Isi Proposal PDF
Isi Proposal PDF
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng.
Menurut Saprianto (2007), potensi akuakultur air payau, yakni dengan sistem tambak di
pekirakan mencapai 931.000 ha dan hampir telah dimanfaatkan potensinya hingga 100% dan
sebagian besar digunakan untuk memelihara ikan bandeng (Chanos chanos) dan udang
(Pennaeus sp). Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa cukup
enak dan gurih sehingga banyak digemari masyarakat, harganya juga terjangkau oleh segala
lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan berpotensi tinggi dan berkadar
lemak rendah.
Salah satu bentuk pengolahan ikan adalah pembuatan otak-otak ikan, dimana daging
ikan dikerok kemudian dihaluskan dan dicampur dengan bahan-bahan. Setelah itu kemudian
dikukus dan digoreng. Tujuan pengukusan adalah agar produk tidak cepat membusuk. Ian
bandeng sebagai bahan mentah untuk diolah lebih lanjut memerlukan persyaratan mutu
kesegaran yang baik, sebab daya kesegarannya hanya beberapa jam saja. Namun bila
bandeng diolah dalam bentuk lain akan dapat dikonsumsi dalam waktu lebih lama.
Otak-otak ikan merupakan olahan hasil perikanan yang mulai digemari masyarakat.
Otak-otak ikan memiliki kelebihan yaitu mempunyai cita rasa yang tinggi dan bernilai ekonomis,
Ikan bandeng sebagai bahan bakunya juga mempunyai banyak kandunan gizi. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis ingin mengetahui lebih banyak mengenai proses pengolahan otak-otak
ikan melalui Praktek Kerja Lapang IV di CV. Fania Food Yogyakarta.
1.2. Tujuan
Praktik Kerja Lapangan ini bertujuan untuk:
1) Melakukan proses pembuatan otak – otak ikan
2) Mengetahui penerapan rantai dingin dan suhu tinggi pada proses pembuatan otak – otak
ikan
3) Mengetahui rendemen pada proses pembuatan otak – otak ikan
4) Mengetahui mutu bahan baku dan produk akhir pada proses pembuatan otak – otak ikan
5) Mengetahui kelayakan usaha pembuatan otak – otak ikan
6) Mengetahui kelayakan dasar GMP dan SSOP
1
1.3. Batasan Masalah
Praktik Kerja Lapangan ini dibatasi dengan batasan masalah:
1) Mengamati alur proses pembuatan otak – otak ikan mulai dari penerimaan sampai produk
akhir
2) Mengamati penerapan rantai dingin dan suhu tinggi pada pembuatan otak – otak ikan mulai
dari penerimaan bahan baku sampai penyimpanan produk akhir
3) Mengamati rendemen pada pembuatan otak – otak ikan mulai dari tahap penyiangan
sampai pengambilan daging
4) Mengamati mutu bahan baku dan produk akhir pada proses pembuatan otak – otak ikan
5) Mengamati kelayakan dasar GMP dan SSOP di CV. Fania Food
2
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Tinjauan Umum Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Ikan bandeng adalah ikan yang sering dijumpai di Indonesia. Ikan bandeng sering
dibudidayakan oleh orang Indonesia. Bandeng (Chanos chanos) di Asia Tenggara adalah ikan
yang populer dikonsumsi. Ikan bandeng merupakan spesies satu-satunya yang masih ada
dalam familia Chanidae. Bahasa Bugis dan Makasar dikenal sebagai ikan bolu, dan dalam
bahasa Inggris milkfish (Novianto, 2011 dalam Waryanti, 2013).
Ikan bandeng memiliki karakteristik berbadan langsing, sirip bercabang serta lincah di
air, memiliki sisik seperti kaca dan berdaging putih. Ikan bandeng memiliki keunikan, yaitu
mulutnya tidak bergigi dan makanannya adalah tumbuh-tumbuhan dasar laut. Panjang usus
bandeng 9 kali panjang badannya (Murtijo, 1989 dalam Waryanti, 2013).
Ikan bandeng hidup di perairan pantai, muara sungai, hamparan hutan bakau, lagon,
daerah genangan pasang surut dan sungai. Ikan bandeng dewasa biasanya berada di perairan
littoral (Novianto, 2011 dalam Waryanti, 2013). Pemijahan secara alami berlangsung dalam
kelompok kecil tersebar di sekitar pantai dengan karakteristik habitat perairan jernih, dasar
perairan berpasir dan berkarang dengan kedalaman antara 10-30 meter (Muslim, 2004 dalam
Waryanti, 2013).
