Pondasi seorang dokter 1.meliputi Profesionalitas yang Luhur, 2. Mawas Diri dan Pengembangan
Diri, dan 3. Komunikasi Efektif. Sedangkan 4 pilar menggambarkan bahwa seorang dokter harus
memiliki 4. Pengelolaan Informasi 5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran 6. Keterampilan Klinis 7.
Pengelolaan Masalah Kesehatan. Dengan adanya pondasi dan pilar tersebutlah maka kompetensi yang
merupakan atap dapat dibangun.
Dalam SKDI terrinci beberapa daftar penyakit dan 4 tingkat yang harus dicapai dalam memenuhi
kompetensi seorang dokter umum. tingkatan tersebut adalah :
Selain itu SKDI juga memberikan acuan tentang ketrampilan klinis yang wajib dimiliki seorang dokter
umum dalam beberapa tingkatan, yaitu:
Tingkat kemampuan 3 (Shows): Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervise
Diagnosis Holistik ini mencakup berbagai aspek dan melalui beberapa pendekatan, yaitu :
Apa yang membuat pasien datang ke dokter, serta apa yang ditakutkan dan diharapkan pasien
terhadap penyakitnya
Dokter melakukan anamnesis serta pemeriksaan fisik dan penunjang guna mengetahui diagnosis
dari penyakit tersebut serta menyusun diagnosis banding yang terarah.
Faktor genetik, perilaku hidup sehat yang dilakukan pasien dan keluarga serta persepsi pasien
terhadap penyakitnya harus digali oleh dokter agar dapat dipahami apa saja faktor internal yang
berkaitan dengan penyakit dan perlu adanya edukasi terhadap hal tersebut.
Aspek 4: Family’s psychosocial & Economy problems, Occupational & Environment factors
(external risk factors/determinan factors)
Keadaan psikososial dan ekonomi keluarga, pekerjaan dan faktor lingkungan (fisik, biologi,
kimia, sosial, budaya) juga menjadi sangat penting karena secara tidak langsung faktor external
tersebut sangat mempengaruhi kesehatan pasien, sehingga dokter perlu melakukan penggalian
informasi dan memberikan edukasi terhadap keluarga dan komunitas
Fungsi sosial yang masih dapat dipertahankan atau dicapai kembali oleh pasien sehingga tidak
menjadi beban dan dapat lebih mandiri. . Aspek ini dibagi dalam 5 (lima) tingkatan, yaitu:
Tingkat 1, bila penderita tidak memiliki ketergantungan mutlak dengan orang lain.
Tingkat 2, bila penderita tergantung kepada orang pada kegiatan yang memang memerlukan
bantuan orang lain, misalnya: membersihkan rumah, mencuci mobil, memasak.
Tingkat 3, bila penderita mampu melakukan sendiri namun bila lebih dari aktivitas kehidupan
dasar, dia akan memerlukan bantuan orang lain, misalnya penderita yang menggunakan alat bantu
gerak.
Tingkat 4, bila kegiatan dasar tidak mampu ia lakukan misalnya seperti anak balita dimana masih
memerlukan bantuan orangtuanya untuk mandi, makan dan berpakaian.
Tingkat 5, bila penderita sangat tergantung orang lain dalam segala aktivitas, misalnya seperti
anak bayi atau penderita yang mengalami lumpuh total pada anggota gerak.
