Anda di halaman 1dari 25

Partus Prematurus

Definisi

Persalinan prematur adalah suatu persalinan dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetapi belum
aterm (cukup bulan). Berat janin antara 1000- 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu
sampai 36 minggu.

ACOG Partus Prematurus Imminens adalah persalinan yang berlangsung pada umur kehamilan 20-
37 minggu dihitung dari hari peratama menstruasi terakhir.

Persalinan premature adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum 37 minggu, dengan interval kontraksi 5-8 menit atau kurang dan disertai dengan satu atau
lebih tanda berikut : 1. Perubahan serviks yang progresif, 2. Dilatasi serviks 2cm atau lebih, 3.
Penipisan serviks 80% atau lebih.

Klasifikasi Prematur

Menurut usia kehamilannya maka prematur dibedakan menjadi beberapa, yaitu:

a. Usia kehamilan 32 – 36 minggu disebut persalinan prematur (preterm)

b. Usia kehamilan 28 – 32 minggu disebut persalinan sangat prematur (very preterm)

c. Usia kehamilan 20 – 27 minggu disebut persalinan ekstrim prematur (extremely preterm)

Menurut berat badan lahir, bayi prematur dibagi dalam kelompok:

a. Berat badan bayi 1500 – 2500 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

b. Berat badan bayi 1000 – 1500 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR)

c. Berat badan bayi < 1000 gram disebut bayi dengan Berat Badan Lahir Ekstrim Rendah (BBLER)

Etiologi

 Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti persalinan preterm tidak diketahui. Namun ada beberapa resiko

yang dapat menyebabkan partus prematurus yaitu :

a. Faktor resiko mayor

Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu,

serviks mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih

dari 1 kali, riwayat persalinan pretem sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi

konisasi, dan iritabilitas uterus.

b. Faktor resiko minor

Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis,

merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari
2 kali.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2
atau lebih faktor resiko minor atau bila ditemukan keduanya.

Menurut Sarwono Prawirohardjo. Ilmu Kebidanan. 2008. Etiologi persalinan


prematur sering kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi medik yang mendorong untuk
dilakukannya tindakan sehingga terjadi persalinan prematur.

Kondisi yang menimbulkan partus prematur.

1. Faktor Janin dan plasenta:

Perkembangan Janin Terhambat.


Merupakan kondisi dimana salah satu sebabnya ialah pemasokan oksigen dan makanan
mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong untuk terminasi kehamilan lebih dini.

a. Solusio Plasenta.
Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan prematur. Meskipun sebagian
besar terjadi pada matur. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka kemungkinan
terulang menjadi lebih besar.

b. Plasenta Previa.
Sering kali berhubungan dengan persalinan prematur akibat harus dilakukan tindakan pada
perdarahan yang banyak. Bila terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan kondisi janin
kurang baik karena hipoksia.

c. Ketuban Pecah Dini.


Mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada beberapa kondisi yang
mungkin menyertai seperti serviks inkompeten, hidramnion, kehamilan ganda, infeksi vagina
dan serviks dan lain-lain. Infeksi asenden merupakan teori yang cukup kuat dalam
mendukung terjadinya amnionitis dan kemungkinan ketuban pecah.

d. Kehamilan Ganda
Sebanyak 10% pasien dengan partus preterm ialah kehamilan ganda dan secara umum
kehamilan ganda mempunyai masa gestasi yang lebih pendek.

e. Kelainan genetik
f. Infeksi (TORCH)
h. Polihidramnion
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk tumbuh,
bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan menekan
janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan, janin akan
mengalami berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak, cacat dinding
perut, dan sindroma Potter , suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa kedua mata
terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan
dagu yang tertarik ke belakang. Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi
sangat penting bagi perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada
pertengahan usia kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat
menyebabkan kematian.Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin,
cairan ini mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri
yang memiliki potensi patogen. Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus
bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi servik. Selain itu
cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan
dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan ke
dalam cairan amnion.Apabila polihidramnion akan peregangannya berlebihan, ibu dapat
mengalami dispnea dan pada kasus ekstrim, mungkin hanya dapat bernafas bila dalam posisi
tegak. Sering terjadi edema akibat penekanan sistem vena besar oleh uterus yang sangat
besar, terutama di ekstremitas bawah, vulva, dan dinding abdomen. Walaupun jarang, dapat
terjadi oligouria berat akibat obstruksi ureter oleh uterus yang sangat besar. Biasanya akan
menyebabkan persalinan sebelum usia gestasi 28 minggu, atau gejala dapat menjadi demikian
parah sehingga harus dilakukan intervensi.

i. Hipertiroid (Takikardi)
Hormon tiroid memiliki efek pada otot jantung, sirkulasi perifer dan sistem saraf simpatis
yang berpengaruh terhadap hemodinamik kardiovaskuler pada penderita
hipertiroid. Perubahan yang utama meliputi: peningkatan denyut jantung, kontraktilitas otot
jantung, curah jantung, relaksasi diastolik dan penggunaan oksigen oleh otot jantung serta
penurunan resistensi vaskuler sistemik dan tekanan diastolik. Gangguan fungsi kelenjar tiroid
dapat menimbulkan efek yang dramatik terhadap sistem kardiovaskuler, seringkali
menyerupai penyakit jantung primer. Pada ibu hamil yang mengalami hipertiroid akan terjadi
takikardi sehingga penyampaian oksigen ke janin tidan bisa berjalan lancar sehingga
menyebabkan abortus.

g. Vasa frevia
2. Faktor Ibu:

a.Hipertensi

Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cenderung untuk mengakhiri kehamilan, hal ini
menimbulkan prevatensi persalinan prematur meningkat.

