Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan cadangan minyak dan gas
bumi (migas). Namun bukan berarti cadangan tersebut tidak akan habis karena
minyak dan gas bumi adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
Faktanya dengan tingkat konsumsi energi yang tinggi saat ini, Indonesia telah
mengimpor sumber energi migas dari negara lain. Hal ini juga terjadi di berbagai
negara dengan pertumbuhan konsumsi energi yang pesat. Apabila pada mulanya
permintaan sumber energi tersebut dapat dipenuhi oleh negara tetapi kemudian
ternyata kewalahan karena tingkat konsumsi melampaui batas kemampuan untuk
menyediakannya, hal inilah yang nantinya dapat mengakibatkan terjadinya ‘Krisis
Energi Dunia’. Untuk mengantisipasi terjadinya hal diatas, ada beberapa solusi
yang dapat dilakukan, diantaranya : mengurangi konsumsi migas (BBM) dan yang
sangat penting adalah dilakukannya usaha diversifikasi energi.
Indonesia sekarang ini memiliki jumlah cadangan total sebanyak 60
cadangan dan sebanyak 38 cadangan telah dilakukan uji pemboran eksplorasi
sedangkan 22 cadangan lagi belum dilakukan uji pemboran. Dari hasil uji
pemboran eksplorasi dari 38 cadangan diperoleh 23 cadangan yang dinyatakan
prospek migas sedangkan 15 cadangan lainnya tidak prospek dan sebanyak 15
cadangan telah berproduksi secara optimal namun 8 cadangan tidak berproduksi.
Dirjen Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmadja mengatakan terhitung pada 5
April 2016, rata-rata produksi minyak mencapai 836 ribu barel per hari dan gas
8,214 MMSCFD. Maka berdasarkan data tersebut mungkin banyak orang yang
pesimis melihat masa depan industri migas di Indonesia, ditambah lagi dengan
meningkatnya konsumsi BBM sebagai energi primer dalam negeri. Namun
kiranya tidak perlu terlalu khawatir dengan penurunan laju produksi tersebut
karena Indonesia masih mempunyai 22 cadangan lagi yang belum dilakukan uji
pemboran eksplorasi, serta ditambah lagi masih banyak sumur yang belum
dilakukan metode Enhanced Oil Recovery (EOR).

1
Indonesia yang merupakan salah satu negara dikawasan yang mendapat
julukan ‘Ring of Fire’, yaitu kawasan yang mempunyai kegiatan vulkanik paling
aktif didunia. Kegiatan ini dapat merupakan suatu bencana, akan tetapi sekaligus
merupakan hal seharusnya patut disyukuri, khususnya untuk pemanfaatannya
sebagai sumber energi alternatif yang disebut Energi Panasbumi, yaitu suatu
sumberdaya energi yang tidak dapat diekspor, tetapi dapat diperbaharui dan ramah
terhadap lingkungan karena emisi yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan
disekitarnya. Jika diperhatikan, Indonesia memiliki 40% cadangan panasbumi
dunia dan sampai saat ini terdapat 217 lokasi prospek panasbumi yang telah
diinventarisasikan, secara keseluruhan diperkirakan negara Indonesia mempunyai
daya setara dengan 16.035 MWe dari total lapangan produksi panasbumi yang
berjumlah 7 (tujuh) lapangan, antara lain : Kamojang, Dieng, Lahendong, Gunung
Salak, Darajat, Wayang Windu dan Sibayak. Saat ini kapasitas tenaga panas bumi
di Indonesia sebesar 1513,5 MWe dan pada tahun 2017 akan naik menjadi 1908,5
MWe.
Dari berbagai macam kondisi dan potensi-potensi yang ada, memberikan
gambaran prospek kedepannya dari bisnis energi ini. Namun tidak cukup bagi
para engineer hanya sebatas mengetahui ilmu secara teoritis tanpa tahu kondisi
dilapangan yang sesungguhnya, dimana untuk bisa mengelola bisnis yang besar
resiko dan keuntungan ini.
Jurusan Teknik Perminyakan sebagai penyedia sumber daya manusia (SDM)
yang bergerak pada industri hulu migas juga panasbumi harus optimis melihat
prospek bisnis kegiatan perminyakan dan panasbumi dimasa depan. Hal ini akan
menjawab tantangan industri hulu migas juga panasbumi dalam bidang
peningkatan jumlah dan kualitas tenaga terlatih yang profesional untuk
menghadapi kegiatan usaha yang semakin kompleks. Berdasarkan hasil survey
Price Water House Coopers terhadap para pimpinan tertinggi atau Chief Executice
Officer (CEO) Kontraktor PSC mengidentifikasikan, bahwa tenaga terlatih
Indonesia secara umum belum menarik. Hal ini terlihat dari penilaian 3,4 dari
skala 1 sampai 5 yang diberikan CEO Kontraktor PSC kepada tenaga terlatih
Indonesia, dimana angka 1 menunjukkan paling menarik dan angka 5
menunjukkan paling tidak menarik. Disamping itu juga ada indikasi bertambah
banyaknya tenaga asing pada KPS sendiri maupun pada perusahaan-perusahaan
subkontraktor KPS yang menunjang kegiatan hulu migas juga panasbumi.
Disinilah dibutuhkan peran aktif dari akademisi perguruan tinggi terutama Jurusan
Teknik Perminyakan yang dituntut untuk dapat berkontribusi lebih besar lagi
untuk menghasilkan tenaga terampil dan berkualitas baik secara skill,
profesionalitas juga keahlian penunjang lainnya yang dapat diserap kegiatan
industri hulu migas dan panasbumi di Indonesia.
Kuliah Lapangan Migas dan Panasbumi 2010 seperti yang telah dilakukan
merupakan sebagian kecil usaha Jurusan Teknik Perminyakan, Fakultas Teknologi
Mineral, Universitas Pembangunan Nasional ‘Veteran’ Yogyakarta dalam rangka
meningkatkan keterampilan dan profesionalitas mahasiswa didikannya dengan
cara menyelaraskan antara teori yang diperoleh dibangku kuliah dengan kondisi di
lapangan.
Kegiatan Kuliah Lapangan Migas dan Panasbumi Dieng – Cepu – Tuban
2017 antara lain:
 Kunjungan di PT. Geo Dipa Energi daerah Dieng, meliputi:
o Meninjau manifestasi panas bumi di Kawah Sikidang.
o Meninjau sumur produksi HCE-29 dan sumur injeksi HCE-29A.
o Meninjau production facilities yang terdapat pada Power Plant
Dieng Unit 1.
 Kunjungan di Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, meliputi:
o Meninjau sumur TBR A dan fasilitas produksi Lapangan Tiung
Biru 1.
o Meninjau sumur KW-55 dan PHZ-1 dengan artificial lift
menggunakan sucker rod pump pada KSO Pertamina EP & Geo
Cepu Indonesia.
o Meninjau sumur minyak tradisional yang dikelola oleh warga
daerah Wonocolo.
 Kunjungan di JOB Pertamina – Petrochina East Java Blok Tuban
o Meninjau Central Procession Area Mudi Field Pad-A
o Meninjau Lapangan Sukowati Pad-A dengan system sumur cluster.
BAB II
TINJAUAN LAPANGAN

2.1. Tinjauan Lapangan Panasbumi di Dieng, PT. Geo Dipa Energi.


2.1.1. Aspek Geologi
Lapangan panasbumi di Indonesia pada umumnya terdapat pada jalur
vulkanik yang pembentukannya melalui proses geologi yang cukup kompleks.
Secara umum model panasbumi terdiri dari batuan sebagai sumber panas,
fluida dan permeabilitas yang biasanya berasosiasi dengan struktur geologi.
Manisfestasi permukaan terdapat pada lapangan panasbumi termasuk Dieng,
seperti mata air panas, steaming ground, mudpools, fumarol dan solfatara.
Lapangan Panasbumi Dieng terletak di Jawa Tengah kurang lebih 133
km ke arah Barat dari kota Yogyakarta dan dekat dengan Wonosobo yang
terletak kurang lebih 30 km ke arah Selatan. Tepatnya lokasi panasbumi Dieng
terletak di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara
dan Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, dengan batas-batasnya adalah:
sebelah Barat garis 02.09.02 BT, Timur 03.11.31 BT, Utara 07.05.00 LS dan
Selatan 07.20.00 LS.

LokasiPenelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Lapangan Panasbumi Dieng


