Anda di halaman 1dari 158

1

BAB IV
PERENCANAAN FASILITAS PRODUKSI

Perencanaan fasilitas produksi merupakan syarat mutlak yang diperlukan


untuk menunjang suatu kegiatan ekspoitasi, dimana berfungsi untuk melalukan
fluida dari dasar sumur hingga ke sarana pembangkit tenaga listrik.
Fasilitas produksi pada lapangan panasbumi meliputi peralatan-peralatan
di bawah permukaan dan pada permukaan. Peralatan-peralatan bawah permukaan
meliputi liner dan casing, sedangkan pada permukaan meliputi wellhead, x-
mastree, pipa salur (flow line), header, manifold, separator serta turbin.
Disamping itu perencanaan terhadap fasilitas produksi di permukaan juga
dilakukan terhadap sistem gatheringnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan fasilitas produksi
adalah kondisi tekanan dan temperatur, diameter lubang bor yang mempunyai
kecenderungan terhadap suplai uap, potensi reservoir, cadangan reservoir,
sehingga juga diperlukan perencanaan suatu sumur yang baik.

4.1. Perencanaan Sumur


Perencanaan sumur panasbumi meliputi perencanan terhadap penentuan
letak sumur dan diameter lubang sumur.

4.1.1. Penentuan Letak Sumur


Penentuan letak sumur pada daerah prospek panasbumi sangat diperlukan
kajian dari ketiga disiplin ilmu pengetahuan, antara lain geologi, geokimia dan
geofisika, secara terpadu. Perkiraan daerah panasbumi secara cepat dapat dilihat
dari struktur geologi yang dikombinasikan dengan anomali geokimia dan
geofisika pada satu peta standart.

4.1.1.1. Pengolahan Data Reservoir Panasbumi


Data-data reservoir panasbumi yang diperoleh dari berbagai macam
sumber kemudian ditentukan data-data yang dapat mewakili (representative) dari
2

keadaan reservoir tersebut. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data


reservoir yang representative yaitu metode statistik dan metode cut-off.

4.1.1.1.1. Metode Statistik


Analisa parameter-parameter dengan metode statistik meliputi analisa
secara vertikal dan lateral. Analisa secara vertikal meliputi penentuan harga rata-
rata pada setiap sumurnya. Analisa secara lateral menggunakan korelasi regresi
dari suatu tempat ke tempat yang lain.

4.1.1.1.1.1. Metode Rata-Rata


Pengamatan terhadap data-data sample atau distribusi frekuensinya akan
menimbulkan kesan bahwa sebagian besar data-data tersebut terdiri dari nilai-nilai
pengamatan yang cenderung untuk memusatkan pada sekitar nilai tertentu. Gejala
pemusatan demikian disebut sebagai tendensi sentral. Ukuran-ukuran dari
tendensi sentral yang umum digunakan adalah mean, median, modus serta standar
deviasi.
Analisa data reservoir dengan metode rata-rata meliputi :
1. Analisa data porositas
Parameter aritmatik statistik dan weighted average merupakan salah satu
metode statistik yang digunakan untuk mengevaluasi sifat fisik batuan
reservoir, khususnya data porositas bernilai tunggal, yang dapat dinyatakan
dalam persamaan berikut :
n

aritmathic average  =
φ
i 1
i
......................................................................
n
(4.1)
n

φ
i 1
i .h i
weighted average  = n .................................................................
h
i 1
i

(4.2)
3

Metode statistik yang digunakan untuk menyatakan besarnya porositas rata-


rata (central tendency) dari kurva histogram yaitu median porosity dan
arithmetic mean porosity, yang dinyatakan dalam bentuk :
n
φa  φ
i 1
i . f i ...............................................................................................

(4.3)
Keterangan :
a = porositas rata-rata aritmatik
I = harga porositas pada mid point dari interval kelas atau range ke-i
fi = frekuensi untuk kelas ke-i
n = jumlah interval kelas
Untuk menentukan harga standar deviasi, maka persamaan yang digunakan
adalah :
1/2
 n 
S d    (X i  X a ) 2 f i  ..........................................................................
i  1 
(4.4)
dimana Xa adalah aritmatik rata-rata.
2. Analisa data permeabilitas
Persamaan penentuan weighted average permeabilitas sama dengan porositas,
hanya saja variabel porositas diganti dengan permeabilitas.
Muskat menyarankan bahwa harga permeabilitas pada setiap sample diplotkan
pada kertas semilog sebagai fungsi dari harga kumulatif sample yang
mempunyai harga permeabilitas rendah. Plot yang sama akan menghasilkan
suatu garis lurus, yang dinyatakan dalam persamaan :
log 10 k = m . N + b .................................................................................
(4.5)
Keterangan :
N = jumlah sample dengan harga permeabilitas rendah
m = slope dari kurva
b = intercept harga log k jika N berharga nol
k = permeabilitas
4

Harga permeabilitas rata-rata dapat ditentukan dengan menggunakan harga


geometri rata-rata sebagai berikut :
n

 log k
i 1
i
.......................................................................................
log k g 
n
(4.6)
Sedangkan untuk data-data yang diklasifikasikan, persamaan (4.6) menjadi :
n
log k g  f
i 1
i log (k a ) j ...............................................................................

(4.7)
Keterangan :
kg = permeabilitas rata-rata geometri
ki = permeabilitas sample ke-i
(ka)j = permeabilitas rata-rata aritmatik dari interval kelas logaritma ke-j
fj = frekuensi kumulatif dari interval ke-j
3. Analisa data saturasi air
Saturasi air dapat digambarkan sebagai fungsi dari tekanan kapiler dan juga
dapat dihubungkan dengan permeabilitasnya, dimana ada dua pendekatan
untuk menentukan kandungan air pada reservoir, yaitu :
1. Berdasarkan harga geometri rata-rata permeabilitas yang muncul dari
reservoir dan mengevaluasi saturasi air sebagai fungsi ketinggian diatas
free water table.
2. Berdasarkan harga geometri permeabilitas rata-rata diatas ketinggian free
water table dari pusat volumetrik dengan memperhatikan frekuensi yang
diasosiasikan dengan range tertentu.
Saturasi rata-rata didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut :
L
Sw i  W
j1
j Sw j ........................................................................................

(4.8)
Keterangan :
L = jumlah sample
5

Wj = faktor volume berat batuan dari sample dengan total volume


batuan reservoir.
Swj = saturasi sample ke-j
Vj = volume pori sample ke-j

4.1.1.1.1.2. Metode Korelasi-Regresi


Kelayakan analisa data berhubungan dengan variabel lainnya. Suatu
variabel dapat diramalkan dari variabel lainnya apabila dependent variable dan
independent variable terdapat korelasi yang signifikan. Hubungan antara
dependent variable dan independent variable dalam suatu garis lurus disebut garis
regresi dan persamaan yang menyatakannya disebut persamaan regresi.
Analisa korelasi adalah metode statistik yang digunakan untuk
menentukan tingkat hubungan dua garis lurus antar variabel. Semakin liner garis
tersebut maka semakin erat hubungan antara dua variabel tersebut. Jika kenaikan
didalam suatu variabel tersebut diikuti dengan kenaikan variabel yang lain, maka
dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai korelasi positif,
namun berbeda sebaliknya.
Analisa regresi adalah metode statistik yang digunakan untuk menentukan
kemungkinan bentuk hubungan variabel-variabel. Seperti halnya dalam analisa
korelasi, dalam analisa regresi, data diperkirakan terlebih dahulu dalam diagram
pencar. Diagram pencar adalah suatu plot antara variabel versus variabel lainnya,
dimana pada sumbu odinatnya menunjukkan dependent variable sedangkan pada
sumbu absisnya menunjukkan independent variable. Dari hubungan yang nampak
pada diagram tersebut dapat ditentukan bentuk hubungan tersebut apakah berupa
garis lurus, kuadratik, eksponensial ataupun logaritmik.

4.1.1.1.2. Metode Cut-off


Metode cut-off reservoir didefinisikan sebagai suatu harga tertentu dimana
dibawah atau diatas harga tersebut parameter reservoir tidak berlaku lagi untuk
dipertimbangkan. Penentuan cut-off dilakukan dengan mengeplot variabel-
variabelnya pada kertas kartesian sehingga didapatkan suatu garis lurus yang
mewakili semua data dan kemudian ditentukan cut-off reservoir tersebut.
6

Beberapa parameter yang akan dijelaskan penentuan cut-off pada sub-bab ini
adalah :
a. Penentuan cut-off permeabilitas
Cut-off permeabilitas didefinisikan sebagai suatu harga permeabilitas dimana
dibawah harga tersebut sudah tidak berlaku lagi untuk diperhitungkan.
Penentuan cut-off permeabilitas ditentukan dengan memplot persen kumulatif
transmisivitas (kh) terhadap permeabilitas dari hasil analisa core.

b. Penentuan cut-off porositas


Cut-off porositas didefinisikan sebagai suatu harga porositas dimana harga-
harga porositas dibawah harga tersebut tidak berlaku lagi untuk
dipertimbangkan. Persen kumulatif yang dipertimbangkan adalah persen
kumulatif pada harga porsitas diatas porositas anggapan.
Bentuk hubungan porositas (X) dengan permeabilitas (Y) umumnya adalah
regresi eksponensial, yang dinyatakan sebagai berikut :
log Y = log a + X log b ..............................................................................(4.9)
Keterangan :
  Y    X     X    X.Y 
2

a  ........................................................
 N X     X 
2 2

(4.10)
 N X.Y    X     X    Y 
2

b .....................................................
 N X     X  2 2

(4.11)
Harga cut-off permeabiitas yang dimasukkan pada grafik hubungan antara
porositas dan permeabilitas akan memotong garis linier yang selanjutnya
ditarik ke bawah sejajar dengan ordinatnya dan memotong absisnya, akan
mendapatkan harga cut-off porositas.
c. Penentuan cut-off saturasi air
7

Cut-off saturasi air didefinisikan sebagai harga saturasi air dimana harga
saturasi air diatas harga tersebut tidak lagi dipertimbangkan. Cut-off saturasi
didapatkan berdasarkan harga cut-off porositas

4.1.1.2. Perkiraan Model Reservoar


Penentuan model reservoir dilakukan dengan menggunakan hasil-hasil
interpretasi geologi, geofisika, geokimia, data pemboran dan hasil pengukuran
sumur ditunjang dengan analisa termodinamikanya. Pemetaan kenampakan
geologi permukaan adalah awal dari proses perkiraan model awal reservoir atau
sistem hidrotermalnya.
Selama eksplorasi kemungkinan data yang didapat tidak begitu banyak,
karena keseluruhannya didapatkan dari data permukaan, sehingga pada umumnya
hanya dibuat dalam bentuk peta, yang menunjukkan keadaan geologi lapangan,
variasi survei data geofisik dan peta kenampakan/manifestasi permukaan yang
kemungkinan berasosiasi dengan reservoir panasbumi. Tipe pemetaan pada
akhirnya menunjukkan sifat-sifat kimia, temperatur zat kimia, tekanan, laju alir
massa dan lain sebagainya sesuai manifestasi yang diketahui.
Peta yang dihasilkan harus dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pengetahuan tentang kondisi alami reservoir panasbumi dan dalam skala kecil
dapat untuk meramalkan potensi reservoir di masa datang. Beberapa hal yang
merupakan sifat-sifat yang terdapat dalam pemetaan reservoir panasbumi, yaitu :
geologi reservoir, data geofisika permukaan dan bawah permukaan, distribusi
tekanan dan temperatur, distribusi gradien tekanan vertikal, distribusi
permeabilitas, data kimia, semburan alami, zona alterasi hidrotermal, pola well
discharge dan perubahan kolom fluida. Akan tetapi tidak semua sifat-sifat tersebut
penting untuk pemodelan reservoir.

4.1.1.2.1. Peta Geologi


Peta geologi adalah peta yang menunjukkan penyebaran batuan dan
struktur geologi. Seorang ahli geologi dapat menggunakan atau bahkan membuat
peta yang lebih spesifik namun pada umumnya peta/kolom stratigrafilah yang
sering digunakan. Gambar 4.1 merupakan peta geologi daerah sekitar Danau
8

Pangkalan Kamojang Jawa Barat, sedangkan Gambar 4.2 merupakan kolom


stratigrafi Lapangan Kamojang.
Dari kolom stratigrafi dapat ditarik kesimpulan bahwa satuan litologi c,
yaitu material-material piroklastik terubah dengan sisipan-sisipan tipis aliran-
aliran lava bersifat andesitan terubah dan breksi terubah, merupakan batuan
tudung yang bagus. Sedangkan satuan litologi f dan i, yaitu aliran lava bersifat
andesitan terubah, mencirikan lapisan-lapisan permeable yang bagus dan oleh
berkembangnya rekahan-rekahan menjadikan zona berpori sehingga bertindak
sebagai batuan reservoir.
Kondisi geologi yang sudah diketahui secara vertikal maupun horizontal
diharapkan model reservoir panasbumi akan dapat diketahui lebih jelas. Selain itu
juga, peta geologi dapat membantu pada penentuan lokasi pemboran, kedalaman
akhir, formasi yang akan ditembus dan pola penyebaran sumurnya.
9

Gambar 4.1.
Peta Geologi Daerah Sekitar Danau Pangkalan
Kamojang Jawa Barat 36)

Gambar 4.2.
Kolom Stratigrafi Lapangan Kamojang 36)
4.1.1.2.2. Peta Geokimia
10

Konsentrasi elemen petunjuk dalam batuan, tanah, air dan tanaman sudah
sangat luas penggunaannya dalam eksplorasi endapan-endapan bijih. Elemen
petunjuk tertentu termasuk gas-gas langka secara genetik sangat erat kaitannya
dengan batuan vulkanik sehingga dapat digunakan sebagai indikator sumber panas
batuan beku akan adanya sumberdaya panasbumi.
Air raksa yang memiliki mobiitas tinggi, baik dalam fasa uap maupun
larutan encer, menempatkannya sebagai indikator yang baik dalam eksplorasi
panasbumi. Dalam batuan yang berkaitan dengan air panas umumnya air raksa
semakin diperkaya. Didapat hubungan yang sangat erat antara konsentrasi air
raksa dengan aktivitas panas atau anomali panasbumi.
Sistem hidrotermal, misalnya pada Lapangan Kamojang, bisa
diinterpretasikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain :
a. Dari Gambar 4.3 diperlihatkan bahwa lapangan Kamojang merupakan mata
air panas tipe natrium karbonat dengan klorida relatif rendah terhadap
bikarbonat dan sulfat.
b. Hasil penelitian geokimia menunjukkan bahwa kadar Cl- tidak lebih dari 10
mg/liter.
c. Analisa komposisi kimia air panas permukaan menghasilkan konsentrasi sulfat
tinggi, yaitu sekitar 800 – 2200 ppm dan konsentrasi klorida 30 ppm.
Berdasarkan data tersebut dan hasil analisa isotop uap maka dapat
disimpulkan bahwa Lapangan Kamojang terbentuk oleh suatu sistem uap kering
yang dangkal dimana pengisian airnya berasal dari air meteorik setempat.
11

Gambar 4.3.
Distribusi Persentase Molekul Beberapa Unsur
Utama Dalam Air36)
4.1.1.2.3. Peta Isoresistivity
Peta ini dapat diketahui dengan melakukan survei elektrik. Setelah
mendapatkan data dari penelitian tersebut maka data-data yang mempunyai
kesamaan dikumpulkan dan dihubungkan. Dengan demikian, akan didapatkan
peta kesamaan resistivitas batuan dimana batuan yang mempunyai resistivitas
rendah merupakan petunjuk daerah yang prospek.
Pengukuran resistivitas pada kedalaman yang lebih dalam menunjukkan
gambaran yang sangat kompleks. Daerah dengan resistivitas rendah dapat
meningkat pada kedalaman-kedalaman tertentu. Kemungkinan yang terjadi adalah
adanya pengaruh skin atau dalam hal ini akibat pergesekan kulit bumi yang
menimbulkan panas berlebihan pada batuan disekitarnya, berkurangnya ubahan
hidrotermal, berkurangnya kandungan cairan yang disebabkan mengecilnya
porositas atau bertambahnya kandungan uap, turunnya temperatur dan kadar
garam dari cairan di pori-pori.
12

Gambar 4.4.
Kontur Tahanan Semu Lapangan Kamojang 36)
Data-data hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa tahanan batuan
akan naik dengan bertambahnya kedalaman, sehingga daerah-daerah dengan tahan
rendah akan berhubungan dengan lapisan kondensat jenuh. Sedangkan tahanan
semu yang lebih tinggi berhubungan dengan batuan reservoir yang bersifat sedikit
terubah dan berpori. Gambar 4.4 dan 4.5 memperlihatkan perbandingan dari data
“sounding” Lapangan Kamojang yang dilakukan oleh Pertamina tahun 1982.
Sedangkan Gambar 4.6 memperlihatkan model lapisan bawah permukaan hasil
interpretasi panampang tahanan dan geologi daerah Kamojang.

Gambar 4.5.
13

Kurva Tahanan Semu Lapangan Kamojang 36)


Melihat penampang terebut dapat dijelaskan bahwa lapisan konduktif
dengan tahanan (< 7 ohm-meter) mengisi struktur cekungan mirip kaldera (daerah
yang diasir). Lapisan konduktif ini relatif tebal (di sumur Kmj-15, dijumpai
sampai ketinggian  250 meter di atas permukaan air laut) dan menipis ke arah
tepi batas cekungan. Dekat pusat cekungan tahanan lapisan konduktif 4 – 5 ohm-
meter dan sedikit berkurang ke arah tepi cekungan, sedang kearah barat laut
lapisan konduktif ini mempunyai tahanan  7 ohm-meter. Berkurangnya tahanan
ini disebabkan oleh merembesnya air panas di sepanjang tepi cekungan,
sebaliknya bertambahnya tahanan ke arah barat laut disebabkan oleh hilangnya
sejumlah mineral-mineral ubahan.

Gambar 4.6.
Penampang Tahanan dan Geologi Lapangan Kamojang 36)

4.1.1.2.4. Peta Isothermal


Temperatur reservoir adalah temperatur dari suatu lapisan dimana pada
lapisan tersebut terjadi hilang sirkulasi. Pengukuran ini dilakukan dengan
mengunakan alat Kuster Temperatur Elemen (KTE). Pengukuran ini dilakukan
setelah pemboran dan sirkulasi dihentikan.
14

Temperatur pada zona permeabel disajikan dalam Tabel 4.1 yang


kemudian diplot terhadap kedalaman (seperti terlihat pada Gambar 4.7). Dari
gambar tersebut dapat terlihat bahwa temperatur reservoir sesuai dengan keadaan
reservoir, yaitu adanya lapisan kondensat dan lapisan uap. Temperatur rata-rata
pada lapisan uap adalah sebesar 245oC. Gambar 4.8 yang merupakan isotherm
zona produksi, menunjukkan temperatur tertinggi ada di bagian timur lapangan
dengan arah utara-selatan, sedang di bagian tengah lapangan berarah barat laut-
tenggara.

Gambar 4.7.
15

Temperatur Sumur Pada Zona Produksi


Lapangan Kamojang 36)

Tabel 4.1.
Temperatur Zona Produksi
Lapangan Kamojang 36)
Nama Sumur Kedalaman Temperatur
(Kmj) Zona Produksi (m) (oC)
6 550 238
7 500 230
11 1050 245
12 1450 243
13 1250 226
14 850 240
15 1700 246
17 850 244
18 800 240
20 1000 230

Gambar 4.8.
Isoterm Zona Produksi
Lapangan Kamojang 36)
16

4.1.1.2.5. Peta Isotransmisivity


Adanya lapisan permeabel dari suatu sumur telah diketahui sewaktu
pemboran, yaitu hilangnya sirkulasi total, kemudian dari uji permeabilitas dan uji
injektivitas.
Permeabilitas dari reservoir, misalnya pada lapangan Kamojang, diperoleh
dari data uji tekanan bentuk, uji penurunan tekanan dan uji keluaran. Data hasil uji
tekanan bentuk dan uji penurunan tekanan dihitung berdasarkan analisa Horner,
sedang untuk data hasil uji keluaran dihitung berdasarkan persamaan aliran.
Kombinasi dari hasil-hasil tersebut di atas dapat dilihat pada Tabel 4.2. Harga
transmisibilitas dipot terhadap kedalaman seperti terlihat pada Gambar 4.9.
Tabel 4.2.
Transmisivitas Lapangan Kamojang 36)
Nama Sumur Kedalaman Transmisivitas
(Kmj) Zona Produksi (darcy-meter)
(m)
6 550 0,37
7 500 0,63
11 1050 43,00
12 1450 8,40
13 1250 1,80
14 850 21,00
15 1700 4,60
17 850 36,00
17

Gambar 4.9.
Peta Isotransmisivitas Lapangan Kamojang 36)
Peta isotransmisivitas pada Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa
transmisivitas tertinggi berada di bagian tengah lapangan, sedangkan di bagian
barat dengan arah utara-selatan harga transmisivitas terbesar mencapai 20 darcy-
meter.

4.1.1.2.6. Peta Isobar


Menurut pendapat Dench (1980), tekanan reservoir adalah tekanan pada
zona hilangnya sirkulasi yang menunjukkan harga permeabilitas tertinggi.
Pengukuran tekanan dasar sumur dapat dilakukan dengan menggunakan
alat Kuster Pressure Gauge (KPG) yang dimasukkan ke dalam sumur sebelum
dilakukan completion test. Data-data yang diperoleh kemudian diplot terhadap
kedalaman, misalnya pada lapangan Kamojang, seperti terlihat pada Gambar 4.10.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa sifat tekanan sesuai dengan keadaan
reservoir yaitu tekanan pada lapisan kondensat mengikuti tekanan hidrostatika
sedang di bawahnya adalah lapisan uap. Demikian juga pada sumur Kmj-32 yang
diduga telah menembus lapisan air memiliki tekanan yang lebih besar dari tekanan
pada lapisan uap.
Data-data produksi yang diperoleh kemudian dibuat peta isobar tekanan
zona produksi dan isobar tekanan kepala sumur, seperti terlihat pada Gambar 4.11
dan 4.12.

4.1.2. Penentuan Diameter Sumur


Salah satu keputusan penting dalam pengembangan suatu lapangan
panasbumi adalah penentuan diameter sumur yang paling efektif atau
menguntungkan dan diameter casing yang digunakan. Sumur dengan diameter
besar memungkinkan suatu operasi lebih lebih mudah dengan penyelesaian sumur
yang memuaskan, akan tetapi casing yang yang dibutuhkan tentu lebih besar dan
lebih mahal.
18

Gambar 4.10.
Tekanan Reservoir vs Kedalaman Pada Lapangan Kamojang 36)
19

Gambar 4.11.
Isobar Tekanan Zona Produksi 36)

Gambar 4.12.
Isobar Tekanan Kapala Sumur
Lapangan Kamojang 36)
Sumur dengan diameter yang besar lebih menguntungkan dimana pada
saat penggunaan peralatan yang rumit selama rangkaian pemboran, coring,
pemancingan, operasi penyemenan dan lain sebagainya. Hal yang sama juga dapat
terjadi pada saat proses produksi, dimana sumur dengan diameter yang lebih besar
lebih disukai karena lebih dapat menyempurnakan kapasitas produksi.

4.2. Fasilitas Produksi Bawah Permukaan


Untuk memproduksikan dan memanfaatkan fluida hasil produksi suatu
sumur panasbumi, maka perlu direncanakan fasilitas produksi bawah permukaan
agar pemanfaatan fluida produksi dapat seoptimal mungkin. Fasilitas produksi
bawah permukaan untuk lapangan panasbumi meliputi liner dan casing produksi.
20

4.2.1. Liner
Liner adalah adalah pipa berdiameter lebih kecil dari pipa selubung,
dipasang pada ujung rangkaian pipa selubung (digantung pada blind liner),
menjulur ke dalam formasi produktif. Adanya slot liner akan menambah
kekasaran absolut (ε) dari liner. Umumnya dimensi liner memiliki slot dengan
ukuran (50 x 20) mm dengan jumlah slot permeternya 52 slot.

4.2.1.1. Perencanaan Liner


Seperti halnya casing, perencanaan liner dipengaruhi oleh kondisi tekanan,
temperatur serta sifat korosi fluida formasi, dimana hal ini akan mempengaruhi
kelelahan material baja. Perencanaan liner meliputi penentuan setting depth liner,
penentuan grade, penentuan kapasitas, penentuan diameter, penentuan helical
buckling pada liner dan penentuan pertambahan panjang akibat temperatur
operasi.

4.2.1.1.1. Setting Depth Liner


Pemasangan liner tanpa screen (blind liner dan slotted liner) biasanya di
atur dan digantung pada casing produksi melalui liner hanger. Penggantungan
tersebut untuk memberikan toleransi pertambahan panjang akibat kenaikan suhu,
sehingga mengurangi efek buckling. Penempatan slotted liner yaitu pada interval
dimana zona lost total berada dan tidak disemen. Zona lost total ini dideteksi dari
data pemboran (saat hilang lumpur) dan dari hasil temperatur survei. Bila suhu
minimum daerah lost tersebut telah mencapai 150oC, maka pada selang
kedalaman tersebut ditempatkan slotted liner (liner berlubang) sepanjang zona
lost. Sedangkan blind liner (liner tidak berlubang) ditempatkan mulai 30 – 50
meter (3-5 joint) di atas sepatu casing produksi sampai top slotted liner.

4.2.1.1.2. Perencanaan Grade Liner


Dalam perencanaan grade liner harus dipertimbangkan batas elastisasnya,
kekuatan atau yield strength, tensile strength dan modulus elastisitas dari material
linernya. Perencanaan grade liner mengikuti perencanaan grade casing, dimana
21

hasil pengujian beberapa grade (P-110, N-80, J-55 dan K-55) hingga temperatur
500oC memenuhi batas elastisitas limit material, sehingga layak untuk digunakan.

4.2.1.1.3. Perencanaan Kapasitas Liner


Penentuan kapasitas liner dan diameter liner ditentukan berdasarkan
diameter casing produksi. Sparlin mengemukakan penentuan ukuran liner
(diameter luar (OD)) untuk liner yang tidak disemen (slotted liner) adalah sebagai
berikut :
ODliner = IDcasing produksi – 2” ...........................................................................(4.12)
Persamaan di atas secara praktis telah memberikan penjelasan yang cukup
untuk kondisi liner tidak disemen dan mempertimbangkan ukuran lubang bor
(diameter bit) yang dapat bergerak di dalam casing produksi.

4.2.1.1.4. Perencanaan Diameter Liner


Pada sumur geothermal yang berasosiasi dengan batuan vulkanik,
umumnya digunakan slotted liner pada formation completionnya. Formasi
produktif terdapat pada rekahan-rekahan yang terisi oleh breksi tufa dan
konglomerat yang kompak, sehingga ukuran lubang slotted hanya dimaksudkan
untuk memberikan media produksi uap dan air panas ke dalam sumur. Liner
berfungsi untuk mengkokohkan konstruksi sumur.
Sparlin memberikan rekomendasi untuk perencanaan diameter screen/liner
untuk sumur-sumur yang dipasang casing produksi, yaitu :
1. Diameter luar pipa liner/screen paling sedikit 2” lebih kecil dari diameter
dalam casing produksi.
2. Screen/slotted tidak memerlukan diameter yang sama dengan diameter tubing
(jika memakai tubing).

