Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sendi atau artikulasio, adalah istilah yang digunakan untuk

menunjuk pertemuan antara dua atau beberapa tulang kerangka. Ilmu yang

mempelajari persendian disebut artrologi. Sendi lutut adalah sendi engsel

dengan perubahan dan yang dibentuk kedua kondil femur yang bersendi

dengan permukaan superior kondil- kondil tibia ( Pearce, 2009 ).

Osteoathrosis merupakan suatu penyakit sendi menahun yang

dimulai dari kerusakan dan kemunduran fungsi tulang rawan sendi.

Osteoarthrosis dikenal juga dengan nama osteoarthritis merupakan

penyakit degeneratif sendi yang dapat menyerang sendi manapun pada

tubuh manusia, terutama pada sendi yang menerima pembebanan terlebih

seperti sendi panggul dan lutut (http://stopwarofisrael-

palestina.blogspot.com/).

Sendi lutut mempunyai berbagai macam proyeksi pemotretan maka

untuk mendapatkan radiograf yang lebih informatif dari sendi lutut pada

kasus osteoarthrosis dibutuhkan teknik tertentu untuk membantu

menampakkan penyempitan celah sendi dan derajat kerusakan valgus dan

varus pada sendi lutut. Penilaian dilakukan dengan membandingkan ruang

1
space sendi lutut yang cidera dengan sendi lutut stabil. Oleh karena itu

diperlukan proyeksi pemotretan serta posisi pasien yang tepat.

Pemeriksaan radiografi pada kasus radang sendi (arthritis) sendi lutut

direkomendasikan oleh Leach, Gregg dan Siber untuk menggunakan proyeksi AP

(Antero Posterior) weight- bearing perbandingan antara dua sendi yang

berpasangan. Posisi weight bearing ini akan menampakkan keadaan sendi lutut

yang sesuai dengan kondisi anatomis lutut normal (Ballinger, 2003).

Berbeda dengan yang ada di beberapa referensi, di instalasi

radiologi RSUD Salatiga pemeriksaan sendi lutut atau genu dengan kasus

osteoarthrosis dilakukan dengan proyeksi AP dan lateral perbandingan

dengan posisi pasien supine, hal ini dikarenakan pasien non kooperatif.

Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin menyajikan kasus ini

dalam bentuk laporan kasus dengan judul “TEKNIK PEMERIKSAAN

GENU PADA KASUS OSTEOARTHROSIS DENGAN PASIEN NON

KOOPERATIF DI INSTALASI RADIOLOGI RSUD SALATIGA”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Teknik Pemeriksaan Genu pada Kasus Osteoarthrosis

dengan Pasien Non Kooperatif di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga?

2. Apa kelebihan dan kelemahan dari proyeksi yang digunakan?

3. Bagaimana upaya proteksi radiasi yang dilakukan pada pemeriksaan

genu di Instalasi RSUD Salatiga?

2
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Teknik Pemeriksaan Genu pada Kasus

Osteoarthrosis dengan Pasien Non Kooperatif di Instalasi Radiologi

RSUD Salatiga.

2. Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari proyeksi yang

digunakan.

3. Untuk mengetahui upaya proteksi radiasi yang dilakukan pada

pemeriksaan genu di Instalasi RSUD Salatiga.

4. Untuk memenuhi tugas mata kuliah PKL 1.

D. Manfaat Penulisan

1. Penulis

Hasil penulisan ini dapat memberi pengalaman dan menambah

wawasan tentang pemeriksaan osteoarthrosis.

2. Institusi

Hasil penulisan ini dapat menambah referensi tentang pemeriksaan

osteoarthrosis.

3. Pembaca

Dapat menambah wawasan dan memberikan pemahaman tentang

teknik pemeriksaan genu pada kasus osteoarthrosis di Instalasi

Radiologi RSUD Salatiga.

4. Institusi Rumah Sakit

Untuk menambah referensi tentang pemeriksaan genu pada kasus

osteoarthrosis.

3
E. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Penulis melakukan pengamatan secara langsung jalanya kegiatan

pemeriksaan radiologi di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga.