b.Kelainan Rhesus.
Sebelum ditemukan anti D imunoglabulin maka kejadian induksi menjadi berkurang,
meskipun demikian hal ini masih sering terjadi.

c.Diabetes.
Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka dapat dipertimbangkan untuk
mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini dengan pemberian insulin dan diet yang terprogram,
umunya gula darah dapat dikendalikan.

d.Kelainan Bawaan Uterus


Meskipun jarang terjadi tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus preterm
dengan kelainan uterus yang ada.

e.Serviks Inkompeten.
Hal ini mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm. Riwayat tindakan serviks
dapat dihubungkan dengan terjadinya inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan
60% dari pasien serviks inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49% mengalami
pengakhiran kehamilan pervaginam.

f.Gizi
Jika ibu hamil menderita kurang gizi, maka janin yang ada dalam kandungannya juga akan
kekurangan gizi. Situasi ini akan berdampak pada masa depan kehidupan anak, yaitu
terancam berbagai penyakit, di antaranya kegemukan (obesitas), jantung, diabetes, kanker
payudara, tekanan darah tinggi hingga pertumbuhan hati janin yang tidak sempurna. Janin
yang kurang gizi tidak dapat tumbuh dengan baik. Janin akan kecil dan ini menyebabkan
fungsi hati pada kehidupannya kelak tak sempurna, termasuk kemungkinan untuk
mencernakan kolesterol. Maka bayi yang lahir dengan hati yang kecil kelak kadar kolesterol
darahnya tinggi dengan segala akibatnya. jika janin dalam kandungan kurang gizi, maka
janin bersangkutan akan beradaptasi untuk menghemat makanan yang didapat. Ini berarti
tubuh janin akan mengalami perubahan terhadap ensim insulin, dalam hal ini insulin. Selain
itu janin yang kekurangan gizi tidak akan mampu mempertahankan diri lebih lama dalam
kandungan sehingga kemungkinan besar terjadi premature, disebabkan oleh asupan nutrisi
dari ibu yang tidak mencukupi.

g.Perdarahan masif
h.Infeksi (TORCH)
TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat jenis penyakit infeksi
yaitu TOxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakti infeksi
ini, sama-sama berbahaya bagi janin bila infeksi diderita oleh ibu hamil. Infeksi TORCH
yang terjadi pada ibu hamil dapat menyebabkan keguguran, bayi lahir prematur, dan dapat
juga menyebabkan kelainan pada janin yang dikandungnya. Kelainan yang muncul dapat
bersifat ringan atau berat, kadang-kadang baru timbul gejala setelah remaja. kerusakan mata
(radang mata), kerusakan telinga (tuli), kerusakan jantung, gangguan pertumbuhan, gangguan
saraf pusat, kerusakan otak (radang otak), keterbelakangan mental, pembesaran hati dan
limpa. Penurunan antibody pada ibu mengakibatkan kelemahan pada janin terhadap infeksi
sehingga janin tidak dapat bertahan lama atau akan lahir premature.

i.Anemia
Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi
yang makin meningkat terhadap plasenta dari pertumbuhan payudara. Volume plasma
meningkat 45-65% dimulai pada trimester ke II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan
ke 9 dan meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterem serta kembali
normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen
plasenta, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron. Anemia juga menyebabkan
rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen.
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan
persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan
angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum
lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita
yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Dampak anemia pada kehamilan
bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia,
partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan
terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus,
dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).

j.Infeksi saluran kemih/genital/intrauteri


k.Stress psikologi
Stress atau perasaan tertekan akan dapat berakibat buruk pada bayi anda. Bagaimana stress
dapat mempengaruhi bayi anda, yaitu-- lewat perubahan fisik yang terjadi pada anda akibat
stress, seperti peningkatan detak jantung dan peningkatan hormone stress,-- mungkin anda
berfikir hal ini tidak secara langsung berpengaruh bagi bayi.
Dalam waktu pendek, tingkat stress yang tinggi akan dapat menyebabkan gejala : rasa lemas,
kurang tidur, perasaan cemas, nafsu makan terganggu atau terlalu banyak makan, sakit kepala
dan punggung. Dan jika tetap tak diatasi, dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih
serius seperti tekanan darah tinggi, sakit jantung, dan juga memperendah kekebalan tubuh
terhadap infeksi. Semua ini dapat berpengaruh pada bayi anda, seperti substasi-substasi yang
berasal dari hormone stress dapat mempunyai pengaruh yang merugikan bagi bayi. Dan stress
menjadi lebih besar pengaruhnya karena wanita yang sedang dalam keadaan stress akan
bertingkah laku berbeda. Contohnya wanita yang sedang stress biasanya tidak dapat makan
dengan baik dan pelarian ke rokok atau alcohol, dimana semua ini meningkatkan resiko pada
kesehatan bayi anda. Semua hal ini memungkinkan terjadinya abortus.

