Anda di halaman 1dari 2

1.

Bab 1
a. Jennifer bangun dari pingsan dan lupa ingatan
b. Hari hari menunggu pulih di rumah sakit, suasana rumah sakit dengan pasien2
nya. Cerita2 tentang keluarganya, ketidaktahuannya tentang apa yang terjadi
padanya selain hanya kecelakaan. Ibunya yang mencoba pelan2 memulihkan
ingatannya.
c.
Kembali Cinta
BAB 1

Aku terbangun dan tampak oleh mataku langit-langit berwarna putih. Sayup-sayup
kudengar suara dengung yang sepertinya datang dari sebuah mesin AC. Kepalaku terasa sakit
dan sekujur tubuhku begitu ngilu. Seorang perempuan berpakaian putih-putih tiba-tiba masuk
ke dalam ruangan, dia tampak kaget ketika melihatku sebelum berteriak di pintu masuk:
“Pasien sudah sadar!” dan segera keluar ruangan. Suara percakapan kemudian terdengar dari
luar yang mana aku tak dapat menangkap satu kata pun karena sibuk menahan sakit di kepala.
Seorang pria—yang sepertinya seorang dokter—bertanya padaku sesaat setelah dia masuk
ruangan. Dia memeriksaku dan menanyakan beberapa hal, tetapi aku tak menangkap satu
kata pun yang dikatakannya. Aku hanya mampu mengangguk dan menggeleng lemah
sekenanya.

“… mau bertemu suami Ibu?” dokter itu bertanya di antara kesadaranku yang masih
mengawang. Jujur saja aku masih menunggu-nunggu sampai berapa lama sakit di kepalaku
bisa reda. Kemudian, belum sempat aku menanggapi, tiba-tiba saja pintu terbuka lebar
dengan suara yang cukup keras dan seorang pria dengan penampilan yang terlihat berantakan
dan raut muka yang tampak begitu letih bergegas menghampiriku dan bertanya, “Sayang,
nggak apa-apa?”

Aku menatap pria itu dengan tatapan yang kuduga pasti tampak kosong dan hampa.
Wajah pria itu terlihat lelah dan rambutnya begitu acak-acakan. Diriku ingin bertanya siapa
dia, apa hubungannya denganku, tetapi suaraku tak kunjung dapat keluar.

“Sayang, nggak apa-apa?” pria itu bertanya lagi. Tiba-tiba aku merasa panik seakan
hatiku berada begitu jauh walau ragaku jelas-jelas berada di ruangan. “Gimana perasaanmu
Sayang?” pria itu kembali bertanya karena tak kunjung mendapatkan respon dariku dan dari
ekspresi wajah dan nada suara yang ditunjukkannya, mulai tampak resah.
“Istri Bapak masih belum pulih benar, tidak ada yang fatal setelah pemeriksaan
sebelumnya, tapi kita tidak tahu ke depannya—”

“Nduk!” seorang wanita masuk tiba-tiba menghentikan perkataan dokter itu dan tak
dipungkiri menjadikan ruangan semakin terasa penuh, setidaknya bagiku. Satu orang saja tak
berhasil kukenali, ini malah bertambah lagi. Aku mulai bertanya-tanya apa yang sebelumnya
terjadi hingga aku bisa berada di sini. Apa aku berada di ruangan yang salah?

“Ibu bawain baju gantimu Nduk—” wanita itu mulai terisak yang mana sepertinya
ditujukan kepadaku. Aku merasa tak pantas ditangisi olehnya—oleh seseorang yang sama
sekali tidak kukenal. Kenyataannya, aku merasa tak pantas berada di sini. “Untung kamu
siuman, Nduk…”

“….apa…kenapa…” suaraku perlahan bisa keluar walau tak lancar.

“Sayang, ngerasa sakit?”

“Kenapa Nduk?”

Kedua orang itu menatapku dengan lekat. Aku masih tak dapat mengingat siapa
mereka dan pria berwajah lesu itu bertanya lagi, “Sayang, nggak inget aku?”

Cara pria itu memandangku tampak begitu was-was, seakan hal buruk yang
ditakutkannya tengah terjadi. Aku sungguh tak ingat siapa dirinya dan juga… apa yang dia
katakan dari tadi? Sayang? Apa pria ini…

“Saya… tidak mengenal anda…” suaraku keluar dengan pelan tetapi bisa kalimat
singkat yang keluar dari bibirku itu mengubah ruangan seketika menjadi hening.

Kulihat wajah pria itu memucat sepucat-pucatnya.

***

Anda mungkin juga menyukai