Anda di halaman 1dari 43

PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

BAB VIII

HEALTH SAFETY AND ENVIRONMENT & CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILITY

8.1 PENDAHULUAN

Pada bab khusus HSE ini akan dibahas mengenai segala sesuatu yang
berkaitan akan hal kesehatan, keamanan, dan lingkungan, baik dari segi
pencegahan, penanggulangan, maupun peraturan-peraturan yang ada untuk
melandasi kegiatan yang akan dilakukan.

Dalam POD atau yang biasa disebut juga dengan rencana pengembangan
lapangan, mengandung unsur POAC (planning, organizing, actually, dan
controlling). Bila semua unsur tersebut dilakukan semaksimal dan sebaik
mungkin maka akan dihasilkan pengembangan lapangan yang terbaik. Dalam
pelaksaannya, HSE atau health, safety, environment akan berperan dalam semua
unsur tersebut. Dengan kerja sama dan komitmen seluruh personel rig yang ada,
program HSE ini dapat dilaksanakan untuk membantu kelancaran pemboran
sumur eksplorasi dan memperoleh hasil seperti yang diharapkan dengan Zero
Accident.

8.2 Peninjauan Lapangan

Lokasi rencana pengembangan lapangan berada di Onshore yang berada di


wilayah administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Desa Kali Berau,
Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera
Selatan. Pemboran Sumur Eksplorasi Beta-1, Beta-2, Beta-3, Beta-4, Beta-5,
Beta-6 yang terletak di Desa Kali Berau, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten
Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan. Untuk melaksanakan keputusan
pemerintah dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan untuk kegiatan, Pemboran Sumur Eksplorasi Beta-1, Beta-2, Beta-3,

113
114
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

Beta-4, Beta-5, Beta-6 sumur infill, dan pembangunan fasilitas produksi yang
merupakan bagian dari Blok Centaury PSC di Kabupaten Musi banyuasin,
Sumatera Selatan.

Gambar 8.1
Lapangan Beta dari Udara

Desa ini berjarak sekitar 187 km dari ibukota Sumatera Selatan,


Palembang menuju Jambi atau sekitar 183 km dari kota Sekayu, ibukota
kabupaten Musi Banyuasin dan lebih kurang 20 km dari arah Bayung Lencir
menuju Palembang. Luas wilayah desa ini ± 81,97 km2 yang membentang di
sepanjang ± 6 km yang dilalui oleh Jalan Lintas Timur Palembang – Jambi.

Adapun batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut:

 Sebelah Timur berbatasan dengan desa Tampang Baru

 Sebelah Selatan Berbatasan dengan desa Sinar Harapan

 Sebelah Barat berbatasan dengan desa Sindang Marga

 Sebelah Utara berbatasan dengan desa Muara Medak


115
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

Gambar 8.2
Peta Lapangan Beta

8.2.1 Tujuan Dan Sasaran

Tujuan HSE adalah untuk memberi petunjuk mengenai upaya pengelolaan


dan pemantauan terhadap dampak akan kesehatan, keamanan, serta lingkungan
sehingga dampak negatif dapat diminimalkan sehingga kegiatan operasi di
lapangan dapat berjalan dengan baik.

Sasaran HSE adalah melindungi seluruh pekerja yang berada di lokasi,


benda, serta lingkungan hidup dari kecelakaan atau kerusakan. Pengaplikasian
HSE dalam proyek pengembangan ini mencegah adanya kecelakaan yang dapat
terjadi pada manusia (luka ringan ataupun berat, cacat sementara, permanen,
bahkan kematian). Begitu juga yang terjadi pada peralatan yang ada di lokasi serta
lingkungan tempat dilakukannya proyek pengembangan lapangan tersebut.

Selain itu, perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial atau Corporate
Social Responsibility (CSR). CSR berhubungan erat dengan “pembangunan
berkelanjutan”, di mana suatu perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampak dalam aspek
ekonomi, misalnya tingkat keuntungan, melainkan juga harus menimbang dampak
116
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka
pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.

8.2.2 Dasar Hukum Dan Standar Internasional

ISO 14001 merupakan suatu standar yang dikembangkan oleh


International Organisation for Standardization (ISO) untuk sistem pengelolaan
lingkungan. OHSAS 18001 merupakan standar sistem lingkungan dan keamanan
kerja. OHSAS 18001 secara khusus dikembangkan untuk digunakan bersama-
sama dengan ISO 14001 dan ISO 9001 yang dipakai oleh kontraktor pemboran
untuk mengembangkan sistem pengelolaan HSE. Peraturan-peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasan penerapan HSE antara lain:

 Undang – Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1970 tentang


Keselamatan Kerja
 Undang-Undang Republik Indonesia No.22 tahun 2001 tentang Minyak
dan Gas Bumi
 Undang – Undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2007 Tentang Energi
 Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 2012 tentang Izin
Lingkunan Hidup
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
 Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang Kegiatan
Wajib AMDAL
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.16 tahun 2012 tentang
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.02 tahun 2008 tentang
Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
117
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Peraturan Menteri Negara ESDM No.045 tahun 2006 tentang Pengelolaan


Lumpur Bor, Limbah Lumpur dan Serbuk Bor pada Kegiatan Pengeboran
MIGAS
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.01 tahun 2010 tentang
Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.13 tahun 2007 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pengelolaan Air Limbah Bagi Usaha dan/atau
Kegiatan Hulu MIGAS serta Panas Bumi
 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.19 tahun 2010 tentang
Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan MIGAS serta Panas
Bumi
 PP No. 42 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Air
 PerMen LH No. 13 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan Minyak Dan Gas Bumi
 PerMen LH No. 12 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penghitungan Beban
Emisi Kegiatan Industri Minyak Dan Gas Bumi
 PP No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara
 Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 8 Tahun 2010 Tentang Alat Pelindung
Diri
 Peraturan Menteri ESDM No. 31 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Pembakaran Gas Suar Bakar (Flaring) Pada Kegiatan Usaha Minyak dan
Gas Bumi

8.3 Studi Lingkungan


Pada lapangan kami dikarenakan produksi oil hanya 884,5 BOPD dan Gas
1,2028 MMCFD maka Studi Lingkungan yang diwajibkan yaitu adalah UKL –
UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).
118
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

Tabel 8.1
Peraturan Perundang-undangan Sebagai Landasan Hukum Penyusunan
Studi UKL-UPL

N Peraturan Tentang Keterkaitan


o. dengan Studi
A. UNDANG-UNDANG
1 Undang-Undang Minyak dan Gas Teknis
. Republik Indonesia No.22 Bumi Penyelenggaraan
tahun 2001 Kegiatan Minyak dan
Gas Bumi
2 Undang-Undang Perlindungan dan Dasar dalam
. Republik Indonesia No.32 Pengelolaan Penyusunan AMDAL
Tahun 2009 Lingkungan Hidup
3 Undang-Undang Perseroan Tanggung jawab
. Republik Indonesia No.40 Terbatas Pengelolaan Sosial dan
Tahun 2007 Lingkungan
4 Undang-Undang Pengelolaan Pengelolaan
. Republik Indonesia No.18 Sampah Sampah/Limbah Padat
tahun 2008 disekitar Lokasi
Pemboran
4 Undang-Undang Kesehatan Pengoperasian
. Republik Indonesia No. 36 Pengembangan Lapangan
tahun 2009 Delta terhadap Kesehatan
Masyarakat sekitar lokasi
B. PERATURAN PEMERINTAH
1 Peraturan Pemerintah Izin Lingkungan Acuan Teknis
. Republik Indonesia No.27 Hidup Pengelolaan Lingkungan
tahun 2012 Hidup, yaitu AMDAL
119
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

dan Izin Lingkungan


Hidup
2 Peraturan Pemerintah Pengendalian Acuan Teknis
. Republik Indonesia No.41 Pencemaran Udara dalam Pengelolaan
tahun 1999 Kualitas udara akibat
Kegiatan pra konstruksi,
saat konstruksi, dan
produksi gas
3 Peraturan Pemerintah Pengelolaan Limbah B3 yang
. Republik Indonesia Limbah Berbahaya dan akan dihasilkan pada
No.18/1999 juncto Peraturan Beracun tahap konstruksi dan
Pemerintah Republik Indonesia produksi (operasi)
85/1999
3 Peraturan Pemerintah Pengendalian Pengelolaan
. Republik Indonesia No.82 Pencemaran Air Lingkungan Kualitas Air
tahun 2001 akibat dari adanya
kegiatan operasi pada
Lapangan Delta
4 Peraturan Pemerintah Pengelolaan Pengelolaan limbah
. Republik Indonesia No.74 Bahan Berbahaya dan B3 yang akan dipakai
tahun 2001 Beracun (B3) selama kegiatan operasi
pada Lapangan Delta
5 Peraturan Pemerintah Penerapan Sistem Menerapkan
. No. 50 Tahun 2012 Manajemen keselamatan dalam
Keselamatan dan pekerjaan baik pada saat
Kesehatan Kerja produksi maupun pasca
produksi
C. PERATURAN MENTERI
1 Peraturan Menteri Kegiatan Wajib Screening dalam
. Negara Lingkungan Hidup No. AMDAL pengambilan
120
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

