Anda di halaman 1dari 20

KAJIAN AKTIVITAS ANTIIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG

BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus fuciphagus) DENGAN


METODE DPPH

Usul Penelitian
Untuk memenuhi persyaratan melakukan
Penelitian dalam rangka penyusunan skripsi

Oleh
Andini Utami
NIM SF15008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BORNEO LESTARI


PROGRAM STUDI S-1 FARMASI
BANJARBARU

OKTOBER 2018

1
1

KAJIAN AKTIVITAS ANTIIOKSIDAN EKSTRAK AIR SARANG


BURUNG WALET PUTIH (Aerodramus fuciphagus) DENGAN
METODE DPPH

I. LATAR BELAKANG

Burung walet merupakan salah satu jenis burung yang


menghasilkan produk sarang. Burung wallet membangun sarang dari sekresi
saliva kental oleh kelenjar sativa burung walet jantan. Sarang tersebut
berfungsi sebagai tempat berkembang biak, meletakan telur dan merawat
burung sampai dapat terbang (Guo, et al., 2006). Burung walet merupakan
burung yang dapat membuat sarang menggunakan air liurnya. Sarang yang
dihasilkan tersebut bersifat edible nest (sarang yang dapat dimakan)
(Nuroini, 2013). Mayoritas sarang burung walet yang dapat dimakan dan
diperdagangkan di seluruh dunia berasal dari dua spesies, yaitu burung
walet putih (Aerodramus fuciphagus atau Collocalia fuciphaga) dan burung
walet hitam (Aerodramus maximus atau Collocalia maximus) yang
habitatnya di Kepulauan Nicobar di Samudera Hindia hingga di gua pinggir
laut daerah pesisir Thailand, Vietnam, Indonesia, Kalimantan dan
Kepulauan Palawan di Filipina (Marcone, 2005).
Menurut Hobbs dalam Ma dan Liu (2012), Indonesia berada pada
peringkat pertama sebagai Negara penghasil sarang walet terbesar dan
Malaysia berada pada tingkat kedua. Daerah penghasil sarang burung walet
di Indonesia antara lain, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara,
Sulawesi, dan Maluku (Mardiastuti, 1997). Hampir semua sarang yang
dihasilkan di Indonesia diekspor ke beberapa Negara di Asia seperti
Hongkong, Cina, Taiwan, Korea, Jepang, dan Singapura (Mardiastuti,
1997). Adapun pemanfaatan sarang burung walet di Indonesia belum
banyak dilakukan dan dikembangkan. Lebih dari 75% kebutuhan dunia akan
sarang burung walet dipenuhi oleh Indonesia. Sisanya dipenuhi oleh
2

Vietnam, Thailand, Malaysia, Myanmar, Cina bagian selatan, dan Filipina


(Panduan Lengkap Walet, 2011).
Di Asia sarang burung walet (edible bird’s nest) secara tradisional
banyak dimanfaatkan untuk memelihara kesehatan. EBN dihasilkan dari
spesies burung walet (Collocali fuciphaga) yang banyak ditemukan di Asia
seperti Thailand, Indonesia, dan Malaysia (Hamzah, et al., 2013). Kualitas
sarang burung walet disetiap daerah sangat beragam, dan sangat dipengaruhi
oleh faktor habitat makro dan mikro burung walet. Habitat makro dari
sarang burung walet meliputi daerah tempat burung tersebut mencari
makan. Adapun habitat mikro burung walet yaitu tempat tinggal, tempat
bersarang, dan faktor kelembaban serta suhu yang serupa (Umar, 2017).
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat terjadi kemungkinan bahwa sarang
burung walet antar daerah di Indonesia juga memiliki kandungan yang
berbeda disetiap daerahnya.
Sarang burung walet dapat berkhasiat sebagai antioksidan,
antiinflamasi, dan dapat memperkuat tulang. EBN mengandung banyak
senyawa bioaktif yang bertanggung jawab atas efek kesehatan, termasuk
glukosamin, laktoferin, asam sialik, asam amino, asam amino, triasilgliserol,
vitamin, mineral, dan antioksidan lainnya (Yida, et al., 2014). Menurut
laporan Elfita (2014), menemukan bahwa 16 asam amino yang terkandung
dalam Sarang Burung Walet terdapat 7 jenis asam amino essensial yang
terkandung dalam sarang burung walet (Collocalia fuciphaga). Salah
satunya adalah peptide yang dihasilkan dari pencernaan makanan yang
mengandung protein telah terbukti memiliki aktivitas antioksidan (Power, et
al., 2012). Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan
satu atau lebih elektron kepada radikal bebas reaktif, sehingga membentuk
radikal bebas yang tidak reaktif dan relatif lebih stabil (Brewer, 2011).
Sudah banyak penelitian tentang uji aktifitas farmakologis dari
ekstrak sarang burung walet, tetapi sedikit sekali yang dilaporkan tentang
kajian aktivitas antioksidan dari ekstrak air sarang burung walet putih.
Sehingga, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan agar
3

