Anda di halaman 1dari 20

KAJIAN AKTIVITAS ANTIIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG

BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus fuciphagus)


DENGAN METODE DPPH

Usul Penelitian
Untuk memenuhi persyaratan melakukan
Penelitian dalam rangka penyusunan skripsi

Oleh
Andini Utami
NIM SF15008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
BANJARBARU

NOVEMBER 2018

i
1

KAJIAN AKTIVITAS ANTIIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG


BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus fuciphagus) DENGAN
METODE DPPH

I. LATAR BELAKANG

Burung walet merupakan salah satu jenis burung yang menghasilkan

produk sarang. Burung walet membangun sarang dari sekresi saliva kental oleh

kelenjar sativa burung walet jantan. Sarang tersebut berfungsi sebagai tempat

berkembang biak, meletakan telur dan merawat burung sampai dapat terbang

(Guo, et al., 2006). Burung walet merupakan burung yang dapat membuat sarang

menggunakan air liurnya. Sarang yang dihasilkan tersebut bersifat edible nest

(sarang yang dapat dimakan) (Nuroini, 2013).

Menurut Hobbs dalam Ma dan Liu (2012), Indonesia berada pada

peringkat pertama sebagai Negara penghasil sarang walet terbesar dan Malaysia

berada pada tingkat kedua. Negara lain yang merupakan pesaing Indonesia adalah

Thailand, Vietnam, Singapura, Myanmar, Malaysia, Srilangka dan India. Sarang

burung walet dari Negara tersebut merupakan komoditas ekspor yang menjanjikan

(Alfianto & Kowa, 2016). Adapun pemanfaatan sarang burung walet di Indonesia

belum banyak dilakukan dan dikembangkan. Lebih dari 75% kebutuhan dunia

akan sarang burung walet dipenuhi oleh Indonesia. Sisanya dipenuhi oleh

Vietnam, Thailand, Malaysia, Myanmar, Cina bagian selatan, dan Filipina

(Panduan Lengkap Walet, 2011).

Di Asia sarang burung walet (edible bird’s nest) secara tradisional

banyak dimanfaatkan untuk memelihara kesehatan. Edible bird’s nest dihasilkan


2

dari spesies burung walet yang banyak ditemukan di Asia seperti Thailand,

Indonesia, dan Malaysia (Hamzah, et al., 2013). Kualitas sarang burung walet

disetiap daerah sangat beragam, dan sangat dipengaruhi oleh faktor habitat makro

dan mikro burung walet. Habitat makro dari sarang burung walet meliputi daerah

tempat burung tersebut mencari makan. Adapun habitat mikro burung walet yaitu

tempat tinggal, tempat bersarang, dan faktor kelembaban serta suhu yang serupa

(Umar, 2017). Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terjadi kemungkinan bahwa

sarang burung walet antar daerah di Indonesia juga memiliki kandungan yang

berbeda disetiap daerahnya.

Sarang burung walet dapat berkhasiat sebagai antioksidan, antiinflamasi,

dan dapat memperkuat tulang. Edible bird’s nest mengandung banyak senyawa

bioaktif yang bertanggung jawab atas efek kesehatan, termasuk glukosamin,

laktoferin, asam sialik, asam amino, asam amino, triasilgliserol, vitamin, mineral,

dan antioksidan lainnya (Yida, et al., 2014). Menurut laporan Elfita (2014),

menemukan bahwa 16 asam amino yang terkandung dalam Sarang Burung Walet

terdapat 7 jenis asam amino essensial yang terkandung dalam sarang burung

walet. Salah satunya adalah peptide yang dihasilkan dari pencernaan makanan

yang mengandung protein telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan (Power, et

al., 2012). Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu

atau lebih elektron kepada radikal bebas reaktif, sehingga membentuk radikal

bebas yang tidak reaktif dan relatif lebih stabil (Brewer, 2011).

