Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Krisis energi menjadi permasalahan yang dialami hampir semua negara di dunia
termasuk Indonesia. Cadangan energi di Indonesia terutama energi fosil semakin
hari semakin menyusut. Hal ini dipengaruhi oleh pertambahan populasi dan
pemanfaatan energi yang tidak efesien. Penggunaan bahan bakar fosil secara
berlebihan dan tanpa kendali dapat mengakibatkan pemanasan global yang
disebabkan semakin banyaknya kandungan CO2 di udara. Untuk mengurangi emisi
gas CO2 bisa dengan cara membatasi penggunaan energi fosil. Salah satu solusi
untuk mengatasi kelangkaan energi fosil dan pemanasan global adalah penggunaan
energi terbarukan yang ramah lingkungan sebagai sumber energi alternatif.
Penggunaan energi terbarukan ini tentunya juga harus memperhatikan lingkungan,
ketersediaan sumber daya serta teknologi untuk mengkonversi. Oleh karena itu
dibuatlah undang-undang Nomor 27 Tahun 2003, mengenai sumber energy panas
bumi.
Energi panas bumi atau geothermal energy menjadi salah satu sumber energi
terbarukan yang diyakini melimpah dan ramah lingkungan. Sebagian besar wilayah
Indonesia terletak pada jalur vulkanik aktif (ring of fire), oleh karena itu Indonesia
bahkan menjadi negara dengan kandungan panas bumi yang besar, 40% potensi
panas bumi dunia terdapat di Indonesia sehingga memungkinkan memiliki potensi
energi panas bumi sekitar 28.994 MWe dengan kapasitas terpasang 1189 MW
(Utami, 2015). Di sisi lain sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 5 Tahun
2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) bahwa pemanfaatan panas bumi
ditargetkan menjadi energi primer yang optimal dengan pemanfaatan lebih dari 17
% pada tahun 2025. Badan Geologi Kementrian ESDM pada Desember 2012
menyatakan bahwa energi potensi dari geotermal dengan 299 total lokasi di seluruh
Indonesia adalah sebesar 28.617 Mwe. Jumlah ini terbagi dalam 12.133 Mwe
sumber daya, 16.484 Mwe. Dimana cadangan itu terbagi menjadi 13.373 Mwe
masih terduga, 823 Mwe masih mungkin, dan 2.288 Mwe yang terbukti. Dari total
potensi yang telah terbukti baru 1.341 Mwe yang termanfaatkan.
PT. Pertamina Geothermal Energy (PGE) merupakan salah satu BUMN menjadi
sangat penting dalam mengelola sumber daya alam demi kesejahteraan Negara
Indonesia. PGE merupakan salah satu anak perusahaan PT Pertamina (Persero)
dengan PT Pertamina Pedeve Indonesia. Perusahaan didirikan berdasarkan akta
Nomor 10 tanggal 12 Desember 2006 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Proses produksi energi listrik
menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). PLTP sendiri
memanfaatkan panas bumi menjadi listrik yang lebih ramah lingkungan dengan
menggunaan tesla turbine yang dapat memanfaatkan uap buangan menjadi sumber
energi yang dapat menghemat pemakaian energi. Inovasi ini memanfaatkan uap
panas bumi sebagai sumber energi ramah lingkungan yang telah diterapkan juga di
PGE Area Kamojang. Pada tahun 2017, PGE Area Kamojang menghasilkan
efisiensi energi sebesar 35,91 GJ. PGE Area Kamojang (PGE, 2017).
Pengembangan energi panas bumi ini melibatkan multidisiplin ilmu dalam setiap
tahapannya. Dengan demikian dalam mempelajari tentang panas bumi tidak dapat
hanya sebatas teori, diperlukan praktek langsung untuk lebih memahami sistem
kerja pemanfaatan energi panas bumi serta peran apa saja yang dapat dilakukan
geofisikawan dalam pelaksanaannya. Untuk itu Kerja Praktek ini dilakukan di PT.
Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang yang terletak di Kamojang, Jawa
Barat. Kamojang merupakan lapangan panas bumi tertua di Indonesia yang
dioperasikan sejak tahun 1983. Dalam beberapa kurun waktu terakhir banyak
penelitian yang dilakukan di area ini dalam hal evaluasi, monitoring, dan
pengembangan bisnis. Hal ini menjadi salah satu kesempatan besar bagi penulis
untuk merasakan sistem dan budaya kerja di perusahaan ini serta ikut melaksanakan
penelitian yang berkenaan dengan monitoring sumur panas bumi.

1.2 Tujuan Kuliah Kerja Praktek


Adapun tujuan dari kegiatan Kuliah Kerja Praktik (KKP) ini adalah:
1. Mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan
2. Memahami kondisi real lapangan panas bumi
3. Mengenal sistem dan budaya kerja di lingkungan PT. Pertamina Geothermal
Energy Area Kamojang
4. Mendapat keterampilan teknis dalam melakukan monitoring sumur produksi dan
injeksi panas bumi

1.2 Manfaat
1.2.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
1. Sebagai bentuk pemenuhan syarat untuk menyelesaikan mata kuliah kerja
praktek (KP) pada jenjang program pendidikan tingkat sarjana strata 1 (S-1)
pada program studi Teknik Geofisika, Fakultas Teknik, Universitas Syiah
Kuala.
2. Mendapat gambaran mengenai sistem dan budaya kerja di PT. Pertamina
Geothermal Energy Area Kamojang yang nantinya akan berguna bagi
mahasiswa jika hendak memasuki dunia kerja setelah lulus kuliah.
3. Mendapatkan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan
yang didapatkan ketika kuliah
4. Menambah wawasan mengenai proses produksi dan monitoring lapangan
panas bumi

1.2.2 Manfaat bagi Akademik


1. Meningkatkan kerjasama antara lembaga pendidikan dengan instansi terkait
terutama dalam bidang akademik.
2. Mempromosikan sekaligus menunjukkan keberadaan kegiatan akademik di
tengah-tengah dunia kerja, terutama di PT. Pertamina Geothermal Energy
Area Kamojang, yang berguna untuk membantu meningkatkan kebutuhan
pada dunia kerja profesional ke depannya.

1.2.3 Manfaat bagi Instansi


1. Dapat meningkatkan kerjasama antara lembaga pendidikan (dalam hal ini
kampus) dengan instansi atau lembaga terkait
2. Memberikan kesempatan bagi instansi atau lembaga terkait untuk membagi
informasi serta ketrampilan yang dimiliki pada mahasiswa.
BAB II
PROFIL ORGANISASI DAN MANAJEMEN