(Sumber: Arief Wahyu W, 2010)
Sejarah pengembangan proyek panasbumi Dieng, dimulai oleh
pemerintah Hindia Belanda, tahun 1918 dengan memulai penyelidikan potensi
panasbumi Dieng. Pada tahun 1964 – 1965 UNESCO mengidentifikasi Dieng
dan menetapkan bahwa Dieng sebagai salah satu daerah prospek panasbumi
yang sangat bagus di Indonesia. Tahun 1970 USGS melakukan survey gofisika
dan tahun 1973 melakukan pemboran 6 sumur dangkal dengan kedalaman
maksimum 150 meter dan dengan temperatur 92 – 173 0C.
Kemudian Dieng ditetapkan oleh menteri pertambangan dan energi
dengan surat keputusan no:491/KPPS/M/Pertambangan/1974 tanggal 17
Agustus 1974 sebagai wilayah kerja VI panasbumi bagi Pertamina.
Penyelidikan geologi, geokimia, geofisika serta pemboran landai suhu, berhasil
diselesaikan Pertamina pada tahun 1976. Hingga tahun 1994 Pertamina telah
menyelesaikan 27 sumur uji produksi
Tahun 1994 Lapangan panasbumi Dieng dipegang oleh Himpurna
California Energy Ltd (HCE) yang merupakan gabungan antara California
Energy Ltd (CE) dengan Himpurna Enersindo Abadi (HEA).
Pengeboran 15 sumur produksi, 3 sumur re-injeksi sehingga mampu
menghasilkan uap di kepala separator sebanyak 194 MWe. Pengembangan pipa
uap, separator, brine system dan gathering system serta membangun pusat
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi Unit 1 dengan kapasitas terpasang 60
Mwe.
Secara geologi regional daerah Komplek Gunung Api Dieng ditutupi
oleh endapan berumur Kuarter, berupa aliran lava, piroklastik, endapan
phreatik, dan endapan lahar. Dataran tinggi Dieng (Dieng Plateau) merupakan
sebuah komplek gunung berapi, berbentuk dataran luas dengan panjang kurang
lebih 9 mil (14 km) dan lebar 4 mil (6 km) dan memanjang dari arah barat daya
- tenggara.
Pada bagian yang amblas muncul gunung-gunung kecil yaitu: Gunung
Alang, Gunung Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung
Gajah Mungkur dan Gunung Pakuwaja.(lihat Gambar 2.2.)
Gambar 2.2. Peta Geologi Lapangan Panasbumi Dieng
(Sumber: PT. Geo Dipa Energi, 2015)
2.1.1.1. Stratigrafi
Stratigrafi Lapangan Panasbumi Dieng terdiri dari endapan-endapan
batu vulkanik kuarter yang terdiri dari; lava andesit dan unik piroklastik. Umur
batuan hasil dari pentharihan (dating satuan lava Dieng dengan metoda K-Ar)
berkisar 3.60 juta tahun sampai dengan 2.53 juta tahun (termuda) menurut
Boedihardi, M., Soeranto, Sudarman, S., 1991.
Berdasarkan hasil pengeboran 3 daerah prospek, meliputi Daerah
Pakuwaja, Daerah Sikidang, dan Daerah Sileri terdapat beberapa litologi yaitu
tuff, breksi, dan lava andesit yang berselingan dan hadir pada kedalaman
dangkal, serta andesit kompleks/mikrodiorit.
Gambar 2.3. Umur Geologi Lapangan Panasbumi Dieng
(Sumber: Sayogi S, et al,2009)
Litologi didaerah Sileri pada kedalaman dangkal dengan ketebalan
1.000-1500 meter terdiri dari perselingan antara lava andesit, andesit basaltik
dan basalt dengan piroklastik (tufa, breksi tufa, tufa litik dan breksi
andesit).Selain itu ,terdapat satuan andesit kompleks atau mikrodiorit yang
berada pada kedalaman sekitar 1500 - 2500mKU.

Gambar 2.4. Cross section II-II’ Pada Lapangan Panasbumi Dieng


(Sumber: PT. Geo Dipa Energi, 2015)
2.1.1.2. Struktur Geologi
Berdasarkan hasil analisis kelurusan dari peta dan pengambilan data
struktur di lapangan. (lihat Gambar 2.5.)

Gambar 2.5. Peta Penyebaran Struktur Area Sileri


(Sumber: PT. Geo Dipa Energi, 2015)
Berdasarkan Gambar 2.4. & 2.5. terlihat bahwa beberapa sesar
terletak dekat dengan sumur produksi dan atau manifestasi, dengan rincian
sebagai berikut :
 D1 : arah NW – SE terletak di sekitar sumur B2 dan B3
 D3 : arah NW – SE terletak disekitar manifestasi Bitingan sampai
manifestaasi Siglagah.
 D4 : arah NW – SE terletak di sekitar manifestasi Sigemplong
 TN2 : arah NW – SE (Gunung Prau) terletak di sekitar DGA 28
 TN5 : arah NW – SE terletak di sekitar sumur B1
 TN6 : arah NW – SE terletak di sekitar wellpad C
 TN7 : arah NW – SE terletak di sekitar wellpad D.
2.1.1.3. Manifestasi Permukaan
Lapangan Panasbumi Dieng mempunyai beberapa manifestasi yang
tersebar dalam 3 area, yaitu Sileri, Sikidang, dan Pakuwaja. Dalam hal ini
manifestasi yang terdapat di Lapangan Panasbumi Dieng khususnya area
reservoir Sileri yakni :
 Hot springs: Bitingan, Sigemplong, Siglagah.
 Altered ground (5 tempat).
 Mudpool (terletak di sekitar patahan TN7).
 Fumarol (terletak di sekitar Wellpad 30).
 Kawah Sileri dan kawah Merdada.

Gambar 2.6. Peta Lokasi Manifestasi Lapanngan Panasbumi Dieng


(Sumber: PT. Geo Dipa Energi, 2015)
2.1.2 Aspek Reservoir
Secara umum reservoir panasbumi dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga)
jenis, yaitu:
 Hydrothermal System.
 Geopressure Accumulation.
 Hot Dry Rock.
Reservoir hydrothermal system mempunyai 4 (empat) unsur utama, yaitu:
o Fluida reservoir (uap dan air panas).
o Lapisan berpori dan rekahan/rongga sebagai tempat terakumulasinya fluida.
o Lapisan kedap alir (impermeable) yang berfungsi sebagai penutup atau
pencegah mengalirnya fluida yang terakumulasi (cap rock).
o Sumber panas (hot source).
Sistim panas bumi di Indonesia umumnya merupakan sistim hidrothermal
yang mempunyai temperatur tinggi (>225 C), hanya beberapa diantaranya yang
mempunyai temperature sedang (150‐225 C).Pada dasarnya sistim panas bumi
jenis hidrothermal terbentuk sebagai hasil perpindahan panas dari suatu sumber
panas ke sekelilingnya yang terjadi secara konduksi dan secara konveksi.
Perpindahan panas secara konduksi terjadi melalui batuan, sedangkan perpindahan
panas secara konveksi terjadi karena adanya kontak antara air dengansuatu
sumber panas. Perpindahan panas secara konveksi pada dasarnya terjadi karena
gaya apung (bouyancy). Air karena gaya gravitasi selalu mempunyai
kecenderungan untuk bergerak kebawah, akan tetapi apabila air tersebut kontak
dengan suatu sumber panas maka akan terjadi perpindahan panas sehingga
temperatur air menjadi lebih tinggi dan air menjadi lebih ringan. Keadaan ini
menyebabkan air yang lebih panas bergerak ke atas dan air yang lebih dingin
bergerak turun ke bawah, sehingga terjadi sirkulasi air atau arus konveksi.
2.1.3. Aspek Pemboran
Proses pemboran sumur panasbumi pada umumnya secara teknis tidak
jauh berbeda dengan pemboran pada sumur migas. Perbedaannya terletak pada :
 Perangkat pemboran untuk sumur panasbumi dilengkapi dengan cooling
tower, yang berfungsi untuk mendinginkan fluida (lumpur) pemboran yang
keluar dari sumur, sehingga diharapkan tidak terjadi perubahan karakteristik
fluida (lumpur) pemboran tersebut.
 Batuan yang ditembus pada umumnya berupa batuan beku (vulkanik).
 Perlengkapan tambahan seperti blower dan gas monitoring, karena pada
pemboran panas bumi sering dijumpai adanya gas beracun, seperti : H2S,
CO2 dan CO.
 Target pemboran adalah zona rekahan/loss yang pada umumnya diakibatkan
oleh patahan dengan temperatur reservoir sudah mencapai 250 oC.
Profil Sumur
Pada umumnya sumur-sumur pada lapangan panasbumi tidak jauh berbeda
dengan sumur pada lapangan minyak dan gas bumi. Adapun perbedaannya
biasanya sumur panasbumi tidak menggunakan tubing. Bagian sumur di muka
zona produktif bisa dibiarkan terbuka (open hole) bila formasinya tidak mudah
runtuh, dan pada umumnya sumur lapangan panasbumi diselesaikan dengan
memasang liner.
Sumur lapangan panasbumi dikelompokan menjadi dua jenis berdasarkan
konfigurasi kontruksinya yakni standart hole dengan menggunakan kontruksi
liner 7” dan big hole dengan menggunakan kontruksi liner 9 5/8” yang
ditunjukan pada Gambar 2.11. Kriteria laju alir pada sumur-sumur big hole
biasanya 2,5 kali lebih besar dibandingkan sumur standart hole.