Sudah banyak penelitian tentang uji aktifitas farmakologis dari ekstrak

sarang burung walet, tetapi sedikit sekali yang dilaporkan tentang kajian aktivitas
3

antioksidan dari ekstrak air sarang burung walet putih. Sehingga, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian yang bertujuan agar mengetahui seberapa besar

aktivitas antioksidan yang terdapat didalam ekstrak air sarang burung walet

dengan menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil).

II. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka perumusan

masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apakah ekstrak air sarang bururng walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal

Kalimantan Tengah memiliki potensi aktivitas antioksidan?

b. Berapakah besar konsentrasi optimal dalam aktivitas antioksidan dari ekstrak

air sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal Kalimantan

Tengah?

III. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui potensi aktivitas antioksidan pada ekstrak air sarang burung

walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal Kalimantan Tengah.

b. Mengetahui konsentrasi optimal dalam aktivitas antioksidan dari ekstrak air

sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal Kalimantan Tengah.


4

IV. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat terkait

aktivitas antioksidan dari ekstrak air sarang burung walet putih (Aerodramus

fuciphagus).

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

terkait denga sumber antioksidan alami yang berasal dari produk hewani.

c. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk penelitian lebih

lanjut tentang aktivitas antioksidan dengan metode yang lebih optimal.

V. TINJAUAN PUSTAKA
5.1. Sarang Burung Walet
Walet adalah burung pemakan serangga yang bermigrasi dari

samudra Hindia melalui Asia Tenggara dan Australia Utara Hingga ke

Samudra Pasifik. Diantara berbagai jenis walet dalam genus Collocalia,

hanya terdapat empat spesies yang berhabitat di Asia Tenggara. Spesies

tersebut mampu menghasilkan sarang dengan nilai komersial, karena di

konsumsi oleh manusia. Spesies yang dimaksud adalah Collocalia

fuciphaga, Collocalia maxima, Collocalia germanis, dan Collocalia

unicolor. Spesies burung walet merupakan salah satu komoditi yang

memberikan kontribusi besar terhadap perolehan devisa ekspor nonmigas

(Elfita, 2014).

Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet yang

disekresikan oleh kelenjar ludah burung walet (Liu et al., 2012). Sebagai
5

bahan makanan, sarang burung walet mengandung gizi yang lengkap

dengan nilai yang tinggi. Sarang burung walet mengandung kalori, protein,

lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin, dan mineral. Asam amino yang

dikandung dalam sarang walet juga lengkap, mulai dari asam amino

esensial, asam amino semi esensial, dan asam amino non esensial. (Panduan

Lengkap Walet, 2011). Menurut Aswir (2011), Sarang Burung Walet adalah

sarang yang terbuat dari saliva burung walet yang mengering dan dibuat saat

musim kawin. Berbeda dengan sarang burung pada umumnya, Sarang

Burung walet dapat dikonsumsi.

Gambar 1. Sarang Burung Walet


(Dokumentasi Umar, 2017)

5.2. Klasifikasi Burung Walet Putih


Berdasarkan taksonominya, walet diklasifikasikan sebagai

Berikut (Panduan Lengkap Walet, 2011):

Kingdom : Animalia

Fillum : Chordata

Subfillum : Vertebrata

Kelas : Aves
6

Ordo : Apodiformes

Familia : Apodidae

Genus : Collocalia

Spesies : fuciphaga

5.3. Morfologi Sarang Burung Walet


Sarang burung walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki

sarang, fondasi sarang, dinding sarang, bibir sarang, dan dasar sarang.

Kaki sarang terletak di kedua ujung sarang walet. Jarak antar kaki berkisar

6-10 cm, tergantung ukuran sarang. Kaki sarang dibangun dari air liur

yang bertumpuk-tumpuk dan tidak beraturan karena berfungsi sebagai

paku yang menempel pada papan sirip dan tempat sarang menggantung.