mengetahui seberapa besar aktivitas antioksidan yang terdapat didalam


ekstrak air sarang burung walet dengan menggunakan metode DPPH (2,2-
diphenyl-1-picrylhydrazil).

II. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka perumusan


masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Apakah ekstrak air sarang bururng walet putih (Aerodramus
fuciphagus) asal Kalimantan Tengah mempunyai aktivitas antioksidan?
b. Berapakah besar konsentrasi optimal dalam aktivitas antioksidan dari
ekstrak air sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal
Kalimantan Tengah?

III. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :


a. Mengetahui adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak air sarang burung
walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal Kalimantan Tengah.
b. Mengetahui konsentrasi optimal dalam aktivitas antioksidan dari
ekstrak air sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) asal
Kalimantan Tengah.

IV. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :


a. Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat
terkait aktivitas antioksidan dari ekstrak air sarang burung walet putih
(Aerodramus fuciphagus).
4

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada


masyarakat terkait denga sumber antioksidan alami yang berasal dari
produk hewani.
c. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti lain untuk penelitian
lebih lanjut tentang aktivitas antioksidan dengan metode yang lebih
optimal.

V. TINJAUAN PUSTAKA
5.1. Sarang Burung Walet
Walet adalah burung pemakan serangga yang bermigrasi dari
samudra Hindia melalui Asia Tenggara dan Australia Utara Hingga
ke Samudra Pasifik. Diantara berbagai jenis walet dalam genus
Collocalia, hanya terdapat empat spesies yang berhabitat di Asia
Tenggara. Spesies tersebut mampu menghasilkan.sarang dengan nilai
komersial, karena di konsumsi oleh manusia. Spesies yang dimaksud
adalah Collocalia fuciphaga, Collocalia maxima, Collocalia
germanis, dan Collocalia unicolor. Spesies burung walet merupakan
salah satu komoditi yang memberikan kontribusi besar terhadap
perolehan devisa ekspor nonmigas (Elfita, 2014).
Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet
yang menghasilkan sarang putih dengan nilai ekonomi tinggi.
Indonesia merupakan negara yang menghasilkan sebagian besar
Sarang Burung Walet di dunia.Pengusaha budidaya burung walet di
Indonesia dilakukan sejak abad ke-18 dan banyak dikembangkan di
luar habitat aslinya, yaitu pada gedung rumah burung walet (Hakim,
2011).
Sarang burung walet terbuat dari saliva burung walet yang
disekresikan oleh kelenjar ludah burung walet (Liu et al., 2012).
Sebagai bahan makanan, sarang burung walet mengandung gizi yang
lengkap dengan nilai yang tinggi. Sarang burung walet mengandung
kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, vitamin, dan
5

mineral. Asam amino yang dikandung dalam sarang walet juga


lengkap, mulai dari asam amino esensial, asam amino semi esensial,
dan asam amino non esensial. (Panduan Lengkap Walet, 2011).
Menurut Aswir (2011), Sarang Burung Walet adalah sarang yang
terbuat dari saliva burung walet yang mengering dan dibuat saat
musim kawin. Berbeda dengan sarang burung pada umumnya,
Sarang Burung walet dapat dikonsumsi.

