OLEH :
MUHRAWI YUNDING
C012 171 042
CI INSTITUSI C I LAHAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyusun Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan diagnosa medis Astrosistoma (Tumor Otak) dengan tepat waktu.
Dalam menyusun tugas ini, penulis menemukan banyak sekali kendala. Namun
atas bantuan berbagai pihak, penulis akhirnya mampu menyelesaikan tugas ini. Untuk itu,
penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca.
Akhir kata, semoga tugas ini memberikan manfaat bagi kita, khususnya bagi
penulis secara pribadi.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Astrositoma adalah tumor otak primer yang berasal dari sel astrosit dan
merupakan tumor jaringan neuroepitelial otak (Campolmi et al., 2002; Deangelis,
2001). World Health Organization (WHO) mengklasifikasi astrositoma atas empat
derajat berdasarkan histopatologi. Secara klinis, derajat astrositoma berperan
penting dalam terapi terutama dalam menentukan pemberian radiasi ajuvan dan
protokol kemoterapi spesifik (KOMORI, 2017). Data registrasi tumor otak tahun
2005-2009 di Amerika Serikat melaporkan astrositoma merupakan tumor otak primer
terbanyak kedua setelah meningioma dan merupakan 76% tumor jaringan
neuroepitelial otak dengan 56% adalah glioblastoma (klasifikasi WHO derajat IV)
(Dolecek, Propp, Stroup, & Kruchko, 2012). Astrositoma memiliki mortalitas yang
tinggi yang ditunjukkan oleh angka harapan hidup penderita astrositoma.
Belum ada data angka harapan hidup penderita astrositoma di Indonesia,
namun data negara lain menunjukkan angka harapan hidup lima tahun yang kecil.
Angka harapan hidup di Amerika Serikat untuk penderita astrositroma derajat tinggi
(klasifikasi WHO derajat III dan IV) adalah <10% untuk 2 tahun dan 3,5% untuk 5
tahun (Dolecek et al., 2012; McKinney, 2004). Insiden tumor otak, termasuk
astrositoma, secara keseluruhan di seluruh dunia mencapai 3,5% dengan mortalitas
2,5% dari seluruh insiden kanker. Di Indonesia, insiden tumor otak mencapai 1,5%
dan mortalitas 1,4% dari seluruh insiden kanker (Ferlay et al., 2010).
Pemeriksaan histopatologi masih merupakan baku emas untuk diagnosis
astrositoma yang akan menentukan tatalaksana penderita selanjutnya. Untuk
mendapatkan spesimen histopatologi diperlukan prosedur biopsi melalui
pembedahan yang merupakan tindakan invasif dan dapat mempengaruhi morbiditas
dan mortalitas penderita astrositoma (Howe et al., 2003). Modalitas radiologi yang
berperan dalam diagnosis astrositoma adalah computed tomography (CT) scan dan
magnetic resonance imaging (MRI). Dalam aplikasi klinis, MRI dengan pemberian
kontras gadolinium secara intravena merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk mendiagnosis astrositoma. Dengan MRI dapat diperlihatkan lokasi dan
morfologi astrositoma secara non invasif (Oshiro et al., 2007). Pada kasus tertentu,
gambaran MRI astrositoma dapat menyerupai abses dan dapat menyulitkan
3
penentuan diagnosis penderita. Astrositoma dan abses otak memiliki patofisiologi
dan tatalaksana yang berbeda, sehingga informasi diagnostik yang tepat diperlukan
oleh klinisi berdasarkan pemeriksaan MRI otak (Anselmi et al., 2017).
Penggunaan kriteria dengan menjumlahkan nilai parameter dan
mengkategorikan astrositoma menjadi glioma derajat rendah, glioma menengah, dan
glioblastoma multiforme yang selanjutnya dianalisis untuk menentukan derajat
astrositoma secara histopatologi (Chishty et al., 2010). Diagnosis astrositoma harus
dilakukan segera dengan tepat. Dengan diketahuinya astrositoma secara dini pada
saat ukuran tumor yang belum besar dan diketahuinya derajat astrositoma maka
terapi lebih dini dapat dilakukan. Terapi yang dini dapat memberikan kualitas hidup
penderita yang lebih baik dibandingkan saat astrositoma sudah mengalami
progresivitas dalam ukuran dan derajat histopatologi. Derajat astrositoma diperlukan
untuk menentukan tatalaksana dan prognosis penderita. Penderita astrositoma
derajat renda (derajat I dan II klasifikasi WHO) dan derajat tinggi (derajat III dan IV
klasifikasi WHO) memiliki tatalaksana dan prognosis yang berbeda. Pada
astrositoma derajat tinggi setelah dilakukan pembedahan selanjutnya perlu dilakukan
kemoterapi dan radioterapi disebabkan pembelahan sel tumor yang cepat pada
astrositoma derajat tinggi (KOMORI, 2017). Selain itu prognosis penderita
astrositoma derajat tinggi lebih buruk dibandingkan astrositoma derajat rendah
berdasarkan angka harapan hidup lima tahun yang lebih rendah pada penderita
astrositoma derajat tinggi (Dolecek et al., 2012; McKinney, 2004). Adanya informasi
derajat astrositoma penderita sebelum dilakukan pembedahan untuk biopsi dapat
membantu klinisi dalam mengedukasi tatalaksana dan prognosis lebih dini pada
penderita dan keluarga penderita.
B. TUJUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENGERTIAN
Tumor intrakranial (termasuk lesi desak ruang) besifat jinak maupun ganas,
timbul dalam otak, meningen, dan tengkorak. Tumor otak berasal dari jaringan
neuronal, jaringan otak penyokong, sistem retikuloendotelial, lapisan otak, dan
jaringan perkembangan residual, atau dapat bermetastasis dari karsinoma sistemik.
Metastasis otak disebabkan oleh keganasan, sistemik dari kanker paru, payudara,
melanoma, limfoma, dan colon. (Sylvia A. Price. 2006)
Tumor otak adalah neoplasma pada bagian intracranial SSP. Tumor otak
primer berasal dari otak, sedangkan tumor otak sekunder merupakan pindahan dari
tempat asal lain.( Tucker, susan martin, dkk.2007 )
B. ETIOLOGI
Penyebab astrositoma hingga saat ini belum diketahui dengan pasti.
Penelitian mengenai faktor risiko yang dicurigai sebagai penyebab astrositoma
masih banyak dilakukan. Faktor risiko yang dicurigai diantaranya adalah: diet,
riwayat merokok, konsumsi alkohol, paparan polusi di tempat kerja, radiasi, infeksi,
alergi, cedera kepala, dan riwayat tumor otak keluarga (Deangelis, 2001; Katharine
A. McNeill, 2016). Radiasi pengion merupakan faktor risiko yang diidentifikasi untuk
neoplasma glial dan meningeal. Terapi radiasi yang melibatkan kranium, baik pada
dosis kecil, dapat meningkatkan insiden meningioma 10 kali lipat dan insiden glioma
3 hingga 7 kali lipat pada periode 10 hingga lebih dari 20 tahun pasca radiasi. Untuk
faktor risiko selain radiasi pengion telah terdapat laporan yang mengaitkan dengan
meningkatnya risiko tumor otak, namun data yang dihasilkan masih perlu
dibandingkan dengan penelitian lebih lanjut (Deangelis, 2001).
C. PATOFISIOLOGI
Efek regional astrositoma berupa kompresi, invasi dan destruksi dari
parenkim otak. Arteri dan vena hipoksia, kompetisi nutrien, membebaskan produk
akhir metabolik dalam hal ini adalah radikal bebas, adanya gangguan elektrolit, dan
gangguan neurotransmitter serta pelepasan mediator-mediator seluler seperti sitokin
yang akan mengganggu fungsi parenkim normal. Elevasi tekanan intracranial
merupakan efek langsung dari massa yang akan meningkatkan volume darah atau
5
meningkatkan volume cairan cerebrospinal yang memediasi gangguan klinis. Tanda
dan gejala klinik merupakan tanda dari gangguan fungsi system saraf pusat. Defisit
neurologist fokal berupa kelemahan, paralysis, gaguan sensoris, kelumpuhan saraf
kranial dan kejang- kejang adalah ciri khas bermacam-macam lokasi tumor(Chishty
et al., 2010; Deangelis, 2001).
Astrositoma memiliki banyak tipe dan menyerang berbagai umur dimana lesi
massa ditemukan dimana saja dan dapat menimbulkan gejala dimana tumor tersebut
berada. Jika tidak diobati dengan benar, astrositoma dapat menyebabkan kematian.
Kematian teijadi karena herniasi tentorium dari desakan massa (Dolecek et al., 2012;
KOMORI, 2017).
D. Klasifikasi
Klasifikasi dan derajat astrositoma berdasarkan WHO (Katharine A. McNeill, 2016;
KOMORI, 2017).