Kedua kaki sarang dihubungkan oleh fondasi sarang. Fondasi sarang juga

menempel pada papan sirip. Fungsi fondasi adalah untuk mendukung kaki

dalam memperkuat sarang. Dasar sarang merupakan bagian alas sarang

sebagai tempat untuk bertelur, mengeram, dan kasur bagi anak walet

(piyik). Pada bagian ini, terdapat rongga yang suhunya lebih hangat dan

berguna saat pengeraman (Panduan Lengkap Walet, 2011).

Dinding sarang berbentuk lekukan, seperti mangkuk dan berfungsi

untuk menampung telur atau piyik. Ukuran dinding sarang bervariasi,

berkisar 2-5 cm dengan ketebalan 1-2 mm. Dinding sarang dibangun dari

serat-serat air liur yang sejajar dan melekat satu sama lain. Bibir sarang

merupakan bagian luar dari sarang yang berbentuk huruf U, seperti

setengah lingkaran. Ketebalan bibir sarang sekitar 1-2 mm untuk bagian

muka, sedangkan ketebalan bagian samping yang menghubungkan bagian


7

kaki lebih besar. Fungsi bibir sarang yaitu sebagai batas sehingga telur

atau piyik tidak mudah jatuh dari sarang (Panduan Lengkap Walet, 2011).

5.4. Kandungan dan Manfaat Sarang Burung Walet


Sarang burung walet sudah berabad-abad digunakan dalam Ilmu

Pengobatan Tradisional China (Traditional Chinese Medicine) sebagai

makanan tambahan yang menyehatkan. Penelitian tentang sarang burung

walet menemukan beberapa kandungan zat didalamnya, yaitu 50-60%

protein, 25% karbohidrat, dan 10% air. Pada tahun 1987 telah diketahui

bahwa sarang burung walet mengandung “cell division including

hormone” dan “epidermal growth factor” yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan dan diferensiasi sel, meliputi jaringan pertumbuhan,

regenerasi sel, dan kekebalan tubuh.

Menurut laporan Elfita (2014), menemukan bahwa 16 asam

amino yang terkandung dalam Sarang Burung Walet terdapat 7 jenis asam

amino essensial yang terkandung dalam sarang burung walet. Serin

merupakan asam amino dengan kadar tertinggi (4,556%), Fenil alanine

(4,486%), Asam aspartate (4,480%), dan yang terendah adalah asam

amino metionin (0,482%).

Tabel 1. Asam Amino yang Terkandung dalam Sarang Burung Walet

Nama Total Asam Amino


Asam Amino Essensial
Histidin 2,309%
Leusin 3,839%
Treonin 3,819%
Valin 3,931%
Metionin 0.482%
Isoleusin 1,796%
8

Fenil alanine 4,486%


Asam Amino Non Essensial
Asam Serin 4,556%
Aspartate 4,480%
Arginin 3,929%
Lisin 2,343%
Prolin 3,637%
Asam glutamate 3,647%
Glisin 1,868%
Alanin 1,309%
Tirosin 3,918%
Sumber : (Elfita, 2014).

5.5. Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari

radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme oksidatif, yaitu

hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi di dalam

tubuh. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa senyawa antioksidan

mengurangi risiko terhadap penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit

jantung koroner (Amrun et al., 2007). Secara umum antioksidan

dikelompokan menjadi 2 yaitu, antioksidan enzimatis dan non-enzimatis.

Antioksidan enzimatis masih dibagi menjadi dua kelompok yaitu :

1. Antioksidan larut lemak, seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid,

quinon, dan bilirubin.

2. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, dan

protein pengikat logam.

5.6. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH


Metode DPPH digunakan untuk mengevaluasi kemampuan

antioksidan untuk mengikat radikal bebas yang merupakan faktor utama

dalam kerusakan biologis yang disebabkan oleh reaksi oksidasi. Uji ini
9

memberikan informasi mengenai kemampuan antioksidan dari senyawa

yang diujikan (Suhanya, et al., 2009). DPPH merupakan radikal bebas

yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi

aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstra bahan alam.

