Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Impetigo adalah infeksi bakteri yang paling umum pada anak-anak. Ini, infeksi
yang sangat menular akut lapisan superfisial epidermis terutama disebabkan oleh
Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus aureus. Infeksi kulit sekunder dari lesi
kulit yang ada (misalnya, luka, lecet, gigitan serangga, cacar air) juga dapat terjadi.7
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan gentamisin-tahan strain S
aureus juga telah dilaporkan menyebabkan impetigo.9,10 Impetigo adalah
diklasifikasikan sebagai nonbullous (impetigo contagiosa) (sekitar 70% dari kasus
atau bulosa.11 PO kotrimoksazol mungkin noninferior ke IM benzatin benzilpenisilin
untuk impetigo yang luas Jangka pendek oral (PO) kotrimoksazol tampaknya
noninferior untuk intramuskular (IM) benzatin benzilpenisilin untuk pengobatan
impetigo luas, menurut, terkontrol, percobaan noninferiority secara acak di 508 anak-
anak Australia (usia, 3-13 tahun) dengan purulen atau berkulit impetigo nonbullous di
daerah yang sangat endemik.11 Pada anak-anak secara acak menerima benzatin
benzilpenisilin IM (n = 156 dianalisis dari 165), dua kali sehari kotrimoksazol PO
selama 3 hari (n = 173 dianalisis dari 175), atau kotrimoksazol sekali sehari PO
selama 5 hari (n = 161 dianalisis dari 168), hasil yang sukses terjadi pada 133 (85%)
dalam benzatin benzilpenisilin kelompok dan 283 (85%) anak-anak di kotrimoksazol
kelompok dikumpulkan (perbedaan mutlak 0,5%; 95% interval kepercayaan -6,2
sampai 7,3) . [5] Ada hasil yang sama antara kelompok kotrimoksazol. Mayoritas efek
samping yang dilaporkan diamati pada 54 pasien, 49 di antaranya (90%) diobati
dengan benzatin benzilpenisilin. 11
Tanda dan gejala anak-anak dengan impetigo nonbullous umumnya memiliki
beberapa lesi penggabungan di wajah mereka (perioral, perinasal) dan ekstremitas
atau di daerah dengan istirahat di penghalang pertahanan alami kulit. Lesi awal adalah
vesikel kecil atau pustula (<2 cm) pecah itu dan menjadi kerak berwarna madu
dengan basis eritematosa lembab. Faringitis tidak ada, tapi limfadenopati regional
yang ringan umumnya hadir. Impetigo Nonbullous biasanya proses self-terbatas yang
sembuh dalam waktu 2 minggu.
Impetigo bulosa dianggap kurang menular daripada bentuk nonbullous. [6]
Hal ini cenderung untuk mempengaruhi wajah, ekstremitas, aksila, batang, dan daerah
perianal neonatus, tetapi anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa juga bisa
terinfeksi. [4] Awal lesi yang rapuh bula tipis beratap, lembek, dan transparan (<3
cm) dengan, cairan kuning jernih yang berubah berawan dan kuning gelap. Setelah
pecahnya bula, mereka meninggalkan pelek skala sekitar basis eritematosa lembab
tapi tidak ada kerak, diikuti oleh cokelat-dipernis atau penampilan tersiram air panas-
kulit, dengan collarette skala atau tubelike pelek perifer. Impetigo bulosa juga berbeda
dari impetigo nonbullous dalam impetigo bulosa mungkin melibatkan selaput lendir
bukal, dan adenopati daerah jarang terjadi. Namun, lesi yang luas pada bayi dapat
dikaitkan dengan gejala sistemik seperti demam, malaise, kelemahan umum, dan
diare. Jarang, bayi mungkin hadir dengan tanda-tanda pneumonia, septic arthritis, atau
osteomielitis.
Diagnosis impetigo biasanya dibuat atas dasar sejarah dan pemeriksaan fisik.
Namun, kultur dan sensitivitas bakteri dapat digunakan untuk mengkonfirmasi
diagnosis dan direkomendasikan dalam skenario berikut:
Pengobatan impetigo biasanya melibatkan perawatan luka lokal dalam
hubungannya dengan baik antibiotik topikal atau kombinasi dari agen sistemik dan
topikal. Secara umum, pemilihan antibiotik memiliki cakupan terhadap kedua S
pyogenes aureus dan S. Di daerah dengan prevalensi tinggi MRSA diperoleh
masyarakat dengan isolat rentan, anak-anak yang lebih tua dari 8 tahun dapat
mengambil klindamisin atau doksisiklin dalam kasus. Trimethoprim-
sulfamethoxazole dapat digunakan dalam situasi di mana streptokokus grup A tidak
mungkin.
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : An.M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 2 Tahun 1 Bulan
Alamat : Johor Baru, Jakarta Pusat
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS :8 Desember 2014

2.2 ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan di Poli klinik kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih

2.2.1 Keluhan Utama :

Pasien datang ke poli klinik karna terdapat luka pada daerah lubang hidung
sejak 3 minggu SMRS.
2.2.2 Keluhan Tambahan
Gatal