5 tahun 2012 keputusan,wajib tidaknya


lapangan Delta untuk
dilakukan AMDAL
2 Peraturan Menteri Penyusunan Acuan untuk
. Negara Lingkungan Hidup Dokumen Lingkungan Penyusunan Dokumen
No.16 tahun 2012 Hidup AMDAL
3 Peraturan Menteri Keterlibatan Acuan untuk
. Negara Lingkungan Hidup Masyarakat dalam Mewujudkan
No.17 tahun 2012 Proses AMDAL dan Pelaksanaan Proses Izin
Izin Lingkungan Lingkungan yang
Transparan, Efektif,
Akuntabel dan
Berkualitas.
4 Peraturan Menteri Pengelolaan Limbah yang akan
. Negara ESDM No.045 tahun Lumpur Bor, Limbah dihasilkan saat kegiatan
2006 Lumpur dan Serbuk Bor Pemboran
pada Kegiatan
Pengeboran MIGAS
5 Peraturan Menteri Tata Cara Pedoman Tata Cara
. Negara Lingkungan Hidup Perizinan Pengelolaan Perizinan Pengelolaan
No.18 tahun 2009 Limbah B3 Limbah B3 yang
dihasilkan dari kegiatan
operasi
6 Peraturan Menteri Tata Laksana Pengendalian untuk
. Negara Lingkungan Hidup Pengendalian Produced Water sehingga
No.01 tahun 2010 Pencemaran Air daya tampung beban
pencemaran air pada
sumber air dapat
diperhitungkan
7 Peraturan Menteri Persyaratan dan Pedoman dalam
121
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

. Negara Lingkungan Hidup Tata Cara Pengelolaan Pengelolaan Air Limbah


No.13 tahun 2007 Air Limbah Bagi Usaha sehingga Memenuhi
dan/atau Kegiatan Hulu Persyaratan yang
MIGAS serta Panas ditentukan sebelum
Bumi dengan Cara dibuang ke Lingkungan
Injeksi
8 Peraturan Menteri Pemanfaatan Limbah
. Negara Lingkungan Hidup Limbah Bahan Dimanfaatkan agar dapat
No.02 tahun 2008 Berbahaya dan Beracun digunakan untuk
Pemboran Selanjutnya
9 Peraturan Menteri Baku Mutu Air Rekomendasi batas
. Negara Lingkungan Hidup Limbah Bagi Usaha kadar dan beban
No.19 tahun 2010 dan/atau Kegiatan pencemar yang
MIGAS serta Panas ditenggang
Bumi keberadaannya dalam air
limbah yang akan
dibuang ke lingkungan.
1 Peraturan Menteri Baku Mutu Pengoperasian
0. Negara Lingkungan Hidup Limbah Cair Bagi WWTP dalam mengelola
No.104 tahun 2007 Kegiatan limbah pemboran
Eksplorasi/Eksploitasi
MIGAS
D. KEPUTUSAN MENTERI
1 Keputusan Menteri Baku Tingkat Pengoperasian
. Negara Lingkungan Hidup Kebisingan Genset dan Kompresor
No.48/MENLH/11/1996 serta Pompa WIP pada
fasilitas Produksi
2 Keputusan Menteri Baku Tingkat Acuan Teknis
. Negara Lingkungan Hidup Kebauan dalam Pengelolaan
No.50NLH/11/1996 Lingkungan pada
122
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

Tingkat Kebauan akibat


dari Kegiatan Korean
Style Ltd
3 Keputusan Menteri Pedoman Pengoperasian
. Negara Lingkungan Hidup No. Pengkajian Pembuangan WWTP dalam
115 Tahun 2003 Air Limbah Cair Mengelola Limbah
Pemboran
4 Keputusan Menteri Tata Cara dan Pengoperasian
. Negara Lingkungan Hidup No. Persyaratan Teknis Fasilitas Produksi
128 Tahun 2003 Pengelolaan Limbah
Minyak Bumi
5 Keputusan Menteri Penyelenggaraan Kaitan dengan
. Perhubungan No. 30 Tahun Angkutan Barang di Jalan Kajian Transportasi
2002
6 Keputusan Menteri Keselamatan Kerja Konstruksi Pipa
. Pertambangan dan Energi Pipa Penyalur Minyak Penyalur Minyak dan
No.300K/38/M.PE/1997 dan gas Bumi Gas

UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan),


kajiannya terdiri dari:

1. Pengelolaan Limbah dan Kebisingan/Kebauan/Getaran

• Pengelolaan Limbah Gas/Emisi


• Pengelolaan Limbah Cair
• Pengelolaan Limbah Padat
• Pengelolaan Kebisingan
• Pengelolaan Kebauan
• Pengelolaan Getaran
123
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

2. Pemantauan Lingkungan

• Pemantauan Aspek Lingkungan Biologi


• Pemantauan Aspek Lingkungan GeoFisKim
• Pemantauan Aspek Lingkungan Sosekbud
• Pemantauan Aspek Lingkungan Kesmas

Berikut adalah langkah dan kriteria penapisan jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL :

1. Pastikan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak termasuk


dalam daftar jenis usaha dan/atau kegiatan yangw ajib dilengkapi
Amdal. Hal ini dapat dibuktikan dari studi lingkungan diatas
berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.5 Tahun
2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
bahwa Lapangan Beta Tidak termasuk daftar jenis usaha dan/atau
kegiatan yang dilengkapi Amdal.
2. Pastikan bahwa potensi dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
telah tersedia teknologi untuk menanggulangi dampak tersebut.
3. Lakukan penapisan usaha dan/atau kegiatan tersebut untuk memastikan
bahwa dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut
memerlukan UKL-UPL berdasarkan dampak kegiatan terhadap kriteria
berikut : jenis kegiatan, skala/besaran/ukuran, kapsitas produksi, luasan
lahan yang dimanfaatkan, limbah atau cemaran atau dampak
lingkungan, teknologi yang tersedia dan/atau yang digunakan, jumlah
komponen lingkungan hidup terkena dampak, besaran investasi, jumlah
tenaga kerja, aspek sosial
4. Tetapkan jenis dan skala/besaran rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut wajib dilengkapi dengan UKL-UPL atau surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
124
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

(SPPL).Adapun proyek pengembangan yang mana jenis kegiatan


yang dilakukan adalah pada tahap pemboran dan tahap produksi.

8.3.1 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)


Kegiatan pengembangan lapangan migas dapat memberikan dampak yang
negatif untuk lingkungan, pekerja, dan masyarakat yang berada disekitarnya.
Untuk meminimalisir dampak dari kegiatan pengembangan migas terhadap
lingkungan sekitar maka diperlukan upaya-upaya yang disebut dengan Upaya
Pengelolaan Lingkungan.