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa

DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna

dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai

absorbansi sinar tampak dari Spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah

pembentukan a,a-diphenyl-b-picrylhidrazine, melalui kemampuan

antioksidan menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH

setelah direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan

yang semakin besar pula (Yanuar,2002).

Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan dengan IC50

(Inhibitiry Concentration). IC50 adalah bilangan yang menunjukan

konsentrasiekstrak yang mampu menghambat aktivitas DPPH sebesar

50%. Semakin kecil nilai IC50 bearti makin tinggi aktivitas antioksidan

(Blois, 1958). Nilai IC50 < 50 ppm menunjukan kekuatan antioksidan

sangat aktif, nilai IC50 50-100 ppm menunjukan kekuatan antioksidan

aktif, nilai IC50 101-250 ppm menunjukan kekuatan antioksidan sedang,

nilai IC50 251-500 ppm menunjukan antioksidan lemah, dan nilai IC50

>500 ppm menunjukan kekuatan antioksidan tidak aktif (Jun, et.al., 2003).

AAI (Antioxidant Activity Index) adalah nilai yang menunjukan besarnya


10

aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu ekstrak atau bahan uji (Helio, et

al., 2010).

VI. HIPOTESIS

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat

ditarik hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :

“Ekstrak air sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus)

berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan”.

VII. METODE PENELITIAN


7.1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik (analytic)

dengan desain penelitian eksperimen. Penelitian meliputi pengumpulan

sampel, pembuatan ekstrak, dan pengujian aktivitas antioksidan

menggunakan metode DPPH.

7.2. Instrumen Penelitian


7.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

spektrofotometer UV-Vis, sonikator, timbangan analitik, kertas

whatman, pinset, blender, freeze dry, kain kasa, dan alat-alat gelas lain

yang biasa digunakan.

7.2.2 Bahan
Sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) yang

berasal dari Kalimantan Tengah, aquabides, etanol absolut, DPPH


11

(2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil), methanol, vitamin C, NaOH, CuSO4,

asam sitrat, dan aquadest.

7.3. Variabel Penelitian


Variabel bebas : Konsentrasi dari ekstrak air sarang burung walet

putih asal Kalimantan Tengah.

Variabel tergantug : Nilai IC50 & AAI sebagai parameter efek

antioksidan dalam ekstrak air sarang burung walet

putih asal Kalimantan.

7.4. Prosedur Penelitian


Prosedur kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

7.4.1 Determinasi sampel


Tujuan dilakukannya determinasi yaitu untuk mengetahui

kebenaran bahan yang akan digunakan pada penelitian. Determinasi

sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) dilakukan di

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

7.4.2 Penyiapan sampel


Sarang burung walet putih dibersihkan dari bulu dan

kotoran yang menempel. Kemudian direndam dengan 20 ml air hingga

mengembang. Selanjutnya dikukus pada suhu rendah (maksimum

72C) selama 10-15 menit agar kandungan proteinnya tidak rusak

(Dinar, 2005) selanjutnya dihaluskan dengan blender.

7.4.3 Pembuatan ekstrak air sarang burung walet putih


Sebanyak 150 gram sampel yang telah dihaluskan dilarutkan

dalam 4,5 l aquabidest, kemudian dipanaskan (60C) selama 30 menit


12

lalu dihomogenizer 800 rpm selama 30 menit. Selanjutnya disonikasi

selama 30 menit lalu disaring dengan menggunakan 2 lapis kain kasa.

Filtrat yang diperoleh dikeringkan dengan metode pengeringan freeze

dry dan disimpan pada suhu -20C (Yida, 2014 dan Liu et al., 2012).