E. Gejala Klinis
Astrositoma dapat menyebabkan gejala neurologis yang fokal maupun
umum. Gejala neurologis umum menunjukkan adanya peningkatan tekanan
intrakranial yang terlihat dengan sakit kepala dan jika perjalanan penyakit telah lanjut
dapat menyebabkan mual, muntah, dan kelumpuhan saraf kranial VI (saraf
6
abdusen). Tanda dan gejala fokal seperti hemiparesis dan afasia menunjukkan
lokasI intrakranial tumor. Frekuensi dan durasi gejala dapat bervariasi tergantung
jenis astrositoma dengan umumnya astrositoma derajat tinggi menyebabkan tanda
dan gejala yang lebih cepat dibandingkan derajat rendah (Deangelis, 2001).
Sakit kepala terjadi pada sekitar 50% dari seluruh penderita astrositoma.
Umumnya sakit kepala bersifat difus, namun dapat mengindikasikan lokasi hemisfer
astrositoma berada. Sakit kepala dapat lebih dirasakan pada pagi hari dan berkurang
dalam beberapa jam. Sakit kepala sering terjadi unilateral dan berulang serta dapat
menyerupai sakit kepala tipe migrain atau cluster (Kirby, 2011).
Kejang muncul pada 15 hingga 95% penderita astrositoma dan memiliki
hubungan dengan jenis astrositoma. Kejang pada astrositoma umumnya bersifat
fokal namun dapat menjadi kejang umum dan menyebabkan hilangnya kesadaran.
Hemiparesis postictal dan afasia dapat mengindikasikan lokasi tumor (Maschio,
2012; Morris et al., 1993).
Gejala lain yang menunjukkan lokasi tumor seperti hemiparesis atau afasia
yang tidak berhubungan dengan kejang umumnya memiliki awitan subakut dan
progresif. Gangguan lapang pandang dapat muncul secara progresif namun sering
tidak disadari hingga menyebabkan gangguan fungsi kerja sehari (Deangelis, 2001).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan Kepala.
CT Scan otak merupakan suatu revolusi di dalam diagnosa
astrositoma dengan akurasi 100% untuk tumor-tumor supratentorial
(mencakup kelompok anaplastik maupun yang nonanaplastik).
2. MRI Kepala
MRI dapat mendeteksi astrositoma yang tidak terdeteksi pada
pemeriksaan sken computer tomografi otak.
3. Patologi Anatomi.
Tampilan mikroskopik astrositoma fibiler berupa kumpulan sel-sel
kecil yang cacat dan uniform dengan latar belakang serabut-serabut
neuroglia. Mitosis tidak ada dan bentuk serta konten nucleus hamper
uniform. Arsitektur jaringan diinfiltrasi masih cukup baik, kadang kala ada
degenerasi kistik atau deposit garam kalsium pada dinding kapiler.
7
Diferensiasi antara gliosis otak dengan astrositoma yang tumbuh lambat
sering kali sulit. Astrositoma cenderung mempunyai densitas yang sedikit
lebih padat disbanding otak normal. Nukleusnya sedikit lebih besar dan
irregular serta hiperktromatik ringan. Demikian pula pembuluh-pembuluh
kapilernya menjadi sedikit lebih prominen
8
G. Pathway
Causa Unknown/Idiopatik
Tumor Otak
Kerusakan Jar. Neuron Gangguan Suplai Darah Hipoksia Jaringan Obstruksi Vena
1. Aspirasi sekresi
3. Dispnea
4. Henti Nafas
Mual – muntah
Papiloedema
Ggn. Rasa Nyaman Pandangan Kabur
Nyeri Kepala
9
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Format pengkajian
Identitas pasien
1. Nama : Tn. S
2. Usia : 34 tahun
3. Jenis kelamin : Laki- laki
4. Pendidikan : S1
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Swasta
7. Status perkawinan : Kawin
8. Alamat : Makassar
Identitas penanggung jawab
1. Nama : Ahmad Ikram
2. Usia : 36 tahun
3. Jenis kelamin : Laki – laki
4. Alamat :Jln. Abdullah Dg sirua Makassar
10
Riwayat kesehatan lalu
1. Adakah penyakit keturunan?
Keluarga mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan.
2. Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Jika iya, menderita penyakit apa?
Pasien pernah di rawat di rumah sakit denga keluhan yang sama
3. Bagaimana pengobatannya, tuntas atau tidak?
-
4. Obat apa saja yang pernah digunakan?
Obat sakit kepala.
5. Apa yang anda rasakan saat ini?
Pasien tidak sadar.
