BAB IV
PERENCANAAN FASILITAS PRODUKSI
aritmathic average =
φ
i 1
i
......................................................................
n
(4.1)
n
φ
i 1
i .h i
weighted average = n .................................................................
h
i 1
i
(4.2)
3
(4.3)
Keterangan :
a = porositas rata-rata aritmatik
I = harga porositas pada mid point dari interval kelas atau range ke-i
fi = frekuensi untuk kelas ke-i
n = jumlah interval kelas
Untuk menentukan harga standar deviasi, maka persamaan yang digunakan
adalah :
1/2
n
S d (X i X a ) 2 f i ..........................................................................
i 1
(4.4)
dimana Xa adalah aritmatik rata-rata.
2. Analisa data permeabilitas
Persamaan penentuan weighted average permeabilitas sama dengan porositas,
hanya saja variabel porositas diganti dengan permeabilitas.
Muskat menyarankan bahwa harga permeabilitas pada setiap sample diplotkan
pada kertas semilog sebagai fungsi dari harga kumulatif sample yang
mempunyai harga permeabilitas rendah. Plot yang sama akan menghasilkan
suatu garis lurus, yang dinyatakan dalam persamaan :
log 10 k = m . N + b .................................................................................
(4.5)
Keterangan :
N = jumlah sample dengan harga permeabilitas rendah
m = slope dari kurva
b = intercept harga log k jika N berharga nol
k = permeabilitas
4
log k
i 1
i
.......................................................................................
log k g
n
(4.6)
Sedangkan untuk data-data yang diklasifikasikan, persamaan (4.6) menjadi :
n
log k g f
i 1
i log (k a ) j ...............................................................................
(4.7)
Keterangan :
kg = permeabilitas rata-rata geometri
ki = permeabilitas sample ke-i
(ka)j = permeabilitas rata-rata aritmatik dari interval kelas logaritma ke-j
fj = frekuensi kumulatif dari interval ke-j
3. Analisa data saturasi air
Saturasi air dapat digambarkan sebagai fungsi dari tekanan kapiler dan juga
dapat dihubungkan dengan permeabilitasnya, dimana ada dua pendekatan
untuk menentukan kandungan air pada reservoir, yaitu :
1. Berdasarkan harga geometri rata-rata permeabilitas yang muncul dari
reservoir dan mengevaluasi saturasi air sebagai fungsi ketinggian diatas
free water table.
2. Berdasarkan harga geometri permeabilitas rata-rata diatas ketinggian free
water table dari pusat volumetrik dengan memperhatikan frekuensi yang
diasosiasikan dengan range tertentu.
Saturasi rata-rata didefinisikan dengan persamaan sebagai berikut :
L
Sw i W
j1
j Sw j ........................................................................................
(4.8)
Keterangan :
L = jumlah sample
5
Beberapa parameter yang akan dijelaskan penentuan cut-off pada sub-bab ini
adalah :
a. Penentuan cut-off permeabilitas
Cut-off permeabilitas didefinisikan sebagai suatu harga permeabilitas dimana
dibawah harga tersebut sudah tidak berlaku lagi untuk diperhitungkan.
Penentuan cut-off permeabilitas ditentukan dengan memplot persen kumulatif
transmisivitas (kh) terhadap permeabilitas dari hasil analisa core.
a ........................................................
N X X
2 2
(4.10)
N X.Y X X Y
2
b .....................................................
N X X 2 2
(4.11)
Harga cut-off permeabiitas yang dimasukkan pada grafik hubungan antara
porositas dan permeabilitas akan memotong garis linier yang selanjutnya
ditarik ke bawah sejajar dengan ordinatnya dan memotong absisnya, akan
mendapatkan harga cut-off porositas.
c. Penentuan cut-off saturasi air
7
Cut-off saturasi air didefinisikan sebagai harga saturasi air dimana harga
saturasi air diatas harga tersebut tidak lagi dipertimbangkan. Cut-off saturasi
didapatkan berdasarkan harga cut-off porositas
Gambar 4.1.
Peta Geologi Daerah Sekitar Danau Pangkalan
Kamojang Jawa Barat 36)
Gambar 4.2.
Kolom Stratigrafi Lapangan Kamojang 36)
4.1.1.2.2. Peta Geokimia
10
Konsentrasi elemen petunjuk dalam batuan, tanah, air dan tanaman sudah
sangat luas penggunaannya dalam eksplorasi endapan-endapan bijih. Elemen
petunjuk tertentu termasuk gas-gas langka secara genetik sangat erat kaitannya
dengan batuan vulkanik sehingga dapat digunakan sebagai indikator sumber panas
batuan beku akan adanya sumberdaya panasbumi.
Air raksa yang memiliki mobiitas tinggi, baik dalam fasa uap maupun
larutan encer, menempatkannya sebagai indikator yang baik dalam eksplorasi
panasbumi. Dalam batuan yang berkaitan dengan air panas umumnya air raksa
semakin diperkaya. Didapat hubungan yang sangat erat antara konsentrasi air
raksa dengan aktivitas panas atau anomali panasbumi.
Sistem hidrotermal, misalnya pada Lapangan Kamojang, bisa
diinterpretasikan berdasarkan beberapa faktor, antara lain :
a. Dari Gambar 4.3 diperlihatkan bahwa lapangan Kamojang merupakan mata
air panas tipe natrium karbonat dengan klorida relatif rendah terhadap
bikarbonat dan sulfat.
b. Hasil penelitian geokimia menunjukkan bahwa kadar Cl- tidak lebih dari 10
mg/liter.
c. Analisa komposisi kimia air panas permukaan menghasilkan konsentrasi sulfat
tinggi, yaitu sekitar 800 – 2200 ppm dan konsentrasi klorida 30 ppm.
Berdasarkan data tersebut dan hasil analisa isotop uap maka dapat
disimpulkan bahwa Lapangan Kamojang terbentuk oleh suatu sistem uap kering
yang dangkal dimana pengisian airnya berasal dari air meteorik setempat.
11
Gambar 4.3.
Distribusi Persentase Molekul Beberapa Unsur
Utama Dalam Air36)
4.1.1.2.3. Peta Isoresistivity
Peta ini dapat diketahui dengan melakukan survei elektrik. Setelah
mendapatkan data dari penelitian tersebut maka data-data yang mempunyai
kesamaan dikumpulkan dan dihubungkan. Dengan demikian, akan didapatkan
peta kesamaan resistivitas batuan dimana batuan yang mempunyai resistivitas
rendah merupakan petunjuk daerah yang prospek.
Pengukuran resistivitas pada kedalaman yang lebih dalam menunjukkan
gambaran yang sangat kompleks. Daerah dengan resistivitas rendah dapat
meningkat pada kedalaman-kedalaman tertentu. Kemungkinan yang terjadi adalah
adanya pengaruh skin atau dalam hal ini akibat pergesekan kulit bumi yang
menimbulkan panas berlebihan pada batuan disekitarnya, berkurangnya ubahan
hidrotermal, berkurangnya kandungan cairan yang disebabkan mengecilnya
porositas atau bertambahnya kandungan uap, turunnya temperatur dan kadar
garam dari cairan di pori-pori.
12
Gambar 4.4.
Kontur Tahanan Semu Lapangan Kamojang 36)
Data-data hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa tahanan batuan
akan naik dengan bertambahnya kedalaman, sehingga daerah-daerah dengan tahan
rendah akan berhubungan dengan lapisan kondensat jenuh. Sedangkan tahanan
semu yang lebih tinggi berhubungan dengan batuan reservoir yang bersifat sedikit
terubah dan berpori. Gambar 4.4 dan 4.5 memperlihatkan perbandingan dari data
“sounding” Lapangan Kamojang yang dilakukan oleh Pertamina tahun 1982.
Sedangkan Gambar 4.6 memperlihatkan model lapisan bawah permukaan hasil
interpretasi panampang tahanan dan geologi daerah Kamojang.
Gambar 4.5.
13
Gambar 4.6.
Penampang Tahanan dan Geologi Lapangan Kamojang 36)
Gambar 4.7.
15
Tabel 4.1.
Temperatur Zona Produksi
Lapangan Kamojang 36)
Nama Sumur Kedalaman Temperatur
(Kmj) Zona Produksi (m) (oC)
6 550 238
7 500 230
11 1050 245
12 1450 243
13 1250 226
14 850 240
15 1700 246
17 850 244
18 800 240
20 1000 230
Gambar 4.8.
Isoterm Zona Produksi
Lapangan Kamojang 36)
16
Gambar 4.9.
Peta Isotransmisivitas Lapangan Kamojang 36)
Peta isotransmisivitas pada Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa
transmisivitas tertinggi berada di bagian tengah lapangan, sedangkan di bagian
barat dengan arah utara-selatan harga transmisivitas terbesar mencapai 20 darcy-
meter.
Gambar 4.10.
Tekanan Reservoir vs Kedalaman Pada Lapangan Kamojang 36)
19
Gambar 4.11.
Isobar Tekanan Zona Produksi 36)
Gambar 4.12.
Isobar Tekanan Kapala Sumur
Lapangan Kamojang 36)
Sumur dengan diameter yang besar lebih menguntungkan dimana pada
saat penggunaan peralatan yang rumit selama rangkaian pemboran, coring,
pemancingan, operasi penyemenan dan lain sebagainya. Hal yang sama juga dapat
terjadi pada saat proses produksi, dimana sumur dengan diameter yang lebih besar
lebih disukai karena lebih dapat menyempurnakan kapasitas produksi.
4.2.1. Liner
Liner adalah adalah pipa berdiameter lebih kecil dari pipa selubung,
dipasang pada ujung rangkaian pipa selubung (digantung pada blind liner),
menjulur ke dalam formasi produktif. Adanya slot liner akan menambah
kekasaran absolut (ε) dari liner. Umumnya dimensi liner memiliki slot dengan
ukuran (50 x 20) mm dengan jumlah slot permeternya 52 slot.
hasil pengujian beberapa grade (P-110, N-80, J-55 dan K-55) hingga temperatur
500oC memenuhi batas elastisitas limit material, sehingga layak untuk digunakan.
(4.13)
Keterangan :
nb = panjang buckling pipa (liner) di atas dasar sumur, ft
pr = total beban diatasnya (compressive load), lb
ps = tenaga penstabil (stability force), lb
= Pf . Ap
Pf = tekanan fluida, lb/inch2
Ap = luas penampang pipa, inch2
Wbouy = berat pengapungan per unit panjang pipa, lb/ft
2. Perubahan panjang akibat helical buckling, dihitung dengan persamaan :
e 2 (p r p s ) 2
ΔL ................................................................................
8 E I Wbouy
(4.14)
Keterangan :
L = perubahan panjang akibat helical buckling, inch
E = modulus elastisitas pipa, lb/inch2
I = momen inersia pipa, inch4
dimana (dP/dZ)g dan (dP/dZ)f merupakan gradien tekanan akibat gravitasi dan
friksi, yang masing-masing dinyatakan dengan persamaan :
24
dP λρ V2
...............................................................................................
dz f 2 (d i )
(4.17)
dP
ρ g sin θ ............................................................................................
dz g
(4.18)
Keterangan :
V = kecepatan fluida didalam liner, m/detik
MT
= ........................................................................................
ρ π (d i ) 2 / 4
(4.19)
di = diameter liner bagian dalam, m
_
ρ = densitas rata-rata pada interval yang dipertimbangkan, merupakan fungsi
dari temperatur rata-rata, kg/m3
λ = faktor gesekan (asumsi terjadi aliran total pada liner), diperoleh dari
fungsi Re dan kekasaran absolut (ε’) pada diagram Moody
Re’= reynold number = ρ V (d i ) / μ ...........................................................
(4.20)
ε’ = kekasaran absolut = [ε / di] di ...........................................................(4.21)
Lubang slot yang ada akan menaikkan kekasaran absolut dari pipa sloted liner
(1,1, x 10-3 – 7 x 10-3). Dengan demikian tekanan akibat friksi cukup besar
peranannya terhadap gradien tekanan total.
Pengujian di laboratorium menggunakan pipa PVC yang tembus pandang,
berdiameter 2 inci mewakili liner dan pipa 3 inci yang mewakili diameter open
hole. Pipa diameter 2 inci dibuat lubang bulat dengan diameter 20 mm dan
berjumlah 50 lubang permeternya yang merupakan lubang perforasi.
Hasil pengukuran baik di annulus maupun di dalam liner dalam
memperoleh pengaruh kekasaran pipa, pada jarak tertentu dari inlet memiliki
25
asumsi, yaitu aliran stabil, horizontal satu dimensi dan keilangan tekanan hanya
disebabkan oleh komponen gesekan.
Dari pengujian dapat disimpulkan bahwa :
1. Profil tekanan terhadap jarak tertentu dari inlet di annulus dan di dalam liner
hampir sama.
2. Tekanan alir di annulus lebih besar dibandingkan di dalam liner pada jarak
yang sama dari inlet.
3. Perpindahan massa yang terjadi kearah radial menuju liner.
Gambar 4.13.
Posisi Casing Produksi Diantara Casing Lainnya
Pada Sumur Panasbumi 7)
(4.22)
Keterangan :
D = diameter casing produksi, meter
M = laju alir massa, kg/detik
v = densitas uap, kg/m3
v = kecepatan aliran rata-rata uap dalam casing, m/detik
Matsuo (1973) telah memberikan petunjuk untuk memperkirakan diameter lubang
sumur optimum pada open hole dan casing seperti terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Ukuran Optimum Diameter Luar Casing Pada Sumur Panasbumi 7)
27
(4.23)
Keterangan :
St = thermal stress, psi
= koefisien muai panjang (=6,6 x 10-6 inch/inchoF)
t = beda temperatur, oF
E = modulus elastisitas bahan, untuk baja = 29 x 106 psi
Pertambahan panjang akibat kenaikan temperatur pada casing produksi
dapat dihitung berdasarkan persamaan pertambahan panjang untuk liner.
Tabel 4.4.
Pertambahan Panjang Casing Akibat Perubahan Temperatur 7)
28
Jika setting depth casing produksi terlalu jauh dari lapisan produktif maka
akan berakibat :
a. Laju produksi yang diharapkan tidak tercapai.
b. Blind liner yang terlalu panjang dan tidak disemen akan cenderung mengalami
buckling, sehingga bentuk liner yang berkelok-kelok akan memperkecil laju
produksi uap.
Sebaliknya jika casing produksi mencapai atau melewati zona produktif maka
akan berakibat :
a. Penyemenan casing produksi tidak sempurna karena cenderung terjadi
saluran-saluran akibat interaksi dengan fluida produksi.
b. Air akan mengisi rongga-rongga pada semen dan akan berubah fasa menjadi
uap pada saat fluida diproduksikan, sehingga memberikan tekanan pada casing
yang dapat menimbulkan buckling dan collapse.