Gambar 2.11. Konfigurasi Sumur Pada Lapangan Panasbumi


(Sumber: Nenny M.S., 2009)
Lapangan Panasbumi Dieng khususnya area Sileri saat ini memiliki 7
sumur produksi dan 4 sumur injeksi yang digunakan untuk memasok uap pada
unit 1 saat ini.
Gambar 2.12. Penyebaran Sumur Pada Lapangan Panasbumi Dieng
(Sumber: PT. Geo Dipa Energi, 2015)
Adapun sumur-sumur pada Lapangan Panasbumi Dieng khususnya area
Sileri yakni :
 Sumur Produksi : sumur B2, sumur C2, sumur C3, sumur D1, sumur
D2, sumur E1, dan sumur E2
 Sumur Injeksi : sumur A1, sumur A2, sumur F dan sumur G
Umumnya sumur-sumur pada Lapangan Panasbumi Dieng termasuk
kedalam jenis water dominated, dimana kandungan air lebih mendominasi
dibandingkan dengan fasa uapnya. Sumur pada area Sileri memiliki rata-rata
kedalaman mencapai ± 2500 mkU, dimana kontruksi liner rata-rata pada elevasi
500 masl sampai - 500 masl.
2.1.4. Aspek Produksi
Secara umum proses produksi uap (steam) sebagai penggerak turbin yang
bersumber dari panas bumi mengalami berbagai penyaringan. Uap yang keluar
dari sumur dimasukkan ke dalam separator, sehingga dimungkinkan steam akan
benar-benar murni dan dialirkan menuju power plant untuk menggerakkan turbin.
Ketika brine dan steam masuk separator melalui pipa inlet, brine akan jatuh ke
bagian bawah separator dan steam akan terangkat keluar melalui pipa outlet. Hal
ini dapat terjadi karena berat jenis brine lebih berat dari pada steam. Setelah uap
keluar dari separator akan dialirkan menuju power plant, sedangkan brine
dikeluarkan melalui pipa dibagian bawah separator dan akan dibantu brine
injection pump untuk mengalirkannya ke sumur ± sumur injeksi.
Lapangan panas bumi dieng terdapat 8 sumur produksi dan 1 power plant.
Lapangan ini merupakan liquid dominated dimana fasa cairnya 60-70% dan fasa
uapnya 30-40%. Permasalahan yang sering terjadi di lapangan ini sendiri adalah
korosi yang tinggi dan adanya silica(scalling) pada pipa produksi. Dimana silica
ini sendiri ikut terbawa dalam fasa uap tapi berupa padatan. Pengendapan silica
ini dapat mengakibatkan menurunnya laju produksi akibat penyempitan diameter
pipa. Selain masalah scaling, jika pola aliran yang terbentuk pada pipa dua fasa
tidak tepat, maka akan menimbulkan terjadinya water hummer yang dapat
mengakibatkan rusaknya separator. Selain itu jika kecepatan superficial fluida
yang diproduksikan terlalu tinggi, maka akan terjadi gesekan antara fluida
produksi dengan bagian dalam pipa sehingga pipa akan terkikis dan menipis.
Salah satu cara dalam mencegah terjadinya problem produksi tersebut atau
mengurangi kemungkinan munculnya problem tersebut yaitu dengan mengatur
tekanan kepala sumur.
Adapun peralatan produksi permukaan yang digunakan, antara lain:
a. Flow line
Berfungsi untuk mengalirkan uap panas dari sumur menuju header. Di
lapangan, penempatan flow line tidak selalu terletak pada bidang datar, tetapi
disesuaikan dengan topografi daerah, walaupun diusahakan menempati posisi
horizontal. Warna hijau merupakan pipa injeksi dan warna silver adalah pipa
produksi

Gambar Flowline
b. Isolasi pada Flow Line
Untuk mengurangi kehilangan panas (temperature loss) pada saat fluida
dialirkan dari well head menuju turbin, isolasi ini berupa alumunium sheet
dan kalsium silikat.
c. Gas Scrubber
Untuk memisahkan gas yang ikut terproduksikan bersama fluida produksi.
d. Turbin
Dihubungkan dengan generator untuk menghasilkan tenaga listrik.
e. Condensor
Fungsi dari condensor adalah untuk menciptakan tekanan vakum
(tekanandibawah tekanan atmosfer). Proses terjadinya kondisi vakum ini
adalah secarathermodinamis dan bukan secara mekanis. Hal ini
dimungkinkan karena setelahfluida keluar dari turbin yang sebagian besar
masih berupa uap akan bercampurdengan air dingin, pada condensor akan
mencapai kesetimbangan massa dan energi.
f. Cooling Tower
Condensor membutuhkan air yang cukup banyak.Air dapat berasal dari
airsungai namun, sungai-sungai yang terdapat tidak jauh dari lapangan
panasbumiumumnya tidak cukup besar untuk dapat menyerap
panas.Cara yang digunakan di Lapangan Dieng adalah dengan menggunakan
Natural Draught Cooling Tower. Natural draught cooling tower bekerja
dengan prinsip yang sama dengan mechanical draft cooling tower, kecuali
pada jenis ini aliran udarapendingin tidak berasal dari kipas angin, tapi
dikarenakan bentuk dan tingginya cooling tower itu sendiri. Cooling tower
jenis ini relatif mahal dan tidak fleksibel seperti halnya mechanical draft
cooling tower tetapi salahsatu keuntungannya adalah biaya perawatan yang
relatif rendah.
Gambar Cooling Tower
g. X-mast Tree
X-mast Tree merupakan susunan kerangka (valve) yang dicirikan oleh jumlah
lengan, dimana disana terdapat choke. X-mast Tree berfungsi untuk
pengaman dan pengatur aliran produksi di permukaan.
2.1.5. Aspek Penunjang
Pemanfaatan hasil produksi panasbumi dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
bagian, yaitu:
a. Pemanfaatan secara langsung (geothermal direct use)
Biasanya fluida yang dimanfaatkan GDU memiliki enthalpi rendah dan
sedang. Contoh nyata pemanfaatan langsung di daerah Dieng, antara lain :
wisata kawah yang ada di dieng, pemandian air hangat, .
Gambar. Kawah Sikidang

b. Pemanfaatan secara tidak langsung (geothermal indirect use)


Berupa pemanfaatan untuk menghasilkan tenaga listrik. Terlebih dahulu uap
hasil produksi diproses sedemikian rupa, sehingga siap untuk masuk ke dalam
turbin. Adanya energi kalor, maka sudu-sudu gerak turbin akan berputar lalu
memutar poros (shaft) sehingga poros dapat menggerakkan generator yang
nantinya dihasilkan energi listrik. Untuk pengelolaan PLTP di dieng
dilakukan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang bekerja sama dengan
Indonesia Power Ltd.
Setelah listrik dapat diproduksi, ada kalanya tegangan yang dihasilkan
berubah ubah tergantung dari arus listrik yang dihasilkan.
2.2 Tinjauan Lapangan Cepu, PT. Pertamina EP Asset 4 (Lapangan
Kawengan & Tiung Biru)
2.2.1. Aspek Geologi
2.2.1.1. Cekungan Jawa Timur Utara
Cekungan Jawa Timur Utara sebelah barat dibatasi oleh Busur
Karimunjawadimana memisahkannya dengan Cekungan Jawa Barat Utara, di
sebelah selatan dibatasi oleh busur vulkanik, sebelah timur dibatasi oleh
Cekungan Lombok dan sebelah utara dibatasi oleh Tinggian Paternoster,
dimana memisahkannya dengan selat Makasar.
Berdasarkan posisinya, Cekungan Jawa Timur Utara dapat
dikelompokkan sebagai cekungan belakang busur dan berada pada batas
tenggara dari lempeng Eurasia (Mudjiono dan Pireno, 2002).
2.2.1.2. Kerangka Tektonik Cekungan Jawa Timur Utara
Graben, half-graben, dan sesar-sesar hasil dari proses rifting telah
dihasilkanpada periode ekstensional yaitu pada Paleogen. Selanjutnya periode
kompresi dimulai pada Miosen Awal yang mengakibatkan reaktivasi sesar-
sesar yang telah terbentuk sebelumnya pada periode ekstensional. Reaktivasi
tersebut mengakibatkan pengangkatan dari graben-graben yang sebelumnya
terbentuk menjadi tinggian yang sekarang disebut sebagai Central High
(Ponto, et al., 1995). Pada saat sekarang, Cekungan Jawa Timur Utara
dikelompokkan ke dalam tiga kelompok struktur utama dari arah utara ke
selatan, yaitu North Platform, Central High dan South Basin (Gambar 2.13.).
Perubahan struktur juga terjadi pada konfigurasi basement dari arah
barat ke timur. Bagian barat pada Platform Utara dapat dikelompokkan
menjadi Muria Trough, Bawean Arc, JS-1 Ridge, Norhteast JavaPlatform,
Central-Masalembo Depression, North Madura Platform dan JS 19-
1Depression. Sedangkan pada South Basin, dari barat ke timur dapat
dikelompokkan menjadi North East Java Madura Sub-Basin (Rembang-
Madura Strait-Lombok Zone), South Madura Shelf (kelanjutan dari Zona
Kendeng) dan Solo Depression Zone. Pada Central High tidak ada perubahan
struktur yang berarti dari arah barat ke timur (Ponto, et al., 1995). Daerah
Cepu termasuk ke dalam South Basin sebelah barat, dimana termasuk ke
dalam Zona Rembang bagian selatan. Pada konfigurasi basement yang lebih
detail, daerah Cepu termasuk ke dalam Kening Trough, seperti terlihat pada
Gambar 2.14.

Gambar 2.13. Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara, daerah penelitian


masuk ke dalam Zona Rembang (Ponto, et al., 1995)

