PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30
tahun (Mansjoer, 2010).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan
bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2005). Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut (Price, 2005).
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi apenditis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013) terbagi
menjadi 3 yakni :
A. Apendisitis akut radang mendadak umnai cacing yang memberkan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsangn peritoneum local.
B. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendictomy. kelainan ini terjadi bila serangan apedisitis
alut pertama kali sembuh spontan. Namun apedisitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jarngan parut.
C. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyer perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis
menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronk), dan
keluhan menghilang setelah apendictomy.
2.3 Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks dan
cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat
menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks
dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini mempermudah
timbulnya apendisitis akut. (Sjamsuhidayat, 2005).
2.4 Patofisiologi
Apendisitis biasana disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekolit,benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan
sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan ulserasi
mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandi nyeri epigastrum.
Sebagai mucus terus berlanjut, tekanan akan meningkat hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus ddnding
apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendisitis
sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infarks dinding apendiks yang diikuti
dengan gangrene stadium ini disebut dengan apedisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh ini pecah akan terjadi apendisitis perforasi.
Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrate
appendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Anak- anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadi perforasi, sedangkan pada orangtua perforasi mudah terjadi
karena kelianan pada pembuluh darah (Mansjoer, 2003)
2.5 Manifestasi klinis
Menurut Wijaya.A.N dan Yessie (2013) tanda dan gejala apendisitis adalah :
1. Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk) dan menunjukan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik Mc.Burney : nyeri
tekan, nyeri lepas, defans muskuler.
2. Nyer rangsangan peritoneum tidak langsung
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran dibawah ditekan (Rovsing sign)
4. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas (Blumberg)
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk,
mengedan
6. Nafsu makan menurun
7. Demam yang tidak terlalu tinggi
8. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare
Gejala-gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasan tidak enak
sekitar umbilicus diikuti oleh anokreksi nause dan muntah, gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan sekitar Mc.Burney, kemudian dapat
timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila rupture apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk
sementara.
2.6 Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan
eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau
vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis akut dan
perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak
normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin
rutin penting untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Apendikogram Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04
serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum
sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk
dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG) USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.
Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia basal, atau
efusi pleura (Penfold, 2008).
2.7 Penatalaksaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ).
Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi
(pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum
umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak
dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya
dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan
laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan
operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
2.8 Komplikasi
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang
menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih
tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 0C atau lebih tinggi, penampilan
toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer C.Suzanne, 2002).
2.9 Patwhay
Tekanan intrasekol
Erosi mukosa
meningkat
appendiks
Pertumbuhan kuman
flora normal
Sumbatan fungsional
meningkat
appendiks
Pengosongan appendik
Apendiks terlipat
dan tersumbat
Proses inflamasi
Mucus terperangkap
pada appendik
dilumen appendik
appendiktomi Ansietas
- Leher
Ada atau tidaknya pembesaran JVP, ada/tidaknya pembesaran kelenjar limfe/
kelenjar tiroid
- Thorax dan pernafasan
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, irama pernafasan mengikut
gerakan dada, frekuensi pernafasan
Palpasi : Ada atau tidak nyeri tekan
Auskultasi : Kaji suara nafas (normalnya vesikuler), kaji ada atau tidaknya bunyi
tambahan
Perkusi : Suara perkusi dada normal (soner)
- Jantung
Inspeksi : nampak atau tidak nampak ictus cordis
Palpasi : teraba atau tidak teraba denyut apeks 3 jari dibawah papila mamae
pada intra kostalis.
Perkusi : teraba atau tidak pembesaran jantung
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II murni / ada bunyi tambahan
- Abdomen
Inspeksi : ada atau tidak pembeasaran pada abdomen, ada atau tidak bekas luka
pada abdomen
Palpasi : pada penderita appendisitis saat dilakukan palpasi ada nyeri tekan
pada titik mc.burney 1/3 abdomen kanan bawah
Auskultasi: peristaltik normal 5-15 kali/menit, pada apendisitis biasanya
peristaltik usus meningkat
Perkusi : normal suara perkusi adalah tympani
- Genetalia
Kaji ada atau tidaknya masalah
- Ekstermitas
Ada atau tidaknya clubbing fingers, ujung-ujung jari hiperemik, kaji kekuatan
otot.
f. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermia b.d penyakit
b. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan elektrolit
c. Nyeri akut b.d agen cedera biologis
d. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
g. Intervensi Keperawatan
No Diagosa Noc Nic Rasional
Keperawatan
1 Hipertemia Tujuan: Setelah 1. Monitor suhu 1. Suhu yang terlalu tinggi
b.d penyakit dilakukan sesering mungkin dapat menyebabkan
interensi kejang, peningkatan susu
keperawatan 2. Monitor tekanan diatas nrmal uga
selama 1x24 jam darah, nadi dan merupakan suatu tanda
suhu tubuh dalam pernafasan terjadinya infeksi akut.