3
Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Sumber : Adelaide (2011)
4
2.1.3 Komposisi Gizi Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu komoditas yang strategis untuk
memenuhi kebutuhan protein yang relatif murah dan digemari oleh konsumen di Indonesia.
Pasaribu (2004) mengemukakan bahwa ikan bandeng diekspor dalam bentuk bandeng umpan
dan konsumsi. Bandeng sebagai bahan pangan, merupakan sumber zat gizi yang penting bagi
proses kelangsungan hidup manusia. Pamijiati (2009) menyatakan bahwa ikan bandeng banyak
digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena memiliki kandungan gizi tinggi dan
protein yang lengkap dan penting untuk tubuh. Zat gizi utama pada ikan antara lain protein,
lemak, vitamin dan mineral. Akan tetapi zat gizi ini tidak akan bernilai tinggi dan turun mutunya
apabila tidak ditangani dengan baik setelah penangkapan atau pemanenan.
Kandungan gizi pada setiap ikan akan berbeda beda tergantung pada faktor internal dan
eksternal. Faktor internal berupa jenis atau spesies ikan, jenis kelamin, umur dan fase
reproduksi pada ikan. Faktor eksternal berupa faktor yang ada pada lingkungan hidup ikan
berupa habitat, ketersediaan pakan dan kualitas perairan tempat ikan hidup. mengemukakan
bahwa habitat ikan berpengaruh terhadap kandungan kimia di dalam dagingnya seperti
proksimat, asam amino dan asam lemak.
Menurut USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009), ikan
bandeng mempunyai nutrisi yang lengkap, terdiri dari proksimat, mineral lemak dan asam
amino yang bermanfat bagi pemenuhan nutrisi manusia, dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Nutrisi Ikan Bandeng (100 gr daging)
Nutrisi Unit Nilai
Proksimat
Air gr 70.85
Energi kcl 148
Energi kj 619
Protein gr 20.53
Lemak gr 6.73
Abu gr 1.14
Karbohidrat gr 0.00
Fiber,total diet gr 0.0
Mineral
Kalsium,ca mg 51
Besi. fe mg 0.32
Magnesium, mg mg 30
Fosfor,p mg 162
Kalium mg 292
Natrium,na mg 72
Seng,zn mg 0.82
Tembaga,cu mg 0.034
Mangan,mn mg 0.020
Selesnium,se mg 12.6
Vitamins
Thiamin mg 0.013
Robolvafin mg 0.054
Niacin mg 6.440
Pantothenic acid mg 0.750
Vitamin B6 mg 0.423
Folate,total mcg 16
Asam folat mcg 0
Folate food mcg 16
folateDFE mcg_dfe 16
vitamin B12 mcg 3.40
vitamin A,RAE mcg_rae 30
retinol mcg 30
Vitamin A,IU iu 100
Lemak
Asam lemak,total saturated gr 1.660
Asam lemak,total monounsaturated gr 2.580
Asam lemak, total poliyunsaturated gr 1.840
Kolesterol mg 52
6
Lanjutan
Nutrisi Unit Nilai
Asam amino
Tryptophan gr 0.230
Threonin gr 0.900
Isoleousin gr 0.946
Leusin gr 1.669
Lisin gr 1.886
Methionin gr 0.608
Sistin gr 0.220
Phenylalanin gr 0.802
Tyrosin gr 0.693
Valin gr 1.058
Sumber : USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2009)
7
berbeda dengan pembuatan makanan yang berbahan dasar surimi, seperti bakso, nugget,
sosis, empek-empek, dan lain-lain. Umumnya ikan yang biasa digunakan untuk membuat otak-
otak adalah ikan laut.
8
Lanjutan
Parameter uji Satuan Persyaratan
e Residu kimia*
- Kloramfenikol****
- Tidak boleh
- Malachite green dan
- Tidak boleh
leuchomalachite
green****
- Nitrofuran (SEM, AHD,
- Tidak boleh
AOZ, AMOZ)****
f Racun Hayati*
- Ciguatoksin***** - Tidak boleh
g Parasit* - Tidak boleh
CATATAN * Bila diperlukan
** untuk ikan predator
*** untuk ikan scombroidae (scombroid), clupeidae, pomatomidae,
coryphaenedae
**** untuk ikan hasil budidaya
***** untuk ikan karang
Sumber : BSN (2013)
9
meningkatkan kerekatan pasta ikan dalam proses pembentukan gel ikan, jika garam diberikan
pada akhir penggilingan maka akan menurunkan tingkat kerekatan gel ikan (Tanikawa, 1985).
