Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inductively Coupled Plasma (ICP) adalah sebuah teknik analisis yang

digunakan untuk deteksi dari trace metals dalam sampel lingkungan pada

umumnya. Prinsip utama ICP dalam penentuan elemen adalah pengatomisasian

elemen sehingga memancarkan cahaya panjang gelombang tertentu yang

kemudian dapat diukur. Teknologi dengan metode ICP yang digunakan pertama

kali pada awal tahun 1960 dengan tujuan meningkatkan pekembangan teknik

analisis.

Sejak itu, ICP telah disempurnakan dan digunakan bersama-sama dengan

prosedur preparasi sampel untuk beragam matriks untuk analisis kuantitatif.

Berikut adalah penjelasan komponen, fungsi, cara kerja hingga menghasilkan data

dari instrumentasi ICP dan aplikasinya dalam analisis sampel lingkungan.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer

Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer adalah seperangkat alat

untuk menentukan unsur dan isotop secara simultan yang terkandung dalam

berbagai jenis cuplikan. Alat ini adalah gabungan plasma (ICP = Inductively

Coupled Plasma) sebagai sumber ionisasi dengan spektrometer massa (MS =

Mass Spectrometer) sebagai pemilah dan pencacah ion. Metode analisis ini

dikenal dan lazim disebut metode ICP-MS.

Gambar 1. The Agilent Technologies 7700x ICP-MS

Semula ICP banyak digunakan sebagai sumber eksitasi untuk spektrometri

emisi, sebagaian besar unsur dapat diionisasi dengan efisien dalam ICP. Dengan
alasan inilah ICP digunakan sebagai sumber ion dalam ICP-MS. Bila

dibandingkan terhadap Inductively Coupled Plasma-Emission Spectrometry (ICP-

ES), spektra massa lebih sederhana dari pada spektra emisi optik. Kebanyakan

unsur berat memperlihatkan ratusan garis emisi, tetapi unsur berat tersebut hanya

mempunyai 1 – 10 spektrum massa yang berasal dari isotop alam. Parameter

sistem ICP-MS adalah: argon ICP (argon plasma, auxiliary dan nebulizer);

spektrometer massa (sampler dan skimmer); kevakuman (interface region dan

mass spectrometer chamber); lens voltages (photon stop, bassel box barrel, einzel

lenses, dan a.c. rods) (Rukihati dan Saryati, 2006).

B. Prinsip Kerja ICP-MS

ICP-MS menggabungkan ICP suhu tinggi (induktif Ditambah Plasma)

sumber dengan spektrometer massa. ICP sumber mengubah atom dari unsur-unsur

dalam sampel untuk ion. Ion ini kemudian dipisahkan dan dideteksi oleh

spektrometer massa. Sebuah gambaran singkat tentang bagaimana ICP-MS

analisis sampel diberikan di bawah ini:

Gambar 2: Rangkaian ICP-MS (Anonim, 2010).


Skematik sederhana peralatan ICP-MS diperlihatkan pada Gambar 2.

Seperti terlihat pada Gambar 1, ICP-MS mempunyai beberapa komponen utama

di antaranya adalah ICP, interface, lensa, mass analyzer dan detektor. ICP

berfungsi sebagai sumber pengion. Larutan sampel dengan bantuan pengemban

gas argon disemprotkan oleh nebulizer ke dalam plasma. Oleh nebulizer larutan

sampel berubah berupa butiranbutiran halus (aerosol). Proses yang terjadi dalam

ICP adalah penguapan, penguraian, eksitasi dan ionisasi. Proses perjalanan larutan

dari wadah sam pel sampai masuk ke dalam plasma Energi yang diperlukan untuk

mengubah sam pel menjadi bentuk yang terionisasi adalah relatif besar. Biasanya

temperature ionisasi berkisar 7500 -8000oK. Ekstraksi ion dari ICP melalui ion

interface. Karena adanya perbedaan tekanan (pada satu sisi tekanan atmosfir dan

sisi lain tekanan rendah) maka gas mengalir membawa ion-ion. Ion-ion masuk ke

kuadrupol massa, melalui beberapa tahap yang berbeda tekanannya. Pertama dari

plasma tekanan atmosfir masuk ke daerah tekanan 2 mbar. Daerah ini adalah

antara sample dan skimmer. Tekanan 2 mbar dapat dijaga oleh pompa mekanik.

