Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Saat ini pestisida telah secara luas digunakan untuk tujuan memberantas
hama dan penyakit tanaman dalam bidang pertanian dan perkebunan. Laporan dari
Food Agriculture Oganization menyatakan lebih dari 70.000 pestisida beredar di
seluruh dunia dan dipergunakan secara aktif oleh para petani (FAO, 2003).
Pestisida telah digunakan sebagai sarana untuk mengendalikan organisme
pengganggu tumbuhan (OPT) di Indonesia sejak sebelum Perang Dunia ke II (PD
II). Berbagai uji coba penggunaan pestisida pada tanaman padi menunjukkan
bahwa pestisida dapat melindungi tanaman dari serangan OPT. Tanaman dapat
tumbuh dengan baik sehingga dapat meningkatkan hasil pertanian dibandingkan
tanaman tanpa aplikasi pestisida (Rahayuningsih, 2009).
Cara penggunaan pestisida itu sendiri harus benar sesuai aturan. Peraturan
pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman sebagai penjabaran
UU No.12 Tahun 1992 memberikan pedoman bagaimana penggunaan pestisida
secara efektif, efisien serta dampak negatif minimal bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. Pedoman tersebut tercantum pada pasal 15 ayat (1) yang menyatakan
bahwa “ Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan dilakukan secara tepat guna adalah ; tepat jenis, tepat dosis, tepat cara,
tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat tempat (Untung, 2007).
Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan berakibat pada kesehatan
petani dan lingkungan. Pada tahun 2000, penelitian terhadap para pekerja atau
penduduk yang memiliki riwayat kontak pestisida banyak sekali dilakukan di
Indonesia. Dari berbagai penelitian tersebut diperoleh gambaran prevalensi
keracunan tingkat sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu antara
8,5%−50% (Achmadi, 2005).
Mereka yang terkena dampak dari pestisida dapat mengalami pusing,
muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal dan menjadi luka, kejang, pingsan
dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya
disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran
bahwa pestisida adalah racun (Girsang, 2009).
Tingkat Pengetahuan Petani tentang penggunaan pestisida dan bahayanya
masih kurang. Selama ini penggunaan pestisida oleh petani hanya sebatas
pengalaman tanpa mengenal jenis, formulasi dan sifat-sifat pestisida yang
digunakan. Hal tersebut jika dibiarkan akan berdampak pada kelestarian
lingkungan serta terjadinya resistensi dan resurjensi hama. Oleh sebab itu,
mengenal jenis, formulasi dan sifat-sifat pestisida penting untuk dipelajari.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa mengenal dan
mengetahui jenis – jenis pestisida, kandungan bahan aktif dan bahan campuran
pestisida, bentuk aplikasi pestisida, dan bahaya – bahaya pestisida.
BAB II
METODE PRAKTIKUM

2.1. Alat dan Bahan


 Alat Tulis
 Tabung Reaksi
 Kertas HVS
 Kamera
 Avidor 25 WP, Rhizomax, Amistar TOP 325 5C, LB 10, Decis 25 Ec, Top
Ten, dan Organem.
2.2. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 8 November 2018 di ruangan
Laboratorium OPT Fakultas Pertanian Universitas Singaperbangsa Karawang.
2.3. Cara Kerja
1) Siapkan alat dan bahan
2) Catat semua informasi yang ada pada kemasan pestisida yang sudah
disediakan, seperti nama dagang, nama bahan aktif, formulasi, produsen,
bentuk, jenis sasaran dan cara aplikasi.
3) Ambil gambar dengan kamera dari masing – masing kemasan pestisida.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Hasil
No. Produsen Jenis Sasaran Hama/Penyakit Nama Dagang Bahan Aktif Bentuk Bentuk Sediaan Informasi Pestisida Safety
Formulasi Siap Aplikasi
1 Cv. Saprotan Insektisida Wereng coklat, Hama trips, Avidor 25 WP Imidakloprid 25% Padatan Suspensi  Menggunakan sarung tangan
Utama Kutu daun.  Menggunakan masker
 Pakai baju panjang
 Sepaatu booth
 Cuci tangan
2 Wish Pupuk - Rhizomax - Padatan Suspensi Simpan di tempat aman
Indonesia Hayati
Bogor PGPR
3 PT. Syngenta Fungisida - Amistar Top  Azoksistrobin Cairan Emulsi  Menggunakan sarung tangan
Indonesia + ZPT 325 5C 200gr/L  Menggunakan masker
 Difenakonazol  Sarung tangan
125 gr/L  Pakai pakaian panjang
4 CV. Hijau Formula - LB 10 - Cairan Larutan Simpan di tempat aman
Lestari Hayati
 Ulat Grayak pada
anggrek, apel, bawang
merah, cabai, dan
jagung.
 Lalat buah pada
belimbing, cabai.
 Lalat bibit pada jagung
dan kacang hijau.  Menggunakan sarung tangan
5 Bayer Insektisida  Kutu daun pada cabai, Decis 25 Ec Deltrametrin 25 g/ Cairan Emulsi  Menggunakan masker
jeruk dan kacang L  Sarung tangan
panjang.  Pakai pakaian panjang
 Hama trips, belalang,
penggerek batang,
penggerek tongkol,
hama gudang, kutu
putih, penghisap pucuk,
penghisap buah, dan
ulat jengkal.
6 CV. Global Pupuk cair - Top Tan - Cairan Larutan Simpan di tempat aman
Nusantara
 Azadirachtin
(0,8% - 1,4%)