(4.24)
Keterangan :
29
(4.25)
Keterangan :
SFb = safety factor untuk burst (= 1,0 – 1,33)
IYP = internal yield pressure, psi
GF = gradien tekanan formasi, psi/ft
c. Desain terhadap tension
UJS
SFt .................................................................................
( NW . D) BS
(4.26)
Keterangan :
SFt = safety factor untuk tension (= 1,6 – 2,0)
UJS = ultimate joint strength, lb
NW = nominal weight casing, lb/ft
BS = beban penyemenan, lb
(4.27)
Keterangan :
w = tahanan geser (shear stress) = 0,5 f m VL2 ........................(4.28)
m = densitas campuran = α g + (1 – α) L .............................(4.29)
α = void fraksi diperoleh secara iterasi dari persamaan berikut :
0,25
1 1,53 g Δρ σ
VSL VSG 1 1,25 α 1,25 (1 α)
1,5
2 ......
ρL
.....(4.30)
VSL = kecepatan superficial cairan
VSG = kecepatan superficial uap
Δ = L - G ..................................................................................(4.31)
= tegangan antar muka cairan-uap
VL = kecepatan cairan = VSL / (1 – α) .......................................(4.32)
f = faktor friksi, fungsi dari (ReL, ε / d)
ReL = reynold number (fasa cair)
= (L VL d) / μ .........................................................................(4.33)
2) Komponen kehilangan tekanan akibat gravitasi
Dinyatakan dengan persamaan :
(dP/dZ)G = m g....................................................................................(4.34)
dimana m adalah densitas campuran yag diperoleh berdasarkan persamaan
(4.29) dan α adalah fraksi void yang diperoleh secara iterasi dari
persamaan (4.30).
3) Komponen kehilangan tekanan akibat percepatan
31
MT x2
2
dP (1 x) 2
..............................................
dZ ACC A p Z α ρ G (1 α) ρ L
2
(4.35)
dimana α adalah fraksi void yang diperoleh secara iterasi dari persamaan
(4.30).
2. Kehilangan tekanan pada aliran slug
1) Komponen kehilangan tekanan akibat friksi
Perkiraan kehilangan tekanan akibat friksi pada regim aliran slug akan
lebih rumit karena adanya lapisan film yang turun pada dinding pipa.
Cairan film yang mengelilingi bubble taylor dapat dipertimbangkan
sebagai gerakan yang jatuh bebas sehingga tahanan geser diasumsi
diimbangi oleh gaya gravitasi. Dengan asumsi ini, gradien friksi dan
gravitasi pada daerah gelembung taylor dapat diabaikan. Persamaan aliran
slug dinyatakan :
2
dP 2 f m ρ m VLLS I LS
.................................................................
dZ f D I SU
(4.36)
Keterangan :
VLLS = kecepatan rata-rata cairan dalam slug cairan, m/s
I LS
1 - = ekwivalen panjang cairan slug
I SU
D VLLS ρ m
Rem = ..........................................................................
μm
(4.39)
2) Komponen kehilangan tekanan akibat gravitasi
Kehilangan tekanan akibat gravitasi pada aliran slug dinyatakan dengan
persamaan berikut :
dP I LS
ρm g ...............................................................................
dZ G I Su
(4.40)
dimana m adalah densitas campuran yang didefinisikan seperti pada
persamaan (4.37).
3) Komponen kehilangan tekanan akibat percepatan
Dalam aliran slug kehilangan tekanan karena percepatan juga melibatkan
perubahan arah aliran lapisan film. Fernandes et al (1983) memperkirakan
kehilangan tekanan karena pengaruh percepatan memerlukan data
percepatan cairan film yang jatuh, terhadap VLLS dengan arah berlawanan.
Persamaan kehilangan tekanan karena percepatan dinyatakan sebagai
berikut :
dP V VLLS
ρ L VLTB (1 α LTB ) LTB ........................................
dZ ACC I SU
(4.41)
Keterangan :
VLTB = volume cairan dalam bubble taylor
αLTB = fraksi void cairan dalam bubble taylor
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa slug cairan mencapai stabil bila
aliran benar-benar berkembang penuh. Panjang slug cairan yang stabil
tidak dipengaruhi oleh laju aliran dan berharga konstan untuk suatu
diameter pipa salur.
Metode Dukler et al (1965) adalah yang paling sesuai dalam penelitian
saat ini, dengan menggunakan fluida air dan uap. Kehilangan tekanan pada
aliran air-uap dengan diameter pipa besar dipengaruhi oleh perbandingan
33
(4.45)
34
/D 2,51 A
B 2 log .....................................................................
3,7 R eL
(4.46)
/D 2,51 B
C 2 log ......................................................................
3,7 R eL
(4.47)
2
(B A) 2
f A .........................................................................
C 2B A
(4.48)
Densitas campuran dinyatakan dengan persamaan :
m = (1 – α) L + α g ............................................................................(4.49)
Korelasi Baroczy untuk korelasi fraksi void dinyatakan :
1
α 0,65 0,13
1 x
0,74
ρg μL .....................................................
1
x μ
ρL g
(4.50)
Gambar 4.14.
Tipe Wellhead Pada Lapangan Uap Basah 3)
36
Gambar 4.15.
Kumpulan Valve Pada X-mastree
(a). Valve Untuk Memindahkan /Mengatur Gas; (b)Valve
Service; (c). Valve Kontrol Uap ke Silencer; (d) Valve Untuk
Mengatur AliranVertikal di Dalam Lubang Sumur 3)
Dalam perencanaan wellhead harus dipertimbangkan faktor temperatur karena
pada temperatur yang tinggi dapat menyebabkan penurunan yield strength
wellhead.
3. Sifat korosi fluida
Setiap lapangan panasbumi mempunyai tingkat korosifitas fluida yang
berbeda-beda, dimana fluida produksi dengan korosifitas tinggi akan
mempercepat proses korosi pada wellhead sehingga kekuatan wellhead akan
berkurang. Oleh karena itu perlu pemilihan material wellhead dengan
kandungan karbon rendah hingga menengah.
4. Fasa fluida
Pada umumnya reservoir dengan sistem air panas atau uap basah mempunyai
tekanan reservoir yang lebih besar daripada reservoir uap kering. Oleh karena
itu untuk sistem reservoir air panas memerlukan wellhead dengan tekanan
kerja lebih besar.
Lower most casing head merupakan bagian paling bawah dari peralatan
wellhead yang akan berpaut dengan bagian atas surface casing. Fungsinya
untuk menopang rangkaian surface casing serta penyekat annulus diantara
rangkaian casing.
Ada beberapa macam ukuran dari lower most casing head, yaitu dari 6”
hingga 20”, digunakan untuk menopang rangkaian casing dengan ukuran 4 ½”
sampai 16”.
Beberapa hal dalam mempertimbangkan ukuran peralatan lower most casing
head, yaitu :
a. Casing didesain untuk dapat menerima casing berikutnya tanpa
menyebabkan kerusakan pada rangkaian casingnya.
b. Tekanan kerja minimum sekurang-kurangnya harus sama dengan tekanan
formasi untuk dasar surface casing. Sedangkan tekanan kerja maksimum
paling tidak harus sama dengan tekanan formasi pada dasar casing string
berikutnya yang lebih kecil.
2. Intermediate casing head
Intermediate casing head atau casing head spool diperlukan jika digunakan
intermediate casing, yang berfungsi untuk menahan casing berikutnya yang
lebih kecil dan memberikan ruang antara masing-masing casing.
Dalam perencanaan intermediate casing head ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Ukuran dan tekanan kerja dari bottom flange harus sesuai dengan top
flange dari casing head di bawahnya, misalnya ukuran bottom flange
intermediate casing harus sama dengan ukuran top flange lower most
casing head.
b. Harus memiliki penyesuaian dalam ukuran, jenis dan tekanan kerja untuk
lubang saluran keluar.
c. Casing head harus direncanakan untuk dapat menahan berat casing string
berikutnya.
Katup-katup atau valve pada Gambar 4.15 terdapat di atas atau di dalam
pondasi cellar.
Service valve (valve B) digunakan untuk mengatur aliran dan tekanan
terhadap keluarnya fluida selama uji berlangsung. Oleh karena sementara valve
tertutup maka kemungkinan sumur ditutup untuk tujuan pemeliharaaan.
Bleed valve (valve D) digunakan untuk membuang gas yang tidak
terkondensasi. Baypass valve (valve C) adalah valve yang digunakan untuk
mengatur aliran fluida ke silencer atau tempat penampungan air (pembuangan).
Master valve (valve A) atau shutt off valve merupakan valve utama yang
digunakan untuk menutup sumur atau mengisolasi sumur untuk keperluan
perawatan.
4.3.1.2.4. Choke
Choke atau penjepit adalah sumbat berlubang yang dipasang di kepala
sumur untuk membatasi aliran dengan tujuan mengatur tingkat produksi.
Fungsi dari choke yaitu :
1. Mengatur tekanan kepala sumur yang dipakai sebagai dasar pengaturan
besarnya laju produksi sumur tersebut.
2. Mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan formasi sebagai akibat produksi
yang terlalu tinggi.
39
b. Adjustable choke
Adjustable choke merupakan choke yang dapat digunakan untuk mengatur
aliran fluida produksi dari sumur tanpa harus menggganti choke atau tanpa
menghentikan aliran sumur lebih dulu.
Pengubahan ukuran diameter choke dilakukan dengan cara mengatur hand-
wheel sesuai dengan ukuran yang diinginkan, terutama pada sumur dengan
menggunakan X-mastree single wing.
Beberapa keuntungan menggunakan adjustable choke yaitu :
40
1. Pengaturan laju aliran dapat dilakukan tanpa harus menutup sumur terlebih
dahulu.
2. Dalam satu choke terdapat beberapa ukuran.
3. Cocok dan baik digunakan pada sumur yang baru melakukan kegiatan
injeksi air (seperti water loss test atau gross permeability test), pada sumur
yang mulai berproduksi dan untuk pengujian sumur yang mengalir bebas
dari unsur-unsur yang bersifat korosi.
Beberapa batasan penggunaan adjustable choke yaitu :
1. Apabila ada material batuan kecil yang ikut terproduksi maka akan
menyebabkan slow bean tersumbat, sehingga steam tip akan mudah
terkikis.
2. Biayanya relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan positive choke.
Tabel 4.5.
Tipe Wellhead dan Maksimum Tekanan Kerjanya 35)
Tipe Well Head Maksimum Tekanan Kerja
900 series, flensa & valve 148 bar
2000 psi API 130 bar
6000 series, flensa & valve 90 bar
41
Gambar 4.16.
Gradien Tekanan Sumur Panasbumi Untuk Desain Wellhead 35)
3. Dari titik potong dengan garis saturasi tersebut kemudian tarik garis ke bawah
sampai menyinggung sumbu x (sumbu tekanan)
4. Hasil yang didapat menunjukkan tekanan sebesar 2500 psi gauge pada
kedalaman 2500 meter.
Dari contoh tersebut di atas, maka dapat direncanakan pemilihan wellhead,
yaitu dapat dipergunakan wellhead seri 900, karena wellhead ini mampu menahan
tekanan sampai dengan 148 bar. Kelebihan dari tekanan hasil perhitungan perlu
dilakukan untuk menjaga kenaikan tekanan yang dapat merusak peralatan.
(4.51)
Keterangan :
dch = diameter choke yang diinginkan, inci
D = diameter pipa choke, inci
Pc = tekanan kritis, kg/cm2
Pu = tekanan wellhead, kg/cm2
(4.52)
dimana :
mf . υf mg . υg
υ fg ....................................................................................
mt
(4.53)
Keterangan :
43
Gambar 4.17.
Kecepatan Relatif Fluida Pada Kepala Sumur Untuk Sumur
Dominasi Air 3)
Bentuk “total flow” pada sumur “wet” seperti yang terlihat pada Gambar
4.18, hampir horizontal pada tekanan kepala sumur sama dengan tekanan atmosfir
(0 atu). Hal ini menunjukkan bahwa sumur ini hampir mencapai aliran kritis
(sonic velocity) bila disemburkan bebas ke atmosfir.
Gambar 4.18.
Bentuk Aliran Panas (heat Flow) pada Suatu Wet Bore
Dengan Asumsi Entalpi Konstan pada 278 cal/g 3)
Didalam penggunaannya, pemakaian X-mastree bersayap dua lebih
banyak digunakan dibandingkan dengan sayap satu. Pada double wing, bila
diperlukan mengganti jepitan (bean) pada salah satu cabangnya, maka
percabangan yang lain masih dapat digunakan untuk tetap mengalirkan fluida
produksi selama proses penggantian berlangsung. Biasanya cabang salah satu
lengan diperlukan untuk uji produksi dan satunya lagi untuk mengalirkan fluida
produksi. Dengan demikian tidak terjadi kerugian produksi. Salah satu X-mastree
jenis ini adalah OCT, dimana dapat digunakan pada sumur dengan tekanan kerja
sekitar 5000 psi.
X-mastree dapat dikelompokkan menjadi beberapa seri sesuai dengan
tekanan kerjanya menurut standart yang dikeluarkan oleh API, yaitu :
a. seri 400 untuk tekanan kerja sebesar 960 psi.
b. seri 600 untuk tekanan kerja sebesar 2000 psi.
c. seri 900 untuk tekanan kerja sebesar 3000 psi.
d. seri 1500 untuk tekanan kerja sebesar 5000 psi.
46
Gambar 4.19.
Single Wing X-mastree Jenis OCT 13)
Gambar 4.20.
Double Wing X-mastree Jenis OCT 13)
Gambar 4.21.
Radial Gathering System 5)
4.3.2.2. Axial Gathering System
Jenis sistem gathering ini tepat bila digunakan pada lapangan panasbumi
yang mempunyai kapasitas besar, dimana setiap sumur mempunyai fasilitas
pengukuran dan pemisahan tersendiri. Skema sistem gathering axial dapat dilihat
pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22.
Axial Ghatering System 5)
Pipa transmisi dapat dibedakan atas pipa horizontal, vertikal dan pipa
miring, dimana masing-masing akan dijelaskan faktor-faktor dalam
49
Gambar 4.23.
Pola Aliran Fluida Pada Pipa Vertikal 27)
Berdasarkan gambar di atas, maka pola aliran fluida pada pipa vertikal
dapat dibedakan menjadi empat, yaitu :
1. Bubble flow
Fasa gas pada aliran ini terdistribusi sebagai gelembung-gelembung gas dalam
fasa cairan secara terus menerus. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh
buoyancy dan kecepatan fluida, dimana kecepatan dari fasa gas lebih besar
dari pada fasa cairan. Pola aliran seperti ini bisa terjadi pada daerah low
quality pada pencampuran penguapannya.