Terapi Komperhensif : Terapi yang diberikan pelayanan kesehatan dimana menitik beratkan pada
beberapa kegiatan berupa pencegahan primer, sekunder dan tersier dengan memperhatikan kemampuan
sosial serta sesuai dengan mediko legal etika kedokteran
Pencegahan Primer:
o pemeliharaan & peningkatan kesehatan (promitive)
penyuluhan tentang kesehatan, perbaikan gizi, pemberian makanan atau suplementasi
tambahan
o pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive & specifik protection)
memasang kelambu untuk mencegah DBD, pemberian bubuk abate pada bak, imunisasi
dan vaksinasi
Pencegahan Sekunder
o deteksi dini dan penangan yang tepat (early diagnosis & prompt treatment)
o pencegahan kecacatan (disability limitation)
Pencegahan Tersier
o rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation)
1. Proses Industri
Semua tahapan produksi harus diperhatikan apa saja yang dapat mengganggu kesehatan para
pekerja itu sendiri. Beberapa hal yang terkait proses produksi yaitu: bahan baku, mesin dan cara
produksi, ergonomisitas, serta APD (Alat Pelindung Diri) yang dipakai pekerja selama bekerja
a. Mendesain kembali proses produksi yg kondusif thd kesehatan karyawan
b. Substitusi bahan2 yg berbahaya menjadi tidak bahaya ex: pestisida
c. Isolasi tempat-tempat kemungkinan menimbulkan debu & bising
d. Mekanisasi proses produksi
* Mengganti alat-alat dan cara kerja yg lebih ergonomis, sehat & aman
* Menggunakan proses tertutup, basah
2. Lingkungan kerja
a. Melakukan observasi pada lingkungan fisik dari tempat kerja dan selanjutnya
memberikan advice perbaikan apa saja yang dibutuhkan agar menunjang kesehatan para
pekerja
b. Melakukan pengukuran terhadap kandungan berbahaya ,secara kualitatif maupun
kuantitatif, yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja, selanjutnya memberikan advice
untuk menanggualangi secara bertahap, misalnya : Pemberantasan /penghilangan
/penurunan kadar dengan ventilasi aktif dan pasif/ dust trapp (polusi udara) isolasi,
segregasi, coverage, tabir
c. Melakukan pemantauan terhadap sarana dan prasarana kebersihan dan kesehatan di
lingkungan kerja. Pemberian fasilitas sanitasi yg cukup meliputi air bersih, pencuci,
pembuangan sampah, MCK dan lainnya.
3. Pekerja
Pencegahan penyakit pada aspek pekerja terbagi dalam beberapa tingkatan sesuai dengan tahapan
pencegahan penyakit yaitu :
a. Pencegahan Primer pencegahan yang dilakukan agar pekerja tidak terkena penyakit.
Health Promotion :
Pendidikan/Penyuluhan kesehatan secara umum.
Peningkatan gizi, rekreasi, spiritual.
Program menurunkan bad health life style
Spesific Protection:
Alat proteksi pakaian, masker, kaca mata, alas kaki, ear muff/plug, topi lebar,
Sabuk pengaman, helm dll
Biological monitoring untuk bahan berbahaya yang dilindungi UU
b. Pencegahan Sekunder Pencegahan yang dilakukan agar penyakit yang dialami pekerja
dapat di diagnosis sejak dini dan ditangan dengan tepat
Early Diagnosis (Dx dini)
dengan melakukan pemeriksaan umum dan khusus secara berkala/screening
menemukan kasus penyakit akibat kerja, penyakit yg berhubungan dgn
pekerjaan & penyakit umum
Prompt treatment/intervention
penatalaksanaan yang tepat dan cepat holistik
c. Pencegahan Tersier Pencegahan pada pekerja yang mengalami penyakit agar tidak
terjadi komplikasi atau kecacatan yang lebih buruk dan mempertahankan fungsi yang
masih ada
Rehabilitatif
Mengembalikan fungsi fisik, psikologis dan sosial dlm proses penyembuhan
suatu penyakit
4. Kebijakan Manajemen
Kebijakan manajemen perlu dilakukan dalam mendukung serta mengatur aspek proses produksi,
lingkungan kerja serta pekerja. Sistem yang digunakan dalam membuat suatu kebijakan
manajemen adalah “reward and punishment” sehingga para pekerja mulai membentuk ethos kerja
yang sinergis dengan pola hidup yang sehat dilingkungan kerja. Kebijakan kesehatan di
lingkungan kerja yang dapat dilakukan adalah :
a. Terhadap Pekerja :
Mengembangkan sistem reward and punishment
Menyiapkan SOP cara kerja yang safety untuk pekerja
Menunjang program pelayanan yang holistic, professional dan berkualitas
b. Terhadap Proses Kerja:
Kebijakan desain pabrik, perbaikan alat-alat proses
Kebijakan subtitusi
Kebijakan jadwal produksi
c. Terhadap Lingkungan Kerja:
Kebijakan terhadap jadwal kerja, biaya, standar lingkungan, serta proses
pembuangan limbah yang aman
Di Indonesia kesiapan lapangan adalah salah satu kunci yang harus disiapkan untuk mendukung
tercapainya UHC. Kesiapan lapangan yang dimaksud adalah ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan,
aksesibilitas, organisasi BPJS daerah, serta tingkat pengetahuan/kesadaran masyarakat. mutu pelayanan
bukan hanya ditentukan premi, melainkan juga ketersediaan fasilitas dan tenaga kesehatan. Harus ada
keseimbangan antara jaminan dan akses. Sebesar apa pun premi, jika belum ada pemerataan fasilitas
kesehatan di seluruh pelosok Tanah Air, tujuan utama dari pelaksanaan universal health coverage tidak
akan tercapai.