2.2.3 Riwayat Penyakit Sekarang :

4 minggu SMRS ibu pasien menyatakan pasien timbul pilek. Menurut penglihatan
ibunya sering kali pasien menggaruk garuk hidung saat hidung keluar ingus, namun
menurut ibu saat itu keadaan kulit hidung masih dalam batas normal. 2 hari kemudian
pasien sudah mulai sembuh dari pilek nya, namun ibu pasien melihat di area lubang
hidung tersebut tampak kemerahan dan terlihat lembab. Saat itu ibu pasien masih
tidak terlalu menghawatirkannya. 3 minggu SMRS luka tersebut nampak semakin
lembab dan 3 hari kemudian pada area luka tersebut timbul 4 buah lenting lenting
yang di dalam nya berisi cairan. Dan pasien pun sering kali menggaruk garuk area
tersebut hingga beberapa lenting menjadi pecah. Setelah beberapa hari kemudian di
area luka tersebut sering kali basah dan mengeluarkan cairan jernih berwarna
kekuningan dan setiap pagi nya cairan tersebut menjadi kering dan berwarna kuning
seperti madu, 2 minggu SMRS luka tersebut juga tidak menjadi sembuh malah
ukurannya menjadi semakin melebar sebab menurut ibu pasien saat luka itu
mengering pasien sering kali menggaruknya hingga mengelupas. Dan setiap
terkelupas cairan yang keluar menjadi lebih banyak dan setiap kering menjadi lebih
lebar. Saat ini ibu pasien belum pernah mengobati menggunakan apapun hanya di
bersihkan saat cairn di bawah hidung tersebut mulai keluar. Namun karna luka di
anggap tidak sembuh sembuh ibu pasien pun membawa pasien ke poli klinik kulit dn
kelamin. Keluar darah pada area luka (-).
2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.

2.2.5 Riwayat alergi :


 Pasien baru terdiagnosa asma sejak 2 bulan yang lalu. Namun asma
tersebut hanya baru timbul 1 kali.
 Pasien tidak mempunyai riwayat menggunakan obat-obatan yang pernah
menimbulkan reaksi gatal, kulit terkelupas dan sesak nafas.

2.2.6 Riwayat Penyakit Keluarga :


Kakak pasien menderita keluhan yang sama namun keadaan nya tidak separah
pasien

2.2.7 Riwayat Penyakit Higiene:


 Pasien memiliki kebiasaan mandi 1 kali sehari.
 Karna usia pasien masih kecil sehigga sulit untuk mengajarkan kebersihan
pada area luka

2.2.8 Riwayat Kebiasaan:


Pasien memiliki kebiasaan mengelupaskan area luka saat mengering

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum : Tampak sakit Sedang
 Kesadaran : Compos mentis
 Tanda-tanda vital :
o Nadi : 110x/menit
o Pernapasan : 24 x/menit
o Suhu : 36,3oC
o BB : kg
o PB :m

 Status Generalisata:
o Kepala : Normochepal
o Mata : konjungtiva anemis(-/-),sclera ikterik(-/-),secret (-/-
),palpebra inferior OD dan OS dalam batas normal.
o Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-/-), terdapat krusta pada
nares nasi debris berwarna kekuningan.
o Mulut : mukosa bibir lembab.
o Leher : Pembesaran KGB (-)
o Thorax : Paru : Pergerakan dada simetris, vesikuler (+/+)
o Jantung : Ictus cordis teraba di ICS 5, BJ I dan II normal
o Abdomen : Tampak cembung, supel, bising usus (+) normal,
organomegali (-)
o Ekstremitas : Deformitas (-/-), akral hangat (+/+), edema (-/-)
Status Dermatologikus:
1. Pada regio nares nasi ninistra: terdapat erosi dengan ukuran lenticular,
berbentuk anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi yang lain, serta pada
bagian atas lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada bagian pinggir
erosi terdapat skuama pitiriformis berwarna putih.
2. Pada regio columella nasi : terdapat erosi dengan ukuran lenticular, berbentuk
anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi yang lain, serta pada bagian atas
lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada bagian pinggir erosi
terdapat skuama pitiriformis berwarna putih.

gambar 1. Pada regio nares nasi ninistra: terdapat erosi dengan ukuran lenticular,
berbentuk anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi yang lain, serta pada bagian
atas lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada bagian pinggir erosi terdapat
skuama pitiriformis berwarna putih.
gambar 2. Pada regio columella nasi : terdapat erosi dengan ukuran lenticular,
berbentuk anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi yang lain, serta pada bagian
atas lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada bagian pinggir erosi terdapat
skuama pitiriformis berwarna putih.
2.4 RESUME

Anak laki laki 2 tahun 1 bulan di bawa oleh ibunya ke poli klinik kulit dan kelami
RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan terdapat lesi pada area dekat nares nasi yang
sudah di alami sejak 3 minggu yang lalu. Menurut ibu pasien luka berawal semenjak
pasien mendapat keluhan berupa keluar sekret dari hidung, yang saat itu pasien juga
mengeluh prutitusa pada area nares nasi dan sering kali pasien menggaruknya hingga
bagian tersebut berubah warna menjadi eritema. Setelah beberapa hari kemuadian lesi
hiperemis tersebut menjadi lebih lembab dari biasanya, dan 1 minggu setelahnya
timbul vesikel berjumlah 4 buah dan mengalami ruptur karena pasien sering kali
menggaruk area tersebut. Hingga sejak itu pada area tersebut sering keluar cairan
serose yang dimana setiap pagi cairan tersebut sering kali mengering menjadi krusta
berwarna kekuningan seperti madu. Dan sering kali saat pasien menggaruk krusta
tersebut terlepas dan mengeluarkan cairan serose kekuningan yang berasal dari dasar
lesi. Pada riwayat keluarga kakak pasien juga mengalami keluhan yang sama namun
tidak separah pasien, serta menurut ibu pasien pasien memiliki kebiasaan mandi
hanya 1 kali dalam sehari. Dan tidak pernah mau saat area lesi di bersihkan maupun
di obati.
Pada status generalisata tidak di temukan adanya kelainan. Status dermatologikus di
temukan Pada regio nares nasi ninistra: terdapat erosi dengan ukuran lenticular,
berbentuk anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi yang lain, serta pada bagian
atas lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada bagian pinggir erosi terdapat
skuama pitiriformis berwarna putih. Serta, pada regio columella nasi : terdapat erosi
dengan ukuran lenticular, berbentuk anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi
yang lain, serta pada bagian atas lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada
bagian pinggir erosi terdapat skuama pitiriformis berwarna putih.
2.5 DIAGNOSIS KERJA