8.3.2 Upaya pengelolaan Lingkungan Pada Tahap Pemboran


Dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan ini ada terdapat komponen-
komponen yang mungkin terkena dampak dari kegiatan pemboran dan eksploitasi
pembangunan lapangan. Komponen-komponen tersebut antara lain :
1. Kualitas Udara
Pada saat operasi pemboran berlangsung banyak alat yang digunakan
untuk proses pembakaran salah satunya adalah genset yang digunakan
sebagai power system. Akibat emisi yang dihasilkan oleh alat-alat tersebut
maka akan menimbulkan pencemaran udara disekitar area pengembangan.
Tolak ukur dampak terhadap kualitas udara ini adalah bersumber dari PP
No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Untuk
meminimalisir dampak berkurangnya kualitas udara haruslah dilakukan
pengecekan secara rutin agar tidak menghasilkan gas emisi buang yang
tinggi. Proses pengecekan tersebut dinamakan Continous Emission
Measurement System (CEMS). CEMS merupakan suatu sistem yang
bertujuan untuk menentukan kualitas kadar suatu parameter emisi atau laju
aliran melalui pengukuran secara periodik.
2. Tingkat Kebisingan
Dampak pemboran terhadap tingkat kebisingan berasal dari suara yang
dihasilkan pada pengoperasian alat-alat pemboran. Dampak yang
ditimbulkan adalah peningkatan kebisingan disekitar area pengembangan
125
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pekerja dan kenyamanan


lingkungan. Tolak ukur dampak terhadap dampak kualitas udara
bersumber dari Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat
Kebisingan, serta Kep-Menteri Tenaga Kerja No.51 Tahun 1999 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor di Tempat kerja. Upaya untuk mengatasi
dampak dari tingkat kebisingan adalah memberikan hearing protections
atau ear plug pada pekerja.
3. Tenaga Kerja
Sumber dampak eksplorasi dan eksploitasi pengembangan lapangan
terhadap para pekerja yang terlihat didalamnya adalah kegiatan pemboran
itu sendiri. Dampak yang mungkin dialami oleh para pekerja adalah
meninggal atau luka-luka, baik luka ringan maupun luka berat. Tolak ukur
yang digunakan untuk ada atau tidaknya korban selama eksplorasi dan
eksploitasi pengembangan berlangsung berdasarkan Peraturan
Keselamatan Pertambangan No.341 Tahun 1930 tentang Peraturan
Keselamatan Kerja. Untuk mencegah dampak yang akan ditimbulkan
terhadap para pekerja maka diperlukan pengawasan dalam menjalankan
Standar Operating Produce (SOP) kegiatan pemboran, memberikan
pelatihan keselamatan kerja, pemasangan rambu-rambu peringatan
kecelakaan kerja dalam area kegiatan, mendisiplinkan para pekerja dalam
pemakaian Personal Protective Equipment atau yang biasa disebut PPE
dan pemantauan daily report secara rutin.
4. Kemasyarakatan
Aktivitas pemboran menjadi sumber dampak yang berpengaruh terhadap
masyarakat sekitar. Dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat adalah
kekhawatiran akan menurunnya hasil perkebunan disekitar lokasi
pengembangan. Tolak ukur dari dampak ini adalah kuisioner terhadap
masyarakat setempat yang notabene bermata pencaharian sebagai petani
126
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

8.3.3 Upaya Pengelolaan Lingkungan Pada Tahap Produksi


Dalam Upaya Pengelolaan Lingkungan ini terdapat beberapa komponen-
komponen yang mungkin terkena dampak akibat kegiatan produksi tersebut.
Komponen-komponen tersebut antara lain :
1. Kualitas Udara
Dampak yang akan timbul akibat tahap produksi terhadap udara adalah
penurunan kualitas udara. Sumber dampak penurunan kualitas udara
adalah emisi gas buang dan pembakaran flare. Tolak ukur dampak tahap
produksi adalah Permen LH No.13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas
Bumi dan PP No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Upaya untuk mengatasi dampak tersebut adalah meminimalisir emisi gas
buang dan mengkonversi menjadi produk lain.
2. Tingkat Kebisingan
Pengoperasian berbagai macam peralatan produksi dan genset dapat
menimbulkan dampak berupa meningkatnya kebisingan diatas ambang
batas normal. Tolak ukur dampak ini adalah Kep-48/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebisingan dan Kep-Menteri No.51 Tahun 1999
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Upaya untuk
mengatasi dampak tersebut adalah memberikan ear plug kepada para
perator dan pekerja disekitar area produksi
3. Kualitas Air
Pembangunan fasilitas produksi, kebocoran pipa penyalur minyak dan
tumpahannya minyak mentah ke perairan sekitar merupakan sumber
masalah dari penurunan kualitas air sungai dan penurunan keragaman
jenis ikan sekitar sungai. Tolak ukur dampak tersebut adalah Permen LH
No.19 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah. Untuk memantau
kuliatas air dan biodata air dilakukan pemantauan dengan metode
pengambilan sampel air sungai untuk dianalisa, menginvestarisasi
berbagai jenis ikan yang terdapat pada sungai disekitar lokasi kegiatan
127
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

pemboran dan eksploitasi pengembangan. Periode pemantauan dilakukan


6 bulan sekali.
4. Konflik dan Kekhawatiran Masyarakat
Sumber dampak yang menjadi kekhawatiran masyarakat sekitar yang
sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani kelapa sawit adalah
aktivitas produksi. Kekhawatiran masyarakat sekitar disinyalir
menyangkut penurunan hasil lahan produksi kelapa sawit dari aktivitas
produksi. Tolak ukurnya dapat dilihat dari hasil wawancara dengan petani
setempat. Upaya untuk mengurangi kekhawatiran tersebut adalah dengan
sosialisasi menyangkut kegiatan produksi dan teknologi yang digunakan
aman bagi lingkungan sekitar. Selain itu upaya memperdayakan
masyarakat sekitar dengan merekrut pekerja sesuai dengan klasifikasi jenis
pekerjaan dan pendidikan, pembangunan tempat ibadah disekitar lapangan
disiapkan tidak hanya untuk karyawan tetapi untuk masyarakat sekitar,
pelayann kesehatan di peruntuk untuk warga sekitar yang bekerja di
lapangan ini, hal ini juga berperan untuk mengurangi konflik. Selain
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) selama tahap pemboran dan
produksi, diperlukan juga upaya untuk memantau keadaan lingkungan
sekitar selama tahap-tahap diatas. Upaya ini disebut Upaya Pemantauan
Lingkungan (UPL). Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) dapat dibagi
menjadi dua tahap, yaitu Upaya Pemantaun Lingkungan selama tahap
pemboran dan Upaya Pemantauan Lingkungan selama produksi.

8.3.4 Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)


 Upaya Pemantauan Lingkungan Pada Tahap Pemboran
Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) selama kegiatan pemboran diperlukan
untuk mengetahui/memantau kedaan lingkungan sekitar dari dampak-dampak
yang akan timbul dari kegiatan pemboran tersebut. Ada beberapa komponen yang
dipantau selama kegiatan pemboran tersebut. Komponen-komponen tersebut
adalah :
128
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

1. Kualitas Udara dan Tingkat Kebisingan


Dampak yang ditimbulkan terhadap kualitas udara dan tingkat kebisingan
selama pemboran adalah penurunan kualitas udara dan peningkatan
kebisingan. Dampak ini akibat dari emisi gas buang, flare dan kebisingan
dari peralatan pemboran. Tolak ukurnya adalah Permen LH No.13 Tahun
2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi dan PP No.41 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Permen LH No.13 Tahun 2009,
Kep Men LH No.13/MENLH/III/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak dan Kep-48/MENLH/11/1999. Metode yang digunakan
untuk memantau kualitas udara dan tingkat kebisingan adalah melakukan
pengukuran kualitas udara ambient disekitar lokasi kegiatan dan
pengukuran emisi gas pada flare stack serta genset, menginvetarisasi
aktifitas dan kesiapan petugas SATGAS dan melakukan pendapatan kasus
penyakit yang terjadi disekitar area kegiatan. Lokasi pemantauan kualitas
udara tingkat kebisingan dilakukan disekitar area pemboran dan
lingkungan sekitar lokasi Lapangan Beta.
2. Kulitas Air
Pembangunan fasilitas pemboran, kebocoran pipa penyalur minyak dan
tumpahnya minyak mentah ke perairan sekitar merupakan sumber masalah
dari penurunan kualitas air sungai dan penurunan keragaman jenis ikan
disekitar sungai. Tolak ukur dampak tersebut adalah Permen LH No.19
Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah. Untuk memantau kualitas air
dan biodata aquatic dilakukan pemantauan dengan metode pengambilan
sample air sungai untuk dianalisa, menginventarisasi berbagai jenis ikan
yang terdapat pada sungai disekitar lokasi kegiatan pemboran dan
eksploitasi pengembangan. Periode pemantauan dilakukan setiap 6 bulan
sekali.
129
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