2. Wawancara

Penulis mengadakan wawancara secara langsung dengan pihak –

pihak terkait yang berhubungan dengan penulisan laporan ini.

3. Studi Pustaka

Penulis membandingkan pemeriksaan genu antara tinjauan teori

dengan praktek di lapangan.

F. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, metode pengumpulan data dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Yang berisi tentang anatomi dan fisiologi genu, osteoarthrosis,

teknik pemeriksaan genu dan proteksi radiasi.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Yang berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan.

BAB IV PENUTUP

Yang berisi tentang kesimpulan dan saran.

LAMPIRAN

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Genu

1. Anatomi

Sendi lutut adalah sendi engsel dengan perubahan dan yang

dibentuk kedua kondil femur yang bersendi dengan permukaan

superior kondil- kondil tibia. Patela terletak di atas permukaan pateler

yang halus pada femur dan di atas itu patela meluncur sewaktu sendi

bergerak. Patela berada di depan bagian- bagian persendian yang

utama, tetapi tidak masuk ke dalam formasi sendi lutut.

Struktur interartikuler. Beberapa struktur penting berada di

dalam sendi lutut. Tulang rawan semilunaris terletak di atas

permukaan persendian yang berupa dataran tinggi dari tibia guna

memperdalamnya untuk penerimaan kondiler dari femur (Pearce,

2009).

Keterangan

1. Permukaan patella
2. Ligamen cruciatum posterior
3. Ligamen cruciatum anterior
4. Meniscus medial
5. Meniscus lateral
6. Ligamen kollateral fibular
7. Ligamen kollateral tibial

5
Gambar 1. Anatomi sendi lutut dari posisi anterior (Ballinger, 2003).

Keterangan:

1. Ligamen cruciatum anterior


2. Ligamen cruciatum posterior
3. Meniscus lateral
4. Meniscus medial
5. Ligamen kollateral fibular
6. Ligamen kollateral tibial
7. Fibula

Gambar 2. Anatomi sendi lutut dari posisi posterior (Ballinger, 2003).

Keterangan:

1. Femur
2. Patella
3. Meniscus
4. Cairan sinovial
5. Meniscus
6. Kartilago articular
7. Tibia

Gambar 3. Anatomi sendi lutut dari posisi lateral (Ballinger, 2003).

Genu terdiri dari beberapa bagian antara lain:

a. Tulang Rawan

Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus

yang terdiri atas sel kondrosit dan matriks. Matriks tulang rawan

terdiri atas sabut- sabut protein yang terbenam di dalam bahan

6
amorf (http://rahmatnani.wordpress.com/2012/02/20/tulang-

rawan/).

Mencegah gesekan tulang terhadap satu sama lain adalah

salah satu fungsi tulang rawan utama. Misalnya, tulang rawan di

lutut dan siku bekerja seperti bantal dalam tulang dan membantu

menghindari nyeri sendi

(http://smabiologi.blogspot.com/2013/07/fungsi-tulang-rawan-

kartilago.html).

b. Meniscus

Cartilago semilunaris (meniscus) adalah lamella

fibrocartilago berbentuk C , yang pada potongan melintang

berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat

pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas.

Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan

condylus femoris.

Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies

articularis condylus tibialis untuk menerima condyluemoris yang

cekung. Cartilago Semilunaris terdiri dari dua yaitu cartilago

semilunaris medialis bentuknya dan cartilago semilunaris lateralis

(http://webcache.googleusercontent.com/search?

q=cache:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/a

natomi-fitriani.pdf).

c. Cairan Sinovial

7
Cairan sinovial adalah cairan bening lengket yang

dilepaskan oleh membran sinovial dan bertindak sebagai pelumas

untuk sendi dan tendon (http://kamuskesehatan.com/arti/cairan-

sinovial/).