2.1 Profil Perusahaan PT. Pertamina Geothermal Energy


2.1.1 Sejarah Singkat PT. Pertamina Geothermal Energy
PT. Pertamina Geothermal Energy yang selanjutnya disingkat PT. PGE
merupakan salah satu anak perusahaan PT Pertamina (Persero) dengan PT
Pertamina Dana Ventura. Perusahaan ini bergerak dibidang pemanfaatan energi
panasbumi. Perusahaan mempunyai peran penting bagi masyarakat dalam
berkontribusi sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan
khususnya di Indonesia. Pemanfaatan energi panas bumi telah dilakukan sejak
tahun 1980.
Pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1974,
dengan adanya aktivitas eksplorasi dan eksploitasi oleh Pertamina yang
mengidentifikasi 70 wilayah panas bumi di nusantara, yang dapat dimanfaatkan
untuk menghasilkan energi listrik. Pada 28 Januari 1983, Pembangkit Listrik
Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit I resmi beroperasi dengan kapasitas 30
MegaWatt (MW) memanfaatkan energi panas bumi dari Lapangan Kamojang,
Provinsi Jawa Barat. Pada Tahun 1987, PLTP Kamojang Unit II dan Unit III
berkapasitas 2 x 55 MW resmi beroperasi secara komersial. Pada Tahun 1996,
PLTP Sibayak Monoblok resmi beroperasi dengan kapasitas 2 MW memanfaatkan
energi panas bumi dari WKP Gunung Sibayak – Gunung Sinabung, Provinsi
Sumatera Utara.
Sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No.76 Tahun 2000, yang mengatur
pengelolaan energi panas bumi di Indonesia, maka PT. Pertamina (Persero) tidak
lagi menjadi satu-satunya badan usaha yang dapat mengelola panas bumi di
Indonesia. Sebagai tindak lanjut atas ketentuan tersebut, Pertamina mengembalikan
16 dari 31 Wilayah Kuasa Pengusahaan (WKP) panas bumi yang dikelolanya
kepada Pemerintah. Pada 21 Agustus 2001, PLTP Lahendong Unit I resmi
beroperasi dengan kapasitas 20 MW tersebut memanfaatkan energi panas bumi dari
Lapangan Lahendong, Provinsi Sulawesi Utara.
Sejak 17 September 2003, Pertamina berubah bentuk menjadi PT. Pertamina
(Persero), sebagai pelaksanaan Undang-Undang No.22 Tahun 2001 Tentang
Minyak dan Gas Bumi. Sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 31
Tahun 2003, PT Pertamina (Persero) diamanatkan untuk mengalihkan usaha panas
bumi kepada anak perusahaan. Selanjutnya PT. PGE didirikan sebagai anak
perusahaan PT. Pertamina (Persero), yang mengelola kegiatan usaha di bidang
panas bumi. Pendirian Perusahaan berdasarkan Akta Nomor 10 tanggal 12
Desember 2006, dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor W7-
00089HT.01.01-TH.2007 tertanggal 3 Januari 2007.
Perusahaan bergerak di bidang pengusahaan tenaga panas bumi. Produk yang
dihasilkan Perusahaan adalah uap panas bumi dan listrik, dengan total pro duksi
uap dan listrik setara listrik pada tahun 2018 mencapai 4.182,15 GWh. Saat ini,
pelanggan eksisting Perusahaan adalah PT PLN (Persero) dan Independent Power
Producer / IPP (PT Indonesia Power dan PT Dizamatra Powerindo). Saat ini,
Perusahaan mengoperasikan 5 lapangan komersial yaitu Kamojang 235 MW;
Ulubelu 220 MW; Lahendong 120 MW, Sibayak 12 MW dan Karaha 30 MW.
Perusahaan sedang mengembangkan 3 lapangan panas bumi yaitu Lumut Balai,
Hululais dan Sungai Penuh. Tiga lapangan lainnya sedang dalam tahap eksplorasi
yaitu Hululais Extension - Bukit Daun, Gunung Lawu, dan Seulawah. Khusus
untuk WKP Gunung Lawu dan Seulawah, dikelola oleh Anak Perusahaan PGE
yaitu PT Pertamina Geothermal Energy Lawu dan PT Geothermal Energi
Seulawah. Disamping itu, Perusahaan juga mengelola 5 lapangan yang
dioperasikan melalui kerjasama dalam bentuk Kontrak Operasi Bersama/ Joint
Operation Contract (KOB/JOC), yaitu 4 lapangan komersial (Gunung Salak 377
MW; Darajat 271 MW, Wayang Windu 227 MW dan Sarulla 330 MW) dan 1
lapangan dalam tahap pengembangan (Bedugul Bali).
Maksud didirikannya Perusahaan ini adalah untuk menyelenggarakan usaha
di bidang energi panas bumi dari sisi hulu dan/atau sisi hilir, baik di dalam maupun
di luar negeri serta kegiatan usaha lain yang terkait atau menunjang kegiatan usaha
di bidang panas bumi tersebut dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan
Terbatas. Perusahaan juga didirikan dengan tujuan memanfaatkan energi panas
bumi yang merupakan energi terbarukan ramah lingkungan di Indonesia.

2.1.2 PT. PGE Area Kamojang


Kegiatan eksplorasi panasbumi Kamojang dimulai sejak zaman pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda hingga sekarang ini. Eksplorasi pertama dilakukan oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926 sampai 1928 dengan melakukan
pemboran sebanyak 5 sumur di Lapangan Panas Bumi Area Kamojang. Geothermal
Survey of Indonesia yang bekerja sama dengan New Zealand Geothermal Project
pada tahun 1971-1979 kembali melakukan pemboran sebanyak 14 sumur
eksplorasi. Pada tahun 1978 energi panas bumi Kamojang untuk pertama kalinya
menghasilkan energi listrik sebesar 0,25 MW dan diresmikan pengoperasiannya
oleh Menteri Pertambangan dan Energi, Prof. DR. Subroto.
Pada 28 Januari 1983, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
Kamojang Unit I resmi beroperasi dengan kapasitas 30 MegaWatt (MW)
memanfaatkan energi panas bumi dari Lapangan Kamojang, Provinsi Jawa Barat,
ditetapkan secara resmi oleh Presiden RI Soeharto sebagai lapangan panasbumi
pertama di Indonesia. Pada Tahun 1987, PLTP Kamojang Unit II dan Unit III resmi
beroperasi dengan kapasitas 2 x 55 MW. Pada 26 Januari 2008, PLTP Unit IV
beroperasi dengan kapasitas 60 MW. Pada 29 Juni 2015, PLTP Unit V beroperasi
dengan kapasitas 35 MW. Total kapasitas PLTP Kamojang saat ini sebesar 235
MW, terdiri atas 5 unit. Keseluruhan energi listrik yang dihasilkan PLTP Kamojang
dialirkan guna mendukung sistem transmisi (interkoneksi) Jawa-Bali.
PT. PGE mensuplai uap untuk PLTP Unit I, II, dan III ke PT. Indonesia
Power dengan total kapasitas sebesar 140 MW terdiri dari Unit I sebesar 30 MW,
Unit II sebesar 55 MW, dan Unit III sebesar 55 MW. PLTP Unit I, II, III
membutuhkan uap sebesar 1100 ton/jam atau 18,3 ton tiap 1 MW. Sementara itu
PLTP unit IV dan V milik PT Pertamina Geothermal Energy dengan kapasitas
masing-masing sebesar 60 MW dan 35 MW. Untuk membangkitkan listrik sebesar
60 MW PLTP Unit IV membutuhkan uap sebanyak 410 ton/jam atau 6,9 ton tiap
MW.
Berdasarkan izin pendirian perusahaan, KepMenLH No. 241 Tahun 2012, PT. PGE
Area Kamojang memiliki 37 Cluster yang terdiri dari :
a. 45 unit sumur produksi
b. 9 unit sumur injeksi
c. 20 unit sumur pantauan
d. 8 uni sumur abandon