4.2.1.1.5. Perencanaan Helical Buckling Liner


Buckling yang terjadi pada liner disebabkan oleh formation induction
stress, yaitu tegangan (stress) yang disebabkan oleh formasi berupa getaran
pengikisan (vibration erosion) atau pengaruh abrasi terhadap casing dan liner.
22

Perencanaan perhitungan untuk helical buckling didasarkan pada konsep dari


Lubinsky. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah :
1. Tidak ada perbedaan tekanan didalam dan diluar liner.
2. Effect coupling dianggap kecil (diabaikan).
3. Kemiringan liner lebih kecil dari 10o.
4. Tidak ada gesekan antara liner dengan formasi.
5. Gesekan akibat aliran fluida diabaikan.
Ada beberapa formulasi dari helical buckling, antara lain :
1. Neutral buckling point (titik netral buckling), dihitung dengan persamaan :
p r  ps
nb  .............................................................................................
Wbouy

(4.13)
Keterangan :
nb = panjang buckling pipa (liner) di atas dasar sumur, ft
pr = total beban diatasnya (compressive load), lb
ps = tenaga penstabil (stability force), lb
= Pf . Ap
Pf = tekanan fluida, lb/inch2
Ap = luas penampang pipa, inch2
Wbouy = berat pengapungan per unit panjang pipa, lb/ft
2. Perubahan panjang akibat helical buckling, dihitung dengan persamaan :
 e 2 (p r  p s ) 2
ΔL  ................................................................................
8 E I Wbouy

(4.14)
Keterangan :
L = perubahan panjang akibat helical buckling, inch
E = modulus elastisitas pipa, lb/inch2
I = momen inersia pipa, inch4

4.2.1.1.6. Perkiraan Pertambahan Panjang Liner


23

Adanya perubahan temperatur pada liner saat berproduksi terhadap


temperatur mula-mula di permukaan, maka untuk memberikan pergerakan liner
memuai harus direncanakan agar tidak terjadi buckling. Untuk mengatasi hal
tersebut harus diberi jarak antara ujung bawah liner dengan dasar lubang. Jarak
tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
ΔL  L . β . ΔT ..................................................................................................
(4.15)
Keterangan :
L = perkiraan pertambahan panjang karena temperatur, inch
L = panjang liner, inch
 = koefisien expansion thermal (= 6,9x10-6 in/inoF)
T = perubahan temperatur pada liner, oF
Tdasarsumur  Tkepala sumur saat produksi
=  Tawal
2

4.2.1.1.7. Aliran Fluida dan Kehilangan Tekanan Melalui Liner


Liner berfungsi mengarahkan aliran menuju casing. Liner tidak disemen
terhadap dinding bor melainkan digantung oleh blind liner. Aliran melalui liner
telah dilakukan pegujiannya pada aliran satu fasa cair (di lapangan) dan udara (di
laboratorium).
Penelitian di lapangan dilakukan dengan jalan melakukan pengukuran
semua parameter aliran dari suatu sumur, untuk melihat pengaruh slot liner
terhadap kekasaran absolut, pada aliran cairan melalui sloted liner. Hal yang
terpenting dari adanya slot liner akan menambah kekasaran absolut (ε/d i) dari
liner.
Gradien tekanan total pada interval liner, dinyatakan dengan :
 dP   dP   dP 
      ................................................................................(4.16)
 dZ T  dZ g  dZ  f

dimana (dP/dZ)g dan (dP/dZ)f merupakan gradien tekanan akibat gravitasi dan
friksi, yang masing-masing dinyatakan dengan persamaan :
24


 dP  λρ V2
   ...............................................................................................
 dz  f 2 (d i )

(4.17)
 dP  
   ρ g sin θ ............................................................................................
 dz  g

(4.18)

Keterangan :
V = kecepatan fluida didalam liner, m/detik
MT
=  ........................................................................................
ρ π (d i ) 2 / 4
(4.19)
di = diameter liner bagian dalam, m
_
ρ = densitas rata-rata pada interval yang dipertimbangkan, merupakan fungsi
dari temperatur rata-rata, kg/m3
λ = faktor gesekan (asumsi terjadi aliran total pada liner), diperoleh dari
fungsi Re dan kekasaran absolut (ε’) pada diagram Moody
 
Re’= reynold number = ρ V (d i ) / μ ...........................................................

(4.20)
ε’ = kekasaran absolut = [ε / di] di ...........................................................(4.21)
Lubang slot yang ada akan menaikkan kekasaran absolut dari pipa sloted liner
(1,1, x 10-3 – 7 x 10-3). Dengan demikian tekanan akibat friksi cukup besar
peranannya terhadap gradien tekanan total.
Pengujian di laboratorium menggunakan pipa PVC yang tembus pandang,
berdiameter 2 inci mewakili liner dan pipa 3 inci yang mewakili diameter open
hole. Pipa diameter 2 inci dibuat lubang bulat dengan diameter 20 mm dan
berjumlah 50 lubang permeternya yang merupakan lubang perforasi.
Hasil pengukuran baik di annulus maupun di dalam liner dalam
memperoleh pengaruh kekasaran pipa, pada jarak tertentu dari inlet memiliki
25

asumsi, yaitu aliran stabil, horizontal satu dimensi dan keilangan tekanan hanya
disebabkan oleh komponen gesekan.
Dari pengujian dapat disimpulkan bahwa :
1. Profil tekanan terhadap jarak tertentu dari inlet di annulus dan di dalam liner
hampir sama.
2. Tekanan alir di annulus lebih besar dibandingkan di dalam liner pada jarak
yang sama dari inlet.
3. Perpindahan massa yang terjadi kearah radial menuju liner.

4.2.2. Casing Produksi


Casing produksi pada sumur panasbumi berfungsi sebagai media alir uap
ke permukaan, sehingga perlu perencanaan dengan maksud agar sumur mampu
menampung sebanyak-banyaknya uap yang berasal dari reservoir. Disamping itu
casing produksi juga berfungsi sebagai pelindung lapisan air dingin yang sering
dijumpai pada kedalaman 800 – 1200 meter. Casing produksi merupakan casing
yang mengalami temperatur tinggi, sehingga harus disemen agar tidak
menimbulkan kerusakan. Skema casing produksi diantara beberapa casing yang
lain ditunjukkan pada Gambar 4.13.
26

Gambar 4.13.
Posisi Casing Produksi Diantara Casing Lainnya
Pada Sumur Panasbumi 7)

4.2.2.1. Perencanaan Diameter dan Panjang Casing Produksi


Pertimbangan awal dalam desain casing adalah adanya ukuran diameter
yang besar sebagai media alir fluida pada kedalaman yang memberikan indeks
produktivitas formasi besar. Disamping itu juga perlu untuk menjaga aliran fluida
maksimum sehingga dapat meminimalkan kehilangan tekanan akibat gesekan
ketika melewati wellhead, flow line dan valve.
Penentuan diameter casing pada sumur panasbumi didasarkan pada casing
produksinya. Diameter casing harus disesuaikan dengan kapasitas alir fluida
produksi yang maksimum. Besarnya diameter yang sesuai dengan kapasitas alir
fluida dapat ditentukan dengan persamaaan :
4. M
D  ..................................................................................................
ρv .v.π

(4.22)
Keterangan :
D = diameter casing produksi, meter
M = laju alir massa, kg/detik
v = densitas uap, kg/m3
v = kecepatan aliran rata-rata uap dalam casing, m/detik
Matsuo (1973) telah memberikan petunjuk untuk memperkirakan diameter lubang
sumur optimum pada open hole dan casing seperti terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3.
Ukuran Optimum Diameter Luar Casing Pada Sumur Panasbumi 7)
27

Sumur-sumur panasbumi pada umumnya dangkal, yaitu rata-rata berkisar


kurang dari 9000 feet, akan tetapi pada sumur-sumur panasbumi geopressure
seperti di cekungan Tertiary Gulf dengan kedalaman dari 13.000 feet hingga lebih
dari 20.000 feet.
Pertambahan temperatur pada formasi panasbumi akan cenderung
membuat casing bertambah panjang, memuai dan jika penyemenan kurang baik
akan menyebabkan buckling, collapse dan burshting.
Sifat elstisitas dan plastisitas casing harus dipertimbangkan dengan
memperhatikan thermal stress yang diderita oleh casing. Besarnya thermal stress
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
S t  β . Δt . E .....................................................................................................

(4.23)
Keterangan :
St = thermal stress, psi
 = koefisien muai panjang (=6,6 x 10-6 inch/inchoF)
t = beda temperatur, oF
E = modulus elastisitas bahan, untuk baja = 29 x 106 psi
Pertambahan panjang akibat kenaikan temperatur pada casing produksi
dapat dihitung berdasarkan persamaan pertambahan panjang untuk liner.

4.2.2.2. Setting Depth Casing Produksi


Setting depth casing pada sumur panasbumi didasarkan atas setting depth
casing produksinya. Penentuan setting depth casing produksi dilakukan dengan
tiga metode, yaitu peramalan temperatur formasi berdasarkan temperatur lumpur
yang keluar, tingkat alterasi dan ada tidaknya mineral indikator.

Tabel 4.4.
Pertambahan Panjang Casing Akibat Perubahan Temperatur 7)
28

Jika setting depth casing produksi terlalu jauh dari lapisan produktif maka
akan berakibat :
a. Laju produksi yang diharapkan tidak tercapai.
b. Blind liner yang terlalu panjang dan tidak disemen akan cenderung mengalami
buckling, sehingga bentuk liner yang berkelok-kelok akan memperkecil laju
produksi uap.
Sebaliknya jika casing produksi mencapai atau melewati zona produktif maka
akan berakibat :
a. Penyemenan casing produksi tidak sempurna karena cenderung terjadi
saluran-saluran akibat interaksi dengan fluida produksi.
b. Air akan mengisi rongga-rongga pada semen dan akan berubah fasa menjadi
uap pada saat fluida diproduksikan, sehingga memberikan tekanan pada casing
yang dapat menimbulkan buckling dan collapse.

4.2.2.3. Safety Factor Casing Yang Digunakan


Safety factor adalah suatu angka untuk merubah harga-harga collapse,
burst dan tension agar casing dapat menahan tekanan/tegangan tanpa gagal.
Persamaan-persamaan yang digunakan untuk desain casing adalah :
a. Desain terhadap collapse
MCR
SFc  ...................................................................................
0,052 . ρ m . D

(4.24)
Keterangan :
29

SFc = safety factor untuk collapse (= 1,0 – 1,125)


MCR = minimum collapse resistance, psi
m = densitas lumpur, ppg
D = kedalaman casing, ft
b. Desain terhadap burst
IYP
SFb  .............................................................................................
GF . D

(4.25)
Keterangan :
SFb = safety factor untuk burst (= 1,0 – 1,33)
IYP = internal yield pressure, psi
GF = gradien tekanan formasi, psi/ft
c. Desain terhadap tension
UJS
SFt  .................................................................................
( NW . D)  BS

(4.26)
Keterangan :
SFt = safety factor untuk tension (= 1,6 – 2,0)
UJS = ultimate joint strength, lb
NW = nominal weight casing, lb/ft
BS = beban penyemenan, lb

4.2.2.4. Kehilangan Tekanan Melalui Casing


Perkiraan kehilangan tekanan pada rangkaian casing berdasarkan model
yang dibuat oleh Teklu Hadgu (1989), berasal dari persamaan gerak kemudian
digunakan untuk kondisi tertentu dengan mengalami beberapa penyederhanaan.
Kehilangan tekanan pada rangkaian casing dipengaruhi oleh pola aliran
(berdasarkan kecepatan superficial dan uap). Faktor yang berperan dalam masing-
masing pola adalah void fraction (). Kehilangan tekanan total, antar dua titik
yang ditinjau merupakan penjumlahan komponen kehilangan tekanan karena
friksi, gravitasi dan percepatan.
30

Berdasarkan batasan pola aliran di atas, kehilangan tekanan ditentukan


sebagai berikut :
1. Kehilangan tekanan pada pola aliran bubble
1) Komponen kehilangan tekanan akibat friksi
Dinyatakan dengan persamaan :
 dP  4 τw
   ......................................................................................
 dz  f d

(4.27)
Keterangan :
w = tahanan geser (shear stress) = 0,5 f m VL2 ........................(4.28)
m = densitas campuran = α g + (1 – α) L .............................(4.29)
α = void fraksi diperoleh secara iterasi dari persamaan berikut :
0,25
 1  1,53  g Δρ σ 
VSL   VSG 1  1,25 α   1,25 (1  α) 
1,5
2  ......
   ρL 
.....(4.30)
VSL = kecepatan superficial cairan
VSG = kecepatan superficial uap
Δ = L - G ..................................................................................(4.31)
 = tegangan antar muka cairan-uap
VL = kecepatan cairan = VSL / (1 – α) .......................................(4.32)
f = faktor friksi, fungsi dari (ReL, ε / d)
ReL = reynold number (fasa cair)
= (L VL d) / μ .........................................................................(4.33)
2) Komponen kehilangan tekanan akibat gravitasi
Dinyatakan dengan persamaan :
(dP/dZ)G = m g....................................................................................(4.34)
dimana m adalah densitas campuran yag diperoleh berdasarkan persamaan
(4.29) dan α adalah fraksi void yang diperoleh secara iterasi dari
persamaan (4.30).
3) Komponen kehilangan tekanan akibat percepatan
31

Persamaan umum gradien tekanan karena percepatan dinyatakan :

MT   x2 
2
 dP  (1  x) 2
      ..............................................
 dZ  ACC A p Z  α ρ G (1  α) ρ L
2

(4.35)
dimana α adalah fraksi void yang diperoleh secara iterasi dari persamaan
(4.30).
2. Kehilangan tekanan pada aliran slug
1) Komponen kehilangan tekanan akibat friksi
Perkiraan kehilangan tekanan akibat friksi pada regim aliran slug akan
lebih rumit karena adanya lapisan film yang turun pada dinding pipa.
Cairan film yang mengelilingi bubble taylor dapat dipertimbangkan
sebagai gerakan yang jatuh bebas sehingga tahanan geser diasumsi
diimbangi oleh gaya gravitasi. Dengan asumsi ini, gradien friksi dan
gravitasi pada daerah gelembung taylor dapat diabaikan. Persamaan aliran
slug dinyatakan :
2
 dP  2 f m ρ m VLLS I LS
   .................................................................
 dZ  f D I SU
(4.36)
Keterangan :
VLLS = kecepatan rata-rata cairan dalam slug cairan, m/s
I LS
 1 -  = ekwivalen panjang cairan slug
I SU

ISU = panjang slug unit, m


m = LS g + (1 - LS) L ........................................................(4.37)
αLS = fraksi void pada slug cairan = AGLS / Ap .........................(4.38)
AGLS = luas penampang efektif yang diisi gas dalam slug cairan, m2
Ap = luas penampang pipa, m2
fm = f (Rem, ε/D)
32

D VLLS ρ m
Rem = ..........................................................................
μm

(4.39)
2) Komponen kehilangan tekanan akibat gravitasi
Kehilangan tekanan akibat gravitasi pada aliran slug dinyatakan dengan
persamaan berikut :
 dP  I LS
   ρm g ...............................................................................
 dZ  G I Su

(4.40)
dimana m adalah densitas campuran yang didefinisikan seperti pada
persamaan (4.37).
3) Komponen kehilangan tekanan akibat percepatan
Dalam aliran slug kehilangan tekanan karena percepatan juga melibatkan
perubahan arah aliran lapisan film. Fernandes et al (1983) memperkirakan
kehilangan tekanan karena pengaruh percepatan memerlukan data
percepatan cairan film yang jatuh, terhadap VLLS dengan arah berlawanan.
Persamaan kehilangan tekanan karena percepatan dinyatakan sebagai
berikut :
 dP  V  VLLS
   ρ L VLTB (1  α LTB ) LTB ........................................
 dZ  ACC I SU

(4.41)
Keterangan :
VLTB = volume cairan dalam bubble taylor
αLTB = fraksi void cairan dalam bubble taylor
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa slug cairan mencapai stabil bila
aliran benar-benar berkembang penuh. Panjang slug cairan yang stabil
tidak dipengaruhi oleh laju aliran dan berharga konstan untuk suatu
diameter pipa salur.
Metode Dukler et al (1965) adalah yang paling sesuai dalam penelitian
saat ini, dengan menggunakan fluida air dan uap. Kehilangan tekanan pada
aliran air-uap dengan diameter pipa besar dipengaruhi oleh perbandingan
33

ILS/D. Harga ILS/D = 40 cenderung akan memperkecil kehilangan tekanan,


namun berdasarkan perkiraan ILS/D = 20 merupakan harga yang paling
sasuai.
3. Kehilangan tekanan pada aliran churn
Secara definitif belum pernah ada penelitian dalam aliran churn, sehingga
belum dimengerti sepenuhnya. Umumnya regim aliran yang terjadi adalah
transisi antara aliran slug dan annular. Para peneliti memperkirakan parameter
kehilangan tekanan dalam aliran churn adalah dengan menggunakan
interpolasi antara aliran slug dan annular. Menurut Hewitt dan Owen (1987)
berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa kehilangan tekanan pada aliran
slug dan churn sama besarnya.
4. Kehilangan tekanan pada aliran annular
Pada aliran annular terdapat butiran cairan yang tersebar, ditandai oleh adanya
cairan film yang mengelilingi kolom gas (core). Hidrodinamika dari aliran
melibatkan cairan film, butiran cair, fasa gas dan interaksi didalamnya.
Teklu Hadgu (1989) dalam percobaannya pada aliran panasbumi dengan
mengabaikan tahanan geser pada dinding film (τ i, τd), dimana hasil
pengukuran kehilangan tekanan total mendekati hasil perhitungannya, dengan
mengabaikan gradien percepatan berdasarkan hubungan :
P 4 τw
  g ρ m ......................................................................................
Z D
(4.42)
Tahanan geser dinding pipa (τw) dinyatakan dengan persamaan :
τw = 0,5 f L VL2 ......................................................................................(4.43)
ReL = (L VL D) / μL .................................................................................(4.44)
Korelasi faktor gesekan dari Serghide (1984) :
 /D 12 
A   2 log    .........................................................................
 3,7 R eL 

(4.45)
34

 /D 2,51 A 
B   2 log    .....................................................................
 3,7 R eL 

(4.46)
 /D 2,51 B 
C   2 log    ......................................................................
 3,7 R eL 

(4.47)
2
 (B  A) 2 
f   A   .........................................................................
 C  2B  A 

(4.48)
Densitas campuran dinyatakan dengan persamaan :
m = (1 – α) L + α g ............................................................................(4.49)
Korelasi Baroczy untuk korelasi fraksi void dinyatakan :
1
α 0,65 0,13
1  x 
0,74
 ρg   μL  .....................................................
1      
 x  μ 
 ρL   g 

(4.50)

4.3. Fasilitas Produksi Permukaan


Fasilitas produksi permukaan (surface facility) pada lapangan panasbumi
merupakan peralatan produksi yang terdiri dari wellhead, flow line, manifold,
header, separator dan turbin. Fasilitas produksi permukaan sangat dipengaruhi
oleh kondisi permukaan yang relatif datar dalam memperoleh efisiensi atau
pengurangan kehilangan tekanan (pressure drop). Selain itu sifat fasa, komposisi
kimia, tekanan dan temperatur fluida reservoir, besarnya cadangan dan laju
produksi sangat menentukan dalam perencanaan fasilitas produksi tersebut.

4.3.1. Wellhead dan X-mastree


Wellhead adalah suatu rangkaian peralatan di atas sumur yang berfungsi
untuk mengontrol, mengawasi dan memelihara kondisi sumur di permukaan. Well
head terbuat dari besi baja dan memakai seal/sekat untuk menahan semburan dan
kebocoran cairan/gas dari lapisan ke permukaan. Disamping itu wellhead tersusun
35

atas casing hanger (casing head) untuk menggantung rangkaian casing di


dalamnya.
X-mastree (silang sembur) adalah kumpulan kerangan (valve) dan fitting
yang dipasang di atas wellhead. X-mastree berfungsi untuk memudahkan
pengaturan produksi di permukaan, menahan tekanan tinggi dari sumur, menahan
serangan air lapisan produktif yang bersifat korosi serta dapat menahan adanya
pengikisan oleh pasir yang ikut terproduksi bersama fluida.

4.3.1.1. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Wellhead


Dalam perencanaan wellhead ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan, yaitu :
1. Tekanan
Tekanan reservoir yang tinggi dapat menyebabkan collapse apabila tekanan
kerja (working pressure) tidak mampu mengimbangi tekanan fluida.
2. Temperatur

Gambar 4.14.
Tipe Wellhead Pada Lapangan Uap Basah 3)
36

Gambar 4.15.
Kumpulan Valve Pada X-mastree
(a). Valve Untuk Memindahkan /Mengatur Gas; (b)Valve
Service; (c). Valve Kontrol Uap ke Silencer; (d) Valve Untuk
Mengatur AliranVertikal di Dalam Lubang Sumur 3)
Dalam perencanaan wellhead harus dipertimbangkan faktor temperatur karena
pada temperatur yang tinggi dapat menyebabkan penurunan yield strength
wellhead.
3. Sifat korosi fluida
Setiap lapangan panasbumi mempunyai tingkat korosifitas fluida yang
berbeda-beda, dimana fluida produksi dengan korosifitas tinggi akan
mempercepat proses korosi pada wellhead sehingga kekuatan wellhead akan
berkurang. Oleh karena itu perlu pemilihan material wellhead dengan
kandungan karbon rendah hingga menengah.
4. Fasa fluida
Pada umumnya reservoir dengan sistem air panas atau uap basah mempunyai
tekanan reservoir yang lebih besar daripada reservoir uap kering. Oleh karena
itu untuk sistem reservoir air panas memerlukan wellhead dengan tekanan
kerja lebih besar.

4.3.1.2. Bagian-Bagian Wellhead


Bagian-bagian dari wellhead dapat dibedakan atas casing head, katup pada
wellhead dan choke.

4.3.1.2.1. Casing Head


Casing head atau landing base digunakan untuk menahan casing
berikutnya yang lebih kecil dan memberikan penyekat antara rangkaian casing,
serta memberikan dukungan dengan annulus dan sebagai landasan BOP (Blow
Out Preventer).
Casing head dapat dibagi dalam dua macam, yaitu :
1. Lower most casing head
37

Lower most casing head merupakan bagian paling bawah dari peralatan
wellhead yang akan berpaut dengan bagian atas surface casing. Fungsinya
untuk menopang rangkaian surface casing serta penyekat annulus diantara
rangkaian casing.
Ada beberapa macam ukuran dari lower most casing head, yaitu dari 6”
hingga 20”, digunakan untuk menopang rangkaian casing dengan ukuran 4 ½”
sampai 16”.
Beberapa hal dalam mempertimbangkan ukuran peralatan lower most casing
head, yaitu :
a. Casing didesain untuk dapat menerima casing berikutnya tanpa
menyebabkan kerusakan pada rangkaian casingnya.
b. Tekanan kerja minimum sekurang-kurangnya harus sama dengan tekanan
formasi untuk dasar surface casing. Sedangkan tekanan kerja maksimum
paling tidak harus sama dengan tekanan formasi pada dasar casing string
berikutnya yang lebih kecil.
2. Intermediate casing head
Intermediate casing head atau casing head spool diperlukan jika digunakan
intermediate casing, yang berfungsi untuk menahan casing berikutnya yang
lebih kecil dan memberikan ruang antara masing-masing casing.
Dalam perencanaan intermediate casing head ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Ukuran dan tekanan kerja dari bottom flange harus sesuai dengan top
flange dari casing head di bawahnya, misalnya ukuran bottom flange
intermediate casing harus sama dengan ukuran top flange lower most
casing head.
b. Harus memiliki penyesuaian dalam ukuran, jenis dan tekanan kerja untuk
lubang saluran keluar.
c. Casing head harus direncanakan untuk dapat menahan berat casing string
berikutnya.

4.3.1.2.2. Valve Wellhead


38

Katup-katup atau valve pada Gambar 4.15 terdapat di atas atau di dalam
pondasi cellar.
Service valve (valve B) digunakan untuk mengatur aliran dan tekanan
terhadap keluarnya fluida selama uji berlangsung. Oleh karena sementara valve
tertutup maka kemungkinan sumur ditutup untuk tujuan pemeliharaaan.
Bleed valve (valve D) digunakan untuk membuang gas yang tidak
terkondensasi. Baypass valve (valve C) adalah valve yang digunakan untuk
mengatur aliran fluida ke silencer atau tempat penampungan air (pembuangan).
Master valve (valve A) atau shutt off valve merupakan valve utama yang
digunakan untuk menutup sumur atau mengisolasi sumur untuk keperluan
perawatan.

4.3.1.2.3. Expansion Spool


Dengan selesainya penempatan liner 7” kemudian dipasang wellhead dan
X-mastree. Pada sumur-sumur panasbumi dilengkapi dengan expansion spool
yang letaknya di bawah X-mastree. Pemasangan expansion spool bertujuan untuk
menjaga agar X-mastree tidak ikut terangkat atau bergerak ke atas pada saat
casing produksi mengalami pemuaian yang disebabkan suhu yang tinggi.
Cara pemasangan expansion spool yaitu bagian atas dari casing produksi
dihubungkan dengan piston, yang berada dalam expansion spool. Unit ini
dipasang di atas flensa dasar selubung 13 ⅜” dan X-mastree dipasang di atas
expansion spool. Apabila casing produksi mengalami pemuaian maka piston
tersebut ikut bergerak bersama-sama ke atas di dalam expansion spool.

4.3.1.2.4. Choke
Choke atau penjepit adalah sumbat berlubang yang dipasang di kepala
sumur untuk membatasi aliran dengan tujuan mengatur tingkat produksi.
Fungsi dari choke yaitu :
1. Mengatur tekanan kepala sumur yang dipakai sebagai dasar pengaturan
besarnya laju produksi sumur tersebut.
2. Mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan formasi sebagai akibat produksi
yang terlalu tinggi.
39

3. Memberikan tekanan balik terhadap formasi sehingga terkanan formasinya


tetap tinggi. Dengan demikian akan memelihara/memperpanjang umur sumur
tersebut.
4. Mengurangi tekanan aliran sehingga memberikan pemakaian tekanan kerja
yang lebih mudah terhadap peralatan di permukaan.
Untuk sumur-sumur panasbumi menggunakan surface choke, yang terdiri
dari :
a. Positive choke
Pada choke jenis ini, untuk mendapatkan laju aliran yang lebih besar cukup
dengan menggantikan ukuran choke flow yang lebih besar dari semula. Pada
saat penggantian dilakukan, maka aliran fluida harus ditutup terlebih dahulu.
Keuntungan penggunaan positive choke yaitu :
1. Laju aliran yang terjadi cukup konstan
2. Pengaruh erosi yang terjadi akibat fluida produksi relatif kecil.
3. Tersedianya beberapa ukuran choke.
Sedangkan batasan penggunaan positive choke antara lain :
1. Selama pengantian choke, aliran fluida tidak dapat menerus atau tidak
dapat diatur, karena pada saat penggantian aliran, choke harus ditutup
terlebih dahulu.
2. Untuk memelihara agar aliran yang diijinkan konstan, maka harus sering
dilakukan pengantian choke.

b. Adjustable choke
Adjustable choke merupakan choke yang dapat digunakan untuk mengatur
aliran fluida produksi dari sumur tanpa harus menggganti choke atau tanpa
menghentikan aliran sumur lebih dulu.
Pengubahan ukuran diameter choke dilakukan dengan cara mengatur hand-
wheel sesuai dengan ukuran yang diinginkan, terutama pada sumur dengan
menggunakan X-mastree single wing.
Beberapa keuntungan menggunakan adjustable choke yaitu :
40

1. Pengaturan laju aliran dapat dilakukan tanpa harus menutup sumur terlebih
dahulu.
2. Dalam satu choke terdapat beberapa ukuran.
3. Cocok dan baik digunakan pada sumur yang baru melakukan kegiatan
injeksi air (seperti water loss test atau gross permeability test), pada sumur
yang mulai berproduksi dan untuk pengujian sumur yang mengalir bebas
dari unsur-unsur yang bersifat korosi.
Beberapa batasan penggunaan adjustable choke yaitu :
1. Apabila ada material batuan kecil yang ikut terproduksi maka akan
menyebabkan slow bean tersumbat, sehingga steam tip akan mudah
terkikis.
2. Biayanya relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan positive choke.