Gambar 1. Sarang Burung Walet


(Dokumentasi Umar, 2017)

5.2. Klasifikasi Burung Walet Putih


Berdasarkan taksonominya, walet diklasifikasikan sebagai
Berikut (Panduan Lengkap Walet, 2011):
Kingdom : Animalia
Fillum : Chordata
Subfillum : Vertebrata
Kelas : Aves
Ordo : Apodiformes
Familia : Apodidae
Genus : Collocalia
Spesies : fuciphaga
5.3. Morfologi Sarang Burung Walet
Sarang burung walet terdiri dari beberapa bagian, yaitu kaki
sarang, fondasi sarang, dinding sarang, bibir sarang, dan dasar
6

sarang. Kaki sarang terletak di kedua ujung sarang walet. Jarak antar
kaki berkisar 6-10 cm, tergantung ukuran sarang. Kaki sarang
dibangun dari air liur yang bertumpuk-tumpuk dan tidak beraturan
karena berfungsi sebagai paku yang menempel pada papan sirip dan
tempat sarang menggantung. Kedua kaki sarang dihubungkan oleh
fondasi sarang.Fondasi sarang juga menempel pada papan sirip.
Fungsi fondasi adalah untuk mendukung kaki dalam memperkuat
sarang (Panduan Lengkap Walet, 2011).
Dasar sarang merupakan bagian alas sarang sebagai tempat
untuk bertelur, mengeram, dan kasur bagi anak walet (piyik). Pada
bagian ini, terdapat rongga yang suhunya lebih hangat dan berguna
saat pengeraman. Akan tetapi, bagian rongga ini sering dijadikan
oleh kutu busuk atau kepinding untuk berkembang biak. Di dasar
sarang ini pula, banyak pecahan cangkang telur yang terselip
(Panduan Lengkap Walet, 2011).
Dinding sarang berbentuk lekukan, seperti mangkuk dan
berfungsi untuk menampung telur atau piyik. Ukuran dinding sarang
bervariasi, berkisar 2-5 cm dengan ketebalan 1-2 mm. Dinding
sarang dibangun dari serat-serat air liur yang sejajar dan melekat satu
sama lain. Oleh karena serat yang sejajar dan jalinan serat padat dan
kuat maka dinding sarang mampu menampung telur atau piyik
(Panduan Lengkap Walet, 2011).
Bibir sarang merupakan bagian luar dari sarang yang
berbentuk huruf U, seperti setengah lingkaran. Ketebalan bibir
sarang sekitar 1-2 mm untuk bagian muka, sedangkan ketebalan
bagian samping yang menghubungkan bagian kaki lebih
besar.Fungsi bibir sarang yaitu sebagai batas sehingga telur atau
piyik tidak mudah jatuh dari sarang.Selain itu, bibir sarang juga
merupakan tempat untuk induk menggantung menyuapi piyik
(Panduan Lengkap Walet, 2011).
5.4. Kandungan dan Manfaat Sarang Burung Walet
7

Sarang burung walet sudah berabad-abad digunakan dalam


Ilmu Pengobatan Tradisional China (Traditional Chinese Medicine)
sebagai makanan tambahan yang menyehatkan. Penelitian tentang
sarang burung walet menemukan beberapa kandungan zat
didalamnya, yaitu 50-60% protein, 25% karbohidrat, dan 10% air.
Pada tahun 1987 telah diketahui bahwa sarang burung walet
mengandung “cell division including hormone” dan “ epidermal
growth factor” yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi sel, meliputi jaringan pertumbuhan, regenerasi sel, dan
kekebalan tubuh.

Tabel 1. : Kandungan Kimia Sarang Burung Walet Putih, Sarang


Burung Walet Merah, Rumput Laut Merah Dan Jamur Tremella
J Jamur
Sarang walet Sarang walet Rumput laut tremella
putih merah merah

Kadar air (%) 7.50 8.00 44.63 4.50

Kadar abu (%) 2.10 2.10 33.94 7.64

Lemak (%) 0.14 1.28 2.32 2.22

Protein(%) 62.0 63.00 0.40 8.60

Karbohidrat (%) 27.26 25.26 18.71 77.04

Analisis Unsur
(ppm)

