan dan Kiri


a) Tujuan : Penilaian rentang gerak dari kolumna vertebra
b) Posisi Pasien : Pasien dalam posisi erect menghadap bucky stand atau recumbent
(pada pasien supine) dengan kedua tangan disamping tubuh
c)Posisi Obyek :
(1)Mengatur MSP pada pertengahan kaset
(2)Memastikan tidak ada rotasi thorak dan pelvis
(3)Batas bawah 1 - 2 inci di bawah crista iliaka
(4)Dengan pelvis sebagai titik tumpu, Meminta pasien untuk menekuk badan
kearah lateral (lateral flexion) sejauh mungkin pada salah satu sisi
(5)Jika recumbent, memfleksikan batang tubuh bagian atas dan kaki sampai
mencapai fleksi lateral maksimum
(6)Mengulang langkah-langkah diatas untuk sisi yang satunya
d) Pengaturan Sinar :
(1)Arah Sumbu Sinar : Tegak Lurus
(2)Titik Bidik : Pertengahan Kaset
(3)FFD : 102 – 153 cm
e) Eksposi : Ekspirasi tahan nafas
f) Kriteria Radiograf
(1)Tampak vertebra thorakal dan lumbal mencakup 1 - 2 inchi dibawah crista
illiaca
(2)Tidak ada rotasi (ditandai dengan vertebra thoracal dan lumbal dengan
prosesus spinosus berada pada midline vertebra dan simetris antara kedua illiac
wing)
(3)Jelas menunjukan batas tepi dan trabekular tulang vertebra thorakal dan
lumbal, tidak ada Gerakan

Gambar 2.7 Proyeksi Bending Kanan dan Bending Kiri(Bontrager, 2005)


4. Proyeksi Lumbal AP SUPINE
a) Tujuan : Penilaian Lumbal dalam posisi anterior dengan menekan derajat
kelengkungan lumbal
b) Posisi Pasien : Pasien dalam pasien supine dengan kedua di atas dada
c)Posisi Obyek :
1)Bidang Mid Sagittal Plane(MSP) tubuhdiaturtegak lurus dengan Central
Ray(CR).
2)Lutut ditekuk dan diberikan pengganjal untuk mengurangi kelengkungan
lordotik.
3)Kedua tangan diletakkan diatas dada
d) Pengaturan Sinar :
(1)Arah Sumbu Sinar : Tegak Lurus
(2)Titik Bidik : Pada L3 (Setinggi Crista Iliaca)
(3)FFD : 102 cm
e) Eksposi : Ekspirasi tahan nafas
f) Kriteria Radiograf
1)Dapat melihat badan vertebrae lumbal,intervertebral joint,process
spinous,process tranverse, sacro iliaca, dan sacrum.
2)Tepi tulang dan trabecular vertebra lumbal tervisualisasikan dengan jelas.
Gambar 2.8 Proyeksi AP Supine Lumbal (Merril’s Atlas of Radiographic Positioning 2007)

5. Proyeksi Lateral Supine Lumbal


a) Tujuan : Untuk melihat patologi spondylolisthesis, derajat sudut kifosis atau lordosis
b) Posisi Pasien : Pasien diposisikan lateral ,dengan kepala diatas bantal,lutut
difleksikan, dengan penyangga diantara lutut dan pergelangan kaki untuk lebih
mempertahankan posisi lateral yang benar dan memastikan kenyamanan
pasien.
c) Posisi Obyek :
1)Mid Coronal Plane(MCP) tubuh pasien diaturpada pertengahan meja
pemeriksaandan tegak lurus Central Ray(CR).
2)Softbagditempatkan dibawah pinggang sesuai kebutuhan sehingga tulang belakang
dalam posisi horizontal sejajar.
3)Memastikan tidak ada rotasi.
d) Pengaturan Sinar :
(1)Arah Sumbu Sinar : Tegak Lurus
(2)Titik Bidik : Pada L3 (4 cm diatas crista iliaca)
(3)FFD : 102 cm
e) Eksposi : Ekspirasi tahan nafas
f) Kriteria Radiograf
1)Memvisualisasikan foramina intervertebral L1-L4,badan vertebra,sendi
intervertebral, spinous processes, dan L5-S1 junction.
2)Tulang belakang sejajar dengan Image Receptor (IR),diindikasikan
dengan foramina intervertebral dan ruang sendi intervertebral terbuka.