4.3.1.3. Perencanaan Wellhead


API telah mengeluarkan standart tekanan kerja (working pressure) yang
diijinkan pada wellhead, seperti terlihat pada Tabel 4.5. Yang perlu diperhatikan
adalah kondisi reservoir berupa tekanan, temperatur dan fasa fluida.

4.3.1.3.1. Perencanaan Tekanan Aliran Pada Wellhead


Perencanaan tekanan aliran pada wellhead harus disesuaikan dengan
besarnya tekanan aliran formasi serta kedalaman sumur. Sebagai contoh prosedur
perencanaan wellhead berdasarkan Gambar 4.16 adalah sebagai berikut :
1. Kedalaman sumur (kedalaman formasi produktifnya) adalah 2500 meter.
2. Berdasarkan Gambar 4.16 tarik garis lurus pada kedalaman tersebut ke arah
kiri sampai menyentuh grafik saturation line pressure at depth.

Tabel 4.5.
Tipe Wellhead dan Maksimum Tekanan Kerjanya 35)
Tipe Well Head Maksimum Tekanan Kerja
900 series, flensa & valve 148 bar
2000 psi API 130 bar
6000 series, flensa & valve 90 bar
41

Gambar 4.16.
Gradien Tekanan Sumur Panasbumi Untuk Desain Wellhead 35)
3. Dari titik potong dengan garis saturasi tersebut kemudian tarik garis ke bawah
sampai menyinggung sumbu x (sumbu tekanan)
4. Hasil yang didapat menunjukkan tekanan sebesar 2500 psi gauge pada
kedalaman 2500 meter.
Dari contoh tersebut di atas, maka dapat direncanakan pemilihan wellhead,
yaitu dapat dipergunakan wellhead seri 900, karena wellhead ini mampu menahan
tekanan sampai dengan 148 bar. Kelebihan dari tekanan hasil perhitungan perlu
dilakukan untuk menjaga kenaikan tekanan yang dapat merusak peralatan.

4.3.1.3.2. Penentuan Ukuran Diameter Choke


Setelah dilaksanakan uji tegak (untuk mengetahui kapasitas maksimal
suatu sumur) dan uji datar (untuk menentukan karakteristik sumur yang berbeda
pada setiap tekanan wellhead), maka langkah selanjutnya adalah menentukan
ukuran choke dan orifficemeter yang sesuai untuk sumur tersebut. Penentuan
ukuran choke didasarkan pada grafik karakteristik sumur dari hasil uji datar.
42

Tujuan menentukan ukuran choke adalah untuk mengetahui tekanan wellhead


yang sesuai dengan tekanan yang dibutuhkan turbin.
Metode perhitungan penentuan ukuran diameter choke adalah berdasarkan
rumus James. Penggunaan rumus ini juga didasarkan atas tingkat keakuratan dan
kemudahannya dalam penggunaan di lapangan.
1,4 D
d ch  ..............................................................................................
(Pu /Pc ) 0,48

(4.51)
Keterangan :
dch = diameter choke yang diinginkan, inci
D = diameter pipa choke, inci
Pc = tekanan kritis, kg/cm2
Pu = tekanan wellhead, kg/cm2

4.3.1.3.3. Kecepatan Fluida di Kepala Sumur


Untuk sumur panasbumi pada reservoir sistem dominasi air, pada bagian
bawah sumur fluida mungkin berupa air panas, dimana kecepatan mengalirnya
semakin tinggi dan ketika memasuki casing produksi kecepatannya turun dengan
seketika dan kemudian naik kembali. Karena densitas air yang tinggi dan adanya
faktor gesekan (skin friction) maka kecepatan fluida (banyak mengandung air) di
bawah sumur cenderung lebih rendah dari pada di bagian atasnya (relatif lebih
banyak uap).
Kecepatan rata-rata di kepala sumur dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
m t . υ fg
Vwh  .................................................................................................
3600 . A

(4.52)
dimana :
mf . υf  mg . υg
υ fg  ....................................................................................
mt

(4.53)
Keterangan :
43

Vwh = kecepatan rata-rata fluida di kepala sumur, m/detik


mt = laju alir massa total fluida, ton/jam
fg = volume spesifik campuran fluida rata-rata, m3/kg
f = volume spesifik air, m3/kg
g = volume spesifik uap, m3/kg
A = luas penampang sumur, m2
mf = laju alir massa air panas, ton/jam
mg = laju alir massa uap, ton/jam
Hubungan kecepatan rata-rata uap dan kecepatan rata-rata air untuk sumur
sistem dominasi air dapat dijelaskan pada Gambar 4.17. Pada gambar tersebut
terdapat variasi kecepatan rata-rata tiap fasa fluida, dimana semakin besar
perbedaan kecepatan rata-rata antara kedua fasa fluida tersebut maka makin besar
pula bagian lubang sumur yang ditempati oleh air.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa jika produksi dari sumur
cukup besar sedangkan diameter sumur kecil, maka kecepatan sonik (sonic
velocity) dapat terjadi pada kepala sumur. Jika katup kepala sumur dibuka lebar
hingga terjadi semburan bebas ke atmosfir, maka tekanan kepala sumur
merupakan tekanan atmosfir (0 gauge) selama semburan mendekati sonik
(subsonic velocity). Akan tetapi segera setelah kecepatan sonik tercapai maka
akan terjadi pembangkitan (build up) tekanan pada kepala sumur. Ini berarti pada
sumur yang sangat besar dengan diameter sumur kecil (under size) tidak mungkin
menurunkan tekanan kepala sumur hingga pada tekanan atmosfir.
44

Gambar 4.17.
Kecepatan Relatif Fluida Pada Kepala Sumur Untuk Sumur
Dominasi Air 3)
Bentuk “total flow” pada sumur “wet” seperti yang terlihat pada Gambar
4.18, hampir horizontal pada tekanan kepala sumur sama dengan tekanan atmosfir
(0 atu). Hal ini menunjukkan bahwa sumur ini hampir mencapai aliran kritis
(sonic velocity) bila disemburkan bebas ke atmosfir.

4.3.1.4. Perencanaan Pemilihan X-mastree


X-mastree ditinjau dari jumlah sayap (wing) dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. X-mastree bersayap satu (single wing)
Merupakan salah satu jenis X-mastree yang mempunyai satu lengan
percabangan sebagai penyalur fluida produksi.
b. X-mastree bersayap dua (double wing)
Merupakan X-mastree yang mempunyai dua lengan percabangan, yaitu pada
bagian sebelah kiri dan kanan.
45

Gambar 4.18.
Bentuk Aliran Panas (heat Flow) pada Suatu Wet Bore
Dengan Asumsi Entalpi Konstan pada 278 cal/g 3)
Didalam penggunaannya, pemakaian X-mastree bersayap dua lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan sayap satu. Pada double wing, bila
diperlukan mengganti jepitan (bean) pada salah satu cabangnya, maka
percabangan yang lain masih dapat digunakan untuk tetap mengalirkan fluida
produksi selama proses penggantian berlangsung. Biasanya cabang salah satu
lengan diperlukan untuk uji produksi dan satunya lagi untuk mengalirkan fluida
produksi. Dengan demikian tidak terjadi kerugian produksi. Salah satu X-mastree
jenis ini adalah OCT, dimana dapat digunakan pada sumur dengan tekanan kerja
sekitar 5000 psi.
X-mastree dapat dikelompokkan menjadi beberapa seri sesuai dengan
tekanan kerjanya menurut standart yang dikeluarkan oleh API, yaitu :
a. seri 400 untuk tekanan kerja sebesar 960 psi.
b. seri 600 untuk tekanan kerja sebesar 2000 psi.
c. seri 900 untuk tekanan kerja sebesar 3000 psi.
d. seri 1500 untuk tekanan kerja sebesar 5000 psi.
46

Gambar 4.19.
Single Wing X-mastree Jenis OCT 13)

Gambar 4.20.
Double Wing X-mastree Jenis OCT 13)

4.3.2. Gathering System


Gathering system atau sistem pengumpul adalah sistem pemipaan atau
pengumpulan rangkaian pipa alir fluida produkai di permukaan dari beberapa
sumur produksi.
Beberapa faktor yang menentukan dalam perencanaan sistem gathering
yaitu :
1. Tekanan kepala sumur diusahakan sekecil mungkin, karena sangat
berpengaruh terhadap produksi sumur. Hal ini dapat dilakukan dengan
memperkecil kehilangan tekanan antara sumur dengan turbin atau tekanan
pada separator harus kecil dengan cara pemisahan secara bertingkat.
2. Kehilangan tekanan pada sistem harus sekecil mungkin, agar tekanan yang
masuk ke dalam turbin sesuai dengan tekanan yang diijinkan. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara merencanakan diameter choke yang optimum dan
diameter pipa alir yang sesuai dengan laju produksi.
3. Susunan sistem peralatan dibuat agar mudah dalam pengawasan.
47

4. Sarana-sarana untuk menjamin unit harus semurah mungkin, seperti :


a. Peralatan mekanik dari suatu sumur harus sesuai dengan kondisi sumur
tersebut.
b. Pemasangan peralatan-peralatan yang sifatnya sementara sebaiknya
dilakukan dengan pemasangan sambungan-sambungan, sehingga bila
sewaktu-waktu diperlukan pengantian mudah dalam pelepasan maupun
pemasangan kembali.
c. Perlu diusahakan unit khusus pemadam kebakaran.
Karakteristik sumur yang perlu diperhatikan adalah kondisi tekanan,
temperatur, disamping itu komposisi kimia fluida produksi dan fasa fluida yang
diproduksi oleh sumur tersebut. Ada dua sistem yang digunakan untuk
merencanakan pola gathering system, yaitu tipe radial dan axial.

4.3.2.1. Radial Gathering System


Tipe sistem gathering ini menggambarkan flow line yang ada menyatu
kearah header yang terletak ditengah-tengah lokasi dari sumur-sumur panasbumi
yang ada pada lapangan tersebut (lihat Gambar 4.21.).
Sistem gathering ini mempunyai keuntungan dan kekurangan.
Keuntungannya adalah dapat memperkecil biaya kapital dengan pengurangan
terhadap instalasi pengukuran, pipa-pipa, pemeliharaan control plant pada
gathering point akan lebih mudah dan murah. Sedangkan kerugiannya adalah sulit
untuk mengalirkan fluida produksi melalui single flow line, sehingga terbentuk
gas pocket, korosi dan emulsi pada pipa transmisi.
48

Gambar 4.21.
Radial Gathering System 5)
4.3.2.2. Axial Gathering System
Jenis sistem gathering ini tepat bila digunakan pada lapangan panasbumi
yang mempunyai kapasitas besar, dimana setiap sumur mempunyai fasilitas
pengukuran dan pemisahan tersendiri. Skema sistem gathering axial dapat dilihat
pada Gambar 4.22.

4.3.3. Pipa Transmisi


Sistem transmisi uap akan tetap berjalan dengan normal pada satu atau
lebih jalur pipa, dengan diameter besar yang dihubungkan ke diameter kecil yang
berasal dari kepala sumur. Panjang pipa transmisi akan mencapai ribuan meter,
sehingga dapat dilakukan pembagian atau percabangan dari berbagai tempat di
lapangan tersebut.

Gambar 4.22.
Axial Ghatering System 5)
Pipa transmisi dapat dibedakan atas pipa horizontal, vertikal dan pipa
miring, dimana masing-masing akan dijelaskan faktor-faktor dalam
49

perencanaannya, meliputi penentuan pola aliran fluida, kehilangan tekanan,


kehilangan temperatur, baik pada aliran fluida satu fasa maupun dua fasa.

4.3.3.1. Aliran Fluida Pada Pipa Vertikal


Apabila dua macam fluida dengan sifat fisik yang berbeda mengalir secara
serentak, maka akan terdapat kemungkinan yang luas tentang pola aliran yang
terbentuk. Ciri-ciri pipa aliran dua fasa berbeda dengan satu, hal ini disebabkan
karena perbedaan tegangan permukaan diantara fasa tersebut.
Peramalan tekanan alir, fraksi air dan pola aliran pada berbagai kedalaman
sangat diperlukan untuk :
1. Memperkirakan flashing zone, yaitu kedalaman dimana gelembung-
gelembung uap mulai terbentuk atau kedalaman dimana fasa uap mulai
terbentuk. Gelembung-gelembung kecil yang terdistribusi pada fasa kontinyu
air mulai terbentuk bila tekanan sudah mencapai tekanan saturasinya.
Kedalaman dimana gelembung-gelembung uap mulai terbentuk perlu
diketahui karena pada kedalaman tersebut air mengendapkan kalsium karbonat
di sumur.
2. Memperkirakan apakah pada saat sumur diproduksi pada tekanan kepala
sumur yang ditetapkan terjadi slug flow di dalam sumur.
3. Meramalkan kelakuan produksi sumur dengan membuat kurva produksi,
karena uji produksi hanya dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.
4. Memperkirakan pengaruh ukuran lubang sumur terhadap kemampuan
produksi sumur.
5. Meramalkan penurunan kemampuan produksi sumur karena penurunan
tekanan reservoir

4.3.3.1.1. Pola Aliran


Apabila melihat potongan sebuah pipa, maka pada saat cairan dan uap
mengalir bersama-sama dalam suatu pipa, akan tampak sebagian fasa dapat
dianggap menempati suatu tempat di dalam luas potongan pipa tersebut. Pola
aliran kedua fasa tersebut di dalam pipa vertikal diperlihatkan pada Gambar 4.23.
50

Gambar 4.23.
Pola Aliran Fluida Pada Pipa Vertikal 27)
Berdasarkan gambar di atas, maka pola aliran fluida pada pipa vertikal
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :

1. Bubble flow
Fasa gas pada aliran ini terdistribusi sebagai gelembung-gelembung gas dalam
fasa cairan secara terus menerus. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh
buoyancy dan kecepatan fluida, dimana kecepatan dari fasa gas lebih besar
dari pada fasa cairan. Pola aliran seperti ini bisa terjadi pada daerah low
quality pada pencampuran penguapannya.
2. Slug flow
Fasa gas yang dijumpai pada aliran ini yang lebih banyak daripada di bubble
flow. Kumpulan gelembung-gelembung gas akan bergabung dengan bentuk
yang tetap dan dengan diameter yang sama dengan diameter pipa. Gelembung-
gelembung ini terpisah satu dengan yang lainnya oleh slug cairan. Kecepatan
gelembung lebih besar daripada cairan.
Terjadinya slug flow baik di dalam sumur maupun di pipa alir tidak
dikehendaki karena akan menyebabkan aliran fluida dari sumur produksi
menjadi berubah-ubah secara tidak beraturan (intermittent).
51

Lapisan tipis dekat dengan dinding pipa mempunyai pergerakan ke atas


dengan kecepatan yang lemah, atau bergerak ke bawah karena adanya
pengaruh gravitasi. Sedangkan cairan selalu bergerak ke atas.
3. Churn (annular mist) flow
Jenis aliran ini mempunyai bentuk aliran yang tidak stabil dari slug flow
karena adanya kombinasi tegangan permukaan yang terlalu rendah, diameter
pipa yang terlalu besar atau kecepatan aliran dan penguapan yang terlalu
tinggi
4. Annular flow
Pada aliran ini, fasa cair berupa lapisan tipis yang membasahi dinding pipa.
Bagian tengah dari pipa mengalir gas secara terus menerus dan membawa
cairan untuk bergerak.
Kualitas dari beberapa pola aliran dapat diperlihatkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6.
Kualitas Berbagai Pola Aliran 11)
Pola Aliran Kualitas (x)
Bubble 0,00 – 0,02
Slug 0,02 – 0,1
Churn 0,1
Annular 0,1 – 1,0
Mist 0,9 – 1,0

4.3.3.1.2. Vertikal Lift Performance


Pada sumur panasbumi, aliran dari dasar sumur ke permukaan dapat
berupa aliran satu fasa maupun dua fasa.
Konsentrasi dari momentum yang memberikan total gradien tekanan
(dP/dz) merupakan penjumlahan komponen gradien friksi, percepatan dan
gravitasi, dan dinyatakan dengan persamaan :
dP  dP   dP   dP 
      .......................................................................
dz  dz f  dz  acc  dz  g

(4.54)
52

Batasan-batasan yang mewakili variable-variabel di atas adalah :


dP f ρ V 2 ρ V dv g
   sin θ ...................................................................
dz 2gc d g c dz gc

(4.55)
Untuk aliran vertikal, sudut () = 90o, maka sin 90o = 1, sehingga persamaan
(4.55) menjadi :
dP ρ V2 f
 ............................................................................................….
dz 2 g c d pi

(4.56)
Keterangan :
dP/dz = gradien tekanan, psi/ft
 = densitas, lb/ft3
V = kecepatan aliran rata-rata, ft/detik
dpi = tubing diameter bagian dalam, ft
gc = konversi faktor (= 32,2 lbm/lbf . ft/detik2)
f = friction factor
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah aliran
fluida panasbumi dari dasar sumur ke permukaan, menghitung pengaruh sifat fisik
seperti entalpi, densitas, viskositas dan sifat fisik lainnya.
Pendekatan untuk aliran dua fasa didalam pola aliran dan dikoreksi
kehilangan tekanan, dapat menggunakan metode Hagedorn dan Brown (1963).
Metode ini sering digunakan karena relatif lebih sederhana dan perhitungan
tekanan dasar sumur dimulai dari kondisi kepala sumur. Persamaan friksi satu fasa
dan dikombinasikan dengan persamaan Darcy akan memberikan persamaan dasar
dari metode Hagedorn dan Brown, yaitu :
z 1 2
P f ρ m Vm  ρ m Vm (V2  V1 )  ρ m g Δz ............................................
d 2
(4.57)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan aliran vertikal dua fasa, psi
f = friction factor
53

Vm = kecepatan rata-rata fluida dua fasa pada z, ft/sec


z = ketinggian, ft
Angka 1 dan 2 pada variable V merupakan stasium pada interval z. Densitas
rata-rata fluida dua fasa dihitung dengan menggunakan persamaan :
  
ρ m  ρ f HL  ρ g (1  HL ) ..............................................................................

(4.58)
dimana HL adalah liquid hold up.
Friction factor untuk aliran satu fasa dan dua fasa dibedakan pada harga
Reynold Numbernya. Persamaan umum dari friction factor dibedakan berdasarkan
beberapa aliran, yaitu :
a. Laminar flow
16
f  , N Re  2100 ...............................................................................
N Re

(4.59)
Keterangan :
NRe = Reynold Number = 6,31 Ms/dpi
Ms= laju aliran massa uap, lb/hour
dpi = diameter dalam pipa vertikal, ft
b. Turbulen flow
1 d pi d pi
 4 log  2,28 ;  0,005 .........................................
f e 2 e N Re f

(4.60)
Keterangan :
e = faktor kekasaran pipa (= 0,001)
c. Transitional flow

1 d pi  d pi 
 4 log  2,18  4 log  1  4,67  ...............................
f e  e N Re f 
 
(4.61)

4.3.3.1.2.1. Aliran Vertikal Satu Fasa


54

Aliran vertikal fluida satu fasa merupakan aliran fluida (uap atau air saja)
yang mengalir pada pipa vertikal.

4.3.3.1.2.1.1. Penentuan Pressure Drop


Parameter yang penting dalam menentukan kehilangan tekanan untuk
fluida yang mengalir dalam pipa, perlu dipertimbangkan jenis-jenis fluidanya,
yaitu air panas (hot water) atau uap superpanas (superheated steam).
Untuk superheated steam dalam menghitung kehilangan tekanan akibat
friksi, digunakan persamaan Fritzsche, yaitu :
21,08x10 8 υ L M 1,85
ΔPf  4,97 .........................................................................
d pi

(4.62)
Keterangan :
Pf = kehilangan tekanan akibat friksi, psi
 = volume spesifik, ft3/lb
L = panjang pipa vertikal, ft
M = laju alir massa uap di dasar sumur, lb/hour
Untuk fasa air panas (hot water), persamaan kehilangan tekanan akibat
friksi adalah :
ρ V2 f
ΔPf  ΔL ........................................................................................
2 g c d pi

(4.63)
Total kehilangan tekanan untuk masing-masing fluida dihitung dengan
menggunakan persamaan :
P = Pf + Pg ............................................................................................(4.64)
dimana Pg adalah kehilangan tekanan akibat tekanan hidrostatik, yang dihitung
dengan persamaan :
Δz ρ
ΔPg  .....................................................................................................
144
(4.65)
Keterangan :
55

z = perubahan elevasi, ft
z berharga negatif jika arah aliran dari atas ke bawah.
z berharga positif jika arah aliran dari bawah ke atas.
 = densitas uap maupun air panas, lb/ft3

4.3.3.1.2.2. Aliran Vertikal Dua Fasa


Fasa fluida yang mengalir pada pipa salur secara vertikal ini dapat berupa
uap dan air.

4.3.3.1.2.2.1. Penentuan Pressure Drop


Pendekatan persamaan kehilangan tekanan dan temperatur pada
perhitungan profil P dan T pada sumur produksi dapat dievaluasi dengan
persamaan aliran dua fasa. Beberapa pengaruh tekanan dan temperatur pada aliran
dua fasa ini diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Perubahan fasa dan pemindahan massa antar fasa.
b. Adanya perubahan pola aliran.
c. Adanya kehilangan tekanan untuk dua fasa.
d. Adanya kehilangan panas di sekitar formasi.
Pengaruh tersebut relatif berbeda untuk kondisi yang berbeda pula.
Perhitungan kehilangan tekanan dan kualitas uap serta pola aliran selalu dikaitkan
dengan kedalaman sumur dan perubahan fasa dapat dievaluasi diluar analisa
entalpi dan tekanan dari fluida dimana didalamnya dapat diketahui kehilangan
panas di sekitar formasi.
Perhitungan kehilangan tekanan untuk aliran dua fasa (saturated steam dan
wet steam) akibat pengaruh dari friksi menggunakan persamaan Unwin, yaitu :
    
 3,628 x 10 8   1  3,6   x  1  x  L M 2 
 
d pi   ρ v ρ 
   ....................................
ΔPf   5
d pi

(4.66)
Keterangan :
Pf = kehilangan tekanan akibat friksi, psi
56

dpi = diameter dalam pipa vertikal, inci


x = kualitas uap
v = densitas dari saturated steam vapour, lb/ft3
ℓ = densitas saturated liquid, lb/ft3
L = panjang pipa vertikal, ft
M = laju alir massa uap di dasar sumur, lb/hour
Kehilangan tekanan total untuk aliran fluida dua fasa dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (4.64) dimana kehilangan tekanan akibat
tekanan hidrostatik dihitung dengan menggunakan persamaan (4.65). Jika fluida
yang mengalir pada pipa vertikal dengan arah aliran dari atas ke bawah, maka
persamaan kehilangan tekanan total persamaan (4.64) menjadi :
P = Pf - Pg .............................................................................................(4.67)

4.3.3.2. Aliran Fluida Pada Pipa Horizontal


Seperti telah dijelaskan bahwa perubahan sifat fisik fluida panasbumi juga
akan mempengaruhi pola aliran pada pipa horizontal.
Pola aliran fluida dua fasa (air dan uap) merupakan penggambaran
distribusi aliran antara air dan uap yang bergerak secara bersama-sama pada pipa
horizontal.
Untuk menerangkan karakteristik aliran fluida dua fasa campuran uap dan
air dalam pipa horizontal dipergunakan analisis model satu dimensi (Wallis, 1969;
Hewit dan Taylor, 1977). Pada analisis satu dimensi, aliran dapat dibagi menjadi
dua, yaitu aliran homogen dan aliran terpisah.
Dalam aliran homogen, aliran diasumsikan sebagai homogen single fluid
dengan kecepatan yang sama besar pada tiap titik aliran. Kesetimbangan aliran
akan terjadi selama proses perpindahan momentum, panas dan massa antar
masing-masing fasa berjalan dengan cepat. Model aliran ini sesuai untuk aliran
fluida dua fasa dengan kualitas uap tinggi, yaitu antara 0,8 < x < 1,0 (Harrison,
1975).
Dalam aliran terpisah (separated flow), aliran dijelaskan oleh suatu harga
kecepatan rata-rata untuk masing-masing fasa yang mempunyai karakteristik
57

berbeda tanpa adanya interaksi antar massa. Gradien tekanan aliran sama besar
dengan gradien tekanan masing-masing fasa saat mengalir pada pipa alir yang
berbeda. Model ini cocok untuk aliran uap dan air dengan kualitas yang relatif
rendah (antara 0,1 – 0,3) dengan pola aliran annular (Horrison, 1975).