 Impetigo Krustosa

2.6 Diagnosa Banding


1. Impetigo Bullosa

2.7 RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan Eksudat (menentukan jenis gram pada kelompok tertentu).
 Pemeriksaan histopatologi.2

2.8 PENATALAKSANAAN
 Non-Medikamentosa:
1.
Pengobatan nonfarmakologi, menunggu renyembuhan secara alami
namun dengan perbaikan hygine.3

 Medikamentosa:
1. Pengobatan awal berupa jika krusta sedikit, di lepaskan dan di
bersihkan menggunakan disinfektan lalu beri antibiotik topikal
2. Disinfektan topical (normal saline).
3. Antibiotik topikal (Retapamulin 2x/hari selama 5 hari)
4. Antihistami (Cetirizine 2,5 mg/PO dosis maksimal 5mg/ hari)15

2.9 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
2.10 DISKUSI
Diagnosis Impetigo Krustosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan klinis. Keluhan pasien adalah terdapat luka pada area
dekat lubang hidung yang sudah di alami sejak 3 minggu yang lalu. Menurut ibu
pasien luka berawal semenjak pasien mendapat keluhan pilek, yang saat itu pasien
juga mengeluh gatal pada area lubang dan sering kali pasien menggaruknya hingga
bagian tersebut berubah warna menjadi kemerahan. Setelah beberapa hari kemuadian
lesi hiperemis tersebut menjadi lebih lembab dari biasanya, dan 1 minggu setelahnya
timbul lenting berjumlah 4 buah dan pecah karena pasien sering kali menggaruk area
tersebut. Hingga sejak itu pada area tersebut sering keluar cairan serose yang dimana
setiap pagi cairan tersebut sering kali mengering menjadi krusta berwarna kekuningan
seperti madu. Dan sering kali saat pasien menggaruk krusta tersebut terlepas dan
mengeluarkan cairan kekuningan yang berasal dari dasar lesi. Pada riwayat keluarga
kakak pasien juga mengalami keluhan yang sama namun tidak separah pasien, serta
menurut ibu pasien pasien memiliki kebiasaan mandi hanya 1 kali dalam
sehari..Menurut kepustakaan, Impetigo krustosa pada perjalanan nya S.aureus
menyebar dari kulit normal bagian hidung lalu setelah 11 hari kemudian berkembang
menjadi lesi kulit, lesi kemungkinan timbul pada area wajah terutama area nares atau
bisa juga mengenai daerah ekstremitas bila area tersebut mengalami trauma.Impetigo
pada hidung yang di sebabkan S.aureus berada pada area nares anterior dan bisa
mejalar ke daerah labia superior dimana merupakan area yang berdekatan. Keluhan
umum yang muncul adalah gatal pada area tersebut. Hal tersebut menyebabkan
gangguan intregitas dari kulit yang menjadikan portal awal terjadinya impetigo. Di
sini peyebab kerukan integitas tersebut bisa di sebabkan oleh banyak faktor, di
antaranya karna gigitan serangga, dermatofitosis pada epiderms, herpes
simpleks,varicella,luka termal dan luka bakar. 2
Pada Pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum pasien nampak tidak ada
kelainan, status gizi: cukup, suhu badan: 36,30C, tekanan darah (tidak di ukur) dan
denyut nadi 110 kali/menit, pernafasan 24 kali/menit. Berdasarkan kepustakaan,
Biasanya impetigo non bulosa tidak di sertai dengan gejala sistemi seperti
demam,malaise maupun anoreksia2

Lesi awal yang dapat di lihat berupa eritema dan vesikel,pustul yang
semakin cepat berkembang menjadi plak krusta berwarna seperti madu yang di mana
ukuran nya bisa membesar > 2cm, pada daerah sekelilingnya bisa di sertai dengan
eritema. Pada kasus di temukan pada regio nares nasi ninistra: terdapat erosi dengan
ukuran lenticular, berbentuk anular, sirkumskrip, berkonfluens dengan lesi yang lain,
serta pada bagian atas lesi terdapat krusta tipis berwarna kekuningan. Pada bagian
pinggir erosi terdapat skuama pitiriformis berwarna putih. Serta, pada regio columella
nasi : terdapat erosi dengan ukuran lenticular, berbentuk anular, sirkumskrip,
berkonfluens dengan lesi yang lain, serta pada bagian atas lesi terdapat krusta tipis
berwarna kekuningan. Pada bagian pinggir erosi terdapat skuama pitiriformis
berwarna putih. 2
Pada kasus Diagnosis banding penyakit ini adalah Impetigo bulosa
Penatalaksanaan Impetigo bulosa pada pasien ini adalah dengan Pengobatan awal
berupa jika krusta sedikit, di lepaskan dan di bersihkan menggunakan disinfektan lalu
beri antibiotik topical, disinfektan topical (normal saline), antibiotik topikal
(Retapamulin 2x/hari selama 5 hari), Antihistami (Cetirizine 2,5 mg/PO dosis
maksimal 5mg/ hari) Menurut kepustakaan, pasien Impetigo krustosa bisa di berikan
tata laksana dengan Pengobatan nonfarmakologi, menunggu renyembuhan secara
alami namun dengan perbaikan hygine. Disinfektan topical (normal saline,
hexachlorphone, providone iodine dan chlorhexidine). Antibiotik topikal (seperti
neomycin,bacitracin,polymyxin B,gentamycyn, asam fusida, mupirocin, retapamulin,
atau kombinasi steroid dan antibiotic topikal) Antibiotic sistemik
(penicillin,cloxacillin, amoxicillin/asam clavulanax,eritromycin, dan cephalexin) Jika
pruritus signifikan, antihistamin dapat diresepkan untuk membantu meminimalkan
kemungkinan menggaruk. Menghindari trauma pada kulit dapat mencegah atau
membatasi penyebaran impetigo oleh autoinokulasi. Agen ini selektif menghambat
perifer histamin H1 reseptor histamin. 2,3,6,15
Prognosis quo ad vitam dubia ad bonam, quo ad funtionam dubia, quo ad sanationam
dubia. Menurut kepustakaan, Prognosis pada impetigo bahkan tanpa pengobatan,
impetigo biasanya sembuh dalam waktu 2-3 minggu.12 Uji placebo dengan prospektif
uji klinis telah mencatat tingkat resolusi 13-52% spontan. Namun, pengobatan
menghasilkan angka kesembuhan yang lebih tinggi dan mengurangi penyebaran
infeksi ke bagian lain dari tubuh (melalui inokulasi) atau kepada orang lain.13 Jaringan
parut biasa, namun hiperpigmentasi pasca atau hipopigmentasi mungkin terjadi. Lesi
diobati impetigo nonbullous mungkin jarang berkembang menjadi ecthyma, infeksi
kulit dalam, setelah itu jaringan parut berikutnya dapat terjadi.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pyoderma (Infeksi Staphylococcal Superfisial)