Cairan sinovial merupakan materi kental yang jernih

seperti putih telur. Materi ini terdiri dari 95% air dengan pH 7,4

dan merupakan campuran polisakarida (sebagian besar asam

hialurunat), protei, dan lemak. Cairan sinovial berfungsi untuk

melumasi dan memberikan nutrisi pada permukaan kartilago

artikular. Cairan ini juga mengandung sel fagosit untuk

mengeluarkan fragmen jaringan mati (debris) dari rongga sendi

yang cidera atau infeksi (Sloane, 2004).

d. Membran Sinovial

Membran sinovial (juga dikenal sebagai sinovium atau

strata synoviale) adalah jaringan lunak yang ditemukan antara

kapsul artikular (kapsul sendi) dan rongga sendi sendi sinovial

(http://en.wikipedia.org/wiki/Synovial_membrane).

Membran sinovial sendi lutut adalah terbesar dalam tubuh.

Selain melapisi struktur sendi, membran itu juga membentang ke

atas dan ke bawah sampai di bawah ligamen patela, dan

membentuk beberapa bursa (kantong) sekitar sendi (Pearce,

2009).

e. Bursa

8
Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang

terletak di bagian bawah dan belakang pada sisi lateral didepan

dan bawah tendon origo muskulus popliteus. Bursa ini membuka

kearah sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis

dan tendon muskulus popliteus.

Banyak bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di

depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat

pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit,

otot, atau tendon.

Bursa anterior terdiri dari, bursa supra patellaris, bursa

prepatellaris, bursa infrapatellaris superficialis, dan bursa

infrapatellaris profunda. Bursa posterior terdiri dari, bursa

recessus subpopliteus dan bursamuskulus semimebranous.

Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan,

tendon insertio m. biceps femoris, tendon m. sartorius, m. gracilis

dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke insertionya pada tibia.

Di bawah caput lateral origo m. gastrocnemius dan di bawah

caput medial origo m. gastrocnemius

(http://webcache.googleusercontent.com/search?

q=cache:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/a

natomi-fitriani.pdf).

f. Ligamen

9
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra

capsular yang sangat kuat, saling menyilang didalam rongga

sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan

anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini

penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae

(http://webcache.googleusercontent.com/search?

q=cache:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/a

natomi-fitriani.pdf).

2. Fisiologi

Meskipun permukaan- permukaan persendiannya tidak begitu

tepat sesuai satu dengan lainnya, sendi lutut dikelilingi ligamen yang

sangat kuat pula (inilah syarat terpenting). Ligamen dan otot inilah

yang membuat sendi lutut menjadi sendi terkuat dan paling stabil

dalam tubuh dan jarang kena dislokasi traumatik.

Untuk kestabilannya sendi lutut tergantung pada otot yang

mengelilinginya, khususnya otot kuadrisep femoris, yang harus selalu

dapat berkembang dengan baik. Otot- otot utama yang bekerja pada

lutut adalah, ekstensi otot kuadrisep femoris, fleksi otot paha dan

gastroknemius, serta rotasi medial otot popliteus, yaitu otot yang

terletak dalam di sebelah belakang tibia (Pearce, 2009)

B. Osteoarthrosis

Osteoathrosis merupakan suatu penyakit sendi menahun yang

dimulai dari kerusakan dan kemunduran fungsi tulang rawan sendi.

10
Osteoarthritis dikenal juga dengan nama osteoarthritis merupakan penyakit

degeneratif sendi yang dapat menyerang sendi manapun pada tubuh

manusia, terutama pada sendi yang menerima pembebanan terlebih seperti

sendi panggul dan lutut. Osteoarthrosis terjadi secara pelahan dan progesif

yang dapat mengakibatkan berkurang cairan sinovium sehingga

memperburuk rawan sendi dan terbentuknya taji atau osteofit pada tepi-

tepi sendi. Osteoarthritis dapat menimbulkan kelainan pada struktur lutut

dan dapat menimbulkan berbagai macam keluhan seperti, keterbatasan

gerak sendi, adanya nyeri, kekakuan sendi/ stifness, oedem atau

pembengkakan sendi.