Balai Helicoverpa armigera,  Solannin


solansa,
Penelitian Spodoptera litura,
7 Pestisida Organeem solannol acetat. Cairan Emulsi Simpan di tempat aman
Tanaman Plutella maculipensis,
organik  Gedunin
Tembakau nilaparcuata lugens.
 Nimbinen dan
& Serat
deacebyl
numbinen.
3.2. Pembahasan
Hasil praktikum ini, mahasiswa melakukan pengamatan terhadap beberapa kemasan
pestisida dan pupuk, antara lain dari jenis insektisida, fungsida, pestisida organik, pupuk
cair, pupuk hayati dan formula hayati.
Penjelasan lebih mendalam jenis – jenis pestisida dan pupuk yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Avidor 25 WP
Avidor 25 wp merupakan Insektisida racun kontak dan lambung yang bersifat
sangat sistemik berbentuk tepung yang dapat disuspensikan untuk mengendalikan hama
wereng coklat Nilaparvata lugens pada tanaman padi dan kutu daun Myzus persicae, dan
hama trips Thrips parvispinus pada tanaman cabai dan kutu daun Myzus persicae dan
hama trips Thrips palmi di tanaman semangka.
2. Rhizomax
Rhizomax merupakan Pupuk hayati Pemacu kesehatan tanaman diformulasikan
dalam bentuk tepung. Mengandung Plant Growth Promoting Rhizobacteria atau PGPR
(Rhizobium sp, Bacillus polymixa dan Pseudomonas fluorescens) strain pilihan, yang
mampu memproduksi hormon tumbuh, meningkatkan ketersediaan dan penyerapan unsur
hara oleh akar, serta menginduksi ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan
penyakit. Cara aplikasi : Perendaman benih dan penyiraman sekitar perakaran tanaman.

3. Amistar Top 325 5C


Amistartop 325 SC adalah salah satu produk fungisida dari PT. Syngenta Indonesia,
berbentuk pekatan cair berwarna kuning muda dan mudah larut dalam air. Fungisida
Amistartop mengandung dua bahan aktif dari golongan triazol dan metoksi-
akrilat,yaitu difenokonazol dan azoksistrobin.
Fungisida Amistartop merupakan jenis fungisida sistemik untuk mengendalikan
penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur (fungi). Fungisida dengan dua bahan aktif
ini dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit jamur pada berbagai jenis tanaman,
baik tanaman hortikultura maupun tanaman perkebunan seperti bawang merah, cabai,
jagung, kubis, kakao, kedelai, kelapa sawit, melon, padi, paria, gambas/oyong, semangka,
tomat dan lain sebagainya. Cara menggunakan fungisida sistemik ini yaitu dengan cara
disemprotkan ke seluruh bagian tanaman.
4. LB 10
LB10 adalah sebuah formula mikroorganisme yang berupa cairan yang diproduksi
melewati proses fermentasi sempurna dengan teknologi mikrobakteri terkini yang terdiri
dari ribuan jenis bakteri, baik bakteri positif maupun bakteri negatif yang dapat hidup
berdampingan tanpa saling membunuh, sehingga mempunyai multi fungsi dan kegunaan
di bidang kesehatan, pertanian, peternakan dan perikanan serta perbaikan lingkungan
hidup.
LB10, jenis pupuk tanah dengan bentuk cair dan saat diapliksikan menjadi bentuk
larutan. LB10 dapat digunakan pada tanaman padi dan jagung, kacang-kacangan, cabaii,
tomagt, dan terong yang dapat meningkatkan kesuburan tanah karena mengandung
mikroorganisme yang diproses melalui fermentasi dengan mikrobakteri. LB10 terdapat
kandungan Azotobacter, Rhizobium BPF, Lactobacillus, Pseudomonas, Azospirilium, dan
Selulotik. LB10 diproduksi oleh CV, Hijau Lestari.
5. Decis 25 Ec
Merupakan insektisida racun kontak dan perut dengan bahan aktif Deltamethrin 25
g/ l. Insektisida ini berbentuk cair berwarna kuning dengan jenis formulasi EC
(Emulsifiable Concentrate). Cara aplikasi Decis 2.5 EC yaitu dengan melarutkannya ke
dalam air kemudian disemprotkan ke tanaman. Insektisida Decis dapat mengendalikan
hama Ulat grayak (Spodoptera litura), Lalat buah ( Bactrocera sp.), Belalang ( Locusta
migratori), Kutu putih ( Ferrisia virgata), Ulat jengkal (Chrysoderxis chalcites).