4) Bahan Penghomogen (Air)
Air berfungsi sebagai bahan pelunak adonan atau menghomogenkan adonan.
Penggunaan air yang dianjurkan hanyalah sedikit. Hal ini disebabkan karena adonan otak-otak
ikan telah mendapat air dari es yang digunakan selama proses pengadukan daging dengan
garam. Penggunaan air yang terlalu banyak dapat menyebabkan adonan menjadi lembek
sehingga sulit untuk pembentukan otak-otak ikan.
5) Telur
Telur dalam pembuatan otak-otak ikan berfungsi sebagai bahan pengempuk dan
sebagai bahan agar otak – otak ikan tersebut tidak menjadi keras. Selain itu telur juga
berfungsi sebagai penambah cita rasa pada otak-otak ikan. Telur yang digunakan adalah
bagian putih telur. Putih telur banyak mengandung protein sehingga dapat menambah
kandungan gizi pada otak-otak ikan. Telur juga dapat berfungsi sebagai bahan pengembang
adonan pada otak-otak ikan.
6) Es
Penggunaan es ini sangat penting dalam pembentukan tekstur otak-otak. Dengan
adanya es ini, suhu dapat dipertahankan agar tetap rendah sehingga protein daging tidak
terdenaturasi akibat gerakan mesin penggiling dan ekstraksi protein berjalan dengan baik.
Penggunaan es juga berfungsi untuk menambahkan air ke dalam adonan sehingga adonan
tidak kering selama pembentukan adonan maupun selama perebusan. Es batu dicampur pada
saat proses penggilingan. Hal ini dimaksudkan agar selama proses pengilingan daya elastisitas
daging tetap terjaga sehingga otak-otak ikan yang dihasilkan akan lebih kenyal.
7) Rempah- rempah
Rempah–rempah yang ditambahkan bertujuan memberi aroma dan rasa yang dapat
membangkitkan selera makan. Jenis rempah–rempah yang digunakan adalah bawang merah,
bawang putih, cabe, kemiri, ketumbar, laos, sereh, dan daun salam. Manfaat lain dari
penggunaan rempah–rempah adalah sebagai pengawet karena beberapa jenis rempah dapat
membunuh bakteri.
10
daging, pencampuran, pencetakan tanpa daun, perebusan, pendinginan, pembekuan,
pengemasan dan penimbangan, dan pemuatan.
2.3.3.2 Sortasi
Bahan baku harus dipisahkan berdasarkan mutu dan jenis agar mendapatkan bahan
baku yang sesuai dengan spesifikasi. Sortasi mutu dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat
dan saniter dengan mempertahankan rantai dingin (0°C – 5°C).
2.3.3.3 Pencucian 1
Bahan baku dicuci menggunakan air mengalir secara cepat, cermat dan saniter dalam
kondisi suhu dingin (0°C – 5°C) agar bahan baku yang diperoleh bersih dan sesuai dengan
spesifikasi.
2.3.3.4 Penyiangan
Bahan baku yang digunakan harus dibersihkan bersihkan yaitu ikan disiangi dengan
cara membuang kepala, sisik dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan
saniter dan dalam kondisi suhu dingin (0°C – 5°C)
2.3.3.5 Pencucian 2
Kemunduran mutu pada ikan biasanya terjadi akibat kesalahan penanganan dan
kontaminasi bakteri karena kurangnya sanitasi dan hygiene dengan itu perlu adanya pencucian
ulang untuk mendapatkan bahan baku yang bersi, yaitudengan cara bahan baku dicuci dengan
menggunakan air mengalir secara cepat, cermat dan saniter dalam kondisi suhu dingin (0°C –
5°C)
11
2.3.3.6 Pengambilan Daging
Ikan diambil dagingnya secara cepat, cermat dan hati-hati untuk mendapatkan daging
ikan yang bersih dari duri, kulit dan sisik yang sesuai serta tetap mempertahankan suhu dingin
pada ruang proses agar tidak terjadinya kemunduran mutu pada dagig ikan.
