Anda di halaman 1dari 9

Flow Injection Analysis (FIA)

Flow Injection Analysis (FIA) adalah metode analisis kimia yang

didasarkan pada injeksi sampel (larutan) ke dalam larutan pembawa (carrier)

dalam sistem tidak tersegmentasi. Tidak tersegmentasi artinya sistemnya

mengalir dan tidak dibagi menjadi area-area tertentu, seperti sungai.

Sampel terinjeksi membentuk zona yang kemudian ditransportasi ke

detektor yang secara kontinyu mengukur absorbansi, potensial elektrode,

atau parameter fisika lain, yang berubah secara kontinyu sebagai akibat

mengalirnya sampel melalui sebuah flow cell. Metode ini pertama kali

diperkenalkan oleh Rzicka dan Hansen pada tahun 1975. Dari definisi ini

dapat disimpulkan bahwa Flow Injection Analysis adalah metode yang

sangat fleksibel karena detektor yang digunakan bermacam-macam.

Misalnya, kalau kita ingin mengukur absorbansi, maka detektornya

Spektrofotometer UV-Vis. Jika ingin mengukur potensial elektrode, maka

detektor yang digunakan bisa Potensiometer. Bahkan mungkin bisa AAS,

ICP, dan HPLC untuk pengukuran parameter lainnya.

FIA juga bisa diartikan metode untuk mengumpulkan semua informasi

yang diperoleh dari gradien konsentrasi yang terbentuk akibat sampel

terinjeksi dan terdispersi kedalam larutan pembawa (carrier) yang mengalir


secara kontinyu dan tidak tersegmentasi. Menurut Zhao Lun Fang (1995),

teknik flow analysis dilakukan dengan cara memanipulasi zona sampel dan

reagen dengan keterulangan yang baik di dalam sistem yang mengalir pada

kondisi yang secara termodinamika tidak setimbang.

Kimia analitik memang identik dengan manipulasi, namun dalam artian

yang positif. Dalam FIA, zona sampel juga bisa dimanipulasi, misalnya

dalam memekatkan atau mengencerkan sampel agar terdeteksi oleh

instrumen yang digunakan untuk analisis. Maksud dari termodinamika yang

tidak setimbang adalah reaksinya tidak perlu tuntas, dan tidak perlu

stoikiometri.

Karena yang dipentingkan dalam FIA ini tidak hanya ketepatan dan akurasi,

tapi juga waktu analisisnya. Begitu reaksinya sudah menghasilkan sinyal

yang bisa dibaca, maka itu bisa digunakan sebagai dasar untuk analisis.
Instrumen/Skema Flow Injection Analysis

1. Carrier (C)

Kebanyakan carrier adalah suatu reagen yang berfungsi membawa

sampel ke detektor, tapi semua carrier belum tentu berfungsi sebagai

reagen. Reagen atau pereaksi tidak mesti tunggal. Kalau suatu reaksi itu

membutuhkan tahapan-tahapan reaksi, carrier-nya bisa lebih dari satu

senyawa.

Contoh: Suatu reaksi hanya bisa berlangsung dalam suasana basa, maka

salah satu carrier-nya adalah larutan basa. Tujuannya adalah untuk

menaikkan pH sampel. Baru setelah itu, akan bereaksi dengan reagen

yang kedua, ketiga, dan seterusnya sampai membentuk senyawa baru.


2. Pompa (P)

Karena sistemnya mengalir, maka di FIA itu butuh pompa yang berfungsi

untuk mengalirkan carrier. Pompa juga tidak mesti hanya menggunakan

satu, bisa saja dua, tiga, dan seterusnya.

3. Injektor Sampel (S)

Tempat menginjeksikan sampel. Sehingga nantinya sampel akan

bertemu dengan reagen dan bereaksi.

4. Mikroreaktor (M)\

Tempat untuk menyempurnakan reaksi antara sampel dan reagen.

Kapiler mikroreaktor sengaja tidak dibuat lurus (digulung) agar alirannya

torbulen, sehingga pencampuran antara sampel dan reagen sempurna.

Ukuran dari kapiler mikroreaktor bisa disesuaikan dengan design Flow

Injection Analysis yang diinginkan.

5. Detektor (D)

Dari pencampuran sampel dan reagen akan terbentuk senyawa yang

mempunyai sifat kimia atau fisika yang baru. Bisa warnanya berubah , pH

berubah atau Arusnya yang berubah. Sehingga nantinya bisa dibaca oleh

detektor yang berbeda-beda tergantung pengukuran yang diinginkan.


Konsep Flow Injection Analysis

1. Volume sampel yang diinjeksikan reproducible

Artinya volume injeksi sampel ke-1, 2, 3, dan seterusnya harus sama.

Nah supaya menjamin volume-nya sama, digunakan Syringe (alat

suntik) untuk injeksi sampel. Agar volume-nya lebih sama lagi, bisa

digunakan Autosampler. Digunakan alat ini supaya "reproducibel",

keterulangannya teratur.