Ke dua, dari tekanan 2 mbar masuk ke kuadrupol massa, tekanannya 10-4 mbar.

Tekanan tersebut dilakukan oleh pompa kriogenika. Sistem lensa ion, fungsinya

untuk menyeleksi ion-ion yang menuju ke detektor. Selanjutnya ion-ion

dipisahkan oleh mass analyzer berdasarkan massa-massanya. Ada beberapa tipe

mass analyzer namun yang umum digunakan adalah magnetic analyzer dan

quadrupole analyzer (Syarbaini, 2015).

ICPS (Inductively Coupled Plasma Spectrometry) merupakan spektrometer

plasma tipe khusus. Plasma terbentuk melalui aliran gas Argon (8-20 L/menit)
yang mengalir pada tiga tabung kuarsa konsentris yang disebut plasma torch.

Plasma yang stabil akan terbentuk selama kekuatan magnetisnya tinggi dan aliran

gas yang mengalir berada dalam pola yang simetris. Setiap unsur yang berbeda

akan menghasilkan nyala api yang berbeda pada gas pembakar (Montaser et al.,

1998).

Prinsip dari ICPS yaitu berdasarkan atom yang mengemisikan energi

setelah energi panas dari flame mengkonversikan molekul menjadi atom, dan

kemudian memindahkan atom dari energi ground state ke excited state. Atom

mengemisikan energi pada panjang gelombang yang spesifik ketika mereka

kembali ke ground state. Energi yang dipancarkan pada suatu panjang gelombang

bersifat spesifik untuk setiap unsur (Nielsen, 2010).

ICPS berbeda dengan flame photometry, dimana pada flame photometry

atom-atom dieksitasi dengan menggunakan energi yang yang dilepaskan melalui

reaksi kimia yang timbul dari proses pembakaran. Sedangkan pada ICPS atom-

atom akan diekstiasi dengan menggunakan plasma torch yang memiliki energi

yang lebih besar (temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan flame

photometry).

ICPS memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan AAS (Atomic

Absorption Spectrometry) yaitu dapat digunakan untuk menganalisis secara

bersamaan beberapa logam sekaligus (analisis multielemen). ICPS dapat

digunakan untuk menentukan 20 elemen sekaligus secara bersamaan. Selain itu,

ICPS juga dapat digunakan untuk semua logam dan metaloid yang terdapat pada

tabel periodik (Robinson, 1996).


Keuntungan lainnya dari ICPS adalah dapat digunakan untuk menentukan

elemen pada konsenstrasi yang sangat kecil dan memiliki presisi yang baik (0,2-

3% standar deviasi relatif) (Montaser et al., 1998).

Gas argon yang mengalir pada plasma torch merupakan gas inert, mudah

didapat dan menghasilkan plasma yang stabil dari generator RF. Tiga aliran gas

yang melalui 3 tabung yang berbeda memiliki fungsi penting yang berbeda-

beda.Aliran yang paling luar mempunyai laju yang paling tinggi antara 5-15

L/menit dan memiliki 2 fungsi, yaitu:

1. Untuk menahann plasma, ion-ion argon di dalam aliran ini menjadi sumber

utama dari ion-ion plasma

2. Mengalir dengan kecepatan yang cukup untuk mencegah kontak antara plasma

dengan tabung kuarsa. Sedangkan aliran gas argon yang cepat dapat mengusir

panas dan menjaga tabung tetap dingin.

Aliran gas kedua mempunyai laju aliran yang bervariasi. Fungsinya untuk

mengatur dan menempatkan plasma pada tempatnya di dalam torch. Jika laju

aliran terlalu rendah, maka posisi plasma akan terlalu ke bawah tabung kuarsa dan

tabung dapat meleleh. Sedangkan, jika aliran terlalu tinggi, plasma akan terlempar

keluar dari kumparan RF dan akan padam.

Aliran ketiga merupakan aliran gas dibagian tengah yang mengalir dengan

laju aliran antara 0,3-1,5 ml/menit, digunakan untuk mengantar gas yang

mengandung analit ke dalam inti panas dari plasma. Di dalam inti tersebut sampel

diekstitasi dan setelah melewati plasma, atom yang tereksitasi akan berelaksasi di
bagian atas plasma torch dan memancarkan panjang gelombang tertentu

(Robinson, 1996).

