Anda di halaman 1dari 5

1.

700 KM

Kenalin namaku Rian Arya, aku tinggal di daerah Poso, Sulawesi Tengah. Namaku tak
mencerminkan nama orang sana?, memang karena aku lahir di Jakarta dan baru 1 tahun kira -
kira aku disini, aku yang biasanya bergelut dengan asap mobil kini tak lagi bisa merasakan
sensasinya, tinggal di Poso bagiku yang lama di Jakarta cukup menyiksa, tak ada mall, tak ada
bioskop, bahkan kadang tak ada sinyal. Tapi terlepas dari itu semua, ada satu hal luar biasa yang
Poso punya yaitu keindahan alamnya, Jakarta tak akan bisa mengalahkannya.

Hidupku disini rasanya tidak ada yang spesial, tidak ada teman atau bahkan cinta,
keseharian pun begitu membosankan, hanya berangkat sekolah dan melihat danau poso saat
pulang. Namun hal itu sedikit berubah ketika aku sekilas melihat makhluk yang belum pernah
kulihat sepanjang hidupku, makhluk yang bertubuh memanjang dan memiliki kulit yang besinar
bagai permata di danau itu, berhari – hari aku tak bisa mengalihkan pikiranku dari makhluk
misterius itu.

Hari ini, Sabtu, 24 Februari 2018, waktu dimulai liburan panjang dari sekolah dan sudah
kuputuskan akan kugunakan hari ini untuk meneliti danau poso, berbekal kamera yang
tergantung dileherku dan sebuah smartphone bergambar apel, aku berjalan ke danau poso yang
tak jauh dari rumah, jepretan – jepretan yang kuambil disana kelihatan tak bermakna, tak ada
satupun gambar makhluk misterius yang tertangkap foto kameraku, yang ada hanya perempuan
yang sepertinya tak asing, wajahnya terlihat familiar bagiku seperti aku pernah bertemu
dengannya.
“ Rian……kamukah itu “ Suara lembut perempuan kudengar, pandangan ku teralih dari foto
menuju perempuan yang ternyata ada di depanku.
“ Sani “ kata ku begitu teringat namanya, Sani ini mantan pacarku sebelum aku pindah kesini,
saat kenaikan kelas XI SMA, kami putus karena masalah jarak kami yang begitu jauh, dari
Jakarta ke Sulawesi Tengah dengan jarak 1.700 KM dan harus terbang melewati laut jawa tentu
akan sangat menyiksa bagi hubungan kami ini terutama saat rindu menyerang jadi lebih baik
hubungan kami berakhir.
“ Sani, kenapa kamu disini ? “ tanyaku heran
“ Karena sedang libur sekolah 1 minggu jadi aku nginep deh di rumah Nenek “ Jawab Sani
sambil menatap danau.
“ Danau ini sudah banyak berubah ya, dulu waktu aku kecil disini masih sangat indah dan airnya
masih jernih “ kata Sani
“ semua pasti berubah San, tapi setidaknya disini masih lebih sejuk dari Jakarta kan ? “
“ iya, kamu benar “ jawab Sani sambil tersenyum kecil.

