Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS

Abses Mandibula e.c Infeksi Gigi

Pembimbing :

dr. Pramusinto Adhy, Sp.THT-KL

Oleh :

Novita Nurahmi

KEPANITRAAN KLINIK STASE THT

BADAN LAYANAN UMUM DAERAH SEKARWANGI

FAKULTAS KESEHATAN DAN KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2016
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn.Refi Prayoga
Tanggal Lahir : 08 April 1999
Umur : 17 tahun
Alamat :Lebaksari, Sukabumi
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk : 27 Januari 2016
No RM : 497062

1.2 Autoanamnesa

Keluhan Utama

Bengkak dan nyeri pada daerah leher dan pipi kanan sejak 4 hari yang lalu.

Keluhan Tambahan

 Sulit membuka mulut


 Nyeri menelan
 Demam
 Nafsu Makan menurun
 Nyeri pada gigi kiri bawah belakang yang berlubang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke BLUD Sekarwangi dengan keluhan bengkak dan nyeri pada daerah leher dan
pipi kanan sejak 4 hari SMRS. Os mengatakan pada awalnya nyeri pada gigi yang berlubang di
gigi kiri bawah belakang, kemudian lama kelamaan bengkak pada daerah leher dan pipi, bengkak
semkain lama semakin membesar dan satu hari kemudian os juga mengeluh nyeri pada gigi
berlubang di gigi kanan bawah belakang. Os mengatakan semenjak bengkak dan nyeri pada leher
dan pipi kanan, os sulit untuk membuka mulut, nyeri menelan sehingga nafsu makan menurun.
Os mengatakan sejak 4 hari SMRS terdapat demam.
Riwayat Penyakit Dahulu

Os menderita gigi berlubang sejak 1 tahun yang lali, yaitu pada gigi geraham kanan dan kiri
bawah . Os belum pernah mengalami gejala ini sebelumnya.

Riwayat sakit asma, darah tinggi dan DM disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Di Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.

Riwayat sakit asma, darah tinggi dan diabetes pada keluarga disangkal.

Riwayat Pengobatan

Os mengatakan 3 hari SMRS os berobat ke puskesmas, tetapi tidak ada perubahan.

Riwayat Alergi

Os tidak ada alergi obat, makanan dan cuaca dingin atau panas.

Riwayat Psikososial

Os mengatakan sering mengorek sisa makan yang tersangkut pada gigi yang berlubang dengan
menggunakan tusuk gigi kayu.

1.2 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda-Tanda Vital

TD : 110/70 mmHg

T : 38,3

N : 80 x/menit RR : 20 x/menit
Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung : Tidak ada sekret, tidak ada epitaksis

Mulut : bibir kering (+), sianosis (-), sulit membuka mulut (+), tonsil sulit dinilai

Telinga : Tidak ada sekret yang keluar, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik (-/-), nyeri
dan pembengkakan pre dan post auricular (-/-).

Leher : Pembesaran pada regio submandibular dengan konstitensi keras, permukaan


rata dan berukuran 5x3 cm, pembengkakan pada regio bucalis dextra, nyeri
tekan (+)

Thoraks :
o Jantung : I: Iktus kordis tidak terlihat
P: Iktus cordis teraba pada ICS 4 linea midclavikularis
sinistra
P: Batas jantung kanan setiinggi ics 4 linea parasternal
dekstra, Batas jantung kiri setinggi ics 4 linea
midclavikularis sinistra
A: BJ I dan II normal, murmur (-), Gallop (-).
o Pulmo : I: Bentuk dan gerak simetris,
P: Vocal Fremitus kiri=kanan,
P: Sonor, kiri=kanan,
A: Vesikuler (+/+), ronkhi basah (+/+) Wheezing (-)
Abdomen : I: Datar, laserasi (-), spidernevi (-)
A: Bising usus +
P: Nyeri tekan (-), defans muskular (-), nyeri lepas (-) Hepar dan lien tidak teraba
P : Timpani pada 4 kuadran abdomen

Ektremitas sup (dextra,sinistra) : Akral: hangat,Sianosis (-/-) capillary refill < 2 ” (-/-),
edema (-/-)
Ektremitas inf (dextra,sinistra) : Akral: hangat,Sianosis (-/-) capillary refill < 2 ” (-/-),
edema (-/-)