batas normal, 3. Berikan 2. Tanda vital merupakan
Kriteia hasil: antipiretik acuan terhadap kondisi
1. Suhu tubuh pasien
dalam rentang 4. Tingkatkan
normal intake cairan dan 3. Antipiretik bekerja pada
2. Nadi dan nutrisi pusat pengatur suhu
pernafasan dihipotalamus sehingga
dalam rentang dapat menurunkan panas
normal 4. Peningkatan suhu tubuh
5. Berikan kompres
3. Tidak ada mengakibatkanpenguapan
hangat
perubahan tubuh meningkat sehingga
warna kulit meningkatkan resiko
terjadinya dehidrasi,
sehingga perlu diimbangi
dengan asupan yang cukup
5. Menurunkan panas melalui
proses konduksi sehingga
dapat menurunkan suhu
tubuh
2 Kekurngan Tujuan: setelah 1. Monitor status 1. Memonitor status hisrasi
Volume diberikan dehidrasi agar dapat mengetahui
Cairan b.d intervensi (kelembaban, tanda dehidrasi sehingga
kehilangan keperawatan membrane dapat segera dilakukan
cairan aktif selama 2x24 jam mukosa, nadi tindakan
volume cairan adekuat, tekanan
tubuh seimbang darah ortostatik)
kriteria hasil : jika diperlukan
1. Mempertahanka 2. Monitor status
n urine aoutput cairan terhambat
sesuai dengan intake dan utpur 2. Intake yang adekua dapat
usia, BB, BJ cairan mentoleransi outpuyang
urine normal, 3. Monitor ital sign berlebihan misalnya pada
HT normal 4. Berikan cairan mual dan muntah
2. Tekanan darah, iv pada suhu
nadi, suhu ruangan
dalam batas 3. Vital sign menjadi acuan
normal 5. Dorong terhadap kondisi pasien
3. Tidak ada masukan oral 4. Pemberian cairan
tanda-tanda tambahan untuk memenuhi
dehidrasi kekurangan kebutuhan
)elastisitas caiaran sehingga balance
turgor kulit cairan dapat tercapai
baik, membrane 5. Asupan caaran secara oral
mukosa lembab, dapat menambah cairan
tidak ada rasa tubuh sehingga dapat
haus yang memenuhi kebutuhan
berlebihan). cairan yang berkurang
3 Nyeri akut Tujuan : setelah 1. Lakukan 1. Agar dapat mengetahui
b.dagen diberikan pengkajian nyeri karakteristik nyeri yang
cedera intervensi secara dirasakan serta tingkat
biologis keperawatan selaa komprehensif nyeri yang dirasakan
1x24 jam nyeri termasuk lokasi, sehingga dapat
berkurang dengan karakteristik, memberikan intervensi
kriteria hasil : durasi, yang sesuai
1. Mampu frekuensi,
mengontrol kualitas dan
nyeri (tahu faktor presipitasi
penyebab 2. Observasi reaksi
nyeri, mampu non-verbal dari
menggunakan ketidaknyamana
teknik non- n 2. Reaksi non-verbal menjadi
farmakologi 3. Kontrol data objektif yang
untuk lingkungan yang menggambarkan tingkat
mengurangi dapat nyeri yang dirasakan klien
nyeri) memperbutuk
2. Melaporkan nyeri seperti 3. Lingkungan yang nyaman
bahwa nyeri suhu, dapat menfasilitasi
berkurang pencahayaan dan penurunan nyeri yang
dengan kebisingan adekuat
menggunakan 4. Ajarkan teknik
manajemen non-farmakologi
nyeri (teknik relaksasi
3. Menyatakan nafas dalam)
rasa nyaman 5. Kolaborasi
4. Teknik nn-farmakologi
setelah nyeri pemberian
dapat menurunkan nyeri
berkurang analgesik
dan meningkatkan rasa
nyaman
5. Analgesik menurunan
nyeri dengan memblok
reseptor nyeri
4 Ansietas b.d Tujuan: setelah 1. Jelaskan semua 1. Menjelaskan semua
perubahan diberikan prosedure dan prosedu dalam
status intervensi apa yang meningkatkan pengetahuan
kesehatan keperawatan dirasakan selama klien sehingga mengurangi
selama 3x24 jam prosedur kekawatiran klien
klien mampu 2. Temani pasien
mengatasi cemas untuk
Kriteria hasil : memberkan
1. Mengidentifik keamanan dan 2. Menemani pasien dapat
asi, mengurangi rasa menjadi motivasi bagi
mengungkapk takut klien
an dan 3. Dorong pasien
menunjukkan untuk
teknik untuk mengungkapkan
mengontrol perasaan,ketakut
cemas an dan persepsi 3. Mengungkapkan perasaan
2. Vital sign 4. Menciptakan dapat mengurangi beban
dalam batas ingkungan yang kecemasan yang dirasakan
normal tenang dengan klien
3. Poster tubuh, cahaya redup dan
ekpresi wajh suhu yang
bahsa tubuh senyamanan
dan tingkat mungkin
aktivitas 5. Instruksikan 4. Lingkungan yang nyaman
menunjukkan pasien dapat memberikan efek
berkurangnya menggunakan relaksasi yang dapat
kecemasan teknik relaksasi membantu menurunkan
kecemasan
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Kasus
An.R berusia 4 tahun dirawat di ruang bedah di Rumah Sakit Abdul Aziz Singkawang
sejak tanggal 9 November 2018. Dibawa oleh orang tua ke rumah sakit karena demam,
mengeluh nyeri perut, mual, muntah dan tidak nafsu makan. Pada saat pengkajian demam
sudah tidak ada, nyeri perut masih dirasa hilang datang, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada
daerah perut kanan bawah, kiri bawah dan ulu hati dengan skala nyeri 3. Klien juga tidak
nafsu makan, merasa mual, muntah sebanyak 1x berisi cairan dan sisa makanan. Keadaan