6. Bagaimana status kesehatan anda secara umum?
Pasien tidak sadar sejak tanggal 19–10–2018 setelah dilakukan oprasi
pengangkatan tumor, tampak terpasang ETT, ventilator, Oksigen, Oroparingeal
Tube, tampak verband bekas oprasi.
7. Penanggulangan kesehatan seperti apa yang bisa anda lakukan dirumah?
Minum obat.
8. Apakah anda perokok? (Ya/Tidak)
Ya,
9. Apakah anda peminum minuman beralkohol? (Ya/Tidak)
Tidak,
10. Apakah anda pengguna obat-obatan terlarang? (Ya/Tidak)
Tidak.
11. Apakah anda sering tidur larut malam? (Ya/Tidak)
Tidak. Kadang –kadang saja.
12. Apakah pemenuhan nutrisi anda teratur? (Ya/Tidak). Alasan?
Ya.
13. Apakah BAK dan BAB anda teratur? (Ya/Tidak)
Sebelum sakit, Ya
14. Apakah kebutuhan cairan anda terpenuhi? (Ya/Tidak)
Ya.
11
15. Apakah anda berolah raga secara teratur?(Ya/Tidak)
Tidak.
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : pasien tidak sadar.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital :
TD : 82 / 59 mmHg, N : 87 x/m, P : Venrtilator, S : 36 oC.
3. Pemeriksaan wajah
Tampak terpasang Oksigen nasal canula, terpasang, terpasang ETT. Dan
ventilator.
4. Pemeriksaan kepala dan leher.
Tidak ada keluhan.
5. Pemeriksaan thoraks atau dada.
Tidak ada keluhan
6. Pemeriksaan abdomen
Tidak ada keluhan.
7. Pemeriksaan punggung dan tulang belakang
Tidak ada kelainan tulang belakang.
8. Pemeriksaan ektremitas atau muskuloskeletal.
Tidak ada kelainan.
9. Pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan.
Tampak ada produksi lender.
10. Pemeriksaan fungsi penglihatan.
Sulit terukur.
11. Pemeriksaan fungsi neurologis.
Pasien tidak sadar.
12. Pemeriksaan kulit atau integument.
Tidak ada keluhan
12
13. Pemeriksaan penunjang atau diagnostik medik.
Kebutuhan pasien
1. Kebutuhan oksigen
Pernafasan pasien di bantu oleh ventilator
2. kebutuhan cairan
terpasang infuse RL dan terpasang chateter.
3. kebutuhan nutrisi
nutrisi via parenteral NGT dan infuse.
4. kebutuhan eliminasi
terpasang chateter tetap
5. interaksi sosial
pasien tidak mampu betinteraksi karna tidak sadar.
6. istirahat dan tidur
sulit di kaji karna pasien tidak sadar.
7. konsep diri
sulit di kaji karna pasien tidak sadar.
13
A. Diagnosis, Hasil (NOC), Intervensi Keperawatan (NIC),
Diagnosa
No Data
Keperawatan
14
Intervensi keperawatan
15
rentang normal, tidak ada suara nafas 13. Monitor respirasi dan status O2
abnormal). 14. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
Mampu mengidentifikasikan dan mengencerkan sekret
mencegah faktor yang penyebab. 15. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
Saturasi O2 dalam batas normal. penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi
Foto thorak dalam batas normal
2 Defisit perawatan diri : makan, NOC : NIC :
mandi, toiletting berhubungan Self care : Activity of Daily Living Self Care assistane : ADLs
dengan penurunan kesadaran (ADLs) 1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan yang mandiri.
selama …. Defisit perawatan diri teratas 2. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
dengan kriteria hasil: untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
- Klien terbebas dari bau badan. toileting dan makan.
- Menyatakan kenyamanan terhadap 3. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
kemampuan untuk melakukan untuk melakukan self-care.
ADLs. 4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-
- Dapat melakukan ADLS dengan hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
bantuan 5. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
16
8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
17
4 Resiko infeksi, faktor resiko: NOC : NIC :
prosedur invasif Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
Knowledge : Infection control 2. Batasi pengunjung bila perlu.
Risk control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan keperawatan.
selama…… pasien tidak mengalami 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
infeksi dengan kriteria hasil: pelindung.
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
infeksi. petunjuk umum.
2. Menunjukkan kemampuan untuk 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
mencegah timbulnya infeksi infeksi kandung kencing
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 7. Tingkatkan intake nutrisi
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat 8. Berikan terapi antibiotik:.................................