Plasma yang terbentuk mencapai suhu 9000-10000K. Pada suhu ini plasma

harus diisolasi secara termal agar tabung kuarsa tidak meleleh pada saat alat

sedang bekerja. Isolasi ini dapat dicapai dengan menggunakan Reed’s vortex yang

memanfaatkan aliran argon yang mengalir ke atas secara tangensial,

mendinginkan bagian dalam dari dinding terluar tabung kuarsa dan menjaga agar

plasma menjauh dari dinding (Pomeranz & Meloan, 1992).

TINJAUAN TENTANG VALIDASI METODE

Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk penggunaanya (Harmita, 2004).

2.6.1 Parameter Validasi Metode

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi

metode analisis adalah :

1. Selektifitas/Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat

dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel

seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks.

Untuk tujuan uji kemurnian danpengukuran kadar, spesifisitas ditunjukan oleh

adanya daya pisah 2 senyawa yang berdekatan. Senyawa-senyawa tersebut

biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu
pengotor. Jika dalam suatu uji terdapat suatu pengotor maka metode uji harus

tidak terpengaruh dengan adanya pengotor ini (Gandjar dan Rohman, 2015).

2. Linearitas dan Rentang

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-hasil

uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada kisaran

yang diberikan. Rentang suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi

terendah dan tertinggi yag mana suatu metode analisis menunjukan akurasi,

presisi, dan linieritas yang mencukupi (Gandjar dan Rohman, 2015).

Linearitas suatu metode harus diuji untuk membuktikan adanya hubungan

yang linier antara kadar analit dengan respon detektor. Sebagai parameter

adanya hubungan linier antara kedua hal tersebut dapat digambarkan sebagai:

y = a + bx

y = menyatakan respon detektor

x = konsentrasi

b = koefisien regresi (juga menyatakan slope=kemiringan)

a = tetapan regresi dan juga disebut intersep

Harga r dapat mempunyai nilai antara -1 ≤ r ≤ 1, nilai r = -1 menggambarkan

korelasi negatif sempurna yakni semua titik percobaan terletak pada suatu

garis lurus yang kemiringannya negatif, dan r = +1 menggambarkan korelasi

positif sempurna, yakni semua titik percobaan terletak pada satu garis lurus

yang kemiringannya positif. Sedangkan nilai r = 0 menyatakan tidak ada

korelasi sama sekali antara x dan y (Gandjar dan Rohman, 2015).


Koefisien korelasi (r) menggambarkan realasi antara dua variabel,

mengindikasikan linieritas jika nilai r melebihi 0.999. Jika nilai r kurang dari

0.999, parameter lain seperti Vxo, nilai Xp, uji linier ANOVA, dll. perlu

dihitung. Bila nilai Vxo < 5% dan intersep tidak berbeda signifikan dari nol (p

> 0,05), maka persamaan garis y = a + bx adalah benar linier.

𝑆𝑥𝑜 𝑆𝑦 ̂2
Σ (𝑌𝑖−𝑌𝑖)
𝑉𝑥𝑜 = 𝑥 100 % 𝑆𝑥𝑜 = 𝑆𝑦 = √ 𝑁−2
𝑋̅ 𝑏

(Yuwono dan Indrayanto, 2005)

3. Batas Deteksi dan Batas Kuantifikasi

Batas deteksi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel

yang masih dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.

Sedangkan, batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit

terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang

dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan (Gandjar dan

Rohman, 2015).

Batas deteksi dan kuantifikasi dapat dihitung secara statistik melalui garis

regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai pengukuran akan sama dengan nilai b

pada persamaan garis linier y = a + bx, sedangkan simpangan baku blanko

sama dengan simpangan baku residual (Sy/x).

- Batas Deteksi (Q)


3𝑆𝑦/𝑥
𝑄= 𝑆1
- Batas Kuantifikasi (Q)
10𝑆𝑦/𝑥
𝑄= 𝑆1

(Harmita, 2004).

4. Kecermatan (accuracy)

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukan derajat kedekatan hasil analisis

dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen

perolehan kembali (% recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan hasil

analisis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di dalam

keseluruhan tahapan analisis. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu

metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku

(standard addition method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan

murni (senyawa pembanding kimia CRM atau SRM) ditambahkan ke dalam

campuran bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut

dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan

(kadar yang sebenarnya). Dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis

lalu sejumlah tertentu analit yang diperiksa ditambahkan ke dalam sampel

dicampur dan dianalisis lagi. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar

yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).