l.Riwayat persalinan preterm/abortus berulang


m.Pemakaian obat narkotik
Ibu hamil sebaiknya tidak mengonsumsi obat-obat herbal dan vitamin dosis tinggi, atau obat-
obatan lainnya tanpa pengawasan dokter. Obat-obatan dapat memengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin, khususnya pada masa-masa awal kehamilan masa sensitive antara
minggu ke-6 sampai minggu ke -12, yaitu fase kehamilan dimana semua organ vital bayi
sedang dibentuk.
Obat-obatan mungkin saja aman bagi ibu hamil, namun berbahaya bagi janin apalagi jika
dikombinasikan dengan obat-obatan lainnya atau makanan-makanan tertentu.
Jika obat-obat yang biasanya diperbolehkan saja tidak diizinkan untuk dikonsumsi
sembarangan selama hamil, apalagi obat-obatan terlarang seperti narkotika. Obat-obatan
semacam itu tentu memberikan efek yang lebih buruk dan lebih parah lagi untuk Anda dan
bayi Anda.
Bila Anda sedang sakit, beritahukan kepada dokter bahwa Anda sedang hamil agar dokter
tahu harus meresepkan obat-obatan yang boleh dikonsumsi oleh Anda. Jangan minum obat
dengan resep yang kadaluwarsa atau obat yang diresepkan untuk orang lain.
Sebagian obat –obatan memang harus diminum untuk menyembuhkan penyakit kronis seperti
diabetes, penyakit jantung, masalah tiroid, rematik, dan lainnya yang tetap harus berdasarkan
resep dokter.
Beberapa obat yang masih relative aman untuk wanita hamil diantaranya amoxicillin,
ampicillin, ephedrine, paracetamol. Namun, ingat kesemuanya harus tetap sepengetahuan
dokter Anda
Alkohol merupakan racun yang dapat mengganggu perkembangan janin. Dampak alcohol
terhadap kehamilan baru benar-benar diperhatikan secara serius dalam 15 tahun terakhir.
Alkohol bisa masuk ke dalam aliran darah bayi dan sangat mengganggu selama masa-masa
penting perkembangan bayi, yaitu sekitar minggu ke-6 sampai minggu ke-12, dan minggu-
minggu selanjutnya selama kehamilan.

Jika meminum alcohol lebih dari dua kali (dua gelas) sehari, satu diantara sepuluh janin akan
mengalami fetal alcohol syndrome (FAS) yang bisa mengakibatkan kelaianan-kelainan pada
wajah seperti pecah-pecah pada langit-langit mulut, dan bibir sumbing. Kelainanan lain yang
bisa muncul adalah kelainan jantung, perkembangan anggota badan yang tidak normal, dan
bayi dengan tingkat kecerdasan yang lebih rendah.

Jika ibu hamil meminum alcohol kurang dari dua gelas sehari, maka resiko kelainan pada
janin masih tetap ada. Hal ini disebabkan karena sebagian tubuh ibu hamil mengolah alcohol
menjadi acetaldehyde, zat yang sangat beracun.
Bayi yang lahir dari wanita peminum alcohol, beresiko memiliki berat badan yang lebih
rendah dari bayi rata-rata yang ibunya bukan peminum. Selain itu, bayi yang ibunya
peminum biasanya tidak bisa lama bertahan hidup. Menurut hasil penelitian, sekecil apapun
kadar alcohol yang diminum selama hamil bisa beresiko mengalami berbagai kelainan, baik
kelainan fisik maupun kelainan mental.

n. Trauma
o. Perokok berat
Dalam rokok, terkandung zat-zat kimia yang bisa membatasi pertumbuhan janin. Zat-zat
kimia tersebut mereduksi jumlah sel yang dihasilkan di dalam tubuh dan otak janin. Nikotin
yang terandung di dalam rokok membuat pembuluh-pembuluh darah menjadi mengkerut,
sehingga mengurangi persediaan darah untuk plasenta yang berakibat terganggunya
pertumbuhan janin.Dalam darah perokok kadar karbon moniksidanya lebih tinggi.
Perempuan perokok yang hamil harus menghentikan kebiasaan merokoknya karena akan
sangat merugikan kesehatan janin yang dikandung. Karbon monoksida akan terkonsentrasi
dalam darah janin. Karbondioksida akan meracuni dan mengurangi jumlah oksigen yang
dibawa ke dalam darah. Semakin banyak jumlah karbonmonoksida dalam darah janin, maka
akan semakin rendah berat badan bayi saat lahir. Menurut penelitan, ibu perokok biasanya
akan melahirkan bayi dengan berat badan yang lebih rendah 200 gram dari bayi yang
dilahirkan dari ibu bukan perokok. Bayi dengan berat badan rendah lebih rentan terhadap
berbagai infeksi, bisa terkena berbagai masalah kesehatan dan lebih kecil kemungkinannya
untuk bertahan hidup. Masih menurut hasil penelitian, kemungkinan bayi lahir premature
pada perempuan perokok hampir dua kali lipat.
Orang yang merokok biasanya makan lebih sedikit, sehingga janin yang dikandung tidak
akan mendapatkan gizi yang cukup untuk tumbuh dengan baik. Ibu perokok sering
mengalami defisiensi (kekurangan) zinc (seng), mangan, vitamin A, B6, B12, dan C.
Perokok lebih mungkin melahirkan anak dengan segala jenis cacat bawaan, khususnya pecah-
pecah pada langit-langit mulut, bibir sumbing, kelainan system saraf pusat. Resiko-resiko
kelainan tersebut akan semakin besar pada perokok berat.
Resiko keguguran (aborsi spontan) dan bayi lahir mati juga semakin besar (dua kali lipat)
pada perokok. Hal tersebut dikarenakan merokok menyebabkan resiko plasenta turun ke
bawah di dalam rahim. Merokok juga bisa menyebabkan plasenta bayi menjadi lebih tipis,
pembuluh-pembuluh darah menjadi rusak. Kematian neonatal lebih sering terjadi pada janin
yang ibunya perokok. Ibu-ibu yang masih terus merokok setelah bulan keempat kehamilan
memiliki resiko hampir sepertiga bayinya mati dalam seminggu setelah lahir. Asap rokok
menyebabkan bayi sangat beresiko mengalami gangguan kesehatan selama tahun pertama
kehidupannya. Bayi cenderung menderita bronchitis dan memiliki peluang lebih besar untuk
mengalami kematian mendadak atau SIDS (Sudden Infant Death Syndrome). Wanita yang
sebelumnya merokok lalu mengurangi atau berhenti merokok sebelum minggu ke-20
kehamilan bisa saja melahirkan bayi dengan berat badan yang sama dengan bayi yang lahir
dari wanita bukan perokok, namun masih tetap menyisakan resiko abnormalitas/kelainan
bawaan karena pernah merokok pada fase-fase awal kehamilan atau sebelum pembuahan.
Resiko kelainan pada bayi juga dimiliki oleh wanita-wanita perokok pasif yang terbiasa hidup
dengan asap rokok. Anak-anak yang ayahnya perokok berat beresiko dua kali lipat terkena
abnormalitas/kelainan.