5. Status imun, gastrointestinal, 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
genitourinaria dalam batas normal lokal
10. Pertahankan teknik isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi.
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
18
Implementasi dan evaluasi.
19
Senin, 22 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemampuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene, A : Masalah belum teratasi
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. (defisit perawatan diri)
Memandikan pasien, oral hygiene dan
P : Lanjutkan intervensi
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari.
Senin, 22 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien. Terpasang oropahringeal tube.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Tidak tampak adanya kemerahan pada
bokong dan punggung pasien. GCS : 8 (E: 5 , M : 3, V : 0)
A : Masalah belum teratasi
20
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada (risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
daerah yang tertekan. P : Lanjutkan intervensi
Mengoleskan minyak pada punggung
paien saat di mandikan.
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
Pasien tampak tidak sadar.
6. Memandikan pasien.
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
7. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera diganti.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena
21
4. Gunakan kateter intermiten untuk Tampak luka oprasi pada perut.
menurunkan infeksi kandung kencing. A : Masalah belum teratasi
Chateter tetap masih terpasang.
(Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
5. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV. P : Lanjutkan intervensi
6. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada kepala.
7. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
22
4. Berikan antibiotik : TD : 109/79 mmHg, N : 127 x/m, P : - , S
Penatalaksanaan pemberian obat : 36 oC
Cefriaxone dan metronidazole. A : Masalah belum teratasi
5. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan (Jalan napas belum efektif)
keseimbangan. P : Lanjutkan intervensi
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
23
Selasa, 23 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien dengan menggunakan Terpasang oropahringeal tube.
minyak zaitun.
Pasien tampak berbaring telentang.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Tidak tampak adanya kemerahan pada
bokong dan punggung pasien. A : Masalah belum teratasi
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
(risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
Pasien tampak tidak sadar.
5. Memandikan pasien. P : Lanjutkan intervensi
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
6. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera diganti.
24
Mencuci tangan dengan sabun sebelum Terpasang oropahringeal tube.
dan sesudah melaksanakan tindakan. Pasien tampak berbaring telentang.
3. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV.
4. Monitor adanya luka. Tertpasang chateter urine.
Tampak adanya luka bekas oprasi pada Tampak luka oprasi pada perut.
perut. A : Masalah belum teratasi
5. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
(Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat P : Lanjutkan intervensi
medis dengan hati-hati.
25
4. Keluarkan sekret dengan suction. A : Masalah belum teratasi
Lakukan suction pada mulut, hidung (Jalan napas belum efektif)
dan ETT. P : Lanjutkan intervensi
5. Berikan antibiotik :
Penetalaksanaan pemberian obat
Merophenem dan metronidazole.
6. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
Rabu, 24 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene, A : Masalah belum teratasi
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. (defisit perawatan diri)
P : Lanjutkan intervensi
26
Memandikan pasien, oral hygiene dan
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari.
Rabu, 24 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien. Terpasang oropahringeal tube.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Tidak tampak adanya kemerahan pada
bokong dan punggung pasien. A : Masalah belum teratasi
4. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien. (risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
Pasien tampak tidak sadar.
P : Lanjutkan intervensi
5. Memandikan pasien
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
6. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera diganti.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena.
27
Rabu, 24 – 10 – 2018 4 NIC : S:
1. Pertahankan teknik aseptif. Sulit dinilai.
Menggunakan alat steril dalam
O:
penggantian balutan.
2. Batasi pengunjung bila perlu. Pasien tidak sadar
Maksimal 2 pengunjung setiap jam besuk. Ventilator terpasang
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah Terpasang oropahringeal tube.
tindakan keperawatan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan sesudah melaksanakan tindakan. Tampak luka oprasi pada perut.
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat A : Masalah belum teratasi
pelindung.
(Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
Menggunakan sarung tangan saat
mengganti plester alat medis yang P : Lanjutkan intervensi
tterpasang.
5. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV.
6. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada perut.
7. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
28
Hari / Tanggal NDX Implementasi Evaluasi
Kamis, 25 – 10 – 2018 1 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal S:
suctioning. Sulit dinilai.
Ada produksi lendir sedang. O:
2. Berikan O2 . Pasien tidak sadar
Beri O2 50 % via ventilator. Ventilator terpasang
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan Terpasang oropahringeal tube.
ventilasi. TTV :
Beri posisi head UP 45 o . TD : 104/71 mmHg, N : 99 x/m, P : - , S
4. Keluarkan sekret dengan suction. : 38,3 oC
Lakukan suction pada mulut, hidung A : Masalah belum teratasi
dan ETT. (Jalan napas belum efektif)
5. Berikan bronkodilator : P : Lanjutkan intervensi
Penatalaksanaan bemberian obat N-
ace
6. Berikan antibiotik :
Penetalaksanaan pemberian obat
Merophenem dan metronidazole.