5. Keseksamaan (presicion)

Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya

diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang


berbeda signifikan (Rohman, 2015). Presisi metode analisis ditujukan dengan

harga koefisien variasi (KV). Presisi dikatakan baik apabila KV ≤ 2%. Untuk

menghitung harga KV dapat dilihat rumus dibawah ini:


𝑆𝐷
𝐾𝑉 = 𝑥 100%
𝑥̅

Keterangan: KV = Koefisien variasi

SD = Simpang baku

x = Kadar rata-rata

(Harmita, 2004).

Tabel 2.2 Kriteria Penerimaan Akurasi dan Presisi

Konsentrasi Analit (%) Unit Mean Recovery (%) Presisi (RSD,%)


100 100% 98-102 1.3
≥ 100 10% 98-102 2.7
≥1 1% 97-103 2.8
≥ 0.1 0.1% 95-105 3.7
0.01 100 ppm 90-107 5.3
0.001 10 ppm 80-110 7.3
0.0001 1 ppm 80-110 11
0.00001 100 ppb 80-110 15
0.000001 10 ppb 60-115 21
0.0000001 1 ppb 40-112 30
(Yuwono dan Indrayanto, 2005).

6. Ketangguhan Metode (Ruggedness)

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji normal, seperti

laboratorium, analisis, instrument, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda,

dll. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh

perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Ketangguhan metode
merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi normal antara lab dan antar analis

(Harmita, 2004).

7. Kekuatan (Robustness)

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan metodologi

yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik dan efek

presisi dan akurasi (Harmita, 2004).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 BAHAN

1. HNO3 p (Merck)

2. HCl p (Merck)

3. H2O2 (Merck)

4. HNO3 2% (Merck)

5. Larutan baku induk Timbal (Pb) 1000 bpj

6. Matriks Air Mineral SAM, Cleo dan Pureit

7. Air bebas mineral/aquadem (Fakultas Farmasi Universitas Surabaya)

3.2 ALAT

1. ICPS Fisons 3410+

2. Kertas saring MN No. 42

3. Timbangan analitik
4. Alat-alat gelas ukur di laboratorium

3.3 METODE KERJA

3.3.1 Pembuatan Larutan Baku Antara Timbal (Pb)

Dibuat dengan larutan baku antara Timbal (Pb) dengan kadar 50 bpj

dengan cara mengencerkan 5,0 mL larutan baku induk Pb 1000 bpj dan dilarutkan

dengan HNO3 2% sampai 100,0 mL.

3.3.2 Pembuatan Larutan Baku Kerja Timbal (Pb)

Dari larutan baku induk (50 ppm) dibuat pengenceran dengan konsentrasi

0,25 ppm; 1,0 ppm; 3,0 ppm; 5,0 ppm; 10,0 ppm; 15,0 ppm; 20,0 ppm; 25,0 ppm.

Masing-masing dimasukan ke dalam labu ukur dan ditambah HNO3 2% sampai

tanda batas, kemudian dianalisis menggunakan ICPS ARL 3410+ Fison.

3.3.3 Validasi Metode

Setelah diperoleh intensitas dari masing-masing kadar baku kerja, maka

dibuat kurva baku dengan menghubungkan antara kadar (ppm) dengan intensitas

yang diperoleh. Kemudian dihitung r, LOD & LOQ.

3.3.3.1 Penentuan Selektivitas

Untuk penetapan kadar timbal panjang gelombang yang digunakan adalah

panjang gelombang yang memiliki sensitifitas yang baik dan interferensinya kecil

dengan zat lain.


3.3.3.2 Penentuan Linieritas

Linearitas suatu metode harus diuji untuk membuktikan adanya hubungan

yang linier antara kadar analit dengan respon detektor. Sebagai parameter adanya

hubungan linier antara kedua hal tersebut dapat digambarkan sebagai:

y = a + bx

y = menyatakan respon detektor

x = konsentrasi

b = koefisien regresi (juga menyatakan slope=kemiringan)

a = tetapan regresi

(Gandjar dan Rohman, 2015).