2. Slug flow
Fasa gas yang dijumpai pada aliran ini yang lebih banyak daripada di bubble
flow. Kumpulan gelembung-gelembung gas akan bergabung dengan bentuk
yang tetap dan dengan diameter yang sama dengan diameter pipa. Gelembung-
gelembung ini terpisah satu dengan yang lainnya oleh slug cairan. Kecepatan
gelembung lebih besar daripada cairan.
Terjadinya slug flow baik di dalam sumur maupun di pipa alir tidak
dikehendaki karena akan menyebabkan aliran fluida dari sumur produksi
menjadi berubah-ubah secara tidak beraturan (intermittent).
51
Tabel 4.6.
Kualitas Berbagai Pola Aliran 11)
Pola Aliran Kualitas (x)
Bubble 0,00 – 0,02
Slug 0,02 – 0,1
Churn 0,1
Annular 0,1 – 1,0
Mist 0,9 – 1,0
(4.54)
52
(4.55)
Untuk aliran vertikal, sudut () = 90o, maka sin 90o = 1, sehingga persamaan
(4.55) menjadi :
dP ρ V2 f
............................................................................................….
dz 2 g c d pi
(4.56)
Keterangan :
dP/dz = gradien tekanan, psi/ft
= densitas, lb/ft3
V = kecepatan aliran rata-rata, ft/detik
dpi = tubing diameter bagian dalam, ft
gc = konversi faktor (= 32,2 lbm/lbf . ft/detik2)
f = friction factor
Persamaan di atas dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah aliran
fluida panasbumi dari dasar sumur ke permukaan, menghitung pengaruh sifat fisik
seperti entalpi, densitas, viskositas dan sifat fisik lainnya.
Pendekatan untuk aliran dua fasa didalam pola aliran dan dikoreksi
kehilangan tekanan, dapat menggunakan metode Hagedorn dan Brown (1963).
Metode ini sering digunakan karena relatif lebih sederhana dan perhitungan
tekanan dasar sumur dimulai dari kondisi kepala sumur. Persamaan friksi satu fasa
dan dikombinasikan dengan persamaan Darcy akan memberikan persamaan dasar
dari metode Hagedorn dan Brown, yaitu :
z 1 2
P f ρ m Vm ρ m Vm (V2 V1 ) ρ m g Δz ............................................
d 2
(4.57)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan aliran vertikal dua fasa, psi
f = friction factor
53
(4.58)
dimana HL adalah liquid hold up.
Friction factor untuk aliran satu fasa dan dua fasa dibedakan pada harga
Reynold Numbernya. Persamaan umum dari friction factor dibedakan berdasarkan
beberapa aliran, yaitu :
a. Laminar flow
16
f , N Re 2100 ...............................................................................
N Re
(4.59)
Keterangan :
NRe = Reynold Number = 6,31 Ms/dpi
Ms= laju aliran massa uap, lb/hour
dpi = diameter dalam pipa vertikal, ft
b. Turbulen flow
1 d pi d pi
4 log 2,28 ; 0,005 .........................................
f e 2 e N Re f
(4.60)
Keterangan :
e = faktor kekasaran pipa (= 0,001)
c. Transitional flow
1 d pi d pi
4 log 2,18 4 log 1 4,67 ...............................
f e e N Re f
(4.61)
Aliran vertikal fluida satu fasa merupakan aliran fluida (uap atau air saja)
yang mengalir pada pipa vertikal.
(4.62)
Keterangan :
Pf = kehilangan tekanan akibat friksi, psi
= volume spesifik, ft3/lb
L = panjang pipa vertikal, ft
M = laju alir massa uap di dasar sumur, lb/hour
Untuk fasa air panas (hot water), persamaan kehilangan tekanan akibat
friksi adalah :
ρ V2 f
ΔPf ΔL ........................................................................................
2 g c d pi
(4.63)
Total kehilangan tekanan untuk masing-masing fluida dihitung dengan
menggunakan persamaan :
P = Pf + Pg ............................................................................................(4.64)
dimana Pg adalah kehilangan tekanan akibat tekanan hidrostatik, yang dihitung
dengan persamaan :
Δz ρ
ΔPg .....................................................................................................
144
(4.65)
Keterangan :
55
z = perubahan elevasi, ft
z berharga negatif jika arah aliran dari atas ke bawah.
z berharga positif jika arah aliran dari bawah ke atas.
= densitas uap maupun air panas, lb/ft3
(4.66)
Keterangan :
Pf = kehilangan tekanan akibat friksi, psi
56
berbeda tanpa adanya interaksi antar massa. Gradien tekanan aliran sama besar
dengan gradien tekanan masing-masing fasa saat mengalir pada pipa alir yang
berbeda. Model ini cocok untuk aliran uap dan air dengan kualitas yang relatif
rendah (antara 0,1 – 0,3) dengan pola aliran annular (Horrison, 1975).
Gambar 4.24.
Tipe Pola Aliran Pada Pipa Horizontal 11)
4. Wavy flow
Wavy flow merupakan pola aliran yang mirip dengan stratified flow, tetapi
timbulanya gelombang atau ombak karena fasa uap bergerak lebih cepat
daripada fasa cair.
5. Slug flow
Slug flow merupakan pola aliran yang mirip dengan wavy flow, tetapi akan
terjadi suatu gelombang yang bergerak ke atas oleh adanya gerakan gas yang
sangat cepat dan membentuk slug yang berbusa. Aliran yang melewati daerah
tersebut mempunyai kecepatan yang tinggi daripada kecepatan rata-rata cairan
dari pipa tersebut.
6. Annular flow
Annular flow merupakan pola aliran dimana aliran-aliran cairan bergerak di
sekitar dinding pipa dan gas mengalir ditengahnya dengan kecepatan tinggi.
Ada dua cara penentuan pola aliran pada pipa alir horizontal, yaitu dengan
menggunakan oscilloscope dan metode penyerapan sinar X (Jones dan Zuber,
1974).
59
Gambar 4.25.
Penentuan Pola Aliran Dengan Oscilloscope 11)
Gambar 4.26.
Penentuan Pola Aliran Dengan X-ray 11)
0,5
ρg ρL
λ .....................................................................................
0,075 62,3
(4.68)
1/3
73
2
62,3
ψ μ L ...................................................................................
σ ρL
(4.69)
Keterangan :
g = densitas uap, lb/ft3
L = densitas cairan, lb/ft3
= tegangan permukaan, dyne/cm
g = viskositas uap, cp
L = viskositas cairan, cp
Gambar 4.27.
Peta Daerah Aliran Dua Fasa Dalam Pipa Horizontal Menurut Baker 5)
Peta daerah aliran dua fasa yang dikembangkan oleh Mandhane et. al.
berupa hubungan antara superficial gas velocity (vsg) dengan superficial liquid
velocity (vsL). Superficial velocity adalah kecepatan fluida dalam suatu fasa pada
titik masuk atau titik keluar aliran apabila fluida mengalir melewati seluruh
penampang pipa. Secara matematis, superficial velocity masing-masing fasa
dinyatakan sebagai berikut :
61
Mg
v sg ....................................................................................................
ρg .Ap
(4.70)
ML
v sL ....................................................................................................
ρL Ap
(4.71)
Keterangan :
vsg = superficial gas velocity, ft/sec
vsL = superficial liquid velocity, ft/sec
Mg = laju aliran massa uap atau gas,lb/sec
ML = laju aliran massa cairan, lb/sec
g = densitas uap, lb/ft3
L = densitas cairan, lb/ft3
Ap = luas permukaan pipa, ft2
Sedang untuk actual velocity (kecepatan sebenarnya) dihitung dengan
memperhatikan liquid hold up-nya, dan dinyatakan dengan persamaan berikut ini :
ML v sL
vL ...............................................................................
ρL Ap HL (1 α)
(4.72)
Mg
vg .................................................................................................
ρL Ap Hg
(4.73)
vs = vg - vL ....................................................................................................(4.74)
dimana vs adalah kecepatan slip (ft/sec) dan
1
0,8 0,515
Hg = (1 – HL) = = 1 x ρg ....................................................
1
x ρL
(4.75)
62
Gambar 4.28.
Peta Daerah Aliran Dua Fasa Pada Pipa Horizontal Menurut Mandhane 5)
Peta daerah aliran yang dikemukakan oleh Beggs dan Brill dihasilkan dari
hubungan antara bilangan Froude (Nfr) dengan kandungan cairan yang masuk ().
Persamaan matematik yang digunakan adalah sebagai berikut :
2
vm qL
N fr = .....................................................................................
gD qL qg
(4.76)
Keterangan :
vm = kecepatan aliran campuran (vsL + vsg), ft/sec
D = diameter pipa, ft
g = konstanta gravitasi, ft/sec2
qL = laju aliran fasa cair, lb/sec
qg = laju aliran fasa uap, lb/sec
Sedangkan penentuan liquid content (L) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
v sL
λL ........................................................................................................
vm
(4.77)
63
Gambar 4.29.
Peta Daerah Aliran Menurut Beggs dan Brill 5)
Pendekatan-pendekatan dari persamaan (4.76) adalah :
1. Jika harga Nfr < L1 dan L < 0,01 atau Nfr < L2 dan L 0,01, maka pola aliran
yang terjadi adalah stratified, wavy atau annular (segregated).
2. Jika harga Nfr L1 dan L < 0,4 atau Nfr > L4 dan L 0,4, maka pola aliran
yang terjadi adalah bubble flow (distributed).
3. Jika harga L3 Nfr L1 dan 0,4 L 0,01 atau L 0,4 dan L3 Nfr L4,
maka pola aliran yang terjadi adalah plug flow atau slug flow (intermitten).
4. Jika L2 < Nfr L3 dan L 0,01, maka pola aliran yang terjadi adalah pola
aliran transisi.
dimana L1, L2, L3 dan L4 masing-masing dihitung dengan persamaan :
0,302
L1 316 λ L ...............................................................................................
(4.78)
2,4684
L 2 0,0009252 λ L ..................................................................................
(4.79)
1,4516
L 3 0,10 λ L ...........................................................................................
(4.80)
6,738
L 4 0,50 λ L ............................................................................................
(4.81)
64
(4.83)
Keterangan :
w = wall shear stress, kg/s2.m
D = diameter pipa, m
Untuk aliran satu fasa, wall shear stress dihitung dengan menggunakan persamaan
di bawah ini :
65
1 2
Cf v
τw 2 ..................................................................................................
υ
(4.84)
λ
dimana Cf = ................................................................................................
4
(4.85)
Keterangan :
= faktor gesekan (frictional factor)
v = kecepatan alir rata-rata fasa cairan, m/detik
= volume spesifik, m3/kg
Faktor gesekan (friction factor) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
1
8 12 1 12
λ 8 3/ 2
.......................................................................
Re
A B
(4.86)
dimana :
16
1
A 2,457 ln
..................................................................
7
0,9
0,27 ε
Re di
(4.87)
16
37530
B .................................................................................................
Re
(4.88)
vs di
Re .....................................................................................................
υs μ g
(4.89)
m υs
vs .......................................................................................................
A
(4.90)
Keterangan :
Re = bilangan Reynold
66
(4.91)
(dP/dz)g merupakan gradien tekanan karena gravitasi, yang besarnya
sekitar 80% sampai 95% dari gradien tekanan total. Gradien tekanan ini dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
dP
ρ g sin θ ..........................................................................................
dz g
(4.92)
Berdasarkan persamaan (4.86) hingga (4.90), maka pengukuran
kehilangan tekanan pada aliran fluida satu fasa dapat dihitung menggunakan
persamaan :
2
Δ v s
ΔP λ ....................................................................................
d i (2 υ s x 10 5 )
(4.93)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan, bar
ℓ = interval panjang pipa, m
Dalam perkembangan model aliran satu fasa, kehilangan tekanan (pressure
drop) banyak diteliti oleh para ahli sehingga tercipta metode-metode yang tepat
untuk suatu sumur panasbumi. Metode-metode tersbut antara lain :
67
1. Metode Babcock-Gutermuth-Fischer
Perhitungan kehilangan tekanan pada pipa horizontal ini berdasarkan fasa
fluida (uap) yang mengalir pada pipa tersebut. Kehilangan tekanan dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan :
3,6 L υ w 2
ΔP 0,4716 1 ..............................................................
d d5
(4.94)
Keterangan :
P = kehilangan tekanan, psi
L = panjang pipa, ft
= volume spesifik uap, ft3/lb
d = diameter pipa dalam, inch
w = laju alir massa uap, lb/sec.
2. Metode Minami-Brill
Cairan yang ditemui di pipa alir uap sebagai akibat proses kondensasi sangat
sedikit, sehingga liquid hold up sangat rendah. Penelitian kehilangan tekanan
aliran dalam pipa yang pernah dilakukan tidak ada yang mencapai harga liquid
hold up yang sangat rendah, sehingga beberapa korelasi kehilangan tekanan
aliran yang tersedia saat ini tidak digunakan.
Dalam percobaan yang dilakukan oleh Minami terhadap pipa horizontal
dengan diameter 3,068” sepanjang 1333 ft, dilakukan pengukuran liquid hold
up secara rata-rata karena jumlah cairan yang mengalir sangat sedikit. Data
yang terkumpul digunakan untuk mengembangkan korelasi liquid hold up.
Korelasi ini untuk aliran satu fasa gas basah dalam pipa, diperoleh
berdasarkan hasil analisa regresi terhadap titik data dan diperoleh persamaan
sebagai berikut :
(Ynsl ) 0,8945 (N d ) 0,0796
x ............................................................................
(N lv ) 0,4076
(4.95)
dimana korelasi ini berlaku untuk selang harga 0,0026 < x < 0,150. Untuk N d
dan NLV dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
68
(4.96)
N L 0,15726 μ L (TL T 3 ) 0,25 ...................................................................
(4.97)
Harga liquid hold up :
YL 0,0095 3,698 x 11,497 x 2 65,22 x 4 .....................................
(4.98)
(4.100)
maka densitas campuran uap-air (m) adalah :
ρ m 1/υ m ......................................................................................................
(4.101)
69
Apabila laju aliran massa fluida adalah (m) dan luas penampang pipa alir
adalah (A), maka kecepatan aliran fluida adalah :
m υm
vm ..................................................................................................(4.102)
Ap
(4.103)
μ m x μ g (1 x) μ L ..................................................................................
(4.104)
2. Aliran Terpisah
Asumsi aliran homogen untuk campuran uap-air terlalu menyederhanakan
persoalan, yaitu bahwa aliran dua fasa sangat berbeda dengan aliran satu fasa.