umum klien tampak lemah, tanda-tanda vital nadi : 94x/menit, pernafasan : 22x/menit,
suhu:36,3oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil membrane mukosa kering, turgor
kulit menurun dan terdapat nyeri tekan pada titik Mc.burney. Klien didiagnosa
mengalami appendicitis akut dan akan dilakukan appendectomy pada tanggal 15
November 2018
2. Pengkajian
Nama Inisial : An. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 26 Januari 2014
Umur : 4 tahun
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Appendisitis Akut
Tanggal dikaji : 12 November 2018
Tanggal masuk RS : 9 November 2018
No. Medrec : 110200
Golongan darah :B
Nama Ayah/Ibu : Tn. Suherman/ Ny. Riski Mirtha Sari
Pekerjaan Ayah/Ibu : Nelayan/ Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Ayah/ Ibu : SD/SMK
3. Keluhan Utama/Alasan Masuk RS
a. Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri perut kanan bawah, kiri bawah dan ulu hati
P = nyeri saat aktivitas maupun istirahat
Q= nyeri seperti ditusuk-tusuk
R= nyeri perut kuadran kanan bawah, kiri bawah dan ulu hati
S= skala nyeri 6
T= nyeri hilang datang
Klien juga mengalamai penurunan nafsu makan, mual muntah 1x (berisi cairan dan
sedikit makanan). Ibu klien mengatakan anaknya terlihat lemah
b. Alasan Masuk RS
Klien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah, kiri dan ulu hati sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, nyeri hilang datang, nyeri perut disertai demam 3 hari.
Demam naik turun, naik saat malam hari, turun saat pagi, nafsu makan menurun.
Mual dan muntah berisi cairan.
4. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami appendisitis akut dengan keluhan nyeri perut kanan bawa, kiri bawah
dan ulu hati. Klien juga mengalami mual muntah dan penurunan nafsu makan. Klien
direncanakan operasi appendictomy tanggal 15 November 2018
5. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
a. Prenatal : ibu klien mengatakan sebelum kehamilan telah mengalami gangguan atau
penyakit apapun
b. Natal : selama kehamilan ibu tidak mengalami gangguan apapun, hanya kelelahan
mual di trimester pertama
c. Prenatal : klien lahir normal pada usia kehamilan 7 bulan lebih (prematur)
6. Riwayat penyakit Dahulu
Klien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, klien juga tidak memiliki riwayat
operasi dan riwayat penyakit lainnya.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada menderita penyakit yang sama, maupun penyakit lain seperti
hipertensi & diabetes melitus. Ibu klien hanya pernah mengalami demam tinggi hingga
kejang saat duduk dibangku SMP.
8. Genogram
9. Riwayat imunisasi
Ibu klien mengatakan imunisasi klien lengkap dari lahir sampai sekarang
10. Riwayat psikososial
Klien terlihat cemas jika jauh dari ibunya, klien mampu beriteraksi dengan perawat
namun didampingi ibunya
11. Lingkungan dan tempat tinggal
Ibu klien mengatakan lingkungan dan tempat tinggal cukup nyaman dan bersih. Klien
dan keluarga biasa berinteraksi dengan tetangga sekitar
12. Kebutuhan dasar/pola kesehatan fungsional
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien dan keluarga tau jika mengalami penyakit, saat mengalami nyeri perut serta
keluhan lainnya klien dibawa keluarga ke klinik kemudian ke rumah sakit. Saat
dirumah sakit klien mengikuti semua prosedur yang dilaksanakan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Sebelum masuk rumah sakit klien makan 3x sehari, porsi kecil setiap makan. Setelah
masuk rumah sakit klien makan 1-5 sendok dengan frekuensi 3x sehari. Klien mual
dan muntah 1 x (berisi cairan dan sedikit makanan)
c. Pola Eliminasi
Klien belum BAB sejak masuk rumah sakit. BAK lancar 5 x dalam sehari, warna
urine jernih, tidak ada nyari saat berkemih
d. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum masuk rumah sakit klien mampu beraktivitas dan bermain. Setelah masuk
rumah sakit klien lebih banyak baring, mampu beraktivitas seperti ke toilet saat tidak
nyeri, jika nyeri klien hanya berbaring . klien biasa menonton kartun lewat handphone
saat di RS
e. Pola istirahat tidur
Sebelum masuk rumah sakit klien tidur 8 jam sehari. Saat dirumah sakit klien juga
tidur 6 jm sehari, terbangun jika ingin ke toilet atau saat nyeri namun dapat tidur
kembali
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Klien tidak mengalami gangguan dalam fungsi penglihatan, pendengaran, penghidu
ataupun perabaan. Klien mampu mengingat dan berbicara dengan baik
g. Pola hubungan dengan orang lain
Klien dekat dengan ibunya, klien mau berinteraksi dengan pasien lain, klien juga mau
berinteraksi dengan perawat dan tenaga kesehatan lain.