Jujur saja, bersama dengan Sani membuatku mengingat kebahagiaanku dulu di Jakarta
bersama kenangan – kenangan dengannya, namun itu tak mungkin lagi terjadi kan ? jadi
setidaknya aku harus bisa menikmati waktu ini.
“ Rian, besok ketemuan disini jam 3 sore ya, aku tunggu “ kata Sani yang kali ini menghadap
kepadaku dan berjalan pergi. Jepretan terakhir ku berhasil menangkap sosok Sani yang pergi
meninggalkan ku. Hari ini Penelitian makhluk misterius malah berubah menjadi seperti
pertemuan takdir.
***
Matahari dari ufuk timur telah menampakan diri, hari baru sekaligus hari yang dijanjikan
pertemuan dengan kekasih dari masa lalu. Masih pagi memang, tapi aku tetap pergi ke danau
poso karena itu memang kebiasaanku ketika libur, terlihat wajah nelayan lesu yang memarkirkan
kapalnya. Ku lihat tangkapan ikannya dari hari ke hari semakin menurun mungkin itulah
penyebab muka lesunya, memang benar sekali kata Sani danau poso mungkin telah banyak
berubah, airnya keruh, dan hasil ikannya pun berkurang. Pukul 12.00 semua nelayan telah pulang
kerumah masing – masing, kini hanya ada aku disana dan ada moment yang terulang dalam
hidupku, aku kembali melihat makhluk misterius dengan kulit yang bersinar seperti permata saat
mengedipkan mata makhluk misterius itu menghilang,
“ makhluk apa itu ?, apa aku hanya berimajinasi “ pikiran yang ada di kepalaku
Dengan rasa penasaraan aku melangkah kembali ke rumah untuk bersiap menepati janjiku
bertemu dengan Sani.
“ Harus berangkat lebih awal nih, Aku tidak mau membuatnya menunggu “ kataku sambil
berganti pakaian, ketika waktu menunjukan pukul 14.30 aku sedang berada di jalan menuju
danau poso, sesampainya disana kulihat sesosok perempuan dengan pakaian indah memancingku
untuk mengarahkan kamera yang memang selalu ku bawa.
“ cekrek “ suara kamera membuat Sani menengok kearah ku.
“ kau sudah datang, padahal masih 15 menit lagi “ ujar Sani “ yah itu memang sudah sifatmu dari
dulu sih “ lanjutnya. Aku dan Sani kini duduk di tepi danau yang memiliki pasir putih itu.
“ Rian, kau tau legenda di tempat ini ? “ Tanya Sani
“ aku tidak tau, memang kenapa ? “ jawab ku yang langsung kembali bertanya
“ Konon, di danau ini dijaga naga, kalau bahasa sini sih namanya Silo Ndano “ kata sani “ dari
sebelum kau pindah, setiap aku kesini, aku tak pernah lagi melihat Silo Ndano, apa mungkin ini
karena kondisi danau sekarang ya “ lanjut Sani
“ Seperti apa sih, Silo Ndano yang kau ceritakan ini ? Tanya ku
“ Silo Ndano terlihat betubuh memanjang dan kulitnya berkilau seperti permata “ jawab Sani.
“ Aku melihatnya ! “ kata ku sambil mengacungkan jari “ 2 hari lalu dan siang ini, aku sekilas
melihat makhluk misterius yang kulitnya berkilau seperti permata, jadi itu Silo Ndano “ lanjut ku
“ kau beruntung ya, sebenarnya aku ingin melihatnya bersamamu selagi aku disini “ ujar Sani.

Keinginan yang Sani katakan sebenarnya ingin kepenuhi kalau aku bisa, tapi Silo Ndano
tak kunjung muncul kembali hingga waktu menunjuk pukul 18.00.
“ sudah jam 6, sebaiknya aku kembali “ kata Sani “ kalau begitu Rian, semoga di lain waktu kita
bisa melihat Silo Ndano bersama.” Lanjut nya seraya berjalan kembali ke rumah neneknya tanpa
memberi kesempatan padaku untuk bicara. Kini tinggal aku sendiri menatap danau sekaligus
melihat wisatawan yang mulai meninggalkan danau. Pukul 19.00 kupastikan tinggal diriku
sendiri di pinggir danau itu, aku berdiri dan bersiap mengeluarkan suara yang keras.
“ SILO NDANO !, AKU MOHON KABULKANLAH PERMINTAAN SANI, AKU AKAN
MEMBERSIHKAN SELURUH SAMPAH DANAU INI SETIAP HARI, JADI AKU MOHON
KABULKANLAH PERMINTAANNYA ! “ teriakku keras kemudian aku beranjak dari tempat
itu untuk memungut semua sampah yang digeletakan wisatawan dan menaruhnya di tempat
seharusnya sampah berada, apa yang kulakukan ini selesai jam 9 malam. Aku berjalan menuju
rumah dengan kondisi pakaian yang kotor karena bergelut dengan sampah, namun hal ini tak ku
sesali akan kupastikan harapan Sani terwujud.
***
Hari – hari selanjutnya aku tidak pernah bertemu dengan Sani di danau itu, aku hanya
terus menantang udara dingin di sore hingga malam hari untuk mengambil sampah wisatawan
yang setiap hari hampir selalu berserakan, lelah yang kurasakan tak akan membuatku mundur
karena seperti sudah jadi keharusan ku untuk memenuhi permintaan Sani walau dia hanya
mantan pacarku, jujur saja, aku tak bisa membohongi hatiku bahwa aku masih sangat
mencintainya, jika bukan karena jarak yang terlalu jauh aku pasti akan selalu berada di
sampingnya sebagai seorang kekasih, karena aku tak bisa melakukannya, setidaknya aku harus
memberikan kenangan yang ia inginkan disini.
“ Kemana ya Sani, sudah 3 hari aku tak melihatnya “ ujar ku, aku berpikir untuk
mengunjunginya di rumah neneknya, tapi apa daya, aku tak tau lokasi rumah neneknya itu,
sampah demi sampah aku ambil dan kini ku tergerak untuk menatap danau, Silo Ndano kembali
menampakan kilauan kulitnya yang berapakalipun aku lihat tetap mempesona, aku menganggap
kilauan itu sebagai tanda setuju bahwa dia akan memenuhi keinginan Sani, kini aku kembali
terfokus dengan sampah – sampah disana, tak terasa sudah pukul 8 malam, ini waktunya aku
pulang, aku melihat sekeliling danau memastikan tidak ada satu sampah pun yang masih
berserakan.
“ Hmmm, hari ini capek sekali “ kata ku di dalam kamar “ tapi aku harus tetap semangat aku tak
mau mengecewakan Sani “ kata ku untuk memotivasi diriku sendiri.
“ Rian, waktunya makan.. “ suara perempuan terdengar di telingaku.
“ iya bu, aku segera kesana “ balasku.
aku pun turun untuk makan malam dengan ibuku karena ayah masih harus bekerja
“ Rian, kamu dari kemarin pulang malam terus, main kemana aja sih ? “ pertanyaan dari ibuku
itu terdengar seperti introgasi untukku.
“ Cuma melihat danau saja kok bu “ jawabku dengan tenang
“ oh ya sudah kalau begitu “ kata ibuku yang tak sadar aku menyembunyikan apa yang
sebenarnya kulakukan di danau. Sudah 5 hari sejak aku bertemu dengan Sani tinggal dua hari
lagi sampai ia kembali ke Jakarta, aku bertekad untuk bertemu dengannya besok.