3. Kemasyarakatan
Perubahan-perubahan yang terjadi tentang keadaan sosialisasi masyarakat
sekitar yang sebagian besar berprofesi sebagai petani kelapa sawit
merupakan dampak yang dapat timbul akibat dari kegiatan pemboran.
Metode yang digunakan untuk memantau keadaan masyarakat adalah
dengan melakukan wawancara dan survey yang dilakukan pihak
independen. Periode untuk melakukan survey ini adalah setiap 1 tahun.
4. Tenaga Kerja
Dampak kegiatan pemboran terhadap para pekerja adalah luka-luka, baik
luka ringan maupun luka berat, kecelakaan fatal yang menyebabkan
kematian. Metode ini dilakukan untuk memantau mengenai para pekerja
adalah observasi langsung dilokasi daily report, monthly report, STOP
Card, pengawasan menjalankan Standart Operating Produce (SOP)
selama proses pemboran. Periode pemantauaan ini dilakukan setiap saat
kegiataan sedang berlangsung.
 Upaya Pemantauan Lingkungan Pada Tahap Produksi
Sama halnya pemantauan pada tahap pemboran dan eksploitasi
pengembangan, dalam tahap produksi pun harus dilakukan Upaya
Pemeliharaan hampir sama dengan pada saat tahap pemboran dan
eksploitasi pengembangan. Komponen-komponen tersebut adalah
pemantauan Lingkungan (UPL). komponen-komponen yang dipantau
hampir sama dengan pada saat tahap pemboran dan eksploitasi
pengembangan. Komponen-komponen tersebut adalah :
1 Kualitas Udara dan Tingkat Kebisingan
Penurunan kualitas udara dan peningkatan tingkat kebisingan bersumber
dari aktivitas sumur produksi, pengoperasian genset dan pembakaran pada
flare. Tolak ukur dampak terhadap kualitas udara bersumber dari Permen
LH No.13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi dan PP No.41
Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, Kep
48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, serta Kep
130
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

Menteri Tenaga Kerja No.51 tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika di Tempat Kerja. Metode pemantauan yang dilakukan adalah
pemantauan udara ambient disekitar lokasi kegiatan dan pengukuran emisi
gas buang pada flare stack dan genset, melakukan pendataan kasus
penyakit pada lokasi sekitar dan inventarisasi aktifitas dan kesiapan
SATGAS. Pemantauan terhadap kualitas udara dan tingkat kebisingan
dilakukan setiap 6 bulan sekali.
2. Kualitas Air
Tumpahan minyak mentah, kebocoran pipa penyalur minyak dan faktor air
limpasan dapat menyebabkan penurunan kualitas air, gangguan terhadap
biota air sungai, dan penurunan keragaman biodata air sungai. Tolak ukur
dari dampak tersebut adalah Permen LH No.19 Tahun 2010 tentang Baku
Mutu Air Limbah. Metode yang dilakukan untuk memantau kualitas air
sungai dan biota air di sekitar sungai, dengan pengambilan dan analisa
sampel air sungai dan menginvestarisasi berbagai jenis ikan dan biota air
pada perairan sekitar dengan menyajikan data skala kehadiran dan indeks
keragaman. Periode pemantauan dilakukan setiap 6 bulan sekali.
3. Konflik dan Kekhawatiran Masyarakat
Sumber dampak yang menjadi kekhawatiran masyarakat yang sebagian
besar bermata pencaharian sebagai petani kelapa sawit adalah aktivitas
produksi. Kekhawatiran masyarakat sekitar disinyalir menyangkut
penurunan hasil lahan produksi kelapa sawit dan aktivitas produksi. Upaya
untuk mengurangi kekhawatiran tersebut adalah dengan sosialisasi
menyangkut kegiatan produksi dan teknologi yang digunakan aman untuk
lingkungan sekitar. Selain itu upaya memperdayakan masyarakat sekitar
dengan menrekrut pekerja sesuai dengan klasifikasi jenis pekerjaan dan
pendidikan, pembangunan tempat untuk ibadah untuk karyawan dan untuk
masyarakat sekitar, pelayanan kesehatan untuk warga yang bekerja di
lapangan, dan lain-lain. Hal ini berperan untuk mengurangi konflik dengan
masyarakat sekitar. Jenis kegiatan hulu migas yang berdampak pada
lingkungan yaitu pada tahap eksplorasi yaitu pada tahap pemboran dan
131
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

pada tahap eksploitasi yaitu pada tahap produksi dan juga tahap pasca
operasi atau yang biasa juga disebut ASR (Abandonment and Site
Restoration).

8.3.5 Izin Keselamatan Kerja

Definisi dari izin kerja disini adalah suatu pernyataan yang


ditandatangani oleh pimpinan yang berwenang di rig tersebut, yang menyatakan
bahwa suatu pekerjaan yang tidak rutin boleh dilakukan dengan mematuhi
langkah-langkah pencegahan yang telah ditetapkan dan sesuai prosedur
keselamatan kerja. Komponen dari izin kerja itu antara lain:

o Langkah pencegahan, suatu daftar langkah pencegahan keselamatan kerja


yang dilakukan sebelum dan atau selama pekerjaan dilakukan;
o Pemohon izin, orang yang meminta ijin untuk melakukan pekerjaan
tersebut, disini biasanya driller atau toolpusher rig yang bersangkutan
Pemegang izin, orang yang melaksanakan pekerjaan atau atasan langsung
di rig tersebut (pemohon dan pemegang izin dapat orang yang sama). Izin
Kerja ini biasanya meliputi pekerjaan pengelasan, pekerjaan yang
menggunakan bahan–bahan eksplosif/radio aktif dan pekerjaan berbahaya
lainnya.

8.4 Aplikasi Health, Safety, and Environment untuk APD, SOP, dan
lingkungan
Aplikasi dari HSE meliputi manusia, barang, dan lingkungan hidup. Oleh
karena itu terdapat beberapa poin yang menjadi bahasan penting dari para
pengawas HSE

8.4.1 Alat Pelindung Diri (APD)

Sehubungan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 8 tahun 2011


tentang Alat Pelindung Diri maka semua pekerja diwajibkan untuk memakai
132
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

perlengkapan keselamatan dari setiap tenaga kerja. Alat pelindung diri yang
dipergunakan yaitu sebagai berikut:

 Pakaian Pelindung
Pakaian kerja (wearpack), dipakai di tubuh secara keseluruhan untuk
melindungi tubuh kita terimbas oleh kecelakaan.

Gambar 8.3

Coveralls

 Alat Pelindung Kepala


Safety Helmet, didesain untuk melindungi kepala dari special resisting
penetration seperti terantuk dengan pipa, atap dan kemungkinan jatuhnya
benda dari atas.

Gambar 8.4
Safety Helmet
133
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Alat Pelindung Mata dan Muka


Kaca mata pengaman (safety glasses), berfungsi sebagai pelindung mata
saat bekerja karena mata sangat sensitive terhadap benda dan zat di sekitar.

Gambar 8.5

Safety Glasses

 Alat Pelindung Telinga


Penutup telinga (ear plug), berfungsi sebagai pelindung telinga pada saat
bekerja di tempat bising.

Gambar 8.6
Ear Plug dan Ear Muff
134
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Alat pelindung pernapasan


Masker, berfungsi sebagai penyaring udara yang dihirup saat bekerja di
tempat dengan kualitas udara buruk.

Gambar 8.7
Respiratory Protection

 Alat Pelindung Tangan


Sarung tangan, diperkirakan hampir 20% dan kecelakaan yang
menyebabkan cacat adalah tangan, oleh karena itu sarung tangan dapat
mengurangi cedera pada tangan.

Gambar 8.8
Safety Gloves
135
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Alat Pelindung Kaki


Sepatu pelindung, seperti sepatu biasa tapi dari bahan kulit yang dilapisi
metal dengan sol dari karet tebal dan kuat. Berfungsi untuk mencegah
kecelakaan fatal yang menimpa kaki karena tertimpa benda tajam atau
berat, benda panas, cairan kimia, dsb.