Adanya antar muka menyebabkan uap dan air apabila mengalir bersama-sama di
dalam pipa maka masing-masing fasa tidak akan tercampur, tetapi terpisah,
dimana masing-masing fasa akan tersebar dalam menempati bagian dari pipa alir.
Ada banyak metode untuk perhitungan kehilangan tekanan, antara lain :
metode Lockhart Martinelli, Harrison dan Freeston, Duns dan Ros, Hagedorn dan
Brown serta metode Orkiszewski. Metode Beggs danBrill merupakan salah satu
metode yang sering digunakan. Kecuali metode yang disebutkan pertama dan
kedua, metode lainnya memperhitungkan pola aliran yang terjadi dalam pipa,
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.26.
dihitung berdasarkan kehilangan tekanan satu fasa, yaitu bisa fasa uap (dP/dz) g
atau fasa air (dP/dz)L.
Secara metematis kehilangan tekanan dua fasa dinyatakan oleh persamaan
berikut ini :
dP 2 dP
φg ......................................................................................(4.105)
dz tp dz g
dP 2 dP
dan : X ...............................................................................
dz L dz g
(4.106)
φg merupakan faktor pengali dua fasa (two-phase multiplier) yang besarnya
ditentukan dari grafik korelasi Lockhart dan Martinelli (Gambar 4.30). Harga X
ditentukan sebagai berikut :
0,5
(dP/dz) L
X ..........................................................................................
(dP/dz) g
(4.107)
dimana :
2
dP λ v
L sl ..........................................................................................(4.108)
dz L 2 υf D
2
dP λ g v sg
dan : ..................................................................................(4.109)
dz g 2 υg D
(4.110)
dimana :
_
ρ α ρ g (1 α) ρ f ......................................................................................
(4.111)
1
α 0,515
1 x
0,8
υf ..........................................................................
1
x υ
g
(4.112)
71
Gambar 4.30.
Grafik Korelasi Lockhart dan Martinelli 11)
Apabila pada tekanan tertentu fluida mempunyai entalpi (h), dimana h f < h
< hg, maka fraksi uap (dryness) adalah :
h hf
x ...................................................................................................
h fg
(4.113)
Apabila m adalah laju alir massa fluida, maka superficial liquid velocity
dan superficial gas velocity adalah :
m (1 x) υ f
v sl ...........................................................................................
A
(4.114)
m. x . υg
v sg ................................................................................................
A
(4.115)
Bilangan Reynold untuk fasa cair dan uap dihitung dengan persamaan
berikut :
72
v sl . x . D
Re L .............................................................................................
υ f .μ f
(4.116)
v sg . x . D
Re g ............................................................................................
υ g .μ g
(4.117)
Friction factor untuk fasa uap (g) dan fasa cair (ℓ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (4.86) dengan harga bilangan Reynold untuk masing-
masing fasa.
Sementara kehilangan tekanan pada bends, tees atau valve dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
c 1
ΔPTP ΔP 1 2 .............................................................................
x x
(4.118)
dimana :
0,5
υ 0,5 0,5
c 1 c 1 υ f
g
υ
f
............................................(4.119)
2 υ
g
υ f
υ
g
Untuk bends c2 = 1 + 35P/L; tees c2 = 1,75; serta untuk gate valve, c2 = 1,5.
Dengan demikian kehilangan tekanan total :
dP dP dP
x z ΔPTP ...........................................................
dz dz TP dz g
(4.120)
(4.121)
dimana :
73
m2 .x 2
AC 2 ........................................................................................
P . A p . α .ρ g
(4.122)
w merupakan wall shear stress, yang dihitung dengan menggunakan persamaan :
1 λ
τ w Cf ρ L (v L ) 2 ρ L (v L ) 2 ..................................................................
2 8
(4.123)
Kecepatan fasa cair (vL) dicari dengan menggunakan persamaan :
m (1 x) υ f
vf ........................................................................................
(1 α) A
(4.124)
sedangkan friction factor () dihitung dengan menggunakan persamaan (4.86).
Kehilangan tekanan akibat elevasi dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut :
dP _
ρ g sin θ ........................................................................................
dz g
(4.125)
dimana :
_
ρ α ρ g (1 α) ρ f ......................................................................................
(4.126)
dan sin merupakan perbedaan ketinggian antara dua titik dibagi jarak.
slip antara fasa gas (uap) dan cair tercakup dalam gradien tekanan statik dan
dijaga tetap terpisah dari pengaruh gesekan. Gradien tekanan, dP/dh, dinyatakan
sebagai fraksi dari gradien cairan hidrostatik, L g, yaitu :
1 dP
G ..........................................................................................
ρ L g dh
(4.127)
dimana G adalah gradien tekanan tak berdimensi (dimensionless pressure
gradient). Besarnya gradien tekanan statik adalah :
(dP/dh)stk = HL L g + (1 – HL) g g ..........................................................(4.128)
Gradien percepatan umumnya diabaikan, dengan demikian persamaan (4.127)
dapat ditulis menjadi :
1 dP ρ g dP
G H L (1 H L ) ...................................................
ρ L g dh ρ L dh f
(4.129)
Duns dan Ros mengembangkan empat kelompok besaran tanpa dimensi
sebagai berikut :
a. Liquid velocity number :
0,25
ρ
N LV 1,938 v sL L ........................................................................
σL
(4.130)
b. Gas velocity number :
0,25
ρ
N GV 1,938 v sg L .........................................................................
σL
(4.131)
c. Pipe diameter number :
0,5
ρ
ND 120,872 d L ........................................................................
σL
(4.132)
d. Liquid viscosity number :
75
0,25
1
N L 0,15726 μ L ................................................................
ρ σ 3
L L
(4.133)
Keterangan :
d = diameter pipa, ft
vsL = kecepatan superficial cairan, ft/sec
vsg = kecepatan superficial gas, ft/sec
L = densitas cairan, lb/ft3
L = tegangan permukaan cairan, dyne/cm
L = viskositas cairan, cp
Dengan empat kelompok persamaan tanpa berdimensi tersebut, Ros membuat
korelasi untuk menentukan slip velocity (S) dalam bentuk tidak berdimensi.
Sedangkan korelasi untuk gesekan juga tergantung pola alirannya. Dengan
demikian untuk menentukan gradien tekanan aliran pertama-tama harus
diperkirakan pola aliran apa yang terjadi, sesuai dengan laju aliran dari masing-
masing fasa serta keadaan dari pipa (diameter, kekasaran dan sebagainya).
Liquid hold-up yang terjadi juga mempunyai kaitan dengan slip velocity,
vs, yaitu sebagai berikut :
v sg v sL
vs ........................................................................................
1 H L HL
(4.134)
Slip velocity apabila dinyatakan dalam bentuk tidak berdimensi adalah sebagai
berikut :
0,25
ρ
S vs L ...............................................................................................
σ
g
(4.135)
Persamaan yang digunakan untuk menentukan harga S berbeda-beda tergantung
pada daerah alirannya. Dengan demikian apabila S dapat ditentukan, maka H L, vs
dan akhirnya dP/dh dapat ditentukan.
76
Pola aliran yang terjadi dibagi dalam tiga pola aliran utama (lihat Gambar
4.31.) tergantung pada jumlah gas yang mengalir, yaitu :
a. Bubble, plug dan sebagian froth flow
Pada daerah ini fasa cairan merupakan fasa yang kontinyu. Batasan-batasan
untuk daerah ini yaitu : 0 NGV (L1 + L2 NLV). L1 dan L2 merupakan fungsi
dari Nd dan hubungan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.32. Harga S dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
2
N GV
F3 ..........................................................
'
S F1 F2 N LV
1 N LV
(4.136)
dimana :
F3’ = F3 - (F4/ND) ..................................................................................(4.137)
F1, F2. F3 dan F4 merupakan fungsi dari NL dan ditentukan berdasarkan grafik
pada Gambar 4.33.
Kehilangan tekanan karena gesekan dapat ditentukan berdasarkan persamaan
berikut :
77
Gambar 4.31.
Peta Daerah Pola Aliran Oleh Duns dan Ros 5)
Gambar 4.32
Faktor L vs Nd Oleh Duns dan Ros 5)
4 f w ρ L v sL v
2
dP 1 sg .............................................................
dh f 2d v sL
(4.138)
dimana : fw = f1 (f2/f3). Harga f1 ditentukan dengan menggunakan Gambar
4.36, yang mana f1 merupakan fungsi bilangan Reynold. Harga f2 ditentukan
dengan menggunakan Gambar 4.34. Sedangkan f3 dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
f1 v sg
f3 1 ................................................................................
4 50 v sL
(4.139)
78
Gambar 4.33.
Hubungan Antara Faktor F1, F2, F3, F4 dengan NL 5)
b. Slug, dan sebagian froth flow
Pada daerah ini fasa cair dan fasa gas/uap berselang-seling. Batasan untuk
daerah ini yaitu : (L1 + L2 NLV) NGV (50 + 36 NLV). Slip velocity
dimensionless (S) ditentukan dengan persamaan berikut :
0,982 '
N F6
S (1 F5 ) GV ......................................................................
(1 F7 N LV ) 2
(4.140)
dimana : F6’ = 0,029 Nd + F6. Harga F5, F6 dan F7 merupakan fungsi dari NL
dan ditentukan berdasarkan pada Gambar 4.35.
Gradien tekanan karena gesekan dihitung dengan cara yang sama untuk aliran
bubble flow.
79
Gambar 4.34.
Harga f2 Sebagai Fungsi Dari f1, vsg Nd2/3/vsL 5)
Gambar 4.35.
Hubungan Antara Faktor F5, F6, F7 dengan NL 5)
Gambar 4.36.
Hubungan Antara Nre dengan f1 5)
80
c. Mist flow
Pada daerah ini fasa gas/uap merupakan fasa yang kontinyu. Batasan untuk
daerah aliran ini yaitu : NGV > (75 + 84 NLV0,75). Harga S pada daerah ini sama
dengan nol, dengan demikian :
v sL
HL .......................................................................................
v sL v sg
(4.141)
Gradien tekanan akibat gesekan dihitung berdasarkan fasa gas/uap dan dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
2
dP 4 f w ρ g v sg
..............................................................................
dh f 2d
(4.142)
Sedangkan gradien tekanan akibat percepatan :
dP
v m v sg ρ L H L (1 H L ) ρ g dP
.......................................
dh acc P dh t
(4.143)
81
Gambar 4.37.
Korelasi Hold-up oleh Hagedorn dan Brown 5)
82
v sL v sg
ρn ρL ρg ...................................................................................
vm vm
(4.146)
s = L HL’ + g (1 – HL’) ...........................................................................(4.147)
dimana : HL’ adalah psudo liquid hold-up. Faktor gesekan ditentukan berdasarkan
bilangan Reynold, yaitu :
ρn vm D
N re ...............................................................................................
μs
(4.148)
HL' (1 H L ' )
dimana : μ s μ L . μg .....................................................................(4.149)
(4.150)
dimana :
'
H L ψ [exp ( 3,6372 0,8813ln (N hold ) 0,1335[ln (N hold )] 2 0,018534
[ln(N hold )]3 0,001066 [ ln (N hold )] 4 )] .................................................
(4.151)
Harga HL’ akan sama dengan faktor koreksi sekunder () jika Nhold > 4000. Jika
Nhold < 0,1, maka HL’ = 0,02633. Nhold ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut :
N LV P 0,1 10 6
N hold Cn 0,575 ......................................................
N GV 101325 N D
(4.152)
dimana :
Cn = exp ( - 4,895 – 1,0775 ln (NL) – 0,80822 [ ln (NL)]2 + 0,1597 [ln (NL)]3 –
0,01019 [ ln (NL)]4 ..............................................................................(4.153)
Untuk NL > 0,4 harga Cn = 0,0115, sedangkan untuk NL > 0,002 harga Cn =
0,00195.
83
Gambar 4.38.
Faktor Korelasi Sekunder oleh Hagedorn dan Brown 5)
E. Metode Orkiszewski
Metode Orkiszewski merupakan pengembangan dari metode Duns dan
Ros dengan memperhatikan pola aliran sebagai berikut :
1. Bubble flow
Batasan untuk pola aliran bubble flow yaitu (Vsg/Vm) < Lb, dimana Lb
ditentukan dengan persamaan berikut :
84
2
v
L b 1,071 0,7277 m dan Lb 0,13 ...............................................
D
(4.156)
Liquid hold up ditentukan dengan persamaan berikut :
2
1 v v 4 v sg
HL 1 1 m 1 m .........................................
2 vs vs vs
(4.157)
dimana vs adalah slip velocity yang harganya konstan, yaitu 0,244 m/detik.
Gradien tekanan karena friksi dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan berikut :
dP f 2
ρ L v L .................................................................................
dz f 2D
(4.158)
dimana :
v sL
vL .................................................................................................
HL
(4.159)
Faktor gesekan (friksi) ditentukan dengan menggunakan persamaan
Colebrook, yaitu :
2
1
f
......................................................
2ε
1,74 2 log 18,7
d N fg
re
(4.160)
dimana bilangan Reynold ditentukan sebagai berikut :
ρL vL D
Re ..........................................................................................
μL
(4.161)
Untuk buble flow, besarnya gradien tekanan akibat akselerasi diabaikan.
2. Slug flow
Gradien tekanan karena elevasi ditentukan dengan persamaan berikut :
85
dP ρ L v sL v n ρ g v sg
ρs g g Γ ρ L ................................
dz e vm vn
(4.162)
dimana vn adalah kecepatan dari gelembung Taylor atau gelembung yang
berbentuk peluru (Taylor rise velocity). merupakan parameter tidak
berdimensi yang disebut koefisien distribusi cairan (liquid distribution
coefficient).
Kecepatan dari “Taylor bubble” ditentukan dengan korelasi sebagai berikut :
Vn C1 C 2 g D ...................................................................................
(4.163)
dimana C1dan C2 adalah fungsi dari bubble Reynold number (Reb) dan liquid
Reynold number (ReL), yang masing-masing harganya ditentukan dari korelasi
pada gambar.
vn D ρL
Re b .......................................................................................
μL
(4.164)
vm D ρL
Re L ......................................................................................
μL
(4.165)
Apabila C2 tidak dapat ditentukan dari gambar, maka kecepatan Taylor bubble
harus dihitung dengan cara iterasi dengan menggunakan persamaan-
persamaan berikut :
a. Apabila Reb 3000
v n 0,546 8,74 x 10 6 Re L g D ..................................................
(4.166)
b. Apabila Reb 8000
v n 0,35 8,74 x 10 6 Re L g D ...................................................
(4.167)
c. Apabila 3000 < Reb < 5000
86
(4.168)
Sehingga :
ξ
2
120184,6 μ L
v n 0,5 ξ 0,3048 ..............................