Natrium 650 700 50.350 180

Kalium 110 165 31.64 26.440

Kalsium 1298 798 1840 190

Magnesium 330 500 6100 520

Fosfor 40 45 90 4060

Besi 30 60 20 20
8

Sarang Burung Walet Putih Collocalia fuciphaga


mengandung glikoprotein, karbohidrat, asam amino dan garam-
garam mineral. Karbohidrat yang utama terdapat pada sarang burung
walet adalah asam sialat (9%), galaktosamin (7,2%), glukosamin
(5,3%), galaktosa (16,9%) dan fucosa (0,7%). Selain itu, asam amino
dan garam-garam mineral juga terdapat dalam Sarang Burung Walet,
garam mineral utama yaitu natrium dan kalsium, dalam jumlah
sedikit magnesium, seng, mangan dan besi. Komposisi kimia sarang
burung walet putih adalah identik yaitu lemak (0,14–1,28%), abu
(2,1%), karbohidrat (25,62–27,26%) dan protein (62–63%)
(Colombo et al., 2003).
Menurut laporan Elfita (2014), menemukan bahwa 16
asam amino yang terkandung dalam Sarang Burung Walet terdapat 7
jenis asam amino essensial yang terkandung dalam sarang burung
walet (Collocalia fuciphaga), Serin merupakan asam amino dengan
kadar tertinggi (4,556%), Fenil alanine (4,486%), Asam aspartate
(4,480%), dan yang terendah adalah asam amino metionin (0,482%).

Tabel 2. Asam Amino yang Terkandung dalam Sarang Burung Walet

Nama Total Asam Amino


Asam Amino Essensial
Histidin 2,309%
Leusin 3,839%
Treonin 3,819%
Valin 3,931%
Metionin 0.482%
Isoleusin 1,796%
Fenil alanine 4,486%
Asam Amino Non Essensial
Asam Serin 4,556%
Aspartate 4,480%
Arginin 3,929%
Lisin 2,343%
Prolin 3,637%
9

Asam glutamate 3,647%


Glisin 1,868%
Alanin 1,309%
Tirosin 3,918%
Sumber : (Elfita, 2014).

5.5. Antioksidan
Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh
bahaya dari radikal bebas yang terbentuk sebagai hasil metabolisme
oksidatif, yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik
yang terjadi di dalam tubuh. Berbagai bukti ilmiah menunjukkan
bahwa senyawa antioksidan mengurangi risiko terhadap penyakit
kronis, seperti kanker dan penyakit jantung koroner (Amrun et al.,
2007).
Secara umum antioksidan dikelompokan menjadi 2 yaitu,
antioksidan enzimatis dan non-enzimatis. Antioksidan enzimatis
misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation
peroksidase. Antioksidan enzimatis masih dibagi menjadi dua
kelompok yaitu :
1. Antioksidan larut lemak, seperti tokoferol, karotenoid,
flavonoid, quinon, dan bilirubin.
2. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, dan
protein pengikat logam.
Berdasarkan mekanisnme kerjanya, antioksidan
digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
1. Antioksidan Primer (Antioksidan Endogenus)
Suatu senyawa dikaatakan sebagai antioksidan primer
apabila dapat membersihkan atom hydrogen secara cepat kepada
senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yangterbentuk
segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan
primer disebut juga antioksidan enzimatis. Antioksidan primer
meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase, glutation
peroksidase.
10

2. Antioksidan Sekunder
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus
atau antioksidan non-enzimatis. Kerja antioksidan non-enzimatis
yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal
bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas
tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan
sekunder meliputi Vit. E, Vit. C, -karoten, flavonoid, asam urat,
bilirubin dan albumin. Vit.C dan karotenoid banyak terdapat
dalam buah buahan dan sayuran.
3. Antioksidan Tersier
Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem DNA-Repair
dan metionin sulfoksida reductase. Enzim ini berfungsi dalam
perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal
bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas
dicirikan oleh rusaknya Single dan Double strand baik gugus non-
basa maupun basa (Winarsi, 2007).
5.6. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Metode DPPH digunakan untuk mengevaluasi kemampuan
antioksidan untuk mengikat radikal bebas yang merupakan faktor
utama dalam kerusakan biologis yang disebabkan oleh reaksi
oksidasi. Uji ini memberikan informasi mengenai kemampuan
antioksidan dari senyawa yang diujikan (Suhanya, et al., 2009).
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan
sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa
senyawa atau ekstra bahan alam.
Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi
senyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan
intensitas warna dari larutan DPPH. Pemudaran warna akan
mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak dari
Spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan a,a-
diphenyl-b-picrylhidrazine, melalui kemampuan antioksidan
menyumbang hidrogen. Semakin pudarnya warna DPPH setelah
11

