Referat Tonsilitis 2
Referat Tonsilitis 2
Penyusun,
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
EMBRIOLOGI
ANATOMI
Dalam pengertian sehari-hari yang dimaksud dengan tonsil adalah tonsila palatina,
sedang tonsila faringeal lebih dikenal sebagai adenoid.
Untuk kepentingan klinis, faring dibagi menjadi 3 bagian utama: nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Satu pertiga bagian atas atau nasofaring adalah bagian
pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak kecuali palatum molle bagian bawah. Bagian
tengah faring disebut orofaring, meluas dari batas bawah palatum molle sampai permukaan
lingual epiglotis. Bagian bawah faring dikenal dengan nama hipofaring atau laringofaring,
menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas yang terpisah dari saluran pencernaan bagian
atas.
Pada orofaring yang disebut juga mesofaring, terdapat cincin jaringan limfoid yang
melingkar dikenal dengan Cincin Waldeyer, terdiri dari Tonsila pharingeal (adenoid), Tonsila
palatina, dan Tonsila lingualis.
1. Pharyngeal tonsil
2. Palatine tonsil
3. Lingual tonsil
4. Epiglottis
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid
yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur
seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya.
Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai
bursa faringeus.
Adenoid terletak pada nasofaring yaitu pada dinding atas nasofaring bagian belakang.
Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior,
walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius Pada masa
pubertas adenoid ini akan menghilang atau mengecil sehingga jarang sekali dijumpai pada
orang dewasa. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid
akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.
Apabila adenoid membesar maka akan tampak sebagai sebuah massa yang terdiri dari
4-5 lipatan longitudinal anteroposterior serta mengisi sebagian besar atas nasofaring.
Berlainan dengan tonsil, adenoid mengandung sedikit sekali kripta dan letak kripta tersebut
dangkal. Tidak ada jaringan khusus yang memisahkan adenoid ini dengan m. konstriktor
superior sehingga pada waktu adenoidektomi sukar mengangkat jaringan ini secara
keseluruhan. Adenoid mendapat darah dari cabang-cabang faringeal A. Karotis interna dan
sebagian kecil dari cabang-cabang palatina A. Maksilaris. Darah vena dialirkan sepanjang
pleksus faringeus ke dalam V. Jugularis interna. Sedangkan persarafan sensoris melelui N.
Nasofaringeal yaitu cabang dari saraf otak ke IX dan juga melalui N. Vagus.
Tonsila Lingualis
Merupakan kumpulan jaringan limfoid yang tidak berkapsul dan terdapat pada basis
lidah diantara kedua tonsil palatina dan meluas ke arah anteroposterior dari papilla
sirkumvalata ke epiglottis. Jaringan limfoid ini menyebar ke arah lateral dan ukurannya
mengecil. Dipisahkan dari otot-otot lidah oleh suatu lapisan jaringan fibrosa. Jumlahnya
bervariasi, antara 30-100 buah. Pada permukaannya terdapat kripta yang dangkal dengan
jumlah yang sedikit. Sel-sel limfoid ini sering mengalami degenerasi disertai deskuamasi sel-
sel epitel dan bakteri, yang akhirnya membentuk detritus.
Tonsila lingualis mendapat perdarahan dari A. Lingualis yang merupakan cabang dari
A. Karotis eksterna. Darah vena dialirkan sepanjang V. Lingualis ke V. Jugularis interna.
Aliran limfe menuju ke kelenjar servikalis profunda. Persarafannya melalui cabang lingual N.
IX.
Tonsila Palatina
Anterior : M. palatoglosus
Posterior : M. palatofaringeus
Fossa tonsilaris di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior (arkus plalatina anterior),
sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior (arkus palatina posterior), yang
kemudian bersatu di pole atas dan selanjutnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk
palatum molle. Bagian atas fossa tonsilaris kosong dinamakan fossa supratonsiler yang
merupakan jaringan ikat longgar.
Permukaan lateral tonsil ditutupi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan
dengan fascia faringobasilaris yang melapisi M. konstriktor faringeus. Kapsul tonsil tersebut
masuk ke dalam jaringan tonsil, membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan
saraf tonsil.
Kutub bawah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis,
dimana pada bagian bawahnya terdapat folikel yang kadang-kadang membesar. Plika ini
penting karena sikatrik yang terbantuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel
tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil.
