Anda di halaman 1dari 2

Rini berjalan terseok-seok di sudut kota Martapura.

Ia teringat anaknya yang dahulu diculik lima


tahun lalu. Kacamata hitam yang ia pakai karena selalu sembab kedua belah matanya dibukanya
sebentar lalu diusapnya kedua matanya. Dia harus legawa kali ini. Mungkin semua itu kehendak
tuhan. Sejak kepergian sang anak, Rini semakin mendekatkan diri pada Yang Maha Esa. Ia
memantapkan diri berjilbab. Dipakainya lagi kacamata hitamnya dan melenggang dengan baju
hitamnya di jalanan Martapura. Wanita itu memasukki kawasan pasar permata. Ya, pekerjaannya
sebagai pedagang perhiasan menuntutnya untuk membeli intan dan permata dalam jumlah besar di
kota dengan semboyan Kota berkilau Intan ini untuk dijual lagi di kotanya, Solo.
Pedagang permata yang melayani Rini dengan sabar membantu wanita itu memilih jenis
permata dan intan yang ingin dibelinya. Dikeluarkannya stok terbaik, karena Rini pelanggan tetap
yang disukainya. Rini menimbang, menawar dan memutuskan permata dan intan mana yang akan
dibelinya, Ia tak menyadari sesosok asing menatapnya dari jarak beberapa meter. Mata sosok asing
itu bagai elang yang ingin memangsa buruannya, Dengan sekali tindakan dia bisa untung banyak. Tas
yang dilihatnya, milik Rini, bisa berisi jutaan uang bahkan benda-benda berharga seperti ponsel dan
dompet. Sosok asing itu mulai menjalankan aksinya, ia melihat ke kanan-dan di kiri. Suasana pasar
sedang agak lengang. Dengan sekuat tenaga ia berlari membabi buta, mengambil tas milik Rini yang di
taruhnya di samping saat Rini sibuk memilih permata dan intan.
Joko, satpam pasar manghela napas setelah ia merokok di di parkiran pasar. DIa melihat gerak-
gerik mencurigakan sesosok asing yang memandangi seorang wanita dengan pandangan liar.
Dugannya bukannya tak beralasan, semenit kemudian Joko terhenyak saat melihat sosok asing itu
berlari sekuat tenaga dan mengambil tas wanita itu yang ditaruhnya tak jauh di samping sang pemilik
tas. Joko segera bertindak. Ia berlari mengejar sosok penjambet yang berlari kesetanan itu.
Naas memang nasib sang penjambret, tak jauh dari tempatnya berlari ada rame-rame patroli
polisi yang kebetulan berpatroli di pinggir jalan. Mampus lah ia. Tak bisa kemana mana. Jokol
menudingnya sambil berteriak dengan suara lantang “Jambret!”. Polisi yang patroli cepat tanggap,
diringkusnya penjambret itu. Telak. Lima polisi lawan satu penjambret. Hari itu bukan nasib baik sang
penjambret.

Rini tak tahu menahu akan aksi penjambret itu. DIa masih berkutat dengan permat dan intan
ditangannya. Saat seorang satpam dan seorang polisi datang kepadanya dia tahu ada yang tak beres,
Sebelum satpam itu memberitahu kejadian sebenarnya, nalurinya mengatakan ada sesuatu yang
aneh. Ya, tasnya yang berisi jutaan uang itu hilang. Sang polisi mengatakan penjambret telah
ditangkap. Rini bernapas lega. Bisa-bisa dia tak bisa pulang ke kotanya jika tas itu benar-benar hilang.

Polisi itu meminta Rini menjadi saksi atas peristiwa tersebut. Ini kali pertamanya menjadi saksi
sebuah tindakan pidana. Dia merasa deg-degan saat polisi itu membawanya dengan mobil ke kantor
polisi. Kenapa kejadian ini bisa menimpanya? Ia berpikir. Tapi cepat-cepat ditepiskannya pikiran itu. Ia
harus berbaik sangka kepadaYang Maha Kuasa. Mungkin ini arti bahwa dia kurang bersedekah tahun
ini. Ya, Rini merasa ini teguran tuhan baginya.

Sementara itu di kantor polisi. Penjambret itu gemetar ketakutan. Sosoknya yang kurus semakin
menambah aura menyedihkan bagi orang yang memandangnya. Ia menjelaskan bahwa ia disuruh
oleh bosnya. Para polisi segera mencium bau perbudakan di sini. Segera dikorek lagi oleh mereka
keterangan yang bisa didapat dari penjambet itu, Sosok terpidana itu mengatakan bahwa tak jauh
dari lokasi pasar Martapura ada sebuah gedung tua bekas pabrik yang digunakan bosnya untuk
beroprasi memploncoi teman-teman dan dirinya untuk melakukan aksi serupa yang dilakukannnya di
pasar permata dan intan. Para polisi langsung tanggap, mereka segera bergerak ke lokasi yang
dimaksud. Setelah tiba di sana, ada sekitar tujuh korban yang bernasib malang. Sang bos besar
sindikat itu segera diringku dan dibawa ke kantor polisi untuk diamankan. Sungguh pengkapan yang
sigap berkat kegagalan seorang penjambret lolos dari seorang satpam.

Rini ditunjukkan sosok yang menjambret tasnya. Ia terhenyak karena sosok itu adalah seorang
anak laki-laki yang kurus sekali badannya. Dibukanya kacamata hitamnya agar terlihat semakin jelas.
Entah mata anak laki-laki itu begitu familiar. Kemudian ia kembali terehanyak karena menyadari
sesuatu, ia bangkit dari kursinya dan segera menyingkap baju sang penjambret cilik itu di bagian bahu
yang sempat ingin dicegah polisi yang mendampingi mereka karena Rini bertindak secara tiba-tiba
sampai polisi itu mengira Rini hendak menyerang sang penjambret cilik. Seketika air mata Rini
mengalir dengan derasnya saat melihat tanda lahir hitam di bahu anak itu. Ya, ia mengenali tanda
lahir itu. Diusapnya kepala anak laki-laki itu, dicium kening sang anak,membuat polisi yang
mendampingi mereka sempat kebingungan. Tapi ia cepat tanggap saat Rini berkali-kali mengatakan
“anakku!”. Pertemuan yang tak disangka dan sungguh menguras air mata.

Anda mungkin juga menyukai