direaksikan dengan antioksidan menunjukkan kapasitas antioksidan


yang semakin besar pula (Yanuar,2002).
Aktivitas antioksidan pada metode DPPH dinyatakan
dengan IC50 (Inhibitiry Concentration). IC50 adalah bilangan yang
menunjukan konsentrasiekstrak yang mampu menghambat aktivitas
DPPH sebesar 50%.Semakn kecil nilai IC50 bearti makin tinggi
aktivitas antioksidan (Blois, 1958). Nilai IC50 < 50 ppm
menunjukan kekuatan antioksidan sangat aktif, nilai IC50 50-100
ppm menunjukan kekuatan antioksidan aktif, nilai IC50 101-250
ppm menunjukan kekuatan antioksidan sedang, nilai IC50 251-500
ppm menunjukan antioksidan lemah, dan nilai IC50 >500 ppm
menunjukan kekuatan antioksidan tidak aktif (Jun, et.al., 2003).
AAI (Antioxidant Activity Index) adalah nilai yang
menunjukan besarnya aktivitas antioksidan yang dimiliki suatu
ekstrak atau bahan uji. Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara
konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi dengan
niai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI yang < 0,5 menandakan
aktivitas antioksidan lemah, AAI > 0,5 -1 menandakan aktivitas
antioksidan sedang, AAI > 1-2 menandakan aktivitas antioksidan
kuat, dan AAI > 2 menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat
(Helio, et al., 2010).

VI. HIPOTESIS

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat


ditarik hipotesis dalam penelitian ini, yaitu :
H0= Ekstrak air sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus) tidak
memiliki aktivitas antioksidan.
H1= Ekstrak air sarang burung walet putih (Aerodramus fuciphagus)
memiliki aktivitas antioksidan.
12

VII. METODE PENELITIAN


7.1. Instrumen Penelitian
7.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah spektrofotometer UV-Vis, sonikator, sentrifuge, plat
KLT, timbangan analitik, kertas whatman, mikropipet, shaker
waterbath, pinset, blender, alat-alat gelas lain yang biasa
digunakan.
7.1.2. Bahan
Sarang burung walet (Aerodramus fuciphagus) yang
berasal dari Kalimantan Tengah, aquabides, methanol p.a,
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazil), Vitamin C, NaOH,
CuSO4, Naftol 3%, H2SO4, asam sitrat, dan aquadest.
7.2. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini
meliputi:
7.2.1 Penyiapan sampel
Sarang burung walet putih dibersihkan dari bulu dan
kotoran yang menempel. Kemudian direndam dengan 20 ml
air hingga mengembang. Selanjutnya dikukus pada suhu
rendah (maksimum 72C) selama 10-15 menit agar
kandungan proteinnya tidak rusak (Dinar, 2005) Selanjutnya
dihaluskan dengan blender.
7.2.2 Pembuatan ekstrak air sarang burung walet putih
Sarang burung wallet 150 gr yang telah dihaluskan
kemudian dilakukan pembuatan ekstrak air sarang burung
walet putih dengan metode pemanasan dan sonikasi
- Metode pemanasan dan sonikasi
Sebanyak 150 gram sampel dilarutkan dalam 4,5 l
aquabidest, kemudian dipanaskan (60C) selama 30 menit
lalu dihomogenizer 800 rpm selama 30 menit. Selanjutnya
13