Separuh dari wanita hamil yang mengalami kelahiran prematur terjadi tanpa alasan
atau sebab yang tidak diketahui. Banyak hal yang dapat mempertinggi risiko terjadinya
kelahiran prematur. Beberapa di antaranya, infeksi mulut rahim atau saluran kencing,
pecahnya kantung amnion (cairan ketuban), dan lemahnya mulut rahim. Penyakit kronik
seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit ginjal dan thyroid (gondok), serta pemakaian
substansi seperti perokok, peminum alkohol atau pemakai narkoba juga bisa memicu
kelahiran prematur. Begitu pula jika usia ibu saat hamil kurang dari 18 tahun atau lebih dari
40 tahun. Kondisi lainnya seperti janin dengan kelainan kongenital atau produksi cairan
amnion berlebihan dapat pula merangsang persalinan lebih awal.
Epidemiologi
Pemicu obstetric yang mengara pada partus prematurus imminens (PPI) antara lain : 1.
Persalinan atas indikasi ibu ataupun janin, baik dengan pemberian induksi ataupun seksio
sesaria ; 2. PPI spontan dengan selaput amnion utuh; 3. PPI dengan ketuban pecah dini,
terlepas apakah akhirnya dilahirkan pervaginam atau melalui seksio sesaria. Sekitar 30-35%
dari PPI berdasarkan indikasi, 40-45% PPI terjadi secara spontan dengan selaput amnion
utuh, dan 25-30% PPI yang didahului ketuban pecah dini.
Kontribusi penyebab PPI berbeda berdasarkan kelompok etnis, PPI pada wanita kulit putih
lebih umum merupakan PPI spontan dengan selaput amnion utuh, sedangkan pada wanita
kulit hitam lebih umum didahului ketuban pecah dini sebelunya. PPI juga bisa dibagi menurut
usia kehamilan: sekitar 5% PPI terjadi pada usia kehamilan kurang dari 28 minggu (extreme
prematurity), sekitar 15% terjadi pada usia kehamilan 28-31 minggu (moderate prematurity),
dan 60-70% pada usia kehamilan 34-36 minggu (near tern).
C. Patofisiologi
Manifestasi Klinik

Menurut Saifuddin (2001), kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit

atau kurang dan adanya pengeluaraan lendir kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini

a. Pada periksa dalam, pendataran 50-80 persen atau lebih, pembukaan 2 cm atau lebih.
b. Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG: panjang servik kurang dari 2 cm pasti akan terjadi

persalinan prematur, tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan
prematur, cara edukasi pasien bahkan dengan monitoring kegiatan di rumah tampaknya tidak memberi

perubahan dalam insidensi kelahiran prematur.

Menurut Mansjoer (2000) manifestasi klinik persalinan pretem adalah:

a. Kontraksi uterus yang teratur sedikitnya 3 sampai 5 menit sekali selama 45 detik dalam waktu minimal 2 jam .

b. Pada fase aktif , intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien melakukan aktivitas.

c. Tanya dan cari gejala yang termasuk faktor risiko mayor dan minor

d. Usia kehamilan antara 20 samapi 37 minggu

e. Taksiran berat janin sesuai dengan usia kehamilan antara 20 sampai 37 minggu.

f. Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm.

Tanda dan Gejala Partus Prematurus:


 Umur kehamilan sama dengan atau < 37 minngu
 Berat badan sama dengan atau < 2500 gram
 Panjang badan sama dengan atau < 46 cm
 Kuku panjangnya belum melewati ujung jari
 Batas dahi dan rambut kepala belum jelas
 Lingkar kepala sama dengan atau < 33 cm
 Lingkar dada sama dengan atau < 30 cm
 Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
 Rambut lanugo masih banyak
 Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
 Tumit mengkilap, telapak kaki halus
 Testis belum turun ke dalam skrotum (bayi laki-laki), klitoris menonjol dan labia
mayora belum tertutup labia minora (bayi perempuan)
 Tonus otot lemah
 Fungsi saraf belum atau kurang matang
 Vernik kaseosa tidak ada atau sedikit

Diagnosis

D. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI (Wiknjosastro, 2010),
yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap 7-8
menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%, atau telah
terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.
Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The American
Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk mendiagnosis PPI ialah sebagai
berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau delapan
kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO, faktor rhesus,
urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas biofisik,
cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba dan kelainan
uterus

Diagnosis pada partus prematur didasarkan pada ada tidaknya kontraksi rahim yang
teratur pada kehamilan kurang bulan yang beraitan dengan perubahan serviks
akibat dilatasi atau pembukaan (Hacker, Neville. F, 2001: 298).

Kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur jarak 7-8 menit atau
kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginam dan
diikuti salah satu dari berikut:

 Pada pemeriksaan dalam terdapat pendataran 50-80% atau pembukaan 2 cm atau lebih.
 Hasil pengukuran dengan USG dimana panjang servik kurang dari 2 cm.