Pagi baru tiba, pagi yang mengkhianati tekad ku tadi malam, aku tak melihat Sani ada di
danau, hal itu tak membuatku berhenti memunggut sampah yang berserakan. Aku berpikir untuk
menghubungi Sani tapi hal itu urung aku lakukan karena mungkin akan terlalu jelas bahwa aku
merindukannya.
“ Besok aku harus menemuinya, apapun yang terjadi “ pikirku dengan membuang seluruh rasa
malu ku karena besok hari terakhirnya ada di Poso.
“ Tolong sekali ya Silo Ndano muncullah besok biarkan keinginan Sani terwujud “ kata ku
sambil menatap danau poso.

Hari yang ditunggu tiba, ku lihat jam masih menujukan pukul 7 pagi aku terdiam hingga
pukul 9 hanya untuk bersiap, langkahku yang berat berharap Sani ada di danau namum
kenyataan pahit harus kuterima Sani kembali tak ada di danau, tanpa ragu smartphone berlogo
apel kini kugunakan, ku cari nomor Sani yang masih tersimpan.
“ aku harap dia tidak mengganti nomor HPnya “ harap ku dalam hati, kutekan nomornya itu dan
kudekatkan hp ku ke telinga.
“ Hallo, Rian ada apa ? “ katanya
“ kau dimana aku ingin bicara denganmu “ ujarku cepat
“ di bandara, 1 jam lagi aku berangkat ke Jakarta “
“ tunggu sebentar, aku akan kesana “ aku dengan cepat menutup telepon dan mencari taksi
didekat sana, beruntung aku bisa menemukan taksi dengan cepat, butuh kurang lebih 15 menit
dari danau ke bandara dengan taksi.
“ Dimana….dimana…..Sani” hatiku berkata sambil aku mencari di sudut bandara
Sani terlihat sedang duduk di ruang tunggu, sontak langsung saja aku tarik tangannya dan pergi
ke taksi yang tadi masih menunggu.
“ pak, tolong ke danau poso “ kata ku pada supir
Taksi kini mulai berjalan kembali menuju danau poso, tempat yang menjadi sebagai saksi apakah
keinginan Sani akan terwujud.
“ Ada sesuatu yang ingin kutunjukan di danau, kau tenang saja ini tak akan lama “ ujar ku
entah sebuah kebetulan atau bukan danau dalam kondisi sepi pengunjung hanya sekitar 5 orang
yang ada disana, tanganku kini bergandengan dengan tangan Sani menatap danau.
“ ayolah, Silo Ndano jangan biarkan Sani kecewa “ harapan ku terkabul, Silo Ndano
menampakan dirinya sekilas, ketika aku menengok kearah Sani, kulihat air mata Sani menetes.
“ tak kusangka aku bisa melihat ini bersamamu “
hal itu pun mengakhiri kisah ku dan Sani, dengan jarak dan takdir yang seakan tak ingin
menyatukan aku dan Sani, kini kami kembali terpisah l.700 KM di antara laut Jawa.

Anda mungkin juga menyukai