2.1.3 Lokasi dan Letak Wilayah PT. PGE Area Kamojang


PT. PGE Area Kamojang selain merupakan daerah kerja terdapat hutan lindung
atau cagar alami dan hutan produksi. Luas daerah operasi Area Kamojang ± 100 Ha
yang sebagian besar berada di areal kawasan hutan dan sebagian lainnya merupakan
tanah milik penduduk maupun milik negara. Pengadaan lahan dilaksanakan dengan
pembayaran ganti rugi untuk tanah milik dan pinjam pakai sebagai 48,85 Ha cagar
alam, 50,35 Ha hutan produksi, dan 9,35 Ha lahan hak milik PT. PGE Area Kamojang
disebut bekas kaldera (kawah) yang termasuk ke dalam gugusan Gunung Rakutak,
Gunung Gandapura, Gunung Gajah, Gunung Masigit, Gunung Guntur dengan puncak
tertinggi ± 2.249 mdpl.
PT. PGE Area Kamojang terletak di dalam wilayah Desa Laksana, Kampung
Pangkalan, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung Jawa Barat. Perusahaan terletak pada
koordinat 7o 5’ 30’’ LS dan 107o 17’ 30’’ BT berjarak ± 40 km sebelah Tenggara
Bandung dan 20 km Barat Laut Kota Garut. Perusahaan terletak pada Ketinggian 1640
– 1730 mdpl dengan suhu kisaran 15 o – 20oC. Peta Lokasi Perusahaan dapat dilihat pada
Gambar 2.1
Gambar 2.1 Siteplan PT. PGE Area Kamojang
Sumber : PT. PGE Area Kamojang (2019)
2.2 Bidang dan Skala Kerja PT. Pertamina Geothermal Energy
PT. Pertamina Geothermal Energy merupakan Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) yang bergerak dalam pengusahaan panas bumi untuk diproduksi menjadi
energi listrik. Secara umum bidang dan skala kerja yang dilakukan dari awal
sampai tahapan produksi, di antaranya :
1. Preliminary Survey
Kegiatan yang meliputi pengumpulan, analisis dan penyajian data yang
berhubungan dengan informasi kondisi geologi, geofisika, dan geokimia
untuk memperkirakan letak dan adanya sumber daya Panas Bumi serta
Wilayah Kerja.
2. Eksplorasi
Rangkaian kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika,
geokimia, pengeboran uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan
untuk memperoleh dan menambah informasi kondisi geologi bawah
permukaan guna menemukan dan mendapatkan perkiraan potensi Panas
Bumi. Pemegang IUP wajib menyampaikan rencana Eksplorasi dan kepada
Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-
masing, yang mencakup rencana kegiatan dan rencana anggaran.
3. Studi Kelayakan
Tahapan kegiatan untuk menentukan kelayakan usaha pertambangan Panas
Bumi, termasuk penyelidikan atau studi jumlah cadangan yang dapat
dieksploitasi.
4. Eksploitasi
Rangkaian kegiatan pada suatu wilayah kerja tertentu yang meliputi
pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan
fasilitas lapangan dan operasi produksi sumber daya panas bumi. Pemegang
IUP wajib menyampaikan rencana jangka panjang Eksploitasi kepada
Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-
masing yang mencakup rencana kegiatan dan rencana anggaran serta
besarnya cadangan.
5. Produksi Uap dan Arus Listrik
Pada PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang, proses produksi
listrik dilakukan dalam 2 skema yaitu: Perjanjian Jual Beli Uap (PJBU) dan
Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Untuk skema PJBU diterapkan pada unit
1,2,3 yang mana PT. PGE Area Kamojang menjual uap panas bumi untuk
diproduksi menjadi listrik oleh PT. Indonesia Power. Sedangkan untuk
skema PJBL, PT. PGE Area Kamojang mengesploitasi uap panas bumi dan
memproduksi menjadi listrik selanjutnya dijual kepada PT. PLN untuk
dialirkan ke jaringan listrik Jawa-Bali.

2.3 Visi Misi dan Tata Nilai Perusahaan


2.3.1 Visi Perusahaan
2014 : #1 Geothermal Entity in Indonesia
2017 : Leading Geothermal Company in Indonesia
2021 : Leading Geothermal Company in Asia
2025 : World Class Geothermal Energy Enterprise
2.3.2 Misi Perusahaan
Melaksanakan pengelolaan operasi dan portofolio usaha Geothermal
secara Profesional yang Berwawasan Lingkungan dan Memberikan
Nilai Tambah bagi Stakeholder
2.3.3 Logo PT. Pertamina Geothermal Energy

Gambar 2.2 Logo PT. PGE


Sumber: PT. PGE Area Kamojang (2019)
2.2.3 Tata Nilai PT. Pertamina Geothermal Energy
1. CLEAN
Dikelola secara profesional, menghindari benturan kepentingan,
tidak menoleransi suap, menjunjung tinggi kepercayaan dan
integritas. Berpedoman pada asas-asas tata kelola korporasi yang
baik.
2. COMPETITIVE
Mampu berkompetisi dalam skala nasional dan internasional,
mendorong pertumbuhan melalui investasi, membangun budaya sadar
biaya dan menghargai kinerja.
3. CONFIDENT
Berperan dalam pembangunan ekonomi nasional, menjadi pelopor
pengusahaan panas bumi, dan membangun kebanggaan bangsa.
4. CUSTOMER FOCUSED
Berorientasi pada kepentingan pelanggan dan berkomitmen untuk
memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.
5. COMMERCIAL
Menciptakan nilai tambah dengan orientasi komersial, mengambil
keputusan berdasarkan prinsip-prinsip bisnis yang sehat.
6. CAPABLE
Dikelola oleh pemimpin dan pekerja yang profesional dan memiliki
kompetensi dan penguasaan teknis tinggi, berkomitmen dalam
membangun kemampuan riset dan pengembangan.
2.3 Struktur Organisasi PT. PGE
Struktur Organisasi PT. PGE terdiri dari berbagai macam bagian,
diantaranya adalah :
 President Director merupakan pimpinan tertinggi PT. PGE yang
bertugas membawahi Internal Auditor, Company Secretary, dan
HSSE (Health Safety Security Environment).
 Predident Director membawahi langsung Director of Exploration
and Development, Director of Operation, dan Director of Finance.
 Director of Operation membawahi seluruh kegiatan operasi panas
bumi di seluruh Indonesia.
 General Manager Area Kamojang berada dibawah Director of
Operation dan membawahi tujuh Manager, yaitu :
1. Manager Planning dan engineering
2. Manager HSSE (Health Safety Security Environment).
3. Manager General Service
4. Manager Operation and Production
5. Manager Power Plant
6. Manager Workshop and Maintenance
7. Manager Finance

Struktur Organisasi PT. PGE dapat dilihat pada Gambar 4.2.


2.4 Proses Kerja Divisi Operasi Bagian Reservoar

Pada PT. Geothermal Energy Area Kamojang, Devisi Operasi merupakan


divisi yang melakukan pekerjaan inti dari PGE Kamojang dari hulu hingga ke
hilir. Di bawah operasi, terdapat tiga subdivisi, yaitu Reservoir, Produksi, dan
Lab. Produksi mengatur peralatan yang digunakan dari kepala sumur hingga
PLTP. Lab melakukan penelitian terhadap kandungan yang terdapat pada fluida
dan batuan.

Bagian Reservoir memiliki dua sub bagian, yaitu Pengujian Sumur (Well
Testing) dan Pengukuran Sumur (Well Measurement). Hal-hal yang dilakukan
pada saat pengujian sumur yaitu uji tegak (sudah jarang dilakukan karena alasan
lingkungan) dan uji datar, simulasi reservoir, memantau reinjeksi air, dan
melakukan uji Pressure Build Up (PBU). Sementara itu, pengukuran sumur
meliputi pengukuran tekanan dan temperatur maupun PTS (Pressure,
Temperature, Spinner) pada saat uap mengalir ataupun saat kondisi statik dan uji
komplesi sumur (Well Completion) seperti water loss test dan gross permeability
test. Proses logging juga dilakukan oleh tim Reservoir. Dari logging, dapat
diperoleh kedalaman sumur, kondisi dan konfigurasi sumur produksi maupun
injeksi.
BAB III
METODE KERJA

3.1 Waktu dan Tempat

Kerja praktek ini dilaksanakan di unit operasi PT. Pertamina Geothermal


Energy Area Kamojang, beralamat di Jl. Raya Kamojang, Laksana, Kecamatan
Ibun Kab. Bandung Jawa Barat. Pelaksanaan kerja praktek dilakukan selama satu
bulan terhitung dari tanggal 10 Januari sampai 10 Februari 2020 setiap hari kerja
(Senin-Jumat), pukul 07.15 – 15.45 WIB.