0,3048 ρL D
(4.169)
Apabila air merupakan fasa yang dominan, maka harga koefisien distribusi
cairan ditentukan sebagai berikut :
a. Jika vm < 3,048
…………….(4.170)
Liquid distribution coefficient dibatasi dengan batasan :
0,2133 Vm
b. Jika vm > 3,048
…………………(4.171)
Liquid distribution coefficient dibatasi dengan batasan sebagai berikut :
vn ρ
Γ 1 s
vm vn ρL
(4.174)
Keterangan :
P = tekanan, psi
v = kecepatan, ft/sec
Z = elevasi/ketinggian, ft
Lw = kehilangan energi karena gesekan
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = faktor konversi satuan (= 32,174 lbm.ft/(lbs.s2)
Kehilangan energi karena gesekan dapat diformulasikan dengan
persamaan Darcy dan Weishbach sebagai berikut :
dP dL w
ρ .............................................................................................
dL f dL
(4.175)
atau dapat dituliskan menjadi :
(dP)f = (dLw) .............................................................................................(4.176)
Dengan menggunakan persamaan (4.176), maka persamaan (4.174) dapat
dituliskan menjadi :
89
dP vdv g (dP) f
dZ 0 ...................................................................
ρ gc gc ρ
(4.177)
Secara diskrit persamaan (4.177) dapat dituliskan menjadi :
ΔP g c Δv 2 ( P) f g c
ΔZ 0 .............................................................
ρg 2g ρg
(4.178)
atau :
2 2
(P1 P2 )g c (v v 2 ) (P) f g c
1 (Z1 Z 2 ) .................................
ρg 2g ρg
(4.179)
Jika diperhatikan satuan dari komponen-komponen pada persamaan
(4.179), maka dapat dijelaskan bahwa P1. gc/.g = h1, yang disebut sebagai
pressure head pada posisi 1 dengan satuan panjang (ft), demikian juga dengan
P2.gc/.g = h2 yaitu pressure head pada posisi 2. Sedangkan v 12/2.g = k1, disebut
sebagai kinetik head yang terjadi pada posisi 1; demikian juga pada v 22/2.g = k2
disebut sebagai kinetik head pada posisi 2.
Jika kinetik atau velocity head diabaikan maka persamaan (4.179) menjadi
(P) f g c
(h 1 h 2 ) (Z1 Z 2 ) .............................................................
ρg
(4.180)
dimana :
2
(P) f g c g f qL L
9,7 x 10 4 c ...................................................................
ρg g d5
(4.181)
Keterangan :
(P)f = kehilangan tekanan karena gesekan, psia
= densitas fluida, lbm/ft3
L = jarak/panjang pipa, mile
q = laju alir cairan, lbm/hari
d = diameter dalam pipa, inch
90
(4.184)
Gf = gradien friksi (slope)
Gambar 4.39.
31)
Head Versus Jarak dari Pipa Yang Melalui Perbukitan
dimana :
a λb
H L (o) c .................................................................................................
N FR
(4.186)
Keterangan :
HL () = liquid hold-up pada sudut kemiringan pipa sebesar .
HL (o) = liquid hold-up pada posisi pipa horizontal.
ψ = faktor koreksi terhadap kemiringaan pipa.
Harga-harga a, b, c pada persamaan (4.186) adalah konstanta-konstanta yang
tergantung pada pola aliran dan ditunjukkan pada Tabel 4.7. Batasan persamaan
(4.185) adalah HL(o) λ dan 0 HL () 1.
Tabel 4.7.
Konstanta a, b, c 31)
Pola Aliran a b c
Segregated 0,9800 0,4846 0,0868
Intermittent 0,8450 0,5351 0,0173
Distributed 1,0650 0,5824 0,0609
f g
C (1 λ) ln d λ e N FR N LV ..................................................................
(4.188)
dimana konstanta d, e, f dan g ditentukan berdasarkan Tabel 4.8 sesuai dengan
pola aliran yang diperkirakan.
Tabel 4.8.
Konstanta d, e, f dan g 31)
Pola Aliran d e f g
Segregated up-hill 0,011 - 3.7680 3.5390 - 1.6140
Intermitent up-hill 2960 0.3050 - 0.4473 0.0978
92
0,0001 N LV 3,539
C (1 λ ) ln 3,768 1,614
...........................................................
λ N FR
(4.189)
4,7 N LV 0,1244
C (1 λ ) ln 0,3692 0,5056
...........................................................
λ N FR
(4.190)
2. Pola aliran intermittent
4,7 N LV 0,1244
C (1 λ ) ln 0,3692 0,5056
...........................................................
λ N FR
(4.192)
3. Pola aliran distributed
C+ = 0
4,7 N LV 0,1244
C (1 λ ) ln 0,3692 0,5056
...........................................................
λ N FR
(4.193)
Untuk pola aliran transisi, harga liquid hold-up ditentukan berdasarkan
hasil interpolasi antara liquid hold-up pada pola aliran segregated dan
inetermittent berdasarkan persamaan berikut :
93
L 3 N FR L N FR
HL H L (segregated) 1 3 H L (intermittent) .......................
L3 L2 L3 L 2
(4.194)
Untuk aliran dua fasa, Beggs dan Brill mendefinisikan faktor gesekan
seperti pada persamaan berikut :
f tp
f tp (f n ) ..................................................................................................
fn
(4.195)
dimana fn adalah faktor gesekan “no-slip” yang ditentukan berdasarkan diagram
Moody untuk “smooth pipe”atau dengan menggunakan persamaan berikut :
2
N Re n
f n 2 log
4,5223 log (N Re n ) 3,8215
................................................
(4.196)
Bilangan Reynold pada kondisi no-slip ditentukan berdasarkan persamaan berikut
ini :
ρm vm d
N Re n ............................................................................................
μm
(4.197)
dimana n adalah viskositas dua fasa, yang dihitung dengan menggunakan
persamaan :
n = L L + g ( 1 - L) ............................................................................(4.198)
Untuk pipa kasar, fn dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
Jain, dengan kisaran kekasaran pipa antara 10-6 hingga 10-2 dan kisaran bilangan
Reynold antara 103 dan 108, yang dituliskan sebagai berikut :
1 21,25
1,14 2 log .................................................................
N Re
0,9
fn d
(4.199)
Harga ftp/fn dihitung dengan persamaan berikut :
94
f tp
e S ..........................................................................................................
fn
(4.200)
dimana :
ln y
S ..............
0,0532 3,182 ln (y) 0,8725{ln(y)}2 0,01853{ln (y)}4
(4.201)
λL
y ..................................................................................................
[ H L(α ) ] 2
(4.202)
Apabila harga 1 < y < 1,2, maka harga S dihitung dengan persamaan :
S = ln (2,2 y - 1,2) ......................................................................................(4.203)
Gradien tekanan akibat gesekan, menurut Beggs dan Brill dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
dP f tp ρ m v 2m
......................................................................................(4.204)
dL f 2gc d
ΔPLO
G1
2ρL
σ 2 1 ( 1 σ) 2 ........................................................
(4.209)
Keterangan :
x = faktor kekeringan, fraksi
G = flux massa, kg/s.m2
2. Contraction
Kehilangan tekanan pada pipa alir dua fasa dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (4.207), akan tetapi 2LO dan ΔPLO dicari dengan
menggunakan persamaan berikut :
ρ
φ 2 LO 1 x L 1 ............................................................................
ρG
(4.210)
dan
2
ΔPLO
G
2 1 σ 2 1 (c c 1) 2 ....................................................
2ρL
(4.211)
Keterangan :
Cc = koefisien kontraksi fluida satu fasa
Cc
96
Gambar 4.40.
Grafik Penentuan Koefisien Kontraksi Fluida Satu Fasa 29)
3. Orifice Plates
Kehilangan tekanan ditentukan dengan menggunakan persamaan (4.207), 2LO
dan ΔPLO dihitung dengan menggunakan persamaan :
ρ L
1/6
ρL
5/6
φ 2
LO 1 1 1 x
ρ 1 ...............................
G
ρ
G
(4.212)
dan :
2
G1 C k
ΔPLO = .......................................................................................
2ρL
(4.213)
Ck ditentukan dari korelasi berikut :
Ck
Gambar 4.41.
Grafik Korelasi Ck vs 29)
4. Valves
Kehilangan tekanan fluida dua fasa dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (4.207). Harga ΔPLO dihitung dengan persamaan (4.213).
5. Bends
97
(4.215)
Keterangan :
R/D = radius ratio
Ck = diperoleh dari grafik korelasi antara Re dan R/D
Re = G D / μf ........................................................................................(4.216)
(4.218)
_
T = temperatur fluida rata-rata pada interval Δz, oC
98
_ o
T r = temperatur rata-rata formasi static pada interval Δz, C
Koefisien perpindahan panas keseluruhan terdiri dari koefisien
perpindahan panas lokal dan koefisien tahanan panas dari material dan formasi di
sekitar sumur. Berdasarkan diameter dalam casing, koefisien perpindahan panas
keseluruhan :
1 1 r r r r r r
1 ln 2 1 ln 3 1 ln 4 ............................................
U h k 1 r1 k 2 r2 k 3 r3
(4.219)
keterangan :
h = koefisien perpindahan panas lokal, W/m2oC
r1 = jari-jari dalam casing, m
r2 = jari-jari luar casing, m
r3 = jari-jari semen, m
r4 = jarak kesuatu tempat hingga tidak dipengaruhi oleh temperatur, m
k1 = konduktivitas panas dari casing, W/m.oC
k2 = konduktivitas panas dari semen, W/m.oC
Ramey (1962) mempelajari perpindahan panas secara konduksi pada
kondisi tidak mantap, pada suatu periode produksi dan menganjurkan penggunaan
faktor ketergantungan waktu, sebagai berikut :
D
f t ln 0,5
0,25 ............................................................................
(α th t)
(4.220)
Keterangan :
D = diameter casing, m
αt = difusifitas panas dari formasi batuan
t = periode produksi (umumnya lebih dari 30 hari)
Dengan demikian total aliran panas pada interval sedalam Δz, dinyatakan :
_ _
U π Δz T T r
Q ....................................................................................
ft
(4.221)
99
Koefisien perpindahan panas lokal (h) tergantung dari jenis fluida yang
mengalir, pada aliran dua fasa tergantung dari regim aliran, selanjutnya
perpindahan panas pada suatu rejim aliran diasumsi sebagai fungsi perpindahan
panas yang stabil mantap di lubang sumur. Perpindahan panas menurut rejim
aliran yaitu :
1. Perpindahan Panas Pada Aliran Bubble
Mekanisme perpindahan panas pada aliran bubble dapat dinyatakan sebagai
proses perpindahan panas secara konveksi yang dipaksakan pada zona yang
mengalami pendidihan (saturated forced convection boiling). Hasil studi
menyatakan bahwa perpindahan panas konveksi paksa pada inti yang
mendidih pada prinsipnya terletak pada inti gelembung yang mengalir.
Stephan dan Abdelsalam (1980) telah melakukan studi yang mendetail
mengenai perpindahan panas secara konveksi alami dengan inti yang
mendididh (natural convection nucleating boiling). Mereka melaporkan secara
individu dengan pertimbangan semua korelasi, dengan kisaran korelasi dari
0,02 hingga 195 bar, perolehan koefisien perpindaan panas dalam pipa (h nc)
dinyatakan :
hnc = C1 q 0,673 ........................................................................................(4.222)
Keterangan :
C1 = konstanta (berdasarkan Gambar 4.42)
q = flux panas
100
Gambar 4.42
Penentuan Konstanta C1 24)
(4.227)
3. Perpindahan Panas Pada Aliran Annular
Lapisan film cairan pada aliran annular akan melingkari dinding pipa juga
kolom gas dan perpindahan panas terjadi secara konduksi pada lapisan film.
Kehilangan panas yang terjadi ke sekitar formasi melalui dinding pipa akan
menyebabkan kondensasi. Kehilangan panas yang merambat ke formasi
sangat kecil bila dibandingkan dengan kehilangan tekanan yang menyebabkan
lebih banyak penguapan, sehingga dalam hal ini dapat dinyatakan sebagai
perpindahan panas konveksi paksa dengan penambahan panas (force
convection heat transfer with addition heat).
102
(4.230)
Keterangan :
Q = kehilangan panas, watt
103
(4.231)
Keterangan :
hi = koefisien transfer panas di sisi dalam pipa, W/m2.oC
ho = koefisien transfer panas di sisi luar pipa, W/m2.oC
k1 = konduktivitas panas pipa, W/m.oC
k2 = konduktivitas panas insulator, W/m.oC
r1 = jari-jari dalam pipa = 0,5 di, m
r2 = jari-jari luar pipa = 0,5 do, m
r3 = jari-jari luar isolator = 0,5 (do + 2 hins), m
Tw
Ta ho
r3
Ti r2
hi r1
k1
k2
insulator
Gambar 4.43.
Skema Pipa dan Parameter Perhitungan
Kehilangan Temperatur 27)
Jika temperatur lebih rendah dari temperatur saturasi, maka akan terbentuk
kondensat pada pipa dan karena pengaruh gaya gravitasi aliran berkumpul pada
104
sisi bawah pipa. Bila cairan membasahi permukaan pipa, pada lapisan film yang
halus terbentuk dan proses ini disebut sebagai kondensasi film. Jika proses ini
terjadi maka koefisien transfer panas pada bagian dalam pipa (h i) dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut :
ρ f (ρ f ρ g ) g
1/3
h i 0,8 0,951 k f .......................................................
μ f mc
(4.232)
dimana mc adalah laju alir massa kondensat yang dihasilkan per satuan panjang
(kg/s/m).
Berdasarkan persamaan di atas, maka kehilangan panas dapat dihitung
menggunakan prosedur sebagai berikut :
A. Hitung koefisien transfer panas pada bagian luar pipa (ho)
1. Dari tabel uap, maka tentukan sifat-sifat fluida, antara lain :
a. densitas udara, a (kg/m3)
b. panas spesifik udara, Ca (W/kg.oC)
c. viskositas udara, a (kg/m.sec)
d. konduktivitas panas udara, ka (W/m.oC)
2. Hitung bilangan Prandtl, Pr :
Ca μ a
Pr ........................................................................................
ka
(4.233)
3. Hitung bilangan Grazhof, Gr :
2
β g (d 'o ) 3 ρ a (Tw Ta )
Gr 2 .............................................................
μa
(4.234)
dimana :
2
β .......................................................................................
Tw Ta
(4.235)
105
(4.236)
4. Hitung bilangan Nusset, Nu :
N u 0,525 (G r Pr ) 0,25 .......................................................................