Gambar 8.9
Safety Shoes

 Alat Pelindung Jatuh Perorangan


Alat pelindung jatuh perorangan berfungsi membatasi gerak pekerja agar
tidak masuk ke tempat yang mempunyai potensi jatuh atau menjaga
pekerja berada pada posisi kerja yang diinginkan sehingga tidak
membentur lantai dasar. Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari
sabuk pengaman tubuh (harness) dan lain-lain.
136
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

Gambar 8.10
Safety Harness

8.4.2 SOP (Standard Operating Procedure)

Setelah PPE, poin penting berikutnya adalah SOP. SOP mengatur semua
prosedur lapangan menyangkut HSE, prosedur ini akan meminimalisir
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja dan efek buruk terhadap lingkungan.

8.4.3Aplikasi HSE pada lingkungan


Beberapa aplikasi dari Health, Safety, and Environment pada aspek
lingkungan diantaranya yaitu pada emisi udara, pembuangan air produksi,
pembuangan fluida pemboran atau padatan, bunyi atau suara dan juga gas H2S.
Semuanya akan dibahas pada subbab ini yang kemungkinan dapat dipakai untuk
antisipasi dalam kemungkinan – kemungkinan yang ada pada aspek lingkungan
didalam penerapan dari Health, Safety, and Environment.

8.4.3.1 Emisi Udara


Sumber utama dari emisi udara adalah pembakaran oleh mesin yang
menghasilkan energi dan panas, flaring, dan gas yang terbebas dari sumur akibat
kebocoran. Flaring digunakan untuk memastikan gas dan hidrokarbon lainnya
137
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

dibuang dengan aman ketika terjadi keadaan darurat, kesalahan pada peralatan,
maupun terjadi gangguan.

 Flaring
Gas yang terbawa ke permukaan bersamaan dengan minyak
mentah saat memproduksi minyak, kadang dibuang dengan cara flaring ke
atmosfer. Flaring merupakan cara yang aman yang digunakan pada
fasilitas minyak dan gas untuk memastikan gas dan hidrokarbon lainnya
dibuang dengan aman ketika terjadi keadaan darurat, kesalahan pada
peralatan, maupun terjadi gangguan.
Flaring yang dilakukan secara terus menerus kurang baik bila
masih ada pilihan lainnya. Pilihan lain bisa berupa penggunaan gas untuk
kebutuhan energi, injeksi gas untuk menjaga tekanan reservoir,
meningkatkan produksi dengan gas lift, atau mengekspor gas untuk
fasilitas yang berdekatan.
Bila flaring memang diperlukan, kemajuan dalam hal flaring
dengan pelatihan terbaik dan teknologi terbaru harus dipertunjukan. Hal
yang harus diperhatikan :

o Mengoptimalkan jumlah dan ukuran burning nozzles

o Memaksimalkan efisiensi pembakaran flare dengan mengontrol


dan mengoptimasikan laju alir flare
o Mengoperasikan flare untuk mengontrol bau dan emisi asap hitam
yang terlihat
o Perawatan untuk memastikan efisiensi flare maksimum tetap
berjalan

8.4.3.2 Pembuangan Air Produksi

Reservoir minyak dan gas mengandung air formasi yang akan menjadi air
yang terproduksi ketika dibawa ke permukaan ketika produksi hidrokarbon.
Reservoir minyak bisa mengandung volume air formasi yang besar, sedangkan
138
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

reservoir gas mengandung volume air formasi yang lebih sedikit. Pada banyak
lapangan, air diinjeksikan ke dalam reservoir untuk menjaga tekanan atau
memaksimalkan produksi.

8.4.3.3 Pembuangan fluida Pemboran


 Fluida Pemboran dan Cutting
Drilled cutting yang diperoleh dari lubang sumur dan fluida pemboran
merupakan waste terbesar yang diperoleh selama aktivitas pemboran minyak dan
gas bumi. Fluida pemboran diganti ketika propertinya atau densitas fluidanya
sudah tidak bisa dipelihara atau memang sudah akhir dari program pengeboran.
Fluida ini disimpan untuk digunakan kembali atau dibuang setelah melalui
recycling dan perawatan.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum membuang fluida pemboran


dan drilled cutting adalah :

 Meminimalisasi ancaman bagi lingkungan yang berhubungan dengan


sisa senyawa kimia yang digunakan. Sebisa mungkin menggunakan
water-based drilling fluids
 Berhati-hati dalam pemilihan additives, pertimbangkan
konsentrasinya, racun, dan potensi terakumulasinya
 Penggunaan peralatan solid control yang tinggi efisiensinya untuk
meminimalisasi jumlah fluida sisa pada drilled cuttings
 Penggunaan sumur slim-hole multilateral dan pemboran dengan tehnik
coiled tubing bila memungkinkan untuk mengurangi jumlah fluida dan
drilled cutting
 Pasir Yang Terproduksi
Pasir yang diproduksi dari reservoir dipisahkan dari fluida formasi
ketika pemrosesan hidrokarbon. Pasir yang diproduksi bisa terkontaminasi
hidrokarbon, namun kandungan minyak bergantung pada lokasi,
139
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

kedalaman, dan karakteristik reservoir. Komplesi sumur bertujuan untuk


mengurangi pasir yang ikut terproduksi.
 Komplesi dan Fluida Work Over
Komplesi dan fluida work-over mengandung brine, asam,
methanol, glikol, dan masih banyak senyawa kimia lainnya. Fluida ini
digunakan untuk membersihkan lubang sumur dan menstimulasi aliran
hidrokarbon, atau menjaga tekanan formasi. Begitu menggunakan fluida
ini, mungkin mengandung materi padat, minyak, dan adiitive.
Pembuangan harus memperhatikan :
 Fluida dikumpulkan dalam sistem tertutup untuk dibawa ke darat
agar bisa didaur ulang
 Bila tersedia, diinjeksi ke disposal well
 Dibawa ke darat untuk dirawat dan dibuang

8.4.3.4 Bunyi atau Suara

Aktivitas pengembangan oil and gas menghasilkan marine noise termasuk


operasi seismik, aktivitas pemboran dan produksi. Polusi suara dapat terjadi akibat
peralatan-peralatan berat yang bekerja pada proses pengembangan lapangan.
Tingkat kebisingan tersebut akan diukur dan diawasi karena dapat mengganggu
warga, bahkan pada level yang terlampau tinggi dapat membahayakan
pendengaran tenaga kerja dan warga.

Tingkat kebisingan tempat kerja untuk 8 jam per hari (24 jam) tidak boleh
melebihi 85 db. Tingkat kebisingan melebihi 85 db akan menurunkan daya
pendengaran tenaga kerja dan warga sekitar, oleh karena itu alat pelindung telinga
wajib dikenakan bagi para tenaga kerja.
140
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

8.4.3.5 Pencegahan Terhadap Tumpahan

Tumpahan bisa dikarenakan kebocoran, kesalahan peralatan, kecelakaan


atau kesalahan manusia. Tindakan pengontrolan ataupun pencegahan yang bisa
dilakukan adalah sebagai berikut :

 Membentuk program pengawasan untuk meyakinkan kualitas peralatan yang


dipergunakan di lapangan

 Memasang sistem pendeteksi kebocoran

 Memasang Emergency Shutdown System untuk fasilitas tertentu yang akan


otomatis menghentikan kegiatan sehingga bisa dalam kondisi yang aman

 Memberikan pelatihan yang cukup akan respon terhadap tumpahan, terutama


dalam pencegahan

Semua tumpahan harus didokumentasikan dan dilaporkan sehingga akar


permasalahan bisa diketahui dan tindakan yang tepat bisa diambil. Rencana
merespon tumpahan sangat diperlukan, begitu juga dengan kemampuan
mengimplementasikannya. Rencana tersebut baik untuk tumpahan minyak, bahan
kimia, maupun tumpahan atau kerusakan dari rangkaian pipa. Dalam rencana
tersebut mengandung :

 Deskripsi operasi, keadaan lokasi, serta dukungan logistic

 Tanggung jawab, otoritas, dan peran setiap orang

 Bila diperlukan , bekerjasama dengan agen pemerintah

 Penilaian akan resiko tumpahan

 Peta identifikasi daerah yang sensitive bagi lingkungan

 Mengidentifikasi prioritas responsi

Dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, baik pada bidang


geologi, penilaian formasi, reservoir, pemboran, dan juga produksi sudah
direncanakan sebaik mungkin. Sehingga diharapkan pengembangan lapangan bisa
141
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

semaksimal mungkin karena perencanaan tersebut diaplikasikan sepenuhnya di


lapangan.