3.2 Ruang Lingkup Kerja

Pelaksanaan kuliah kerja praktek di unit operasi melingkupi bagian reservoir


(well measurement dan well testing) serta Laboratorium Uji Mutu. Setiap unit
kerja memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing yang berkenaan dengan
kegiatan operasi PT. PGE Area Kamojang. Selama melaksankan kuliah kerja
praktek, peserta dilibatkan dalam beberapa kegiatan operasi, diantaranya:

1. Pengukuran PTS (pressure, temperature, spinner)


Pengukuran PTS bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi bawah
permukaan, utamanya bagian-bagian sumur dan sifat fluida di reservoir
melalui karakteristik tekanan, suhu, dan laju fluida yang diidentifikasi
dari putaran spinner. Data dari PTS tersebut dapat menjadi acuan bagi
pihak operasi untuk menganalisis zona feed zone di reservoir dan
melihat produktivitas sumur.
2. Uji kimia fluida
Pelaksanaan uji fluida dilakukan untuk menganalisis zat kimia yang
terkandung pada steam atau uap yang dihasilkan dalam suatu sumur
produksi. Dari sample steam yang sudah dikondensasikan dengan NaOH
dan Zn dan solid suspend pada filter fluida, dapat diketahui jenis NCG
(non-condensable gas). Kriteria NCG berguna untuk mengetahui kadar
emisi yang dihasilkan pada PLTP apakah sesuai dengan ambang batas
ketentuan atau tidak.
3. Geologi regional dan petrografi batuan
Pembelajaran mengenai keadaan geologi dan petrografi batuan diberikan
oleh staf Laboratorium Uji Mutu. Pada bagian ini, peserta kuliah kerja
praktek diperkenankan untuk melihat langsung proses kerja pada
laboratorium XRD. Hasil analisis batuan dan scalling dari laboratorium
XRD dapat mengkonfirmasi hasil analisis bawah permukaan yang
dilakukan dengan pengukuran PTS dan uji kimia fluida.
4. Akuisisi data MEQ (micro-earthquake)
Akuisisi data MEQ rutin dilakukan di 11 stasiun yang tersebar di daerah
Kamojang dan Garut. Tujuan utama dari akusisi data MEQ adalah
mengidentifikasi kondisi reservoir dan laju aliran fluida di daerah
recharge. Data yang diakuisis di lapangan Kamojang selanjutnya
diimport ke unit geofisika di kantor pusat PT. PGE, Jakarta.
3.3 Alat dan Bahan
3.4 Metode dan Proses Kerja
Dalam melaksanakan Kuliah Kerja Praktek (KKP), terdapat beberapa
tahapan dan proses kerja yang dilaksanakan sesuai dengan judul yang
diangkat. Berikut merupakan rincian tahapan-tahapan yang telah
dilaksanakan selama melakukan KKP:
1. Studi Literatur
Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan referensi ilmiah mengenai
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya berkaitan dengan tema
yang diangkat. Melalui berbagai sumber literatur seperti jurnal, laporan,
buku dan referensi internet, informasi yang didapatkan akan menjadi
data skunder dalam penulisan laporan KKP.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan ditujukan untuk melihat langsung bagaimana proses
pengukuran PTS dilakukan untuk monitoring reservoir panas bumi di
area Kamojang. Selain itu penulis juga berkesempatan menggali
informasi skunder dengan mengikuti studi pengukuran MEQ dan
sample uji kimia fluida di sumur KMJ-XX.
3. Wawancara
Kegiatan wawancara dilakukan dengan bertanya, berdiskusi dan
berkonsultasi kepada pekerja di bidang-bidang terkait. Kegiatan ini
ditujukan untuk menggali informasi dan mengkonfirmasi data yang
diperoleh setelah studi literature kepada operator yang telah
berpengalaman.
4. Analisis Data
Data dan informasi yang berhasil dikumpulkan melalui studi literature,
studi lapangam dan wawancara selanjutnya dianalisis untuk
memberikan gambaran secara utuh mengenai permasalahan yang
diangkat dalam laporan KKP ini.
BAB IV

HASIL DAN PROSES KERJA

4.1 Studi Konsep Panas Bumi


Pada sub-bab ini dipaparkan mengenai hasil pembelajaran mengenai konsep
panas bumi yang didapat selama melaksanakan Kuliah Kerja Praktek (KKP) di
PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang.
4.1.1 Sistem Panas Bumi
Energi panas bumi adalah energi panas alami dari dalam bumi yang
ditransfer ke permukaan bumi secara konduksi dan konveksi (Supriyanto Suparno,
2009). Pendapat lain yang menyatakan bahwa energi panas bumi merupakan
energi panas yang keluar dari dalam bumi yang terkandung pada batuan dan fluida
yang mengisi rekahan dan pori batuan pada kerak bumi. Transfer panas pada
sistem panasbumi hidrothermal terjadi secara konduksi (melalui batuan) dan
secara konveksi (melalui kontak air dengan sumber panas). Proses daur hidrologi
dan aliran fluida pada sistem panas bumi berawal dari adanya air hujan yang
merembes ke dalam tanah melalui rongga-rongga antar-butir batuan. Daya serap
air sangat bergantung pada jenis batuan. Keberadaan struktur sesar pada lapangan
panasbumi dapat menciptakan fracture zone yang lebar, sehingga memudahkan
air tanah bersentuhan dengan hot rock. Akumulasi air tanah di atas hot rock dapat
meningkatkan volume dan tekanannya sehingga berubah menjadi uap panas.
Lokasi tempat fluida panas tersebut dinamakan reservoar panasbumi. Sementara
di bagian atasnya dapat terbentuk cap rock yang bersifat impermeabel sehingga
sulit ditembusi fluida.
Gambar 4.1 Model Konseptual Sistem Panas Bumi