h. Pola reproduksi
Klien tidak mengalami gangguan pada reproduksinya
i. Pola persepsi diri dan konsep penyakit
Keluarga menyadari penyakit klien dan berharap agar operasi lancar dan klien segera
pulang
j. Pola mekanisme koping
Klien terlihat tenang, karena dukungan keluarga yang cukup. Keluarga juga percaya
penuh pada tenaga kesehatan dalam upaya penyembuhan klien
k. Pola nilai kepercayaan/keyakinan
Keluarga klien percaya penyakit datang atas izizn Allah dan Allah juga akan
menyembuhkannya. Keluarga klien menjalankan sholat 5 waktu, klien masih dalam
proses belajar sholat (diajarkan oleh orangtua), klien juga mulai belajar mengaji.
13. Pemeriksaan Fisik
a. Atropometri
Tinggi badan : 130cm
Berat badan :19
IMI : (umur x 2) + 8
; (4 tahun 10 bulan x 2) +8
: (8,20) + 8
: (9,8) + 8
: 17,8 kg
b. Keadaan Umum
- Kesadaran umum : klien tampak lemah
- Kesadaran : compos mentis
- GCS : E=4, V=5, M=6
c. Tanda tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 90x/menit
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36,5oc
d. Pemeriksaan fisik Head to toe
- Kepala
Inspeksi : bentuk kepala simetris, distribusi rambut merata, warna rambut
hitam kulit kepala bersih tidak tampak lesi dan kemerahan
Palpasi : tidak ada benjolan/ masaa
- Muka
Inspeksi : muka simetris kiri dan kanan, tidak ada sianosis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan/massa
- Mata
Inspeksi : mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva tidak anemis, pupil
isokor, reflek cahaya (+), sklera tidak ikterik, fungsi penglihatan baik
- Hidung
Inspeksi : hidung tampak simetris, tidak tampak polip, tidak tampak
pernapasan cupping hidung
- Mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering, tidak ada peradangan pada gusi, lidah bersih
, tidak ada nyeri saat menelan
- Leher
Inspeksi : leher tampak simetris, tidak ada lesi, kemerahan, maupun edema
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba pembengkakan kelenjar tiroid
- Thorax
Inspeksi : bentuk dada simetris, saat inspirasi dan ekspirasi antara paru kiri
kanan dan kiri simetris, tidak tampak penggunaan obat bantu pernapasan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fokal fremitus seimbang antara paru kiri
dan kanan
Auskultasi : suara nafas vesikuler, tidak ada ronki, wheezing maupun strisor
Perkusi : saat perkusi pada daerah paru terdengar sonor
- Jantung
Inspeksi : bentuk dada simetris, ictus kordis tidak tampak
Palpasi : teraba ictus kordis di IC 4 dan 5
Auskultasi : suara s1 dan s2 terdengar seimbang, tidak ada bunyi tambahan
Perkusi : perkusi pada apek jantung terdengar redup
- Abdomen
Inspeksi : tidak tampak pembesaran pada abdomen, tidak tampak lesi,
kemerahan, tidak ada luka bekas operasi
Palpasi : nyeri tekan pada titik Mc. Burney (1/3 abdomen kanan bawah)
Auskultasi : bising usus terdengar 10x/menit
Perkusi : saat perkusi terdengar bunyi timpani
- Genetalia
Tidak ada gangguan pada daerah genetalia
- Ekstremitas
Tidak ada gangguan dalam pergerakan, tidak ada deformitas maupun kontraktur.
Skala kekuatan otot 5, klien mampu beraktivitas saat tidak nyeri, CRT < 2 detik
- Kulit
Kulit tampak sedikit kering, penurunan turgor kulit , tidak ada edema, kemerahan
maupun lesi
14. Pemeriksaan perkembangan
Klien tidak mengalami gangguan perkembangan, motorik kasar maupun motorik halus
berfungsi dengan baik. Keluarga mengatakan klien tidak mengalami keterlambatan dalam
tumbuh kembang
15. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tanggal 19 November 2018
Hemoglobin :10,4 g/dL (nilai rujukan : 1,5-3 tahun 10,8-12,8g/dl. 5 tahun
10,7-14-7g/dl)
Jumlah leukosit : 17.200/µl (nilai rujukan : 4 tahun 5500-15.500/ µl)
Jumlah trombosit : 306.000/µl (nilai rujuakn 1-5 tahun 217.000-497000/ µl)
Hematokrit : 30,0 % (nilai rujukan 8 bulan – 3 tahun 35-43%. 5 tahun
31-43%)
Jumlah eritrosit : 3,78. 106/µl (nilai rujukan 8 bulan- 3 tahun 3,6-5,2. 106/ µl 5
tahun 3,7-5,7. 106/µl
Hitung jenis leukosit : 3 dift
Mid Cell (B, E, M) =4
Granulosit (s) = 77
Limfosit = 19
Golongan darah : B
HIV : non-reaktif
HbsAg : non-reaktif
Analisa Data
Implementasi Keperawatan
Pembahasan dalam bab ini mulai dari pengkajian sampai dengan pendokumentasian.