Untuk membuktikan bahwa persamaan y = a + bx linier, maka dihitung

simpangan baku residual (Sy/x). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat

lunak komputer, semua perhitungan matematik tersebut dapat diukur

∑(y−ŷ)2 Sy/x
Sy/x = √ Sx0 = Vxo = 𝑆𝑥0
𝑥 100%
n−2 b
x

Bila Vxo ≤ 5% maka persamaan garis y = a + bx benar linier.

(Yuwono dan Indrayanto, 2005).

3.3.3.3 Penentuan LOD dan LOQ

Batas deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik dengan garis

regresi linier dari kurva kalibrasi. Digunakan garis linier pada kurva baku yang

telah diperoleh. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Harmita, 2004).

3 x Sy/x 10 x Sy/x
LOD = b
LOQ = b
3.3.3.3 Penentuan Akurasi dan Presisi

3.3.3.3.1 Penentuan Intensitas Matriks

1. Matriks ditimbang ± 1,5 g dan dimasukan kedalam beaker glass

100 ml dan catat hasil penimbangan.

2. Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat, panaskan diatas hotplate sampai

mendidih dengan suhu 95oC.

3. Larutan dibiarkan sampai dingin, tambahkan H2O2 sebanyak 7 ml,

letakkan diatas hotplate.

4. Larutan dibiarkan dingin, tambahkan larutan HCl pekat 5 ml,

panaskan diatas hotplate sampai mendidih.

5. Larutan dibiarkan sampai dingin, saring dengan kertas saring MN

No. 42, pindahkan ke labu ukur 100,0 ml.

6. Tambah HNO3 2% sampai tanda batas labu ukur, larutan

dihomogenkan.

7. Dibaca intensitasnya dengan menggunakan ICPS Fisons ARL

3410+.

3.3.3.3.2 Penentuan %Recovery

1. Matriks ditimbang ± 1,5 g (3 replikasi) dan dimasukan ke dalam

beaker glass 1 ml dan catat hasil penimbangan.

2. Masing-masing matriks ditambahkan baku kerja yang telah dibuat

dengan 2 konsentrasi yang berbeda (5 ppm; 10 ppm).


3. Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat, panaskan diatas hotplate sampai

mendidih dengan suhu 95oC.

4. Larutan dibiarkan sampai dingin, tambahkan H2O2 sebanyak 7 ml,

letakkan diatas hotplate.

5. Larutan dibiarkan dingin, tambahkan larutan HCl pekat 5 ml,

panaskan diatas hotplate sampai mendidih.

6. Larutan dibiarkan sampai dingin, saring dengan kertas saring MN

No. 42, pindahkan ke labu ukur 100,0 ml.

7. Tambah HNO3 2% sampai tanda batas labu ukur, larutan

dihomogenkan.

8. Dibaca intensitasnya dengan menggunakan ICPS Fisons ARL

3410+.

3.3.3.3 Perhitungan % Recovery

1. Didapatkan intensitas total (intensitas matriks + adisi), dimasukan

ke persamaan kurva baku dan dihitung kadarnya (kadar total).

2. Dicari kadar adisi, yaitu dengan menghitung selisih dari kadar

total dengan kadar matriks.

3. Dihitung % Recovery, yaitu :


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑑𝑖𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔
% Recovery = 𝑥 100%
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
3.4 Skema Kerja

3.4.1 Pembuatan Baku Kerja

Larutan baku induk 1000 ppm

Dibuat baku antara Pb dengan kadar 50,0 ppm

Diencerkan menjadi

0,25 1 3 5 10,0 15,0 20,0 25,0


ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm

Dibaca intensitasnya dengan menggunakan ICPS Fison 3410+


dan dibuat kurva hubungan kadar dan intensitas

Gambar 3.1 Skema Pembuatan Baku Kerja

3.4.2 Skema Validasi Metode


Selektivitas

Linieritas

Batas Deteksi
Validasi Metode
Batas Kuantifikasi

Akurasi

Presisi

Gambar 3.2 Skema Validasi Metode

3.4.3 Skema Penentuan Intensitas Matriks

Sampel ditimbang ± 1,5 g dan dimasukan kedalam beaker glass 100 ml dan
catat hasil penimbangan
Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat, panaskan diatas hotplate sampai mendidih
dengan suhu 95oC

Larutan dibiarkan sampai dingin, tambahkan H2O2 sebanyak 7 ml, letakkan


diatas hotplate.