Sumber energi panas bumi berasal dari magma yang berada di dalam
bumi. Magma tersebut berperan dalam menghantarkan panas secara konduktif
pada batuan disekitarnya. Panas tersebut juga mengakibatkan aliran konveksi
fluida hydrothermal di dalam pori-pori batuan. Kemudian fluida hydrothermal ini
akan bergerak ke atas namun tidak sampai ke permukaan karena tertahan oleh
lapisan batuan yang bersifat impermeabel. Lokasi tempat terakumulasinya fluida
hidrothermal disebut reservoir, atau lebih tepatnya reservoir panas bumi. Dengan
adanya lapisan impermeabel tersebut, maka hidrothermal yang terdapat pada
reservoir panasbumi terpisah dengan groundwater yang berada lebih dangkal.
Berdasarkan itu semua maka secara umum sistem panasbumi terdiri atas tiga
elemen: (1) batuan reservoir, (2) fluida reservoir, yang berperan menghantarkan
panas ke permukaan tanah, (3) batuan panas (heat rock) atau magma sebagai
sumber panas (Goff and Cathy, 2000 dalam Supriyanto Suparno, 2009).
4.1.2 Geologi Kawasan
Area panas bumi Kamojang terlerak 40 km dari Kota Bandung kearah
tenggara. Area ini meliputi area sebesar 31,68 km2 dan luas area prospek 21 km2.
Area panasbumi Kamojang terletak pada rantai dataran tinggi vulkanik berarah
Barat-Timur dari Gn. Rakutak di Barat sampai Gn. Guntur di sebelah Timur
dengan ketinggian 1500 m dpl dengan panjang 15 km dan lebar 4,5 km. Sistem ini
berasosiasi dengan endapan volkanik kuarter berumur 400.000 tahun produk dari
gunung vulkanik Pangkalan dan Gandapura dan terlihat menempati bagian dalam
hasil depresi vulkanik yang dibentuk oleh rim kaldera Pangkalan yang berbentuk
graben oleh sesar Kendeng di Barat dan sesar Citepus di Timur (PT. PGE, 1996).
Rim kaldera Pangkalan, sesar Citepus dan sistem sesar-sesar yang cenderung
Barat-Timur di sebelah Utara lapangan ini memberikan target drilling yang
menarik karena berasosiasi dengan produktivitas uap yang tinggi.
Apabila diurutkan dari tua ke muda, secara garis besar geologi daerah
Kamojang disusun oleh formasi Rakutatk, formasi Gandapura, dan formasi
Pangkalan. Formasi Rakutak terdiri atas batuan andesit basaltik, seangkan formasi
Gandapura menempati daerah sebelah timur Kamojang terdiri atas batuan andesit
piroksen yang umumnya mengalami alterasi akibat proses hidrotermal. Adapun
formasi pangkalan menempati bagian barat Kamojang, yang terdiri atas batuan
piroklastik. Gunung gandapura merupakan bagian jalur gunung api akibat dari
pengembunan deretan gunung Papandayan-gunung Sanggar- pasir Jawa ke arah
Utara dan Timur laut. Deretan pegunungan ini membentuk dinding kaldera
pangkalan sebelah barat. Gunung Gandapura dan lava yang berumur lebih tua dari
kompleks gunung Guntur yang berkomposisi andesit piroksen merupakan lava
yang paling umun dijumpai di daerah ini. Kompleks ini sebagian runtuh pada sisi
sebelah utara dan tenggara. Sekitar 1 km sebelah bart puncak Gunung Gandapura
dijumpai satu sesar ke arah utara-selatan, dengan blok barat relatif turun terhadap
terhadap blok timur. Adapun didaerah area panas bumi Kamojang dilalui oleh dua
sistem sesar utama, yakni sistem sesar normal ke arah baratlaut-tenggara dan
sistem sesar normal lainnya ke arah selatan-utara. Sesar-sesar ini mendominasi
struktur kompleks Guntur-Gandapur (PT. PGE, 1996). Satu struktur yang penting
adalah sesar kendang, yang berkembang dari puncak Kendang hingga ujung
selatan pasir Jawa sejauh 15 km. Dinding terjal utama menghadimurlaut pasir
Jawa tidak jelas, kemungkianan besar karena telah tertutup oleh aliran-aliran lava
dari gunung Gandapura.
Struktur geologi yang berkembang adalah sesar dan depresi melingkar, yang
mengendalikan permeabilitas lapangan Kamojang. Arah sesar-sesar adalah Barat
Daya-Timur Laut (BD-TL), Barat Laut-Tenggara (BL-TG), Barat Barat Laut –
Timur-Timur Laut (BBL-TTL) dan Utara-Selatan (U-S). Berdasarkan umurnya
sesar-sesar itu dapat diturunkan dari tua ke muda sebagai berikut (Tim Pokja
Kamojang, 2000):
a. Sesar BD-TL (arah N600E) diperkirakan merupakan sesar tertua di daerah
Kamojang di bagian Utara Danau Pangkalan merupakan sesar normal
dengan Blok Tenggara relatif turun. Di bagian Selatan danau Pangkalan
merupakan sesar mendatar.
b. Sesar BL-TG (arah N1400E) merupakan kelompok sesar normal yang
rumit.
c. Sesar BBL-TTL (arah N1100E) muncul dibagian Timut Laut daerah
Kamojang. Sesar ini merupakan sesar normal dengan Blok Selatan relatif
turun.
d. Sesar U-S (arah N150E) muncul di bagian timur daerah Kamojang, yang
diperkirakan merupakan sesar termuda. Sesar ini merupakan sesar normal
dengan Blok Barat relatif turun.
Gambar 4.2 Peta Geologi Regional Kamojang
Bentuk depresi melingkar diduga merupakan sisa kaldera atau kawah yang
terdapat di sekitar Danau Pangkalan, Danau Ciharus, dan Gunung Rakutak.
Pertemuan kedua pola distribusi struktur (BD-TL dan BL-TG) ini menyebabkan
terbentuknya zone subsurface geology sangat lemah, sehingga muncul
manifestasi-manifestasi panasbumi berupa fomarole, hot springs, mud pool, silica
residu dan lain-lain di sebelah Timur Laut Area Kamojang.

4.2 Karakteristik Reservoir

Batuan reservoir adalah batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air
dalam jumlah yang signifikan karena memiliki porositas dan permeabilitas yang
cukup baik. Keduanya sangat berpengaruh terhadap kecepatan sirkulasi fluida.
Batuan reservoar juga sangat berpengaruh terhadap komposisi kimia dari fluida
hidrotermal. Sebab fluida hidrotermal akan mengalami reaksi dengan batuan
reservoar yang akan mengubah kimiawi dari fluida tersebut. Nicholson (1993)
menjelaskan bahwa batuan vulkanik, sedimen klastik, dan batuan karbonat
umumnya akan menghasilkan fluida hidrotermal dengan karakter kimia yang
dapat dibedakan satu dengan yang lainnya.
Dalam reservoir panasbumi, bahan penyusunnya mempunyai struktur dan
karakteristik yang sesuai dengan terbentuknya bumi dan perlu diketahui
terbentuknya reservoir panas bumi harus memiliki persyaratan tertentu, yaitu
harus tersedia sumber panas, batuan reservoir, fluida reservoir, dan batuan
penudung. Selain syarat-syaratterbentuknya reservoir panas bumi juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan sumber panas, jenis fluida, temperature, dan
berdasarkan jenis fluida reservoir.

Sumber panas dari suatu sistem hidrotermal umumnya berupa tubuh


intrusi magma. Namun ada juga sumber panas hidrotermal yang bukan berasal
dari batuan beku. Panas dapat dihasilkan dari peristiwa uplift basement rock yang
masih panas, atau bisa juga berasal dari sirkulasi air tanah dalam yang mengalami
pemanasan akibat adanya perlipatan atau patahan. Perbedaan sumber panas ini
akan berimplikasi pada perbedaan suhu reservoar panasbumi secara umum, juga
akan berimplikasi pada perbedaan sistem panasbumi (Juhri, 2016).

4.2.1 Porositas dan Permeabilitas Reservoir

Reservoir panasbumi umumnya ditemukan pada batuan rekah alami, di


mana batuannya terdiri dari rekahan-rekahan dan rongga-rongga atau pori-pori.
Fluida panasbumi, terkandung tidak hanya dalam pori-pori tetapi juga dalam
rekahan-rekahan. Volume rongga-rongga atau pori-pori batuan tersebut umumnya
dinyatakansebagai fraksi dari volume total batuan dan didefinisikan sebagai
porositas (φ). Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai berikut:

φ = Vp/Vb

dimana Vp adalah volume pori dan Vb adalah volume total batuan.

Porositas batuan reservoir panasbumi biasanya dibedakan menjadi dua,


yaitu porositas rekahan dan porositas antar butir atau porositas matriks batuan.
Hingga saat ini baru porositas matriks yang dapat diukur di laboratorium.
Reservoir panasbumi umumnya mempunyai porositas matriks 3 sampai 25%
seperti sedangkan rekahannya sama dengan 100%.
Seperti di perminyakan, permeabilitas suatu batuan merupakan ukuran
kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas merupakan parameter
yang penting untuk menentukan kecepatan alir fluida di dalam batuan berpori dan
batuan rekah alami. Permeabilitas yang biasanya dinyatakan dalam satuan mD
(mili Darcy), di bidang geothermal seringkali dinyatakan dalam m 2, dimana 1
Darcy besarnya sama dengan 10-12 m2. Besarnya permeabilitas batuan tidak sama
ke segala arah (anisotropy), umumnya permeabilitas pada arah horizontal jauh
lebih besar dari permeabilitasnya Pada arah vertikal.