Sehingga dapat diketahui adanya kesenjangan antara teori dengan penatalaksanaan tindakan
asuhan keperawatan dalam kasus nyata. Selain itu juga dapat diketahui adanya faktor
penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan asuhan keperawatan An. R dengan Appendisitis
Akut.
4.1 Pembahasan Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses keperawatan yaitu
suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi
usaha pengumpulan tentang status kesehatan seorang klien secara sistematik, menyeluruh,
akurat, singkat dan berkesinambungan (Muttaqin, 2010).
Penulis melakukan pengkajian kepada pasien dengan pendekatan kepada pasien, keluarga
pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 November 2018
dengan menggunakan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi
dokumentasi baik perawatan maupun medis. Pengkajian pre operasi An. R didapatkan data
nyeri akut, resiko kekurangan volume cairan dan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan nutrisi.
1. Identitas
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kelompok usia yang paling banyak menderita
appendisitis adalah kelompok usia 17-25 tahun (remaja akhir) sebanyak 38,9% menderita
appendisitis akut dan 27,8% menderita appendisitis perforasi. Resiko perforasi meningkat
pada anak kurang dari 5 tahun diakibatkan pendidingan yang kurang sempurna, omentum
belum berkembang dan waktu diagnosis yang lama karena anak kurang dapat
menjelaskan gejala yang dirasakan (Windy & Sabir, 2016).
Hal ini terkait dengan kasus An. R dimana usia berumur 4 tahun, usia ini sangat
berisiko untuk perforasi akibat penyakit yang dideritanya.
2. Pengkajian pola gordone:
a. Pola nutrisi dan cairan
1) Sebelum sakit klien makan 3x sehari dengan porsi kecil setiap makan dengan
jenis makanan nasi, lauk dan sayur. Minum ± 4 gelas sehari dengan jenis
minuman air putih dan air gula.
2) Saat sakit An. R makan 1-5 sendok makan dengan frekuensi 3x sehari. Klien
merasakan mual dan muntah 1x (berisi cairan dan sedikit makanan) serta tidak
nafsu makan. Minum hanya 1 gelas dengan jenis minuman air putih dan air gula.
b. Pola eliminasi
1) Sebelum sakit klien BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat berwarna coklat
kekuningan berbau khas feses. BAK ± 5 kali sehari dengan warna kuning jernih
dan berbau khas urine, lancar, tidak ada nyeri saat berkemih.
2) Saat sakit, klien belum BAB selama masuk RS.BAK ± 5 kali sehari namun
jumlah haluaran sedikit warna kuning dan berbau khas urine, lancar, tidak ada
nyeri saat berkemih.
c. Pola aktivitas dan latihan
1) Sebelum sakit ibu klien dapat melakukan aktifitas sehari-hari sendiri secara
mandiri dan dapat bermain seperti biasanya.
2) Saat sakit klien lemas, lesu dan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-
harinya.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada An. R didapatikeadaan umum pasien tampak
lesu, lemas dan banyak berkeringat. Kesadaran composmentis, hasil TTV Nadi : 90
x/menit, RR : 22x/menit, S: 36,5ºC / axila.Berat badan 19 kg. Tinggi badan 130 cm.
Muka: inspeksi: mukosa bibir kering. Abdomen:inspeksi: tidak terdapat lesi/kemerahan,
edema, palpasi: nyeri mengeluh nyeri perut kanan bawah, kiri bawah, dan ulu hati saat
beraktivitas maupun istirahat, seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 (sedang) dan hilang
datang, auskultasi: bunyi peristaltik 10 x/menit, perkusi: saat diketuk suara timpani.
Ekstremitas; pada ekstremitas terpasang RL 20 tpm.Kulit; akral teraba hangat, kulit
kering, penurunan turgor kulit.
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada An. R data yang muncul sesuai teori yaitu
nyeri maksimal dapat ditemukan di titik McBurney pada abdomen kuadran kanan bawah.
Dapat teraba massa jika apendiks sudah perforasi (Minkes, 2013 dan DynaMed,
2013).Temuan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri lepas, nyeri pada
perkusi, dan tanda peritoneal.Walaupun nyeri abdomen kuadran kanan bawah ditemukan
pada 96 % pasien, ini bukan merupakan temuan spesifik (Craig, 2013).
Ditemukannya tanda Rovsing (nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah setelah
dilakukan palpasi atau perkusi pada abdomen bagian kiri) menunjukkan ada iritasi
peritoneal (Minkes, 2013).Untuk memeriksa tanda Psoas, baringkan anak miring ke kiri
dan hiperekstensikan sendi panggul kanan. Ditemukannya nyeri (respon positif)
mengindikasikan adanya massa inflamasi di atas otot psoas (apendisitis retrosekal)
(Minkes, 2013).Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan adanya iritasi
peritoneal antara lain dengan memerintahkan pasien sit up di tempat tidur, batuk, atau
posisi berdiri dan jongkok begantian. Akan timbul nyeri yang mengindikasikan adanya
iritasi peritoneum (Minkes, 2013).