7.4.4 Uji pendahuluan antioksidan


Ekstrak air sarang burung walet masing-masing ditotolkan

pada kertas Whatman kemudian disemprotkan dengan pereaksi DPPH

0,1% dalam metanol. Diamati bercak yang memberikan warna kuning

cukup intensif dalam waktu 30 menit.

7.4.5 Analisis kualitatif ekstrak air sarang burung walet putih


7.4.5.1 Reaksi biuret (uji protein)
Sebanyak 2 gr bahan uji ditambahkan 2 mL larutan

NaOH 2 M, kocok perlahan. Lalu tambahkan 10 tetes larutan

CuSO4 0,1 M. Amati perubahan yang terjadi. Perubahan warna

menjadi warna ungu menunjukkan hasil uji positif

mengandung protein (Auterhoff, 2002).

7.4.5.2 Reaksi xanthoprotein (Uji protein asam amino)


Sebanyak 2 ml asam sitrat pekat ditambahkan

dengan hati-hati ke dalam larutan sampel, dikocok dan diamati

perubahan warnanya. Setelah dicampur akan terjadi endapan

putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan.

Reaksi positif menandakan adanya asam amino (Sumardjo,

2009).
13

7.4.6 Analisis kuantitatif ekstrak air sarang burung walet putih


7.4.6.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,5 mM
Sebanyak 19,7 mg DPPH (BM 394,32) dilarutkan

dengan etanol absolut dalam labu ukur 100 mL, kemudian

dicukupkan volumenya dengan etanol absolut sampai garis

tanda, kemudian dimasukkan dalam botol gelap.

7.4.6.2 Pembuatan larutan blanko


Larutan DPPH 0,5 mM dipipet sebanyak 5 mL,

kemudian dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, dicukupkan

dengan etanol sampai garis tanda.

7.4.6.3 Pembuatan larutan uji ekstrak air sarang burung


walet putih
Sebanyak 25 mg ekstrak air sarang burung walet

putih dimasukan ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian

dicukupkan volumenya dengan air sampai tanda batas.

Selanjutnya dari larutan induk tersebut dibuat seri konsentrasi

20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, dan 80 ppm.

7.4.6.5 Pengukuran serapan dengan menggunakan


spektrofotometer UV-Vis
Larutan uji di pipet sebanyak 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL,

dan 2 mL, dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL, kemudian

ditambahkan 5 mL larutan DPPH selanjutnya volumenya

dicukupkan dengan etanol absolut sampai garis tanda. Larutan

tersebut kemudian dihomogenkan dan didiamkan selama 20

menit, selanjutnya diukur absorbansinya dengan


14

spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 517

nm.Semua pengerjaan dilakukan dalam ruangan yang terhindar

dari cahaya matahari.

7.4.6.6 Pembuatan larutan pembanding vitamin C


Sebanyak 25 mg vitamin C ditambahkan aquades

secukupnya, kemudian volume akhir dicukupkan dengan

etanol absolut hingga 25 mL. Kemudian dari larutan tersebut

dibuat seri konsentrasi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, dan 80 ppm.

7.4.6.7 Pengukuran serapan dengan menggunakan


spektrofotometer UV-Vis
Larutan uji vitamin C dipipet sebanyak 0,5 mL, 1 mL,

1,5 mL, dan 2 mL, kemudian dimasukkan kedalam labu ukur

25 mL, kemudian ditambahkan 5 mL larutan DPPH lalu

volumenya dicukupkan dengan etanol absolut sampai garis

tanda. Larutan tersebut kemudian dihomogenkan dan

didiamkan selama 20 menit, selanjutnya diukur absorbansinya

dengan spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang

517 nm. Semua pengerjaan dilakukan dalam ruangan yang

terhindar dari cahaya matahari.

7.4.6.8 Pengukuran daya antioksidan ekstrak air sarang


burung walet putih dan larutan pembanding vitamin C
Serapan diukur setelah didiamkan selama 20 menit

pada panjang gelombang 517 nm. Hasil penetapan antioksidan

dibandingkan dengan vitamin C (Zuhra, dkk., 2008).