Tipe reservoir sistem panas bumi Kamojang didominasi oleh sistem panas
bumi uap (vapour dominated) yang memiliki porositas yang besar, permebilitas
tinggi, temperature tinggi. Permeabilitas dihasilkan karena patahan, kekar, dan
fraktur seperti porositas intergranular di lapilli (Elicia et al, 2017). Reservoir
terletak pada kedalaman antara 700 hingga 2000 m. Reservoir pada area Kamojang
terdiri dari batuan andesit dan beberapa piroklastik vulkanik. Suhu reservoir
mencapai 235°C hingga 250°C. Reservoir lapangan Kamojang ini memiliki
saturasi air yang mencapai 35%. Terdapat kandungan gas non kondesat dalam
pemakaian cairan kurang dari 1 % berat. Porositas reservoir kebanyakan mencapai
4 – 7 %. Reservoir ditutupi oleh batuan penudung (cap rock) yang terdiri dari
batuan vulkanik prophilitic teralterasi dengan ketebalan 500 – 600 m namun
semakin ke arah utara dan timur ketebalan nya hanya 200 – 300 m. (Moeljanto,
2004). Permeabilitas-ketebalan produk (Kh) berkisar antara 500 hingga 140,000
milidarcy meter, dimana sumur produksi menunjukkan nilai lebih dari 4,900
milidarcy meter. Sumur produksi lapangan kamojang pada tahun 2016 tercatat
memproduksi 235 megawatt (MW) listrik (Elicia et al, 2017)

4.2.2 Fluida di Reservoir

Nicholson (1993) menyebutkan ada 4 (empat) macam asal fluida-fluida


panasbumi, yaitu: (1) air meteorik atau air permukaan, yaitu air yang berasal dari
presipitasi atmosferik atau hujan, yang mengalami sirkulasi dalam hingga
beberapa kilometer. (2) Air formasi atau connate water yang merupakan air
meteorik yang terperangkap dalam formasi batuan sedimen dalam kurun waktu
yang lama. Air connate mengalami interaksi yang intensif dengan batuan yang
menyebabkan air ini menjadi lebih saline. (3) Air metamorfik yang berasal dari
modifikasi khusus dari air connate yang berasal dari rekristalisasi mineral hydrous
menjadi mineral yang kurang hydrous selama proses metamorfisme batuan. (4)
Air magmatic dibagi menjadi dua jenis, yaitu air magmatik yang berasal dari
magma namun pernah menjadi bagian dari air meteorik dan air juvenile yang
belum pernah menjadi bagian dari meteorik.

Pembagian berdasarkan asal fluida ini disampaikan oleh Ellis & Mahon
(1977). Mereka membagi sistem panasbumi menjadi cyclic system dan storage
system. 1. Cyclic system yaitu apabila suatu fluida hidrotermal berasal dari air
meteorik yang mengalami infiltrasi dan masuk jauh ke bawah permukaan,
kemudian terpanaskan, dan bergerak naik ke permukaan sebagai fluida panas.
Pada sistem ini, air meteorik mengalami recharge dari hujan dan infiltrasi,
sehingga siklus sistem berjalan terus menerus. 2. Storage System terbentuk
apabila air tersimpan pada batuan dalam skala wakt u geologi yang cukup lama
dan terpanaskan secara insitu, baik sebagai fluida dalam formasi maupun sebagai
air dari proses hidrasi pada mineral. Storage system ini dibagi berdasarkan host
atau batuan tempat tersimpannya fluida tersebut, menjadi: (1) Sedimentary basin
system dimana fluida diperoleh saat sedimen terendapkan. Salinitas pada air yang
dihasilkan oleh air formasi ini umumnya lebih tinggi dibanding salinitas pada air
magmatik. Selain itu, air yang berasal dari air laut ini juga akan mengakibatkan
komponen ion klorida pada air formasi yang mengalami pemanasan akan
meningkat. (2) Metamorphic system dimana air berasal dari pelepasan H2O saat
proses metamorfisme batuan sedimen asal laut berjalan (White et al, 1973 dalam
Ellis & Mahon, 1997).

4.3 Pengukuran PTS di Sumur Panas Bumi

4.3.1 Fungsi dan Bagian-bagian Sumur Panas Bumi

Setelah proses eksplorasi yang melibatkan survey geologi, geofisika, dan


geokimia menunjukkan bahwa suatu daerah memiliki prospek panas bumi yang
ekonomis untuk dikembangkan, maka tahap selanjutnya adalah pemboran sumur.
Tahapan pengeboran sumur adalah fase yang sangat penting dan mahal bahkan
bisa melebihi separuh biaya produksi geotermal (Saptaji, 2014). Tahapan teknis
pengeboran sistem geotermal diantaranya adalah: rotary drilling yang
menggunakan mata bor bergerigi, drilling fluid dengan mengsirkulasikan fluida
selama pengeboran, dan pemasangan casing dan linear.

Gambar 4.3 Lateral section Sumur panas Bumi

Bagian utama dari lubang bor adalah casing dan linear. Casing adalah
selubung lubang bor yang terbuat dari bahan campuran logam. Ragam campuran
akan mempengaruhi kekuatan casing termasuk ketahanan terhadap proses
perkaratan. Casing berguna untuk menahan dinding lubang bor dari keruntuhan
akibat tidak stabilnya formasi dan mengisolasi lubang bor dengan formasi lainnya.
Sedangkan linear adalah selubung yang menutup reservoir geotermal. Linear
berukuran lebih kecil dari casing dan mempunyai lubang-lubang di seluruh
permukaan vertikalnya. Dengan menggunakan linear, akan diperoleh flow rate
dari fluida geotermal yang cukup tinggi. Hal ini sangat penting, karena apabila
flow rate terlalu rendah maka akan terjadi penurunan tekanan yang cukup tinggi
sehingga diperlukan pompa re-injeksi. Pemasangan casing dan linear di dalam
lubang bor dengan menggunakan bantuan centralizer untuk membuat posisi tepat
di tengah lubnag bor. Pada lapangan panas bumi PT. Pertamina Geothermal
Energy Area Kamojang, sumur panas bumi menggunakan serangkaian casing
berukuran 20 inch, 13 3/8 inch, 9 5/8 inch, dan linear 7 inch. Namun dibeberapa
tempat sepertu Wayang Windu digunakan sistem big hole dengan linear mencapai
10 ¾ inch. Pengalaman dalam pemboran di beberapa tempat menunjukkan bahwa
biaya pemboran dengan sistem big hole lebih besar 25% dibandingkan sumur
standar.

Dalam suatu lapangan produksi biasanya terdapat beberapa jenis sumur,


diantaranya adalah sumur produksi, sumur injeksi, sumur delineasi atau
pemantauan dan sumur abandon. Jumlah sumur tergantung dari besaran daerah
yang diduga mempunyai energi panas bumi yang sesuai untuk diproduksi dengan
mempertimbangkan aspek ekonomis. Teknologi pemboran sumur-sumur panas
bumi banyak mengadopsi teknologi pemboran sumur-sumur minyak dan gas.
Tantangan dari pemboran sumur panas bumi yaitu berhubungan dengan suhu yang
tinggi, dan kedalaman reservoar panas bumi itu sendiri. Jenis batuan yang sering
ditemui pada saat pemboran didominasi oleh batuan beku yang akan
mempengaruhi bit dan tingkat penetrasi pemboran.