2. Dispersi sampel harus terkontrol

Sampel yang diinjeksikan lama-kelamaan akan menyebar (terdispersi),

konsentrasinya juga semakin kecil. Supaya hasil reaksinya nanti masih

terbaca oleh detektor, oleh karena itu perlu adanya kontrol. Salah satu cara

untuk mengontrol dispersi ini adalah dengan optimasi mikroreaktor.

Jika pipa kapiler mikroreaktor terlalu panjang, mungkin sampel ketika

sampai di ujung sudah terdispersi. Tapi kalau, terlalu pendek mungkin

reaksi antara sampel dan reagen belum sempurna. Untuk itu perlu

dilakukan optimasi agar kapiler tidak terlalu pendek dan tidak terlalu

panjang untuk mengontrol dispersi sampel.


3. Waktu analisis reproducible

Jadi kalau kita optimasi waktunya 15 detik, maka seluruh sampel harus

diukur dalam waktu 15 detik. Kalau optimasi waktunya 30 detik, maka

seluruh sampel harus diukur dalam waktu 30 detik, dan seterusnya. Hal ini

juga beruhubungan dengan pengontrolan dispersi sampel.

Besarnya dispersi, dinyatakan dengan Koefisien Dispersi (D). Koefisien

dispersi didefinisikan konsentrasi awal dibagi konsentrasi maksimum (Co /

Cmax).

Jika koefisien dispersi rendah (D < 2), hasil reaksinya bagus dan bisa

terbaca. Jika koefisien dispersi medium (2 < D < 10), hasil reaksinya masih

bisa dibaca, tapi kurang bagus. Jika koefisien dispersi tinggi (D > 10), maka

tidak akan terbaca oleh detektor.

Faktor yang mempengaruhi sinyal respon

1. Kecepatan alir carrier

Jika aliran terlalu cepat, dikhawatirkan reaksinya belum sempurna. Sisi

positifnya, waktunya juga cepat sehingga jika dilihat dari sisi ekonomis

sangat menguntungkan. Jika kecepatan alirnya lambat, reaksinya

sempurna. Sehingga hasil analisisnya terbaca dengan baik oleh


detektor. Tapi jika terlalu lambat, sampel dan reagen membutuhkan

waktu lama untuk bereaksi sempurna.

2. Volume sampel

Jika volume sampel terlalu besar, akan overload. Jadi nanti Pic-nya

tidak gaussian, tapi dia muncul sebagai pic yang terpotong. Tapi klo

volume-nya terlalu sedikit, maka nanti dikhawatirkan signal-nya sangat

rendah, tidak terbaca oleh detektor.

3. Panjang geometri reaction coil

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, jika terlalu pendek,

menyebabkan reaksinya tidak sempurna. Tapi kalau terlalu panjang,

maka analisisnya nggak selesai-selesai.

4. Bentuk geometri reaction coil

Bentuk geometri reaction koil bermacam-macam, ada yang lurus,

digulung, dan diikat Knoted Reactor). Bentuk geometri reaction coil

yang diikat torbulensinya lebih bagus daripada yang digulung ataupun

lurus.

5. Volume kuvet/Flow cell kuvet

Jika flow kuvet-nya kecil, maka alirannya menjadi sangat cepat. Nah

kadang-kadang, detektor lambat merespon. Sehingga ketika analit

sudah lewat, detektor baru mendeteksi. Tapi jika terlalu lebar, maka
akan menyebabkan carry over, sampel yang dianalisis sebelumnya

masih terdeteksi di titik itu.

Oleh karena itu, semua faktor yang mempengaruhi diatas perlu

dioptimasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Keunggulan Flow Injection Analysis

Beberapa alasan digunakannya FIA dibandingkan metode lain:

1. Sistem analisnya otomatis karena semua dikendalikan oleh komputer

2. Sampel yang digunakan sangat sedikit (10-50 µL)

3. Reagen yang digunakan sangat sedikit mengikuti sampel

4. Kapasitas analisis sangat besar (50-300 sampel/jam)

5. Waktu reaksinya sangat cepat (3-60 detik)

6. Waktu analisis sangat cepat (3-40 detik)

7. Reproducibel, hasil pengukurannya presisi

8. Injeksi sampel pertama tidak tertinggal atau sudah keluar dulu (low

carry over)

9. Fleksibel, bisa diaplikasikan dengan detektor apapun dan sangat

mudah dioptimasi
Kekurangan Flow Injection Analysis

Dikarenakan reaksinya harus berjalan cepat, sehingga tidak dapat

digunakan untuk menganalisis sampel yang reaksinya berjalan lambat.

Aplikasi Flow Injection Analysis

a. Bidang Lingkungan: Penentuan kadar ammonium, besi, dll

b. Bidang Farmasi: Penentuan kadar Amoxilin, chloropromazine, dll

c. Bidang Makanan: Penentuan kadar kasium, magnesium, dll

d. Forensik: Penentuan kadar timbal dalam proyektil

Anda mungkin juga menyukai