4.3.3.2.1. Pola Aliran


Distribusi relatif uap dan cairan dalam pipa dikenal sebagai pola aliran.
Pola aliran ini sangat penting untuk ditentukan karena dalam menghitung
kehilangan tekanan korelasi-korelasi yang digunakan kadang-kadang hanya
berlaku untuk tipe pola aliran tertentu.
Pola aliran untuk aliran horizontal ini ternyata lebih sulit jika
dibandingkan dengan aliran vertikal. Hal ini disebabkan karena pola aliran
tersebut cenderung terpisah yang disebabkan karena adanya perbedaan densitas,
dimana dapat dilihat dari bentuk pola aliran yang berlapis (stratified).
Berdasarkan penelitian Hewitt (1978) tentang pola aliran uap-air pada pipa
horizontal (Gambar 4.24.), maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Bubble flow
Bubble flow merupakan jenis pola aliran dimana gelembung-gelembung uap
terbentuk dan mengalir di bagian atas pipa dengan kecepatan kira-kira sama
dengan kecepatan fasa cair.
2. Plug flow
Plug flow merupakan pola aliran dimana gelembung uap pada aliran bubble
membesar dan bergerak sepanjang dinding pipa bagian atas.
3. Stratified flow
Stratified flow merupakan pola aliran yang terjadi pada saat pemisahan cairan
dan gas secara gravitasi dimana fasa cair bergerak di bagian bawah sedangkan
fasa gas bergerak pada bagian atas dinding pipa.
58

Gambar 4.24.
Tipe Pola Aliran Pada Pipa Horizontal 11)
4. Wavy flow
Wavy flow merupakan pola aliran yang mirip dengan stratified flow, tetapi
timbulanya gelombang atau ombak karena fasa uap bergerak lebih cepat
daripada fasa cair.
5. Slug flow
Slug flow merupakan pola aliran yang mirip dengan wavy flow, tetapi akan
terjadi suatu gelombang yang bergerak ke atas oleh adanya gerakan gas yang
sangat cepat dan membentuk slug yang berbusa. Aliran yang melewati daerah
tersebut mempunyai kecepatan yang tinggi daripada kecepatan rata-rata cairan
dari pipa tersebut.
6. Annular flow
Annular flow merupakan pola aliran dimana aliran-aliran cairan bergerak di
sekitar dinding pipa dan gas mengalir ditengahnya dengan kecepatan tinggi.
Ada dua cara penentuan pola aliran pada pipa alir horizontal, yaitu dengan
menggunakan oscilloscope dan metode penyerapan sinar X (Jones dan Zuber,
1974).
59

Gambar 4.25.
Penentuan Pola Aliran Dengan Oscilloscope 11)

Gambar 4.26.
Penentuan Pola Aliran Dengan X-ray 11)

4.3.3.2.2. Horizontal Lift Performance


Hasil penelitian dari pola aliran biasanya dinyatakan dalam bentuk daerah
aliran dengan parameter-parameter penentunya. Untuk aliran fluida dua fasa
dalam pipa horizontal dapat menggunakan peta daerah aliran yang dikemukakan
oleh Baker (1954), Beggs dan Brill (1973) serta Manhane et. al (1974).
Peta aliran Baker biasa digunakan dalam perhitungan-perhitungan pada
dunia perminyakan dan panasbumi. Baker mengklasifikasikan data pola aliran
dari berbagai sumber dan penggambarannya dalam hubungan antara [(Gℓ/Gg)  ]
dengan (Gg/), dimana Gℓ merupakan aliran massa cair; Gg merupakan aliran
massa uap;  dan  merupakan faktor koreksi yang dihitung dengan
menggunakan persamaan di bawah ini :
60

0,5
 ρg   ρL 
λ      .....................................................................................
 0,075   62,3 
(4.68)
1/3
73  
2
 62,3 
ψ  μ L    ...................................................................................
σ   ρL  

(4.69)
Keterangan :
g = densitas uap, lb/ft3
L = densitas cairan, lb/ft3
 = tegangan permukaan, dyne/cm
g = viskositas uap, cp
L = viskositas cairan, cp

Gambar 4.27.
Peta Daerah Aliran Dua Fasa Dalam Pipa Horizontal Menurut Baker 5)
Peta daerah aliran dua fasa yang dikembangkan oleh Mandhane et. al.
berupa hubungan antara superficial gas velocity (vsg) dengan superficial liquid
velocity (vsL). Superficial velocity adalah kecepatan fluida dalam suatu fasa pada
titik masuk atau titik keluar aliran apabila fluida mengalir melewati seluruh
penampang pipa. Secara matematis, superficial velocity masing-masing fasa
dinyatakan sebagai berikut :
61

Mg
v sg  ....................................................................................................
ρg .Ap

(4.70)
ML
v sL  ....................................................................................................
ρL Ap

(4.71)
Keterangan :
vsg = superficial gas velocity, ft/sec
vsL = superficial liquid velocity, ft/sec
Mg = laju aliran massa uap atau gas,lb/sec
ML = laju aliran massa cairan, lb/sec
g = densitas uap, lb/ft3
L = densitas cairan, lb/ft3
Ap = luas permukaan pipa, ft2
Sedang untuk actual velocity (kecepatan sebenarnya) dihitung dengan
memperhatikan liquid hold up-nya, dan dinyatakan dengan persamaan berikut ini :
ML v sL
vL   ...............................................................................
ρL Ap HL (1  α)

(4.72)
Mg
vg  .................................................................................................
ρL Ap Hg

(4.73)
vs = vg - vL ....................................................................................................(4.74)
dimana vs adalah kecepatan slip (ft/sec) dan
1
0,8 0,515
Hg = (1 – HL) =  =  1 x   ρg  ....................................................
1    
 x   ρL 
(4.75)
62

Gambar 4.28.
Peta Daerah Aliran Dua Fasa Pada Pipa Horizontal Menurut Mandhane 5)
Peta daerah aliran yang dikemukakan oleh Beggs dan Brill dihasilkan dari
hubungan antara bilangan Froude (Nfr) dengan kandungan cairan yang masuk ().
Persamaan matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
2
vm qL
N fr  = .....................................................................................
gD qL  qg

(4.76)
Keterangan :
vm = kecepatan aliran campuran (vsL + vsg), ft/sec
D = diameter pipa, ft
g = konstanta gravitasi, ft/sec2
qL = laju aliran fasa cair, lb/sec
qg = laju aliran fasa uap, lb/sec
Sedangkan penentuan liquid content (L) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
v sL
λL  ........................................................................................................
vm

(4.77)
63

Gambar 4.29.
Peta Daerah Aliran Menurut Beggs dan Brill 5)
Pendekatan-pendekatan dari persamaan (4.76) adalah :
1. Jika harga Nfr < L1 dan L < 0,01 atau Nfr < L2 dan L  0,01, maka pola aliran
yang terjadi adalah stratified, wavy atau annular (segregated).
2. Jika harga Nfr  L1 dan L < 0,4 atau Nfr > L4 dan L  0,4, maka pola aliran
yang terjadi adalah bubble flow (distributed).
3. Jika harga L3  Nfr  L1 dan 0,4  L  0,01 atau L  0,4 dan L3  Nfr  L4,
maka pola aliran yang terjadi adalah plug flow atau slug flow (intermitten).
4. Jika L2 < Nfr  L3 dan L  0,01, maka pola aliran yang terjadi adalah pola
aliran transisi.
dimana L1, L2, L3 dan L4 masing-masing dihitung dengan persamaan :
0,302
L1  316 λ L ...............................................................................................
(4.78)
2,4684
L 2  0,0009252 λ L ..................................................................................
(4.79)
1,4516
L 3  0,10 λ L ...........................................................................................
(4.80)
6,738
L 4  0,50 λ L ............................................................................................
(4.81)
64

4.3.3.2.2.1. Aliran Horizontal Fluida Satu Fasa


Aliran fluida satu fasa dalam pipa horizontal merupakan peristiwa yang
menarik karena terdapat beberapa masalah yang kompleks diantaranya adanya
pengaruh perpindahan panas pada dinding pipa serta adanya gaya gesek yang
terjadi antara fluida dengan dinding pipa.
Model aliran satu fasa merupakan model aliran fluida dengan hanya ada
satu fluida saja yang mengalir dalam suatu pipa dan diasumsikan tidak terjadi slip
antara fluida dengan dinding pipa serta mempunyai harga densitas rata-rata antara
fasa cair dan fasa uap.

4.3.3.2.2.1.1. Penentuan Pressure Drop


Sesuai dengan geometri aliran, apabila pipa alir pada kondisi horizontal,
maka sinus dari sudut tersebut sama dengan nol. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak terjadi penurunan tekanan yang disebabkan oleh perubahan ketinggian.
Persamaan gradien tekanan aliran horizontal fluida satu fasa adalah :
 dP   dP   dP   dP 
        ...............................................................(4.82)
 dz  t  dz  f  dz  g  dz  acc

(dP/dz)f merupakan gradien tekanan karena gesekan, yang besarnya antara


5% sampai 20% dari gradien tekanan total. Gradien tekanan ini dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
 dP  τ
   4 w ..................................................................................................
 dz  f D

(4.83)
Keterangan :
w = wall shear stress, kg/s2.m
D = diameter pipa, m
Untuk aliran satu fasa, wall shear stress dihitung dengan menggunakan persamaan
di bawah ini :
65

1 2
Cf v
τw  2 ..................................................................................................
υ
(4.84)
λ
dimana Cf = ................................................................................................
4
(4.85)
Keterangan :
 = faktor gesekan (frictional factor)
v = kecepatan alir rata-rata fasa cairan, m/detik
 = volume spesifik, m3/kg
Faktor gesekan (friction factor) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
1
  8 12 1  12
λ  8    3/ 2 
.......................................................................
  Re 
  A  B 
(4.86)
dimana :
16
 
 
1
A   2,457 ln 
..................................................................
  7 
0,9
0,27 ε 
    

  Re  di 

(4.87)
16
 37530 
B  .................................................................................................
 Re 

(4.88)
vs di
Re  .....................................................................................................
υs μ g

(4.89)
m υs
vs  .......................................................................................................
A
(4.90)
Keterangan :
Re = bilangan Reynold
66

 = kekasaran pipa (4,5 x 10-5)


di = diameter dalam pipa, m
vs = kecepatan alir uap, m/detik
s = volume spesifik, m3/kg
g = viskositas uap, kg/m.detik
m = laju alir massa, kg/detik
A = luas permukaan pipa, m2
Dengan demikian gradien tekanan akibat gesekan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
_ 2
 dP  1 λ v .............................................................................................
  
 dz  f 2 υ D

(4.91)
(dP/dz)g merupakan gradien tekanan karena gravitasi, yang besarnya
sekitar 80% sampai 95% dari gradien tekanan total. Gradien tekanan ini dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
 dP 
    ρ g sin θ ..........................................................................................
 dz  g

(4.92)
Berdasarkan persamaan (4.86) hingga (4.90), maka pengukuran
kehilangan tekanan pada aliran fluida satu fasa dapat dihitung menggunakan
persamaan :
2
Δ v s
ΔP  λ ....................................................................................
d i (2 υ s x 10 5 )
(4.93)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan, bar
ℓ = interval panjang pipa, m
Dalam perkembangan model aliran satu fasa, kehilangan tekanan (pressure
drop) banyak diteliti oleh para ahli sehingga tercipta metode-metode yang tepat
untuk suatu sumur panasbumi. Metode-metode tersbut antara lain :
67

1. Metode Babcock-Gutermuth-Fischer
Perhitungan kehilangan tekanan pada pipa horizontal ini berdasarkan fasa
fluida (uap) yang mengalir pada pipa tersebut. Kehilangan tekanan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
 3,6  L υ w 2
ΔP  0,4716  1   ..............................................................
 d  d5

(4.94)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan, psi
L = panjang pipa, ft
 = volume spesifik uap, ft3/lb
d = diameter pipa dalam, inch
w = laju alir massa uap, lb/sec.
2. Metode Minami-Brill
Cairan yang ditemui di pipa alir uap sebagai akibat proses kondensasi sangat
sedikit, sehingga liquid hold up sangat rendah. Penelitian kehilangan tekanan
aliran dalam pipa yang pernah dilakukan tidak ada yang mencapai harga liquid
hold up yang sangat rendah, sehingga beberapa korelasi kehilangan tekanan
aliran yang tersedia saat ini tidak digunakan.
Dalam percobaan yang dilakukan oleh Minami terhadap pipa horizontal
dengan diameter 3,068” sepanjang 1333 ft, dilakukan pengukuran liquid hold
up secara rata-rata karena jumlah cairan yang mengalir sangat sedikit. Data
yang terkumpul digunakan untuk mengembangkan korelasi liquid hold up.
Korelasi ini untuk aliran satu fasa gas basah dalam pipa, diperoleh
berdasarkan hasil analisa regresi terhadap titik data dan diperoleh persamaan
sebagai berikut :
(Ynsl ) 0,8945 (N d ) 0,0796
x ............................................................................
(N lv ) 0,4076
(4.95)
dimana korelasi ini berlaku untuk selang harga 0,0026 < x < 0,150. Untuk N d
dan NLV dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
68

N d  120,872 d (TL /T) 0,5 ..........................................................................

(4.96)
N L  0,15726 μ L (TL T 3 ) 0,25 ...................................................................
(4.97)
Harga liquid hold up :
YL   0,0095  3,698 x  11,497 x 2  65,22 x 4 .....................................
(4.98)

4.3.3.2.2.2. Aliran Horizontal Fluida Dua Fasa


4.3.3.2.2.2.1. Penentuan Pressure Drop
Perhitungan kehilangan tekanan aliran horizontal fluida dua fasa
didasarkan pada dua asumsi model aliran, yaitu aliran homogen (homogeneous
flow) atau aliran terpisah (separated fow).
1. Aliran Homogen
Fasa-fasa (uap dan air) dalam aliran homogen dianggap tercampur
sempurna, sehingga campuran air dan uap berkelakuan seperti fluida satu fasa
dengan sifat rata-rata tergantung dari sifat masing-masing fasa.
Kehilangan tekanan berdasarkan anggapan tersebut di atas dapat dihitung
dengan cara yang sama seperti cara perhitungan kehilangan tekanan untuk aliran
satu fasa. Apabila kehilangan tekanan karena akselerasi diabaikan, maka
persamaannya adalah sebagai berikut :
_
2
 dP  λ vm .......................................................................
   ρ m g sin θ 
 dz  t 2 υm D
(4.99)
Apabila volume spesifik campuran uap-air (m) adalah :
υ m  x υ g  ( 1  x ) υ L ...................................................................................

(4.100)
maka densitas campuran uap-air (m) adalah :
ρ m  1/υ m ......................................................................................................

(4.101)
69

Apabila laju aliran massa fluida adalah (m) dan luas penampang pipa alir
adalah (A), maka kecepatan aliran fluida adalah :
m υm
vm  ..................................................................................................(4.102)
Ap

Faktor gesekan () dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (4.86),


hanya saja untuk bilangan Reynold dan viskositas campuran ditentukan dengan
persamaan berikut ini :
ρm vm D
Re  .............................................................................................
μm

(4.103)
μ m  x μ g  (1  x) μ L ..................................................................................

(4.104)
2. Aliran Terpisah
Asumsi aliran homogen untuk campuran uap-air terlalu menyederhanakan
persoalan, yaitu bahwa aliran dua fasa sangat berbeda dengan aliran satu fasa.
Adanya antar muka menyebabkan uap dan air apabila mengalir bersama-sama di
dalam pipa maka masing-masing fasa tidak akan tercampur, tetapi terpisah,
dimana masing-masing fasa akan tersebar dalam menempati bagian dari pipa alir.
Ada banyak metode untuk perhitungan kehilangan tekanan, antara lain :
metode Lockhart Martinelli, Harrison dan Freeston, Duns dan Ros, Hagedorn dan
Brown serta metode Orkiszewski. Metode Beggs danBrill merupakan salah satu
metode yang sering digunakan. Kecuali metode yang disebutkan pertama dan
kedua, metode lainnya memperhitungkan pola aliran yang terjadi dalam pipa,
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.26.

A. Metode Lockhart Martinelli


Metode ini berdasarkan pada perhitungan aliran isothermal udara dan
beberapa cairan dibawah kondisi tanpa tekanan (incompressible condition).
Metode ini termasuk dalam metode separated flow karena menggunakan
asumsi bahwa uap dan air tidak tercampur. Kehilangan tekanan dua fasa (dP/dz) tp
70

dihitung berdasarkan kehilangan tekanan satu fasa, yaitu bisa fasa uap (dP/dz) g
atau fasa air (dP/dz)L.
Secara metematis kehilangan tekanan dua fasa dinyatakan oleh persamaan
berikut ini :
 dP  2  dP 
   φg   ......................................................................................(4.105)
 dz  tp  dz  g

 dP  2  dP 
dan :   X   ...............................................................................
 dz L  dz  g

(4.106)
φg merupakan faktor pengali dua fasa (two-phase multiplier) yang besarnya
ditentukan dari grafik korelasi Lockhart dan Martinelli (Gambar 4.30). Harga X
ditentukan sebagai berikut :
0,5
 (dP/dz) L 
X  ..........................................................................................
 (dP/dz) g 
(4.107)
dimana :
2
 dP  λ v
   L sl ..........................................................................................(4.108)
 dz  L 2 υf D
2
 dP  λ g v sg
dan :    ..................................................................................(4.109)
 dz  g 2 υg D

Kehilangan tekanan akibat gravitasi dinyatakan oleh persamaan berikut ini


 dP  _
   ρ g sin θ ..........................................................................................
 dz  g

(4.110)
dimana :
_
ρ  α ρ g  (1  α) ρ f ......................................................................................

(4.111)
1
α  0,515
 1 x 
0,8
 υf  ..........................................................................
1    
 x  υ 
 g 

(4.112)
71

Gambar 4.30.
Grafik Korelasi Lockhart dan Martinelli 11)
Apabila pada tekanan tertentu fluida mempunyai entalpi (h), dimana h f < h
< hg, maka fraksi uap (dryness) adalah :
h  hf
x  ...................................................................................................
h fg

(4.113)
Apabila m adalah laju alir massa fluida, maka superficial liquid velocity
dan superficial gas velocity adalah :
m (1  x) υ f
v sl  ...........................................................................................
A
(4.114)
m. x . υg
v sg  ................................................................................................
A
(4.115)
Bilangan Reynold untuk fasa cair dan uap dihitung dengan persamaan
berikut :
72

v sl . x . D
Re L  .............................................................................................
υ f .μ f

(4.116)
v sg . x . D
Re g  ............................................................................................
υ g .μ g

(4.117)
Friction factor untuk fasa uap (g) dan fasa cair (ℓ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (4.86) dengan harga bilangan Reynold untuk masing-
masing fasa.
Sementara kehilangan tekanan pada bends, tees atau valve dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
 c 1 
ΔPTP  ΔP 1   2  .............................................................................
 x x 
(4.118)
dimana :
  0,5
  υ 0,5 0,5

c  1   c  1 υ f 
   g


υ
 f

  ............................................(4.119)
  2 υ
 g


  υ f 
υ
 g

 
    

Untuk bends c2 = 1 + 35P/L; tees c2 = 1,75; serta untuk gate valve, c2 = 1,5.
Dengan demikian kehilangan tekanan total :
dP  dP   dP  
      x z  ΔPTP ...........................................................
dz  dz  TP  dz  g 
(4.120)

B. Metode Harrison dan Freeston


Harrison dan Freeston menentukan kehilangan tekanan karena gesekan
dan akselerasi berdasarkan persamaan berikut :
 dP  4 τw
   ................................................................................
 dz  f & acc D (1  AC)

(4.121)
dimana :
73

m2 .x 2
AC  2 ........................................................................................
P . A p . α .ρ g

(4.122)
w merupakan wall shear stress, yang dihitung dengan menggunakan persamaan :
1 λ
τ w  Cf ρ L (v L ) 2  ρ L (v L ) 2 ..................................................................
2 8
(4.123)
Kecepatan fasa cair (vL) dicari dengan menggunakan persamaan :
m (1  x) υ f
vf  ........................................................................................
(1  α) A

(4.124)
sedangkan friction factor () dihitung dengan menggunakan persamaan (4.86).
Kehilangan tekanan akibat elevasi dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
 dP  _
   ρ g sin θ ........................................................................................
 dz  g

(4.125)
dimana :
_
ρ  α ρ g  (1  α) ρ f ......................................................................................

(4.126)
dan sin  merupakan perbedaan ketinggian antara dua titik dibagi jarak.

C. Metode Duns dan Ros


Pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh Duns dan Ros berbeda
dengan peneliti yang lain, yaitu :
1. Duns dan Ros mendefinisikan gradien tekanan statik sebagai komponen
gradien tekanan akibat perubahan ketinggian (elevasi).
2. Mengembangkan korelasi untuk menentukan faktor gesekan, berdasarkan data
laboratorium untuk tiga daerah aliran.
Menurut Duns dan Ros, gradien tekanan total merupakan gabungan antara
gradien statik, gradien tekanan akibat gesekan dan gradien percepatan. Pengaruh
74

slip antara fasa gas (uap) dan cair tercakup dalam gradien tekanan statik dan
dijaga tetap terpisah dari pengaruh gesekan. Gradien tekanan, dP/dh, dinyatakan
sebagai fraksi dari gradien cairan hidrostatik, L g, yaitu :
 1   dP 
G      ..........................................................................................
 ρ L g   dh 
(4.127)
dimana G adalah gradien tekanan tak berdimensi (dimensionless pressure
gradient). Besarnya gradien tekanan statik adalah :
(dP/dh)stk = HL L g + (1 – HL) g g ..........................................................(4.128)
Gradien percepatan umumnya diabaikan, dengan demikian persamaan (4.127)
dapat ditulis menjadi :
1 dP ρ g  dP 
G   H L  (1  H L )   ...................................................
ρ L g dh ρ L  dh  f

(4.129)
Duns dan Ros mengembangkan empat kelompok besaran tanpa dimensi
sebagai berikut :
a. Liquid velocity number :
0,25
ρ 
N LV  1,938 v sL  L  ........................................................................
 σL 
(4.130)
b. Gas velocity number :
0,25
ρ 
N GV  1,938 v sg  L  .........................................................................
 σL 
(4.131)
c. Pipe diameter number :
0,5
ρ 
ND  120,872 d  L  ........................................................................
 σL 
(4.132)
d. Liquid viscosity number :
75

0,25
 1 
N L  0,15726 μ L   ................................................................
ρ σ 3 
 L L 
(4.133)
Keterangan :
d = diameter pipa, ft
vsL = kecepatan superficial cairan, ft/sec
vsg = kecepatan superficial gas, ft/sec
L = densitas cairan, lb/ft3
L = tegangan permukaan cairan, dyne/cm
L = viskositas cairan, cp
Dengan empat kelompok persamaan tanpa berdimensi tersebut, Ros membuat
korelasi untuk menentukan slip velocity (S) dalam bentuk tidak berdimensi.
Sedangkan korelasi untuk gesekan juga tergantung pola alirannya. Dengan
demikian untuk menentukan gradien tekanan aliran pertama-tama harus
diperkirakan pola aliran apa yang terjadi, sesuai dengan laju aliran dari masing-
masing fasa serta keadaan dari pipa (diameter, kekasaran dan sebagainya).
Liquid hold-up yang terjadi juga mempunyai kaitan dengan slip velocity,
vs, yaitu sebagai berikut :
v sg v sL
vs   ........................................................................................
1 H L HL

(4.134)
Slip velocity apabila dinyatakan dalam bentuk tidak berdimensi adalah sebagai
berikut :
0,25
ρ 
S  vs  L  ...............................................................................................
σ 
 g 
(4.135)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan harga S berbeda-beda tergantung
pada daerah alirannya. Dengan demikian apabila S dapat ditentukan, maka H L, vs
dan akhirnya dP/dh dapat ditentukan.
76

Pola aliran yang terjadi dibagi dalam tiga pola aliran utama (lihat Gambar
4.31.) tergantung pada jumlah gas yang mengalir, yaitu :
a. Bubble, plug dan sebagian froth flow
Pada daerah ini fasa cairan merupakan fasa yang kontinyu. Batasan-batasan
untuk daerah ini yaitu : 0  NGV  (L1 + L2 NLV). L1 dan L2 merupakan fungsi
dari Nd dan hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.32. Harga S dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
2
 N GV 
 F3   ..........................................................
'
S  F1  F2 N LV
 1  N LV 
(4.136)
dimana :
F3’ = F3 - (F4/ND) ..................................................................................(4.137)
F1, F2. F3 dan F4 merupakan fungsi dari NL dan ditentukan berdasarkan grafik
pada Gambar 4.33.
Kehilangan tekanan karena gesekan dapat ditentukan berdasarkan persamaan
berikut :
77

Gambar 4.31.
Peta Daerah Pola Aliran Oleh Duns dan Ros 5)

Gambar 4.32
Faktor L vs Nd Oleh Duns dan Ros 5)
4 f w ρ L v sL  v 
2
 dP  1  sg  .............................................................
  
 dh  f 2d  v sL 

(4.138)
dimana : fw = f1 (f2/f3). Harga f1 ditentukan dengan menggunakan Gambar
4.36, yang mana f1 merupakan fungsi bilangan Reynold. Harga f2 ditentukan
dengan menggunakan Gambar 4.34. Sedangkan f3 dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :

f1 v sg
f3  1  ................................................................................
4 50 v sL

(4.139)
78

Gambar 4.33.
Hubungan Antara Faktor F1, F2, F3, F4 dengan NL 5)
b. Slug, dan sebagian froth flow
Pada daerah ini fasa cair dan fasa gas/uap berselang-seling. Batasan untuk
daerah ini yaitu : (L1 + L2 NLV)  NGV  (50 + 36 NLV). Slip velocity
dimensionless (S) ditentukan dengan persamaan berikut :
0,982 '
N  F6
S  (1  F5 ) GV ......................................................................
(1  F7 N LV ) 2
(4.140)
dimana : F6’ = 0,029 Nd + F6. Harga F5, F6 dan F7 merupakan fungsi dari NL
dan ditentukan berdasarkan pada Gambar 4.35.
Gradien tekanan karena gesekan dihitung dengan cara yang sama untuk aliran
bubble flow.
79

Gambar 4.34.
Harga f2 Sebagai Fungsi Dari f1, vsg Nd2/3/vsL 5)

Gambar 4.35.
Hubungan Antara Faktor F5, F6, F7 dengan NL 5)

Gambar 4.36.
Hubungan Antara Nre dengan f1 5)
80

c. Mist flow
Pada daerah ini fasa gas/uap merupakan fasa yang kontinyu. Batasan untuk
daerah aliran ini yaitu : NGV > (75 + 84 NLV0,75). Harga S pada daerah ini sama
dengan nol, dengan demikian :
v sL
HL  .......................................................................................
v sL  v sg

(4.141)
Gradien tekanan akibat gesekan dihitung berdasarkan fasa gas/uap dan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
2
 dP  4 f w ρ g v sg
   ..............................................................................
 dh  f 2d

(4.142)
Sedangkan gradien tekanan akibat percepatan :
 dP  
v m v sg ρ L H L  (1  H L ) ρ g  dP  
     .......................................
 dh  acc P  dh  t
(4.143)
81

D. Metode Hagedorn dan Brown


Metode Hagedorn dan Brown menunjukkan bahwa liquid hold-up (HL)
dapat dihubungkan dengan empat parameter tidak berdimensi seperti pada metode
Duns dan Ros, yaitu liquid velocity number (N LV), gas velocity number (NGV),
pipe diameter number (ND), liquid viscosity number (NL).
Penggunaan teknik regresi untuk menghubungkan keempat parameter
tidak berdimensi di atas, maka dapat dibuat hubungan faktor hold-up, seperti
terlihat pada Gambar 4.37. Korelasi hold-up tersebut merupakan korelasi pseudo
liquid hold-up, oleh karena Hagedorn dan Brown tidak melakukan pengukuran
hold-up, melainkan hold-up tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan atas data
penurunan tekanan (diukur) dan faktor gesekan yang ditentukan berdasarkan
bilangan Reynold.
Persamaan penentuan gradien tekanan akibat gesekan adalah :
2
 dP  v
   f ρ f m .........................................................................................
 dz  f 2D
(4.144)
dimana :
f = n2/s .....................................................................................................(4.145)

Gambar 4.37.
Korelasi Hold-up oleh Hagedorn dan Brown 5)
82

v sL v sg
ρn  ρL  ρg ...................................................................................
vm vm

(4.146)
s = L HL’ + g (1 – HL’) ...........................................................................(4.147)
dimana : HL’ adalah psudo liquid hold-up. Faktor gesekan ditentukan berdasarkan
bilangan Reynold, yaitu :
ρn vm D
N re  ...............................................................................................
μs

(4.148)
HL' (1  H L ' )
dimana : μ s  μ L . μg .....................................................................(4.149)

Gradien tekanan karena elevasi dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan berikut :
 dP 

dz
'
 '
  g H L ρ L  (1  H L ) ρ g  .................................................................
 e

(4.150)
dimana :
'
H L  ψ [exp (  3,6372  0,8813ln (N hold )  0,1335[ln (N hold )] 2  0,018534
[ln(N hold )]3  0,001066 [ ln (N hold )] 4 )] .................................................