Pencegahan

a. Melakukan pengawasan hamil dengan seksama dan teratur

b. Melakukan konsultasi terhadap penyakit yang dapat menyebabkan kehamilan dan persalinan preterm.
c. Memberikan nasehat tentang gizi saat kehamilan, meningkatkan pengertian KB-interval, memperhatikan

tentang berbagai kelainan yang timbul dan sgera melakukan konsultasi, menganjurkan untuk pemeriksaan

tambahan sehingga secara dini penyakit ibu dapat diketahui dan diawasi / diobati.

d. Meningkatakan keadaan sosial – ekonomi keluarga dan kesehatan lingkungan

Partus prematurus dapat dicegah dengan cara:

a. Tindakan umum

1. dilaksanakan perawatan prenatal, diet, pemberian vitamin dan penjagaan hygiene

2. aktifitas (kerja, perjalanan, coitus) dibatasi pada pasien-pasien dengan riwayat partus
prematurus

3. penyakit-penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan segera

4. keadaan seperti toxemia dan diabetes memerlukan kontrol yang seksama

5. tindakan pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif gigi yang berat harus
ditunda.

b.Tindakan khusus

1. pasien-pasien dengan kehamilan kembar harus istirahat di tempat tidur sejak minggu ke-28
hingga minggu ke-36 atau ke-38

2. fibromyoma uteri, kalau memberikan keluhan, dirawat dengan istirahat di tempat tidur dan
analgesia. Pembedahan sedapat mungkin dihindari

3. placenta previa dirawat dengan istirahat total dan transfusi darah untuk menunda kelahiran
bayi sampai tercapai ukuran yang viabel. Tentu saja perdarahan yang hebat memerlukan
pembedahan segera

4. inkompetensi cerviks harus dijahit dalam bagian pertama trimester kedua selama semua
persyaratannya dipenuhi
5. sectio caesarea elektif dan ulangan hanya dilakukan kalau kita yakin bahwa bayi sudah cukup
besar. Bahaya pada pembedahan yang terlalu dini adalah kelahiran bayi-bayi yang tidak bisa
bertahan hidup

obat-obat dapat digunakan untuk menghentikan persalinan.

Partus prematurus menurut Mochtar (1998) dapat dicegah dengan mengambil langkah-langkah
berikut ini :
a. Jangan kawin terlalu muda dan jangan pula terlalu tua (idealnya 20 sampai 30 tahun).
b. Perbaiki keadaan sosial ekonomi
c. Cegah infeksi saluran kencing
d. Berikan makana ibu yang baik, cukup lemak , dan protein
e. Cuti hamil
f. Prenatal care yang baik dan teratur
g. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan anak

Penatalaksanaan

Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam, dilanjutkan tiap 8
jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan lagi jika timbul kontaksi
berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol dapat
digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih kecil.
Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan per oral: 4 mg, 2-
4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis per infus: 10-15 µg/menit,
subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam
(maintenance). Efek samping dari golongan obat ini ialah: hiperglikemia,
hipokalemia, hipotensi, takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv, secara bolus
selama 20-30 menit, dan infus 2-4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang
digunakan karena efek samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun
janin. Beberapa efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan
depresi pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide dapat
menghambat produksi prostaglandin dengan menghambat cyclooxygenases
(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi prostaglandin. Indometasin merupakan
penghambat COX yang cukup kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular
pada janin. Sulindac memiliki efek samping yang lebih kecil daripada
indometasin. Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks
percobaan klinis.

Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu membatasi aktivitas
atau tirah baring serta menghindari aktivitas seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan intrauterine
terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan pasien stabil
dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.

2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid,


Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan surfaktan paru
janin, menurunkan risiko respiratory distress syndrome (RDS), mencegah perdarahan
intraventrikular, necrotising enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya
menurunkan kematian neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia
kehamilan kurang dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian steroid ini
tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat. Pemberian siklus tunggal
kortikosteroid ialah:
1. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
2. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin releasing
hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang kemudian
dapat meningkatkan produksi surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena
inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika yang
tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum.
Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung risiko terjadinya infeksi,
seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral, yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x
500 mg selama 3 hari. Obat pilihan lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari,
atau dapat menggunakan antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan
pemberian ko-amoksiklaf karena risiko necrotising enterocolitis.

Penanganan:

Persalinan preterm tidak bisa diprediksi, namun bisa dicegah. Yaitu dengan pemberian obat
yang bekerja melemaskan otot-otot rahim sehingga tidak terjadi kontraksi. Pemberian obat ini
dimaksudkan untuk menahan bayi agar tidak lahir, karena janin kurang dari 36 minggu dan
berat kurang 2,5 kg, paru-parunya belum sempurna sehingga dapat mengakibatkan gagal
nafas. Gagal nafas ini bisa menyebabkan kematian.