Menurut PAS (Pediatric Appendicitis Score) (Bhatt, 2008):
Indikator Diagnostik Nilai Skor
Nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat 2
Penurunan nafsu makan 1
Peningkatan suhu tubuh 1
Mual/ muntah 1
Nyeri perut kuadran kanan bawah 2
Leukositosis lebih dari 10.000 1
Neutrofilia 1
Migrasi nyeri 1
Total 10
Anak dengan keluhan nyeri abdomen dengan PAS (Obinna, 2011 dan Wesson, 2014):
1) PAS < 5 berisiko rendah untuk terjadi apendisitis. Anak dengan PAS < 5 dapat
dirawat jalan. Namun, nyeri perut yang menetap atau adanya keluhan tambahan lain
harus dievaluasi ulang.
2) PAS > 9 berisiko tinggi untuk terjadi apendisitis komplikata. Anak dengan PAS > 9
harus dioperasi apendektomi.
3) PAS 6 – 8 lebih sering dijumpai apendisitis sederhana.Anak dengan PAS 6 – 8 juga
dioperasi apendektomi.
Selain itu, menurut Lee (2013) gejala klasik hanya dijumpai pada 55 % kasus, yaitu
jika apendiks berada di anterior. Gejala diawali oleh nyeri perut di periumbilikus yang
memberat dalam 24 jam. Nyeri menjadi lebih tajam dan berpindah ke fosa iliaka kanan,
lalu menetap.
Ditemukan juga gejala hilangnya nafsu makan, mual, muntah, dan konstipasi (Lee,
2013 dan DynaMed, 2013). Berdasarkan sebuah penelitian, muntah dan demam lebih
sering ditemukan pada anak dengan diagnosis apendisitis daripada penyebab lain nyeri
abdomen (Minkes, 2013).Namun, pada An. R tidak ditemukan adanya tanda dan gejala
seperti demam (peningkatan suhu tubuh), neutrofilia, dan konstipasi.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
An. R ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan USG.
1) USG
Diagnosis apendisitis ditegakkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan ultrasonography (USG) (Windy & Sabir,
2016).USG sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang
diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala apendisitis. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dai
90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendisitis akut adalah
appediks dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu
appendicolith, adanya cairan atau massa periappendik.
2) CT-Scan
CT Scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.
a. Pemeriksaan Laboratorium
An. R dilakukan pemeriksaan darah lengkap dimana dalam kasus ini hasil
laboratorium yang dilihat yaitu Leukosit. An. R terjadi peningkatan leukosit 17.200
/µL. Pada pemeriksaan laboratorium, jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada
lebih dari 90% anak dengan apendisitis akut. Jumlah leukosit yang normal jarang
ditemukan pada pasien dengan appendisitis.Kadar leukosit secara signifikan lebih
tinggi pada kasus perforasi dibandingkan dengan tanpa perforasi. Leukositas pada
pasien appendicitis akut dapat mencapai 10.000-18.000 sel/mm3 dan jika >18.000
sel/mm3 maka umumnya terjadi peritonitis akibat perforasi (Windy & Sabir, 2016).
Pasien dengan appendisitis pada umumnya mengalami leukositosis yaitu peningkatan
jumlah leukosit diatas 10.000 sel.mm3 (Windy & Sabir, 2016).Peningkatan
persentase jumlah neutrofil dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis
klinis appendisitis.
4.2 Pembahasan Diagnosa
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologis (inflamasi)
Menurut teori Potter & Perry, nyeri merupakan suatu alasan yang paling umum orang
untuk mencari perawatan kesehatan.Nyeri juga merupakan sumber penyebab frustasi,
baik klien maupun bagi tenaga kesehatan. Asosiasi Internasional untuk penelitian nyeri
(International Association For The Study Of Pain, IASP) mendefinisikan nyeri sebagai
pengalaman sensorik dan emosional, yang sangat tidak menyenangkan yang berkaitan
dengan jaringan yang sudah terjadi atau berpotensi terjadinya kerusakan, nyeri juga
subjektif dimana hal ini merupakan sensasi yang bersifat emosional dan subjektif. Nyeri
juga dapat merupakan faktor utama yang menghambat kemampuan dan keinginan
individu untuk pulih dari suatu penyakit (Potter & Perry,2012).
Untuk perencanaan dalam mengatasi masalah pada pasien yang dengan keluhan nyeri,
perlu dilakukannya suatu pelayanan asuhan keperawatan. Dalam asuhan keperawatan
terdapat beberapa proses keperawatan yaitu suatu pengkajian hingga evaluasi. Dalam
penanganan nyeri, perawat berperan penting dalam mengkaji dan menyediakan intervensi
yang tepat.Dalam memberikan intervensi keperawatan, perawat memfokuskan pada
penurunan nyeri. Perawat perlu melakukan suatu pengkajian nyeri terlebih dahulu pada
pasien, dengan adanya suatu pengkajian akan memudahkan perawat dalam memberikan
manajemen nyerinya. Nyeri seharusnya dikaji secara rutin dan terstruktur.Pengkajian
yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya untuk mencari solusi
yang tepat dalam memberikan manajemen nyeri nya, untuk itu pengkajian harus selalu
dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari
nyeri yang dirasakan oleh pasien (Priambodo,2016).