(4.237)
5. Hitung koefisien transfer panas pada luar pipa :
Nu ka
ho ......................................................................................
d 'o
(4.238)
Harga temperatur dinding luar (Tw) diperoleh dari iterasi persamaan berikut :
Tw + 1,32 π d3/4 L (Rins + Ri + 1) (Tw – Ta)5/4 + Rpipa/Ri - Ti = 0..........(4.239)
B. Hitung koefisien transfer panas pada bagian dalam pipa (hi)
Untuk fluida satu fasa (x = 1)
1. Dari tabel uap tentukan sifat-sifat uap pada Ti, Pi, antara lain :
a. panas spesifik, Cp (kJ/kg/K)
b. konduktifitas panas uap, ks (kW/m.K)
2. Hitung bilangan Prandtl, Reynold dan Nusset sebagai berikut :
Cs μ s
Pr ..................................................................................
ks
(4.240)
ρ s Vs d i
Re .............................................................................
μs
(4.241)
0,8 0,4
N u 0,023 R e Pr ...................................................................
(4.242)
3. Hitung koefisien transfer panas dalam pipa :
Nu ks
hi ..................................................................................
di
(4.243)
Untuk fluida dua fasa (x < 1)
106
1. Dari tabel uap tentukan sifat-sifat uap dan cairan pada Ti, Pi, antara lain
:
a. konduktivitas panas cairan, kf (kW/m.K)
b. densitas cairan, f, dan densitas uap, g (kg/m3)
c. viskositas cairan, f (kg/m.sec)
2. Hitung koefisien transfer panas pada pipa bagian dalam dengan
menggunakan persamaan (4.232).
C. Hitung koefisien transfer panas sekitar (Uo)
Koefisien transfer panas dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
(4.231).
D. Hitung heat loss per unit panjang
Heat loss per unit panjang pada fluida dua fasa dihitung dengan mengunakan
persamaan berikut :
Q
U o (2 π r3 ) (Ti Ta ) ......................................................................
ΔL
(4.244)
Temperatur fluida pada ujung sisi keluar diperoleh dari persamaan
kesetimbangan energi, dengan anggapan tidak kerja yang dilakukan terhadap
fluida dan tidak terjadi perubahan tekanan, sehingga kecepatan masuk dan keluar
fluida sama. Persamaan profil tekanan dinyatakan sebagai berikut :
q g (Z1 Z 2 )
T2 T1 ........................................................................
Cp Cp
(4.245)
Untuk mendapatkan entalpi pada ujung pipa, entalpi dievakuasi terhadap
perubahan tekanan dan mengasumsi perubahan volume kecil (dapat diabaikan)
sehingga diperoleh :
2 2
(V2 V1 )
h 2 h1 g (Z 2 Z1 ) v (P1 P2 ) q ...............................
2
(4.246)
107
Gambar 4.44.
Hipotesa Optimasi Diameter Casing 24)
diameter casing dan data ikutannya pada tekanan kepala sumur yang dipilih
(temperatur, entalpi, dryness dan massa pada kondisi permukaan)
Hipotesa optimasi diameter pipa alir dua fasa dapat dilihat pada Gambar
4.45 beserta kurva outputnya yang dapat menunjukkan pemilihan diameter pipa
sesuai dengan aspek teknik dan ekonomisnya.
Gambar 4.45.
Hipotesa Optimasi Diameter Pipa Alir Dua Fasa 24)
Gambar 4.46.
Hipotesa Optimasi Tebal Isolasi Pipa Dua Fasa 24)
4.3.3.6.5. Optimasi Tebal Isolasi Pipa Alir Satu Fasa Uap
Bagian ini merupakan bagian akhir dari optimasi, dimana data bagian yang
telah dioptimumkan digunakan sebagai masukan tetap, antara lain diameter casing
bersama perolehan kualitas uap, temperatur, entalpi pada suatu tekanan kepala
sumur, data diameter pipa alir dua fasa, tebal isolasi pipa dua fasa dan diameter
pipa alir satu fasa.
Gambar 4.47.
Hipotesa Optimasi Diameter Pipa Uap 24)
1. Temperatur terbentuknya endapan silika
Untuk mencegah terbentuknya endapan silika maka pipa harus di desain
sedemikian rupa sehingga temperatur fluida tidak lebih rendah dari temperatur
terbentuknya endapan (Fournier, 1986). Gambar 4.49 menunjukkan kelarutan
jenis silika yang umumnya terjadi endapan quartz dan amorphous silika.
2. Kandungan non-condensable gas yang kecil pada tekanan kepala sumur yang
dipilih.
Non-condensable gas merupakan gas (seperti CO2 dan H2S) yang tidak dapat
dicairkan. Jika berlebihan akan menyebabkan pengurangan daya yang
ditimbulkan turbin akibat beda entalpi yang masuk dan keluar turbin kecil, dan
timbulnya korosi pada peralatan yang dilaluinya.
113
Gambar 4.48.
Hipotesa Optimasi Tebal Isolasi Pipa Alir Satu Fasa 24)
Gambar 4.49.
Perkiraan Pengendapan Silika Pada Berbagai Temperatur 8)
3. Kecepatan fluida campuran di dalam pipa aliran dua fasa dan pipa aliran satu
fasa uap.
Batasan kecepatan minimal menggambarkan batas perpindahan panas untuk
mencapai proses adiabatis, sedangkan batas kecepatan maksimum menyatakan
114
batas tidak terjadi pengikisan dinding pipa bagian dalam. Batasan tersebut
antara lain :
a. Batas minimal 20 m/s dan batas maksimal 30 m/s pada pipa alir dua fasa.
b. Batas minimal 30 m/s dan batas maksimal 50 m/s pada pipa alir satu fasa
(uap).
4. Adanya bagian turbin yang rusak
Kandungan kondensat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan korosi pada
sudu-sudu turbin sehingga perlu dilakukan pencegahan, yaitu dengan
menempatkan peralatan pembuang kondensat terutama jarak dan efisiensinya.
5. Tekanan masuk turbin harus terpenuhi.
Turbin memiliki tekanan masuk yang sudah ditetapkan, sehingga perlu
menghitung kehilangan tekanan untuk pipa alir satu fasa, dua fasa terhadap
pemilihan tekanan kepala sumur.
4.3.3.7. Catchpot
Catchpot atau perangkap kondensat merupakan alat yang digunakan untuk
menjaga kualitas uap dengan cara menampung fluida hasil kondensasi. Fluida
(kondensat) akan tertampung sampai pada jumlah tertentu dan secara otomatis
kondensat tersebut akan terbuang. Catchpot dipasang disepanjang jalur pipa pada
tempat-tempat tertentu yang diperkirakan kondensat di dalam pipa telah terbentuk
dan cukup banyak, sehingga tidak menyebabkan kualitas uap menurun.
Fluida yang sebagian masuk ke dalam catchpot akan menyebabkan massa
fluida yang masuk ke dalam turbin kurang dari massa fluida yang keluar dari
separator. Besarnya massa kondensat yang dibuang tergantung dari efisiensi
catchpot itu sendiri.
Metode perhitungan dan prosedur perhitungannya dikembangkan dari
model konseptual seperti diperlihatkan pada Gambar 4.51. Pipa uap mempunyai
diameter dalam (ID), diameter luar (OD) dan dilapisi dengan insulator. Uap yang
masuk ke dalam pipa adalah uap kering yang memiliki laju aliran massa (m),
temperatur (T) dan tekanan (P). Adanya insulator pada pipa tidak sepenuhnya
menjaga kehilangan temperatur sehingga dapat menyebabkan terbentuknya
115
kondensat. Laju massa total merupakan laju massa uap (m v) dan laju massa
kondensat (mc) yang tidak terbuang.
Gambar 4.50.
Skema Catchpot 11)
Gambar 4.51.
Skema Aliran Fluida dan Kehilangan Massa Sepanjang Jalur Pipa 27)
V12 V22
h 2 h1 g (Z1 Z 2 ) Q .................................................
2
(4.249)
dimana :
m υ s2
V2 .............................................................................................
A
(4.250)
Keterangan :
s2 = volume spesifik pada P2, m3/kg
P1 P2
T1 T2
h1 h2
ℓ1 ℓ2
Gambar 4.52.
Skema Pipa Dan Parameternya 27)
Jika kehilangan tekanan (P) sangat kecil, maka s2 ≈ s1, sehingga V1 = V2.
Bila pipa horizontal, maka Z1 = Z2, jadi :
h2 = h1 – Q .............................................................................................(4.251)
Temperatur dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :
Q
T2 T1 ......................................................................................
m Cp
(4.252)
4. Tentukan dryness uap (x) kemudian periksa harga entalpi pada titik 2, dengan
ketentuan :
Jika h2 < hg, hitung laju alir massa fraksi uap (x) kondensat dan cairan.
Jika h2 > hg, maka ulangi lagi perhitungan.
5. Jika jarak titik 2 lebih kecil dari jarak catchpot, maka ulangi perhitungan
sesuai dengan prosedur. Namun jika sebaliknya, maka tentukan kondisi pada
118
titik 2, yaitu jika ℓC1 sama dengan dua kali jarak catchpot dari masukan, maka
anggap ℓ = ℓC1 - ℓ1, dan ulangi perhitungan dari prosedur ke-1 hingga ke-4,
kemudian hitung :
Laju alir massa kondensat yang masuk ke dalam catchpot 1 :
mC-CPI = 1 mC..................................................................................(4.253)
Laju alir massa kondensat pada pipa (m) :
mC = (1 - 1) mC...............................................................................(4.254)
Sehingga total laju lair massa yang meninggalkan titik CP1 adalah :
mV = mV + (1 - 1) mC..........................................................................(4.255)
Jika ada lebih dari satu catchpot pada jaringan transmisi pipa, maka ulangi
perhitungan menggunakan prosedur yang sama seperti di atas, yaitu :
Laju alir massa kondensat yang masuk ke dalam catchpot 2 :
mC-CP2 = 2 { (1 - 1) mC + mC’}....................................................(4.256)
dimana mC’ adalah laju alir massa kondensat yang dihasilkan dari proses
kondensasi antara catchpot 1 dan catchpot 2.
Laju alir massa kondensat pada pipa (m), yaitu :
mC = (1 - 2) [ (1 - 1) mC + mC’]...................................................(4.257)
6. Ulangi perhitungan hingga akhir bagian pipa.
4.3.3.8.4.1. Compensator
Compensator adalah keratan berupa metal yang dililitkan, sehingga dapat
menyerap ekspansi aksial dan juga dapat mengatur untuk berfungsi sebagai suatu
engsel. Compensator digunakan sebelum terjadinya pengembangan. Gambar 4.53.
menunjukkan penggunaan tipe-tipe compensator pada penyebaran uap dan air
panas di Wairakei, New Zealand.
1. Sudut pipa bengkokkan yang digunakan antara 30o-90o pada pipa yang
bergerak horizontal.
2. Untuk pipa bengkokkan yang kurang dari 30o digunakan pada kondisi pipa
bergerak horizontal dan perlu digunakan support loading (beban penyangga).
Gambar 4.53.
Penggunaan Jenis-Jenis Compensator Pada Pipa
Transmisi Uap dan Air Panas
(a) Pipa Uap Kondisi Lengkung; (b) Pipa Uap Kondisi Curam;
(c) Pipa Air Panas di Bawah Jalan 3)
Pipa bengkokkan ini digunakan untuk menanggulangi eskpansi pipa yang
berada di tanah lapang dengan cara pemasangan pipanya diputar dengan
menggunakan metode zig-zag route.
1. Anchor
122
Lokasi yang dikehendaki adalah posisi pipa dapat diletakkan secara aksial
terhadap jalur pipa dan akan bereaksi secara torsional. Anchor akan tetap kaku
atau tidak bergerak didalam jalur pipa.
2. Guide support
Gerakan yang diijinkan dari jalur pipa hanya gerakan aksial saja. Keuntungan
dari tipe penyangga ini adalah keseluruhan pipa dapat bergerak bebas secara
horizontal diantara anchor.
3. Slide support
Tipe dari penyangga yang diijinkan dari gerakan axial. Tipe penyangga ini
berfungsi untuk memelihara dan menjaga lebih luas secara horizontal dan
dapat ditanggulangi dengan penyangga seperti vertikal loop.
Tabel 4.9.
Kecepatan Aliran Fluida Dalam Pipa 11)
Fluid Velocity, m/sec
High vacum water vapour 61 – 100
Moderat vacuum water vapour 46 – 61
Superheated steam 46 – 61
Dry saturated steam 30 – 40
Exhaust steam (wet) 21 – 30
Water 1,2 – 2,4
Baja 12 x 10-6
Tembaga 14 x 10-6
Kuningan 20 x 10-6
Seng 26 x 10-6
(4.259)
Keterangan :
tm = tebal minimal pipa yang diijinkan, mm
P = tekanan dalam pipa yang direncanakan, kPa
Do = diameter luar pipa, mm
S = tegangan maksimum dari material yang digunakan, kPa
E = faktor efisiensi joint
Y = koefisien berdasarkan temperatur dan tipe baja (= 0,4 untuk aplikasi panas
bumi)
A = penambahan ketebalan sebagai keamanan untuk mengahndel adanya
korosi, erosi, kedalaman ulir, ketipisan pipa yang tidak merata dan strength
mekanik karena pembelokan pipa untuk mencegah buckling, mm.
Lihat Tabel 4.11 kolom additional thickness.
Syarat untuk diijinkan ketebalan pipa minimum yaitu harus memenuhi
kondisi tm < t, dimana t adalah wall thickness pipa, yaitu ketebalan pipa yang
sudah direncanakan berdasarkan nominal size pipa.
Tabel 4.11.
Spesifikasi Pipa Transmisi 36)
Nominal Outside Additional Calculation Wall
Material of Type of
Pipe Diameter, Thickness, Thickness, Thickness
Pipe Pipe
Diameter mm mm mm of Pipe, mm
40” 1016.0 API 5LGrB SAW 3 7.91 11.13
36” 914.4 API 5LGrB SAW 3 7.42 11.13
34” 863.6 API 5LGrB SAW 3 7.18 9.52
32” 812.8 API 5LGrB SAW 3 6.93 9.52
30” 762.0 API 5LGrB SAW 3 6.68 9.52
28” 711.2 API 5LGrB SAW 3 6.45 9.52
26” 660.4 API 5LGrB SAW 3 6.19 9.52
24” 609.6 API 5LGrB SAW 3 5.95 9.52
22” 558.8 API 5LGrB SAW 3 5.70 9.52
20” 508.0 API 5LGrB SAW 3 5.46 9.52
18” 457.2 API 5LGrB SAW 3 5.21 7.92
16” 406.4 API 5LGrB SML 3 4.97 7.92
16” 406.4 API 5LGrB SAW 3 4.97 7.92
14” 355.6 API 5LGrB SML 3 4.72 7.92
14” 355.6 API 5LGrB ERW 3 5.02 7.92
12” 318.5 API 5LGrB SML 3 4.57 6.35
12” 318.5 API 5LGrB ERW 3 4.84 6.35
10” 267.4 API 5LGrB SML 3 4.32 6.35
10” 267.4 API 5LGrB ERW 3 4.55 6.35
Pipa yang digunakan pada lapangan panasbumi umumya adalah pipa API
5L grade B, dimana harganya tidak mahal dan efektif untuk kondisi fluida (uap
panas) yang dialirkan.