15

7.5. Analisis Data


7.5.1 Penenentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)
Parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan

hasil dari uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH adalah

dengan nilai efficient concentration (EC50) atau sering disebut nilai

IC50. Untuk menghitung nilai IC50 diperlukan data persen inhibisi

dari pengujian yang dilakukan. Persen inhibisi dapat dihitung dengan

menggunakn rumus sebagai berikut (Ghosal & Mandal, 2012).

𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


% inhibisi = 𝑥 100%
𝐴𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜

Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang diperoleh

diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada persamaan regresi

linear. Persaman tesebut digunakan untuk menentukan nilai IC50 dari

masing-masing sampel dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai

x yang akan diperoleh sebagai IC50 (Nurjanah, et al., 2011).

7.5.2 Penentuan nilai AAI (Antioxidant Activity Index)


Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara konsentrasi DPPH

yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan niai IC50 yang

diperoleh (ppm). Nilai AAI yang < 0,5 menandakan aktivitas

antioksidan lemah, AAI > 0,5 -1 menandakan aktivitas antioksidan

sedang, AAI > 1-2 menandakan aktivitas antioksidan kuat, dan AAI >

2 menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat (Rifqi,2017).


16

VIII. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan Bulan ke
12 1 2 3 4
Perizinan X
Pengumpulan Sampel X
Ekstrasi Sampel X
Pengujian Aktivitas Antioksidan X
Analisis Data X X
Penyusunan Skripsi X X X
17

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Alfianto, E. & K.D. Kowa. 2016. Rancang Bangun Rumah Budidaya Burung
Walet Dengan Sistem Pengendalian Suhu Otomatis Sederhana
Menggunakan Arduino UNO. E-jurnal Narodroid. 2(1).

Amrun, M., U. Umiyah., E.U. Umayah. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Air Dan Ekstrak Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu (Chrysophyllum
cainito L.) dari daerah Jember. Berk. Penel. Hayati. 13: 45-50.

Aswir, A.R., & W.M. Nazaimoon. 2011. Effect of Edible Bird’s Nest On Cell
and Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α) Release In Vitro.
International Food Research Journal. 18: 1123-1127.

Auterhoff, Harry. 2002. Identifikasi Obat. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh


N.C.Sugiarso. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determinations By The Use Of A Stable Free


Radical. Journal of Nature. 181: 1199- 1200.

Brewer, M.S. 2011. Natural Antioxidants: Sources, Compounds, Mechanisms Of


Action, and Potential Applications. Comprehensive Reviews in Food
Science and Food Safety. 10: 221-247.

Dinar, D.D., N. Nasrullah., T.A. Prasetyo., 2005. Prototipe Alat Pengering Protein
(Non Vacum) Pada Industri Pencucian Sarang Walet. Jurnal Teknik
Mesin. 2:65-74.

Elfita, L. 2014. Analisis Profil Protein Dan Asam Amino Sarang Burung Walet
(Collocalia Fuchipaga) Asal Painan. Jurnal Sains Farmasi & Klinis.
1: 27-37.

Ghosal, M. & P. Mandal. 2012. Phytochemical Screening and Antioxidant


Activities of Two Selected “Bihi” Fruits Used As Vegetables In
Darjeeling Himalaya. Int. J. Pharm. Sci. 4(2).

Guo, L., Y. Wu., M. Liu., B. Wang., Y. Ge., Y. Chen. 2014. Authentication of


Edible Bird’s Nests By TaqMan-based Real-Time PCR. Food Control.
44: 220-226.