Pada An. R, saat dilakukan pengkajian keperawatan, keluhan utama An. R yaitu
mengeluh nyeri perut kanan bawah, kiri bawah, dan ulu hati saat beraktivitas maupun
istirahat, seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 6 (sedang) dan hilang datang, sehingga nyeri
diangkat sebagai diagnosa keperawatan pertama.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh merupakan keadaan dimana
asupan nutrisi tidak memenuhi kebutuhan metabolik seseorang (Nurarif, 2015). Pada An.
R, ia mengeluh mual (+), muntah (+) sebanyak 1 kali berisi cairan, nafsu makan
menurun, makan hanya sedikit. Hal diatas sudah termasuk dalam batasan karaktersitik
berdasarkan NANDA NIC-NOC.
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan olehtubuh yang
bertujuan menghasilkan energi dandigunakan dalam aktivitas tubuh. Nutrisi adalah zat-
zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk
keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan
dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan- bahan dari lingkungan hidupnya
dan menggunakan bahan- bahan tersebut untukaktivitas penting dalam tubuh serta
mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan,
zat-zat gizi dan zat-zat gizi lain yang terkandung, aksi, reaksi dan keseimbangan yang
berhubungan dengan kesehatan dan penyakit (Tarwoto &Wartonah, 2010).
Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam tubuh berasal dari dalam tubuh
sendiri seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan
lemak dalam jaringan dan sumber lain yang berasal dari luar tubuh seperti yang sehari-
hari dimakan oleh manusia. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi, yaitu
pengetahuan,prasangka, kebiasaan, kesukaan, ekonomi (Hidayat, 2006).
Abraham Masslow mengatakan bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang
harus dipenuhi untuk mencapai kebutuhan tertinggi. Kebutuhan manusia dapat
digolongkan menjadi lima tingkat kebutuhan yaitu: kebutuhan keamanana dan
kebutuhan fisiologis (oksigen, makanan, air, tidur) dan suhu tubuh relatif konstan.
Salah satu kebutuhan dasar yang harus diperhatikan dalam asuhan pada klien
adalah kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan diri pada An. R dengan penyakit
Appendisitis.
3. Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan, ketidakseimbangan yang
berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau kekurangan (Wartonah, 2004)
Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit volume cairan merupakan
suatu kondisi ketidak seimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit di
ruang ekstrasel, namun proporsi antara keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati
normal. Kondisi ini dikenal dengan hipovolemia (Iqbal, 2007).
Keseimbangan dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa meliputi
cairan total tubuh dijelaskan dalam presentase berat badan, presentase ini beragam
pada setiap usia yaitu pada bayi, cairan total tubuh adalah 80% berat badan. Pada usia
3 tahun, cairan total tubuh adalah 65% berat badan. Pada usia 15 tahun, cairan total
cairan tubuh adalah 60% berat badan. Cairan total tubuh terdiri atas cairan dan
elektrolit yang didistribusikan diantara kompartemen cairan ekstraselular dan
intraselular. Cairan intrasellar (CIS) mencakup seluruh cairan didalam dinding sel,
kalium merupakan elektrolit utama CIS. Cairan ekstraselular (CES) mencakup semua
cairan yang berada diluar dinding sel (mis plasma, limfe, dan cairan serebrospinal),
natrium merupakan elektrolit utama CES (Muscari, 2005).
Perawat melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi klien yang berisiko tinggi atau
yang memperlihatkan adanya tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan. Pelaksanaan
pengkajian sangat penting. Pengkajian cairan membantu perawat dalam mengantisispasi
kebutuhan klien akan suatu asuhan keperawatan. Salah satu fungsi pengkajian
keperawatan yang paling penting adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor resiko
terjadinya ketidakseimbangan cairan. Perawat mengumpulkan riwayat keperawatan
yang berisi informasi mengenai masalah kesehatan klien dimasa lalu atau yang baru
saja terjadi, yang dapat menyebabkan resiko seperti terjadinya ketidakseimbangan (USU,
2011).
4.3 Pembahasan Perencanaan
1. Nyeri akutb.d agen cidera biologis (inflamasi)
Klien dengan appendisitis merasakan nyeridi titik McBurney pada abdomen kuadran
kanan bawah.Hal tersebut butuh penangan yang benar sehingga dapat mengatasi nyeri
yang klien rasakan. Menurut Maslow, seorang pelopor psikologi mengatakan bahwa
kebutuhan rasa nyaman merupakan kebutuhan dasar setelah kebutuhan fisiologis yang
harus terpenuhi. Seorang yang mengalami nyeri akan berdampak pada aktifitas sehari-
harinya.
Orang tersebut akan terganggu pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidurnya,
pemenuhan individual, juga aspek interaksi sosialnya yang dapat berupa menghindari
percakapan, menarik diri, dan menghindari kontak.Selain itu, seorang yang mengalami
nyeri hebat akan berkelanjutan, apabila tidak ditangani pada akhirnya dapat
mengakibatkan syok neurologik orang tersebut (Istichomah, 2007).
Andra, S,W., Putri, Y.M (2013). Keperawatan Medkal Bedah (keperawatan Dewasa).
Yogyakarta:Nuha Medika.