Pole atas tonsil terletak pada cekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai
plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa kecil lunak, letaknya dekat dengan ruang
supratonsil dan disebut glandula salivaris mukosa dari Weber , yang penting peranannya
dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, jaringan areolar yang lunak
antara tonsil dengan fosa tonsilaris mudah dipisahkan.
Di sekitar tonsil terdapat 3 ruang potensial yang secara klinik sering menjadi tempat
penyebaran infeksi dari tonsil. Ketiga ruang potensial tersebut adalah :
- Anterior : m. palatoglosus
Dalam ruang ini terdapat kelenjar salivarius Weber, yang bila terinfeksi dapat menyebar ke
ruang peritonsil, menjadi abses peritonsil.
2. Ruang retromolar
Terdapat tepat di belakang gigi molar 3, berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh
ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m. Buccinator, sementara pada
bagian postero-medialnya terdapat m. Pterygoideus internus dan bagian atas terdapat
fasikulus longus M. temporalis. Bila terjadi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan
gejala utama trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses
peritonsil.
- Inferior : Os hyoid
Ruang parafaring ini terbagi 2 (tidak sama besar) oleh prosesus styloideus dan otot-otot yang
melekat pada prosesus styloideus tersebut :
- Ruang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena : radng tonsil, mastoiditis,
parotitis, karies gigi atau tindakan operatif.
- Ruang post-styloid, lebih kecil, di dalamnya terdapat : A. karotis interna, V. Jugularis, N.
Vagus dan saraf-saraf simpatis.
Ruang parafaring ini hanya dibatasi oleh fascia yang tipis dengan ruang retro faring.
Ruang retrofaring
Vaskularisasi Tonsil
Persarafan Tonsil
Persarafan tonsil berasal dari saraf trigeminus dan saraf glossopharingeus. Nervus
trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati ganglion
sphenopaltina yaitu n. palatina. Bagian bawah tonsil dipersarafi n. glossopharingeus.
II.2. FISIOLOGI
Fungsi jaringan limfoid faring adalah memproduksi sel-sel limfosit tetapi peranannya
sendiri dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan. Penelitian menunjukkan bahwa
tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase permulaan kehidupan terhadap infeksi
mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian
bawah.
Pada tonsil terdapat sistem imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran),
makrofag, sel dendrit, dan APCs yang berperan dalam transportasi antigen ke sel limfosit
sehingga terjadi sintesis imunoglobin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel
plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel
limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B
dan T pada tonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%.
Tonsil merupakan organ limfotik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)
menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi
antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik.
Hasil penelitian mengenai kadar antibodi pada tonsil menunjukkan bahwa perenkim
tonsil mempunyai kemampuan untuk memproduksi antibodi. Penelitian terakhir menyatakan
bahwa tonsil memegang peranan dalam memproduksi Ig-A, yang menyebabkan jaringan
lokal resisten terhadap organisme patogen.
Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai centrum germinativum,
biasanya ukurannya kecil. Setelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran
tonsil dan adenoid, yamg pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan
dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa
pubertas, terjadi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi.
Kuman-kuman patogen yang terdapat dalam flora normal tonsil dan faring tidak
menimbulkan peradangan, karena pada daerah ini terdapat mekanisme pertahanan dan
hubungan timbal balik antara berbagai jenis kuman.
Bila ada alergen, maka alergen tersebut akan bereaksi dengan IgE sehingga permukaan
sel membrannya terangsang dan terjadilah proses degranulasi. Proses ini akan menyebabkan
keluarnya histamin sehingga timbul reaksi hipersensitivitas tipe 1, yaitu atopi, anafilaksis,
urtikaria, dan angioedema.
Dengan teknik immunoperoksida, dapat diketahui bahwa IgE dihasilkan dari plasma
sel terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil.
Sedangkan mekanisme kerja IgA, bukanlah menghancurkan antigen akan tetapi mencegah
substansi tersebut masuk ke dalam proses imunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari
infeksi virus, IgA mencegah terjadinya penyakit autoimun. Oleh karena itu, IgA merupakan
barier untuk mencegah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis.