Sumur produksi adalah sumber utama masuknya fluida dari reservoir yang
dapat berupa steam, brine, atau keduanya yang akan disalurkan untuk pembangkit
energy listrik di PLTP. Adanya pengaruh temperatur dan tekanan dari bawah
permukaan menyebabkan fluida dapat keluar menuju permukaan bumi. Setelah
proses produksi selesai, sisa fluida yang telah digunakan energinya untuk
menggerakkan turbin kemudian diinjeksikan kembali kedalam sumur injeksi. Hal
ini ditujukan untuk memastikan keseimbangan fluida di reservoar dan menjamin
kecukupan fluida untuk kembali di produksi. Selain itu terdapat pula sumur
delineasi atau pemantauan yang berfungsi sebagau pemantauan terhadap suatu
area produksi geotermal. Pada sumur ini tidak dilakukan proses produksi maupun
injeksi. Dalam suatu lapangan operasi juga dapat ditemui sumur abandon atau
sumur yang tidak digunakan lagi.

Pada sumur produksi di PT. Pertamina Geothermal Energy Area Kamojang,


jenis fluida yang dimanfaatkan adalah steam. Lapangan ini tergolong dalam
sistem panas bumi uap kering 1 fasa, berbeda dengan lapangan panas bumi
lainnya di Indonesia. Secara umum, pada sumur panas bumi dipasang beberapa
komponen yang dilengkapi oleh bagian-bagian velve atau kepala sumur. Valve ini
berfungsi untuk mengatur aliran fluida dari sumur-sumur produksi, Pada
rangkaian valve terdapat lima komponen utama, yaitu:

 Master valve atau kerangka utama


Berfungsi untuk membuka dan menutup secara penuh (full open/close)
dan mengisolasi fluida dari dalam sumur. Master valve merupakan
bagian utama dari sistem kepala sumur, maka perlu dihindari efek
pengikisan yang akan meyebabkan kebocoran. Rating valve utama
dapat menahan tekanan dan temperature maksimum sumur panas
bumi. Biasanya bagian master valve berukuran 10 inch untuk sumur
standard dan 14 inch untuk sumur jenis big hole.
 Top valve atau service valve
Digunakan pada saat proses maintenance atau perawatan sumur.
Biasanya digunakan untuk kegiatan pengukuran PTS (pressure,
temperature, spinner) dan logging sumur. Valve ini terletak di bagian
paling atas, umumnya di atas tee/cross dengan ukuran sekitar 3 1/8
inch.
 Wing valve
Merupakan komponen yang digunakan untuk keperluan bleeding
(membuang gas) dan memanaskan sumur. Pada umumnya ukuran
rating wing valve sama dengan top velve. Pada kerangka ini juga
terpasang beberapa instrument, seperti pressure gauge dan temperature
gauge untuk mengetahui kondisi sumur.
 Expansion spool
Digunakan untuk mengantisipasi efek termal yang menyebabkan
terjadinya pemuaian pada production casing sehingga tidak berdampak
buruk terhadap fasilitas produksi. Expansion valve terletak pada
bagian bawah master valve.
Gambar 4.4 Bagian Wellhead

Pada kondisi tertentu, aliran fluida menuju turbin harus dihentikan


sementara sehingga by-pass valve atau wing valve yang lain mesti diaktifkan
untuk mengalihkan aliran yang ada. Pengalihan aliran ini dilakukan melalui
atmospheric separator atau dikenal juga sebagai silencer. Silencer juga berperan
untuk meredam kebisingan dari steam yang bertekanan tinggi. Sedangkan rock
muffer adalah peredam atau silencer khusu yang digunakan jika aliran fluida
berupa satu fasa, seperti di Lapangan Panas Bumi Kamojang.

Gambar 4.5 Surface System Sumur Panas Bumi


Setelah steam sampai ke kepala sumur, selanjutnya akan dialirkan melalui
pipa. Sistem pipa panas bumi terdiri dari pipa alir 2 fasa, pipa alir 1 fasa serta pipa
alir kondensat. Ciri khas pipa alir uap adalah memiliki diameter lebih besar
daripada jenis pipa alir lain karena volume spesifik uap jauh lebih besar
dibandingkan volume spesifik air. Fungsi utama dari pipa alir adalah mengalirkan
fluida dari kepala sumur menuju separator, mengalirkan uap kering dari separator
atau scrubber ke turbin, dan mengalirkan air hasil kondesnsasi menuju sumur re-
injeksi. Pipa alir diselubungi oleh insulator khusus untuk mengurangi kehilangan
panas atau heat loss sepanjang pipa alir yang terbentang dari kepala sumur ke
turbin. Tujuan lainnya dari selubung insulator adalah agar pipa tetap aman jika
tersentuh oleh manusia atau binatang di lingkungan sekitar area produksi panas
bumi.

4.3.2 Konsep Pengukuran PTS

Perilaku reservoir merupakan aspek yang harus diperhatikan karena dapat


digunakan untuk menentukan kelayakan dan kualitas produksi dari suatu lapangan
panas bumi. Perilaku tersebut meliputi kedalaman dan besarnya kontribusi tiap-
tiap feedzone, respons tekanan serta suhu reservoir. Pada sumur panas bumi dapat
dilakukan beberapa survey yang dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi di
dalam sumur dan kondisi reservoir. Salah satu jenis pengukuran yang dapat
dilakukan adalah pressure, temperature, spinner atau selanjutnya disebut dengan
PTS. PTS merupakan instumen yang digunakan untuk pengukuran di bawah
permukaan sumur panas bumi yang berfungsi untuk mengetahui tekanan,
temperature dan laju aliran fluida produksi (Steungrimsson, 2013).

Pada alat PTS tool, tiga alat utama yang terdapat pada alat ini adalah
presuure recorder, temperature recorder, dan spinner yang berada di paling bawah
(Stevens, 2000). Pressure recorder dan temperature recorder berada di dalan heat
shield yang berfungsi untuk melindungi recorder tersebut dari tingginya
temperature yang ada di dalam sumur panas bumi. Spinner yang berada di bagian
paling bawah akan berputar bila fluida mengalir mengenai baling-baling tersebut.
Putaran spinner akan terekam sebagai RPS (revolution per second) yang dapat
menjadi laju alir fluida di dalam sumur. Artinya putaran spinner akan berbanding
lurus terhadap laju alir fluida di dalam sumur. Semakin cepat putaran, maka
semakin cepat pula laju fluida tersebut.

Gambar 4.6 PTS Tool

Dalam rangkaian PTS tool, spinner diletakkan paling bawah dimana di


dalamnya terdapat impeller yang dibungkus impeller house. Lalu di atas spinner
adalah pressure dan temperature tool. Untuk mempertahankan posisi PTS tool
berada di tengah-tengah sumur, maka alat ini dilengkapi dengan centralizer.
Peralatan lain yang terdapat pada alat logging adalah winch yaitu alat untuk
mengulur dan menarik kabel ke dan dalam sumur serta terdapat kabel yang terbagi
menjadi dua jenis yaitu e-line dan slickline, yang terhubung dengan mobil
logging. Perbedaan e-line dan slickline adalah pada e-line pembacaan data logging
dari sumur langsung bisa terlihat secara real time saat dilakukan logging dan pada
slickline pembacaan data hanya menghasilkan memori yang bisa diunduh datanya
setelah alat logging diangkat ke permukaan. Selain itu terdapat pula weight sensor
untuk memonitor tegangan dari kabel logging dan Surface Read Out (SRO) yaitu
untuk membaca data yang ditransmisikan dari dalam lubang ke permukaan

Prinsip akuisisi data PTS tool ketika diturunkan ke dalam sumur adalah
dilakukan beberapa kali pass (naik-turun) di dalam lubang bor dengan
menggunakan beberapa cable speed yang berbeda. Pada saat alat tersebut pertama
kali turun dari permukaan, kecepatan kabel dipertahankan agar tetap konstan
hingga kedalaman yang dituju. Sesampainya di kedalaman yang tersebut, alat
didiamkan selama dua menit agar pembacaan spinner stabil dan tidak ada defleksi
pembacaan. Kemudian alat dinaikkan dengan kecepatan kabel yang sama namun
hingga top of liner dan didiamkan selama dua menit bertujuan untuk mengetahui
laju alir massa total yang ada di sumur tersebut. Pengamatan dengan PTS
dilanjutkan lagi dengan menurunkan alat ke bawah dengan kecepatan kabel yang
berbeda. Alasan dilakukan beberapa kali dan dengan kecepatan kabel yang
berbeda bertujuan untuk validasi data apabila dalam salah satu pengukuran PTS
terjadi anomali dalam pengukuran, data anomali tersebut dapat diabaikan.
Sedangkan ahap pengolahan data PTS dimulai dengan melakukan sorting data
menjadi setiap interval kedalaman. Setelah itu melakukan plot respons spinner
dengan cable speed untuk menentukan slope. Setelah diperoleh nilai slope, dapat
dilakukan perhitungan kecepatan aliran fluida (fluid velocity).