Gambar 2.14 Konfigurasi batuan dasar, daerah penelitian masuk ke


dalam KeningTrough (Ardhana, 1993)
2.2.1.3. Stratigrafi
Secara regional, stratigrafi pada daerah Cepu dan sekitarnya tersusun
atas sepuluh formasi (Pringgoprawiro, 1983), yaitu Formasi Kujung, Prupuh,
Tuban, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok, Mundu dan Lidah.
Urutan stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. 3. Deskripsi
dari masing-masing formasi dari urutan tua ke muda adalah sebagai berikut :
2.2.1.3.1. Formasi Kujung
Formasi Kujung mempunyai lokasi tipe di Kali Secang, Desa
Kujung, Tuban, tersingkap susunan napal abu-abu kehijauan dan lempung
napalan kuning kecoklatan dengan sisipan batugamping bioklastik
(Pringgoprawiro, 1983). Umur Formasi Kujung adalah Oligosen Atas atau
Zonasi Blow P19 – N1 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Kujung memiliki
rasio planktonik bentonik berkisar 60% - 70%, diendapkan pada lingkungan
laut terbuka pada kedalaman berkisar antara 200 – 500 meter atau bathyal
atas, hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil Cibicides
floridanus, Nonion pompilioides, Spirillina vivipora, Robulus cf, Loculosis,
Nodosaria sublineata, Uvigerina auberiana, Cyclammina cancellata dan
Pullenia quinqueloba(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Kujung ditutupi oleh
Formasi Prupuh secara selaras.
2.2.1.3.2. Formasi Prupuh
Formasi Prupuh memiliki lokasi tipe di Desa Prupuh, Paceng,
Paciran Gresik, dengan panjang lintasan ± 300 m. Formasi Prupuh disusun
oleh perselingan antara batugamping berwarna putih kotor dengan
batugamping bioklastik putih abu-abu muda (Pringgoprawiro, 1983). Pada
bagian bawah formasi ini ditemukan Globigerinaciperoensis, Globigerina
tripartita, Globorotalia kugleri dan Globigerinita dissimilis, sedangkan pada
bagian atas muncul Globigerinoides immaturus. Pada batugamping bioklastik
ditemukan Spiroclypeus orbitoides, Lepidocyclina verucoca dan
Lepidocyclina sumatrensis. Umur dari Formasi Prupuh ini adalah Oligosen
Atas – Miosen Bawah atau Zonasi Blow N3 – N5 (Pringgoprawiro, 1983).
Formasi Prupuh memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 50% - 60%,
diendapkan pada lingkungan neritik luar, hal tersebut dikuatkan dengan
ditemukannya fosil-fosil Uvigerinaauberiana, Cibicides io, Eponides hannai,
Nodosaria insecta dan Lagena spiralis (Pringgoprawiro, 1983). Adanya fosil
golongan orbitoid yang berasal dari laut dangkal disimpulkan sebagai fosil-
fosil ex-situ karena terjadi longsoran, terdapatnya fosil-fosil golongan
plankton dengan golongan ini menyokong pendapat ini.
2.2.1.3.3. Formasi Tuban
Formasi Tuban tersingkap di Desa Drajat, Paciran, Tuban. Formasi
Tuban tersusun atas napal pasiran berwarna putih abu-abu, semakin ke atas
berubah menjadi endapan batulempung biru kehijauan dengan sisipan
batugamping berwarna abu-abu kecoklatan yang kaya akan foraminifera
orbitoid, koral dan algae. Semakin ke atas lagi berubah menjadi batugamping
pasiran berwarna putih kekuningan hingga coklat kekuningan
(Pringgoprawiro, 1983). Pada formasi ini dijumpai
Clycloclypeus,Myogypsina, Lepidocyclina. Umur dari Formasi Tuban ini
adalah Miosen Awal bagian tengah atau Zonasi Blow N5 – N6
(Pringgoprawiro, 1983). Pada formasi ini sering dijumpai fosil foraminifera
Globigerinoides primordius, Globorotalia opimanana, Globigerina tripartita
dissimilis, dan Globigerinoides alttiaperture. Formasi Tuban memiliki rasio
planktonik bentonik berkisar 20% - 30%, diendapkan pada
lingkungansublitoral luar (50 – 150 meter), hal tersebut dikuatkan dengan
ditemukannya fosil-fosilCibides concentricus, Eponoides antilarum,
Epinoides umbonatus dan Uvigerina cfauberiana pada bagian bawah dan
Lagenodosaria scalaris, Cassidulina sp., Cibicidessp., Uvigerina sp. dan
Ammonia beccarii. Adanya Ammonia becarii menunjukkan bahwa
lingkungan tempat diendapkannya formasi ini tidak jauh dari pantai
(Pringgoprawiro, 1983).
2.2.1.3.4. Formasi Tawun
Tawun tersusun atas serpih pasiran berwarna abu-abu hingga
coklatabu-abu, kemudian disusul dengan perselingan antara batupasir coklat
kemerahan, serpih pasiran dan batugamping kekuningan hingga kecoklatan,
dimana makin ke atas batugamping menjadi lebih dominan dan mengandung
fosil orbitoid yang besar-besar (Pringgoprawiro, 1983). Umur dari Formasi
Tawun adalah Miosen Awal bagian tengah – Miosen Tengah atau Zonasi
Blow N8 – N12. Pada formasi ini sering dijumpai fosil foraminifera
planktonik seperti Globorotalia praemenardii, Globorotalia siakensis,
Globorotalia obesa, Globorotalia subquadratus, Globigerinoides alttiapertu
(Pringgoprawiro, 1983). Pada lempung pasirannya mengandung gastropoda,
semakin ke atas, yaitu pada batugamping bioklastik, kaya akan fosil orbitoid
seperti Lepidocyclinaatuberculata, Lepidocyclina ephippioides,
Lepidocyclina sumatrensis, Lepidocyclinanipponica, Myogypsina
bantamensis dan Clyclocypeus spp. yang mengindikasi umur Miosen Tengah,
(Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil-fosil foraminifera bentonik yang
ditemukan yaitu Elphidiumsp., Pyrgo bradyi, Triloculina sp., Proteonina sp.
dan Nonionella sp., Formasi Tawun diendapkan pada lingkungan paparan
dangkal antara kedalaman 0 – 50 meter. Terdapatnya kelimpahan dari foram
besar menunjukkan adanya kondisis terumbu, dengan lautan yang dangkal, air
hangat dan jernih (Pringgoprawiro, 1983).
2.2.1.3.5. Formasi Ngrayong
Pada umur Miosen Tengah, juga dijumpai adanya batupasir kuarsa
yang berukuran halus pada bagian bawah dan cenderung mengkasar pada
bagian atas dan terkadang gampingan (Pringgoprawiro, 1983). Batupasir ini
sebelumnya disebut sebagaiAnggota Ngrayong dari Formasi Tawun, namun
kemudian disebut sebagai Formasi Ngrayong. Lokasi tipe Formasi Ngrayong
adalah desa Ngrayong yang terletak kurang lebih 30 km di sebelah utara kota
Cepu. Pada umumnya, satuan batuan ini dicirikan oleh pasir kuarsa lepas-
lepas, disuatu tempat berselingan dengan serpih karbonan, serpih dan
batulempung. Ke arah atas dijumpai sisipan batugamping bioklastik yang
mengandung fosil Orbitoid (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Pasir
Ngrayong diendapkan dalam fase regresif dari lingkungan laut dangkal zona
neritik pinggir hingga rawa-rawa pada waktu Miosen Tengah (Poedjoprajitno
dan Djuhaeni, 2006). Ketebalan keseluruhan Pasir Ngrayong adalah sangat
beragam, di sebelah utara mencapai 800 – 1000 meter, sedangkan di sebelah
selatan mencapai 400 meter (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Formasi
Ngrayong kontak dengan batugamping Formasi Tawun pada bagian bawah
dan dibagian atas ditutupi oleh batugamping Formasi Bulu (Poedjoprajitno
dan Djuhaeni, 2006).
2.2.1.3.6. Formasi Bulu
Formasi Bulu mempunyai lokasi tipe di Desa Bulu, Rembang,
terdiri dari batugamping putih kekuningan dan batugamping pasiran berwarna
putih kelabu hingga kuning keabuan, terdapat sisipan napal berwarna abu-
abu, kaya akan foram besar dan kecil, koral, ganggang (Pringgoprawiro,
1983). Ketebalan satuan ini 54 m – 248 m. Umur Formasi Bulu adalah
Miosen Akhir bagian bawah atau Zonasi Blow N14 – N15 (Pringgoprawiro,
1983). Formasi Bulu diendapkan pada lingkungan neritik luar – batialatas
(Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil foraminifera besar yang
ditemukan, yaitu Lepidocyclina angulosa, Lepidocyclina sumatrensis,
Cycloclypeus annulatus, Cycloclypeus indofasificus dan Lepidocycclina sp.,
Formasi Bulu dikelompokkan ke dalam zona Tf bawah – Tf atas. Formasi
Bulu memiliki rasio planktonik – bentonik 30 - 40 %, diendapkan pada
lingkungan batimetri Neritik Tengah dengan kedalaman 50 – 100 meter,
didasarkan pada fosil foraminifera bentonik yang ditemukan, yaitu
Amphistegina lesonii, Cibicides io, Eponides antillarium dan Nonionela
atlantica(Pringgoprawiro, 1983). Formasi Bulu ditutupi oleh Formasi
Wonocolo secara selaras.
2.2.1.3.7. Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo memiliki lokasi tipe di sekitar Wonocolo, Cepu.
Satuan ini tersusun oleh napal, napal lempungan, hingga napal pasiran, yang
kaya akan foram plankton, terdapat sisipan kalkarenit dengan tebal lapisan 5
– 20 cm (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Wonocolo memiliki tebal 89 – 600
meter, diendapkan pada Miosen Akhir bagian bawah - Miosen Akhir bagian
tengah atau pada Zonasi Blow N15 – N16 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi
Wonocolo memiliki rasio planktonik bentonik 60 – 80%, diendapkan pada
lingkungan laut terbuka dengan kedalaman 100 – 500 meter atau pada zona
batimetri neritik luar – batial atas. Formasi Wonocolo ditutupi oleh Formasi
Ledok di atasnya secara selaras (Pringgoprawiro, 1983).
2.2.1.3.8. Formasi Ledok
Formasi Ledok memiliki lokasi tipenya di Desa Ledok, Cepu.
Formasi Ledok tersusun atas perulangan napal pasiran dan kalkarenit, dengan
napal dan batupasir. Bagian atas dari satuan ini dicirikan batupasir dengan
konsentrasi glaukonit. Kalakarenitnya sering memperlihatkan perlapisan
silang-siur (Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil foram planktonik
Globorotalia pleistumida yang ditemukan, umur Formasi Ledok adalah
Miosen Akhir bagian atas atau pada Zonasi Blow N17 – N18(Pringgoprawiro,
1983). Formasi Ledok memiliki rasio planktonik bentonik 30 – 47%,
diendapkan pada lingkungan neritik luar dengan kedalaman 100 - 200 meter
(Pringgoprawiro, 1983).
2.2.1.3.9. Formasi Mundu
Formasi Mundu memiliki lokasi tipe di Kali Kalen, Desa Mundu,
Cepu. FormasiMundu terdiri dari napal yang kaya foraminifera planktonik,
tidak berlapis. Bagian paling atas dari satuan ini ditempati oleh batugamping
pasiran yang kaya foraminifera planktonik. Bagian atas dari Formasi Mundu
ini disebut Anggota Selorejo, terdiri dari perselingan batugamping pasiran
dan napal pasiran (Pringgoprawiro, 1983). Penyebarannya cukup luas, dengan
ketebalan 75m – 342m. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik yang
ditemukan, umur Anggota Selorejo adalah Pliosen atau pada Zonasi Blow
N18 – N20 (Pringgoprawiro, 1983). Bagian bawah Formasi Mundumemiliki
rasio planktonik bentonik 75 – 80 %, diendapkan pada lingkungan batimetri
bathyal tengah dengan kedalaman 700 – 1100 meter, sedangkan bagian atas
Formasi Mundu memiliki rasio planktonik bentonik 30 – 47 %, diendapkan
pada lingkungan batimetri neritik luar dengan kedalaman100 – 600 meter
(Pringgoprawiro, 1983).
2.2.1.3.10. Formasi Lidah
Formasi Lidah terdiri atas satuan batulempung biru tua, masif,
tidak berlapis. Satuan ini dapat dipisahkan menjadi bagian atas, tengah,
bawah. Pada bagian bawah Formasi Lidah merupakan satuan batulempung
berwarna biru (Anggota Tambakromo). Bagian atasnya terdiri batulempung
dengan sisipan napal dan batupasir kuarsa mengandung glaukonit (Anggota
Turi). Di daerah Antiklin Kawengan kehadiran duasatuan ini dipisahkan
dengan suatu satuan batugamping cocquina terdapat
cangkangcangkanmoluska (Anggota Malo). Umur formasi ini Pliosen Atas –
Pleistosin Bawah, diendapkan di lingkungan laut tertutup, dan berangsur-
angsur menjadi semakin dangkal (Pringgoprawiro, 1983). Hubungan dengan
Formasi Mundu adalah selaras, dan di atas Formasi Lidah ditutup secara tidak
selaras oleh endapan alluvial dan endapan teras sungai (Pringgoprawiro,
1983).