produsen
Jenis
Nama sasaran
dagang

Jenis
formulasi

Peringatan
No. batch
bahaya

6. Top Tan
adalah nutrisi yang diformulasikan secara tepat, dibutuhkan dalam jumlah sedikit,
tetapi sangat diperlukan guna mengoptimalkan sistem merabolisme tanaman, sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi dinamis, media tanam juga tampak subur, karena
kandungan probiotik pengurai dalam Top Tan yang juga penting untuk mengurai bahan
organik tanah, menjadi pupuk organik siap pakai. Kandungan Top Tan terdiri dari Asam
Amino essensial, minyak ikan, asam lemak, enzyme, probiotik, mineral dan vitamin,
madu, sari buah-buahan, sayur-sayuran, biji-bijian, dan air kelapa.
TopTan merupakan jenis pupuk cair yang diaplikasikan menjadi bentuk larutan.
Bahan aktif yang terkandung adalah C-Organik 6,38%, N total 0,76%, P2O5 0,18%, Pb
0,0189 ppm, Cd 0,0180 ppm, dan As 0,001 ppm. TopTan diproduksi oleh CV. Global
Nusantara, Jawa Barat. TopTan dapat berperan sebagai penyubur tanaman dan tanah.
Nama
dagang

Jenis
sasaran
Jenis
pestisida

No. kandungan
pendaftaran

produsen

7. Organeem
Organeem merupakan pestisida nabati yang menganduk ekstrak biji mimba
(Azadirachta indica A. Juss) dengan kadar azarakhtin 0,8-1,4%. Proses pembuatannya
spesifik tanpa melalui pendinginan. Organeem mudah larut dalam air dan tahan simpan
hingga 12 bulan. Pestisida oragnik ini efektif membunuh serangga yang resisten terhadap
insektisida kimia. Mekanisme kerja Organeem ada merusak perkembangan telur, larva,
dan pupa, menghambat pergantian kulit, mengganggu komunikasi serangga, menghambat
resproduksi serangga betina dan bersifat mengusir serangga.
Organeem cocok digunakan pada pertanian organik. Organeem diperlukan oleh
petani kedelai, sayuran, tembakau, jeruk, dan kapas sehigga prospektif dikembangkam
secara komersial.
Organeem diproduksi oleh Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat.
Organeem dapat digunakan untuk hama Helicoverpa armigera, Spodoptera litura,
Plutella maculipennis, dan Nilaparvata lugens.
Pestisida yang diperdagangkan mempunyai formulasi yang berbeda-beda.
Pemilihan formulasi pestisida juga perlu disesuaikan dengan ketersediaan alat yang ada,
kemudahan aplikasi, serta efektivitasnya (Wudianto, 2007). Berikut beberapa formulasi
pestisida yang beredar di pasaran :
1. Tepung hembus (dust D)
Bentuk tepung kering yang hanya terdiri atas bahan aktif, misalnya belerang, atau
dicampur dengan pelarut aktif yang bertindak sebagai karier, atau dicampur bahan-bahan
organik seperti walnut, talk. Penggunaannya menggunakan alat penghembus (duster).
2. Butiran (Granula G)
Berbentuk butiran padat yang merupakan campuran bahan aktif berbentuk cair dengan
butiran yang mudah menyerap bahan aktif. Penggunaanya cukup ditaburkan atau
dibenamkan disekitar perakaran atau dicampur dengan media tanaman.
3. Tepung yang dapat disuspensi dalam air (Wettableb Powder WP)
Berbentuk tepung kering agak pekat, penggunaannya harus terlebih dulu dibasahi air.
Pestisida jenis ini tidak larut dalam air, melainkan hanya tercampur saja. Oleh karena itu,
sewaktu disemprotkan harus sering diaduk atau tangki penyemprot digoyang-goyang.
4. Tepung yang larut dalam air (water-Soluble Powder SP)
Jenis pestisida ini sepintas mirip dengan bentuk WP, penggunaan juga dicampur dengan
air. Perbedaanya jenis ini larut dalam air, sehingga pengadukan hanya dilakukan sekali