7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
29
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
Kamis, 25 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene, A : Masalah belum teratasi
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. (defisit perawatan diri)
Memandikan pasien, oral hygiene dan
P : Lanjutkan intervensi
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari.
Kamis, 25 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien. Terpasang oropahringeal tube.
Pasien tampak berbaring telentang.
30
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan. A : Masalah belum teratasi
Tidak tampak adanya kemerahan pada (risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
bokong dan punggung pasien.
P : Lanjutkan intervensi
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
derah yang tertekan.
Mengoleskan minyak pada punggung
pasien saat di mandikan.
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
Pasien tampak tidak sadar.
6. Memandikan pasien.
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
7. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera diganti.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena
Kamis, 25 – 10 – 2018 4 NIC : S:
1. Pertahankan teknik aseptif. Sulit dinilai.
Menggunakan alat steril dalam
O:
penggantian balutan.
2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah Pasien tidak sadar
tindakan keperawatan. Ventilator terpasang
Mencuci tangan dengan sabun sebelum Terpasang oropahringeal tube.
dan sesudah melaksanakan tindakan.
Pasien tampak berbaring telentang.
31
3. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat Tampak luka oprasi pada perut.
pelindung. A : Masalah belum teratasi
Menggunakan sarung tangan saat
(Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
mengganti plester alat medis yang
tterpasang. P : Lanjutkan intervensi
4. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV.
5. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada perut.
6. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
32
4. Keluarkan sekret dengan suction. TD : 129/63 mmHg, N : 131 x/m, P : - , S
Lakukan suction pada mulut, hidung : 37,9 oC
dan ETT. A : Masalah belum teratasi
5. Berikan antibiotik : (Jalan napas belum efektif)
Penetalaksanaan pemberian obat P : Lanjutkan intervensi
Merophenem dan metronidazole.
6. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
Jumat, 26 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene,
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. A : Masalah belum teratasi
(defisit perawatan diri)
33
Memandikan pasien, oral hygiene dan P : Lanjutkan intervensi
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari.
Jumat, 26 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien. Terpasang oropahringeal tube.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Tidak tampak adanya kemerahan pada
bokong dan punggung pasien.
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada A : Masalah belum teratasi
derah yang tertekan.
(risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
Mengoleskan minyak pada punggung
paien saat di mandikan. P : Lanjutkan intervensi
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
Pasien tampak tidak sadar.
6. Memandikan pasien dengan sabun dan air
hangat.
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
7. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera dig anti.
34
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena
Jumat, 26 – 10 – 2018 4 NIC : S:
1. Pertahankan teknik aseptif. Sulit dinilai.
Menggunakan alat steril dalam
O:
penggantian balutan.
2. Batasi pengunjung bila perlu. Pasien tidak sadar
Maksimal 2 pengunjung setiap jam besuk. Ventilator terpasang
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah Terpasang oropahringeal tube.
tindakan keperawatan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan sesudah melaksanakan tindakan. Tampak luka oprasi pada perut.
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat A : Masalah belum teratasi
pelindung.
(Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
Menggunakan sarung tangan saat
mengganti plester alat medis yang P : Lanjutkan intervensi
tterpasang.
5. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing.
Chateter tetap masih terpasang.
6. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV.
7. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada perut.
35
8. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
36
6. Berikan antibiotik :
Penetalaksanaan pemberian obat
Merophenem dan metronidazole.
7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
Senin, 29 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene,
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. A : Masalah belum teratasi
Memandikan pasien, oral hygiene dan
(defisit perawatan diri)
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari. P : Lanjutkan intervensi
Senin, 29 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
37
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan O:
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat
Ventilator terpasang
memandikan pasien.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan. Terpasang oropahringeal tube.
Tidak tampak adanya kemerahan pada Pasien tampak berbaring telentang.
bokong dan punggung pasien. A : Masalah belum teratasi
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
(risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
derah yang tertekan.
Mengoleskan minyak pada punggung P : Lanjutkan intervensi
paien saat di mandikan.
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
Pasien tampak tidak sadar.