(4.151)
Harga HL’ akan sama dengan faktor koreksi sekunder () jika Nhold > 4000. Jika
Nhold < 0,1, maka HL’ = 0,02633. Nhold ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
 N LV   P  0,1 10 6 
N hold  Cn  0,575      ......................................................
 N GV  101325   N D 
(4.152)
dimana :
Cn = exp ( - 4,895 – 1,0775 ln (NL) – 0,80822 [ ln (NL)]2 + 0,1597 [ln (NL)]3 –
0,01019 [ ln (NL)]4 ..............................................................................(4.153)
Untuk NL > 0,4 harga Cn = 0,0115, sedangkan untuk NL > 0,002 harga Cn =
0,00195.
83

Sebelumnya telah diuraikan bahwa Gambar 4.37 merupakan korelasi


pseudo hold-up, dengan demikian untuk menentukan harga hold-up sebenarnya
diperlukan faktor koreksi sekunder, , yang dihitung dengan menggunakan
persamaan :
 = 1 + exp [ 6,6598 + 8,8173 ln (Nsec) + 3,7693 [ ln (Nsec)]2 + 0,5359 [ ln (Nsec)]3]
................(4.154)
dimana :
0,38
N GV N L
N sec  214 ........................................................................................(4.155)
ND
Untuk Nsec < 0,01 harga  = 1,00. Untuk Nsec > 0,09, maka harga  = 1,82. Bentuk
kurva jika faktor ini dipot terhadap parameter tidak berdimensi NGV NL0,38/ND2,14
terlihat pada Gambar 4.38.

Gambar 4.38.
Faktor Korelasi Sekunder oleh Hagedorn dan Brown 5)

E. Metode Orkiszewski
Metode Orkiszewski merupakan pengembangan dari metode Duns dan
Ros dengan memperhatikan pola aliran sebagai berikut :
1. Bubble flow
Batasan untuk pola aliran bubble flow yaitu (Vsg/Vm) < Lb, dimana Lb
ditentukan dengan persamaan berikut :
84

2
v
L b  1,071  0,7277 m dan Lb  0,13 ...............................................
D
(4.156)
Liquid hold up ditentukan dengan persamaan berikut :
 2 
1 v  v  4 v sg
HL  1  1  m  1  m    .........................................
2 vs  vs  vs 
 

(4.157)
dimana vs adalah slip velocity yang harganya konstan, yaitu 0,244 m/detik.
Gradien tekanan karena friksi dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut :
 dP  f 2
   ρ L v L .................................................................................
 dz  f 2D

(4.158)
dimana :
v sL
vL  .................................................................................................
HL

(4.159)
Faktor gesekan (friksi) ditentukan dengan menggunakan persamaan
Colebrook, yaitu :
2
 
 
 
1
f   
......................................................
  2ε  
 1,74  2 log  18,7  

  d N fg  
  re  

(4.160)
dimana bilangan Reynold ditentukan sebagai berikut :
ρL vL D
Re  ..........................................................................................
μL

(4.161)
Untuk buble flow, besarnya gradien tekanan akibat akselerasi diabaikan.
2. Slug flow
Gradien tekanan karena elevasi ditentukan dengan persamaan berikut :
85

 dP   ρ L  v sL  v n   ρ g v sg 
   ρs g  g   Γ ρ L  ................................
 dz  e  vm  vn 
(4.162)
dimana vn adalah kecepatan dari gelembung Taylor atau gelembung yang
berbentuk peluru (Taylor rise velocity).  merupakan parameter tidak
berdimensi yang disebut koefisien distribusi cairan (liquid distribution
coefficient).
Kecepatan dari “Taylor bubble” ditentukan dengan korelasi sebagai berikut :
Vn  C1 C 2 g D ...................................................................................

(4.163)
dimana C1dan C2 adalah fungsi dari bubble Reynold number (Reb) dan liquid
Reynold number (ReL), yang masing-masing harganya ditentukan dari korelasi
pada gambar.
vn D ρL
Re b  .......................................................................................
μL

(4.164)
vm D ρL
Re L  ......................................................................................
μL

(4.165)
Apabila C2 tidak dapat ditentukan dari gambar, maka kecepatan Taylor bubble
harus dihitung dengan cara iterasi dengan menggunakan persamaan-
persamaan berikut :
a. Apabila Reb  3000
v n  0,546  8,74 x 10 6 Re L g D ..................................................

(4.166)
b. Apabila Reb  8000
v n  0,35  8,74 x 10 6 Re L g D ...................................................

(4.167)
c. Apabila 3000 < Reb < 5000
86

ξ  0,251  8,74 x 10 6 Re L g D .....................................................

(4.168)
Sehingga :
  ξ 
2
120184,6 μ L 
v n  0,5 ξ  0,3048     ..............................
  0,3048  ρL D 
 

(4.169)
Apabila air merupakan fasa yang dominan, maka harga koefisien distribusi
cairan ditentukan sebagai berikut :
a. Jika vm < 3,048

0,013 log (1000 μ )


Γ  10 L  0,681  0,232 log (3,281 V )  0,428 log (3,281 D)
1,38 10 m 10
5,153 D

…………….(4.170)
Liquid distribution coefficient dibatasi dengan batasan :
  0,2133 Vm
b. Jika vm > 3,048

0,045 log10 (1000 μ L )


Γ   0,709  0,162 log10 (3,281Vm )  0,888 log10 (3,281D)
0,799
2,584 D

…………………(4.171)
Liquid distribution coefficient dibatasi dengan batasan sebagai berikut :
vn  ρ 
Γ 1  s 
vm  vn  ρL 

Gradien tekanan akibat gesekan dapat ditentukan sebagai berikut :


2
 dP  f ρ L v m  v sL  v n 
     Γ  .......................................................(4.172)
 dz  f 2D  vm  vn 
dimana friksi ditentukan dengan persamaan Colebrook dengan bilangan
Reynold ditentukan dengan menggunakan persamaan (4.161). Untuk jenis
pola aliran ini, gradien tekanan karena akselerasi diabaikan.
87

F. Metode Beggs dan Brill


Pada metode ini diperhitungkan pola aliran (segregated, transisi,
intermitten, distributed), liquid hold up dan faktor kemiringan pipa. Persamaan
umum penentuan kehilangan tekanan aliran ini adalah :
f tp G m Vm
g
g

sin θ ρ L H L  ρ G (1  H L )  
2gc d
ΔP  c ......................................
[ρ L H L  ρ G (1  H L )] Vm Vsg
1 
gc P
(4.173)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan, psi
z = panjang segmen pipa, ft
gc = faktor konversi gravitasi = 32,2 lbm/sec2
 = densitas fluida, lbm/ft3
Vm = kecepatan aliran fluida campuran, ft/sec
Vsg = superficial gas velocity, ft/sec
Gm = flux massa campuran, lbm/sec. ft2
d = diameter pipa, ft
f = faktor gesekan (friction factor)
P = tekanan rata-rata antara dua titik aliran, psi
HL = liquid hold-up

4.3.3.3. Aliran Fluida Pada Pipa Miring


Lapangan-lapangan panasbumi jarang dijumpai suatu permukaan tanah
yang datar, yang meliputi daerah yang luas, melainkan daerah-daerah perbukitan.
Kondisi ini menyebabkan flow line yang menghubungkan sumur dengan separator
ataupun dari separator ke turbin, tidak merupakan pipa yang horizontal, melainkan
naik turun mengikuti permukaan bukit. Sehubungan dengan itu perlu diketahui
korelasi-korelasi yang digunakan untuk menentukan pola aliran serta kehilangan
tekanan aliran fluida pada pipa miring.
88

4.3.3.3.1. Aliran Miring Fluida Satu Fasa


Untuk mendesain pipa yang mengalirkan fluida cair melalui daerah yang
berbukit (naik turun) dapat dikatakan sangat kompleks, karena harus
memperhitungkan adanya perubahan elevasi (ketinggian) dan kehilangan energi
karena gesekan atau friksi. Metode yang relatif sederhana untuk peramalan
ataupun desain sistem pipa seperti di atas adalah dengan metode grafis. Metode ini
digunakan dengan asumsi aliran fluidanya steady state.
Persamaan dasar yang digunakan dalam metode ini diturunkan dari
persamaan kesetimbangan energi yang dituliskan sebagai berikut :
dP v dv g
  dZ  dL w  0 .....................................................................
ρ gc gc

(4.174)
Keterangan :
P = tekanan, psi
v = kecepatan, ft/sec
Z = elevasi/ketinggian, ft
Lw = kehilangan energi karena gesekan
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = faktor konversi satuan (= 32,174 lbm.ft/(lbs.s2)
Kehilangan energi karena gesekan dapat diformulasikan dengan
persamaan Darcy dan Weishbach sebagai berikut :
 dP  dL w
  ρ .............................................................................................
 dL  f dL

(4.175)
atau dapat dituliskan menjadi :
(dP)f =  (dLw) .............................................................................................(4.176)
Dengan menggunakan persamaan (4.176), maka persamaan (4.174) dapat
dituliskan menjadi :
89

dP vdv g (dP) f
  dZ   0 ...................................................................
ρ gc gc ρ

(4.177)
Secara diskrit persamaan (4.177) dapat dituliskan menjadi :
ΔP g c Δv 2 ( P) f g c
  ΔZ   0 .............................................................
ρg 2g ρg

(4.178)
atau :
2 2
(P1  P2 )g c (v  v 2 ) (P) f g c
 1  (Z1  Z 2 )   .................................
ρg 2g ρg

(4.179)
Jika diperhatikan satuan dari komponen-komponen pada persamaan
(4.179), maka dapat dijelaskan bahwa P1. gc/.g = h1, yang disebut sebagai
pressure head pada posisi 1 dengan satuan panjang (ft), demikian juga dengan
P2.gc/.g = h2 yaitu pressure head pada posisi 2. Sedangkan v 12/2.g = k1, disebut
sebagai kinetik head yang terjadi pada posisi 1; demikian juga pada v 22/2.g = k2
disebut sebagai kinetik head pada posisi 2.
Jika kinetik atau velocity head diabaikan maka persamaan (4.179) menjadi
(P) f g c
(h 1  h 2 )  (Z1  Z 2 )   .............................................................
ρg

(4.180)
dimana :
2
(P) f g c g f qL L
 9,7 x 10  4 c ...................................................................
ρg g d5
(4.181)
Keterangan :
(P)f = kehilangan tekanan karena gesekan, psia
 = densitas fluida, lbm/ft3
L = jarak/panjang pipa, mile
q = laju alir cairan, lbm/hari
d = diameter dalam pipa, inch
90

Persamaan (4.180) dapat juga dituliskan sebagai berikut :


2
144 ( P) f g c g f qL L
 (144) 9,7 x 10  4 c ...................................................
ρg g d5
(4.182) atau yang disederhanakan menjadi :
hfx = Gf L .....................................................................................................(4.183)
144 ( P) f g c
dimana : hfx =  head (ft) .........................................................
ρg

(4.184)
Gf = gradien friksi (slope)

Gambar 4.39.
31)
Head Versus Jarak dari Pipa Yang Melalui Perbukitan

4.3.3.3.2. Aliran Miring Fluida Dua Fasa


Beggs dan Brill mengembangkan korelasi kehilangan tekanan aliran fluida
dua fasa dan efek sudut kemiringan pada liquid hold-up dalam pipa berdasarkan
hasil pengukuran dan pengamatan di laboratorium.
Korelasi liquid hold-up diturunkan sesuai dengan pola aliran yang terjadi.
Sedangkan pola aliran yang dihasilkan oleh Beggs dan Brill berdasarkan
pengamatan terhadap pola aliran pada posisi pipa horizontal. Dengan demikian
untuk perhitungan liquid hold-up pada kedudukan pipa tidak horizontal (pipa
miring) perlu dilakukan koreksi. Persamaan yang digunakan untuk
memperkirakan harga liquid hold-up adalah :
HL() = (ψ) HL(o) ...........................................................................................(4.185)
91

dimana :
a λb
H L (o)  c .................................................................................................
N FR
(4.186)
Keterangan :
HL () = liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa sebesar .
HL (o) = liquid hold-up pada posisi pipa horizontal.
ψ = faktor koreksi terhadap kemiringaan pipa.
Harga-harga a, b, c pada persamaan (4.186) adalah konstanta-konstanta yang
tergantung pada pola aliran dan ditunjukkan pada Tabel 4.7. Batasan persamaan
(4.185) adalah HL(o)  λ dan 0  HL ()  1.

Tabel 4.7.
Konstanta a, b, c 31)
Pola Aliran a b c
Segregated 0,9800 0,4846 0,0868
Intermittent 0,8450 0,5351 0,0173
Distributed 1,0650 0,5824 0,0609

Faktor koreksi () untuk sudut kemiringan pipa ditentukan berdasarkan


persamaan berikut :
ψ = 1 + C [sin (1,8 ) - 0,333 sin3 (1,8 )] .............................................(4.187)
dimana  adalah sudut kemiringan pipa terhadap bidang horizontal dan C adalah
konstanta persamaan yang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

f g

C  (1  λ) ln d λ e N FR N LV ..................................................................
(4.188)
dimana konstanta d, e, f dan g ditentukan berdasarkan Tabel 4.8 sesuai dengan
pola aliran yang diperkirakan.

Tabel 4.8.
Konstanta d, e, f dan g 31)
Pola Aliran d e f g
Segregated up-hill 0,011 - 3.7680 3.5390 - 1.6140
Intermitent up-hill 2960 0.3050 - 0.4473 0.0978
92

Distributed up-hill Tidak perlu koreksi, C = 0


Semua pola aliran down-hill 4700 - 0.3692 0.1244 - 0.5056

Harga C ditentukan berdasarkan pola aliran dan arah kemiringan pipa,


dimana konstanta C positif untuk pipa dengan  > 0 dan C negatif untuk pipa
dengan  < 0, bila dihubungkan dengan pola aliran sebagai berikut :
1. Pola aliran segregated

 0,0001 N LV 3,539 
C   (1  λ ) ln  3,768 1,614 
...........................................................
 λ N FR 
(4.189)

 4,7 N LV 0,1244 
C   (1  λ ) ln  0,3692 0,5056 
...........................................................
 λ N FR 
(4.190)
2. Pola aliran intermittent

 2,96  0,305 N FR 009784 


C   (1  λ ) ln  0,4473  ..................................................
 N LV 
(4.191)

 4,7 N LV 0,1244 
C   (1  λ ) ln  0,3692 0,5056 
...........................................................
 λ N FR 
(4.192)
3. Pola aliran distributed
C+ = 0

 4,7 N LV 0,1244 
C   (1  λ ) ln  0,3692 0,5056 
...........................................................
 λ N FR 
(4.193)
Untuk pola aliran transisi, harga liquid hold-up ditentukan berdasarkan
hasil interpolasi antara liquid hold-up pada pola aliran segregated dan
inetermittent berdasarkan persamaan berikut :
93

L 3  N FR  L  N FR 
HL  H L (segregated)  1  3  H L (intermittent) .......................
L3  L2  L3  L 2 
(4.194)
Untuk aliran dua fasa, Beggs dan Brill mendefinisikan faktor gesekan
seperti pada persamaan berikut :
f tp
f tp  (f n ) ..................................................................................................
fn

(4.195)
dimana fn adalah faktor gesekan “no-slip” yang ditentukan berdasarkan diagram
Moody untuk “smooth pipe”atau dengan menggunakan persamaan berikut :
2
  N Re n 
f n  2 log  
 4,5223 log (N Re n )  3,8215 
................................................
  
(4.196)
Bilangan Reynold pada kondisi no-slip ditentukan berdasarkan persamaan berikut
ini :
ρm vm d
N Re n  ............................................................................................
μm

(4.197)
dimana n adalah viskositas dua fasa, yang dihitung dengan menggunakan
persamaan :
n = L L + g ( 1 - L) ............................................................................(4.198)
Untuk pipa kasar, fn dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
Jain, dengan kisaran kekasaran pipa antara 10-6 hingga 10-2 dan kisaran bilangan
Reynold antara 103 dan 108, yang dituliskan sebagai berikut :

1  21,25 
 1,14  2 log   .................................................................
N Re 
0,9
fn d
(4.199)
Harga ftp/fn dihitung dengan persamaan berikut :
94

f tp
 e S ..........................................................................................................
fn

(4.200)
dimana :
ln y
S ..............
 0,0532  3,182 ln (y)  0,8725{ln(y)}2  0,01853{ln (y)}4

(4.201)
λL
y  ..................................................................................................
[ H L(α ) ] 2

(4.202)
Apabila harga 1 < y < 1,2, maka harga S dihitung dengan persamaan :
S = ln (2,2 y - 1,2) ......................................................................................(4.203)
Gradien tekanan akibat gesekan, menurut Beggs dan Brill dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :

 dP  f tp ρ m v 2m
   ......................................................................................(4.204)
 dL  f 2gc d

dimana densitas “no-slip” (n) dihitung dengan menggunakan persamaan :


n = L L + g g ......................................................................................(4.205)

4.3.3.4. Perhitungan Kehilangan Tekanan Pada Fitting


Jenis-jenis fitting pada lapangan lapangan panasbumi antara lain :
1. Expansion
2
D 
Area ratio : σ   1  ............................................................................
 D2 
(4.206)
Kehilangan tekanan di pipa alir dua fasa, antara lain dapat dinyatakan dengan
persamaan berikut (separated model) :
Metode Simpson (1983) : ΔPtp = LO2 x ΔPLO .......................................(4.207)
Keterangan :
ΔPtp = kehilangan tekanan dua fasa, psi
2tp = faktor pengali dua fasa
95

ΔPLO = kehilangan tekanan satu fasa (fasa cair), psi


Harga LO ditentukan dengan menggunakan persamaan :
 
 ρ L 
1/6

  
 ρL 
5/6


φ 2
LO  1     1 1  x 
ρ    1 .................................
 
 G
ρ  
  
 G 


 
(4.208)
dan
2

ΔPLO  
G1
2ρL

σ 2  1  ( 1  σ) 2  ........................................................

(4.209)
Keterangan :
x = faktor kekeringan, fraksi
G = flux massa, kg/s.m2
2. Contraction
Kehilangan tekanan pada pipa alir dua fasa dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (4.207), akan tetapi 2LO dan ΔPLO dicari dengan
menggunakan persamaan berikut :
ρ 
φ 2 LO  1  x  L  1 ............................................................................
 ρG 
(4.210)
dan
2

ΔPLO
G
 
  2 1  σ 2  1  (c c 1) 2 ....................................................
2ρL
(4.211)
Keterangan :
Cc = koefisien kontraksi fluida satu fasa

Cc
96

Gambar 4.40.
Grafik Penentuan Koefisien Kontraksi Fluida Satu Fasa 29)

3. Orifice Plates
Kehilangan tekanan ditentukan dengan menggunakan persamaan (4.207), 2LO
dan ΔPLO dihitung dengan menggunakan persamaan :
 
 ρ L 
1/6

  
 ρL 
5/6


φ 2
LO  1     1  1  x 
ρ    1 ...............................
 
 G
ρ   
  
 G  

 
(4.212)
dan :
2
G1 C k
ΔPLO = .......................................................................................
2ρL
(4.213)
Ck ditentukan dari korelasi berikut :

Ck


Gambar 4.41.
Grafik Korelasi Ck vs  29)

4. Valves
Kehilangan tekanan fluida dua fasa dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (4.207). Harga ΔPLO dihitung dengan persamaan (4.213).
5. Bends
97

Kehilangan tekanan ditentukan berdasarkan persamaan (4.207). Harga 2LO


ditentukan sebagai berikut :
ρ 
φ 2 LO  1   L  1 B x (1  x)  x 2  ....................................................
ρ G 
(4.214)
2,2
B 1 ...............................................................................
C k (2  R/D)

(4.215)
Keterangan :
R/D = radius ratio
Ck = diperoleh dari grafik korelasi antara Re dan R/D
Re = G D / μf ........................................................................................(4.216)

4.3.3.5. Perhitungan Kehilangan Temperatur


4.3.3.5.1. Perpindahan Panas Pipa Vertikal Aliran Dua Fasa
Perambatan perpindahan panas fluida ketiak mengalir ke atas dari sumur
yang bertemperatur tinggi ke batuan di sekitarnya yang memiliki temperatur
rendah terjadi secara konduksi, radial dan secara alami tergantung dari periode
produksi sumur, tahanan panas matriks di sekitar sumur dan jenis fluida yang
mengalir di dalam sumur. Untuk aliran dua fasa koefisien peripindahan panas
keseluruhan (overall heat transfer coefficient) tergantung regim aliran, sehingga
mekanisme perpindahan panas pada masing-masing regim aliran berbeda-beda.
Dengan mengasumsi perubahan panas antara fluida dalam pipa ke formasi
terjadi secara stabil, flux panas dinyatakan :
Q = U ΔT .....................................................................................................(4.217)
Keterangan :
Q = flux massa, W/m2
U = koefisien perpindahan panas keseluruhan, W/m2.oC
_ _
ΔT  T  T r ...........................................................................................

(4.218)
_
T = temperatur fluida rata-rata pada interval Δz, oC
98

_ o
T r = temperatur rata-rata formasi static pada interval Δz, C
Koefisien perpindahan panas keseluruhan terdiri dari koefisien
perpindahan panas lokal dan koefisien tahanan panas dari material dan formasi di
sekitar sumur. Berdasarkan diameter dalam casing, koefisien perpindahan panas
keseluruhan :
1 1 r r  r r  r r 
  1 ln  2   1 ln  3   1 ln  4  ............................................
U h k 1  r1  k 2  r2  k 3  r3 

(4.219)
keterangan :
h = koefisien perpindahan panas lokal, W/m2oC
r1 = jari-jari dalam casing, m
r2 = jari-jari luar casing, m
r3 = jari-jari semen, m
r4 = jarak kesuatu tempat hingga tidak dipengaruhi oleh temperatur, m
k1 = konduktivitas panas dari casing, W/m.oC
k2 = konduktivitas panas dari semen, W/m.oC
Ramey (1962) mempelajari perpindahan panas secara konduksi pada
kondisi tidak mantap, pada suatu periode produksi dan menganjurkan penggunaan
faktor ketergantungan waktu, sebagai berikut :
 D 
f t   ln  0,5 
 0,25 ............................................................................
 (α th t) 
(4.220)
Keterangan :
D = diameter casing, m
αt = difusifitas panas dari formasi batuan
t = periode produksi (umumnya lebih dari 30 hari)
Dengan demikian total aliran panas pada interval sedalam Δz, dinyatakan :
_ _

U π Δz  T  T r 
Q    ....................................................................................
ft

(4.221)
99

Koefisien perpindahan panas lokal (h) tergantung dari jenis fluida yang
mengalir, pada aliran dua fasa tergantung dari regim aliran, selanjutnya
perpindahan panas pada suatu rejim aliran diasumsi sebagai fungsi perpindahan
panas yang stabil mantap di lubang sumur. Perpindahan panas menurut rejim
aliran yaitu :
1. Perpindahan Panas Pada Aliran Bubble
Mekanisme perpindahan panas pada aliran bubble dapat dinyatakan sebagai
proses perpindahan panas secara konveksi yang dipaksakan pada zona yang
mengalami pendidihan (saturated forced convection boiling). Hasil studi
menyatakan bahwa perpindahan panas konveksi paksa pada inti yang
mendidih pada prinsipnya terletak pada inti gelembung yang mengalir.
Stephan dan Abdelsalam (1980) telah melakukan studi yang mendetail
mengenai perpindahan panas secara konveksi alami dengan inti yang
mendididh (natural convection nucleating boiling). Mereka melaporkan secara
individu dengan pertimbangan semua korelasi, dengan kisaran korelasi dari
0,02 hingga 195 bar, perolehan koefisien perpindaan panas dalam pipa (h nc)
dinyatakan :
hnc = C1 q 0,673 ........................................................................................(4.222)
Keterangan :
C1 = konstanta (berdasarkan Gambar 4.42)
q = flux panas
100

Gambar 4.42
Penentuan Konstanta C1 24)

Untuk perpindahan panas secara konveksi paksa pada pendidihan (force


convection boiling), Stephan dan Auracher (1981) menggunakan analisa
korelasi Rohsenow (1963), Kutateladse (1962) dan Chawla (1967), dimana
terjadi penyesuaian dengan data percobaan dari korelasi Chawla dengan
memodifikasi korelasi untuk konveksi alam yang mengalami pendidihan
seperti di bawah ini :
0,3 0,2
h fc  M T D (1  x)   M T 2 (1  x) 2 
 29     :.....................................
h nc μL  2 
   ρL g D 
(4.223)
Persamaan (4.223) tidak sesuai untuk fluida berkecepatan tinggi dan
mengandung uap karena flux massa akan menjadi kecil.
2. Perpindahan Panas Pada Aliran Slug
Proses perpindahan panas dalam aliran slug berbeda dengan regim aliran
lainnya karena hadirnya lapisan film yang turun pada dinding pipa yang
mengelilingi gelembung Taylor. Mekanisme perpindahan panas juga berbeda,
seperti yang terjadi pada slug cairan dan bubble taylor, korelasi empiris
biasanya tidak dapat meneragkan mekanisme perpindahan panas yang
sebenarnya terjadi.
Proses perpindahan panas dalam unit slug dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu :
a. Perpindahan panas dalam daerah bubble taylor
Kecepatan cairan film dalam bubble taylor (VLTB) dinyatakan dengan
persamaan :
VLTB = 9,916 [ D g (1 – αTB0,5) ] 0,5 ................................................(4.224)
Keterangan :
101

D = diameter dalam casing, m


g = percepatan gravitasi, m/s2
αTB = fraksi void pada daerah gelembung taylor (= 0,89 untuk aliran
uap-air)
Dengan mengabaikan perpindahan panas antar muka bubble taylor dan
cairan film, koefisien perpindahan panas lokal untuk daerah ini dihitung
berdasarkan hubungan Dittus-Boelter sebagai berikut :
0,8
h LF D f V ρ D  1/3
 0,023  LTB L f  PrL .............................................
kL  μL 
(4.225)
Keterangan :
Df = ekuivalen diameter = (1 – αTB) D .....................................(4.226)

b. Perpindahan panas dalam daerah slug cairan


Untuk daerah ini perpindahan panas dipertimbangkan mirip dengan
perpindahan panas konveksi paksa pada inti yang mendidih, sehingga
persamaan untuk aliran bubble dapat digunakan.
Koefisien perpindahan panas rata-rata untuk unit slug dinyatakan :
1 I TB I LS
  ........................................................................
h SU I SU h LF (I SU ) 2

(4.227)
3. Perpindahan Panas Pada Aliran Annular
Lapisan film cairan pada aliran annular akan melingkari dinding pipa juga
kolom gas dan perpindahan panas terjadi secara konduksi pada lapisan film.
Kehilangan panas yang terjadi ke sekitar formasi melalui dinding pipa akan
menyebabkan kondensasi. Kehilangan panas yang merambat ke formasi
sangat kecil bila dibandingkan dengan kehilangan tekanan yang menyebabkan
lebih banyak penguapan, sehingga dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai
perpindahan panas konveksi paksa dengan penambahan panas (force
convection heat transfer with addition heat).
102

Mekanisme perpindahan panas pada aliran annular mempertimbangkan


mekanisme perpindahan panas secara konveksi paksa melalui lapisan film.
Perpindahan panas di daerah ini tidak tergantung flux massa.
Koefisien perpindahan panas untuk konveksi paksa secara impiris dinyatakan :
b
h TP  1 
 a   ......................................................................................(4.228)
hL  X tt 
hL adalah koefisien perpindahan panas cairan diperoleh berdasarkan
persamaan Boelter. a dan b adalah konstanta yang dipilih dari hasil percobaan.
Persamaan Lockart Martinelli diambil :
0,9 0,5 0,1
1  x  ρV  μ V 
X        ..............................................................
 x   ρL  μL 
(4.229)
Kompilasi harga a dan b untuk berbagai fluida diperoleh dari hasil percobaan
oleh Shock (1978). Harga-harga yang diperoleh dari Collier dan Pulling
(1962) menggunakan air dengan maksimum dryness 0,66 adalah a = 2,167 dan
b = 0,45. Untuk harga-harga yang rendah dari kebalikan parameter Lockart-
Martinelli, berdasarkan parameter (juga harga x yang kecil) percobaan (data
dari Collier dan Pulling) bahwa ratio hTP/hL tdak tergantung dari harga
kebalikan Lockhart-Martinelli, hal ini merupakan sifat dari inti kolom gas
yang mengalami pendidihan (nucleate boiling).