1.3 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium Tanggal 27 Januari 2016
Hb : 15 Gr%
Leukosit : 11.200
Trombosit : 166.000
Hematokrit : 45%

1.4 Resume

Seorang laki-laki 17 tahun datang dengan keluhan bengkak dan nyeri pada daerah leher dan pipi
kanan sejak 4 hari SMRS. Os mengatakan pada awalnya nyeri pada gigi yang berlubang di gigi
kiri bawah belakang, kemudian lama kelamaan bengkak pada daerah leher dan pipi, bengkak
semkain lama semakin membesar dan satu hari kemudian os juga mengeluh nyeri pada gigi
berlubang di gigi kanan bawah belakang. Os mengatakan semenjak bengkak dan nyeri pada leher
dan pipi kanan, os sulit untuk membuka mulut, nyeri menelan sehingga nafsu makan menurun.
Os mengatakan sejak 4 hari SMRS terdapat demam.

1.5 Diagnosis Kerja

Abses Submandibula e.c Infeksi gigi

1.6 Diagnosis Banding

Abses Submandibular e.c infeksi gigi

Abses Buccal Dextra meluas ke mandibula e.c infeksi gigi


1.7 Penatalaksanaan
 Infus RL
 Antipiretik : Paracetamol infuse 500 mg
 Analgetik : Ketorolac
 Antibiotik : Ceftriaxone 1x1gram
Metrodinazole 3x500 mg

1.8 Prognosis

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Fuctionam : Dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : Dubia ad bonam


I. Definisi

Abses submandibular didefinisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang potensial di regio
submandibular yang disertai dengan rasa nyeri tenggorok, demam dan terbatasnya gerakan
membuka mulut. Abses submandibular merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di ruang potensial diantara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari
berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala
dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan diruang leher dalam yang terlibat.

II. Epidemiologi
Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002, menemukan kasus infeksi
leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula (15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua
setelah abses parafaring (38,4), diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring
(5,9%).

Sakaguchi dkk, menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 91 kasus dari tahun 1985
sampai 1994. Rentang usia dari umur 1-81 tahun, laki-laki sebanyak 78% dan perempuan 22%.
Infeksi peritonsil paling banyak ditemukan, yaitu 72 kasus, diikuti oleh parafaring 8 kasus,
submandibula, sublingual dan submaksila 7 kasus dan retrofaring 1 kasus.

Fachruddin,melaporkan 33 kasus abses leher dalam selama Januari 1991-Desember 1993 di


bagian THT FKUI-RSCM dengan rentang usia 15-35 tahun yang terdiri dari 20 laki-laki dan 13
perempuan. Ruang potensial yang tersering adalah submandibula sebanyak 27 kasus, retrofaring 3
kasus dan parafaring 3 kasus.

Di subbagian laring faring FK Unand/RSUP M Djamil Padang selama Januari 2009 sampai
April 2010, tercatat kasus abses leher dalam sebanyak 47 kasus, dengan abses submandibula
menempati urutan ke dua dengan 20 kasus dimana abses peritonsil 22 kasus, abses parafaring 5
kasus dan abses retrofaring 2 kasus.

III. Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjer liur atau kelenjer limfa
submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya.

Sebelum ditemukan antibiotika, penyebab tersering infeksi leher dalam adalah faring dan
tonsil, tetapi sekarang adalah infeksi gigi. Bottin dkk, mendapatkan infeksi gigi merupakan
penyebab yang terbanyak kejadian angina Ludovici (52,2%), diikuti oleh infeksi submandibula
(48,3%), dan parafaring.

Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman, baik aerob
maupun anaerob. Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah Streptococcus sp,
Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi
gigi, sering ditemukan kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium
Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman Fusobacterium.

IV. Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.
Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui
foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya.

Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke parafaring.


Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang submandibula. Selanjutnya infeksi
dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.

Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah
antara ruang leher dalam dan trauma tembus.

Abses adalah kumpulan pus yang terletak dalam satu kantung yang terbentuk dalam jaringan
yang disebabkan oleh suatu proses infeksi oleh bakteri, parasit atau benda asing lainnya. Abses
merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi jaringan. Abses merupakan
reaksi pertahanan yang bertujuan mencegah agen-agen infeksi menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Pus itu sendiri merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih,
organisme penyebab infeksi atau benda-benda asing dan racun yang dihasilkan oleh organisme dan
sel-sel darah. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut.

Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck
infection). Abses di ruang submandibula adalah salah satu abses leher dalam yang sering
ditemukan. Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh
otot milohioid. Ruang submaksila dibagi lagi menjadi ruang submental dan submaksila (lateral)
oleh otot digastrikus anterior.
Pada umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi,
dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher
dalam lain.Selain disebabkan oleh infeksi gigi, infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh
sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis, trauma, atau pembedahan dan bisa juga sebagai
kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob,
anaerob atau campuran. Infeksi di ruang submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di
bawah rahang, baik unilateral atau bilateral dan atau di bawah lidah yang berfluktuasi, dan sering
ditemukan trismus.Beberapa penelitian melaporkan bahwa infeksi gigi atau odontogenik
merupakan penyebab terbanyak dari abses leher dalam. Berhubungan dengan ini, ruang
submandibula sering terkena infeksi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal.
Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya

Gambar Penyebaran Infeksi melalui Gigi

Lee dkkmelaporkan 83,3% hasil kultur positif untuk kuman aerob dan 31,3% untuk anaerob
pada abses leher dalam. Pada abses leher dalam yang bersumber dari infeksi gigi, bakteri yang
paling sering ditemukan adalah grup Streptococcus milleri dan bakteri anaerob. Mazita dkk,
melaporkan mayoritas hasil kultur tidak ditemukan pertumbuhan kuman. Di Bagian THT-KL
Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, periode April sampai Oktober 2010 dari hasil kultur didapatkan
73% spesimen tumbuh kuman aerob, 27% tidak tumbuh kuman aerob. Pada pemeriksaan ini tidak
dilakukan kultur pada kuman anaerob.

V. Gejala Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan
pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejala tersebut dapat berupa :

- Nyeri
- Teraba hangat
- Pembengkakan
- Kemerahan
- Demam
Pada abses submandibular didapatkan pembengkakan dibawah dagu atau dibawah lidah baik
unilateral atau bilateral, disertai rasa demam, nyeri tenggorok dan trismus. Mungkin didapatkan
riwayat infeksi atau cabut gigi. Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak.

VI. Diagnosis
Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadang-kadang sulit untuk
menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan jika pasien
sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya.

Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis. Pada foto polos
jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan gambaran pembengkakan jaringan
lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos
toraks, jika sudah terdapat komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat
ditemukan gambaran pneumomediastinum.

Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan abses leher dalam,
maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan. Tomografi Komputer (TK) dengan
kontras merupakan standar untuk evaluasi infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat
membedakan antara selulitis dengan abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada
gambaran TK dengan kontras akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat
disertai udara di dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu
tidaknya operasi.

Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik


(Magnetic resonance Imaging/MRI) yang dapat mengetahui lokasi abses, perluasan dan sumber
infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak
invasif dan relatif lebih murah dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan perluasan
abses.

Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan
ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari
gigi. Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda
infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan nafas. Pemeriksaan kultur dan
resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.

VII. Tatalaksana
Penatalaksanaan abses submandibula umumnya adalah dengan evakuasi abses baik
dilakukan dengan anestesi lokal maupun dengan anestesi umum serta dengan pemberian antibiotik
intravena dosis tinggi. Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob diberikan secara
parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase
abses yang baik.

Infeksi leher dalam sering disebabkan campuran bakteri (gram positif, gram negatif, aerob
dan anaerob) sehingga diberikan antibiotik kombinasi secara empiris menunggu hasil kultur
keluar. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu seftriakson dan metronidazole.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antibiotik adalah efektifitas obat
terhadap kuman target, risiko peningkatan resistensi kuman minimal, toksisitas obat rendah,
stabilitas tinggi dan masa kerja yang lebih lama.

Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak
dan luas abses. Eksplorasi dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang sublingual, kemudian
dipasang salir.Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda.

VIII. Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak tepat dan tidak adekuat.
Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan
ginjal dan kehamilan. Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian.

Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular
seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis
dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena jugularis interna.
Infeksi yang meluas ke tulang dapat menimbulkan osteomielitis mandibula dan vertebra servikal.
Dapat juga terjadi obstruksi saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan sepsis.

Anda mungkin juga menyukai