Material-material lain yang dipilih meliputi insulation yang digunakan
sebagai struktur pendukung (support structure). Insulation yang digunakan adalah
glass fibre, clad yang dibalut dengan aluminium dan juga kalsium silikat.
4.3.3.10. Isolasi
Tujuan utama dari sistem pengisolasian panas adalah untuk meminimalkan
sejumlah panas yang hilang, yang mengalir baik secara konduksi, konveksi
maupun radiasi. Kemampuan suatu material untuk memperlambat laju alir
kehilangan panas ditentukan berdasarkan konduktivitas panasnya. Harga
konduktivitas panas material yang kecil merupakan karakteristik dari sistem
isolasi panas.
sekali dimana temperatur permukaan pipa konstan (T) sesuai dengan perubahan
jari-jari isolasi (r), seperti terlihat pada Gambar 4.54.
insulation
r
R
pipe T
Gambar 4.54.
Penampang Ketebalan Kritis Isolasi Pipa 27)
ln 1 2 1
d 2 q h r R hr h r
2 2 π (T t a ) 3
dr L r rc 1 K r
r ln
rK h R
r rc
127
h 2 /K
= 2 π (T t a ) ...............................................
( 1 ln rc /R) 2
(4.261)
Hasil yang didapat dari persamaan di atas selalu negatif, oleh sebab itu radius
optimum ditunjukkan oleh persamaan :
r = rc = k/h ..................................................................................................(4.262)
yang merupakan maksimum kehilangan tekanan, bukan minimum.
Ketebalan isolasi pada pipa berbeda dengan nilai nominal dari ukuran pipa
dapat dilihat dari Tabel 4.12, berdasarkan standart ASTM.
Tabel 4.12.
Ketebalan Isolasi Pipa 11)
hal ini bukan menjadi masalah yang selalu timbul dalam penggunaannya pada
lapangan panasbumi. Biasanya isolasi fibre glass, seperti scored board,
digunakan dengan fibre glass diletakkan pada dinding pipa.
Dalam usaha untuk mengembangkan mekanisme daya renggang, beberapa
pabrik membuat insulator ini dimana fibre membentuk sudut siku-siku
terhadap dinding pipa. Umumnya fibre glass lebih banyak dipilih sebagai
bahan untuk isolasi pipa karena mempunyai daya kerenggangan yang selalu
rendah
b. Kalsium silikat
Kalsium silika merupakan suatu material yang ringan dan kuat dengan sifat-
sifat pengisolasian yang baik serta dapat mempertahankan temperatur. Akan
tetapi, kalsium silika harganya mahal dan sulit dipakai untuk diameter pipa
yang besar.
c. Rock wool
Material ini digunakan pada daerah dimana telah tersedia bahan-bahan
tersebut. Rock wool merupakan bahan isolasi yang baik dan mempunyai
kemampuan menjaga temperatur tinggi, akan tetapi mempunyai mekanika
keregangan yang rendah.
Harga konduktivitas panas berdasarkan kenis-jenis isoalsi dapat berbeda-
beda, tergantung pada masa, kadar uap, temperatur dan pembuatan pabrik, hal ini
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.55.
129
Gambar 4.55.
Konduktivitas Panas Material Isolasi 11)
Disamping bahan-bahan tersebut di atas, juga terdapat bahan-bahan
pembungkus sebagai material non-metal (cladding) pada peralatan-peralatan
produksi, untuk melindungi isolator dari masuknya air, kerusakan secara mekanis,
degradasi ultraviolet dan lain-lain. Bahan-bahan pembungkus tersebut diantaranya
sebagai berikut :
a. Aluminium
Aluminium merupakan bahan yang paling umum dan paling banyak dipakai
untuk melindungi bahan-bahan isolasi. Kelebihan dari aluminium adalah
mempunyai kekuatan yang baik, ringan, tahan terhadap korosi, mudah
perawatannya, pembuatan komponen mudah dikerjakan dan bahannya mudah
diperoleh.
b. Glass Reinforced plastic
Glass reinforced plastic merupakan pembungkus fibre glass dan polyester
(damar) yang secara khusus telah dikembangkan untuk penggunaan pada
lapangan panasbumi. Sistem pembungkus ini sangat kuat dan tidak mudah
rusak. Bahannya dapat diwarna mengikuti keadaan sekitar. Kekhawatiran
dalam mengunakan bahan ini adalah sehubungan dengan akibat yang timbul
dari sinar ultraviolet dalam jangka waktu yang lama.
c. Tarred paper
Instalansi yang paling lama digunakan adalah tarred paper dan penyekat
bitumen (auoip aspal) yang dapat dicatkan di sekeliling isolasi. Pembungkus
ini murah dan efektif menjaga bahan-bahan isolasi di dalam maupun di luar
lingkungan.
4.3.4.1. Manifold
Manifold merupakan kumpulan valve-valve yang berfungsi untuk
mengatur arah aliran fluida produksi ke separator yang dikehendaki melalui suatu
header. Oleh karena itu manifold disebut juga header valve.
Fungsi dari manifold yaitu :
1. Mengendalikan aliran fluida produksi dari setiap sumur yang ada.
2. Memisahkan aliran dari fluida produksi.
3. Mengisolasi sistem jaringan flow line guna melakukan perawatan atau
perbaikan.
4. Membagi main line menjadi beberapa bagian.
5. Mengarahkan aliran fluida produksi dari setiap sumur ke header.
6. Mencegah terjadinya tekanan balik dari setiap separator menuju sumur.
4.3.4.2. Header
Header merupakan suatu pipa yang berukuran cukup besar untuk
menampung aliran fluida produksi dari beberapa flow line yang kemudian
dialirkan ke fasilitas pengolahan atau pemisahan di lapangan.
Berdasarkan kegunaannya, header dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
a. Hight-Pressure Production Header, merupakan header yang menampung aliran
fluida sumur bertekanan tinggi.
b. Intermediate Pressure Production Header, merupakan header yang
menampung aliran fluida sumur bertekanan intermediate (sedang).
c. Low Pressure Production Header, merupakan header yang menampung aliran
fluida bertekanan rendah.
d. Test Header, merupakan header yang dipergunakan untuk test produksi dari
masing-masing sumur secara periodik.
Arah pemasangan header dapat dipasang secara vertikal, horizontal maupun
menyudut (deviated header).
131
(4.264)
Untuk cairan yang bersifat korosif/erosive, maka :
48
V ................................................................................................
2 ρ1/3
(4.265)
Untuk fluida gas :
V = 148,7 (k Z T/M)½.............................................................................(4.266)
Untuk fluida yang bersifat korosif/erosive, maka :
V = (148,7/2) (k Z T/M)½.......................................................................(4.267)
Untuk menghindari apakah diameter header cukup aman terhadap
pengoperasiannya, dapat diperiksa dengan persamaan berikut :
Pd
t ...........................................................................................................
2S
(4.268)
Keterangan :
132
Tabel 4.13.
Bahan dan Tegangan Pipa 35)
Grade Tegangan, psi
GradeA, steel pipe 18000
Grade B, steel pipe 21000
Lap welded, steel pipe 1800
Wrought-iron pipe 14400
(4.269)
2. Kehilangan tekanan untuk posisi header vertikal.
133
Persamaan dasar kehilangan tekanan di dalam header untuk aliran dua fasa
pada posisi header vertikal adalah :
2
dP f ρ v f ρ v
ρ m m m m m m m .....................................................
dh total 2gc d g c dh
(4.270)
3. Kehilangan tekanan untuk posisi header miring.
Persamaan dasar kehilanga tekanan di dalam header untuk aliran dua fasa pada
posisi miring adalah :
Vm 2
Δ
................
ΔPi f2 w 2gc
(g/g c )ρ m sin θ ρm
ΔZ total 2,965 x 1011 d 5 ρ m ΔZ
(4.271)
Keterangan :
L = panjang pipa horizontal, ft
Z = panjang kemiringan pipa, ft
fm = faktor gesekan fluida campuran
m = densitas fluida campuran, lbm/cuft
vm = kecepatan fluida campuran, ft/sec
w = laju aliran massa,lbm/day
d = diameter header, inci
= sudut kemiringan pipa dari sumbu horizontal
g = percepatan gravitasi, ft/sec2
gc = faktor konversi gravitasi
Pemecahan belokan dalam perhitungan hilang tekanan di dalam header
adalah konversi alat tersebut ke dalam panjang pipa ekivalen. Tabel 4.14
memberikan konversi tersebut.
K W2
( P) 0,28 2
.....................................................................................
ρ DH
(4.272)
Keterangan :
134
Tabel 4.14.
Resistance of Elbows Tees dan Bends 11)
Resistance in equivalent size length, ft
Komercial 90o Elbows 90o Bends Tee
Pipe Size Short Long R = 5 R = 10 Flow Flow
in Radius Radius Through Through
R=1 R = 1,5 Bridge
1¼ 4,5 3 2,5 4 8 3
2 5,25 3,5 3 5 11 3,5
2¼ 6 4 3,5 6 13 4
3 7,5 5 4 7,5 16 5
4 10,5 7 5,5 10 20 7
6 15 10 8,5 15 30 10
8 21 14 11 20 40 14
10 24 16 14 25 50 16
12 32 21 16 30 60 21
14 33 22 19 33 65 22
16 39 26 21 38 75 26
18 44 29 24 48 86 29
20 48 32 27 50 100 32
24 57 38 32 60 120 39
4.3.5. Separator
Sebagian besar sumur-sumur panasbumi menghasilkan campuran uap dan
air, sedangkan yang dibutuhkan hanya uap kering dan bersih saja. Dengan
demikian uap harus dipisahkan dulu dari air sebelum dimanfaatkan yaitu dengan
menggunakan alat yang disebut separator.
Separator pada lapangan panasbumi mempunyai fungsi, yaitu :
1. Dengan menggunakan separator maka aliran dua fasa dapat dipisahkan
menjadi dua aliran satu fasa, yaitu aliran uap saja dan aliran air saja.
2. Untuk menghindari pengaruh scale pada turbin, yaitu pada saat pemanfaatan
produksi sumur-sumur perlu diperhatikan korosivitas dan gas beracun yang
dapat berhubungan dengan efisiensi turbinnya.
135
Gambar 4.56.
Separator Lengkung U 3)
4.3.5.2. Pertimbangan Perencanaan Separator
4.3.5.2.1. Proses Pemisahan
Proses pemisahan yang dilakukan pada separator bertujuan untuk
mendapatkan uap kering yang tidak mengandung cairan, dengan persentase
kandungan uap yang sebanyak-banyaknya sesuai dengan kandungan uap pada
fluida hasil produksi sumur tersebut.
Pelaksanaan kerja separator yang dipakai adalah Cyclon Separator,
sebagai salah satu jenis separator yang efisien.
Pemisahan fluida (air dan uap) didalam separator menggunakan prinsip
gaya sentrifugal. Pada awalnya campuran air dan uap disentrifugal ke dinding
separator. Gaya sentrifugal akan menyebabkan air menempel ada dinding
separator dan karena gaya berat air akan bergerak ke bawah secara spiral dan akan
keluar dari separator melalui pipa tangensial. Sedang kondisi uap secara radial
masuk ke dalam pipa yang berada di tengah-tengah separator dan mengalir ke
luar. Air yang keluar dari separator dalam keadaan jenuh dan masih dapat
diuapkan (flashed down) pada tekanan yang lebih rendah.
137
Gambar 4.57.
3)
Webre Cyclone Separator dengan Inlet Spiral
Perhitungan uap yang bebas (flashed) pada separator dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
h f1 h f2
x ...................................................................................................
h fg2
(4.273)
Keterangan :
x = fraksi uap
hf1 = entalpi air pada tekanan ke-1, kJ/kg
hf2 = entalpi air pada tekanan ke-2, kJ/kg
hfg2 = entalpi perubahan fasa pada tekanan ke-2, kJ/kg
Pada lapangan panasbumi yang mempunyai tekanan tinggi, dapat dibuat
rangkaian separator bertingkat dua atau bahkan bertingkat tiga, seperti
diperlihatkan pada Gambar (4.58)
Gambar 4.58.
138
Tabel 4.15.
Nilai Parameter Separator yang Direkomendasikan
Oleh Lazalde dan Crabtree 4)
Parameter Separator
Maximum steam velocity at inlet mixture pipe 45 m/s (150 fpm)
25 – 40 m/s
Recommended steam velocity range at inlet mixture pipe
(80 – 130 fpm)
Maximum annular up word steam velocity inside cyclone 4,5 m/s (14,5 fps)
Recommended annular up word steam velocity inside cyclone 2,5 – 4,0 m/s
(6 – 13 fps)
(4.276)
Keterangan :
D = diameter separator, m
T = temperatur saturasi dari tekanan separator, oC
Parameter ¥ adalah centrifugal inertia impaction yang menunjukkan kondisi
operasi di dalam separator. Parameter ¥ dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan :
ρ L (C . 2 .10 6 ) 2 (n 1) v so
¥ = .......................................................................
18 μ w D
(4.277)
dimana : vso = Qs / ID2 .................................................................................(4.278)
Keterangan :
vso = kecepatan superficial uap pada outlet, m/dtk
Qs = laju aliran volumetric uap, m3/dtk
ID = diameter pipa inlet separator, m
L = densitas air di separator, kg/m3
D = diameter separator, m
w = viskositas air di separator, kg/m.dtk
Parameter C pada persamaan di atas dapat dicari dengan menggunakan persamaan
berikut ini :
8 Kc D2
C ..................................................................................................
OD 2
(4.279)
[ π (D 2 OD 2 ) 4 ID v oh ] Q s
Kc ............................................................
D3 4 Qs
(4.280)
Keterangan :
C = cyclone design separator
140
(4.283)
Berdasarkan rekomendasi Lazalde dan Crabtree untuk perhitungan efisiensi
separator, besarnya harga Van (kecepatan annular uap pada pipa outlet separator)
adalah berkisar antara 2,5 m/s sampai 4,0 m/s. Hal ini untuk memperoleh harga
efisiensi separator yang maksimum.