Larutan dibiarkan dingin, tambahkan larutan HCl pekat 5 ml, panaskan


diatas hotplate sampai mendidih

Larutan dibiarkan sampai dingin, saring dengan kertas saring MN No. 42,
pindahkan ke labu ukur 100,0 ml

Tambah HNO3 2% sampai tanda batas labu ukur, larutan dihomogenkan

Dibaca intensitasnya dengan menggunakan ICPS Fisons ARL 3410+.

Gambar 3.3 Skema Penentuan Intensitas Matriks

3.4.4 Skema Penentuan % Recovery

Sampel ditimbang ± 1,5 g (3 replikasi) dan dimasukan ke dalam beaker


glass 250 ml dan catat hasil penimbangan
Masing-masing sampel ditambahkan baku kerja yang telah dibuat dengan 2
konsentrasi yang berbeda (5 ppm;10 ppm)

Ditambahkan 10 ml HNO3 pekat, panaskan diatas hotplate sampai mendidih


dengan suhu 95oC

Larutan dibiarkan sampai dingin, tambahkan H2O2 sebanyak 7 ml, letakkan


diatas hotplate

Larutan dibiarkan dingin, tambahkan larutan HCl pekat 5 ml, panaskan


diatas hotplate sampai mendidih.

Larutan dibiarkan sampai dingin, saring dengan kertas saring MN No. 42,
pindahkan ke labu ukur 100,0 ml

Tambah HNO3 2% sampai tanda batas labu ukur, larutan dihomogenkan

Dibaca intensitasnya dengan menggunakan ICPS Fisons ARL 3410+,


diperoleh intensitas total

Gambar 3.4 Penentuan % Recovery

3.4.5 Skema Perhitungan %Recovery

Didapatkan intensitas total (intensitas matriks + adisi), dimasukan ke


persamaan kurva baku dan dihitung kadarnya (kadar total).
Dicari kadar adisi, yaitu dengan menghitung selisih dari kadar total dengan
kadar matriks

Dihitung % recovery yaitu kadar adisi terhitung dibagi dengan kadar baku
dalam persen

Gambar 3.5 Perhitungan % recovery

BAB IV

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer adalah seperangkat alat untuk

menentukan unsur dan isotop secara simultan yang terkandung dalam berbagai

jenis cuplikan. Alat ini adalah gabungan plasma (ICP = Inductively Coupled

Plasma) sebagai sumber ionisasi dengan spektrometer massa (MS = Mass

Spectrometer) sebagai pemilah dan pencacah ion.

2. Komponen utama instrumen Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer

yaitu ICP, interface, lensa, mass analyzer dan detektor

3. Prinsip kerja Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometer adalah untuk

menalisis senyawa anorganik. Proses yang terjadi dalam ICP adalah

penguapan, penguraian, eksitasi dan ionisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Rukihati dan Saryati , 2006, Analisis Cuplikan Lingkungan Dan Bahan Geologi
Dengan Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry, Indonesian
Journal of Materials Science , ISSN : 1411-1098: Vol. 8 No. 1

Syarbaini, 2015, Teknologi ICP-MS dan Aplikasinya Untuk Studi Radioaktivitas


Llngkungan, Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif,
BATAN.

Anonim, 2010, Inductively Coupled Plasma - Mass Spectrometry (ICP-MS),


Central Facilities for Research and Development, Osman University,
http://14.139.82.43/cfrd/ICP-MS.html, Diakses pada tanggal 5 januari
2016.

Anonim, 2016, What is ICP-MS? and more importantly, what can it do?,
http://crustal.usgs.gov/laboratories/icpms/What_is_ICPMS.pdf,
Diakses pada tanggal 6 januari 2016.

Anonim, 2011, Inductively Coupled Plasma (ICP), https://titrasi.wordpress.com,


diakses pada tanggal 6 januari 2016.

Murr, 2008, ICP-MS - The Quadrupole Mass Analyzer, University of Missouri


Research Reactor Center,
http://www.murr.missouri.edu/ps_analytical_ICP_quadrupole.php,
diakses pada tanggal, 7 januari 2016.

Philips. (2013). Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry (ICP-


MS), http://www.innovationservices.philips.com/sites/default/files/mat
erials-analysis-icp-ms.pdf. Diakses pada tanggal 6 januari 2016.

Thomas R., 2008, Pratical Guide To ICP –MS, A Tutorial for Beginners Second
Edition. USA: CRC Press.

Anda mungkin juga menyukai