Gambar 2.15 Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara


(Pringgoprawiro, 1983)
2.2.2. Aspek Reservoir
Pada dasarnya semua batuan bisa menjadi batuan reservoir, asalkan
batuan tersebut memenuhi persyaratan petroleum system antara lain:
• Cap rock
• Source rock
• Reservoir rock
• Trap
• Porous dan permeable
Yang membedakan antara reservoir pabum dengan migas adalah:
• Untuk reservoir migas tekanan lebih mendominasi sedangkan reservoir
pabum temperatur lebih dominan
• Untuk reservoir migas, fluida terakumulasi pada batuan sedimen (batu pasir
dan batu gamping). Sedangkan reservoir pabum, fluida terakumulasi pada
batuan beku.
• Untuk reservoir migas, cap rock berupa batuan lempung (clay) yang bersifat
impermeable. Sedangkan reservoir pabum, cap rock berupa batuan argillic

Gambar 2.16 Peta WKP Pertamina Block Jawa JBB & JBT
Hasil analisa logging dari 135 sumur ini serta studi dari penampang
geologi dan kelakuan produksi sumur, telah dilakukan pemetaan dari lapisan
reservoir per blok. 48 reservoir telah dipetakan, yang meliputi 6 lapisan (L1
sampai L6) pada 8 blok (I, II, IIIA, IIIB, IIIC, IV,VA dan VB).
 Lapangan Kawengan
Data yang dihasilkan meliputi peta struktur, peta isopach dan peta net
minyak. Sebagai dasar untuk menentukan sifat batuan reservoir dari anggota
Ngrayong adalah hasil analisa inti batuan yang diambil dari 22 sumur,
meliputi 7 blok pada struktur kawengan (blok I sampai blok VA) dan 6 lapisan
(L1 sampai dengan L6) hasil analisa tersebut menunjukkan besaran-besaran
porositas, permeabilitas, faktor formasi dan saturasi minyak. Harga faktor
sementasi rata-rata berkisar antara 1,2 sampai dengan 1,8. Porositas batuan
bervariasi antara 12% sampai dengan 29,7 %. Saturasi air mula-mula
bervariasi antara 13% sampai dengan 29,5 %. Permeabilitas batuan bervariasi
antara 6 mD hingga 1656 mD.
 Lapangan Tiung Biru-Jambaran
Berdasarkan evaluasi wireline, Logging While Drilling (LWD) logs
dansidewall cores, menunjukkan bahwa Formasi Kujung memiliki porositas
rendah. Di bagian atas Formasi Kujung terdapat karbonat yang diselingi silty
claystone. Berdasarkan evaluasi formasi menujukkan bahwa limestone pada
formasi ini sangat tight dengan porositas matrix 3- 6% sedangkan porositas
pada sedimen klastik tertentu berkisar 8-10%.
Bagian bawah Formasi Kujung berdasarkan LWD gamma ray, resistivity,
dan density- neutron serta cross dipole sonic dan XRMI wireline logs, terdapat
massive carbonate setebal 250 m dan semakin ke bawah perlahan menjadi
semakin serpih. Pada bagian ini porositas matriks karbonat berkisar 4- 6%.

Gambar 2.17 Thin section dari sidewall cores di Formasi Kujung


menunjukkan tipe karakter matriks dari karbonat
Perkembangan diagenesa yang terjadi berupa adanya pelarutan, sementasi,
neomorfisme, dolomitisasi, dan kompaksi serta rekahan (fracturing).
Lingkungan diagenesa yang teridentifikasi dari produk tersebut adalah
freshwater vadose, freshwater phreatic, mixing zone, dan deep burial
diagenesis. Nilai porositas merupakan cerminan dari lingkungan diagenesa
tersebut. Porositas yang berkembang di daerah penelitian merupakan
kombinasi antara porositas primer (interkristalin, interpartikel) dan porositas
sekunder (vug, fracture, moldic) sehingga berlaku sistem porositas ganda (dual
porosity system) di dalam perilaku reservoir.
2.2.3. Aspek Pemboran (Kawengan dan tb BELUM )
Dilihat dari tujuan dan peralatan yang digunakan dalam operasi
pemboran antara lapangan migas dan pabum sebenarnya tidak jauh beda.
Aspek pemboran meliputi operasi pemboran yang dapat dibagi atas dua tahap,
yaitu:
 Tahap persiapan
Pada tahap persiapan ini kita harus mempersiapkan drilling program
(rencana kerja pemboran), pemilihan rig dan pegawai pemboran, lokasi/
tempat dimana akan dibor, perpindahan alat-alat pemboran, mendirikan
menara, pemasangan alat-alat penunjang, pemeriksaan keselamatan
kerja, membor rat hole dan mouse hole, data-data sumur yang
berdekatan/ terdekat dan material-material yang harus ada di lokasi
sebelum spud in/ pemboran pertama.
 Tahap operasi
Tahap operasi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Tahap operasi rutin, yaitu melakukan pekerjaan yang sudah
direncanakan, misalnya membor, memasukkan casing dan lain-lain.
b. Tahap operasi khusus, yaitu pekerjaan yang dilakukan oleh karena
suatu sebab, misalnya pemancingan atau untuk tujuan tertentu seperti
coring.
Aspek pemboran meliputi operasi pemboran dengan tujuan utama
mengebor suatu lubang secara aman dilapisan permukaan bumi sampai
menembus formasi yang kaya akan minyak dan gas bumi (lapisan produktif).
Lubang hasil pengeboran, bagian dalamnya dilapisi dengan casing dan
disebut lubang sumur.
2.2.4. Aspek Produksi
 Lapangan Kawengan
Jumlah sumur pada kawengan total ada 172 sumur dimana 40 sumur
yang berproduksi. Dari 40 sumur produksi tersebut 3 sumur menggunakan
ESP dan 37 menggunakan pumping unit. Problem yang ada pada daerah
kawengan adalah kepasiran dan paraffin. Metode penanggulangan paraffin
dilakukan dengan disteam kemudian di flush. Sedangkan problem kepasiran
ditanggulangi dengan foaming job yaitu menginjeksikan busa ke bawah lalu
busa akan bercampur dengan pasir dan fluida yang mana menjadi gelembung
dan gelembung akan naik ke atas.
Pada sumur ini menggunakan pompa jenis Sucker Rod Pump
dikarenakan sudah tidak dapat natural flow. Pada SRP KWG-055 besar
Produksi gross nya 77 bbl/day sedangkan Produksi net nya hanya 20 bbl/day.
Sedangkan pada SRP PHZ-01 besar produksinya 46 bopd.
Pada SRP PHZ-01 meskipun pemborannya horizontal tetap
menggunakan Sucker Rod Pump dikarenakan Sucker Rod Pump merupakan
satu-satunya jenis pompa artificial lift yang dapat digunakan untuk pemboran
horizontal ataupun directional.
 Lapangan Tiung Biru
Pada sumur yang dilakukan oleh Pertamina EP Field Cepu total ada 606
sumur dimana sudah termasuk sumur pada zaman belanda. Sumur-sumur
tersebut tersebar di Lapangan Tapen, Tiungbiru, Gundih Cluster, Wonosemi
Banyuasin dan Mangkang.
Dari keseluruhan lapangan yang dikelola Pertamina EP Field Cepu, besar
produksi minyak rata-ratanya sekitar 1700 bbl/day dan produksi gas rata-
ratanya sekitar 61 MMSCFD.
Setelah pemboran mencapai target akhir berupa formasi produktif, maka
sumur disiapkan untuk produksi. Operasi produksi dilakukan apabila sumur
telah selesai dikomplesi dan fluida produksi telah mengalir keatas permukaan,
kemudian melalui flowline dialirkan menuju separator untuk dilakukan proses
pemisahan air, minyak dan gas sampai akhirnya minyak tersebut dikirim
menuju pengilangan atau terminal untuk dikapalkan.
Metode produksi yang di gunakan pada lapangan migas Tiung Biru ini
adalah metode produksi primer berupa Sumur Sembur Alam atau Natural
Flowing Well. Sumur ini mampu memproduksikan atau mengangkat fluida
hidrokarbon dengan tekanan reservoirnya sendiri. Pada lapangan ini terdapat
3 Sumur yakni TBR-1ST, TBR-2ST dan TBR-3 dimana ketiga sumur sembur
alam ini menggunakan bean/choke sebesar 9” dan 11” dengan produksi 1000
bopd. Untuk jenis Wellhead Completion menggunakan Doublewing
Completion dengan Adjustable Choke. Tekanan alir dasar sumur (Pwf) pada
sumur ini adalah sebesar 1700 Psia sedangkan tekanan casing (Pc) diketahui
sebesar 100 Psia.
Di daerah Tiungbiru tepatnya Lapangan TBR-01 memiliki rate produksi
oil sebesar 20 bbl/day. Skema produksi pada lapangan TBR-01 yang
dikunjungi yaitu dari header manifold menuju ke separator lalu untuk
pemisahan tahap lanjut gas menuju gas scrubber kemudian water seal dan
terakhir ke flare stack. Water seal di Tiungbiru berfungsi sebagai safety
facilities, di dalam water seal terdapat air sehingga apabila terjadi back flow
dari flare, maka api yang merambat akan padam.
Untuk pemisahan tahap lanjut minyak, dari separator menuju
stripper kemudian diinjeksikan H2S Scavenger untuk penanggulangannya dan
menuju ke tanki penyimpanan. Meskipun pada skema produksinya ada
pemisahan gas tahap lanjut, akan tetapi gas secara keseluruhan langsung
dibakar karena belum adanya penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan
kembali gas akibat terkonsentrasinya pada penanganan kandungan H2S
Gambar 1. Diagram Alir Fasilitas Pada Stasiun Pengumpul EPF
Tiungbiru