6. Memandikan pasien.
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
7. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera dig anti.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena
Senin, 29 – 10 – 2018 4 NIC : S:
1. sPertahankan teknik aseptif. Sulit dinilai.
Menggunakan alat steril dalam
O:
penggantian balutan.
Pasien tidak sadar
38
2. Batasi pengunjung bila perlu. Ventilator terpasang
Maksimal 2 pengunjung setiap jam besuk. Terpasang oropahringeal tube.
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
Pasien tampak berbaring telentang.
tindakan keperawatan.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum Tampak luka oprasi pada perut.
dan sesudah melaksanakan tindakan. A : Masalah belum teratasi
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat (Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
pelindung.
P : Lanjutkan intervensi
Menggunakan sarung tangan saat
mengganti plester alat medis yang
tterpasang.
5. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing.
Chateter tetap masih terpasang.
6. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV.
7. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada perut.
8. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
39
Hari / Tanggal NDX Implementasi Evaluasi
Selasa, 30 – 10 – 2018 1 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal S:
suctioning. Sulit dinilai.
Ada produksi lendir sedang. O:
2. Berikan O2 . Pasien tidak sadar
Beri O2 50 % via ventilator. Ventilator terpasang
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan Terpasang oropahringeal tube.
ventilasi. TTV :
Beri posisi head UP 45 o . TD : 102/60 mmHg, N : 75 x/m, P : - , S
4. Keluarkan sekret dengan suction. : 36,9 oC
Lakukan suction pada mulut, hidung A : Masalah belum teratasi
dan ETT. (Jalan napas belum efektif)
5. Berikan antibiotik : P : Lanjutkan intervensi
Penetalaksanaan pemberian obat
Merophenem dan metronidazole.
6. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
40
Selasa, 30 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene, A : Masalah belum teratasi
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. (defisit perawatan diri)
Memandikan pasien, oral hygiene dan
P : Lanjutkan intervensi
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari.
Selasa, 30 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien. Terpasang oropahringeal tube.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Tidak tampak adanya kemerahan pada
bokong dan punggung pasien.
A : Masalah belum teratasi
41
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada (risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
derah yang tertekan. P : Lanjutkan intervensi
Mengoleskan minyak pada punggung
paien saat di mandikan.
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
Pasien tampak tidak sadar.
6. Memandikan pasien.
Memandikan pasien dengan
menggunakan air dan waslap.
7. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera dig anti.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena
Selasa, 30 – 10 – 2018 4 NIC : S:
1. Pertahankan teknik aseptif. Sulit dinilai.
Menggunakan alat steril dalam
penggantian balutan.
2. Batasi pengunjung bila perlu. O:
Maksimal 2 pengunjung setiap jam besuk. Pasien tidak sadar
3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah Ventilator terpasang
tindakan keperawatan.
Terpasang oropahringeal tube.
Mencuci tangan dengan sabun sebelum
dan sesudah melaksanakan tindakan. Pasien tampak berbaring telentang.
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat Tampak luka oprasi pada perut.
pelindung.
42
Menggunakan sarung tangan saat A : Masalah belum teratasi
mengganti plester alat medis yang (Resiko infeksi, faktor resiko: prosedur invasif )
tterpasang.
P : Lanjutkan intervensi
5. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing.
Chateter tetap masih terpasang.
6. Berikan terapi antibiotik :
Pemberian metronidazole via IV.
7. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada perut.
8. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
43
3. Posisikan pasien untuk memaksimalkan Ventilator terpasang
ventilasi. Terpasang oropahringeal tube.
Beri posisi head UP 45 o . TTV :
4. Keluarkan sekret dengan suction. TD : 111/58 mmHg, N : 84 x/m, P : - , S
Lakukan suction pada mulut, hidung : 37,6 oC
dan ETT. A : Masalah belum teratasi
5. Berikan bronkodilator : (Jalan napas belum efektif)
Penatalaksanaan bemberian obat N- P : Lanjutkan intervensi
ace
6. Berikan antibiotik :
Penetalaksanaan pemberian obat
Merophenem dan metronidazole.
7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Beri sonde susu dan bubur saring
100 cc setiap 6 jam.
Rabu, 31 – 10 – 2018 2 Self Care assistane : ADLs S:
1. Monitor kemempuan klien untuk perawatan Sulit dinilai.
diri yang mandiri.
O:
Pasien dibantu secara total oleh orang
lain. Pasien tidak sadar
44
2. Sediakan bantuan sampai klien mampu Ventilator terpasang
secara utuh untuk melakukan self-care. Terpasang oropahringeal tube.