Penyebabnya diantara lain, usia, jenis kelamin, obesitas, over use,

kecacatan genu varus atau valgus, trauma. Osteoarthrosis dapat

menimbulkan perubahan patologis akibat proses degenerasi pada tulang

rawan sendi dan tulang subkondral, dimana terjadi erosi dan permukaan

sendi sehingga menjadi kasar dan timbul osteofit, sehingga celah sendi

menyempit sedangkan pada ligament akan terjadi iritassi dan pemendekan

yang disebabkan karena immobilisasi yang menyebabkan otot-otot sekitar

menjadi lemah. Gejala dan tanda klinis, keterbatasan gerak, nyeri,

kekakuan, krepitasi, kelemahan dan atropi otot, deformitas, instabilitas

sendi.

11
Gambar 4. Sendi lutut normal dan sendi lutut yang terserang
osteoarthrosis
(http://www.sympathyc.com/usefulness/Deforming_o
steoarthrosis.html).
Pada osteoarthrosis keterbatasan ROM lutut karena adanya

penyempitan celah sendi akibat adanya osteofit yang juga menyebabkan

terjepitnya serabut afferent C dan termasuk juga saraf sensoris pada

jaringan di daerah sekitar sendi, kapsul yang mebungkus sendi, dan otot-

otot yang melekat di sekitar sendi sehingga menimbulkan keterbatasan

ROM lutut. Akibat dari ketidakseimbangan antara regenersi dengan

degenerasi maka akan terjai pelunakan, perpecahan dan penglupasan lapisa

rawan sendi yang akan terlepas menjai korpus libera sehingga dapat

menimbulkan penguncian ketika sendi bergerak sehingga akan membuat

penderita takut untuk menggerakkan lututnya secara maksimal

(immobilisasi) akibat dari itu semua maka otot- otot disekitar seni akan

menjadi spasme dan lama- kelamaan akan terjadi kelemahan pada otot

penggerak sendi lutut dan juga akan mengakibatkan mikrosirkulasi

menjadi lambat yang diikuti dengan kolagen adhesion dan menimbulkan

kontraktur sehingga timbul nyeri yang mengakibatkan immobilisasi

sehingga terjadi keterbatasan gerak sendi lutut (http://stopwarofisrael-

palestina.blogspot.com/).

12
C. Teknik Pemeriksaan Genu

1. Proyeksi Antero Posterior (AP) (Bontrager, 2010)

a. Posisi Pasien :

1) Posisi pasien

supine dan tidak ada rotasi dari pelvis.

2) Berikan bantalan pada kepala.

3) Tungkai bawah seharusnya full ekstensi.

b. Posisi Obyek :

1) Luruskan tungkai dan pusatkan sendi lutut pada pertengahan

meja pemeriksaan.

2) Rotasikan tungkai ke medial 30 – 50 untuk true AP sendi lutut.

3) Tempatkan sand bag di kaki dan ankle untuk kestabilan jika

diperlukan.

c. Central Ray (CR) :

Arah sinar vertikal tegak lurus terhadap kaset atau menyudut 50 – 70

cephalad.

d. Central Point (CP) :

Titik bidik pada titik kurang lebih 0,5 inchi dibawah apek patella.

e. FFD : 100 cm

f. Ukuran kaset : 18 x 24 cm

g. Kriteria gambar :

1) Distal femur, proksimal tibia dan fibula terlihat dalam

radiograf.

13
2) Celah femorotibial joint terlihat membuka.

Gambar 5. Posisi pasien dan hasil radiograf proyeksi AP


(Ballinger, 2003).
2. Proyeksi Lateral ( Medio lateral ) (Bontrager, 2010)

a. Posisi pasien :

1) Posisi pasien lateral recumbent.

2) Berikan bantalan pada kepala.

3) Sediakan pengganjal sendi lutut untuk mencegah over rotasi.

b. Posisi obyek :

1) Tubuh dan tungkai diatur rotasi, sehingga sendi lutut pada

posisi true lateral.

2) Fleksikan sendi lutut 200 – 300.

3) Atur sendi lutut pada pertengahan kaset.

c. Central Ray (CR) :

Arah sinar 50 - 70 kearah cephalad.

d. Central Point (CP) :

Titik bidik 1 inchi ( 2,5 cm ) distal dari epikondilus medial.

e. FFD : 100 cm

f. Ukuran kaset : 18 x 24 cm

g. Kriteria gambar :

14
1) Distal femur, proksimal tibia dan fibula serta patella terlihat

dalam radiograf.