2.2.5. Aspek Penunjang


 Lapangan Kawengan
Untuk membantu optimasi proses produksi dari fluida pada Lapangan
Kawengan, digunakan berbagai aspek penunjang seperti, injeksi PPD
(Pour Point Dispersant), injeksi demulsifier dan injeksi steam. Seperti
yang diketahui, karakteristik fluida produksi pada Lapangan ini yaitu
HPPO (High Pour Point Oil), minyak yang rentan membeku, maka
dilakukan injeksi PPD pada flowline setelah melalui header manifold.
Peran dari PPD disini adalah untuk menurunkan suhu dari fluida
produksi, sehingga mengoptimalkan fluida untuk membeku pada titik
optimalnya. Untuk mengetahui dosis pemakaian PPD yang akan
diinjeksikan, maka dibutuhkan pengukuran temperatur ambient tanah
pada lapangan tersebut. Selain PPD, dilakukan juga injeksi demulsifier
karena setelah proses separasi, fluida rentan untuk membentuk emulsi,
sehingga dilakukan injeksi demulsifier pada saat aliran minyak akan
menuju tangki penjualan. Adapun injeksi steam, yang berasal dari air
yang telah dipisahkan dari fasilitas separasi, kemudian ditampung pada
tangki air yang kemudian dialirkan menuju boiler kemudian dialirkan
menuju flowline tangki penyimpanan agar mengatasi masalah paraffin
dan kepasiran agar tidak terjadi pengendapan yang dapat menyebabkan
penurunan hasil produksi
 Lapangan Tiung Biru
Fluida produksi mengalir melalui flow line menuju manifold. Manifold
merupakan pertemuan flow line yang berasal dari beberapa sumur yang
terdiri dari beberapa valve yang berfungsi mengatur arah aliran fluida yang
menuju header. Header berfungsi untuk menyatukan fluida produksi yang
berasal dari manifold, namu sebelum dialirkan ke separator di injeksikan
PPA (Pour Point Dispersant) terlebih dahulu, hal ini bertujuan agar
minyak tidak cepak membeku, karena pada dasarnya jenis minyakpada
lapangan ini adalah High Pour Point Oill (HPPO). Setelah itu dialirkan
menuju separator yaitu separator test dan separator produksi. Pada
separator produksi terjadi pemisahan gas, Setelah di proses dari separator
kemudian fluida di alirkan menuju stripper, stripper berfungsi untuk
mengurangi atau menghilangkan H2S yang mungkin terikut, pada stripper
ini di injeksikan H2S Scavenger kemudian gas dialirkan ke gas scrubber.
Gas scrubber berfungsi untuk memisahkan butiran cairan yang masih
terikat dengan gas hasil pemisahan tingkat pertama. di Manifold, header,
separator, stripper dan gas scrubber berada pada stasiun pengumpul atau
substation. Dari stasiun pengumpul diarahkan menuju SPU (Stasiun
Pengumpul Utama). Fasilitas Produksi pada lapangan Tiung Biru ini
dikenal dengan Early Production Facility (EPF Tiung Biru).
Pada lapangan Tiung Biru terdapat 2 Boiler yang berfungsi untuk
mempertahankan suhu dan tekanan. Area boiler ini bekerja secara otomatis,
bila suhu dan tekanan turun maka boiler akan menyala kemudian boiler
akan mati bila suhu dan tekanan sudah mencapai 70oC dan 4,5 bar. Bahan
bakar untuk menggerakan boiler adalah solar. Kapasitas steam pada boiler
adalah 2,5 ton/jam.
Peralatan – peralatan penunjang yang yang terdapat pada EPF
Tiungbiru ini adalah:
 H2S Scavenger
Cairan ini digunakan untuk mereduksi kandungan H2S seperti yang diketahui
bahwa kandungan H2S pada lapangan TBR-01 sebesar 1,5%.
 Stripper
Stripper merupakan peralatan yang terletak setelah separator yang berguna
untuk mereduksi H2S yang terkandung dalam fluida.
 Water Seal
Merupakan peralatan yang diletakan setelah Gas Scrubber, prinsip dari
peralatan ini yaitu dimana reaksi H2S + H2O yaitu H2S diikat oleh air.
 Injeksi PPD
PDD (Pour Point Dispersant) merupakan suatu cairan kimia yang dapat
menurunkan titik tuang minyak karena minyaknya HPPO. Minyak yang ada
pada sumur TBR-01 ini memiliki titik beku di 240C sehingga dengan injeksi
PPD untuk menurunkan titik bekunya ke 300C.
 Heater
Diletakkan pada heater di separator mengingat dengan minyak yang
gampang membeku.

2.3. Tinjauan Lapangan Tuban, JOB P-PEJ (Lapangan Mudi & Sukowati)
2.3.1. Aspek Geologi
Pengelola migas di lapangan Tuban Block mengalami beberapa
perubahan. Pada tanggal 29 Februari 1988 Trend International Ltd
menandatangani kontrak bagi hasil dengan Pertamina, sehingga terbentuk
JOB Pertamina – Trend Tuban. 31 Agustus 1993, perusahaan ini mengalami
peralihan dari JOB Pertamina – Trend Tuban menjadi JOB Pertamina – Santa
Fe Tuban. 02 Juli 2001, Perusahaan ini menjadi JOB Pertamina – Devon
Tuban. Pada tanggal 1 Juli 2002, perusahaan ini berubah menjadi JOB
Pertamina Petrochina East Java (untuk selanjutnya disebut JOB-PPEJ) hingga
sekarang.
Petrochina International Companies in Indonesia adalah Production
Sharing Contractor yang bekerja sama dengan Pertamina. Petrochina
International Companies in Indonesia beroperasi antara lain di Tuban (Jawa
Timur), Sorong (Papua) dan Jabung (Jambi), dengan kantor pusat di China.
Perusahaan ini mempunyai jenis kontrak PSC-JOB dengan masa
kontrak selama 30 tahun. Participant dari Pertamina sebesar 75%, sedangkan
Petrochina International Java Ltd hanya 25%. Wilayah operasi ini meliputi 6
kabupaten yaitu Tuban, Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Sidoarjo dan
Mojokerto. Berikut adalah peta kerja JOB-PPEJ wilayah Tuban (Gambar 2.1).
Gambar 2.18 Wilayah Kerja JOB-PPEJ Tuban Block
Eksplorasi di lapangan Mudi dilakukan pada bulan April 1994 dengan
pemboran sumur eksplorasi Mudi A#1. Lapangan Mudi JOB-PPEJ terletak di
Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Propinsi Jawa Timur. Lokasinya
berjarak sekitar 34 km dari Kota Tuban atau 17 km dari Kota Bojonegoro.
Saat ini jumlah sumur di lapangan Mudi mencapai dua puluh lima
sumur. Mudi #7 diproduksikan dengan Natural Flow, sebelas sumur
diantaranya diproduksikan menggunakan metoda Electric Submersible Pump
(ESP), dua sumur yaitu Mudi #6 dan Mudi #14 sebagai sumur injeksi air
(water disposal), satu sumur dengan lubang kering (dry hole), dan sepuluh
sumur ditutup sementara (temporary suspended).
2.3.2. Aspek Reservoir
Lapangan JOB PPEJ Tuban terletak di wilayah cekungan Jawa Timur
(Back Arc Basin Jawa Timur). Lapangan tersebut tertutup oleh endapan
alluvial sungai Bengawan Solo. Dibawah endapan alluvial secara berturut
ditembus lapisan formasi Lidah, Kawengan (anggota Ledok dan Mundu),
Wonocolo, Ngrayong, Tuban, Kujung dan Ngimbang. Batuan induk terdapat
pada formasi ngimbang yang berumur eosen tengah - oligosen bawah.