Pyodarma merupakan infeksi pada lapisan epidermis. Mengenai bagian
stratum korneum dan dan folikel rambut.sebenarnya infeksi kulit lebih banyak di
sebabkan oleh kuman gram-positif, namun pada pioderma dapat juga di sebabkan
oleh gram-negatif, misalnya (Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Proteus
vulgaris). S.aureus merupakan bakteri paling bayak pada kasus pyoderma di
masyarakat, namun kelompok A.Streptococcus juga merupakan kelompok mikroba
pada pioderma yang juga banyak di temui di negara berkembang. Pada pioderma yang
tidak di terapi bisa berkelanjuta menginfeksi bagian dermis dengan gambaran ahir
berupa ecythrma dan furuncle. 1,2

3.2 Impetigo
3.2.1 Definisi
Impetigo ialah pioderma superficial (terbatas pada epidermis).

3.3 Etiologi
Etiologi dari impetigo bulosa masih dalam kontrofersi, beberpa orang menyatakan
impetigo bullosa di sebabkan oleh S.aureus. karakteristik dari suatu impetigo dapat di
lihat dari presentasi gambaran lesi, seperti pada impetigo non bulosa bias terlihat
bentuk crusta “honey colored” yang dimana merupakan ciri khas dari bakteri
S.aureus. yang di mana biasanya biasa di lihat pada pemeriksaan kultur. Pada
impetigo presentasi yang muncul oleh karna bakteri Streptococcus jauh lebih sedikit.
Yang dimana bias di temukan pada kultur yang berasal dari lesi ecyhymatouse.
3.4 Faktor Resiko
 Orang yang tinggal pada iklim tropis.
 Orang yang memiliki kondisi kulit yang kurang baik, dan trauma yang
merusak barrier kulit normal(eczema, scabies, infeksi jamur pada kulit, gigitan
serangga)
 Orang dengan diabetes mellitus
 Pengguna obat obatan intravena
 Pasien dengan immunocompromise(HIV,kanker,kemoterapi).5

3.5 Gambaran klinis


3.5.1 Staphylococcal Impetigo
Disini ada 2 jenis Staphylococcal impetigo, yang terdiri dari impetigo krustosa dan
impetigo bullosa. Keduanya merupakan bentuk lesi yang timbul secra cepat yang di
tandai dengan gambaran fluid-filled, namun bentuk seperti warna madu merupakan
tipe krustosa.vesikel dan pustule yang timbul secara dini sangat mudah mengalami
rupture, yang dimana memungkinkan pasien untuk dating ke pusat pengobatan. Disini
gambaran tersebut merupakan kunci dari diagnose, apakah pasien menunjukan
gambaran krusta, gambaran pengumpulan cairan pada kulit, serta apakah warnanya
sudah menyerupai dari warna madu. Peroses tersebut menggambarkan bahwa
staphylococcus menginduksi terjadinya infeksi pada area kulit superficial
(epidermis). Pada ahirnya saat krusta mulai di lepas akan menunjukan gambaran yang
lembab, dengan dasar yang berkilau, yang dimana hal tersebut terjadi jiga tidak
mengalami ulserasi.biasanya infeksi Staphylococcus yang mengenai wajah juga
membrikan gambaran erythema.
Jika impetigo benbentuk bullosa akan memberikan gambaran lepuhan. Karena terjadi
penimbunan cairan yang bersih ( meskipun terkadang ada juga yang berbentuk
purulent).4
3.5.2 Streptococcal Impetigo
Berbeda dengan staphyloccoal impetigo, yang hanya melibatkan bagin luar dari
lapisan epidermis, infeksi kulit oleh streptococcus selalu mengalami kelanjutan
infeksi ke bagian yang lebih dalam dari lapisan kulit, proses awal di mulai dari
timbulnya pustul eritema yang sangat kecil, namun lebih banyak di temugan sudah
berbentuk dalam keadaan krusta. Pada perkembangan yang lengkap lesi tersebut akan
membentuk suatu lesi ulserasi yang berukuran kecil yang di mana di kelilingi oleh
daerah eritema. Pada lesi kedua tipe bakteri harus di bedakan sebab akan
membedakan dalam tata laksana, namun gambaran asli baru akan terlihat jika krusta
yang ada di lakukan pengangkatan.4