Member bantuan pada pasien dalam
Pasien tampak berbaring.
memenuhi ADL nya.
3. Bantu pasien melakukan personal hygiene, A : Masalah belum teratasi
mandi, oral dan lingkungan tempat tidur. (defisit perawatan diri)
Memandikan pasien, oral hygiene dan P : Lanjutkan intervensi
memberishkan lingkungan pasien setiap
hari.
Rabu, 31 – 10 – 2018 3 NIC : Pressure Management S:
1. Hindari kerutan pada tempat tidur. Sulit dinilai.
Merapihkan linen pasien.
O:
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
kering. Pasien tidak sadar
Melakukan perawatan kulit saat Ventilator terpasang
memandikan pasien. Terpasang oropahringeal tube.
3. Monitor kulit akan adanya kemerahan.
Pasien tampak berbaring telentang.
Tidak tampak adanya kemerahan pada
bokong dan punggung pasien. A : Masalah belum teratasi
4. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada (risiko terjadinya kerusakan integritas kulit)
derah yang tertekan.
P : Lanjutkan intervensi
Mengoleskan minyak pada punggung
paien saat di mandikan.
5. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien.
Pasien tampak tidak sadar.
45
6. Jaga kebersihan alat tenun.
Alat tenun yang kotor segera dig anti.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian
tinggi protein, mineral dan vitamin.
Pemberian octalbin 25 % via intra vena.
46
Pemberian metronidazole via IV.
7. Monitor adanya luka.
Tampak adanya luka pada perut.
8. Melakukan perawatan pada alat-alat medis
yang tepasang.
Mengganti plester, dan membersihkan alat
medis dengan hati-hati.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anselmi, M., Catalucci, A., Felli, V., Vellucci, V., Di Sibio, A., Gravina, G. L., … Masciocchi,
C. (2017). Diagnostic accuracy of proton magnetic resonance spectroscopy and
perfusion-weighted imaging in brain gliomas follow-up: A single institutional experience.
Neuroradiology Journal, 30(3), 240–252. https://doi.org/10.1177/1971400916688354
Campolmi, P., Brazzini, B., Urso, C., Ghersetich, I., Mavilia, L., Hercogova, J., & Lotti, T.
(2002). Superpulsed CO2 laser treatment of basal cell carcinoma with intraoperatory
histopathologic and cytologic examination. Dermatologic Surgery, 28(10), 909–912.
https://doi.org/10.1046/j.1524-4725.2002.02076.x
Chishty, I. A., Rafique, M. Z., Hussain, M., Akhtar, W., Ahmed, M. N., Sajjad, Z., & Ali, S. Z.
(2010). MRI characterization and histopathological correlation of primary intra-axial
brain glioma. Journal of the Liaquat University of Medical and Health Sciences, 9(2),
64–69.
Deangelis, L. M. (2001). BRAIN TUMORS. The New England Journal of Medicine, 344.
Ferlay, J., Shin, H. R., Bray, F., Forman, D., Mathers, C., & Parkin, D. M. (2010). Estimates
of worldwide burden of cancer in 2008: GLOBOCAN 2008. International Journal of
Cancer, 127(12), 2893–2917. https://doi.org/10.1002/ijc.25516
Howe, F. A., Barton, S. J., Cudlip, S. A., Stubbs, M., Saunders, D. E., Murphy, M., …
Griffiths, J. R. (2003). Metabolic profiles of human brain tumors using quantitative in
vivo 1H magnetic resonance spectroscopy. Magnetic Resonance in Medicine, 49(2),
223–232. https://doi.org/10.1002/mrm.10367
KOMORI, T. (2017). The 2016 WHO Classification of Tumours of the Central Nervous
48
System: The Major Points of Revision. Neurologia Medico-Chirurgica, 57(7), 301–311.
https://doi.org/10.2176/nmc.ra.2017-0010
Morris, H. H., Estes, M. L., Gilmore, R., Ness, P. C. Van, Barnett, H., & Turnbull, J. (1993).
Chronic Intractable Epilepsy as the Only Symptom of Primary Brain Tumor, 34(6),
1038–1043.
Oshiro, S., Tsugu, H., Komatsu, F., Abe, H., Onishi, H., Ohmura, T., … Fukushima, T.
(2007). Quantitative assessment of gliomas by proton magnetic resonance
spectroscopy. In Anticancer Research (Vol. 27, pp. 3757–3763).
https://doi.org/10.1046/j.1365-2818.2001.00917.x
49