Upaya untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin terjadi dan


untuk mengoperasikan kegiatan eksplorasi yang berjalan baik adalah sebagai
berikut :

 Berdasarkan penilaian tingkat resiko, sangatlah dibutuhkan persiapan kerja


juga perencanaan yang baik

 Konsultasi dengan organisasi politik dan lingkungan

 Menambah akuntabilitas kontraktor

 Kondisi HSE tertentu yang ditetapkan pada tingkat tender dan dimasukkan
dalam kontrak

 Penilaian dampak lingkungan diinisiasikan sejak awal mula kegiatan

 Mendayagunakan para ahli, ilmuwan, dan politisi daerah setempat

 Petugas lingkungan bertugas baik didalam kantor juga dilapangan

 Membangun relasi dengan publik, termasuk informasi material, pertemuan, dan


proyek bersama

8.4.3.6 Gas H2S

Gas hidrogen Sulfida dapat menjadi salah satu bahaya paling ganas dan
mematikan dalam industri minyak dan gas. Contohnya seperti H2S, gas asam dan
hidrogen sulfureted, Gas H2S ditemukan dalam proses pengeboran minyak, gas
dibentuk oleh dekomposisi bahan organik yang mengandung belerang.Gas
hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas beracun yang dapat dijumpai di lokasi
pengeboran. Bilamana jumlah gas yang terserap ke dalam sistem peredaran darah
melampaui kemampuan oksidasi dalam darah maka akan menimbulkan peracunan
terhadap sistem syaraf. Sesak napas terjadi secara singkat dan segera diikuti
kelumpuhan (paralysis) pernapasan pada konsentrasi yang lebih tinggi. Kematian
142
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

akan terjadi akibat kelemasan (asphyxiation) jika penderita tidak segera


dipindahkan ke udara segar dan diberikan/dibantu dengan pernapasan buatan.

Penjelasan H2S & Cara Mengendalikan H2S dapat dilakukan dengan cara
berikut:

1. H2S sangat beracun, tak berwarna dan merupakan gas yang mudah
terbakar.
2. Pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan pingsan / kehilangan
kesadaran
3. Pengendalian yang baik dengan cara pengujian H2S dengan menggunakan
Gas Detector ( Kalibrasi harus dilakukan rutin). Jika Paparan H2S tinggi,
maka Tenaga kerja tidak diijinkan bekerja diaera tersebut kecuali dengan
persyaratan khusus
4. Rig pengeboran harus dilengkapi dengan tetap monitor H2S elektronik,
bersama dengan alarm terdengar dan visual.
5. Indikator angin Setidaknya dua arah harus diinstal di lokasi terlihat dari
lantai rig, shaker serpih, dan tangki lumpur.
6. Tersedia satu blower yang terletak di lantai rig. Blower juga sangat
dianjurkan pada shale shaker, lumpur tangki dan lantai ruang bawah tanah
7. Tanda-tanda peringatan H2S harus terletak tidak lebih dari satu mil ¼ dari
sumur.
8. Setidaknya dua wilayah pengarahan yang ditunjuk aman dengan
setidaknya dua set mandiri alat pernapasan (SCBA itu) harus terletak di
daerah masing-masing
9. Semua personil yang bekerja di lokasi harus telah menyelesaikan program
pelatihan yang disetujui H2S
10. Wajib ekstra hati-hati jika berada di seluruh tempat-tempat rendah seperti
gudang bawah tanah, selokan, dll, karena H2S lebih berat daripada udara
dan cenderung untuk mengumpulkan di daerah-daerah - terutama jika
tidak ada blower di tempat
143
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

11. Semua personil harus menghindari memasuki setiap ruang terbatas, seperti
tank, kapal, atau daerah tertutup lain kecuali: (1) mereka telah menerima
pelatihan ruang entri terbatas, (2) mereka memiliki ijin untuk masuk bila
diperlukan, dan (3) ruang telah diuji dan ditemukan aman untuk masuk.

8.5 Aplikasi HSE dalam bidang pemboran


Pada bagian ini dijelasan tahapan penanggulangan kegiatan usaha hulu
migas yang dapat berdampak negative terhadap lingkungan dalam bidang
pemboran.

8.5.1 Persiapan Pemboran

Dalam persiapan pemboran, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Pembuatan AMDAL/UKL-UPL

 Melakukan sosialisasi rencana kegiatan pemboran kepada masyarakat disekitar


lokasi pengeboran

 Penyiapan data bawah tanah

 Pembuatan program pemboran, yang menjelaskan mengenai susunan dan


kedalaman casing, besar tekanan formasi yang akan dihadapi, jenis Lumpur,
tipe komplesi, kontigen plan, potensi hazard, prosedur emergensi serta jumlah
budget

 Persiapan material dan jasa pengeboran

 Pembuatan lokasi pengeboran, dilengkapi fasilitas pengolahan limbah ( water


disposal ) yang standart

 Mobilisasi peralatan Rig, meliputi : rig move dan rig up

 Melaksanakan technical dan prespud meeting, untuk mendiskusikan masalah


drilling program dengan semua pihak yang terlibat dalam operasi pemboran
144
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Melakukan safety check list pada peralatan ( sertifikasi alat, safety pin, safety
chain pada saluran yang bertekanan, SILO Rig )

 Personil yang bekerja dilapangan harus sudah memiliki sertifikat dari Migas,
sesuai dengan kompetensinya

 Melaporkan ke dirjen Migas mengenai pemboran sumur yang direncanakan

 Meminta izin SKK MIGAS untuk memulai pemboran

8.5.2 Pelaksanaan Pemboran

Setelah tahapan persiapan selesai, dalam pelaksanaan pemboran yang


mengaplikasikan aspek HSE, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Tersedia fasilitas camp yang memenuhi minimal gizi yang diperlukan bagi
pekerja shift

 Menyediakan kotak p3k

 Memasang rambu-rambu peringatan di sekitar lokasi

 Memberikan safety introduction kepada setiap pengunjung yang masuk


kedalam lokasi pengeboran

 Melakukan safety meeting setiap kali akan melakukan pekerjaan yang


berbahaya

 Melakukan kick drill, pit drill secara berkala

 Menyediakan satu orang tenaga medis di lokasi

 Melaksanakan safety talk, setiap pergantian shift

 Pekerjaan di lapangan harus menggunakan pakaian kerja yang standart

 Pekerja harus menggunakan alat – alat pelindung diri untuk mengurangi cedera
akibat kecelakaan ( safety shoes, safety gloves, safety goggle, ear plug, safety
helmet, safety mask, safety belt )
145
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Mempunyai standart operating procedure (SOP) sebagai acuan dalam


melakukan pekerjaan dan mengoperasikan alat

 Melakukan pengelolaan limbah pemboran yang keluar dari sumur dan akibat
chemical lumpur

 Menyediakan vacum truck untuk mengangkut limbah yang berkebihan, untuk


diolah ditempat lain

 Menyediakan alat detector untuk gas beracun ( H2S, CO2 ) dan eksplosive gas

 Menyediakan fire pump dan sprayer disekitar cellar

8.5.3 Penyelesaian Pemboran

Setelah tahapan pelaksanaan selesai, dalam penyelesaian pemboran yang


mengaplikasikan aspek HSE, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Sumur dinyatakan menghasilkna minyak atau gas, jika sumur akan langsung
diproduksi, harus disediakan fasilitas pipa untuk menyalurkan produksi sampai
ke stasiun pengumpul terdekat. Jika sumur tidak langsung diproduksikan,
sumur harus dilengkapi dengan back pressure safety down valve.