Hamzah, Z., N.H. Ibrahim., Sarijini., K. Hussin., O. Hashim., B.B. Lee. 2013.
Nutritional Properties of Edible Bird Nest. Journal of Asian Scientific
Research. 3:600-607.
Helio, F., N. Gil., C. Baptista., A.P. Duarte. 2010. Antioxidant Activity of
Lignin Phenolic Compounds Extracted from Kraft and Sulphite Black
Liquors. Journal of Moleculer. 15:9308-9322.
18

Jun, M.H.Y., J. Fong., X. Wan., C.S. Yang., C.T. Ho. 2003. Camparison of
Antioxidant Activities of Isoflavones Form Kudzu Root (Puerarua
labata). Journal Food Science Institute of Technologist. 68: 2117-
2122.

Liu, X., X. Lait., S. Zhangt., X. Huangs., Q. Lant., Y. Lit., B. Lit., W. Chent.,


Q. Zhangt., D. Hong., G. Yangt. 2012. Proteomic Profile of Edible
Bird’s Nest Proteins. Journal of Agricultural and Food Chemistr.
60:12477−12481.

Ma, Fucui., & D. Liu. 2012. Sketch of The Edible Bird’s Nest and Its Important
Bioactivities. Food Research International, 48 (2012) 559-567.

Miranda, Novindar. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Sirup Berbahan Dasar


Rosela (Hibiscus sabdariffa). Skripsi. Program Starta Satu Universitas
Pendidikan Indonesia, Bandung.

Molyneux, Philip. 2004. The Use of the Stable Free Radical


Diphenylpicrylhydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity.
Songklanakarin J. Sci. Technol. 26: 211-219.

Nurjanah, I.A. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Kerang


Pisau (Solen sp.). Jurnal Ilmu Kelautan. 16: 119-124.

Nuroini, Fitri. 2013. Efek Antiinflamasi Ekstrak Air Sarang Burung Walet Pada
Mencit Yang Diinduksi Karagenan. Tesis. Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Power, Olive., P. Jakeman, R.J. Fitzgerald. 2013. Antioxidative Peptides:


Enzymatic Production, In Vitro and In Vivo Antioxidant Activity and
Potential Applications of Milk-derivated Antioxidant Peptides.
Journal Amino Acid. 44: 797-820.

Rifqi, Ahmad. 2017. Perbandingan Metode Ekstraksi Dan Uji Aktivitas


Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocaliai.-Uciphaga)
Dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-L-L-Pikrihidrazil). Skripsi.
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Suhanya, Parthasaraty., J.B. Azizi., S. Ramanathan., S. Ismail., S. Sasidharan.,


M.I.M. Said., S.M. Mansor. 2009. Evaluation of Antioxidant and
Antibabacterial Activites of Aqueous, methanolic, and Alkoloid
Extracts from Mitragyna Speciosa (Rubiaceae Family) leaves. Journal
Molucules. 14: 3964-3974.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.
19

Tim Penulis P.S. 2011. Panduan Lengkap Walet. Penebar Swadaya, Jakarta.

Umar, C.U.P. 2017. Uji Ekstrak Sarang Burung Walet Collocalia Fuciphaga
Menggunakan Pelarut Metanol dalam Menghambat Pertumbuhan
Propionibacterium Acnes dan Candida Albicans. Skripsi. Departemen
Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar.

Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisiu,


Yogyakarta.

Yanuar, Willy. 2002. Aktivitas Antioksidan dan Immunodulator Serealia


non Beras. Skripsi. Program Strata Satu Universitas Muhammadiyah
Malang, Bogor.

Yida, Zhang., M.U. Imam., M. Ismail. 2014. In Vitro Bioaccessibility and


Antioxidant Properties of Edible Bird’s Nest Following Simulated
Human Gastro-Intestinal Digestion. Journal Of The International
Society For Complementary Medicine Research. 14:468.

Zuhra, C.F., J.B. Tarigan, H. Sihotang. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa


Flavonoid Dari Daun Katuk (sauropus androgunus L. merr.). Jurnal
Biologi Sumatera. 3: 7-10.

Anda mungkin juga menyukai