2) Femoropatellar dan sendi lutut membuka.

Gambar 6. Posisi pasien dan hasil radiograf proyeksi lateral


(Ballinger, 2003).
3. Proyeksi Antero Posterior Weight-Bearing (Bontrager, 2010)

Posisi ini akan memperlihatkan keadaan celah sendi lutut

yang sesuai dengan keadaan normal secara anatomis dari sendi lutut

(Ballinger, 2003).

a. Posisi pasien :

Posisi pasien berdiri diatas step stool agar pasien terangkat

sehingga cukup untuk sinar horizontal.

b. Posisi obyek :

1) Posisikan kaki lurus di depan dengan tekanan pada kedua kaki.

2) Sediakan pengganjal sebagai kestabilan pasien.

3) Pusatkan sendi lutut pada pertengahan meja pemeriksaan.

c. Central Ray (CR) :

15
Arah sinar horizontal tegak lurus kaset / film, 5 0 – 100 caudad

pada pasien kurus; pada pertengahan diantara sendi lutut setinggi

0,5 inchi di bawah apek patella.

d. Central Point (CP) :

Titik bidik pada titik pertengahan antara kedua lutut setinggi 0,5

inchi di bawah apek patella.

e. FFD : 100 cm

f. Ukuran kaset : 24 x 30 cm

g. Kriteria gambar :

1) Celah sendi femorotibial terbuka dan berada pada

pertengahan film. Jika lutut normal celah sendi akan sama

pada kedua sisi kanan dan kiri.

2) Patella mengalami superposisi dengan femur dan sebagian

kaput fibula akan superposisi dengan tibia.

3) Terlihat jaringan lunak di sekitar sendi.

Gambar 7. Posisi pasien dan hasil radigraf proyeksi weight-


bearing (Ballinger, 2003).
D. Proteksi Radiasi

16
Menurut BAPETEN, proteksi radiasi adalah tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat

paparan radiasi (http://ainunsofhaina.blogspot.com/2013/02/pengertian-

falsafah-dan-asas-asas.html).

1. Proteksi Pasien terhadap Radiasi (Rasad, 1992)

a. Pemeriksaan sinar X hanya atas permintaan seorang dokter

b. Pemakaian filtrasi maksimum pada sinar primer

c. Pemakaian voltage yang lebih tinggi (bila mungkin) sehingga

daya tembusnya lebih kuat

d. Jarak fokus- pasien jangan terlalu pendek.

e. Daerah yang disinari harus seoptimal mungkin

f. Waktu penyinaran sesingkat mungkin

g. Alat kelamin dilindungi sebisanya

h. Pasien hamil, terutaa trisemester pertama, tidak boleh diperiksa

radiologik

2. Proteksi terhadap Dokter Pemeriksa dan Petugas Radiologi Lainnya

(Rasad, 1992)

a. Hindari penyinaran bagian- bagia tubuh yang tidak terlindung

b. Pemakaian sarung tangan dan apron yang berlapis Pb

c. Hindari melakukan sinar tembus

d. Hindari pemeriksaan sinar tembus tulang- tulang kepala

17
e. Akomodasi mata sebelum melakukan pemeriksaan sinar tembus

paling sedikit selama 20 menit.

f. Gunakan alat-alat pengukur sinar Roentgen

g. Pemeriksaan pesawat sebelum dipakai

h. Pemeriksaan rutin terhadap kemungkinan bocor atau rusaknya

perlengkapan-perlengkapan pelindung berlapis Pb

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Ilustrasi Kasus

Nomor CM : 12- 13- 212788

Nama : Ny. A

Umur : 66 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Sraten

Poli / Ruang : Ruang Melati

Nomor Register Rontgen : 1013/RI29

Dokter Pengirim : dr. Husna. K

Klinis : Suspect Gout

2. Riwayat Pasien

Pasien jatuh dari kendaraan bermotor pada hari Jumat 4 Oktober

2013. Pasien merasakan nyeri pada kedua lututnya dan lutut sebelah

18
kanan mengalami pembengkakan. Pada hari Minggu 6 Oktober 2013,

pasien dibawa ke Rumah Sakit.