3.6 Klasifikasi
Terdapat 2 jenis bentuk impetigo :
1. Bullosa
2. Nonbulosa
Impetigo bullosa lebih banyak di sebabkan oleh S.aureus. dan lebih sedikit pada
group A Sterptococcus dan lebih banyak mengenai pada negara berkembang.2

3.6.1 Impetigo Nonbulosa


Impetigo nonbulosa merupakan kasus impetigo 70% paling banyak pada kasus
pioderma. Kejadian tersebut mengenai semua usia baik pada anak anak semua usia
maupun pada dewasa. Pada kulit intak merupakan tepat yang kebal untuk terjadinya
impetigo, kemungkinan ketidak hadiran reseptor fibronectin pada S.aureus dan
Streptococcus group A . 2
Beberapa kepustakaan menamakan impetigo nonbulosa sebagain impetigo krustosa
yang di mana serig kali di sebut sebagai (impetigo kontangiosa,impetigo
vulgaris,impetigo tillbury fox).1

3.6.2 Perjalanan Penyakit


Pada perjalanan nya S.aureus menyebar dari kulit normal bagian hidung lalu setelah
11 hari kemudian berkembang menjadi lesi kulit, lesi kemungkinan timbul pada area
wajah terutama area nares atau bisa juga mengenai daerah ekstremitas bila area
tersebut mengalami trauma.
Impetigo pada hidung yang di sebabkan S.aureus berada pada area nares anterior dan
bisa mejalar ke daerah labia superior dimana merupakan area yang berdekatan.
Keluhan umum yang muncul adalah gatal pada area tersebut. Hal tersebut
menyebabkan gangguan intregitas dari kulit yang menjadikan portal awal terjadinya
impetigo. Di sini peyebab kerukan integitas tersebut bisa di sebabkan oleh banyak
faktor, di antaranya karna gigitan serangga, dermatofitosis pada epiderms, herpes
simpleks,varicella,luka termal dan luka bakar.2
Biasanya impetigo non bulosa tidak di sertai dengan gejala sistemi seperti
demam,malaise maupun anoreksia.1
Staphylococcus aureus: impetigo. Erythema and crusting on the nose and moustache
area (A), which can
spread to involve the entire centrofacial region (B).

3.6.3 Lesi kulit


Tidak ada gejala umum. Lesi awal yang dapat di lihat berupa eritema dan
vesikel,pustul yang semakin cepat berkembang menjadi plak krusta berwarna seperti
madu yang di mana ukuran nya bisa membesar > 2cm, pada daerah sekelilingnya bisa
di sertai dengan eritema. Beberapa kasus bisa juga di sertai dengan limfadenopati
regional yang di mana hadir pada 90% pasien yang tidak di berikan tatalaksana, dan
setelah beberapa minggu kemudian hal tersebut juga perlahan lahan dapat
menyebabkan area baru pada kulit yang lainnya. Pada beberapa kasus lesi bisa
mengenai bagian dermis dan dapat membentuk ulkus. Komplikasi:
glomeruluslonefritis (2-5%) yang di sebabkan oleh serotipe tertentu.1,2

3.6.4 Impetigo Bullosa


Impetigo bulosa merupakan jenis erupsi kulit yang di sebabkan oleh S.aureus
terutama strain 77 dan 55. Di sini impetigo bulosa di bagi mejadi 3 jenis berupa :
1. Impetigo bulosa
2. Eksfoliatif (SSSS)
3. Scarlatiniform nonstreptococcal
Ketiganya merupakan berbagai respon dari toksin ekstraseluler tipe A dan B yang di
hasilkan oleh Stafilococcus. Dalam sebuah studi biakan impetigo bullosa yang di
sebabkan S.aureus bisa di temukan pada bagian hidung dan juga pada bagia
tenggorokan dan 79% persen memiliki strain yang sama pada kedua area tersebut.
Lesi kulit impetigo bulosa lebih banyak mengenai pada bayi yang baru lahir di
bandingkan pada bayi yang lebih besar. Yang ditandai dengan perekbangan vesikel
dan bulla yang cukup pesat. Keadaan umum tidak di pengaruhi. Tempat predileksi
nya di ketiak,dada,punggung. Sering bersama sama miliaria.1,2

Staphylococcus aureus: nasal carriage with impetigo. Erythema with a small pustule
on the tip of the nose and nares in individual whose nares are colonized by S. aureus.
Staphylococcus aureus: bullous impetigo. A. Multiple vesicles with clear and turbid
contents that rapidly
coalesce to form flaccid bullae (B).

3.6.5 Lesi Kulit


Impetigo bulosa lebih banyak mengenai pada bayi baru lahir di bandingkan dengan
bayi yang lebih besar. Yang di tandai dengan perkembangan vesikel dan bulla lembek
yang cukup pesat. Bulla biasanya bisa di temui pada are kulit yang tampak normal
dan biasanya tidak di temukan Nikolsky( perpindahan lapisan epidermis oleh tekanan
dan geseran). Bula awalnya mengandung cairan kuning yang jernih yang kemudian
menjadi cairan kuning yang keruh dan gelap, dan berbatas tegas tanpa di temui halo
eritematosa terkadang di sertai hipopion Bula tersebut dapat pecah dalam satu ataupun
dua hari, karna memiliki atap yang cukup tipis. Di sini juga di sebutkan varicella
bulosa yang dimana bula yang di sebabkan oleh superinfeksi varicella karna S.aureus.
1,2
3.7 Pemeriksaan Laboratorium
Eksudat dari bulla impetigo dapat menunjukan jenis gram-positif dari kelompok
A.aureus.
Secara histologis lesi bulla pada impetigo terbentuk dari vesikel yang berada pada
subcorneal atau wilayh granular, sesekali sel acantholytic terdapat pada
blister,spongiosis edema papil dermis dan campuran infiltra, limfosit dan netrofil
sekitar darah dapat terlihat. 2