4.3.3.5.2. Kehilangan Temperatur pada Pipa Alir


Aliran panas dalam proses transportasi dibedakan menjadi tiga, yaitu :
perpindahan panas dari fluida ke pipa (konveksi), aliran panas dalam fluida
(konduksi) serta aliran panas dari pipa kesekelilingnya (radiasi).
Kehilangan panas aliran fluida panasbumi dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
Q  U o A (Ti  Ta ) .......................................................................................

(4.230)
Keterangan :
Q = kehilangan panas, watt
103

A = luas pipa yang dilapisi insulator = 2  r3(L), m2


Ti = temperatur dalam pipa, oC
Ta = temperatur ambient, oC
Untuk perhitungan kehilangan panas tersebut perlu didefinisikan koefisien
perpindahan panas di sepanjang pipa, yang dinyatakan dalam persamaan berikut :
1
Uo 
r3 r ln (r2 /r1 ) r ln (r3 /r2 ) 1 ...............................................
 3  3 
r1 h i k1 k2 ho

(4.231)
Keterangan :
hi = koefisien transfer panas di sisi dalam pipa, W/m2.oC
ho = koefisien transfer panas di sisi luar pipa, W/m2.oC
k1 = konduktivitas panas pipa, W/m.oC
k2 = konduktivitas panas insulator, W/m.oC
r1 = jari-jari dalam pipa = 0,5 di, m
r2 = jari-jari luar pipa = 0,5 do, m
r3 = jari-jari luar isolator = 0,5 (do + 2 hins), m

Tw

Ta ho
r3

Ti r2

hi r1
k1
k2
insulator

Gambar 4.43.
Skema Pipa dan Parameter Perhitungan
Kehilangan Temperatur 27)

Jika temperatur lebih rendah dari temperatur saturasi, maka akan terbentuk
kondensat pada pipa dan karena pengaruh gaya gravitasi aliran berkumpul pada
104

sisi bawah pipa. Bila cairan membasahi permukaan pipa, pada lapisan film yang
halus terbentuk dan proses ini disebut sebagai kondensasi film. Jika proses ini
terjadi maka koefisien transfer panas pada bagian dalam pipa (h i) dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :

  ρ f (ρ f  ρ g ) g  
1/3

h i  0,8 0,951 k f    .......................................................
  μ f mc  
 
(4.232)
dimana mc adalah laju alir massa kondensat yang dihasilkan per satuan panjang
(kg/s/m).
Berdasarkan persamaan di atas, maka kehilangan panas dapat dihitung
menggunakan prosedur sebagai berikut :
A. Hitung koefisien transfer panas pada bagian luar pipa (ho)
1. Dari tabel uap, maka tentukan sifat-sifat fluida, antara lain :
a. densitas udara, a (kg/m3)
b. panas spesifik udara, Ca (W/kg.oC)
c. viskositas udara, a (kg/m.sec)
d. konduktivitas panas udara, ka (W/m.oC)
2. Hitung bilangan Prandtl, Pr :
Ca μ a
Pr  ........................................................................................
ka

(4.233)
3. Hitung bilangan Grazhof, Gr :
2
β g (d 'o ) 3 ρ a (Tw  Ta )
Gr  2 .............................................................
μa
(4.234)
dimana :
2
β  .......................................................................................
Tw  Ta

(4.235)
105

d 'o  d o  (2 h ins ) .............................................................................

(4.236)
4. Hitung bilangan Nusset, Nu :
N u  0,525 (G r Pr ) 0,25 .......................................................................

(4.237)
5. Hitung koefisien transfer panas pada luar pipa :
Nu ka
ho  ......................................................................................
d 'o
(4.238)
Harga temperatur dinding luar (Tw) diperoleh dari iterasi persamaan berikut :
Tw + 1,32 π d3/4 L (Rins + Ri + 1) (Tw – Ta)5/4 + Rpipa/Ri - Ti = 0..........(4.239)
B. Hitung koefisien transfer panas pada bagian dalam pipa (hi)
 Untuk fluida satu fasa (x = 1)
1. Dari tabel uap tentukan sifat-sifat uap pada Ti, Pi, antara lain :
a. panas spesifik, Cp (kJ/kg/K)
b. konduktifitas panas uap, ks (kW/m.K)
2. Hitung bilangan Prandtl, Reynold dan Nusset sebagai berikut :
Cs μ s
Pr  ..................................................................................
ks

(4.240)
ρ s Vs d i
Re  .............................................................................
μs

(4.241)
0,8 0,4
N u  0,023 R e Pr ...................................................................
(4.242)
3. Hitung koefisien transfer panas dalam pipa :
Nu ks
hi  ..................................................................................
di

(4.243)
 Untuk fluida dua fasa (x < 1)
106

1. Dari tabel uap tentukan sifat-sifat uap dan cairan pada Ti, Pi, antara lain
:
a. konduktivitas panas cairan, kf (kW/m.K)
b. densitas cairan, f, dan densitas uap, g (kg/m3)
c. viskositas cairan, f (kg/m.sec)
2. Hitung koefisien transfer panas pada pipa bagian dalam dengan
menggunakan persamaan (4.232).
C. Hitung koefisien transfer panas sekitar (Uo)
Koefisien transfer panas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(4.231).
D. Hitung heat loss per unit panjang
Heat loss per unit panjang pada fluida dua fasa dihitung dengan mengunakan
persamaan berikut :
Q
 U o (2 π r3 ) (Ti  Ta ) ......................................................................
ΔL
(4.244)
Temperatur fluida pada ujung sisi keluar diperoleh dari persamaan
kesetimbangan energi, dengan anggapan tidak kerja yang dilakukan terhadap
fluida dan tidak terjadi perubahan tekanan, sehingga kecepatan masuk dan keluar
fluida sama. Persamaan profil tekanan dinyatakan sebagai berikut :
q g (Z1  Z 2 )
T2  T1   ........................................................................
Cp Cp

(4.245)
Untuk mendapatkan entalpi pada ujung pipa, entalpi dievakuasi terhadap
perubahan tekanan dan mengasumsi perubahan volume kecil (dapat diabaikan)
sehingga diperoleh :
2 2
(V2  V1 )
h 2  h1   g (Z 2  Z1 )  v (P1  P2 )  q ...............................
2
(4.246)
107

4.3.3.5.3. Kehilangan Panas Melalui Isolasi


Kehilangan panas melalui isolasi dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut ini :
Qins = kins . Ains. (TOP – TOI) .........................................................................(4.247)
Keterangan :
Qins = kehilangan panas pada insulasi, watt
kins. = konduktivitas panas insulasi, W/m2.oC
Ains. = luas penampang isolasi, m2
TOP = temperatur pipa bagian luar, oC
TOI = temperatur insulator bagian luar, oC

4.3.3.6. Optimasi Pipa Salur


Optimasi pada pipa salur meliputi optimasi pipa di dalam sumur, yaitu
diameter casing dan rangkaiannya, dan pipa di permukaan meliputi diameter pipa
alir dua fasa (termasuk tebal isolasi) dan diameter pipa aliran uap (termasuk tebal
isolasi dan sistem pembuang kondensat) dengan memperhitungkan batasan-
batasan teknis untuk meminimalkan terjadinya masalah di sumur, pipa alir dan
turbin.
Data-data yang diperlukan dalam optimalisasi pipa salur meliputi :
a. Data produksi sumur
Data-data produksi sumur meliputi : tekanan kepala sumur (bar), temperatur
kepala sumur (oC), entalpi fluida di kepala sumur (kj/kg), laju alir massa (kg/s)
dan dryness (fraksi).
b. Data temperatur udara luar.
c. Data pipa alir dua fasa.
Data pipa alir dua fasa meliputi : konduktivitas panas pipa (w/m oC),
konduktivitas isolator (w/m oC), diameter dalam pipa (m), diameter luar pipa
(m),. kekasaran pipa, panjang langkah perhitungan atau grid (m), sudut elevasi
pipa (derajat), tebal isolasi (m), densitas pipa (kg/m3), harga pipa ($/kg), harga
isolasi ($/m3) dan harga cladding ($/m2).
108

d. Data pipa alir satu fasa uap.


Data pipa alir satu fasa uap meliputi : konduktivitas panas pipa (w/m oC),
konduktivitas isolator (w/m oC), diameter dalam pipa (m), diameter luar pipa
(m), kekasaran pipa, panjang langkah perhitungan atau grid (m), sudut elevasi
pipa (derajat), tebal isolasi (m), densitas pipa (kg/m3), harga pipa ($/kg), harga
isolator ($/m3), harga cladding ($/m2), disertai dengan data penangkap
kondensat, antara lain : jarak antar alat penangkap kondensat (m) dan efisiensi
penangkap kondensat (%).
e. Data turbin.
Data turbin meliputi : efisiensi turbin (%) dan tekanan kondenser (bar).
f. Data casing.
Data casing meliputi : jumlah sambungan casing konduktor, intermediate dan
terdalam (joint), harga casing konduktor, intermediate dan terdalam ($/joint).
g. Data kontrak.
Data kontrak meliputi : harga jual uap (sen/kWh), tingkat bunga (% / tahun)
dan lama kontrak (tahun).
h. Data yang dioptimumkan, yaitu data-data yang divariabelkan.

4.3.3.6.1. Optimasi Diameter Casing


Optimasi diameter casing dimulai dari data uji produksi sumur panasbumi,
yang dipakai untuk menentukan tekanan alir dasar sumur (Pwf) dan laju massa (m)
di dasar sumur. Persamaan kehilangan tekanan sekitar sumur bila dinyatakan
dalam laju alir massa (W) adalah seperti yang dinyatakan dalam persamaan
(2.112).
Perolehan harga a dan b dapat dilakukan berdasarkan uji produksi di
permukaan, kemudian berdasarkan parameter aliran di permukaan dihitung
kehilangan tekanan dalam rangkaian casing sehingga diperoleh tekanan alir dasar
sumur. Dengan melakukan minimal dua kali uji laju produksi maka akan
didapatkan harga a dan b (berdasarkan persamaan (2.112)) yang merupakan
konstanta aliran.
109

Kedua konstanta ini dihitung balik ke permukaan dengan beberapa laju


massa yang bervariasi sehingga diperoleh besarnya tekanan dan temperatur kepala
sumur, laju alir massa fluida, dryness dan entalpi yang bervariasi di permukaan.
Plot tekanan kepala sumur terhadap laju alir massa disebut sebagai kurva output.
Keberhasilan optimasi diameter casing dilihat berdasarkan kurva output
yang merupakan plot antara diameter casing terhadap : kecepatan aliran fluida
pada pipa dua dan satu fasa (uap), kehilangan tekanan dan temperatur ujung pipa
luar, daya yang dihasilkan serta profil nilai uang sekarang, dimana terpenuhi
syarat teknis dan ekonomisnya. Bentuk kurva output dapat dilihat pada Gambar
4.44.

Gambar 4.44.
Hipotesa Optimasi Diameter Casing 24)

4.3.3.6.2. Optimasi Diameter Pipa Alir Dua Fasa


Variabel-variabel yang diubah pada optimasi diameter pipa untuk aliran
dua fasa adalah diameter pipa dan data ukuran casing optimum (data lainnya
diasumsikan menggunakan pendekatan data lapangan), dengan masukan tetap data
110

diameter casing dan data ikutannya pada tekanan kepala sumur yang dipilih
(temperatur, entalpi, dryness dan massa pada kondisi permukaan)
Hipotesa optimasi diameter pipa alir dua fasa dapat dilihat pada Gambar
4.45 beserta kurva outputnya yang dapat menunjukkan pemilihan diameter pipa
sesuai dengan aspek teknik dan ekonomisnya.

Gambar 4.45.
Hipotesa Optimasi Diameter Pipa Alir Dua Fasa 24)

4.3.3.6.3. Optimasi Tebal Isolasi Pipa Alir Dua Fasa


Data tetap yang digunakan berasal dari optimasi diameter casing dan
diameter pipa aliran dua fasa, seperti data temperatur sekitar, data pipa alir satu
fasa (uap), data penangkap kondensat, data program, data turbin serta data
kontrak.
Hasil kurva output berupa plot tebal isolasi terhadap parameter penentu
optimasi. Bagian yang dioptimumkan harus memenuhi aspek teknis dan
ekonomis. Sketsa optimasi tebal isolasi dapat dilihat pada Gambar 4.46.

4.3.3.6.4. Optimasi Diameter Pipa Alir Satu Fasa Uap


111

Data yang telah dioptimumkan digunakan, seperti diameter casing


temperatur, kualitas uap, entalpi dan laju alir massa pada kondisi tekanan kepala
sumur, data diameter pipa alir dua fasa dan data tebal isolasi pipa alir dua fasa.
Plot diameter pipa uap terhadap parameter penentu optimasi, diameter pipa
uap yang dipilih, harus memenuhi aspek teknik dan ekonomis. Gambar 4.47
menunjukkan sketsa optimasi penentuan diameter pipa alir satu fasa (uap).

Gambar 4.46.
Hipotesa Optimasi Tebal Isolasi Pipa Dua Fasa 24)
4.3.3.6.5. Optimasi Tebal Isolasi Pipa Alir Satu Fasa Uap
Bagian ini merupakan bagian akhir dari optimasi, dimana data bagian yang
telah dioptimumkan digunakan sebagai masukan tetap, antara lain diameter casing
bersama perolehan kualitas uap, temperatur, entalpi pada suatu tekanan kepala
sumur, data diameter pipa alir dua fasa, tebal isolasi pipa dua fasa dan diameter
pipa alir satu fasa.

4.3.3.6.6. Batasan Kriteria Optimum


112

Hambatan-hambatan produksi yang menyangkut sifat-sifat fisik fluida dan


media yang dilaluinya dimasukkan sebagai pertimbangan optimasi pipa salur,
antara lain :

Gambar 4.47.
Hipotesa Optimasi Diameter Pipa Uap 24)
1. Temperatur terbentuknya endapan silika
Untuk mencegah terbentuknya endapan silika maka pipa harus di desain
sedemikian rupa sehingga temperatur fluida tidak lebih rendah dari temperatur
terbentuknya endapan (Fournier, 1986). Gambar 4.49 menunjukkan kelarutan
jenis silika yang umumnya terjadi endapan quartz dan amorphous silika.
2. Kandungan non-condensable gas yang kecil pada tekanan kepala sumur yang
dipilih.
Non-condensable gas merupakan gas (seperti CO2 dan H2S) yang tidak dapat
dicairkan. Jika berlebihan akan menyebabkan pengurangan daya yang
ditimbulkan turbin akibat beda entalpi yang masuk dan keluar turbin kecil, dan
timbulnya korosi pada peralatan yang dilaluinya.
113

Gambar 4.48.
Hipotesa Optimasi Tebal Isolasi Pipa Alir Satu Fasa 24)

Gambar 4.49.
Perkiraan Pengendapan Silika Pada Berbagai Temperatur 8)

3. Kecepatan fluida campuran di dalam pipa aliran dua fasa dan pipa aliran satu
fasa uap.
Batasan kecepatan minimal menggambarkan batas perpindahan panas untuk
mencapai proses adiabatis, sedangkan batas kecepatan maksimum menyatakan
114

batas tidak terjadi pengikisan dinding pipa bagian dalam. Batasan tersebut
antara lain :
a. Batas minimal 20 m/s dan batas maksimal 30 m/s pada pipa alir dua fasa.
b. Batas minimal 30 m/s dan batas maksimal 50 m/s pada pipa alir satu fasa
(uap).
4. Adanya bagian turbin yang rusak
Kandungan kondensat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan korosi pada
sudu-sudu turbin sehingga perlu dilakukan pencegahan, yaitu dengan
menempatkan peralatan pembuang kondensat terutama jarak dan efisiensinya.
5. Tekanan masuk turbin harus terpenuhi.
Turbin memiliki tekanan masuk yang sudah ditetapkan, sehingga perlu
menghitung kehilangan tekanan untuk pipa alir satu fasa, dua fasa terhadap
pemilihan tekanan kepala sumur.

4.3.3.7. Catchpot
Catchpot atau perangkap kondensat merupakan alat yang digunakan untuk
menjaga kualitas uap dengan cara menampung fluida hasil kondensasi. Fluida
(kondensat) akan tertampung sampai pada jumlah tertentu dan secara otomatis
kondensat tersebut akan terbuang. Catchpot dipasang disepanjang jalur pipa pada
tempat-tempat tertentu yang diperkirakan kondensat di dalam pipa telah terbentuk
dan cukup banyak, sehingga tidak menyebabkan kualitas uap menurun.
Fluida yang sebagian masuk ke dalam catchpot akan menyebabkan massa
fluida yang masuk ke dalam turbin kurang dari massa fluida yang keluar dari
separator. Besarnya massa kondensat yang dibuang tergantung dari efisiensi
catchpot itu sendiri.
Metode perhitungan dan prosedur perhitungannya dikembangkan dari
model konseptual seperti diperlihatkan pada Gambar 4.51. Pipa uap mempunyai
diameter dalam (ID), diameter luar (OD) dan dilapisi dengan insulator. Uap yang
masuk ke dalam pipa adalah uap kering yang memiliki laju aliran massa (m),
temperatur (T) dan tekanan (P). Adanya insulator pada pipa tidak sepenuhnya
menjaga kehilangan temperatur sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
115

kondensat. Laju massa total merupakan laju massa uap (m v) dan laju massa
kondensat (mc) yang tidak terbuang.

Gambar 4.50.
Skema Catchpot 11)

Gambar 4.51.
Skema Aliran Fluida dan Kehilangan Massa Sepanjang Jalur Pipa 27)

4.3.3.7.1. Perencanaan Diameter dan Tinggi Catchpot


116

Diameter catchpot direncanakan berdasarkan besarnya diameter pipa alir


uap. Perbandingan diameter pipa (D) dengan diameter catchpot (d) adalah 1,5
(D/d = 1,5).
Diameter catchpot yang dihitung berdasarkan diameter pipa uap kemudian
dapat digunakan untuk merencanakan tinggi catchpot, dimana perbandingan tinggi
catchpot terhadap diameter catchpot lebih besar dari 0,6 (h/d  0,6).

4.3.3.7.2. Perhitungan Laju Alir Massa Kondensat


Kondensat yang terkumpul dalam catchpot dibuang keluar apabila
kapasitas catchpot sudah terpenuhi. Waktu yang diperlukan sampai catchpot
membuang kondensatnya tergantung pada banyaknya fraksi air (kondensat) pada
uap yang mengalir. Laju alir massa kondensat untuk catchpot yang dipasang tiap
25 m akan memerlukan waktu lebih lama dibandingkan dengan catchpot yang
dipasang tiap 50 m, 100 m, 200 m, dan 400 m.
Prosedur perhitungan laju alir massa kondensat adalah sebagai berikut :
1. Hitung kehilangan tekanan dalam pipa (P) untuk selang panjang (L),
sebagai berikut :
 Jika h > hg, aliran yang terjadi diaangap sebagai aliran satu fasa, sehingga
perhitungan kehilangan tekanan menggunakan metode perhitungan untuk
aliran satu fasa.
 Jika hf < h < hg, aliran yang terjadi merupakan aliran dua fasa, sehingga
perhitungan kehilangan tekanan menggunakan perhitungan untuk aliran
dua fasa.
2. Hitung kehilangan panas (Q) untuk selang panjang (L)
3. Hitung entalpi dan temperatur (T2), seperti terlihat pada skema Gambar 4.52 :
Entalpi dihitung dengan menggunakan persamaan energi sebagai berikut :
V12 V2
h1   g Z1  W  Q  h 2  2  g Z 2 ........................................
2 2
(4.248)
Karena W = 0, maka :
117

V12  V22
h 2  h1   g (Z1  Z 2 )  Q .................................................
2
(4.249)
dimana :
m υ s2
V2  .............................................................................................
A
(4.250)
Keterangan :
s2 = volume spesifik pada P2, m3/kg

P1 P2
T1 T2
h1 h2
ℓ1 ℓ2

Gambar 4.52.
Skema Pipa Dan Parameternya 27)
Jika kehilangan tekanan (P) sangat kecil, maka s2 ≈ s1, sehingga V1 = V2.
Bila pipa horizontal, maka Z1 = Z2, jadi :
h2 = h1 – Q .............................................................................................(4.251)
Temperatur dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :
Q
T2  T1  ......................................................................................
m Cp

(4.252)
4. Tentukan dryness uap (x) kemudian periksa harga entalpi pada titik 2, dengan
ketentuan :
 Jika h2 < hg, hitung laju alir massa fraksi uap (x) kondensat dan cairan.
 Jika h2 > hg, maka ulangi lagi perhitungan.
5. Jika jarak titik 2 lebih kecil dari jarak catchpot, maka ulangi perhitungan
sesuai dengan prosedur. Namun jika sebaliknya, maka tentukan kondisi pada
118

titik 2, yaitu jika ℓC1 sama dengan dua kali jarak catchpot dari masukan, maka
anggap ℓ = ℓC1 - ℓ1, dan ulangi perhitungan dari prosedur ke-1 hingga ke-4,
kemudian hitung :
 Laju alir massa kondensat yang masuk ke dalam catchpot 1 :
mC-CPI = 1 mC..................................................................................(4.253)
 Laju alir massa kondensat pada pipa (m) :
mC = (1 - 1) mC...............................................................................(4.254)
Sehingga total laju lair massa yang meninggalkan titik CP1 adalah :
mV = mV + (1 - 1) mC..........................................................................(4.255)
Jika ada lebih dari satu catchpot pada jaringan transmisi pipa, maka ulangi
perhitungan menggunakan prosedur yang sama seperti di atas, yaitu :
 Laju alir massa kondensat yang masuk ke dalam catchpot 2 :
mC-CP2 = 2 { (1 - 1) mC + mC’}....................................................(4.256)
dimana mC’ adalah laju alir massa kondensat yang dihasilkan dari proses
kondensasi antara catchpot 1 dan catchpot 2.
 Laju alir massa kondensat pada pipa (m), yaitu :
mC = (1 - 2) [ (1 - 1) mC + mC’]...................................................(4.257)
6. Ulangi perhitungan hingga akhir bagian pipa.

4.3.3.8. Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Pipa Transmisi


Beberapa hal yang mempengaruhi flow line di lapangan panasbumi adalah
berhubungan dengan temperatur dan tekanan yang tinggi serta pengaruh dari
korosifitas fluida produksinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perencanaan flow line antara lain
diameter pipa, desain tekanan, desain temperatur dan ekspansi panas yang
diijinkan.

4.3.3.8.1. Diameter Pipa


Pemilihan terhadap ukuran panjang dan lebar pipa merupakan dasar
penentuan utama didalam penurunan tekanan dan mengakibatkan turunnya
kecepatan aliran.
119

Penurunan tekanan dapat diketahui dengan mengatur laju aliran yang


dipengaruhi oleh diameter pipa. Sebuah pipa dengan diameter besar akan
menghasilkan laju alir yang rendah bila dibandingkan dengan pipa dengan
diameter kecil. Penurunan kecepatan alir pada pipa dengan diameter besar akan
memberikan hasil yang besar dan akan mengakibatkan panas yang hilang lebih
besar karena permukaan pipa yang luas.

4.3.3.8.2. Disain Tekanan


Untuk menghitung dalam perencanaan tekanannya berdasarkan ketebalan
di sekeliling pipa, perlu dipertimbangkan beberapa faktor, yaitu :
1. Pada kondisi operasi maka maksimumkan tekanan jalur pipa.
2. Pada akhirnya, berikan kelebihan tekanan didalam sistem untuk pengisian
muatannya.
3. Didalam pengoperasian, tekanan tinggi perlu dipertimbangkan. Sebagai
contoh bahwa keteraturan aliran dari sumur diakibatkan oleh tekanan baliknya
dan pengaruh dibukanya sumur-sumur secara keseluruhan pada saat
pelaksanaan reparasi sumur.
Dengan demikian ketebalan di sekeliling pipa digunakan untuk
menghitung tekanan. Ketebalan pipa dipengaruhi oleh korosi, mechanical
handling dan terjadi kehilangan beban (patah).

4.3.3.8.3. Disain Temperatur


Disain temperatur sangat penting untuk mengetahui pengembangan panas
dari suatu sistem yang berpengaruh terhadap desain kekuatan (strength) dari
material yang digunakan didalam konstruksi.

4.3.3.8.4. Ekspansi Thermal yang Diijinkan


Pengembangan/ekspansi panas yang diijinkan merupakan faktor utama
yang berpengaruh terhadap transmisi uap (pengaruh sifat fisik) untuk mengubah
dan mengatasi suatu sistem pada pengembangan panas. Tipe pengembangan panas
di dalam pipa alir panasbumi diantaranya pada ketebalan 210 milimeter setiap
panjang 100 meter.
120

Pipa didesain sekecil mungkin agar terjadi pengembangan, dimana


dikhawatirkan terjadi perembesan/kebocoran yang diakibatkan oleh terjadinya
tegangan (stress) yang besar pada saat pemasangan pipa tersebut dan terjadinya
tekanan yang besar pada saat penyaluran fluida menuju anchor dan support
(penyangga).
Banyak cara untuk mengimbangi permasalahan tersebut di atas, diantarnya
dengan menggunakan compensator, expansion loop, pipe bend dan pipe line
support.

4.3.3.8.4.1. Compensator
Compensator adalah keratan berupa metal yang dililitkan, sehingga dapat
menyerap ekspansi aksial dan juga dapat mengatur untuk berfungsi sebagai suatu
engsel. Compensator digunakan sebelum terjadinya pengembangan. Gambar 4.53.
menunjukkan penggunaan tipe-tipe compensator pada penyebaran uap dan air
panas di Wairakei, New Zealand.