35
Gambar 2.19 Stratigrafi Regional Jawa Timur
Reservoir minyak terdapat pada formasi kujung (oligosen atas) sampai
formasi tuban yang berumur miosen bawah. Pada formasi ini berkembang
sebagai batuan klastik selang - seling antara batuan lempung, gamping dan
pasir gampingan. Dibagian bawahnya terdapat batuan karbonat masif yang
merupakan batu gamping terumbu. Sebagai penutup (cap rock) adalah
formasi Tuban dan formasi Ngrayong yang berumur miosen tengah. Batuan
karbonat Tuban umumnya terdiri mudstone, wackstone, packstone, grainstone
dan boundstone dengan fosil koral, alga, dan foraminifera. Porositas batuan
reservoir tergolong cukup sampai baik dengan permeabilitas antara 129 md
sampai 699 md.
Pemboran sumur pada Blok Tuban mayoritas menggunakan pemboran
directional dengan kedalaman 6000-7000 ft mengambil reservoir dari formasi
kujung.
 Lapangan Mudi
Dari hasil analisis dan interpretasi penelitian diperoleh bahwa reservoir
batuan karbonat ekuivalen Formasi Tuban di Lapangan Mudi jenis 2 (dua)
kelompok fasies yang terdiri dari kelompok, fasies pertama di interval
kedalaman atas ialah Large foram packstone, dengan red algae dan coral,
fasies kedua large foram packstone/wackstone/mudstone, dengan bioklastik
red algae dan coral.
Adanya proses sesar/patahan yang cukup intensif, membentuk fracture
sehingga juga membuat permeabilitas menjadi lebih besar yang menjadikan
produksi hidrokarbon dari reservoir batuan karbonat Mudi awalnya cukup
tinggi dan kemudian turun. Hal tersebut menunjukkan bahwa permeabilitas
lebih berperan dibanding porositas.
 Lapangan Sukowati
Secara umum reservoir Sukowati memiliki dua perlapisan limestone
yang dapat dikarakteristikan berdasarkan hasil seismik. Middle Build-ups
dapat dilihat pada sismik seksen sebagai refleksi bebas dan kemudian batas
Build-ups memiliki laminasi yang menggambarkan pembentukan Build-ups
sebagai rim carbonat platform.
2.3.3. Aspek Pemboran
 Lapangan Mudi
Lapangan Mudi dibagi menjadi 3 cluster yaitu Pad A, Pad B, dan Pad C.
Pada Pad A terdapat fasilitas Central Processing Area (CPA) yang berfungsi
sebagai tempat proses sweetening oil dan sweetening gas.Pada lapangan ini
terdapat 36 well dimana terbagi menjadi Sukowati Pad A dan Sukowati Pad
B. Sukowati Pad A memiliki 16 well dan Sukowati Pad B memiliki 20 well.
Di lapangan Mudi semua sumurnya menggunakan metode pemboran
horizontal atau directional. Sumur di lapangan mudi terdapat cluster yang
mana jarak antar sumur hanya sekitar 5 meter. Sumur di Lapangan Mudi
sudah melewati fase puncak dan sekarang produksinya tinggal sekitar
1.800 barel per hari. Produksi Mudi pernah mencapai 20.000 barel per
hari selama beberapa tahun
 Lapangan Sukowati
Pemboran di lapangan Sukowati menggunakan sistem cluster dimana
setiap cluster terdiri dari beberapa sumur dengan jarak kurang lebih 5 m.
Pemboran pada Lapangan Sukowati yaitu Pemboran berarah dengan kedalam
dan arah yangberbeda-beda. Alasan dilakukan pemboran berarah karena
reservoir berada dibawah Kota Bojonegoro, lahan warga dan untuk
menghemat biaya pembebasan lahan.
2.3.4. Aspek Produksi
 Lapangan Mudi
Setelah pemboran mencapai target akhir berupa formasi produktif, maka
sumur disiapkan untuk produksi. Operasi produksi dilakukan apabila sumur
telah selesai dikomplesi dan fluida produksi telah mengalir keatas permukaan,
kemudian melalui flowline dialirkan menuju separator untuk dilakukan proses
pemisahan air, minyak dan gas sampai akhirnya minyak tersebut dikirim
menuju pengilangan atau terminal untuk dikapalkan.
Pada lapangan migas Mudi, metode komplesi yang dilakukan pada
sumur-sumurnya adalah metode cased hole completion dimana casing
dipasang sampai zona produktif. Metode komplesi ini biasa diterapkan pada
formasi kurang kompak dan tidak memiliki problem kepasiran. Sedangkan
zona produktif yang dikomplesi hanya satu (Single Zone Completion) dengan
menggunakan tubing 7 inch.

Gambar 1.1. Tubing 7 inch


Lapangan Mudi pada saat mulai berproduksi, metode produksinya
adalah sembur alam (Natural Flow). Dimana tekanan reservoirnya mampu
mengangkat fluida produksi keatas permukaan. Namun beberapa tahun
kemudian mulai dikembangkan suatu metode produksi sembur buatan
(Artificial Lift), yaitu dengan dilakukan injeksi kedalam sumur dan
pemasangan ESP. Hal ini terjadi karena adanya penurunan tekanan reservoir
secara alamiah.
Metoda produksi pada Lapangan Mudi menggunakan ESP (electrical
submersible pump) dan gas lift. Yang mana Jumlah sumur yang
menggunakan sebanyak ESP sebanyak 13 sumur dan gas lift 4 sumur.
Fluida produksi mengalir melalui flow line menuju manifold. Manifold
merupakan pertemuan flow line yang berasal dari beberapa sumur yang terdiri
dari beberapa valve yang berfungsi mengatur arah aliran fluida yang menuju
header. Header berfungsi untuk menyatukan fluida produksi yang berasal
dari manifold dan mengalirkannya menuju separator yaitu separator test dan
separator produksi. Pada separator produksi terjadi pemisahan gas, kemudian
gas dialirkan ke stripper Gas hasil pemisahan ini kemudian dialirkan ke SRU.
Manifold, header, separator dan SRU berada di Central Processing Unit.

Gambar 1.2. Central Processing Unit


Adapun peralatan yang terdapat pada Central Processing Unit, antara lain :
1. Manifold
Berfungsi untuk mengarahkan aliran fluida produksi dari sumur
menuju separator dengan tekanan tertentu.

Gambar 1.3. Manifold


2. Separator.
Berfungsi untuk memisahkan fluida produksi menjadi minyak, air dan
gas. Separator di CPA terdapat tiga buah, yaitu PV-9700 yang
menampung minyak dari lapangan Mudi, PV-9900 dan PV-100 yang
menampung minyak dari lapangan Sukowati.

Gambar 1.4. Separator


3. Storage tank
Memiliki fungsi sebagai tempat penampungan sementara minyak hasil
produksi sebelum dipompakan menuju ke FSO. CPA memiliki 3
crude oil storage tank, TK-8001 A dan TK-8001 B yang masing –
masing memiliki kapasitas 30.000 bbl dan TK-8003 yang memiliki
kapasitas 20.000 bbl. Oil Storage Tank memiliki resiko untuk collapse
ketika terjadi perpindahan minyak dalam jumlah besar keluar dari

dalam storage tank.


Gambar 1.5. Storage Tank
4. Flare stack
Merupakan alat pembakar vertical yang digunakan untuk
menghilangkan limbah gas yang mana tidak mungkin untuk
digunakan lagi.
Gambar 1.6. Flare stack
5. Heat Exchanger
Memiliki fungsi untuk memanaskan crude oil sebelum crude oil
tersebut akhirnya dialirkan ke FSO Cinta Natomas, alat ini perlu
dipasang mengingat minyak yang dihasilkan dari lapangan Mudi dan
lapangan Sukowati bersifat paraffin, sehingga apabila tidak
dipanaskan akan menyebabkan scale pada flowline.

Gambar 1.6. Heat Exchanger


 Lapangan Sukowati
Lapangan Sukowati memiliki 36 sumur yang terbagi dalam dua PAD
lama, yaitu PAD A dan PAD B serta daerah operasi baru PAD C. Dari 36
sumur yang ada, 25 sumur merupakan sumur natural flow, 3 sumur
menggunakan metode electric submersible pump (ESP), 7 sumur mati, dan
1 sumur digunakan sebagai sumur water injection.
Tipe sumur yang ada di lapangan sukowati adalah tipe cluster dengan
directional drilling. Kedalaman sumur rata-rata 7821 ft MD dan 6579 ft
TVD. Bagian bawah dari sumur di perforasi dan dipasang liner. Umumnya
sumur di lapangan Sukowati menggunakan metode lifting yaitu natural flow
dan juga dengan secondary recovery yaitu menggunakan ESP. Untuk sumur
Natural Flow Sumur sukowati dipasang berbagai peralatan yang mendukung.
Seperti well head, tubing, casing, sleeding sleve door, packer, dan choke.
Sumur sukowati juga dipasang peralatan safety yaitu surface safety valve
dan sub surface safety valve. Untuk Sumur ESP Peralatan Di Atas
Permukaan terdiri atas Wellhead, Junction Box, Switchboard, Transformer.
Dan untuk Peralatan Di Bawah Permukaan terdiri atas Pressure Sensing
Instruments, Electric Motor, Protector, Intake, Pump Unit dan Electric
Cable serta alat penunjang lainnya seperti Check Valve, Bleeder Valve,
Centralizer.
2.3.5. Aspek Penunjang
 Lapangan Mudi
Untuk meningkatkan dan memaksimalkan produksi sumur, maka
Pertamina EP memiliki peralatan sebagai berikut :
Sulphur Recovery Unit
Merupakan unit pemisahan dan pengolahan H2S yang diproduksi dari
sumur – sumur di lapangan ini.Fasilitas SRU ini merupakan satu – satunya
yang ada di Asia Tenggara.Merupakan fasilitas vital yang ada di CPA
dikarenakan lapangan yang dimiliki JOB P-PEJ memiliki produksi gas H2S
yang sangat besar. Adapun fasilitas dalam fasilitas SRU, yaitu :
1. Absorber
Di dalam alat ini, H2S pada sour gas yang masuk akan diserap dan dipisahkan
dengan reaksi kimia (bereaksi dengan ion besi Fe+++). Hasil dari
penyaringannya adalah sweet gas.
Gambar 1.8. Absorber
2. Oxidizer
Pada dasarnya digunakan untuk meregenerasi ion Fe++ menjadi ion Fe+++
yang akan digunakan lagi oleh absorberuntuk menyerapkan H2S menjadi
sweet gas. Disini ion Fe++ akan bereaksi dengan O2 yang diambil dari
atmosfer menggunakan oxcidizer air blower

Gambar 1.9. Oxidizer


.
3. Filter Press
Alat ini digunakan untuk membuat sulfur cake, yang merupakan hasil dari
penyerapan H2S pada absorber yang berupa padatan.