2.5 Proteksi Radiasi

a. Prinsip Proteksi Radiasi Menurut peraturan kepala BAPETENNo. 8 tahun 2011,


persyaratan proteksi radiasi pada antara lain:
1) Justifikasi
Yang dimaksud justifikasi dalam hal proteksi radiasi adalah bahwa
manfaat yang diperoleh harus lebih besar daripada risiko bahaya radiasi
yang ditimbulkan.
2) Limitasi Dosis
Limitasi dosis diberlakukan melalui penerapan Nilai Batas Dosis (NBD)
yang tidak boleh melampaui kondisi operasi normal. Nilai Batas Dosis
(NBD) berlaku untuk pekerja radiasi dan anggota masyarakat dan tidak
berlaku untuk pasien dan pendamping pasien.
a) Nilai Batas Dosis (NBD) Pekerja Radiasi
Nilai Batas Dosis (NBD) untuk pekerja radiasi tidak boleh melampaui:
(1)Dosis efektif sebesar 20 mSv per tahun rata-rata selama 5 tahun berturut-
turut
(2)Dosis efektif sebesar 50 mSv dalam 1 tahun tertentu
(3)Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 150 mSv dalam 1 tahun
(4)Dosis ekuivalen untuk tangan dan kaki, atau kulit sebesar 500 mSv
dalam 1 tahun.
b) Nilai Batas Dosis (NBD) Anggota Masyarakat Nilai Batas Dosis (NBD)
untuk anggota masyarakat tidak boleh melampaui:
(1)Dosis efektif sebesar 1 mSv dalam 1 (satu) tahun
(2)Dosis ekivalen untuk lensa mata sebesar 15 mSv dalam 1 (satu) tahun
(3)Dosis ekivalen untuk kulit sebesar 50 mSv dalam 1 (satu) tahun.
3) Optimisasi
Penerapan optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi harus
diupayakanagar pekerja radiasi di Instalasi Radiologi dan anggota
masyarakat di sekitar Instalasi Radiologi menerima paparan radiasi serendah
mungkin yang dapat dicapai serta agar pasien menerima dosis radiasi
serendah mungkin sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
diagnostic.

b. Pedoman Proteksi Radiasi


Scoliosispada umumnya memerlukan pemeriksaan ulang selama beberapa
tahun, terutama pada pasien anak. Tindakan perlindungan dari proteksi radiasi
harus dilakukan dengan serius, contoh bentuk perlindungannya adalah
dengan penggunaan alat perlindungan pada payudara dan area kelamin serta
dapat dilakukan pembatasan kolimasi hanya pada area lumbal (Lampignano &
Kendrick, 2018)
KERANGKA TEORI

Anatomi Tulang belakang

Patologi Lumbal (skoliosis)

Prosedur pemeriksaan Radiologi Lumbal

Persiapan pasien Persiapan alat & bahan Teknik Pemeriksaan

Teknik Pemeriksaan Teknik Pemeriksaan


Textbook RSUD
Hasil Radiografi
Optimal
Berdasarkan
proyeksi,dosis dan
proteksi radiasi

DAFTAR PUSTAKA

BONTRAGER’S RADIOGRAPHIC POSITIONING AND RELATED ANATOMY. 9th ed


(2018). america: Elsevier Ltd and IIR.

Cheung, K. M. C. et al.(2014) “The use of a modified fulcrum for fulcrum bending


radiographs: A technical note,” Journal of Orthopaedic Surgery, 22(2), hal. 248–251.

Cheung, K. M. C. et al.(2014b) “The use of a modified fulcrum for fulcrum bending


radiographs: A technical note,” Journal of Orthopaedic Surgery, 22(2), hal. 248–251. doi:
10.1177/230949901402200229.Cheung, K. M. dan Luk, K. D. (1997) “Prediction of
correction of scoliosis with use of the fulcrum bending radiograph.,” The Journal of bone and
joint surgery. American volume, 79(8), hal. 1144–50.

Netter, Frank H, 2014, Atlas of Human Anatomy. Ed 6. United states : Elsevier.

Clark, S. (2005) CLARK’S POSITIONING IN RADIOGRAPHY. 12th ed. London: hodder


arnold.
Daniel, W. W. et al.(1985) “Segmented-field radiography in scoliosis,” American Journal of
Roentgenology, 144(2), hal. 325–329. doi: 10.2214/ajr.144.2.325.

Diane S, Sheri F, Eudice G, Norman G, Karen ML, Douglas M, et al (2003) “Age limits and
adolescents,” Paediatr Child Health, 8(9), hal. 577.

Eisenberg, R. L. dan N. M.Johnson. 2016. Comprehensive Radiographic Pathology.


Edisi 6th. St. Louis: Elsevier. 3. American Speech.

Frank, Eugene D, Long, Bruce W, Smith, Barbara J, 2007. Merril’s Atlas of Radiographic
Positioning and Procedures Edition 11 (Volume One),St.Louis : Mosby Elsevierhttp://pemda-
diy.go.id/berita, 2005, 10:21:40.

Gray, J. E., A. D. Hoffman, dan H. A. Peterson. 1983. Reduction of radiation


exposure during radiography for scoliosis. The Journal of Bone and Joint Surgery. 65-A

Kurniawati, N, 2019. Perbandingan Pengaruh Self Correction dan Task Oriented Exercise
dengan Klapp Exercise terhadap Derajat Skoliosis Siswa SMP dengan Skoliosis Idiopatik
Tipe C. Jurnal kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta III.Jakarta.

Lampignano, J. P. dan L. E. Kendrick. 2018. Bontrager’s Textbook of


Radigraphic Positioning and Related Anatomy. Edisi 9th. St. Louis: Elsevier.
Levy, A. R., M. S. Goldberg, N. E. Mayo, J. A. Hanley, dan P. Benoit. 1996.
Reducing the lifetime risk of cancer from spinal radiographs among people with
adolescent idiopathic scoliosis. Spine. 21(13):1540–1548.

Pearce, E. C. 2013. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Edisi Cetakan Ke. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Pelealu, J., L. S. Angliadi, dan E. Angliadi. 2014.
Rehabilitasi medik pada skoliosis. Jurnal Biomedik (Jbm). 6(1):8–13.

Anda mungkin juga menyukai