Arifin, D.S. (2014). Asuhan Kepawatan Pada an.F dengan Post Operasi Apendictomy et cause
Apendisitis Akut Hari ke 2-3 di Runag Dahlia Rumah Sakit Dr. R. Goetong
Taorenadibrata Pubralingga. Skripsi. Purwekerto, Universitas Muhammadiyah
Purwekerto.
Mansjoer, A. (2007). Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid II. Jakarta : Medis Aesculapius
Nurrif, A.H.(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatn Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction.
Sanyoto, D. (2007). Masa Remaja dan Dewasa Bunga Rampai Masalah Kesehatan dari dalam
Kandungan Sampai Lanjut Usia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Sjamsuhidajat, R., De Jong, W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.
Wim De Jong., et al. (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Bahren, dkk. (2014). Majalah Kesehatan Muslim: Menjaga Kesehatan di Musim Hujan. DI.
Yogyakarta: Pustaka Muslim.
Bhatt M. (2008). Prospective validation of the pediatric appendicitis score in a Canadian
pediatric emergency department. Thesis, McGill University.
Craig S. Appendicitis. Medscape reference. http://emedicine.medscape.com/article/773895. Di
akses tanggal 25 November 2018.
DynaMed. (2013). Appendicitis. http://search.ebscohost.com. Di akses tanggal 25 November
2018.
Hafiduddin, Muhammad dan Muhammad Azlam. (2016). Hubungan antara pengetahuan tentang
manfaat cairan dengan perilaku konsumsi air putih. Profesi, 13(2):39.
Hapsari, Oqi, Bintang., Apoina,Kartini. (2013). Pengaruh minuman karbohidrat elektrolit
terhadap produktivitas pekerja. Journal of Nutrition College, 2 (4).
Hardisman. (2013). Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik: Update dan
Penyegar. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(3).
Hidayat, Aziz, Alimul., Musrifatul Uliyah. (2015). Pengantar kebutuhan dasar manusia edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat. A. Aziz Ahmul. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Aplikasi
Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Istichomah. (2007). Pengaruh Teknik Pemberian Kompres Terhadap Perubahan Skala Nyeri
Pada Klien Kontusio di RSUD Sleman. http://p3m.amikom.ac.id/p3m/85%20-
%20PENGARUH%20TEKNIK%20PEMBERIAN%20KOMPRES%20SKALA%20NY
ERI%20PADA%20KLIEN%20KONTUSIO%20DI%20RSUD%20SLEMAN.pdf.
Diakses tanggal 25 November 2018.
Judith M, Wilkingston. (2013). Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosa NANDA, intervensi
NIC, kriteria hasil NOC. Diahli bahasakan oleh Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC.
Lee SL. (2013). Vermiform appendix. Medscape reference.
http://emedicine.medscape.com/article/195652-overview. Di akses tanggal 25 November
2018.
Leksana, Eri. (2015). Strategi Terapi Cairan pada Dehidrasi. SMF Anestesi, 42(1): 71.
Minkes, R.K., Betchel, K.A., Billmire, D.F.. (2013). Pediatric appendicitis. Medscape reference.
http://emedicine.medscape.com/article/926795. Di akses tanggal 25 November 2018.
Mubarak, Wahid Iqbal. (2007). Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit. Jakarta: EGC.
Muscari, Mary E. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EG.
Muttaqin, Arif. (2010). PengkajianKeperawatanaplikasidalampraktikklinik. Jakarta: Salemba
Medika.
Myburgh, John A., MB, B.Ch., Ph.D., dan Michael G. Mythen. Resusictation Fluids. The New
England Journal of Medicine, 369(13): 452.
Obinna O, Adibe, Oliver J, et al. (2010). Severity of appendicitis corelates with the pediatric
appendicitis score. Pediatr Surg Int, 27:655-658. Di akses tanggal 25 November 2018.
Porter, Dawn C., Gujarati, Damodar. (2010). Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba
Empat
Potter, P.A & Perry A.G. (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC.
Priambodo, A.P. (2016). Pengkajian Nyeri pada Pasien Kritis dengan Menggunakan Critical Pain
Observation Tool(CPOT) di Intensive Care Unit (ICU).
jkp.fkep.unpad.ac.id/index.php/jkp/article/view/239. Di akses tanggal 25 November 2018.
Putriana, Dittasari., Fillah Fithra Dieny. (2014). Konsumsi cairan priode latihan dan status
hidrasi setelah latihan pada atlet sepak bola remaja. Journal of Nutrition College, 3 (4):
691.
Saputra, Lyndon. (2012). Pengantar Kebutuhan Manusia. Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara
Publikasi.
Tarwoto & Wartonah. (2004). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 1.
Jakarta: Salemba Jakarta.
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 4.
Jakarta: Salemba Jakarta.
Wesson DE, Singer JI, Wiley JF. (2014). Acute appendicitis in children.
http://www.uptodate.com/contents/acute-appendicitis-in-children. Di akses tanggal 25
November 2018.
Windy C.S & Sabir. (2016). Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit dan Platelet
Distributuon Width (PDW) Pada Apendisitis Akut dan Apendisitis Perforasi Di Rumah
Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol 2 No 2; 1-72.