2.3.3.8 Pencampuran
Proses pencampuran adonan bertujuan untuk mendapatkan adonan baik dan rata yaitu
dengan cara lumatan daging dimasukkan ke dalam alat pencampur, ditambahkan garam dan
dicampur hingga mendapatkan adonan yang lengket (sticky), Selanjutnya dilakukan
penambahan bumbu lainnya, dicampur sampai homogen, secara cepat, cermat dan saniter
dalam kondisi suhu dingin.
2.3.3.10 Perebusan
Pertumbuhan bakteri dan cacat mutu biasanya disebabkan karena suhu dan pemasakan
yang tidak sesuai untuk mendapatkan mutu dan keamanan otak-otak ikan sesuai. otak-otak
ikan direbus atau dipanggang sesuai dengan suhu dan waktu yang ditentukan.
2.3.3.11 Pendinginan
Otak-otak ikan yang telah direbus didinginkan dengan cara ditiriskan atau dibantu
dengan blower atau kipas angin, dilakukan secara cermat dan saniter yang bertujuan untuk
menurunkan suhu pada otak-otak ikan.
12
2.3.3.12 Pembekuan
Pembekuan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan kemunduran mutu, untuk itu
perlu dilakukan pembekuan agar dapat mempertahankan mutu. Pembekuan dilakukan dengan
cara otak-otak ikan yang telah didinginkan disusun dalam pan sedemikian rupa di dalam alat
pembeku agar udara dingin tersebar merata, dilakukan secara cermat dan saniter.
2.3.3.15 Pemuatan
Produk dalam kemasan dimuat dalam alat transportasi agar terhindar dari penyebab
yang dapat merusak atau menurunkan mutu produk, yang bertujuan untuk mendapatkan produk
yang aman dikonsumsi dan melindungi produk dari kerusakan fisik selama pemuatan.
13
Lanjutan
Parameter uji Satuan Persyaratan
c Cemaran logam*
- Kadmium (Cd) mg/kg Maks 0,1
- Merkuri (Hg) mg/kg Maks 0,5
- Timbal (Pb) mg/kg Maks 0,3
- Arsen (As) mg/kg Maks 1,0
- Timah (Sn) mg/kg Maks 40,0
d Cemaran Fisik
- Filth - 0
CATATAN * bila diperlukan
Sumber : BSN (2013)
14
Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan
sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Suatu medium pendingin
kontak dengan benda lain misalnya bahan pangan, maka akan terjadi pemindahan panas dari
bahan pangan tersebut ke medium pendingin sampai suhu keduanya sama atau hampir sama.
Pendinginan telah lama digunakan sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan,
karena dengan pendinginan tidak hanya cita rasa yang dapat dipertahankan, tetapi juga
kerusakan-kerusakan kimia dan mikrobiologis dapat dihambat.
15
es untuk bersinggungan atau melakukan kontak langsung dengan seluruh permukaan ikan.
Media air dingin ini dapat menyerap panas lebih besar dari dalam tubuh ikan sehingga tubuh
ikan lebih cepat dingin.
2.4.1.3 Jenis-Jenis Es
1) Es Curai
Es curai merupakan es yang berbentuk butiran-butiran yang sangat halus dengan
diameter 2 mm dan tekstur lembek, umumnya sedikit berair. Es ini lebih cepat meleleh sehingga
proses pendinginan lebih cepat terjadi (perlu disimpan dan diangkut di dalam kotak yang
berinsulasi atau jika memungkinkan dengan mesin pendingin. Ukuran es yang semakin kecil
menyebabkan ikan akan lebih cepat dalam proses pendinginannya. Es curai lebih mudah
penggunaannya, tidak perlu dihancurkan dulu sebelum digunakan sedangkan kelemahan es
curai memerlukan ruang penyimpanan yang lebih besar, karena permukaan es lebih luas dan
banyak rongga udara, meleleh lebih cepat karena dalam proses pembuatannya kurang dari titik
beku (Adawyah 2007 dalam Napitupulu, 2017). Es curai (small ice atau fragmentary ice) adalah
istilah yang diberikan pada banyak es yang dibuat dalam bentuk kepingan kecil, yang dalam
perdagangan dikenal dengan nama es keping (flake ice), es potongan atau es lempeng (slice
ice), es tabung (tube ice), es kubus (cube ice), es pelat (plate ice), es pita (ribbon ice) dan lain-
lain (Ilyas 1998 dalam Napitupulu, 2017).