Untuk membantu menegakkan diagnosa dari IGD dokter

mengirim pasien ke Instalasi Radiologi untuk melakukan foto rongten.

3. Posedur Pemeriksaan

a. Persiapan Alat

1) Pesawat sinar-x

Gambar 8. Pesawat sinar-x dan control table.

2) Imaging Plate ukuran 24x 30 cm

19
Gambar 9. Imaging Plate

3) Image reader Fuji Capsula XL II dan Computed Radiography

Gambar 10. Image reader dan CR

4) Printer Fujifilm Drypix 4000

Gambar 11. Printer

5) Film ukuran 24 x 30 cm

20
Gambar 12. Kotak film ukuran 24 x 30 cm.

b. Persiapan Pasien

Pasien dianjurkan untuk melepas benda-benda yang dapat

mengganggu hasil radiograf. Selain itu sebelum pemeriksaan

pasien diberi penjelasan mengenai pemeriksaan yang akan

dilakukan.

4. Teknik Pemeriksaan

a. Proyeksi AP

1) Posisi Pasien :

a) Pasien tidur supine di atas brankar

b) Berikan bantalan pada kepala pasien

c) Tungkai ekstensi penuh

2) Posisi Obyek :

a) Luruskan tungkai dan pusatkan genu pada pertengahan

imaging plate

b) Rotasikan tungkai ke dalam 3- 5 untuk true AP genu

3) Central Ray ( CR ) :

21
Vertikal tegak lurus terhadap imaging plate

4) Central Point ( CP ) :

Di pertengahan antara genu dextra dan sinistra

5) FFD : 100cm

6) Ukuran Imaging Plate : 24 x 30 cm

7) Faktor Eksposi : 50 kV 10 mAs

8) Hasil radiograf :

Gambar 13. Hasil radiograf proyeksi AP.

b. Proyeksi Lateral

1) Posisi Pasien :

a) Pasien tidur supine di atas brankar

b) Berikan bantalan pada kepala pasien

2) Posisi Obyek :

a) Letakkan genu dextra pada salah satu sisi imaging plate

yang telah dibagi dua bagian.

b) Rotasikan tungkai dan genu ke eksternal.

22
c) Fleksikan genu (semampu pasien)

d) Lakukan hal yang sama untuk genu sinistra pada bagian

sisi imaging plate yang belum terekspose

3) Central Ray ( CR ) :

Vertikal tegak lurus imaging plate

4) Central Point ( CP ) :

1 inchi ( 2,5 cm ) distal dari epikondilus medial

5) FFD : 100 cm

6) Ukuran Imaging Plate : 24 x 30 cm dibagi dua

7) Faktor Eksposi : 10 kV 50 mAs

8) Hasil radiograf :

Gambar 14. Hasil radiograf proyeksi lateral.

5. Pengolahan Film

Sistem pengolahan film di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga

menggunakan Computed Radiography.

Berikut langkah- langkahnya:

23
a. Registrasikan ID pasien pada CR untuk menyimpan hasil file

pasien sesuai jenis pemeriksaan yang dilakukan.

b. Imaging Plate yang telah terekspose dimasukkan ke reader untuk

diambil hasilnya, setelah data/ hasil gambar masuk ke CR,

keluarkan imaging plate dari reader.

c. Edit gambar sesuai kebutuhan, jika dirasa kondisi radiograf sudah

cukup, cetak hasilnya (printing) jangan lupa diberi marker sesuai

obyek yang diperiksa.

d. Tunggu hingga film/ hasil radiograf keluar dari printer kemudian

masukkan film ke dalam amplop yang sudah dilengkapi dengan

identitas pasien.