Oleh karena usia hamil dan berat lahir merupakan faktor penentu dari fetal survival maka
Yang menjadi tujuan utama pengelolaan persalinan adalah :

1) Meningkatkan usia hamil


2) Meningkatkan berat lahir
3) Menurunkan morbiditas dan mortalitas perinata
4) Prinsip pengelolaan persalinan preterm yang membakat adalah tergantung pada
5) Kondisi ketuban masih utuh atau sudah pecah.
6) Usia kehamilan dan perkiraan berat janin.
7) Ada atau tidak adanya gejala klinis dari infeksi intra uterin.
8) Ada atau tidak petanda-petanda yang meramalkan persalinan dalam waktu yang relatif dekat
(kontraksi, penipisan servik dan kadar IL-6 dalam air ketuban ). Pengelolaan persalinan
preterm dengan ketuban yang masih intak.
Pada dasarnya apabila tidak ada bahaya untuk ibu dan/atau janin maka pengelolaan
persalinan preterm yang membakat adalah konservatif, yakni :
1) Menunda persalinan dengan tirah baring dan pemberian obat-obat tokolitik.
2) Memberikan obat-obat untuk memacu pematangan paru janin.
3) Memberikan obat-obat antibiotika untuk mencegah risiko terjadinya infeksi perinatal
4) Merencanakan cara persalinan prterm yang aman dan dengan trauma yang minimal
5) Mempersiapkan perawatan neonatal dini yang intensif untuk bayi-bayi prematur.
Setiap persalinan preterm harus dirujuk ke rumah sakit, cari apakah maternal ada factor
penyulit, dinilai apakah termasuk risiko tinggi atau rendah sebelumdirujuk, berikan air
minum 1000 ml dalam waktu 30 menit dan nilai apakah kontraksi berhenti apa tidak Bila
kontraksi masih berlanjut, berikan obat tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral dosis tunggal
sebagai pilihan pertama atau ritodrin 10 mg peroral dosis tunggal sebagai pilihan kedua atau
ibuprofen 400 mg peroral dosis tunggal pilihan ketiga Bila pasien menolak dirujuk, pasien
harus istirahat baring dan banyak minum, tidak diperbolehkan bersenggama. Pasien diberi
tokolitik seperti fenoterol 5 mg peroral tiap 6 jam atau ritodrin 10 mg peroral tiap 4 jam atau
ibuprofen 400 mg peroral tiap 8 jam sampai 2 hari bebas kontraksi.Persalinan tidak boleh
ditunda bila ada kontraindikasi mutlak ( gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum
yang banyak) dan kontraindikasi relative ( gestosis, diabetes mellitus, pertumbuhan janin
terhambat dan pembukaan serviks 4cm). Di rumah sakit dilakukan Observasi pasien selama
30-60 menit. Penatalaksanaannyatergantung kontraksi uterus serta dilatasi dan pembukaan
serviks.
a. Hidrasi dan sedasi, yaitu dengan NaCl 0,9%; dekstrosa 5% atau RL; dektrosa 5% sebanyak
1: 1 dan sedasi dengan morfin sulfat 8- 12 mg IM selama 1 jam sambil mengobservasi ibu
dan janin
Pasien kemudian dikelompokan menjadi 3 kelompok:
Kelompok I : Pembukaan serviks terus berlangsung maka diberikan tokolisis.
Kelompok II : Tidak ada perubahan pembukaan dan kontraksi secara masih terjadi maka
diberikan tokolisis.
Kelompok III : Tidak ada perubahan dan kontraksi uterus berkurang maka pasien hanya
diobservasi.
· Berikan tokolisis bila janin dalam keadaan baik, kehamilan 20-37 minggu, pembukaan
serviks kurang dari 4 cm, dan selaput ketuban masih ada. Jenis tokolisis adalah betamimetik
adrenergik, magnesium sulfat 4g, etil alkohol dan glukokortikoid.
Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau episiotomi lebar dan ada
perlindungan forseps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan SC
bila janin letak sungsang, gawat janin dengan syarat partus pervaginam terpenuhi, infeksi
intrapartum dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang, plasenta
previa dan tafsiran berat janin 1500 gr.
Penatalaksanaan pada kelahiran dan persalinan premature

Kelahiran harus berlangsung di rumah sakit yang dilengkapi dengan special intensive care
nurseries atau bangsal anak dengan perawatan intensif khusus. Pemindahan bayi ke rumah
sakit rujukan setelah lahir bukan merupakan pendekatan yang memuaskan.

Prinsip bahwa kelahiran bokong yang prematur sebaiknya dilaksanakan dengan sectio
caesarea adalah berdasarkan 2 observasi:

1. Sehubungan dengan tubuh janin, kepala janin yang prematur secara proporsional akan lebih
besar daripada kepala janin aterm. Badan dapat melewati servik dan panggul tapi bagian
lunak janin lahir tidak cukup berdilatasi untuk memberikan ruang bagi kepala sehingga
terjadilah kemacetan.

2. Bukti statistik bahwa bayi prematur dengan presentasi bokong lebih aman bila dilahirkan
lewat sectio caesarea.

a. Persalinan

Tindakan yang hati-hati dan tidak kasar merupakan hal yang teramat penting. Bayi
prematur dengan tengkorak yang lunak dan daya tahan yang rendah tidak akan mampu
menghadapi trauma. Kalau mungkin, kontraksi kuat yang berlebihan dan partus presipitatus
harus dihindari. Sayangnya baik bayi maupun uterus tidak siap untuk persalinan yang normal.
Sering cervik yang belum matang menambah kesulitan-kesulitan tersebut. Monitoring denyut
jantung anak secara terus-menerus merupakan hal yang penting.

b. Analgesia dan anesthesia


Bayi prematur amat peka terhadap obat-obat yang diberikan kepada ibu untuk
meredakan nyeri. Sekalipun dosisnya kecil bisa terjadi depresi pusat-pusat vital yang
menyebabkan respirasi terlambat dimulai dan timbul asphyxia. Selama proses persalinan
sebaiknya dihindari pemakaian segala jenis narkotik. Kelahiran paling aman dilaksanakan
dengan infiltrasi lokal atau pudendal block. Jika diperlukan anesthesi yang lebih dalam, bisa
digunakan teknik konduksi seperti epidural block.