4.3.3.8.4.2. Expansion Loop


Expansion loop digunakan untuk menanggulangi pergerakan pipa akibat
ekspansi panas yang besar. Expansion loop diletakkan di dalam pipa pada kondisi
interval yang tersedia. Penempatannya berdasarkan metode tubular pada kondisi
perencanaan loop-loopnya.
Kerugian dari pemakaian ini adalah hilangnya tekanan (akibat bergeraknya
ekspansi) di dalam sistem sebab dari tiap loop terdapat empat lingkaran tambahan.
Adanya lingkaran tambahan tersebut akan memperbesar biaya pemasangan untuk
setiap diameter sambungan pipa. Expansion loop digunakan pada kondisi
pemilihan lain dari pipa lurus. Gambar 4.53(a) memperlihatkan pemasangan
expansion loop.

4.3.3.8.4.3. Pipe Bends


Pipa dapat bergerak karena menyerap panas, akibatnya dapat
menimbulkan masalah pembengkokkan pipa. Hal ini dapat ditanggulangi dengan
beberapa cara, yaitu :
121

1. Sudut pipa bengkokkan yang digunakan antara 30o-90o pada pipa yang
bergerak horizontal.
2. Untuk pipa bengkokkan yang kurang dari 30o digunakan pada kondisi pipa
bergerak horizontal dan perlu digunakan support loading (beban penyangga).

Gambar 4.53.
Penggunaan Jenis-Jenis Compensator Pada Pipa
Transmisi Uap dan Air Panas
(a) Pipa Uap Kondisi Lengkung; (b) Pipa Uap Kondisi Curam;
(c) Pipa Air Panas di Bawah Jalan 3)
Pipa bengkokkan ini digunakan untuk menanggulangi eskpansi pipa yang
berada di tanah lapang dengan cara pemasangan pipanya diputar dengan
menggunakan metode zig-zag route.

4.3.3.8.4.4. Pipa Line Support


Perencanaan dari jalur pipa penyangga pada keadaan serta reaksi
pembebanannya dapat digunakan berdasarkan tiga tipe penyangga, yaitu :

1. Anchor
122

Lokasi yang dikehendaki adalah posisi pipa dapat diletakkan secara aksial
terhadap jalur pipa dan akan bereaksi secara torsional. Anchor akan tetap kaku
atau tidak bergerak didalam jalur pipa.
2. Guide support
Gerakan yang diijinkan dari jalur pipa hanya gerakan aksial saja. Keuntungan
dari tipe penyangga ini adalah keseluruhan pipa dapat bergerak bebas secara
horizontal diantara anchor.
3. Slide support
Tipe dari penyangga yang diijinkan dari gerakan axial. Tipe penyangga ini
berfungsi untuk memelihara dan menjaga lebih luas secara horizontal dan
dapat ditanggulangi dengan penyangga seperti vertikal loop.

4.3.3.9. Perencanaan Pipa Transmisi


4.3.3.9.1. Penentuan Pressure Drop
Perencanaan pipa alir uap dan air di lapangan panasbumi perlu dilakukan
dengan baik agar tidak terjadi kehilangan tekanan dan kehilangan panas yang
berlebihan.
Dalam merencanakan pipa alir uap, kehilangan tekanan dan temperatur
disepanjang pipa alir harus dihitung dengan memperhitungkan adanya massa yang
hilang karena keluar melalui condensate pots (penampungan kondensat), adanya
loops, kecepatan angin, curah hujan dan lain-lain. Hal ini penting sekali
diperhitungkan karena kehilangan tekanan akan menentukan besarnya tekanan di
titik masuk turbin.
Peramalan tekanan, temperatur dan fraksi uap di pipa alir uap penting
untuk :
1. Meramalkan besarnya tekanan saat uap masuk turbin, dimana turbin inlet
pressure sudah ditetapkan saat membeli turbin.
2. Memperkirakan kualitas uap yang masuk ke turbin, Jika kandungan air terlalu
banyak maka tidak diijinkan karena akan merusak turbin (timbul korosi).
3. Menentukan ukuran pipa alir uap.
4.3.3.9.2. Penentuan Panjang dan Diameter Pipa
123

Untuk menentukan besarnya diameter yang digunakan, dicoba dengan


beberapa diameter pipa untuk mendapatkan kecepatan uap yang sesuai.
Persamaan yang digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan uap di dalam
pipa adalah :
M υg
V 
1 2 .................................................................................................
π Di
4
(4.258)
Keterangan :
V = kecepatan uap, m/detik
M = laju alir massa, ton/jam
g = volume spesifik uap, m3/kg
Di = diameter dalam pipa, m
Lyle membuat suatu rekomendasi kecepatan fluida yang mengalir dalam
pipa, seperti ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9.
Kecepatan Aliran Fluida Dalam Pipa 11)
Fluid Velocity, m/sec
High vacum water vapour 61 – 100
Moderat vacuum water vapour 46 – 61
Superheated steam 46 – 61
Dry saturated steam 30 – 40
Exhaust steam (wet) 21 – 30
Water 1,2 – 2,4

Besarnya pemuaian pajang pipa bergantung pada koefisien muai panjang


meterial pipa, diameter pipa dan panjang pipa. Untuk menghitung besarnya
pemuaian panjang pipa yang terjadi digunakan persamaan seperti penentuan
panjang liner akibat panas. Koefisien muai panjang untuk beberapa jenis material
ditunjukkan pada Tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10.
Koefisien Muai Panjang Beberapa Material 35)
Jenis Material  (oC)-1
Aluminium 24 x 10-6
Gelas 6 x 10-6
124

Baja 12 x 10-6
Tembaga 14 x 10-6
Kuningan 20 x 10-6
Seng 26 x 10-6

4.3.3.9.3. Penentuan Minimal Tebal Pipa yang Diijinkan


Persamaan yang digunakan untuk menentukan tebal pipa yang diijinkan
yaitu :
P . Do
tm   A ...........................................................................
2[S . E  ( P . Y )]

(4.259)
Keterangan :
tm = tebal minimal pipa yang diijinkan, mm
P = tekanan dalam pipa yang direncanakan, kPa
Do = diameter luar pipa, mm
S = tegangan maksimum dari material yang digunakan, kPa
E = faktor efisiensi joint
Y = koefisien berdasarkan temperatur dan tipe baja (= 0,4 untuk aplikasi panas
bumi)
A = penambahan ketebalan sebagai keamanan untuk mengahndel adanya
korosi, erosi, kedalaman ulir, ketipisan pipa yang tidak merata dan strength
mekanik karena pembelokan pipa untuk mencegah buckling, mm.
Lihat Tabel 4.11 kolom additional thickness.
Syarat untuk diijinkan ketebalan pipa minimum yaitu harus memenuhi
kondisi tm < t, dimana t adalah wall thickness pipa, yaitu ketebalan pipa yang
sudah direncanakan berdasarkan nominal size pipa.

4.3.3.9.4. Pemilihan Material Pipa Transmisi


Untuk material dengan tingkat carbon steel mempunyai sifat yang keras,
akan tetapi gampang patah dan akan bereaksi dengan fluida formasi (H 2S dan
CO2) membentuk karat. Sedangkan untuk material old steel, mempunyai sifat
lebih tahan terhadap korosif, akan tetapi lebih mudah berubah bentuk
125

Tabel 4.11.
Spesifikasi Pipa Transmisi 36)
Nominal Outside Additional Calculation Wall
Material of Type of
Pipe Diameter, Thickness, Thickness, Thickness
Pipe Pipe
Diameter mm mm mm of Pipe, mm
40” 1016.0 API 5LGrB SAW 3 7.91 11.13
36” 914.4 API 5LGrB SAW 3 7.42 11.13
34” 863.6 API 5LGrB SAW 3 7.18 9.52
32” 812.8 API 5LGrB SAW 3 6.93 9.52
30” 762.0 API 5LGrB SAW 3 6.68 9.52
28” 711.2 API 5LGrB SAW 3 6.45 9.52
26” 660.4 API 5LGrB SAW 3 6.19 9.52
24” 609.6 API 5LGrB SAW 3 5.95 9.52
22” 558.8 API 5LGrB SAW 3 5.70 9.52
20” 508.0 API 5LGrB SAW 3 5.46 9.52
18” 457.2 API 5LGrB SAW 3 5.21 7.92
16” 406.4 API 5LGrB SML 3 4.97 7.92
16” 406.4 API 5LGrB SAW 3 4.97 7.92
14” 355.6 API 5LGrB SML 3 4.72 7.92
14” 355.6 API 5LGrB ERW 3 5.02 7.92
12” 318.5 API 5LGrB SML 3 4.57 6.35
12” 318.5 API 5LGrB ERW 3 4.84 6.35
10” 267.4 API 5LGrB SML 3 4.32 6.35
10” 267.4 API 5LGrB ERW 3 4.55 6.35

Pipa yang digunakan pada lapangan panasbumi umumya adalah pipa API
5L grade B, dimana harganya tidak mahal dan efektif untuk kondisi fluida (uap
panas) yang dialirkan.
Material-material lain yang dipilih meliputi insulation yang digunakan
sebagai struktur pendukung (support structure). Insulation yang digunakan adalah
glass fibre, clad yang dibalut dengan aluminium dan juga kalsium silikat.
4.3.3.10. Isolasi
Tujuan utama dari sistem pengisolasian panas adalah untuk meminimalkan
sejumlah panas yang hilang, yang mengalir baik secara konduksi, konveksi
maupun radiasi. Kemampuan suatu material untuk memperlambat laju alir
kehilangan panas ditentukan berdasarkan konduktivitas panasnya. Harga
konduktivitas panas material yang kecil merupakan karakteristik dari sistem
isolasi panas.

4.3.3.10.1. Ketebalan Optimum Isolasi


Selama isolasi, temperatur permukaan pipa (permukaan bagian dalam dari
isolasi) akan terkena pengaruh. Jika kondukstivitas panas dari isoalasi kecil
dibandingkan dengan pipa metal, maka resistensi panas relatif pipa akan kecil
126

sekali dimana temperatur permukaan pipa konstan (T) sesuai dengan perubahan
jari-jari isolasi (r), seperti terlihat pada Gambar 4.54.

insulation

r
R
pipe T

Gambar 4.54.
Penampang Ketebalan Kritis Isolasi Pipa 27)

Besarnya konduktivitas panas isoalsi (K) dan ketebalan lilitan (h)


tergantung pada jari-jari luar (r). Aliran panas setiap unit panjang pipa yang
melalui isolasi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
q 2 π (T  t a )

L 1 ln (r/R) ........................................................................................

hr K
(4.260)
dimana ta merupakan temperatur udara sekitar.
Harga optimum dari kehilangan panas diperoleh dari turunan pertama q/L
dengan r mendekati atau seimbang dengan nol, dimana kondisi tersebut terpenuhi
bila radius (r) sebanding dengan rc, yaitu radius kritis yang besarnya tergantung
pada konduktivitas panas dan tebal lilitan.
Jika dihitung turunan kedua dari q/L pada r = rc akan didapat persamaan
sebagai berikut :
 K r   2K   K  
2

   ln    1  2 1   
 d 2  q   h r R   hr   h r  
 2     2 π (T  t a )  3 
 dr  L  r  rc  1 K r  
  r ln 
 rK  h R 
r  rc
127

h 2 /K
=  2 π (T  t a ) ...............................................
( 1  ln rc /R) 2

(4.261)
Hasil yang didapat dari persamaan di atas selalu negatif, oleh sebab itu radius
optimum ditunjukkan oleh persamaan :
r = rc = k/h ..................................................................................................(4.262)
yang merupakan maksimum kehilangan tekanan, bukan minimum.
Ketebalan isolasi pada pipa berbeda dengan nilai nominal dari ukuran pipa
dapat dilihat dari Tabel 4.12, berdasarkan standart ASTM.

Tabel 4.12.
Ketebalan Isolasi Pipa 11)

4.3.3.10.2. Bahan-Bahan Isolasi


Bahan-bahan isolasi panas diperoleh dari beberapa material atau
kombinasi material dalam berbagai bentuk, ukuran dan ketebalan.
Bahan-bahan yang umumnya digunakan untuk mengisolasi sistem
pemipaan panasbumi adalah sebagai berikut :
a. Fibre glass
Bentuk dari fibre glass bermacam-macam. Pemakaian fibre glass pada
lapangan panasbumi dengan densitas fluida tinggi, dipilih untuk memberikan
daya renggang yang terbesar dan menjaga kerusakan yang timbul dari luar
pipa. Secara umum, fibre glass terbatas pada temperatur tertentu, akan tetapi
128

hal ini bukan menjadi masalah yang selalu timbul dalam penggunaannya pada
lapangan panasbumi. Biasanya isolasi fibre glass, seperti scored board,
digunakan dengan fibre glass diletakkan pada dinding pipa.
Dalam usaha untuk mengembangkan mekanisme daya renggang, beberapa
pabrik membuat insulator ini dimana fibre membentuk sudut siku-siku
terhadap dinding pipa. Umumnya fibre glass lebih banyak dipilih sebagai
bahan untuk isolasi pipa karena mempunyai daya kerenggangan yang selalu
rendah
b. Kalsium silikat
Kalsium silika merupakan suatu material yang ringan dan kuat dengan sifat-
sifat pengisolasian yang baik serta dapat mempertahankan temperatur. Akan
tetapi, kalsium silika harganya mahal dan sulit dipakai untuk diameter pipa
yang besar.
c. Rock wool
Material ini digunakan pada daerah dimana telah tersedia bahan-bahan
tersebut. Rock wool merupakan bahan isolasi yang baik dan mempunyai
kemampuan menjaga temperatur tinggi, akan tetapi mempunyai mekanika
keregangan yang rendah.
Harga konduktivitas panas berdasarkan kenis-jenis isoalsi dapat berbeda-
beda, tergantung pada masa, kadar uap, temperatur dan pembuatan pabrik, hal ini
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.55.
129

Gambar 4.55.
Konduktivitas Panas Material Isolasi 11)
Disamping bahan-bahan tersebut di atas, juga terdapat bahan-bahan
pembungkus sebagai material non-metal (cladding) pada peralatan-peralatan
produksi, untuk melindungi isolator dari masuknya air, kerusakan secara mekanis,
degradasi ultraviolet dan lain-lain. Bahan-bahan pembungkus tersebut diantaranya
sebagai berikut :
a. Aluminium
Aluminium merupakan bahan yang paling umum dan paling banyak dipakai
untuk melindungi bahan-bahan isolasi. Kelebihan dari aluminium adalah
mempunyai kekuatan yang baik, ringan, tahan terhadap korosi, mudah
perawatannya, pembuatan komponen mudah dikerjakan dan bahannya mudah
diperoleh.
b. Glass Reinforced plastic
Glass reinforced plastic merupakan pembungkus fibre glass dan polyester
(damar) yang secara khusus telah dikembangkan untuk penggunaan pada
lapangan panasbumi. Sistem pembungkus ini sangat kuat dan tidak mudah
rusak. Bahannya dapat diwarna mengikuti keadaan sekitar. Kekhawatiran
dalam mengunakan bahan ini adalah sehubungan dengan akibat yang timbul
dari sinar ultraviolet dalam jangka waktu yang lama.
c. Tarred paper
Instalansi yang paling lama digunakan adalah tarred paper dan penyekat
bitumen (auoip aspal) yang dapat dicatkan di sekeliling isolasi. Pembungkus
ini murah dan efektif menjaga bahan-bahan isolasi di dalam maupun di luar
lingkungan.

4.3.4. Manifold dan Header


130

Penyatuan fluida produksi dari tipa-tipa sumur produksi yang dialirkan


melewati pipa salur akan dikumpulkan pada manifold dan header.

4.3.4.1. Manifold
Manifold merupakan kumpulan valve-valve yang berfungsi untuk
mengatur arah aliran fluida produksi ke separator yang dikehendaki melalui suatu
header. Oleh karena itu manifold disebut juga header valve.
Fungsi dari manifold yaitu :
1. Mengendalikan aliran fluida produksi dari setiap sumur yang ada.
2. Memisahkan aliran dari fluida produksi.
3. Mengisolasi sistem jaringan flow line guna melakukan perawatan atau
perbaikan.
4. Membagi main line menjadi beberapa bagian.
5. Mengarahkan aliran fluida produksi dari setiap sumur ke header.
6. Mencegah terjadinya tekanan balik dari setiap separator menuju sumur.

4.3.4.2. Header
Header merupakan suatu pipa yang berukuran cukup besar untuk
menampung aliran fluida produksi dari beberapa flow line yang kemudian
dialirkan ke fasilitas pengolahan atau pemisahan di lapangan.
Berdasarkan kegunaannya, header dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Hight-Pressure Production Header, merupakan header yang menampung aliran
fluida sumur bertekanan tinggi.
b. Intermediate Pressure Production Header, merupakan header yang
menampung aliran fluida sumur bertekanan intermediate (sedang).
c. Low Pressure Production Header, merupakan header yang menampung aliran
fluida bertekanan rendah.
d. Test Header, merupakan header yang dipergunakan untuk test produksi dari
masing-masing sumur secara periodik.
Arah pemasangan header dapat dipasang secara vertikal, horizontal maupun
menyudut (deviated header).
131

Perencanan header adalah meliputi perencanaan diameter dan hilang


tekanan pada header

4.3.4.2.1. Perencanaan Diameter Header


Perencanaan diameter header berpengaruh terhadap hilang tekanan antara
manifold dan separator dimana tekanan pada header harus diusahakan serendah
mungkin agar tekanan balik di kepala sumur sekecil mungkin. Perencanaan awal
diameter header dideteksi dengan persamaan :
Q = A . V = 0,785 d2 V..............................................................................(4.263)
Keterangan :
Q = laju aliran fluida di dalam header (= tiap sumur)
d = diameter dalam header, in
V = kecepatan fluida dalam header, ft/s
Kecepatan maksimum fluida di dalam header dideteksi dengan persamaan :
 Untuk fluida cairan :
48
V  , ft/detik......................................................................................
ρ1/3

(4.264)
 Untuk cairan yang bersifat korosif/erosive, maka :
48
V  ................................................................................................
2 ρ1/3

(4.265)
 Untuk fluida gas :
V = 148,7 (k Z T/M)½.............................................................................(4.266)
 Untuk fluida yang bersifat korosif/erosive, maka :
V = (148,7/2) (k Z T/M)½.......................................................................(4.267)
Untuk menghindari apakah diameter header cukup aman terhadap
pengoperasiannya, dapat diperiksa dengan persamaan berikut :
Pd
t  ...........................................................................................................
2S

(4.268)
Keterangan :
132

t = ketebalan pipa yang diijinkan, in


P = tekanan kerja pada header, psi
D = diameter luar header, in
S = tegangan pipa (tergantung bahan pipa), psi

Tabel 4.13.
Bahan dan Tegangan Pipa 35)
Grade Tegangan, psi
GradeA, steel pipe 18000
Grade B, steel pipe 21000
Lap welded, steel pipe 1800
Wrought-iron pipe 14400

Kehilangan Tekanan Pada Header


Kehilangan tekanan pada header dipengaruhi oleh diameter header,
panjang header, posisi header dan belokannya. Pada dasarnya kehilangan tekanan
pada header harus diusahakan serendah mungkin. Dengan demikian energi di
dalam sumur dapat dihemat. Semakin kecil diameter dan semakin panjang header
tersebut, semakin hilang tekanannya yang terjadi. Semakin miring/tegak posisi
header dan semakin tajam belokannya, semakin besar hilang tekanan yang terjadi.
Berdasarkan pengertian di atas, maka posisi header sedapat mungkin
diusahakan datar. Namun mungkin masalah ruang yang terbatas, maka posisi
header tidak dapat horizontal seluruhnya sehingga terdapat belokan yang miring
ataupun tegak. Persamaan dasar kehilangan tekanan untuk aliran dua fasa, baik
pada posisi datar, miring ataupun tegak masing-masing diuraikan sebagai berikut :
1. Kehilangan tekanan untuk posisi header horizontal.
Persamaan dasar kehilangan tekanan di dalam header untuk aliran dua fasa
pada posisi horizontal adalah :
dP f ρ v
 m m m ........................................................................................
dL 2gc d

(4.269)
2. Kehilangan tekanan untuk posisi header vertikal.
133

Persamaan dasar kehilangan tekanan di dalam header untuk aliran dua fasa
pada posisi header vertikal adalah :
2
dP f ρ v f ρ v
 ρ m  m m m  m m m .....................................................
dh total 2gc d g c dh
(4.270)
3. Kehilangan tekanan untuk posisi header miring.
Persamaan dasar kehilanga tekanan di dalam header untuk aliran dua fasa pada
posisi miring adalah :
 Vm 2 
Δ 
 ................
ΔPi f2 w 2gc
 (g/g c )ρ m sin θ   ρm  
ΔZ total 2,965 x 1011 d 5 ρ m ΔZ
(4.271)
Keterangan :
L = panjang pipa horizontal, ft
Z = panjang kemiringan pipa, ft
fm = faktor gesekan fluida campuran
m = densitas fluida campuran, lbm/cuft
vm = kecepatan fluida campuran, ft/sec
w = laju aliran massa,lbm/day
d = diameter header, inci
 = sudut kemiringan pipa dari sumbu horizontal
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = faktor konversi gravitasi
Pemecahan belokan dalam perhitungan hilang tekanan di dalam header
adalah konversi alat tersebut ke dalam panjang pipa ekivalen. Tabel 4.14
memberikan konversi tersebut.
 K W2 
( P)  0,28  2
 .....................................................................................

 ρ DH 
(4.272)
Keterangan :
134

(P)f = hilang tekanan pada belokan karena friksi, psi


K = koefisien resistensi (lihat Tabel 4.14)
W = laju alir massa, lbm/jam
DH = hydraulic diameter, in (ekivalen dengan diameter dalam pipa)

Tabel 4.14.
Resistance of Elbows Tees dan Bends 11)
Resistance in equivalent size length, ft
Komercial 90o Elbows 90o Bends Tee
Pipe Size Short Long R = 5 R = 10 Flow Flow
in Radius Radius Through Through
R=1 R = 1,5 Bridge
1¼ 4,5 3 2,5 4 8 3
2 5,25 3,5 3 5 11 3,5
2¼ 6 4 3,5 6 13 4
3 7,5 5 4 7,5 16 5
4 10,5 7 5,5 10 20 7
6 15 10 8,5 15 30 10
8 21 14 11 20 40 14
10 24 16 14 25 50 16
12 32 21 16 30 60 21
14 33 22 19 33 65 22
16 39 26 21 38 75 26
18 44 29 24 48 86 29
20 48 32 27 50 100 32
24 57 38 32 60 120 39

4.3.5. Separator
Sebagian besar sumur-sumur panasbumi menghasilkan campuran uap dan
air, sedangkan yang dibutuhkan hanya uap kering dan bersih saja. Dengan
demikian uap harus dipisahkan dulu dari air sebelum dimanfaatkan yaitu dengan
menggunakan alat yang disebut separator.
Separator pada lapangan panasbumi mempunyai fungsi, yaitu :
1. Dengan menggunakan separator maka aliran dua fasa dapat dipisahkan
menjadi dua aliran satu fasa, yaitu aliran uap saja dan aliran air saja.
2. Untuk menghindari pengaruh scale pada turbin, yaitu pada saat pemanfaatan
produksi sumur-sumur perlu diperhatikan korosivitas dan gas beracun yang
dapat berhubungan dengan efisiensi turbinnya.
135

4.3.5.1. Jenis Separator


Jenis separator yang kali pertama digunakan pada lapangan panasbumi
untuk sistem air panas adalah separator lengkung U (U-bend separator), seperti
terlihat pada Gambar 4.56. Campuran uap dan air yang melewati lengkungan 180 o
mengalami gaya sentrifugal yang sangat besar, dimana air dipisahkan pada
dinding luar (outer wall) sehingga (secara teori) hanya uap kering saja yang dapat
diambil dari dinding sisi dalam (inner wall) separator. Separator jenis ini kali
pertama digunakan pada lapangan Wairakei, akan tetapi tingkat kekeringan uap
yang keluar hanya sekitar 50 – 60 %, sehingga tidak digunakan.
Separator jenis cyclone mula-mula dikembangkan oleh Bagma (1961),
yang menentukan suatu model separator dengan cara coba-coba, dimana dimensi
separator digambarkan sebagai diameter inlet separator
Jenis separator yang lain adalah Webre Cyclone Separator (lihat Gambar
4.57.) yang dikembangkan oleh Lazalde dan Crabtree (1984), merupakan
pengembangan dari model cyclone. Pada jenis separator ini, pipa inlet separator
berbentuk spiral sehingga aliran fluida yang masuk ke dalam separator telah
diarahkan sesuai dengan bentuk separator sehingga tidak menimbulkan getaran
pada dinding separator. Pipa outlet berada di bagian tengah dari separator,
sehingga air tidak akan terikut pada uap, dengan demikian akan diperoleh uap
yang lebih kering (kualitas uap hingga 99 %) atau terbebas dari air ikutan.
Efisiensi dari separator ini berkurang apabila kecepatan fluida masuk ke dalam
separator lebih dari 50 m/detik.
136

Gambar 4.56.
Separator Lengkung U 3)
4.3.5.2. Pertimbangan Perencanaan Separator
4.3.5.2.1. Proses Pemisahan
Proses pemisahan yang dilakukan pada separator bertujuan untuk
mendapatkan uap kering yang tidak mengandung cairan, dengan persentase
kandungan uap yang sebanyak-banyaknya sesuai dengan kandungan uap pada
fluida hasil produksi sumur tersebut.
Pelaksanaan kerja separator yang dipakai adalah Cyclon Separator,
sebagai salah satu jenis separator yang efisien.
Pemisahan fluida (air dan uap) didalam separator menggunakan prinsip
gaya sentrifugal. Pada awalnya campuran air dan uap disentrifugal ke dinding
separator. Gaya sentrifugal akan menyebabkan air menempel ada dinding
separator dan karena gaya berat air akan bergerak ke bawah secara spiral dan akan
keluar dari separator melalui pipa tangensial. Sedang kondisi uap secara radial
masuk ke dalam pipa yang berada di tengah-tengah separator dan mengalir ke
luar. Air yang keluar dari separator dalam keadaan jenuh dan masih dapat
diuapkan (flashed down) pada tekanan yang lebih rendah.
137

Gambar 4.57.
3)
Webre Cyclone Separator dengan Inlet Spiral
Perhitungan uap yang bebas (flashed) pada separator dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
h f1  h f2
x ...................................................................................................
h fg2

(4.273)
Keterangan :
x = fraksi uap
hf1 = entalpi air pada tekanan ke-1, kJ/kg
hf2 = entalpi air pada tekanan ke-2, kJ/kg
hfg2 = entalpi perubahan fasa pada tekanan ke-2, kJ/kg
Pada lapangan panasbumi yang mempunyai tekanan tinggi, dapat dibuat
rangkaian separator bertingkat dua atau bahkan bertingkat tiga, seperti
diperlihatkan pada Gambar (4.58)

Gambar 4.58.
138

Separator Tingkat Dua 4)


4.3.5.2.2. Efisiensi Separator
Kinerja separator biasanya ditunjukkan dalam efisiensi separator dimana
semakin besar efisiensinya maka separator tesebut semakin optimal dalam proses
pemisahannya.
Lazalde dan Crabtree (1984) memberikan hubungan untuk menentukan
besarnya efisiensi separator, yaitu bahwa efisiensi cyclone separator dipengaruhi
oleh dua gaya yang masing-masing akan memberikan efisiensi tersendiri yaitu
gaya sentrifugal dan gaya entrainment, sehingga besarnya efisiensi separator
adalah :
sp = c . e ....................................................................................................(4.274)
Keterangan :
sp = efisiensi separator
c = efisiensi sentrifugal
e = efisiensi entrainment
Untuk memperoleh hasil perhitungan efisiensi separator yang mempunyai
nilai maksimal, Lazalde dan Crabtree telah memberikan rekomendasi beberapa
parameter yang harus dipenuhi pada proses pemisahan uap dan air dengan webre
cyclone separator, seperti terlihat pada Tabel 4.15 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.15.
Nilai Parameter Separator yang Direkomendasikan
Oleh Lazalde dan Crabtree 4)
Parameter Separator
Maximum steam velocity at inlet mixture pipe 45 m/s (150 fpm)
25 – 40 m/s
Recommended steam velocity range at inlet mixture pipe
(80 – 130 fpm)
Maximum annular up word steam velocity inside cyclone 4,5 m/s (14,5 fps)
Recommended annular up word steam velocity inside cyclone 2,5 – 4,0 m/s
(6 – 13 fps)

Lazalde dan Crabtree telah memberikan persamaan untuk menentukan


besarnya efisiensi sentrifugal adalah sebagai berikut :
c = 1 – exp [ - 2 (C ¥)1/(2n + 2)] .....................................................................(4.275)
139

dimana nilai n dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut :


0,3
1  0,6689 D 0,14  294,3 
 
 
 ................................................................
1 n  T  273,2 

(4.276)
Keterangan :
D = diameter separator, m
T = temperatur saturasi dari tekanan separator, oC
Parameter ¥ adalah centrifugal inertia impaction yang menunjukkan kondisi
operasi di dalam separator. Parameter ¥ dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
ρ L (C . 2 .10 6 ) 2 (n  1) v so
¥ = .......................................................................
18 μ w D

(4.277)
dimana : vso = Qs / ID2 .................................................................................(4.278)
Keterangan :
vso = kecepatan superficial uap pada outlet, m/dtk
Qs = laju aliran volumetric uap, m3/dtk
ID = diameter pipa inlet separator, m
L = densitas air di separator, kg/m3
D = diameter separator, m
w = viskositas air di separator, kg/m.dtk
Parameter C pada persamaan di atas dapat dicari dengan menggunakan persamaan
berikut ini :
8 Kc D2
C ..................................................................................................
OD 2
(4.279)
[ π (D 2  OD 2 ) 4 ID  v oh ] Q s
Kc  ............................................................
D3 4 Qs
(4.280)
Keterangan :
C = cyclone design separator
140

tr = residence time, dtk


tmi = waktu tinggal minimum uap dalam separator, dtk
tma = waktu penambahan maksimum uap dalam separator, dtk
Vos = volume annular pada pipa outlet separator, m3
OD = diameter pipa outlet separator untuk uap, m
Z = jarak antara pipa outlet dengan inlet, m
Efisiensi entrainment (e) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut ini :
e = 10J .........................................................................................................(4.281)
dimana :
J = - 3,38 . 10-14 (Van)13,9241 ..........................................................................(4.282)
4 Qs
Van = ..................................................................................
π (D 2  OD 2 )

(4.283)
Berdasarkan rekomendasi Lazalde dan Crabtree untuk perhitungan efisiensi
separator, besarnya harga Van (kecepatan annular uap pada pipa outlet separator)
adalah berkisar antara 2,5 m/s sampai 4,0 m/s. Hal ini untuk memperoleh harga
efisiensi separator yang maksimum.