disonikasi selama 30 menit lalu disaring dengan


menggunakan 2 lapis kain kasa. Filtrat yang diperoleh
dikeringkan dengan metode pengeringan freeze dry dan
disimpan pada suhu -20C (Yida, 2014 dan Liu et al., 2012).
7.2.3 Uji pendahuluan antioksidan
Ekstrak air sarang burung walet masing-masing
ditotolkan pada kertas Whatman kemudian disemprotkan
dengan pereaksi DPPH 0,1% dalam metanol. Diamati bercak
yang memberikan warna kuning cukup intensif dalam waktu
30 menit.
7.2.4 Analisis kuantitatif ekstrak air sarang burung walet
Putih
7.2.4.1 Pembuatan Larutan DPPH 0,1 mM
Sebanyak 1,98 mg DPPH (BM 394,32)
dilarutkan dengan metanol p.a (proanalisa) dan
dimasukkan kedalam labu ukur 50 mL. Volume
dicukupkan dengan metanol p.a hingga tanda batas,
kemudian ditempatkan dalam botol gelap.
7.2.4.2 Penentuan Panjang Gelombang Serapan
Maksimum DPPH
Sebanyak 2 mL larutan DPPH 0,1 mM
dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan
metanol p.a sebanyak 2 mL, tutup dengan aluminium
foil, dihomogenkan dengan vortex lalu dituang ke
dalam kuvet dan diukur pada panjang gelombang 400-
800 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis
(Musfiroh & Syarief, 2009).
7.2.4.3 Pembuatan larutan blanko
Dipipet 2 ml larutan DPPH 0,1 mM kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan metanol p.a sebanyak
2 mL. Tutup dengan aluminium foil. Kemudian
14

dihomogenkan dengan vortex dan diinkubasi dalam


ruangan gelap selama 30 menit (Molyneux, 2004).
7.2.4.4 Pembuatan larutan kontrol positif vitamin C
Sebanyak 5 mg serbuk vitamin C dilarutkan
dengan 50 ml metanol p.a dalam labu ukur 50 mL
sehingga diperoleh konsentrasi 10 ppm (larutan
induk). Kemudian dari larutan induk dibuat seri
konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10 ppm.
7.2.4.5 Pembuatan larutan uji ekstrak air sarang burung
walet putih
Masing – masing ekstrak dari metode ekstraksi
air sarang burung walet ditimbang sebanyak 10 mg
dan dilarutkan dengan 10 ml metanol p.a dalam labu
ukur 10 ml sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm
(larutan induk). Kemudian dari larutan induk dibuat
seri konsentrasi 100, 200, 300, 400 dan 500 ppm.
7.2.4.6 Pengukuran serapan dengan alat spektrofotometer
UV-Vis
Semua larutan kontrol, larutan ekstrak sarang
burung walet dan larutan kontrol positif (vitamin C)
masing masing diambil 2 ml dan dimasukan kedalam
tabung reaksi kemudian ditambahkan 2 ml larutan
DPPH 0,1 mM.
Campuran larutan dikocok dan didiamkan
selama 30 menit dalam keadaan gelap (ditutup
alumunium foil). Hal ini dilakukan karena radikal
DPPH mudah didegradasi oleh cahaya. Kemudian
absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada panjang gelombang 515 nm.
7.3. Rancangan Penelitian
15

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik


(analytic) dengan desain penelitian eksperimen. Penelitian meliputi
pengumpulan sampel, pembuatan ekstrak, dan pengujian aktivitas
antioksidan menggunakan metode DPPH.
7.4. Variabel Penelitian
Variabel bebas : Konsentrasi dari ekstrak air sarang burung
walet putih asal Kalimantan Tengah.
Variabel tergantung : Nilai IC50 & AAI sebagai parameter efek
antioksidan dalam ekstrak air sarang
burung walet putih asal Kalimantan.
7.5. Analisis Data
7.5.1 Penenentuan Nilai IC50 (Inhibitory Concentration)
Parameter yang biasa digunakan untuk
menginterpretasikan hasil dari uji aktivitas antioksidan
dengan metode DPPH adalah dengan nilai efficient
concentration (EC50) atau sering disebut nilai IC50, yaitu
konsentrasi yang menyebabkan hilangnya 50% aktivitas
DPPH (Molyneux, 2004). Untuk menghitung nilai IC50
diperlukan data persen inhibisi dari pengujian yang
dilakukan. Persen inhibisi dapat dihitung dengan
menggunakn rumus sebagai berikut (Ghosal & Mandal,
2012).
% inhibisi =