 Sumur dinyatakan tidak ekonomis / dry hole, maka sumur harus ditutup
mengikuti prosedur yang baku sesuai SOP ( plug and abandont )

8.5.4 Pengelolaan Limbah Pemboran

Berdasarkan Permen ESDM No. 045 Tahun 2006 tentang pengelolaan


lumpur bor, limbah lumpur, dan serbuk bor pada kegiatan pengeboran minyak dan
gas bumi menyatakan bahwa Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang
melakukan pemboran pada suatu struktur geologi wajib melakukan pengelolaan
lumpur bor, limbah lumpur, dan serbuk bor. Lumpur bor yang digunakan juga
wajib menggunakan lumpur bor yang ramah lingkungan. Selain itu, bahan dasar
yang digunakan sebagai bahan dasar lumpur bor adalah berupa:
146
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

 Air yaitu Water Based Mud


 Minyak yaitu Oil Based Mud
 Sintetis yaitu Synthetic Based Mud

Selain bahan dasar lumpur bor, jua ada tambahan bahan aditif. Bahan
aditif yang digunakan sebagai lumpur pemboran adalah sebagai berikut:

 Pemberat, seperti: barite, hematite


 Pengental (Viscosifier), seperti: Bentonite, polymer
 Pengatur pH, seperti: Caustic Soda/HaOH, potassiun Hydroxyde
 Bahan tambahan lainnya, seperti: pengatur air tapisan (fluid loss control),
penstabil lapisan lempung (shale stabilizer).
Bahan dasar lumpur bor (Oil Based Mud & Synthetic Based Mud) dan
bahan aditif harus berdasarkan informasi yang tercantum pada MSDS atau
toksisitas. MSDS adalah petunjuk atau pedoman sifat-sifat dan komposisi bahan
kimia serta cara perlakuan dan penanganannya yang diterbitkan oleh pabrik
pembuat. Bahan dasar lumpur bor (Oil Based Mud & Synthetic Based Mud) dan
bahan aditif yang digunakan harus ada MSDS.

8.5.4.1 Ketentuan Pengujian Limbah Lumpur serta Serbuk Bor


1. Perlakuan Limbah Lumpur
a. Terhadap sumur eksplorasi di darat perlu dilakukan uji TCLP pada
saat mencapai kedalaman akhir (total depth) untuk setiap jenis
lumpur. Hal ini diperlukan untuk memastikan keberadaan logam
berat pada suatu struktur yang di bor.
b. Terhadap uji sumur pengembangan tidak perlu dilakukan uji LC50-
96 jam dan uji TCLP selama menggunakan jenis lumpur yang
sama dengan pada waktu pengeboran pada tahap eksplorasi.
c. Apabila bahan dasar dan bahan aditif yang digunakan berbeda
maka uji ulang perlu dilaksanakan.
147
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

2. Perlakuan Serbuk Bor


Terhadap pengeboran di darat uji TCLP tidak perlu dilakukan,
tetapi apabila ditemukan kandungan logam berat pada lumpur, maka
serbuk bor harus dikelola secara aman. Apabila menggunakan lumpur
minyak dan sintetis maka perlu dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali
pengujian kandungan minyak pada serbuk or selama lumpur minyak
digunakan.

8.5.4.2 Pengujian Toksisitas, Logam Berat dan Kandungan Minyak


Pada pemboran di Darat uji TCLP terhadap Limbah Lumpur dan Serbuk
Bor untuk menentukan areal pembuangan limbah lumpur dan serbuk bor di darat.
Apabila angka TCLP untuk setiap parameter lebih kecil dari Baku Mutu, maka
serbuk bor boleh dibuang langsung di lokasi pemboran, kecuali di daerah sensitif.
Apabila angka TCLP lebih besar atau sama degan dari Baku Mutu, serbuk bor
harus dibuang di tempat khusus yang memiliki permeabilitas lebih besar atau
sama dengan 10-5 cm/detik.

Air buangan dari hasil proses pemisahan limbah lumpur berbahan dasar
air, dapat dibuang ke badan air jika telah memenuhi Permen LH No. 19 Tahun
2010 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak
dan Gas Bumi Serta Panas Bumi.

Kandungan Minyak Pada Serbuk Bor untuk pengelolaan di darat,


konsentrasi Hidrokarbon di dalam serbuk bor lebih kecil atau sama dengan 1%
(satu persen) dapat dibuang langsung di lokasi pemboran, kecuali di daerah
sensitif. Apabila Konsentrasi Hidrokarbon di dalam serbuk bor lebih besar dari
1% (satu persen), dilakukan pengelolaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

8.5.4.3 Pembuangan akhir limbah lumpur dan serbuk bor di darat


Upaya pengolahan dan pembuangan Limbah Lumpur dan Serbuk Bor di
darat mencakup:
148
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

a. Pembuangan Limbah Lumpur dan Serbuk Bor Berbahan Dasar Air.


 Menyiapkan dan merancang tempat pembuangan limbah sesuai
dengan jenis limbah yang diproses dan kondisi lokasi pemboran.
 Melakukan pengolahan pada tempat penampungan limbah,
meliputi:
 Pemisahan limbah padat dan cair.
 Pemisahan minyak dan limbah cair.
 Pemisahan benda padat terlarut.
 Pemisahan limbah cair dan limbah padat dengan peralatan.
b. Pembuangan Limbah Lumpur dari Lumpur Bor Berbahan Dasar Minyak
dan Sintetis dan Pembuangan Serbuk Bor
 Limbah lumpur dan serbuk bor berbahan dasar minyak dan sistetis
dapat digunakan kembali (re-used). Apabila dilakukan
pembuangan, harus dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku.
 Proses pengolahan lumpur bor dan serbuk bor berbahan dasar
minyak diawali dengan pemisahan minyak dari padatan (deoiling).
Lumpur bor berbahan dasar minyak dapat dipergunakan kembali
(re-used atau recycle). Padatannya dilakukan pengelolaan lebih
lanjut sampai memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

8.5.5 Well Blowout


Blowout bisa terjadi karena tidak terkontrolnya aliran fluida reservoir ke
lubang sumur yang menghasilkan tidak terkontrolnya keluaran hidrokarbon ke
laut. Pengukuran pencegahan blowout harus focus kepada tekanan dan bisa
dicapai dengan tehnik seperti perencanaan yang tepat, menggunakan fluida
pemboran yang tepat, dan menggunakan BOP (blow out preventor) yang bisa
menutup dengan cepat ketika fuida formasi tidak terkontrol. BOP bisa dipicu
secara otomatis dan dilakukan pemeriksaan secara berkala.
149
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

8.6 Aplikasi HSE Dalam Bidang Produksi


Dalam bidang produksi misalnya, terdapat tahapan berupa perencanaan,
konstruksi, dan operasi yang harus diperhatikan.

8.6.1 Perencanaan Produksi

Dalam perencanaan produksi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Membuat surface facilities conceptual engineering study

 Membuat emergency response plan untuk fasilitas produksi

 Membuat standart operating procedure baik pada saat konstruksi maupun


operasi

 Penyedian sumber daya manusia yang handal

 Melakukan sosialisasi mengenai kegiatan yang akan dilakukan

 Merencanakan pengolahan limbah ( water waste management )

8.6.2 Konstruksi produksi

Setelah tahapan perencanaan selesai, dalam konstruksi produksi yang


mengaplikasikan aspek HSE, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP yang telah disetujui

 Menempatkan sdm tepat pada sasaran ( cakap dan kopeten )

 Pemilihan kualitas material yang baik sesuai dengan standar yang telah
ditentukan ( api, ansi, dll )

 Melakukan control terhadap kualitas fasilitas produksi


150
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

8.6.3 Operasi Produksi

Setelah tahapan konstruksi selesai, dalam operasi produksi yang


mengaplikasikan aspek HSE, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

 Melakukan preventive maintenance

 Melakukan sertifikasi seluruh peralatan sesuai aturan migas

 Penanggulangan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan

 Antisipasi kejadian kebakaran, sehingga harus disiapkan fasilitas seperti alat


deteksi kebakaran dan penanggulangan kebakaran ( fire fighting estinguser )

 Area fasilitas produksi harus di isolasi agar masyarakat awam tidak terpapar
dengan bahaya – bahaya yang ada

8.7 Corporate Social Responsibilty (CSR)


Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social
Responsibility (selanjutnya akan disingkat CSR) adalah suatu konsep
bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki
berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya,
yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan pengertian tersebut,
CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan
berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan
maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya.