4.3.5.2.3. Kehilangan Tekanan Dalam Separator


Menurut Wahl, fluida panasbumi yang masuk separator tidak mengalami
penurunan tekanan dan temperatur, sehingga tekanan dan temperatur masuk
separator sama dengan tekanan dan temperatur di dalam separator juga sama
dengan tekanan dan temperatur fluida yang keluar masing-masing berupa uap dan
cairan secara terpisah. Berdasarkan kesetimbangan massa pada aliran stabil
berlaku :
x1 . M + (1 – x1) M = x1 . M + (1 – x1) M ...............................................(4.284)
Pada keadaan uap keluar separator berlaku :
a. Uap semua yang keluar, sehingga dryness (x) = 1
b. Entalpi uap sama dengan entalpi uap pada temperatur fluida masuk separator
(h = hg).
141

4.3.5.2.4. Penempatan Separator


Lapangan-lapangan panasbumi, misalnya di Lapangan Awibengkok,
Gunung Salak, jarak antara separator dengan kepala sumur sangat pendek sekali,
sekitar 100 – 200 meter. Bahkan di Lapangan Wairakei, jarak separator hanya
beberapa meter dari kepala sumur dan sebuah separator hanya memisahkan fasa
uap dan air dari satu sumur.

Gambar 4.59.
Posisi Separator Pada Beberapa Sumur 27)

Separator bisa saja didesain untuk memisahkan fasa uap dan cair dari
beberapa sumur, seperti di Lapangan Ohaaki, New Zealand. Dalam hal ini
diupayakan agar separator terletak di tengah-tengah, agar semua sumur tidak
terlalu besar perbedaannya. Jarak antara sumur dengan separator cukup jauh
dengan panjang pipa dua fasa bervariasi dari 50 – 800 meter.
Penempatan separator pada kondisi lapangan didominasi oleh cairan
adalah dengan menempatkan separator dekat dengan sumur dan turbin, untuk
menjamin bahwa uap yang akan masuk ke dalam turbin sudah benar-benar
merupakan uap bersih dan kering (tidak mengandung cairan).

4.3.6. Silencer
Silencer adalah alat yang berfungsi untuk meredam suara dan pada waktu
yang sama juga mengontrol aliran fluida yang akan dibuang. Bagian atas dari
142

silencer dibiarkan terbuka sehingga silencer sering disebut atmospheric separator.


Silencer berupa silinder yang diberi pelapis untuk mengedap suara yang bagian
atasnya terbuka (Gambar 4.60).
Apabila fluida dari sumur berupa uap kering, silencer yang digunakan
biasanya berupa lubang yang diisi dengan batuan yang mempunyai ukuran dan
bentuk beraneka ragam, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.61.

Gambar 4.60.
Silencer Tipe Scrubber 3)
143

Gambar 4.61.
Silencer Lapangan Panasbumi Dominasi Uap 29)
4.3.7. Weir Box
Besar volume air yang mengalir pada tekanan atmosfir dapat ditentukan
dengan suatu peralatan yang disebut weir box. Tujuan digunakan weir box adalah
untuk menghitung volume air yang keluar dari silencer.

4.3.7.1. Cara Kerja Weir Box


Perangkat pengukur laju aliran air ini terdiri atas suatu saluran panjang
terbuka dengan penampang persegi dan dilengkapi dengan beberapa peredam riak
air. Air keluar melewati suatu pintu yang berbentuk V dan laju aliran air dapat
dihitung berdasarkan tinggi permukaan air diatas titik ujung V. Sudut V dapat
bermacam-macam, namun yang umum dipakai bersudut 90o.
Laju aliran air untuk V 90o adalah :
Q  0,824 . H 2,5 ..............................................................................................

(4.285)
Keterangan :
Q = laju aliran volumetric, lpm
H = tinggi air di atas ujung V, cm. H diukur pada jarak kira-kira 1 meter dari
ujung V.
Jika diinginkan laju aliran berat untuk air maka persamaan (4.285) dikalikan
dengan berat jenis air pada temperatur yang biasa dijumpai pada bak weir, yaitu
0,97 kg/l, sehingga persamaan laju aliran berat air adalah :
A  0,8 . H 2,5 ..................................................................................................

(4.286)
dimana A adalah laju aliran berat air dengan satuan kg/menit.

4.3.7.2. Bagian-Bagian Utama Weir Box


Bagian-bagian utama pada weir box atau yang menyusun weir box
adalah :
1. Plat weir
144

Ketentuan dari plet weir adalah sebagai berikut :


a. Bentuk penampang plat weir seperti terlihat pada Gambar 4.62.
b. Bidang bagian dalam plat harus benar-benar datar dan halus pada daerah
0-100 milimeter dari puncak bibir plat.

Gambar 4.62.
Penampang Plat Weir 4)
c. Bentuk plat weir dibedakan menjadi beberapa macam (menurut
bentuknya), yaitu :
a) Right-angle triangular weir (Gambar 4.63)
b) Rectangular weir (Gambar 4.64)
c) Full-width weir (Gambar 4.65)
2. Saluran air
Saluran air terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Driving section (pengarah aliran)
b. Flow straightening section (pelurus aliran)
c. Straigthened flow section (aliran yang lurus)
145

Gambar 4.63.
Right-angle Triangular Weir (90o V-Notch) 4)

Gambar 4.64.
4)
Rectangular Weir

Gambar 4.65.
4)
Full-width Weir
Bagian-bagian dari saluran air dapat dilihat pada Gambar 4.66 yang kemudian
panjang setiap bagiannya (section) ditentukan seperti yang tercantum pada
Tabel 4.16.

Tabel 4.16.
Panjang Setiap Bagian Saluran Air 4)
Bentuk Plat Weir L1 Ls L2
Right-angle > (B + 2h’) Mendekati (2h’) > (B + h’)
triangular weir
Rectangular weir > (B + 3h’) Mendekati (2h’) > (B + 2h’)
Full-widht weir > (B + 5h’) Mendekati (2h’) > (B + 3h’)
146

Gambar 4.66.
Saluran Air 4)
4.3.7.3. Perencanaan Weir Box
Dalam perencanaan weir box dititik beratkan pada saluran air, pengukuran
tinggi luapan air dan Tinggi permukaan air yang meluap pada plat weir diukur
dengan tabung ukur yang saling berhubungan dengan weir box pada bagian
straightened flow section pada jarak minimal 3h’ (h’ = tinggi luapan maksimal)
dan maksimal B (B = lebar weir box) dari plat weir, minimal 50 mm dibawah titik
terendah, pelimpah dan minimal 50 mm diatas dasar saluran (dasar weir box) dan
diameter dalam lubang penghubung antara weir dan tabung ukur antara 10 – 30
mm. Gambar 4.67 menunjukkan pengukur tinggi luapan air.

Gambar 4.67.
Skema Pengukuran Tinggi Luapan Air 4)
Dari berbagai jenis weir box ini, maka dapat dilakukan perhitungan
besarnya aliran air sebagai berikut :
1. Bentuk right-angle triangular weir, persamaannya :
147

Q  K . h 2,5 ...............................................................................................

(4.287)
Keterangan :
Q = besar aliran air, m3/menit
K = koefisien kapasitas
h = tinggi luapan air, m
2. Bentuk rectangular weir, persamaannya :
Q  K .b . h 1,5 ............................................................................................

(4.288)
Keterangan :
b = lebar pelimpah/pintu air, m
3. Bentuk width weir, persamaannya :
Q  K . B . h 1,5 ...........................................................................................

(4.289)
Keterangan :
B = lebar weir, m
Penggunaan weir box di lapangan panasbumi telah dibuat tabel hubungan
antara tinggi luapan air (h) terhadap besarnya volume aliran air (Q). Dengan
mengetahui atau mengukur tinggi luapan air, maka volume air akan segera
diketahui dari Tabel 4.17.untuk 90o V-notch weir (right-angle triangular weir),
dimana h dalam satuan mm, sedangkan Q dalam satuan ton.jam. Dalam
pelaksanaannya laju alir melalui V-notch adalah sebagai berikut :

Tabel 4.17.
Besar Aliran Air Untuk Setiap Tinggi Luapan
Pada 90o V-notch Weir 4)
148

Q 
8
15
Cd  2 g . tan α . H 3/2  ........................................................................

(4.290)
Keterangan :
Q = laju lair, ton/jam
Cd = faktor koreksi (=0,6)
H = tinggi air melalui penyekat dalam, mm
 = ½ sudut penyekat

4.3.8. Turbin Uap


Mesin turbin adalah suatu mesin penggerak yang menggunakan fluida,
bisa berupa uap, air atau gas, untuk memutar roda turbin.
Turbin uap bisa dioperasikan dengan memakai uap panas lanjut atau
memakai uap basah yang dipergunakan langsung untuk memutar roda turbin.
Roda turbin ini terletak di dalam rumah turbin. Roda turbin memutar poros yang
menggerakkan atau memutar bebannya, dalam hal ini adalah generator listrik.
Dalam menentukan penghematan proses tenaga uap, selain ukuran-ukuran
utama turbin uap seperti misalnya diameter roda turbin, jumlah tingkat, panjang
sudu dan penampang bagian-bagian yang mengantarkan uap, maka dipakai
diagram perubahan keadaan uap air seperti diagram T-s dan diagram h-s.

4.3.8.1. Jenis Turbin


Ada dua jenis turbin uap, yaitu turbin dengan tekanan keluaran sama
dengan tekanan udara luar atau turbin tanpa kondenser (atmospheric exhaust /
back pressure turbine) dan turbin dengan kondenser (condensing unit turbine).
Fluida yang keluar dari turbin tanpa kondenser langsung dibuang di udara,
sedangkan pada turbin dengan kondenser, fluida yang keluar dari turbin dialirkan
ke kondenser untuk dikondensasikan.
149

Gambar 4.68.
Roda dan Sudu Turbin Uap 7)

4.3.8.2. Bagian-Bagian Turbin


Turbin uap bertingkat dengan kondensasi dalam satu rumah pada Gambar
4.71 bekerja menurut “proses tekanan sama” dengan roda turbin sendiri-sendiri
tetapi masih tetap dalam satu poros. Selain itu untuk turbin uap yang dibuat
dengan menggunakan “proses tekanan lebih” rotornya terdiri dari sebuah tromol
yang dilengkapi dengan sudu-sudu, lihat Gambar 4.72.
150

Gambar 4.69.
29)
Atmospheric Exhaust / Back Pressure Turbin

Gambar 4.70.
Condensing Unit Turbin 29)
Gambar 4.71 merupakan bagian-bagian dari turbin, dimana keterangan
gambar, prinsip dan fungsi masing-masing bagian adalah sebagai berikut :
A. Rotor turbin
1. Penggerak pompa oli utama dan regulator. Di kanan kedua titik adalah :
baut penutup cepat, bila terjadi kemungkinan putaran rotor turbin sampai
lebih besar daripada yang telah ditentukan (overspeed), maka peralatan ini
akan bergerak ke luar dan dengan melalui sistem pemindahan tuas uap
yang masuk ke dalam turbin bisa dikurangi (kedua baut tersebut adalah
untuk pengaman).
2. Bantalan tekan dan bantalan dukung dari rotor turbin.
3. Tabung paking poros. Dengan adanya paking Labirin, kebocoran uap
melalui celah antara poros dan rumah turbin yang bebas dari singgungan
atau geseran bisa dikurangi dengan cara dibendung, tetapi kerugian
kebocoran ini tetap tidak bisa dihindari.
4. Tingkat pertama; disini uap baru setelah melalui nosel Laval
menggerakkan roda Curtis dengan dua sudu jalan.
5. Sebelas tingkat turbin, yang masing-masing dengan roda turbin sendiri-
sendiri. Bagian ini bisa disebut sebagai bagian turbin tekanan tinggi.
151

6. Empat tingkat turbin tekanan rendah dengan pertambahan panjang sudu


yang sangat besar.

Gambar 4.71.
Irisan Memanjang Turbin Uap Dengan Jenis Konstruksi
Tekanan Sama 12)
7. Uap dari sebelah pinggir tabung paking poros bagian tekanan tinggi dan
dialirkan ke tabung paking tingkat tekanan rendah untuk dipakai sebagai
uap perintang.
8. Tabung paking tingkat tekanan rendah, dimana di sebelah kiri tabung ini
terdapat tekanan kerendahan (kurang dari 1 bar). Dengan dialirkannya uap
perintang maka udara luar sekitar turbin terhalang serta tidak terhisap
masuk ke dalam saluran uap bekas.
9. Bantalan dukung penghantar.
10. Kopling, diluar adalah peralatan untuk memutar poros. Setelah turbin
berhenti dan sebelum dioperasikan, rotor turbin yang bekerja dengan
temperatur uap yang tinggi diputar dengan pelan-pelan supaya bagian-
bagian turbin bisa dipanaskan dengan merata.
11. Bantalan dukung generator.
152

B. Rumah turbin
20. Regulator
21. Rumah bantalan. Rumah ini disangga di atas fondasi dan akibat panas
melalui pegas bantalan ini mengadakan penyesuaian aksial dengan garis
sumbu turbin. Rumah bantalan dan rumah turbin mempunyai hubungan
lepas.
22. Cerobong uap tabung paking bagian tekanan tinggi. Sisa uap bocoran
dalam rumah turbin dibuang melalui saluran ini.
23. Katup pengatur uap baru. Turbin mempunyai 3 sampai 5 katup yang
fungsinya untuk merubah besarnya daya yang dihasilkan turbin dengan
jalan mengatur banyaknya uap yang dimasukkan kedalam turbin.
24. Rumah katup. Pada temperatur uap baru yang tinggi, sebagian atau seluruh
uap tersebut dialirkan melalui nosel Laval untuk menggerakkan sudu-sudu
roda turbin Curtis.
25. Rumah turbin bagian tekanan tinggi.
26. Pelat pembungkus. Di bawah pelat ini terdapat suatu bahan isolasi untuk
menyekat panas.
27. Cerobong uap tabung paking tingkat tekanan rendah, dimana dari
cerobong ini harus bisa terlihat bahwa sisa uap perintang mengalir ke luar,
yang berarti menunjukkan bahwa prosesnya tidak terbalik menjadi udara
luar yang terhisap masuk ke dalam saluran uap bekas.
28. Saluran uap bekas, yang serentak sebagai penghubung antara turbin
dengan kondensator.

Gambar 4.72.
Profil Sudu Jalan 12)
153

29. Rumah bantalan yang dituang, dimana pada bagian ini terdapat
kelonggaran ruangan yang ukurannya sesuai dengan geseran ke sisi (yang
aksial) antara rotor dan bagian rumah turbin, juga pada tabung paking,
maka kontak atau gesekan satu dengan yang lainnya dapat dihindari.
30. Generator turbo.

4.3.8.3. Perhitungan Kapasitas Inlet Turbin dan Kualitas Uap


Berdasarkan data-data yang diperoleh dari separator, maka dapat
ditentukan besarnya kapasitas inlet turbin dan kualitas uap dari fluida produksi
panasbumi tersebut.
Perolehan daya turbin sangat dipengaruhi oleh massa uap dan beda entalpi
saat masuk dan keluar dari turbin (masuk kondenser), disamping efisiensi total
turbin, antara lain meliputi efisiensi isentropic dan efisiensi konversi energi panas
menjadi energi listrik. Menurut D.H Freeston, biasanya digunakan harga 0,8.
Turbin memiliki tekanan masuk tetap besarnya sesuai dengan anjuran pabrik
pembuatannya.
Prosedur perhitungan kapasitas inlet turbin adalah sebagai berikut :
1. Hitung kehilangan tekanan yang terjadi sepanjang flow line, dimulai dari
keluaran separator sampai turbin.
2. Hitung tekanan inlet turbin (Pit) dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut :
Pit = Pout. sep. – Ps ....................................................................................(4.291)
3. Tentukan temperatur inlet turbin (Tinlet) berdasarkan tekanan inlet turbin
dengan menggunakan tabel uap.
4. Hitung dryness factor uap (x) pada turbin dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
s g (it)  s g
x  ..........................................................................................
sf  sg

(4.292)
5. Hitung entalpi fluida produksi pada outlet turbin (hot) dengan menggunakan
persamaan :
154

hot = hf + x hfg ......................................................................................(4.293)


6. Hitung entalpi yang diekstrak oleh turbin dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
hekstrak = hit - hot ....................................................................................(4.294)
Entalpi inlet turbin (hit) ditentukan dari tabel uap berdasarkan tekanan dan
temperatur inlet turbin tersebut.
7. Hitung laju alir massa yang masuk ke dalam turbin dengan menggunakan
persamaan :
m out sep. . Pout. sep. . Tit
m it  ........................................................................
Pit . Tout. sep.

(4.295)
8. Hitung electric power yang dihasilkan oleh turbin dengan persamaan :
Qturbin = turbin . mg . hekstrak .....................................................................(4.296)
dimana electric power dalam satuan kWe (kilowatt electric).
Turbin biasanya dihubungkan dengan peralatan kondensasi (kondenser).
Tujuannya untuk membuat entalpi agar menjadi besar antara entalpi yang masuk
turbin dengan entalpi campuran di dalam kondenser, dengan demikian tekanan
kondenser sangat berperan.

Faktor Keekonomian
4.4.1. Pay Out Time
Pay out time (POT) didefinisikan sebagai panjangnya waktu yang
diperlukan untuk menerima penghasilan bersih yang diakumulasikan sehingga
sama dengan penanaman modal. Dengan kata lain POT adalah panjangnya waktu
yang diperlukan untuk memperoleh kembali modal yang ditanam. Jadi POT
merupakan suatu ukuran pendekatan mengenai kecepatan penerimaan cash flow
pada awal proyek.
POT adalah suatu angka yang relatif sederhana untuk dihitung dan dapat
dinyatakan dalam pengertian penghasilan “sebelum pajak” atau “sesudah pajak”.
155

POT tidak memberikan gambaran kepada pembuat keputusan mengenai laju dari
pendapatan setelah POT tercapai dan tidak memberikan pertimbangan tentang
jumlah dari kemungkinan keuntungan dari kesempatan penanaman modal.
Kalau kita mempersiapkan suatu jumlah tertentu untuk proyek investasi,
yaitu dengan menghubungkan kumulatif dari project account balance sebagai
fungsi dari waktu. Project account balance yang demikian bila digambarkan
secara grafis dinamakan kurva posisi dari suatu pembayaran, yang dapat dilihat
pada Gambar 4.73.

total
(+) keuntungan
bersih dari
POT investasi
cumulative net
cash position 0 investasi

(-)
awal investasi

Gambar 4.73.
23)
Bentuk Kurva Posisi Pembayaran
Berdasarkan gambar di atas, nilai yang berharga negatif pada permulaan
pembayaran (t = 0) merupakan jumlah yang sama dengan investasi mula-mula.
Begitu penghasilan diperoleh dari suatu proyek kemudian dimasukkan dalam
account. Panjang waktu yang dicapai hingga terjadi keseimbangan (sama dengan
nol) disebut sebagai pay out time.
Semua pendapatan yang diperoleh setelah POT menunjukkan modal baru
yang dihasilkan dari proyek tersebut. Bila semua faktor sama, maka pembuat
keputusan akan lebih menyukai menanamkan modalnya didalam proyek-proyek
yang mempunyai POT terpendek.
POT telah digunakan secara meluas sebagai suatu bagian yang integral
dari analisa ekonomis mengenai prospek pengeboran. POT adalah suatu parameter
yang berguna untuk membandingkan kecepatan relatif penerimaan penghasilan
dari awal proyek. Akan tetapi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
156

POT bukanlah suatu parameter yang merefleksikan atau mengukur semua


dimensi-dimensi kesanggupan memberikan keuntungan yang ada hubungannya
dengan keputusan mengenai biaya dan modal yang dikeluarkan.

4.4.2. Nilai Uang Sekarang


Nilai uang sekarang merupakan parameter ekonomi yang menggambarkan
kondisi keuangan pada tahun ke nol suatu proyek. Pada sub bab ini akan
dijelaskan perolehan keuntungan nilai uang sekarang dalam optimasi sistem
produksi (pipa salur) fluida panasbumi.
Pendapatan bersih tahunan (annual year net value, AYNV) dinyatakan
sebagai perolehan uang dari penjualan uap selama setahun (bruto income, BI)
dikurangi biaya sebagai investasi pipa salur yang telah dikonversi menjadi
angsuran tahunan, yang besarnya tetap selama umur kontrak (cost annual year,
CAY). Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :
AYNV = BI - CAY.....................................................................................(4.297)
dimana BI dihitung (dengan asumsi bahwa turbin berproduksi selama 360 hari
dalam setahun) :
BI = Qturbin * harga jual uap * 360
= Qturbin * $ / kWh * 360 .........................................................................(4.298)
Investasi pipa salur pada tahun ke nol merupakan penjumlahan dari biaya :
a. Biaya total rangkaian casing
Biaya total rangkaian casing meliputi biaya :
1. Biaya casing terdalam, meliputi :
 Biaya slotted liner, diperoleh dari persamaan :
jumlah joint slotted yang digunakan * harga per joint slotted liner
 Biaya blind liner, diperoleh dari persamaan :
jumlah joint blind yang digunakan * harga per joint blind liner
 Biaya casing produksi, diperoleh dari persamaan :
jumlah joint casing produksi * harga per joint casing produksi
2. Biaya casing intermediate
Biaya casing produksi diperoleh dari persamaan :
157

jumlah joint casing intermediete * harga per joint casing intermediete


3. Biaya casing konduktor
Biaya casing konduktor diperoleh dari persamaan berikut :
jumlah joint casing konduktor * harga per joint casing konduktor
b. Biaya pipa salur dua fasa, yang meliputi biaya :
1. Biaya pipa sepanjang L1 (pipa dua fasa), yang dinyatakan :
berat pipa (kg) sepanjang L1 * harga pipa per berat pipa
dimana :

berat pipa sepanjang L1 =


π
4
 2 2

D o1  D i1 . ρ besi . L1 ........................

(4.299)
2. Biaya isolasi, diperoleh dari persamaan :
volume isolasi sepanjang L1 * harga isolasi permeter kubik
dimana :

volume isolasi sepanjang L1 =


π
4
 
 D o1  2 h ins.1  2  D o1 2 L1 ............

(4.300)
3. Biaya cladding, yang diperoleh dari persamaan :
luas cladding sepanjang L1 * harga cladding permeter persegi
dimana :
luas cladding sepanjang L1 = π (Do1 + 2 hins.1) L1 .............................(4.301)

c. Biaya pipa salur satu fasa uap, yang meliputi biaya :


1. Biaya pipa uap sepanjang L2, yang diperoleh dari persamaan :
berat pipa (kg) sepanjang L2 * harga pipa per berat pipa
dimana :

berat pipa sepanjang L2 =


π
4
 2 2

D o2  D i2 . ρ besi . L 2 ........................

(4.302)
2. Biaya isolasi pipa uap, yang diperoleh dari persamaan :
volume isolasi sepanjang L2 * harga isolasi per meter kubik
dimana :
158

volume isoalsi sepanjang L2 =


π
4
 
 D o2  2 h ins.2  2  D o2 2 L 2 ..........

(4.303)
3. Biaya cladding pipa uap, yang diperoleh dari persamaan :
luas cladding sepanjang L2 * harga cladding per meter persegi
dimana :
luas cladding sepanjang L2 = π (Do2 + 2 hins.2) L2 ............................(4.304)
Biaya tahunan (berasal dari investasi pipa salur pada tahun ke nol), CAY,
dinyatakan sebagai biaya berupa investasi pipa salur tahun ke nol dikali faktor
konversi tahun ke nol menjadi tahunan. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan :
 i  i  1 n 
CAY = investasi tahun ke nol *   ...........................................

  i  1 n
 1 
(4.305)
Sehingga keuntungan bersih saat ini (net present value, NPV) :
n
AYNV
NPV =  (1  i)
i 1
n .........................................................................................

(4.306)
Keterangan :
i = tingkat bunga per tahun
n = lama kontrak

Anda mungkin juga menyukai