Absorbansi blanko−absorbansi sampel


x 100
Absorbansi blanko
Konsentrasi sampel dan persen inhibisi yang
diperoleh diplot masing-masing pada sumbu x dan y pada
persamaan regresi linear. Persaman tesebut digunakan untuk
menentukan nilai IC50 dari masing-masing sampel
dinyatakan dengan nilai y sebesar 50 dan nilai x yang akan
diperoleh sebagai IC50 (Nurjanah, et al., 2011).
16

7.4.2 Penentuan nilai AAI (Antioxidant Activity Index)


Nilai AAI dapat ditentukan dengan cara
konsentrasi DPPH yang digunakan dalam uji (ppm) dibagi
dengan niai IC50 yang diperoleh (ppm). Nilai AAI yang < 0,5
menandakan aktivitas antioksidan lemah, AAI > 0,5 -1
menandakan aktivitas antioksidan sedang, AAI > 1-2
menandakan aktivitas antioksidan kuat, dan AAI > 2
menandakan aktivitas antioksidan sangat kuat (Rifqi,2017).

VIII. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan Bulan ke
12 1 2 3 4
Perizinan X
Pengumpulan Sampel X
Ekstrasi Sampel X
Pengujian Aktivitas Antioksidan X
Analisis Data X X
Penyusunan Skripsi X X X
17

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Amrun, M., U. Umiyah., E.U. Umayah. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan


Ekstrak Air Dan Ekstrak Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu
(Chrysophyllum cainito L.) dari daerah Jember. Berk. Penel.
Hayati. 13: 45-50.

Aswir, A.R., & W.M. Nazaimoon. 2011. Effect of Edible Bird’s Nest On
Cell and Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-α) Release In Vitro.
International Food Research Journal. 18: 1123-1127.

Auterhoff, Harry. 2002. Identifikasi Obat. Edisi ke-5. Diterjemahkan oleh


N.C.Sugiarso. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determinations By The Use Of A Stable


Free Radical. Journal of Nature. 181: 1199- 1200.

Brewer, M.S. 2011. Natural Antioxidants: Sources, Compounds,


Mechanisms Of Action, and Potential Applications. Comprehensive
Reviews in Food Science and Food Safety. 10: 221-247.

Colombo, J.P., C.G. Rodenas., P.R. Guesry., J. Rey. 2003. Potential Effects
of Supplementation With Amino Acids, Choline or Sialic Acid on
Cognitive Development in Young Infants. Acta Paediatr Suppl. 46:
92.

Dinar, D.D., N. Nasrullah., T.A. Prasetyo., 2005. Prototipe Alat Pengering


Protein (Non Vacum) Pada Industri Pencucian Sarang Walet. Jurnal
Teknik Mesin. 2:65-74.

Elfita, L. 2014. Analisis Profil Protein Dan Asam Amino Sarang Burung
Walet (Collocalia Fuchipaga) Asal Painan. Jurnal Sains
Farmasi & Klinis. 1: 27-37.

Ghosal, M. & P. Mandal. 2012. Phytochemical Screening and


Antioxidant Activities of Two Selected “Bihi” Fruits Used As
Vegetables In Darjeeling Himalaya. Int. J. Pharm. Sci. 4(2).

Guo, L., Y. Wu., M. Liu., B. Wang., Y. Ge., Y. Chen. 2014. Authentication


of Edible Bird’s Nests By TaqMan-based Real-Time PCR. Food
Control. 44: 220-226.

Hakim, A. 2011.Karakteristik Lingkungan Rumah dan Produksi Sarang


Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Di Kecamatan Haurgeulis,
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Teknologi Bogor, Bogor.
18

Hamzah, Z., N.H. Ibrahim., Sarijini., K. Hussin., O. Hashim., B.B. Lee.


2013. Nutritional Properties of Edible Bird Nest. Journal of
Asian Scientific Research. 3:600-607.
Helio, F., N. Gil., C. Baptista., A.P. Duarte. 2010. Antioxidant Activity of
Lignin Phenolic Compounds Extracted from Kraft and Sulphite
Black Liquors. Journal of Moleculer. 15:9308-9322.