Data yang diperoleh dari spinner tool merupakan laju putaran spinner
sehingga dilakukan penterjemahan data putaran spinner menjadi kecepatan fluida
dengan cara melakukan plot dari frekuensi/ RPS (radian per second) dengan cable
velocity (meter per second) untuk mendapatkan kurva tool’s resonse. Dari hasil
plot data RPS dan cable velocity untuk tiap log up dan log down akan diperoleh
kemiringan tiap kedalaman, idealnya kurva tool’s response terhadap cable speed
akan membentuk garis lurus. Dari data tersebut kemudian dicari nilai average
slope (fpm/rps) secara keseluruhan. Saat fluida mengalir melewati impeller,
impeller pada spinner tool akan mulai berputar jika kecepatan alir melebihi
kecepatan ambang (threshold velocity) dan akan terus meningkat dengan
peningkatan kecepatan alir. Kecepatan ambang ini berbeda untuk masing masing
tipe impeller.

Kecepatan fluida dapat ditentukn dari persamaan

FV =( fpm/rps ) RPS−CV (1)

Keterangan :
FV= Fluid Velocity, m/s
RPS = Spinner Frequency, radian per second
CV = Cable Velocity, m/s
Fpm/rps = 1/avg slope

4.3.3 Prosedur Pengukuran PTS


Dalam melakukan pengukuran PTS, harus dilakukan beberapa tahapan mulai dari
persiapan alat, menurunkan PTS tools, dan menarik kembali ke permukaan.
Berikut merupakan langkah kerja di setiap tahapan:

a. Persiapan alat
1. Sebelum memulai pengukuran, alat PTS harus dipastikan dalam
keadaan baik dan siap digunakan. Komponen-komponen dari setiap
alat diperiksa kembali agar bisa bekerja sesuai dengan fungsinya.
2. Lakukan visual check untuk kondisi wireline yang akan digunakan
untuk menurunkan PTS tools.
3. Persiapkan PTS memory tools
4. Periksa kembali PTS memory tools yang sudah terpasang dengan
wireline untuk diturunkan melalui servive valve

b. Menurunkan PTS tools

1. Siapkan PTS memory tool


2. Tambahkan pemberat untuk mengimbangi kecepatan aliran
fluida.
3. Set titik 0 meter dari puncak cellar
4. Masukan PTS tool assembly kedalam lubricator.
5. Angkat lubricator dan posisikan diatas quick connect spool
lubricator.
6. Pasang quick connect lubricator ke 3” lubricator spool.
7. Buka 3” top valve secara pelan untuk memberikan tekanan
(pressurize) pada lubricator.
8. Setelah tekanan dalam lubricator sama dengan tekanan sumur, buka
penuh 3” top valve. Biarkan tool didalam lubricator selama 1-2 menit
untuk pengambilan data.
9. Mulai turunkan PTS tool (log down) secara perlahan-lahan, jika tool
tidak bisa masuk kedalam sumur karena tertarik aliran fluida (uap+air)
disekitar flow TEE atau side valve, kecilkan aliran fluida dengan cara
menutup wing valve atau side valve secara bertahap sampai alat bisa
melewati daerah tersebut, sambil dicoba alat diturunkan.
10. Lanjutkan log down PTS tool dengan kecepatan 30 meter/menit sambil
perhatikan beban tool.
11. Berhenti di kedalaman akhir (bottom hole) selama 2 menit untuk ambil
data. Selama running hole catat TKS dan laju aliran dua phasa selama
pengukuran berlangsung, biarkan aliran fluida stabil pada kira-kira 200
ton/jam atau sesuai dengan kemampuan berat tool menahan aliran
fluida.
12. Apabila tool akan melewati puncak slotted line (perubahan diameter
casing), kurangi kecepatan tool dan perhatikan berat tool karena akan
melewati daerah dimana terjadinya perubahan kecepatan aliran fluida
menjadi lebih kuat, sehingga akan terjadi penurunan beban tool yang
dapat mengakibatkan tool tidak bisa masuk, bahkan tool bisa terbawa
aliran yang berakibat pada penurunan beban tool dan slick line dapat
putus atau bird nest (seperti sarang burung) akibat terbawa arus aliran
disekitar flow TEE.
13. Cabut PTS tool dengan kecepatan 30 meter/menit sampai +/- 50 - 100
meter diatas topslotted liner.
14. Biarkan selama 2 menit untuk ambil data, dan turun kembali dengan
kecepatan 40 meter/menit
15. Biarkan selama 2 menit dikedalaman akhir untuk ambil data, dan cabut
alat sampai permukaan dengan kecepatan 40 meter/menit

c. Mencabut Alat

1. Cabut (Log up) PTS tool dengan kecepatan 40 meter/menit


2. Ketika PT tool sampai dikedalaman +/- 200 meter, kecilkan aliran
fluida dengan cara menutup wing valve kearah silencer, untuk
mencegah tool terbawa alirah pada waktu melewati flow TEE di
kepala sumur.
3. Ketika alat sampai +/- 25 meter dibawah lubricator, kurangi kecepatan
alat sambil satu orang operator ditugaskan untuk mengayun wire line
per lahan-lahan agar apabila terjadi hambatan terhadap alat akan lebih
cepat terdeteksi
4. Ketika alat sudah berada di lubricator, alat penunjuk kedalaman dan
beban harus menunjukan angka yang sama atau lebih kecil
dibandingkan dengan ketika alat akan diturunkan. (contoh: waktu tool
akan turun dan berada di lubricator angka di counter depth
menunjukan angka 99993 dan waktu tool sampai dilubrikator kembali
harus menunjukan angka 99993 atau lebih kecil misalnya 99990)
5. Tutup kembali top valve 3”
6. Tutup Master valve, apabila survey telah dinyatakan selesai.
7. Buka valve ½” pada lubricator untuk membuang sisa tekanan didalam
lubricator, hati2 semburan uap/brine panas dan gas H2S.
8. Lepas quick connect lubricator dengan spool.
9. Rig down lubricator dan lepaskan sambungan Antara rope socket
dengan PTS tool.
10. Pasang kembali Lockout / tagout
11. Biarkan tool assembly dingin secara alami terlebih dahulu, jangan
dibuka dalam keadaan panas, karena akan merusak drat dari tool.
12. Buka selubung/heat seal, heat sink dan gauge cover.
13. Down load PTS tool sesuai dengan SOP “Program dan Down load”
Tool
14. Lepaskan seluruh sambungan pada tool untuk memudahkan dalam
pemeliharaan alat.
15. Bersihkan seluruh peralatan agar terhindar dari kerusakan karena karat
dll.

4.3.4 Data dan Analisis

Anda mungkin juga menyukai