3.8 Pengobatan
3.8.1 Penatalaksanaan Secara Umum
1. Pengobatan nonfarmakologi, menunggu renyembuhan secara alami namun
dengan perbaikan hygine.
2. Disinfektan topical (normal saline,hexachlorphone,providone iodine dan
chlorhexidine).
3. Antibiotik topikal (seperti neomycin,bacitracin,polymyxin B,gentamycyn,
asam fusida, mupirocin, retapamulin, atau kombinasi steroid dan antibiotic
topikal)
4.
Antibiotic sistemik (penicillin,cloxacillin, amoxicillin/asam
clavulanax,eritromycin, dan cephalexin). 3
Pengobatan awal berupa jika krusta sedikit, di lepaskan dan di beri antibiotik
salep(Impetigo krustosa), sedangkan pada impetigo bulosa jika terdapat hanya
beberapa vesikel/bula, di pecahkan lalu di beri salep antibiotik atau cairan antiseptik.
Kalau banyak di beri pula antibiotik sistemik. Faktor predisposis di cari, jika karena
banyak keringat ventilasi di perbaiki. Pengobatan menggunakan mupirocin salep
maupun krim. Menghilangkan krusta,penyembuhan ringan pada kasus ringan hingga
sedang agen tersebut efektif untuk impetigo lokal dan memiliki efek samping yang
sedikit.
Retapamulin (Altabax) salep dalam kelas baru antimikroba topikal. Hal ini
disetujui oleh US Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan impetigo
lokal disebabkan oleh pyogenes S dan methicillin-rentan S aureus pada anak-anak
lebih tua dari 9 bulan. Hal ini diterapkan dua kali sehari selama 5 hari. Hal ini tidak
untuk digunakan mukosa; epistaksis telah dilaporkan dengan aplikasi mukosa hidung.
15

Retapamulin memiliki spektrum yang sangat baik aktivitas, melebihi spektrum


bakteri mupirocin.14,15 Telah terbukti untuk melestarikan aktivitas terhadap bakteri
yang resisten terhadap beberapa obat antibiotik, seperti methicillin, eritromisin, asam
fusidic, mupirocin , azitromisin, dan levofloxacin.15 spektrum retapamulin juga
termasuk eritromisin-tahan pyogenes S, fusidic tahan mupirocin tahan asam dan S
aureus, dan MRSA (termasuk strain P-VL-positif).
Dalam lebih dari 1.900 pasien dievaluasi dalam beberapa studi banding,
retapamulin telah terbukti sama efektifnya dengan asam fusidic topikal dan sefaleksin
lisan, dengan tingkat rendah efek samping.14 Dalam studi lain, retapamulin 1% salep
menunjukkan lebih khasiat dari fusidic acid 2% salep untuk pengobatan impetigo.
Antibiotik sistemik mungkin bisa di gunakan untuk kasus kasus yang berat
dicloxacilin baik di berikan untuk anak dan dewasa (penicilin resisten,semisintetik
penisilin) di berikan 250-500 mg PO 4 kali/hari, erythromycin (pada pasien alergi
penicilin) 250-500 mg PO 4kali.hari di berikan 5-7 hari, oral azithromycin (di berikan
pada dewasa 500 mg pada hari pertama, dan di berikan 250 mg setiap hari setelah 4
hari), pada anak dengan lesi impetigo bisa di berikan amoxicillin-clavulanax 25
mg/kgbb/hari,cefaclor (20 mg/kg/bb/hari),cefprozil (20 mg/kgbb/hari) atau
clindamycin (15mg/kgbb/hari) di berikan selama 10 hari. 2
Untuk terapi antibiotik, agen yang dipilih harus memberikan perlindungan
terhadap kedua Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes. Prevalensi
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan macrolide tahan
Streptococcus telah menjadi pilihan pengobatan empiris untuk impetigo. MRSA
bertanggung bertindak sebanyak 78% dari semua infeksi kulit dan jaringan lunak
infeksi-staphylococcal masyarakat terkait dalam studi multisenter AS.
Sebagai komunitas-MRSA (CA-MRSA) Infeksi paling sering bermanifestasi
sebagai folikulitis atau abses, bukan impetigo, obat beta-laktam tetap menjadi pilihan
empiris awal yang tepat. Namun, terus meningkatkan kehadiran CA-MRSA dapat
membatasi utilitas dari agen ini. Dalam situasi ini, klindamisin atau doksisiklin pada
anak yang berusia lebih dari 8 tahun dapat digunakan jika isolat yang rentan.
Trimethoprim-sulfamethoxazole dapat digunakan dalam situasi di mana streptokokus
grup A tidak memungkinkan.6
Antibiotik topical maupun antibiotik sistemik, atau kombinasi keduanya adalah
terapi yang efektif untuk impetigo. Cakupan bakteri empiris bertujuan untuk
memberantas Staphylococcus aureus dan kelompok A beta-hemolitik streptokokus
(GABHS, juga dikenal sebagai Streptococcus pyogenes). Antihistamin dapat
diresepkan untuk mengurangi gejala-gejala pada pasien dengan pruritus.
Mupirocin diterapkan topikal telah terbukti efektif untuk impetigo lokal, namun
perlawanan telah muncul. Retapamulin adalah pilihan yang lebih baru.Bacitracin
tidak lagi dianjurkan karena tidak manjur dan menyebabkan reaksi alergi pada kulit.
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) harus dicurigai pada
kasus abses spontan atau selulitis dan lesi yang tidak menyelesaikan dengan terapi
antimikroba tradisional, di mana antibiotik alternatif kasus harus dipertimbangkan. Ini
termasuk trimethoprim-sulfamethoxazole, tetrasiklin, klindamisin, fluoroquinolones,
dan linezolid.14
Di daerah dengan persentase yang tinggi dari masyarakat MRSA, pilihan antibiotik
empirik harus menyediakan cakupan untuk kemungkinan ini.
Keuntungan dari antibiotik topikal meliputi berikut ini :
 Risiko rendah efek samping sistemik dan interaksi obat
 Konsentrasi yang lebih tinggi dari antibiotik bila diterapkan ke daerah yang
terkena
 Jumlah yang lebih kecil dari obat yang digunakan
 Kurangnya efek pada florae usus
 biaya rendah
 Kemudahan administrasi untuk anak muda
 Disukai oleh pasien dan orang tua mereka atas pengobatan oral
elemahan antibiotik topikal termasuk berikut :
 Potensi produksi dermatitis kontak iritan dan alergi
 Penurunan penetrasi di daerah bencana
 Potensi munculnya cepat resistensi bakteri
 Potensi perubahan flora kulit
 Potensi penyerapan sistemik dan efek toksik konsekuen
Pengobatan antibiotik sistemik diindikasikan untuk infeksi yang meluas, infeksi
rumit, atau yang berhubungan dengan manifestasi sistemik. Kombinasi inhibitor
sefalosporin, penisilin semisintetik, atau beta-laktam / beta-laktamase umumnya
cocok untuk terapi lini pertama.6