c. Kelahiran

1. kelahiran harus dilaksanakan secara hati-hati dan perlahan-lahan untuk menghindari


kompresi dan dekompresi kepala secara cepat

2. oksigen diberikan lewat masker kepada ibu selama kelahiran

3. ketuban tidak boleh dipecahkan secara artifisial. Kantong ketuban berguna sebagai bantal
bagi tengkorak prematur yang lunak dengan sutura-suturanya yang masih terpisah lebar

4. episiotomi mengurang tekanan pada cranium bayi

5. foerceps rendah dapat membantu dilatasi bagian lunak jalan lahir dan mengarahkan kepala
bayi lewat perineum. Kami lebih menyukai kelahiran spontan kalau keadaannya
memungkinkan

6. ekstraksi bokong tidak boleh dilakukan. Bahaya tambahan pada kelahiran prematur adalah

bahwa bokong tidak dapat menghasilkan pelebaran jalan lahir yang cukup untuk
menyediakan ruang bagi kepala bayi yang relatif besar

7. kelahiran presipitatus dan yang tidak ditolong berbahaya bagi bayi-bayi prematur

8. seorang ahli neonatus harus hadir pada saat kelahiran.

d. Perawatan Bayi Prematur


1. posisi kepala di bawah (pada sudut sekitar 30o) dipertahankan untuk memudahkan drainage
tractus respiratorius. Jika perdarahan intracranial dicurigai, bayi harus dibaringkan dalam
posisi horizontal

2. sekret diaspirasi dari dalam tengkorak dan hidung secara hati-hati dengan alat pengisap lendir

3. inkubator sangat menolong karena suhu, kelembaban dan oksigen bisa dikontrol. Atmosfer
yang paling baik adalah atmosfer yang hangat. Untuk mencegah terjadinya retrolental
fibroplasia, kadar oksigen harus dibawah 40 %

4. bayi yang apneu harus diberi oksigen selama 1 sampai 2 menit dari kelahiranyya. Diperlukan
pernapasan buatan yang memadai. Kami mendapatkan bahwa teknik pernapasan dengan
balon dan masker (bag and mask technique) merupakan teknik yang efisien dan aman

5. tindakan resusitasi harus hati-hati dan tidak kasar. Pemukulan dan pemijatan tidak
dianjurkan. Yang paling baik adalah penanganan yang sedikit mungkin

6. kadang-kadang diperlukan laryngoskop untuk mengeluarkan debris dari dalam tractus


respiratorius dan untuk melakukan intubasi guna memasukkan oksigen

7. respirasi yang sukar dan menetap dapat menunjukkan adanya pneumothorax atau hernia
diafragmatika

8. kalau bayinya terbius oleh obat-obat yang digunakan ibu, maka pengaruh obat-obat depresan
ini dapat dilawan dengan pemberian Nalline kepada bayi tersebut. Takarannya adalah 0,2 mg
yang diberikan ke dalam vena umbilicalis. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram, takarannya
adalah 0,1 mg. Obat-obat perangsang tidak boleh digunakan

9. sekalipun tidak ada kesepakatan apakah tali pusat harus dijepit secara dini ataukah bayi harus

diangkat lebih tinggi daripada placenta sampai denyut tali pusat berhenti, namun terdapat
kesepakatan bahwa tali pusat tidak boleh diurut ke arah bayi karena darah tambahan yang
masuk mendadak ke dalam sirkulasi darah bayi dapat menimbulkan overloading dan
memberikan beban kepada jantung

10. karena prematuritas umumnya disertai kongenital, bayi harus diperiksa dengan cermat

11. kalau mungkin kelahiran harus dihadiri oleh dokter spesialis anak
12. bangsal perawatan prematur yang terpisah dengan staf yang terlatih khusus merupakan
fasilitas yang amat berharga.

13. yang terbaru adalah metode Kanguru untuk bayi prematur: perawatan ini bisa digunakan
sebagai penggnti perawatan dengan inkubator, caranya, dengan mengenakan popok dan tutup
kepala pada bayi yang baru lahir. Kemudian, bayi diletakkan di antara payudara ibu dan
ditutupi baju ibu yang berfungsi sebagai kantung kanguru. Posisi bayi tegak ketika ibu berdiri
atau duduk, dan tengkurap atau miring ketika berbaring. Hal ini dilakukan sepanjang hari
oleh ibu atau pengganti ibu (ayah atau anggota keluarga lain). 5

Manajemen persalinan prematur bergantung pada beberapa faktor:


1. Keadaan selaput ketuban
Pada umumnya persalinan tidak ditunda jika selaput ketuban sudah pecah
2. Pembukaan serviks
Persalinan akan sulit dicegah apabila pembukaan mencapai 4 cm
3. Umur kehamilan
Makin muda usia kehamilan, upaya mencegah kehamilan makin perlu dilakukan. Persalinan dapat
dipertimbangkan berlansung bila TBJ > 2,000 atau kehamilan > 34 minggu
4. Penyebab/komplikasi persalinan prematur
5. Kemampuan neonatal intensive care facilities

Kontraindikasi penundaan persalinan yaitu:

a. Mutlak ; Gawat janin, korioamnionitis, perdarahan antepartum yang banyak

b. Relatif ; diabetes mellitus (beta-mimetik), pertumbuhan janin terhambat, pembukaan serviks lebih dari 4 cm