Gambar 1.10. Filter Press

 Lapangan Sukowati
1. Sub Surface Safety Valve (SSSV)
Sebagai perlengkapan safety, pada sumur Sukowati#3 dipasang SSSV.
Tipe yang dipasang pada sumur Sukowati#3 yaitu Haliburton TRSV
Wellstars. Safety valve ini memiliki Inside diameter (ID) yang sama
dengan tubing yaitu 3½― dan dipasang pada kedalaman 240 ft.
2. Hi-Lo Pilot
Shut down atau mematikan sumur biasanya dilakukan jika terjadi masalah
dipermukaan. Shut down bisa dilakukan dengan dua cara yaitu otomatis
dan manual.
Gambar 1.1 Hi-Lo Pilot
 Shut Down Otomatis
Shut down otomatis terjadi apabila perlengkapan safety yang yang
terpasang pada sumur bekerja. Pada sumur Sukowati#3 ada dua
perlengkapan safety yang terpasang yaitu, SSSV dan SDV. Dua
perlengkapan safety ini bekerja pada kondisi yang berbeda. SDV bekerja
jika tekanan pada flowline lebih atau kurang dari tekanan yang disetting di
HI-LO Pillot. Pada sumur Sukowati#3 HI-LO Pilot disetting tekanan
minimum pada 75 psi dan setting maksimal pada 1035 psi. Pilot ini akan
mengontrol t0ekanan pada flowline. Jika tekanan pada flowline lebih
tinggi atau lebih rendah dari settingnya, maka HI-LO Pilot akan otomatis
menutup SDV.
SSSV bekerja jika pada lapangan terjadi kebakaran. Dimana panas dari
kebakaran akan membuat fusible plug pada well head bocor sehingga
tekanan pada SSSV kurang dan SSSV akan menutup dengan sendirinya.
Gambar Shut Down Valve

 Shut Down Manual


Pada lapangan Sukowati mematikan sumur secara manual dapat
dilakukan dengan menutup master valve saja. Dengan urutan tutup upper
master valve dulu baru bottom master valve.
3. Bug Blower
Berfungsi untuk memecah konsentrasi gas disekitar manifold pada saat
dilakukan sampling.
Gambar Bug Blower
4. Burn Pit

Gambar Burn Pit


5. Enclosure High Temperature Flare (EHTF)
Merupakan flare yang berukuran besar sehingga gas yang dibakar bisa
langsung dalam jumlah besar dan tingkat kebisingan yang rendah.

Gambar EHTF
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Lapangan Dieng

3.2 Lapangan Cepu


Pada Lapangan Cepu kami mengunjungi 3 Lapangan yakni Lapangan EPF
TBR, Lapangan Kawengan dan Lapangan Wonocolo. Lapangan EPF Tiungbiru
terletak sekitar 15 km sebelah Tenggara kota Cepu, Jawa Tengah, atau sekitar 28
km sebelah Baratdaya kota Bojonegoro, Jawa Timur. Lapangan Tiungbiru
terdapat 3 sumur bor dan telah berproduksi yakni TBR-1ST, TBR-2ST dan TBR-3.
Fluida dari sumur Tiungbiru ini berasal dari Formasi Kujung, dimana Formasi
Kujung. Pada sumur TBR-01 yang dikelola oleh PT. Pertamina EP Asset 4 Field
Cepu (PEPC) ini pemboran yang dilakukan merupakan pemboran berarah
(directional well) dimana kedalamannya 2100m. Problem yang terdapat pada EPF
Tiungbiru Paraffinic, BS&W yang I tinggi dan Waxing. Sehingga di gunakan PPA
(Pour Point Dispersant) untuk menurunkan titik tuangnya agar minyak tidak
mudah membeku. Selain itu problem lainnya adalah adanya gas H2S yang tinggi,
sehingga digunakan H2S Scavenger. Selain itu
Sedangkan pada sumur Kawengan-55 tepatnya pada SRP KWN-PHZ-01
pemboran yang dilakukan adalah pemboran horizontal, begitu pula pada SRP
KWN-055. Sedangkan pada daerah Wonocolo penambangan minyak yang
dilakukan tentu secara vertical mengingat juga teknologi yang digunakan tidak
canggih dan kedalamannya tidak terlalu dalam.
Metode produksi yang di gunakan pada EPF Tiungbiru ini adalah Sumur
Sembur Alam atau Natural Flowing Well. Surface Facilities yang terdapat pada
lapangan ini antara lain X-Mast Tree, Separator, Gas Scrubber, Water Seal, Flare
Stack, Stripper dan Tangki. Pada lapangan ini terdapat 3 Sumur yakni TBR-1ST,
TBR-2ST dan TBR-3 dimana ketiga sumur sembur alam ini menggunakan
bean/choke sebesar 9” dan 11” dengan produksi 1000 bopd. Untuk jenis X-Mast

50
Tree menggunakan Doublewings valve dengan 1 valve standby dan 1 valve
produksi dengan tujuan untuk mengganti choke tanpa harus mematikan sumur,
sedngkan untuk jenis bean/choke yang digunakan adalah Adjustable Choke.
Setelah itu fluida mengalir ke separator. Namun sebelum di alirkan menuju
separator, fluida di injeksikan PPA (Pour Point Dispersant) terlebih dahulu, hal
ini dilakukan untuk menurunkan titik tuang. Separator yang digunakan adalah
separator horizontal 3 fasa yang digunakan untuk memisahkan fasa gas, fasa
minyak dan fasa air. Fasa gas yang terpisahkan mengalir ke gas scrubber,
kemudian fasa gas akan mengalir ke water seal dan fasa minyak akan mengalir ke
strpiper, fluida yang mengalir ke stripper di injeksikan H2S Scavenger agar
menghilangkan H2S yang terikut pada fluida tersebut. Water seal di Tiungbiru
berfungsi sebagai safety facility, di dalam water seal terdapat air sehingga apabila
terjadi back flow dari flare, maka api yang merambat akan padam. Kemudian gas
akan dibuang melalui gas flare.
Pada Lapangan Kawengan total ada 172 sumur dimana 40 sumur yang
berproduksi. Dari 40 sumur produksi tersebut 3 sumur menggunakan ESP dan 37
menggunakan pumping unit. Pada lapangan Kawengan-55 terdapat 2 jenis Sucker
Rod Pump yaitu sucker rod vertical dan sucker rod horizontal. Sucker rod vertical
menghasilkan 20 bopd sedangkan sucker rod horizontal menghasilkan 46 bopd.
Problem pada lapangan ini adalah paraffin dan kepasiran. Penanggulangan
paraffin adalah dengan menginjeksikan Pour Point Dispersant (PPD) dan
penanggulangan kepasiran dengan flushing.
Formasi Wonocolo diendapkan pada kondisi laut terbuka dengan
kedalaman antara 100 – 500 meter. Tebal dari formasi ini antara 89 meter sampai
339 meter. Formasi Wonocolo diperkirakan berumur Miosen Akhir bagian bawah
sampai Miosen Akhir bagian tengah. Pada daerah Wonocolo, penambangan
minyaknya menggunakan metode tumbuk, metode yang sangat lama atau biasa
disebut metode conventional. Metode ini dilakukan dengan mengangkat dan
menurunkan alat bor secara berulang-ulang kedalam lubang bor. Dalam sehari,
total pertambangan ini dapat menghasilkan 30 drum per hari atau 6.200 liter per
hari.
3.3 Lapangan Tuban
BAB IV
KESIMPULAN

4.1. Lapangan Dieng


4.2. Lapangan Cepu
1. Metode produksi yang digunakan pada Lapangan Tiungbiru ini adalah
Sumur Sembur Alam dengan kapasitas produksi sebesar 1000 bopd.
2. Problem yang terdapat pada EPF Tiungbiru Paraffinic, BS&W yang tinggi
dan Waxing. Sehingga di gunakan PPA (Pour Point Dispersant) untuk
menurunkan titik tuangnya agar minyak tidak mudah membeku. Selain itu
problem lainnya adalah adanya gas H2S yang tinggi, sehingga digunakan
H2S Scavenger. Selain itu
3. Pada Lapangan Kawengan terdapat 172 sumur dimana 40 sumur yang
berproduksi. Dari 40 sumur produksi tersebut 3 sumur menggunakan ESP
dan 37 menggunakan pumping unit.
4. Pada lapangan Kawengan-55 terdapat 2 jenis Sucker Rod Pump yaitu
sucker rod vertical dan sucker rod horizontal.
5. Problem pada lapangan ini adalah paraffin dan kepasiran. Penanggulangan
paraffin adalah dengan menginjeksikan Pour Point Dispersant (PPD) dan
penanggulangan kepasiran dengan flushing.
6. Lapangan Wonocolo menggunakan metode tumbuk, metode yang sangat
lama atau biasa disebut metode conventional.
4.3. Lapangan Tuban

54

Anda mungkin juga menyukai