3.8.2 Antihistamin
Jika pruritus signifikan, antihistamin dapat diresepkan untuk membantu
meminimalkan kemungkinan menggaruk. Menghindari trauma pada kulit dapat
mencegah atau membatasi penyebaran impetigo oleh autoinokulasi. Agen ini selektif
menghambat perifer histamin H1 reseptor histamine. 6

3.9 Pencegahan Infeksi


Untuk mencegah terhindar dari infeksi anak anak harus tinggal jauh dari
tempat penitipan atau sekolah sampai lesi telah mengeringk serta telah menerima
antibiotic setidaknya 24 jam sebab pada anak-anak mereka mungkin mungkinan
untuk terkena infeksi melalui menyentuh satu sama lain, menutupi daerah dilakukan
dan mencuci tangan setelah menyentuh patch impetigo atau mengoleskan krim
antibiotik atau salep menghindari kontak dekat dengan orang lain menggunakan
handuk terpisah handuk, flanel, pakaian dan air mandi sampai infeksi telah
dibersihkan. disinfeksi linen dan pakaian dengan menggunakan air hangat.
menggunakan hand sanitiser dan / atau mencuci dengan sabun rumah tangga dan air,
beberapa kali sehari. 5
 Desloratadin adalah histamin antagonis trisiklik long-acting yang selektif
untuk reseptor H1. Ini mengurangi hidung tersumbat dan efek sistemik alergi
musiman. Ini adalah metabolit utama loratadin, yang, setelah konsumsi,
dimetabolisme secara ekstensif untuk metabolit aktif 3-hydroxydesloratadine
 2-5 tahun: 1,25 mg PO qDay
 6-12 tahun: 2,5 mg PO qDay
 Cetirizine selektif menghambat reseptor H1 histamin pada pembuluh darah,
saluran pencernaan, dan saluran pernapasan, yang, pada gilirannya,
menghambat efek fisiologis yang histamin biasanya menginduksi pada situs
reseptor H1. Dosis sekali sehari nyaman. Waktu tidur dosis mungkin berguna
jika sedasi masalah.
 <2 tahun: Keselamatan dan kemanjuran tidak didirikan
2-6 tahun: 2.5 mg (0,5 sendok teh) larutan oral PO qDay; dapat
meningkat menjadi 5 mg PO qDay atau 2,5 mg PO dua kali sehari;
tidak melebihi 5 mg qDay
 6 tahun: 5-10 mg PO qDay, tergantung pada keparahan gejala; tidak
melebihi 10 mg qDay
 Loratadine yang nonsedasi dan selektif menghambat perifer histamin H1
reseptor.
 <6 tahun: Keselamatan dan kemanjuran tidak didirikan
 6 tahun: 10 mg PO qDay. 6

3.10 Kegawatdaruratan Pada Impetigo


Pada pasien dengan impetigo bulosa yang hadir ke unit gawat darurat dengan daerah
yang luas sehingga menyebabkan kulit menjadi gundul saat bula pecah, manajemen
juga mencakup resusitasi cairan intravena. Cairan diberikan pada volume dan tingkat
yang sama dengan penggantian volume yang standar untuk luka bakar. Rawat inap
diperlukan untuk pasien dengan impetigo yang memiliki penyakit luas atau untuk bayi
berisiko sepsis dan / atau dehidrasi karena kehilangan kulit. Jika rawat inap
diperlukan pada anak dengan impetigo yang tidak diobati, kontak isolasi dianjurkan.5

