Anda di halaman 1dari 2

PULANG

Aku berdiri di pinggir jembatan. Melihat pasar terapung yang berada di bawahku. Pagi terasa
masih dingin. Sayup-sayup aku mulai mendengar suara para pejalan kaki di jembatan Siring yang
mulai aktifitas pagi mereka, entah jogging maupun skedar berjalan-jalan. Aku menghirup napas
perlahan. Segar kurasakan udara masuk ke tenggorokanku.

Musim hujan mulai datang. Pagi ini cuaca sedikit mendung. Kurasa sebentar lagi turun hujan,
tapi tak mematahkan semangat para warga banjarmasin untuk beraktivitas. Sudah lama aku
menghuni pulau ini, sekitar dua tahun, telah banyak kejadian yang kulalui di kota seribu sungai ini.
Aku tak sabar menceritakannya saat aku pulang nanti.

Aku mulai menapaki trotoar. Bau jajanan yang di jual di pinggir sungai tercium olekhku. Aku
duduk dan mulai memandangi seorang anak kecil yang sedang meminta ayahnya untuk dibelikan
wadai, jajanan khas kota ini. Kemudian tanganku memotret momen itu. Ya aku senang fotografi. Aku
berharap momen-momen terbaik tak luput dari hasil jepretanku.

Ayahku berkata, aku seorang yang tipe pemimpi dan mirip-mirip seorang seniman. Kurasa
perkataan tak ada salahnya. Aku bekerja di kota ini di salah satu perusahaan pabrik karet besar
sebagai supervior. Umurku tiga puluh tahun. Dan masih belum bersuami. Kurasa mungkin itu
penyebabnya aku sering di dera kesepian.

Kugosok tanganku, merasakan suhu badanku mulai menghangat. Aku duduk di taman bungas
dan menyusuri pemandangan sungai. Hari minggu ini seharusnya aku ada jadwal makan-makan
bersama nanti malam dengan kawan-kawanku. Aku ingin menghabiskan waktu pagi dan siangnya
sekedar menikmati me time.

Aku kembali berjalan menyusuri trotoar. Mencari objek menarik yang dapat tertangkap
kameraku. Aku sudah banyak menyusuri setiap sudut kota ini, tapi entah mengapa momen favoriku
adalah saat ini. Dikala suasana mendung, di hari minggu pagi dengan beberpa orang yang
menghabiskan waktu libur mereka sebelum memulai hari berikutnya dengan beragam kesibukan kerja
maupun sekolah atau hal lainnya.

Sebenarnya, banjarmasin kota kecil. Hanya sekitar 700 ribu jiwa yang menetap di kota dengan
semboyan kayuh baimbai ini. Kota kecil yang jarang dibicarakan oleh orang biasanya orang sering
tertuju pada Kota Balikpapan atau mungkin bisa jadi samarinda untuk wilayah kalimantan. Bagiku,
secara personal, banjarmasin kubayangkan sebagai sesosok orang tua yang hidup bersahaja. Tidak
terkenal namun menikmati hidupnya.

Kembali kumenyusuri jalanan setapak. Banyak sekali yang bisa dikenang dari kota ini. Atraksi api
yang biasa dilakukan orang pribumi di taman siring. Pasar terapungnya yang terkenal. Tapi aku belum
menemukan makanan yang sesuai dengan lidahku di sini. Mungkin lidah medokku tak sesuai dengan
makanan apapun di sini.

Kuhela napas perlahan. Sudah lama aku ingin pulang, namun tuntutan pekerjaan ditambah
ketatnya pengawasan atasanku membuatku jarang pulang ke kampung halaman. Aku rindu memijak
tanah surabaya dan keramaian kotanya. Banjarmasin, kota yang tak terlalu padat dan ramai. Aku
meraa semakin terasingkan di kota ini..

Kakak pertamaku bekerja di papua. Dia bekerja di salah satu kantor pemerintahan daerah di
sana. Sudah berkeluarga, anak satu, istri satu. Banyak konflik daerah terjadi di papua. Itu berbandung
lurus dengan indahnya pemandangan raja ampat, danau sentani dan pantai-pantainya. Susah pindah
dari sana, kata kakakku. Dia juga memendam rindu untuk pulang ke kampung halaman tak peduli
seindah apa pulau yang dipijaknya itu.

Satu hal yang membuatku terganggu dengan kota ini. Kendala bahasa. Orang banjarmasin
memakai bahasa sendiri mereka, mereka sebut bahasa banjar. Sudah dua tahun aku di sini, dan hanya
sepatah dua patah kata bahasa mereka yang kukuasai. Keinginanku merantau juga didasari informasi
dari seorang teman yang dulu satu sma denganku dan dia asli kalimantan. Aku tak berharap tinggal
lama di kota ini. Selepas mencari pekerjaan baru di luar pulau ini, secepat itulah aku akan
meninggalkannya.

Sebenarnya banjarmasin tak seburuk yang kukatakan tadi. Namun kota ini menyimpan cerita
sedih sendiri bagiku. Di sini aku sempat merasakan sepinya malam tanpa kehadiran suara keponakan-
keponakanku dan aku tinggal sendirian di kota ini. Pulang adalah harapanku yang paling besar di
setiap liburan panjang.

Bagiku, seni adalah hobi yang paling aku senangi. Banjarmasin menyediakan itu semua. Banyak
objek menarik yang bisa kutangkap dengan kameraku di kota ini. Entah mengapa suasananya berbeda
sekali dengan surabaya yang padat penduduk. Sebenarnya, ada untungnya juga aku bekerja di kota
ini. Sambil berenang minum air. Di samping bekerja aku juga bisa menyalurkan hobi fotografiku.

Orang banyak berkata, sekali seseorang minum air kalimantan, ia takkan kembali ke kampung
halamannya. Aku tak bisa melihat kelogisan dari perkataaan tersebut. Aku berharap itu hanya mitos
belaka dan perumpamaan orang kuno yang hanya menakut-nakuti para perantau seperti aku.

Kemudian malamnya, saat acara makan bersama aku bertemu seorang pria asli banjarmasin dan
enam bulan kemudian dia menjadi suamiku. Ternyata anggapanku salah. Itu bukan mitos.

Anda mungkin juga menyukai