2) Es Balok
Es balok merupakan es yang berbentuk balok berukuran 12-60 kg/balok. Es ini adalah
jenis es yang paling banyak atau umum untuk digunakan dalam pendinginan ikan karena
harganya murah dan mudah dalam pengangkutannya. Es balok lebih lama mencair dan
menghemat penggunaan tempat pada palka, es balok ditransportasikan dan disimpan dalam
bentuk balok dan dihancurkan bila akan digunakan (Napitupulu, 2017).
2.4.2 Pembekuan
2.4.2.1 Definisi Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana produk pangan
diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya. Terjadi pelepasan energi (panas
sensible dan panas laten) selama pembekuan. Pembekuan menurunkan aktivitas air dan
mengehntikan aktivitas mikroba (bahkan beberapa dirusak, reaksi enzimatis, kimia dan
biokimia, dengan demikian produk beku dapat memiliki daya awet yang lama (Kusnandar, 2010
dalam Puspita, 2014). Suhu produk pangan menurun hingga di bawah titik bekunya selama
16
pembekuan, dan sebagian dari air berubah wujud dari fase cair ke fase padat dan membentuk
kristal es. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan mobilitas air terba-tas sehingga aktivitas air
pun menurun. Penurunan aktivitas air ini berpengaruh pada penghambatan pertumbuhan
mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang mempengaruhi mutu dan keawetan produk
pangan, dengan demikian pengawetan oleh proses pembekuan disebabkan oleh adanya
kombinasi penurunan suhu dan penurunan aktivitas air (Kusnandar, 2010 dalam Puspita, 2014).
Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya dibawah -2°C.
Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan
yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti buah,
sayur, ikan, daging dan unggas. Sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90%-
95%) membeku pada suhu beku (Kusnandar, 2010 dalam Puspita, 2014).
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan.
Pembekuan berlangsung cepat pada permukaan bahan, sedangkan pada bagian yang lebih
dalam, proses pembekuan berlangsung lebih lambat. Terjadi fase precooling pada awal proses
pembekuan dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu titik beku, pada tahap ini semua
kandungan air bahan berada dalam keadaan cair. Tahap perubahan fase terjadi setelah tahap
precooling, pada tahap ini terjadi pembentukan kristal es (Heldman dan Singh, 1981 dalam
Puspita, 2014). Laju pembekuan ada dalam 3 golongan yaitu :
1) Pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan
yang dibekukan
2) Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebihuntuk 1 cm bahan
yang dibekukan
3) Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan
yang dibekukan. Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah cepatnya
pengambilan panas dari bahan pangan (Rohanah, 2002 dalam Puspita, 2014).
17
blansir perlu dilakukan sebelum pembekuan untuk menginaktifkan enzim penyebab
pencokelatan. Pada skala domestik, pangan yang akan dibekukan diletakkan di dalam
freezer, dimana akan terjadi proses pindah panas yang berlangsung secara konduksi (untuk
pengeluaran panas dari produk).
Proses ini berlangsung selama beberapa jam, tergantung pada kondisi bahan pangan
yang akan dibekukan, di industri pangan telah dikembangkan metode pembekuan lainnya untuk
mempercepat proses pembekuan yang memungkinkan produk membeku dalam waktu yang
pendek. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan
meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan (Syamsir, 2008 dalam Dewayani,
2016).
18
Pada zaman sekarang semua plate freezer dilengkapi dengan sistem hidrolik untuk
merapatkan pelat-pelat dengan maksud untuk memanfaatkan produk dan untuk menghasilkan
blok yang lebih padat. Manfaat lain dari langkah-langkah ini ialah meningkatkan kontak antara
udang dengan pelat pembeku sehingga pembekuan dapat berlangsung lebih cepat, dan untuk
mempermudah melepaskan blok setelah pembekuan.
19
7) Pembekuan konvensional
Cara pembekuannya menggunakan alat pendinginan sederhana yang tradisional atau
konvensional sifatnya.
20
5) Penggorengan
Penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu makanan,
memberikan efek preservasi akibat destruksi termal pada mikroorganisme dan enzim, serta
mengurangi aktivitas air (aW) (Fellows, 1990). Shelf life makanan goreng hampir semuanya
ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan. Panas yang diterima bahan dipergunakan
untuk berbagai proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati,
denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi (Suyitno, 1991).