Gambar 4.59.
Posisi Separator Pada Beberapa Sumur 27)
Separator bisa saja didesain untuk memisahkan fasa uap dan cair dari
beberapa sumur, seperti di Lapangan Ohaaki, New Zealand. Dalam hal ini
diupayakan agar separator terletak di tengah-tengah, agar semua sumur tidak
terlalu besar perbedaannya. Jarak antara sumur dengan separator cukup jauh
dengan panjang pipa dua fasa bervariasi dari 50 – 800 meter.
Penempatan separator pada kondisi lapangan didominasi oleh cairan
adalah dengan menempatkan separator dekat dengan sumur dan turbin, untuk
menjamin bahwa uap yang akan masuk ke dalam turbin sudah benar-benar
merupakan uap bersih dan kering (tidak mengandung cairan).
4.3.6. Silencer
Silencer adalah alat yang berfungsi untuk meredam suara dan pada waktu
yang sama juga mengontrol aliran fluida yang akan dibuang. Bagian atas dari
142
Gambar 4.60.
Silencer Tipe Scrubber 3)
143
Gambar 4.61.
Silencer Lapangan Panasbumi Dominasi Uap 29)
4.3.7. Weir Box
Besar volume air yang mengalir pada tekanan atmosfir dapat ditentukan
dengan suatu peralatan yang disebut weir box. Tujuan digunakan weir box adalah
untuk menghitung volume air yang keluar dari silencer.
(4.285)
Keterangan :
Q = laju aliran volumetric, lpm
H = tinggi air di atas ujung V, cm. H diukur pada jarak kira-kira 1 meter dari
ujung V.
Jika diinginkan laju aliran berat untuk air maka persamaan (4.285) dikalikan
dengan berat jenis air pada temperatur yang biasa dijumpai pada bak weir, yaitu
0,97 kg/l, sehingga persamaan laju aliran berat air adalah :
A 0,8 . H 2,5 ..................................................................................................
(4.286)
dimana A adalah laju aliran berat air dengan satuan kg/menit.
Gambar 4.62.
Penampang Plat Weir 4)
c. Bentuk plat weir dibedakan menjadi beberapa macam (menurut
bentuknya), yaitu :
a) Right-angle triangular weir (Gambar 4.63)
b) Rectangular weir (Gambar 4.64)
c) Full-width weir (Gambar 4.65)
2. Saluran air
Saluran air terdiri dari tiga bagian, yaitu :
a. Driving section (pengarah aliran)
b. Flow straightening section (pelurus aliran)
c. Straigthened flow section (aliran yang lurus)
145
Gambar 4.63.
Right-angle Triangular Weir (90o V-Notch) 4)
Gambar 4.64.
4)
Rectangular Weir
Gambar 4.65.
4)
Full-width Weir
Bagian-bagian dari saluran air dapat dilihat pada Gambar 4.66 yang kemudian
panjang setiap bagiannya (section) ditentukan seperti yang tercantum pada
Tabel 4.16.
Tabel 4.16.
Panjang Setiap Bagian Saluran Air 4)
Bentuk Plat Weir L1 Ls L2
Right-angle > (B + 2h’) Mendekati (2h’) > (B + h’)
triangular weir
Rectangular weir > (B + 3h’) Mendekati (2h’) > (B + 2h’)
Full-widht weir > (B + 5h’) Mendekati (2h’) > (B + 3h’)
146
Gambar 4.66.
Saluran Air 4)
4.3.7.3. Perencanaan Weir Box
Dalam perencanaan weir box dititik beratkan pada saluran air, pengukuran
tinggi luapan air dan Tinggi permukaan air yang meluap pada plat weir diukur
dengan tabung ukur yang saling berhubungan dengan weir box pada bagian
straightened flow section pada jarak minimal 3h’ (h’ = tinggi luapan maksimal)
dan maksimal B (B = lebar weir box) dari plat weir, minimal 50 mm dibawah titik
terendah, pelimpah dan minimal 50 mm diatas dasar saluran (dasar weir box) dan
diameter dalam lubang penghubung antara weir dan tabung ukur antara 10 – 30
mm. Gambar 4.67 menunjukkan pengukur tinggi luapan air.
Gambar 4.67.
Skema Pengukuran Tinggi Luapan Air 4)
Dari berbagai jenis weir box ini, maka dapat dilakukan perhitungan
besarnya aliran air sebagai berikut :
1. Bentuk right-angle triangular weir, persamaannya :
147
Q K . h 2,5 ...............................................................................................
(4.287)
Keterangan :
Q = besar aliran air, m3/menit
K = koefisien kapasitas
h = tinggi luapan air, m
2. Bentuk rectangular weir, persamaannya :
Q K .b . h 1,5 ............................................................................................
(4.288)
Keterangan :
b = lebar pelimpah/pintu air, m
3. Bentuk width weir, persamaannya :
Q K . B . h 1,5 ...........................................................................................
(4.289)
Keterangan :
B = lebar weir, m
Penggunaan weir box di lapangan panasbumi telah dibuat tabel hubungan
antara tinggi luapan air (h) terhadap besarnya volume aliran air (Q). Dengan
mengetahui atau mengukur tinggi luapan air, maka volume air akan segera
diketahui dari Tabel 4.17.untuk 90o V-notch weir (right-angle triangular weir),
dimana h dalam satuan mm, sedangkan Q dalam satuan ton.jam. Dalam
pelaksanaannya laju alir melalui V-notch adalah sebagai berikut :
Tabel 4.17.
Besar Aliran Air Untuk Setiap Tinggi Luapan
Pada 90o V-notch Weir 4)
148
Q
8
15
Cd 2 g . tan α . H 3/2 ........................................................................
(4.290)
Keterangan :
Q = laju lair, ton/jam
Cd = faktor koreksi (=0,6)
H = tinggi air melalui penyekat dalam, mm
= ½ sudut penyekat
Gambar 4.68.
Roda dan Sudu Turbin Uap 7)
Gambar 4.69.
29)
Atmospheric Exhaust / Back Pressure Turbin
Gambar 4.70.
Condensing Unit Turbin 29)
Gambar 4.71 merupakan bagian-bagian dari turbin, dimana keterangan
gambar, prinsip dan fungsi masing-masing bagian adalah sebagai berikut :
A. Rotor turbin
1. Penggerak pompa oli utama dan regulator. Di kanan kedua titik adalah :
baut penutup cepat, bila terjadi kemungkinan putaran rotor turbin sampai
lebih besar daripada yang telah ditentukan (overspeed), maka peralatan ini
akan bergerak ke luar dan dengan melalui sistem pemindahan tuas uap
yang masuk ke dalam turbin bisa dikurangi (kedua baut tersebut adalah
untuk pengaman).
2. Bantalan tekan dan bantalan dukung dari rotor turbin.
3. Tabung paking poros. Dengan adanya paking Labirin, kebocoran uap
melalui celah antara poros dan rumah turbin yang bebas dari singgungan
atau geseran bisa dikurangi dengan cara dibendung, tetapi kerugian
kebocoran ini tetap tidak bisa dihindari.
4. Tingkat pertama; disini uap baru setelah melalui nosel Laval
menggerakkan roda Curtis dengan dua sudu jalan.
5. Sebelas tingkat turbin, yang masing-masing dengan roda turbin sendiri-
sendiri. Bagian ini bisa disebut sebagai bagian turbin tekanan tinggi.
151
Gambar 4.71.
Irisan Memanjang Turbin Uap Dengan Jenis Konstruksi
Tekanan Sama 12)
7. Uap dari sebelah pinggir tabung paking poros bagian tekanan tinggi dan
dialirkan ke tabung paking tingkat tekanan rendah untuk dipakai sebagai
uap perintang.
8. Tabung paking tingkat tekanan rendah, dimana di sebelah kiri tabung ini
terdapat tekanan kerendahan (kurang dari 1 bar). Dengan dialirkannya uap
perintang maka udara luar sekitar turbin terhalang serta tidak terhisap
masuk ke dalam saluran uap bekas.
9. Bantalan dukung penghantar.
10. Kopling, diluar adalah peralatan untuk memutar poros. Setelah turbin
berhenti dan sebelum dioperasikan, rotor turbin yang bekerja dengan
temperatur uap yang tinggi diputar dengan pelan-pelan supaya bagian-
bagian turbin bisa dipanaskan dengan merata.
11. Bantalan dukung generator.
152
B. Rumah turbin
20. Regulator
21. Rumah bantalan. Rumah ini disangga di atas fondasi dan akibat panas
melalui pegas bantalan ini mengadakan penyesuaian aksial dengan garis
sumbu turbin. Rumah bantalan dan rumah turbin mempunyai hubungan
lepas.
22. Cerobong uap tabung paking bagian tekanan tinggi. Sisa uap bocoran
dalam rumah turbin dibuang melalui saluran ini.
23. Katup pengatur uap baru. Turbin mempunyai 3 sampai 5 katup yang
fungsinya untuk merubah besarnya daya yang dihasilkan turbin dengan
jalan mengatur banyaknya uap yang dimasukkan kedalam turbin.
24. Rumah katup. Pada temperatur uap baru yang tinggi, sebagian atau seluruh
uap tersebut dialirkan melalui nosel Laval untuk menggerakkan sudu-sudu
roda turbin Curtis.
25. Rumah turbin bagian tekanan tinggi.
26. Pelat pembungkus. Di bawah pelat ini terdapat suatu bahan isolasi untuk
menyekat panas.
27. Cerobong uap tabung paking tingkat tekanan rendah, dimana dari
cerobong ini harus bisa terlihat bahwa sisa uap perintang mengalir ke luar,
yang berarti menunjukkan bahwa prosesnya tidak terbalik menjadi udara
luar yang terhisap masuk ke dalam saluran uap bekas.
28. Saluran uap bekas, yang serentak sebagai penghubung antara turbin
dengan kondensator.
Gambar 4.72.
Profil Sudu Jalan 12)
153
29. Rumah bantalan yang dituang, dimana pada bagian ini terdapat
kelonggaran ruangan yang ukurannya sesuai dengan geseran ke sisi (yang
aksial) antara rotor dan bagian rumah turbin, juga pada tabung paking,
maka kontak atau gesekan satu dengan yang lainnya dapat dihindari.
30. Generator turbo.
(4.292)
5. Hitung entalpi fluida produksi pada outlet turbin (hot) dengan menggunakan
persamaan :
154
(4.295)
8. Hitung electric power yang dihasilkan oleh turbin dengan persamaan :
Qturbin = turbin . mg . hekstrak .....................................................................(4.296)
dimana electric power dalam satuan kWe (kilowatt electric).
Turbin biasanya dihubungkan dengan peralatan kondensasi (kondenser).
Tujuannya untuk membuat entalpi agar menjadi besar antara entalpi yang masuk
turbin dengan entalpi campuran di dalam kondenser, dengan demikian tekanan
kondenser sangat berperan.
Faktor Keekonomian
4.4.1. Pay Out Time
Pay out time (POT) didefinisikan sebagai panjangnya waktu yang
diperlukan untuk menerima penghasilan bersih yang diakumulasikan sehingga
sama dengan penanaman modal. Dengan kata lain POT adalah panjangnya waktu
yang diperlukan untuk memperoleh kembali modal yang ditanam. Jadi POT
merupakan suatu ukuran pendekatan mengenai kecepatan penerimaan cash flow
pada awal proyek.
POT adalah suatu angka yang relatif sederhana untuk dihitung dan dapat
dinyatakan dalam pengertian penghasilan “sebelum pajak” atau “sesudah pajak”.
155
POT tidak memberikan gambaran kepada pembuat keputusan mengenai laju dari
pendapatan setelah POT tercapai dan tidak memberikan pertimbangan tentang
jumlah dari kemungkinan keuntungan dari kesempatan penanaman modal.
Kalau kita mempersiapkan suatu jumlah tertentu untuk proyek investasi,
yaitu dengan menghubungkan kumulatif dari project account balance sebagai
fungsi dari waktu. Project account balance yang demikian bila digambarkan
secara grafis dinamakan kurva posisi dari suatu pembayaran, yang dapat dilihat
pada Gambar 4.73.
total
(+) keuntungan
bersih dari
POT investasi
cumulative net
cash position 0 investasi
(-)
awal investasi
Gambar 4.73.
23)
Bentuk Kurva Posisi Pembayaran
Berdasarkan gambar di atas, nilai yang berharga negatif pada permulaan
pembayaran (t = 0) merupakan jumlah yang sama dengan investasi mula-mula.
Begitu penghasilan diperoleh dari suatu proyek kemudian dimasukkan dalam
account. Panjang waktu yang dicapai hingga terjadi keseimbangan (sama dengan
nol) disebut sebagai pay out time.
Semua pendapatan yang diperoleh setelah POT menunjukkan modal baru
yang dihasilkan dari proyek tersebut. Bila semua faktor sama, maka pembuat
keputusan akan lebih menyukai menanamkan modalnya didalam proyek-proyek
yang mempunyai POT terpendek.
POT telah digunakan secara meluas sebagai suatu bagian yang integral
dari analisa ekonomis mengenai prospek pengeboran. POT adalah suatu parameter
yang berguna untuk membandingkan kecepatan relatif penerimaan penghasilan
dari awal proyek. Akan tetapi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa
156
(4.299)
2. Biaya isolasi, diperoleh dari persamaan :
volume isolasi sepanjang L1 * harga isolasi permeter kubik
dimana :
(4.300)
3. Biaya cladding, yang diperoleh dari persamaan :
luas cladding sepanjang L1 * harga cladding permeter persegi
dimana :
luas cladding sepanjang L1 = π (Do1 + 2 hins.1) L1 .............................(4.301)
(4.302)
2. Biaya isolasi pipa uap, yang diperoleh dari persamaan :
volume isolasi sepanjang L2 * harga isolasi per meter kubik
dimana :
158
(4.303)
3. Biaya cladding pipa uap, yang diperoleh dari persamaan :
luas cladding sepanjang L2 * harga cladding per meter persegi
dimana :
luas cladding sepanjang L2 = π (Do2 + 2 hins.2) L2 ............................(4.304)
Biaya tahunan (berasal dari investasi pipa salur pada tahun ke nol), CAY,
dinyatakan sebagai biaya berupa investasi pipa salur tahun ke nol dikali faktor
konversi tahun ke nol menjadi tahunan. Bila dinyatakan dalam bentuk persamaan :
i i 1 n
CAY = investasi tahun ke nol * ...........................................
i 1 n
1
(4.305)
Sehingga keuntungan bersih saat ini (net present value, NPV) :
n
AYNV
NPV = (1 i)
i 1
n .........................................................................................
(4.306)
Keterangan :
i = tingkat bunga per tahun
n = lama kontrak