Jun, M.H.Y., J. Fong., X. Wan., C.S. Yang., C.T. Ho. 2003. Camparison
of Antioxidant Activities of Isoflavones Form Kudzu Root
(Puerarua labata). Journal Food Science Institute of
Technologist. 68: 2117-2122.

Liu, X., X. Lait., S. Zhangt., X. Huangs., Q. Lant., Y. Lit., B. Lit., W.


Chent., Q. Zhangt., D. Hong., G. Yangt. 2012. Proteomic Profile
of Edible Bird’s Nest Proteins. Journal of Agricultural and Food
Chemistr. 60:12477−12481.

Ma, Fucui., & D. Liu. 2012. Sketch of The Edible Bird’s Nest and Its
Important Bioactivities. Food Research International, 48 (2012)
559-567.

Marcone, M.F. 2005. Characterization of The Edible Bird’s Nest The


“Caviar Of The East”. Food Research International. 38:25–
1134.

Mardiastuti, Ani. 1997. Pemanfaatan Sarang Burung Walet Secara


Lestari. Staf Pengajar Pada Jurusan Konservasi Sumberdaya
Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Miranda, Novindar. 2010. Uji Aktivitas Antioksidan Sirup Berbahan


Dasar Rosela (Hibiscus sabdariffa). Skripsi. Program Starta Satu
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Molyneux, Philip. 2004. The Use of the Stable Free Radical


Diphenylpicrylhydrazil (DPPH) for Estimating Antioxidant
Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol. 26: 211-219.

Musfiroh & Syarief. 2012. Uji Aktivitas Peredaman Radikal Bebas


Nanopartikel Emas dengan Berbagai Konsentrasi sebagai
Material Antiaging dalam Kosmetik. UNESA Journal of
Chemistry. 1(2).

Nurjanah, I.A. 2011. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif


Kerang Pisau (Solen sp.). Jurnal Ilmu Kelautan. 16: 119-124.
19

Nuroini, Fitri. 2013. Efek Antiinflamasi Ekstrak Air Sarang Burung Walet
Pada Mencit Yang Diinduksi Karagenan. Tesis. Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.

Power, Olive., P. Jakeman, R.J. Fitzgerald. 2013. Antioxidative Peptides:


Enzymatic Production, In Vitro and In Vivo Antioxidant Activity
and Potential Applications of Milk-derivated Antioxidant
Peptides. Journal Amino Acid. 44: 797-820.

Rifqi, Ahmad. 2017. Perbandingan Metode Ekstraksi Dan Uji Aktivitas


Antioksidan Ekstrak Sarang Burung Walet (Collocaliai.-
Uciphaga) Dengan Metode DPPH (2,2-Difenil-L-L-
Pikrihidrazil). Skripsi. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.

Suhanya, Parthasaraty., J.B. Azizi., S. Ramanathan., S. Ismail., S.


Sasidharan., M.I.M. Said., S.M. Mansor. 2009. Evaluation of
Antioxidant and Antibabacterial Activites of Aqueous,
methanolic, and Alkoloid Extracts from Mitragyna Speciosa
(Rubiaceae Family) leaves. Journal Molucules. 14: 3964-3974.

Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia. Cetakan I. Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta.

Tim Penulis P.S. 2011. Panduan Lengkap Walet. Penebar Swadaya,


Jakarta.

Umar, C.U.P. 2017. Uji Ekstrak Sarang Burung Walet Collocalia


Fuciphaga Menggunakan Pelarut Metanol dalam Menghambat
Pertumbuhan Propionibacterium Acnes dan Candida Albicans.
Skripsi. Departemen Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.


Kanisiu, Yogyakarta.

Yanuar, Willy. 2002. Aktivitas Antioksidan dan Immunodulator


Serealia non Beras. Skripsi. Program Strata Satu Universitas
Muhammadiyah Malang, Bogor.

Yida, Zhang., M.U. Imam., M. Ismail. 2014. In Vitro Bioaccessibility and


Antioxidant Properties of Edible Bird’s Nest Following
Simulated Human Gastro-Intestinal Digestion. Journal Of The
International Society For Complementary Medicine Research.
14:468.

Anda mungkin juga menyukai