3.11 Prognosis
Bahkan tanpa pengobatan, impetigo biasanya sembuh dalam waktu 2-3 minggu. Uji
placebo dengan prospektif uji klinis telah mencatat tingkat resolusi 13-52% spontan.
12
Namun, pengobatan menghasilkan angka kesembuhan yang lebih tinggi dan
mengurangi penyebaran infeksi ke bagian lain dari tubuh (melalui inokulasi) atau
kepada orang lain.13 Jaringan parut biasa, namun hiperpigmentasi pasca atau
hipopigmentasi mungkin terjadi. Lesi diobati impetigo nonbullous mungkin jarang
berkembang menjadi ecthyma, infeksi kulit dalam, setelah itu jaringan parut
berikutnya dapat terjadi.
BAB IV
4.1 Kesimpulan
Impetigo ialah pioderma superficial (terbatas pada epidermis). Etiologi dari impetigo
bulosa masih dalam kontrofersi, beberpa orang menyatakan impetigo bullosa di
sebabkan oleh S.aureus dan Streptococcus. Mereka yang memiliki factor resiko
meliputi Orang yang tinggal pada iklim tropis. orang yang memiliki kondisi kulit
yang kurang baik, dan trauma yang merusak barrier kulit normal(eczema, scabies,
infeksi jamur pada kulit, gigitan serangga),Orang dengan diabetes mellitus, pengguna
obat obatan intravena, pasien dengan immunocompromise(HIV,kanker,kemoterapi).
Terdapat 2 jenis bentuk impetigo bullosa yakni nonbulosa Impetigo bullosa lebih
banyak di sebabkan oleh S.aureus. dan lebih sedikit pada group A Sterptococcus dan
lebih banyak mengenai pada negara berkembang. Tidak ada gejala umum. Lesi awal
yang dapat di lihat berupa eritema dan vesikel,pustul yang semakin cepat
berkembang menjadi plak krusta berwarna seperti madu yang di mana ukuran nya
bisa membesar > 2cm, pada daerah sekelilingnya bisa di sertai dengan eritema.
Beberapa kasus bisa juga di sertai dengan limfadenopati regional yang di mana hadir
pada 90% pasien yang tidak di berikan tatalaksana. Impetigo bulosa lebih banyak
mengenai pada bayi baru lahir di bandingkan dengan bayi yang lebih besar. Yang di
tandai dengan perkembangan vesikel dan bulla lembek yang cukup pesat. Bulla
biasanya bisa di temui pada are kulit yang tampak normal dan biasanya tidak di
temukan Nikolsky( perpindahan lapisan epidermis oleh tekanan dan geseran). Bula
awalnya mengandung cairan kuning yang jernih yang kemudian menjadi cairan
kuning yang keruh dan gelap, dan berbatas tegas tanpa di temui halo eritematosa
terkadang di sertai hipopion Bula tersebut dapat pecah dalam satu ataupun dua hari,
karna memiliki atap yang cukup tipis. Pengobatan nonfarmakologi, menunggu
renyembuhan secara alami namun dengan perbaikan hygine.disinfektan topical
(normal saline,hexachlorphone,providone iodine dan chlorhexidine),antibiotik topikal
(seperti neomycin,bacitracin,polymyxin B,gentamycyn, asam fusida, mupirocin,
retapamulin, atau kombinasi steroid dan antibiotic topikal),antibiotic sistemik
(penicillin,cloxacillin, amoxicillin/asam clavulanax,eritromycin, dan cephalexin),
serta beberapa kasus bias di berikan anti histamine.1,2,5,6
DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. 8th ed. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: 2012.p.

2. Gudjonsson JE, Elder JT. Psoriasis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,
Paller AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 8thed. New York. McGrawHill;2012.p.
3. Koning S, van der Sande R. Interventions for impetigo. The Cochrane
Collaboration. 2012.p.3-5
4. Donald P. Lookingbill, MD.Impetigo.Official Journal of the American
Academy of Pediatri.2005.p.171-179
5. Oakley Armanda. Manegement of impetigo.www.bpac.nz
keyword:impetigo.p6,11.
6. Lewis,S Lisa. Impetigo. Medscap.2014
7. Moulin F, Quinet B, Raymond J, Gillet Y, Cohen R. [Managing children skin
and soft tissue infections]. Arch Pediatr. Oct 2008;15 Suppl 2:S62-7.1
8. Moran GJ, Amii RN, Abrahamian FM, Talan DA. Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus in community-acquired skin infections. Emerg Infect
Dis. Jun 2005;11(6):928-30. (2)
9. Kuniyuki S, Nakano K, Maekawa N, Suzuki S. Topical antibiotic treatment of
impetigo with tetracycline. J Dermatol. Oct 2005;32(10):788-92. (3)
10. Cole C, Gazewood J. Diagnosis and treatment of impetigo. Am Fam
Physician. Mar 15 2007;75(6):859-64. (4)
11. Bowen AC, Tong SY, Andrews RM, et al. Short-course oral co-trimoxazole
versus intramuscular benzathine benzylpenicillin for impetigo in a highly
endemic region: an open-label, randomised, controlled, non-inferiority trial.
Lancet. Aug 26 2014 (5)
12. Patrizi A, Raone B, Savoia F, Ricci G, Neri I. Recurrent toxin-mediated
perineal erythema: eleven pediatric cases. Arch Dermatol. Feb
2008;144(2):239-43. 18
13. Koning S, van der Sande R, Verhagen AP, van Suijlekom-Smit LW, Morris
AD, Butler CC, et al. Interventions for impetigo. Cochrane Database Syst
Rev. Jan 18 2012;1:CD003261. (21)
14. Scheinfeld N. A Primer In Topical Antibiotics For The Skin And Eyes. J
Drugs Dermatol. 2008;7(4):409-415.(36)
15. Koning S, van der Wouden JC, Chosidow O, et al. Efficacy and safety of
retapamulin ointment as treatment of impetigo: randomized double-blind
multicentre placebo-controlled trial. Br J Dermatol. May 2008;158(5):1077-
82. (40)

Anda mungkin juga menyukai