6. Hasil Ekspertisi Dokter

a. Hasil :

1) Tampak soft tissue swelling regio genu bilateral

2) Eminentia intercondilaris tak tampak meruncing

3) Tampak opasitas di joint space bilateral

4) Tampak osteofit di epicondylus lateralis os tibia bilateral, dan

condylus lateralis os femur sinistra

5) Tampak pertumbuhan osteochondral di os patella bilateral

aspek superior, tak tampak gambaran iritasi cortex maupun

punch of lesion

6) Sistema tulang yang tervisualisasi intact

24
b. Kesan :

1) Gambaran osteoarthrosis genu bilateral dengan suspect

tendinosis

2) Tak tampak tanda- tanda gouty arthritis

B. Pembahasan

Pemeriksaan radiografi sendi lutut atau genu dengan kasus

osteoarthritis dianjurkan dalam berbagai referensi untuk dibuat proyeksi

perbandingan, dimaksudkan untuk membandingkan antara sendi yang sakit

dengan sendi yang nornal. Proyeksi yang dianjurkan dari beberapa

referensi adalah proyeksi AP Bilateral Weight Bearing dalam posisi

berdiri.

Pada pemeriksaan radiografi sendi lutut dengan kasus

osteoarthrosis proyeksi yang digunakan sama dengan proyeksi yang

digunakan pada kasus osteoarthritis. Di Instalasi RSUD Salatiga

pemeriksaan sendi lutut dengan kasus osteoarthrosis dibuat dengan

proyeksi AP dan lateral perbandingan dengan posisi pasien supine, hal ini

dikarenakan pasien non kooperatif dan tidak memungkinkan apabila

dilakukan pemeriksaan dengan posisi berdiri.

Menurut dokter radiologi RSUD Salatiga proyeksi AP dengan

posisi erect/ berdiri ataupun supine tidak mempengaruhi pembacaan foto

karena gambaran anatomi tetap sama. Proyeksi yang digunakan sudah

dapat memberikan informasi diagnostik tetapi tidak maksimal karena

25
posisi objek tidak true lateral sehingga gambaran radiograf yang tampak

adalah oblique.

Di Instalasi Radiologi RSUD Salatiga sewaktu pemeriksaan pasien

tidak menggunakan apron. Upaya proteksi radiasi yang dilakukan adalah

pengaturan kolimasi lapangan dan waktu penyinaran yang optimal, yaitu

luas lapangan obyek yang disinari sekecil mungkin dengan waktu

sesingkat mungkin namun efektif, efisien dan mampu menghasilkan

radiograf yang informatif. Tidak melakukan pengulangan foto dan

memberi informasi bagi yang tidak berkepentingan untuk keluar dari area

pemeriksaan juga merupakan upaya proteksi radiasi yang dilakukan di

Instalasi Radiologi RSUD Salatiga.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Teknik pemeriksaan radiografi sendi lutut atau genu pada kasus

osteoarthrosis proyeksi yang digunakan sama dengan proyeksi

yang digunakan pada kasus osteoarthritis.

2. Teknik pemeriksaan osteoarthrosis di Instalasi Radiologi RSUD

Salatiga menggunakan proyeksi AP dan lateral perbandingan

dengan posisi supine dikarenakan pasien non kooperatif.

26
3. Ada kelebihan dan kelemahan dari proyeksi AP dan lateral

perbandingan dengan posisi supine pada kasus osteoarthrosis, di

antaranya adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan :

1) Radiograf proyeksi AP dengan posisi supine sudah dapat

memberikan informasi diagnostik jadi dapat diterapkan

pada pemeriksaan dengan pasien non kooperatif.

b. Kekurangan :

1) Karena kondisi pasien yang non kooperatif dan pasien

tidak bisa diposisikan true lateral, maka gambaran

radiograf yang tampak tidak lateral melainkan oblique.

Hal ini mengakibatkan informasi diagnostik yang

diperoleh kurang maksimal.

4. Upaya proteksi radiasi yang dilakukan pada pemeriksaan genu di

Instalasi Radiologi RSUD Salatiga adalah pengaturan kolimasi

lapangan dan waktu penyinaran yang optimal, tidak melakukan

pengulangan foto dan memberi informasi bagi yang tidak

berkepentingan untuk keluar dari area pemeriksaan.