Salah satu dari bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ini


adalah Community Development. Di mana perusahaan lebih menekankan
pembangunan social dan pembangunan kapasitas masyarakat, sehingga akan
menggali potensi masyarakat lokal yang menjadi modal social perusahaan untuk
terus maju dan berkembang. Pada akhirnya akan tercipta dan
tumbuh trust dan sense of belonging dalam diri masyarakat.
151
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

8.7.1 Dasar Hukum Pelaksanaan CSR atau Community Development

Pelaksanaan dari kegiatan CSR ini tidak serta merta semau – maunya saja.
Hal ini dikarenakan, pada kegiatan pelaksanaan dari CSR atau Community
Development ini memiliki dasar – dasar hukum yang menjadikannya sebagai
acuan dalam CSR atau Community Dvelopment. Dasar – dasar hukum tersebut
yaitu sebagai berikut:

 UU No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas BumiPasal 11 ayat 3


huruf (p), Pasal 40 ayat 5, Pasal 41 huruf (a) jo Pasal 42 huruf (k),
 UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing Pasal 15 Huruf
b
 UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan TerbatasPasal 74 ayat 1
 PP No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perseroan Terbatas Pasal 2
 PP No. 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas
Pasal 72 s/d 77
 Keputusan Menteri BUMN per-05/MBU/2007 Tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
 Peraturan Menteri Sosial RI nomor 13 tahun 2012 tentang Forum
Tanggungjawab Dunia Usaha Dalam Penyelenggaraan Kesejehteraan
Sosial

8.7.2 Tujuan dan Sasaran CSR atau Community Development

Tujuan Community Development atau Pengembangan Masyarakat adalah


kegiatan yang diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai
kondisi sosial, budaya, ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum
adanya kegiatan pengembangan lapangan sehingga masyarakat menjadi mandiri
dan kualitas kehidupan menjadi lebih baik. Juga dapat diartikan suatu proses
pengembangan sosial, ekonomi masyarakat yang didasarkan kepada partisipasi
152
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

aktif masyarakat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan mereka. Sasaran


yang ingin dicapai dari pelaksanaan Community Development adalah :

 Meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan.

 Meningkatkan citra dan performa industri migas sehingga masyarakat merasa


ikut memiliki.

 Terjalinnya hubungan yang harmonis dan kondusif antara perusahaan dengan


masyarakat lokal, pemerintah di daerah dan stakeholders lainnya.

8.7.3 Social Mapping

Lokasi rencana pengembangan lapangan yang berada di wilayah


administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Desa Kali Berau,
Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera
Selatan. Pemboran Sumur Eksplorasi Beta-1, Beta-2, Beta-3, Beta-4, Beta-5,
Beta-6 yang terletak di Desa Kali Berau, Kecamatan Bayung Lencir, Kabupaten
Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan.

Desa ini berjarak sekitar 187 km dari ibukota Sumatera Selatan,


Palembang menuju Jambi atau sekitar 183 km dari kota Sekayu, ibukota
kabupaten Musi Banyuasin dan lebih kurang 20 km dari arah Bayung Lencir
menuju Palembang. Luas wilayah desa ini ± 81,97 km2 yang membentang di
sepanjang ± 6 km yang dilalui oleh Jalan Lintas Timur Palembang – Jambi.

Adapun batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut:

 Sebelah Timur berbatasan dengan desa Tampang Baru

 Sebelah Selatan Berbatasan dengan desa Sinar Harapan

 Sebelah Barat berbatasan dengan desa Sindang Marga

 Sebelah Utara berbatasan dengan desa Muara Medak

Jumlah penduduk desa ini sekitar 2.463 jiwa menurut sensus penduduk
2010 dengan tingkat kepadatan 30 jiwa/km2. Mata pencaharian masyarakat desa
153
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

ini sebagian besar adalah petani karet maupun kelapa sawit. Disamping itu ada
juga yang berprofesi sebagai pedagang, Pegawai Negeri Sipil, pegawai swasta
maupun pekerjaan lainnya. Desa ini kaya akan sumber daya alam maupun mineral
serta hasil bumi. Hutan di wilayah ini sebagian dikelola oleh masyarakat untuk
membuat kebun, baik itu kebun karet maupun sawit dan juga ada yang dikelola
oleh perkebunan swasta.

Peranan Setiap Pihak Dalam CSR atau Community Development

Untuk mencapai sasaran dalam pelaksanaan Community Development,


diperlukan peran dan kerjasama dari berbagai pihak. Baik dari pihak perusahaan,
masyarakat, maupun pemerintah semua memiliki perannya masing-masing.

 Peran Perusahaan

Dalam rangka pelaksanaan comunity development, setiap perusahaan


migas diwajibkan membentuk divisi comunity development dengan tugas
mengeidentifikasi dan merumuskan program yang akan dilaksanakan, menilai
kelayakan dan menyusunan biaya anggaran, melaksanakan kerja sama dengan
para stakeholder, serta memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program.
Sedangkan hak perusahaan adalah menolak dan menangguhkan program
yang diusukan masyarakat bila tidak sesuai dengan kemampuan perusahaan atau
tidak selaras dengan program pemerintah daerah.

 Peran Masyarakat

Salah satu kunci suksesnya program community development adanya peran


serta masyarakat atas kehendak dan keinginginan sendiri untuk bergerak dalam
penyelenggaraan program. Bentuk peran serta masyarakat adalah memberikan
masukan untuk menentukan arah program, aktif dalam penyusunan perencanaan,
saran serta pertimbangan dalam penyusunan kegiatan, masyarakat mempunyai
hak mengetahui program secara umum dan rencana secara rinci, memperoleh
manfaat dari program comunity development. Selain itu masyarakat juga
mempunyai kewajiban dalam memelihara hasil pelaksanaan program, menaati
154
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

kesepakatan yang telah ditetapkan, serta menjaga keamanan atas kelangsungan


perusahaan industri migas yang berada di wilayahnya.

 Peran Pemerintah

Tugas pemerintah dalam pelaksanaan community development adalah


melakukan pembinaan dan pengawasan, sedangkan peran pemerintah adalah
fasilitator antara perusahaan dan masyarakat serta sebagai arbitator apabila terjadi
konflik antara perusahaan dan masyarakat.

 Peran Semua Pihak

Untuk melaksanakan community development dibentuk organisasi yang


dapat berbentuk komisi yang beranggotakan wakil-wakil perusahaan, masyarakat
dan pemerintah daerah. Organisasi yang dibentuk mempunyai fungsi sebagai
kordinator dari seluruh kegiatan yang diajukan masyarakat, forum konsultasi dan
penentuan program yang akan dilaksanakan, dan sebagai pengawas atas
pelaksanaan yang sedang berjalan.

8.7.4 Pendanaan dan Indikator Penentuan Keberhasilan pada CSR atau


Community Development

Pendanaan Community Development berasal dari biaya perusahaan yang


dialokasikan dalam rencana biaya oprasional perusahaan, dan sumber biaya
lainnya. Penggunaan dana harus dilakukan dengan prinsip untuk mencapai
kemandirian masyarakat yang bentuknya dapat berupa hibah atau pinjaman modal
kerja untuk keperluan usaha. Perinsip pengolahan dana community development
dilakukan secara transparan, akuntabel, fleksibel, dan sesuai dengan azas manfaat.

Indikator keberhasilan untuk melihat sejauh mana keberhasilan program


Community Development sektor migas sekurang-kurangnya terdapat dua indikator
yang dapat digunakan, yaitu Indikator ekonomi, ditujukan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dan kehidupan ekonominya dan terbangunnya prasarana dan
sarana fisik dan non fisik. Indikator sosial, ditujukan dengan tidak terjadinya
gejolak sosial seh sehingga tercipta hubungan yang harmonis antar masyarakat,
155
PLAN OF DEVELOPMENT

UNIVERSITAS TRISAKTI

perusahaan dan pemerintah daerah, dan meningkatkan citra sektor migas di mata
masyarakat dan pemerintah daerah.

8.7.5 Aplikasi dan Implementasi dari CSR atau Community Development


Untuk implementasi Pengembangan Masyarakat (Community
Development) terkait pengembangan Lapangan BETA-1, BETA-2, BETA-3,
BETA-4 diwujudkan dalam bidang kesehatan, lingkungan, pendidikan dan
perekonomian.
 Menanam pohon sawit untuk daerah sekitar
 Menambah tambahan lampu penerangan untuk di jalan raya
 Membuat budidaya perternakan lele untuk masyarakat daerah sekitar
 Membantu beasiswa untuk masyarakat sekitar yang tidak mampu

Anda mungkin juga menyukai