Penanganan di RS
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberikan
kortikosteroid sebagi induksi maturasi paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu. Ibu masuk
rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan dan tindakan sebagai berikut:
a. Berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin
b. Berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis deksamethason 5 mg
IM selang 6 jam)
c. Steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Pemberian obat-obatan tokolitik(salbutamol,MgSo4,Nifedipin, Nitrat) tidak lebih dari 48 jam.Monitor
keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan
ketuban atau darah pervaginam, DJJ, balance cairan , gula darah) (Saifuddin, 2002).
Cara Persalinan
Bila Janin presentasi kepala maka diperbolehkan partus pervaginam dengan episiotomi lebar
dan perlindungan forseps terutama pada bayi < 35 minggu
Indikasi sectio caesaria:
Ø Janin sungsang pada usia kehamilan 30-34 minggu, sectio caesaria dapat dipertimbangkan
tapi setelah kehamilan lebih dari 34 minggu, persalinan dibiarkan terjadi karena morbiditas
dianggap sama dengan kehamilan aterm
Ø Taksiran berat badan janin kurang dari 1500 gram (masih kontroversial)
Ø Gawat janin, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
Ø Infeksi intrapartum dengan takikardi janin, gerakan janin melemah, oligohidramnion, dan
cairan amnion berbau, bila syarat pervaginam tidak terpenuhi
Ø Kontraindikasi partus pervaginam lain (letak lintang, plasenta previa) (Jefferson R, 2004).

Lakukan persalinan pervaginam bila janin presentasi kepala atau dilakukan episiotomi lebar dan lakukan

perlindungan forceps terutama pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sesarea bila janin

letak sunggsang , gawat janin dengan syarat partus pervaginam tidak terpenuhi , janin letak lintang, placenta

previa dan taksiran berat janin 1.500 gram (Mansjoer, 2002).

Pimpinan partus prematurus bertujuan untuk menghindari trauma bagi anak yang masih lemah :

a. Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan pula terlalu cepat

b. Jangan memecah ketuban sebelum pembukaan lengkap

c. Buatlah episiotomi medialis

d. Kalau persalinan perlu diselesaikan, pilihlah forceps diatas ekstraksi vakum

e. Jangan menggunakan narcose

f. Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindarkan ikterus neonatorum yang berat

Komplikasi

Pada ibu, setelah persalinan prematur, infeksi endometrium lebih sering terjadi
mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi prematur
memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi, sedangkan bayi yang lahir dari ibu yang
menderita amnionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres
pernafasan, sepsis neonatal, necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventrikuler 3 kali
lebih besar (Jefferson R, 2004).

Komplikasi partus prematur yaitu terjadinya perdarahan plasenta dengan pembentukan


prostaglandin dan mungkin induksi stress, janin mati, dan kelainan congenital (Saifudin, 2002
: 300) sedangkan menurut Nur Cahyo (2008) komplikasi partus prematur yaitu:

 Sindroma gawat janin


 Ketidakmatangan pada system saraf
 Rentang terjadinya perdarahan otak atau serangan apneu
 Intoleransi pemberian makanan
 Retinopati dan gangguan penglihatan atau kebutaan (fibroplasia retrolental)
 Displasia bronkopulmoner
 Penyakit jantung
 Jaundice
 Infeksi atau septicemia
 Anemia
 Hipoglikemia/ Hiperglikemia
 Perkembangan dan partumbuhan yang terhambat
 Keterbelakangan mental dan motorik

Prognosis

Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir dengan berat 2.000
sampai 2.500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97 persen. 1500 sampai 2.000 gram lebih
dari 90 persen dan 1.000 sampai 1.500 gram sebesar 65-80 persen (Mansjoer, 2002).

Prematurnya masa gestasi akan dapat mengakibatkan ketidakmatangan pada semua sistem organ. Baik itu

pada sistem pernapasan (organ paru-paru), sistem peredaran darah (jantung), sistem pencernaan dan sistem

saraf pusat (otak). Ketidakmatangan pada sistem-sistem organ itulah yang membuat bayi prematur cenderung

mengalami kelainan dibandingkan bayi normal. Kelainan itu bisa berupa :

a. Sindroma gangguan pernapasan.

Kelainan ini terjadi karena kurang matangnya paru-paru, sehingga jumlah surfaktan (cairan pelapis paru-paru)

kurang dari normal. Ini menyebabkan paru-paru tidak dapat berkembang sempurna.

b. Perdarahan otak

Biasanya terjadi pada minggu pertama kelahiran, terutama pada bayi prematur yang lahir kurang dari 34 minggu.

Pendarahan otak ini menyebabkan bayi prematur tumbuh menjadi anak yang relatif kurang cerdas, dibanding

anak yang lahir normal.

c. Kelainan jantung

Yang sering terjadi adalah Patent Ductus Arteriosus, yaitu adanya hubungan antara aorta dengan pembuluh

darah jantung yang menuju paru-paru.

d. Kelainan usus

Ini disebabkan akibat imaturitas atau kurang mampu dalam menerima nutrisi.

e. Anemia dan infeksi

Belum matangnya fungsi semua organ tubuh, membuat bayi prematur menghadapi berbagai masalah. Seperti

mudah dingin, lupa napas, mudah infeksi karena sensor otaknya belum sempurna, pengosongan lambung
terhambat (refluks), kuning dan kebutaan

Prognosis partus prematurus:

a. prematur dewasa ini merupakan faktor yang paling sering terjadi yang terkait kematian dan
morbiditas bayi. Sebagian besar bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama mempunyai
bobot yang kurang dari 2500 gram pada saat lahir

b.anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur

c.gangguan respirasi menyebabkan 44 % kematian yang terjadi pada umur kurang dari 1
bulan. Jika berat bayi kurang dari 1000 gram, angka kematian ini naik menjadi 74 %
d.karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak, bayi prematur lebih
rentan terhadap kompresi kepala

e.pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir dengan berat
2000-2500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97 %, 1500-2000 gram lebih dari 90
%, dan 1000-1500 gram sebesar 65-80 %.

Anda mungkin juga menyukai