pada waktu pencampuran.
5. Suspensi (flowable concentrate F)
Formulasi ini merupakan campuran bahan aktif yang ditambahkan pelarut serbuk yang
dicampur dengan sejumlah kecil air. Hasilnya berbentuk pasta.
6. Cairan (Emulsifiable EC)
Bentuk pestisida ini adalah cairan pekat yang terdiri dari campuran bahan aktif dengan
perantara emulsi. Penggunaannya dicampur dengan bahan pelarut berupa air. Hasil
pengecerannya atau cairan semprotnya disebut emulsi.
7. Ultra Low Volume (ULV)
S (solution). Bentuk murninya merupakan cairan atau bentuk padat yang larut dalam
solven minimum. Konsentrat ini mengandung pestisida berkonsentrasi tinggi dan
diaplikasikan langsung tanpa penambahan air.
8. Solution (S)
Solution merupakan formulasi yang dibuat dengan melarutkan pestisida ke dalam pelarut
organik dan dapat digunakan dalam pengendalian jasad pengganggu secara langsung
tanpa perlu dicampur dengan bahan lain.
9. Aerosol (A)
Aerosol merupakan formulasi yang terdiri dari campuran bahan aktif berkadar rendah
dengan zat pelarut yang mudah menguap (minyak) kemudian dimasukkan ke dalam
kaleng yang diberi tekanan gas propelan. Formulasi jenis ini banyak digunakan di rumah
tangga, rumah kaca, atau perkarangan.
10. Umpan beracun (Poisonous Bait B)
Umpan beracun merupakan formulasi yang terdiri dari bahan aktif pestisida digabungkan
dengan bahan lainnya yang disukai oleh jasad pengganggu.
11. Powder concentrate (PC)
Formulasi ini berbentuk tepung, penggunaanya dicampur dengan umpan dan dipasang di
luar rumah. Pestisida jenis ini biasanya tergolong Rodentisida yaitu untuk memberantas
tikus.
12. Seed Treatment (ST)
Formulasi ini berbentuk tepung. Penggunaanya dicampurkan dengan sedikit air sehingga
terbentuk suatu pasta. Untuk perlakuan benih digunakan formulasi ini.
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan
untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia terutama di
bidang pertanian. Penggunaan pestisida dalam rangka pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan dilakukan secara tepat guna adalah ; tepat jenis, tepat dosis, tepat
cara, tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat tempat.
Untuk jenis, dosis, cara pemberian, sasaran, dan waktu pemberian dapat diketahui
melalui kemasan produk pestisida yang beredar di pasaran.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. (2005) Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Kompas.

FAO. 2003. FAO Specification and evaluations for agricultural pesticides:


paraquat dichloride. Food Agriculture Organization: WHO.

Girsang, W. 2009. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida. www.usitani.wordpre-


ss.com [12 November 2018].

Rahayuningsih, E. 2009. Perilaku Pestisida di Tanah. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

Untung, Kasumbogo. 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.

Wudianto, R., 2007. Petunjuk Penggunaan Pestida. Penerbit Penebar Swadaya.


Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN PESTISIDA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Produksi Tanaman Kacang-Kacangan
(MKB5309)

Disusun Oleh :
Yoga Pratama 1610631090159

Kelas 5 C

Dosen Pengampu Praktikum:


Lutfi Afifah, S.P., M.Si.
Tatang Surjana, Ir., M.S.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2018

Anda mungkin juga menyukai