B. Saran

Apabila ada permintaan foto rongten sendi lutut atau genu pada

kasus osteoarthrosis dengan proyeksi lateral perbandingan dan pasiennya

non kooperatif sehingga tidak bisa diposisikan true lateral, radiografer

harus memodifikasi teknik pemeriksaan. Yaitu dengan cara memposisikan

27
pasien tidur supine di atas brankar. Bagian genu sampai tungkai bawah

diberi pengganjal sebagai fiksasi agar posisi objek true lateral. Letakkan

kaset atau imaging plate pada sisi lateral genu, atur supaya imaging plate

dapat berdiri tegak dan pastikan seluruh bagian objek tercover, posisikan

genu pada pertengahan imaging plate, arah sinar yang digunakan adalah

horizontal tegak lurus dari sisi medial. Lakukan hal yang sama untuk

pemeriksaan genu dextra maupun sinistra.

Pada waktu pemeriksaan genu sebaiknya pasien tetap

menggunakan apron mengingat bahaya radiasi yang dapat diterima oleh

pasien. Apron ditarik sedikit ke atas agar tidak menutup objek dan

mengganggu jalannya pemeriksaan.

DAFTAR PUSTAKA

Ainunsofhaina. Pengertian, Falsafah, dan Asas- asas Proteksi Radiasi.


http://ainunsofhaina.blogspot.com/2013/02/pengertian-falsafah-dan-
asas-asas.html, 12 Februari 2013, diakses pada tanggal 24 Oktober
2013.

Ballinger, P. W. Merrill’s Atlas of Radiographic Positions and Radiologic


Procedures, Volume Two, Tenth Edition. St. Louis: CV Mosby
Company, 2003.

Bontrager, K. L, John P. Lampignano. Text Book of Radiographic Positioning


and Related Anatomy, Seventh Edition. St. Louid: Mosby Inc, 2010.

Definisi Cairan Sinovial. http://kamuskesehatan.com/arti/cairan-sinovial/, diakses


pada tanggal 13 Oktober 2013.

28
Lumongga, Fitriani. Sendi Lutut. http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/anatom
i-fitriani.pdf, 2004, diakses pada tanggal 8 Oktober 2013.

Pearce. E. C. Alih Bahasa oleh Sri Yuliani Handoyo. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis, Edisi ke- 33. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum, 2009.

Pewanangan, Centuri D. S. Teknik Pemeriksaan Radiografi Genu dengan


Proyeksi AP dan Lateral Perbandingan pada Kasus Osteoarthritis di
Instalasi Radiologi BPRSUD Salatiga. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Semarang, 2007.

Prasetya, R. Perbandingan Pemeriksaan Sendi Lutut pada Kasus Osteoarthritis


dengan Posisi Berdiri dan Berbaring di Instalasi Radiologi Rso Prof.
Dr. R Soeharso Surakarta. Politeknik Kemenkes Semarang, 2006.

Rahmatnani. Tulang Rawan. http://rahmatnani.wordpress.com/2012/02/20/tulang-


rawan/, 20 Februari 2012, diakses pada tanggal 13 Oktober 2013.
Rasad, R. Iwan Ekayuda (ed). Radiologi Diagnostik, Edisi ke- 2. Jakarta: Badan

Penerbit FKUI, 2005.

Sloane, Ethel. Alih Bahasa oleh James Veldam. Palupi Widyastuti, SKM (ed).
Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran, 2004.

Sridianti, Tanti. Fungsi Tulang Rawan dan Kartilago.


http://smabiologi.blogspot.com/2013/07/fungsi-tulang-rawan-
kartilago.html, diakses pada tanggal 13 Oktober 2013.

Sutiyono, W. A. Teknik Pemeriksaan Radiografi Genu Bilateral pada Kasus


Osteoarthritis di Instalasi Radiologi RSUD Kota Salatiga. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Semarang, 2011.

Synovial Membrane. http://en.wikipedia.org/wiki/Synovial_membrane, 8 Agustus


2013, diakses pada tanggal 18 Oktober 2013.

29
Tamie, DW. Osteoarthrosis. http://stopwarofisrael-palestina.blogspot.com/, 26
Januari 2009, diakses pada tanggal 14 oktober 2013.

30

Anda mungkin juga menyukai