Apabila terjadi peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
waldeyer, maka dapat terjadi pembesaran tonsil, berikut pembagian menurut Thane & Cody :
T1 : batas medial tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior-uvula
T3 : batas medial tonsil melewati ½ pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula
T4 : batas medial tonsil melewati ¾ pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.
Gambar Anatomi Tonsil
II. 3. TONSILITIS
II. 3. 1. Definisi
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau Gerlach’s tonsil)
(Soepardi, 2007). Sedangkan menurut Reeves (2001) tonsilitis merupakan inflamasi atau
pembengkakan akut pada tonsil atau amandel.
II. 3. 2. Epidemiologi
II. 3. 3. Etiologi
A. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta
hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus, staphylococcus, Haemalphilus influenza,
sterptoccoccus non hemoliticus atau streptoccus viridens.
B. Bakteri merupakan penyebab pada 50% kasus. Antara lain streptococcus B hemoliticus
grup A, streptococcus, Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes.
C. Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu
menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap
infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan
meradang, menyebabkan tonsillitis. (Adam,1999; Iskandar,1993; Firman,2006)
II. 3. 4. Patofisiologi
Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,amandel berperan
sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan
menyebabkan infeksi ringan pada amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk
antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan
tonsillitis.
Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel menjadikan terkikis
dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala
tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan.Infeksi
tonsil yang ini adalah peradangan di tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses
peritonsiler). Abses besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang
intens dan demam tinggi (39C-40C).abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil
menyeberang ke tengah tenggorokan. Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga
menjadi parah.pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti
makan.
Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas,bengkak,dan kelenjar getah
bening melemah didalam daerah submandibuler, sakit pada sendi dan otot,kedinginan,
seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.Sekresi yang berlebih
membuat pasien mengeluh sukar menelan,belakang tenggorokan akan terasa mengental.Hal-
hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. (Edward,2001
Reeves,Charlene J.Roux,Gayle dkk,2001 )
II. 3. 5. Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis
1. Tonsillitis akut
Dibagi lagi menjadi 2, yaitu :
a. Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab
paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus
yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan
streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai
mati.
2. Tonsilitis membranosa
a. Tonsilitis Difteri
Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk
Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b. Tonsilitis Septik
Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga
menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara
pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
a. Gejala berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri
seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang
sama ). Gejala lain: Demam, tidak enak badan, sakit kepala, muntah.
b. Gejala tonsillitis antara lain : pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan,
tenggorokan terasa kering, pernafasan bau, pada pemeriksaan tonsil membesar dengan
permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus, tidak nafsu makan, mudah lelah,
nyeri abdomen, pucat, letargi, nyeri kepala, disfagia (sakit saat menelan), mual dan muntah.
c. Gejala pada tonsillitis akut : rasa gatal/ kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi odinafagia,
anoreksia, otalgia, suara serak (bila laring terkena), tonsil membengkak
d. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit menelan,
kadang – kadang muntah. Tonsil kepala dan sakit pada bengkak, panas, gatal, sakit pada otot
dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit telinga. Pada tonsillitis dapat
mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
(Megantara, 2006; Mansjoer, 1999; Hembing, 2002)
II. 3. 7. Diagnosis
II. 3. 8. Penatalaksanaan
c. Perawatan paska-bedah
1) Berbaring kesamping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2) Memantau tanda-tanda perdarahan:
1. Menelan berulang
2. Muntah darah segar
3. Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3) Diet
a) Memberikan cairan bila muntah telah reda.
1. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman
dari adanya kepingan kecil)
2. Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan)
b) Menawarkan makanan
1. Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.
2. Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada pagi
hari setelah perdarahaan.
3. Hindari jus jeruk,minuman panas, makanan kasar atau banyak bumbu selama 1
minggu
c) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
1. Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
2. Memberikan analgesik (hindari aspirin)
3. Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
4. Minum 2-3 liter / hari sampai bau mulut hilang.
d) Mengajari pasien mengenal hal berikut
1. Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera
selama 1-2 minggu
2. Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
3. Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8
setelah operasi. (Firman,2006; Mansjoer,1999)
II. 3. 9. Komplikasi
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Boies A, dkk. 1997. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 . Jakarta. Penerbit EGC
2. Efiaty Arsyad Soepardi, dkk. 1990. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorok . Balai Penerbit FKUI. Edisi ke-5. Jakarta