6) Pemanggangan
Pemanggangan merupakan proses pengolahan pangan yang digunakan untuk
mengubah mutu bahan pangan dengan cara mengurangi kadar air yang ada dalam bahan
pangan, menggunakan udara panas sebagai media panas. Memanggang merupakan proses
pengolahan makanan dengan cara pemanasan tidak langsung. Alat-alat yang biasa digunakan
dalam proses pemanggangan yaitu oven yang biasanya menggunakan suhu tinggi yaitu antara
suhu 180-200°C.
7) Penggorengan
Penggorengan merupakan salah satu metode memasak klasik untuk menghasilkan
produk yang kering dan bercita rasa khas. Bahan makanan menjadi kering karena ada proses
hidrasi sebagai akibat pindah panas dari minyak goreng ke bahan. Ciri dari produk goreng
adalah permukaannya kering dan menyerap minyak goreng. Produk goreng umumnya
mengandung proporsi resapan minyak goreng yang tinggi sebagai akibat kontak bahan pangan
dengan minyak goreng selama proses penggorengan.
Proses ini dilakukan dengan cara merendamkan produk pangan pada minyak goreng
bersuhu tinggi. Metode ini banyak digunakan di industri makanan ringan, industri mie instan,
nugget dan lain-lain. Keuntungan dari penggunaan deep fat frying antara lain metode
pemasakan yang cepat, mudah, menghasilkan tekstur yang menarik dan renyah serta
menghasilkan warna yang bagus. Kekurangan dari metode ini deep fat frying adalah lebih
berbahaya dari metode penggorengan lainnya jika tidak ditangani secara benar, minyak yang
digunakan dalam jumlah besar sehingga biayanya lebih tinggi.
8) Penyangraian
Penyangraian adalah proses pindah panas baik tanpa media maupun menggunakan
pasir dengan tujuan mendapatkan cita rasa tertentu, saat proses penyangraian, uap air yang
keluar dari bahan pangan pada saat penggorengan akan dilepaskan ke udara bebas
(Mawaddah, 2012). Penguapan air menyebabkan kadar air pada permukaan bahan pengan
21
yang digoreng menjadi rendah, yang menyebabkan tekstur yang renyah. Minyak juga akan
melepaskan hasil degradasi yang bersifat volatil ke udara.
2.6 Rendemen
Rendemen merupakan perbandingan antara berat akhir produk yang diinginkan dengan
berat semula. Rendemen dinyatakan dalam % berat, yang angkanya didapat berdasarkan
perhitungan berat awal dibagi berat bahan mentah yang dihasilkan, dikalikan 100. Tujuan dari
perhitungan ini adalah untuk mengetahui berat bersih dari ikan yang digunakan dalam
optimalisasi produksi dibandingkan berat kotor yang tidak terpakai.
Berapa faktor-faktor yang mempengaruhi rendemen antara lain adalah faktor ukuran
udang, faktor kesegaran merupakan faktor utama. Semakin segar bahan baku, maka semakin
mudah dikerjakan karena daging masih elastis sehingga persentase yang diperoleh lebih tinggi,
faktor keahlian pekerja juga mempengaruhi besar kecilnya persentase rendemen udang yang
dihasilkan karena masing-masing pekerja memiliki tingkat keahlian yang berbeda-beda pada
setiap tahapnya. Selain itu karyawan yang tergolong ahli karena telah mempunyai pengalaman
dan mengikuti latihan, ketekunan dan ketelitian bekerja sehingga akan menghasilkan rendemen
yang lebih besar (Ilyas, 1993 dalam Hidayah, 2008).
22
2.7.1.2 Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)
Biaya tidak tetap merupakan biaya yang jumlahnya beruba-ubah sesuai dengan
perubahan tingkat produksi. Bisys tidsk tetap ini habis dalam satu kali produksi. Titik berat dari
biaya tidak tetap ini adalah jumlah dari biaya tidak tetap tersebut, bukan besarnya biaya tidak
tetap per unit (Umar 2005 dalam Nurhasanah 2008).
23
2.7.3.1 Payback Period
Menurut Umar (2005) dalam Cahyadi (2009), payback period adalah suatu periode yang
diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (intial cash investment) dengan
menggunakan aliran kas, dengan kata lain PP merupakan rasio antara intial cash investment
dengan cash flow-nya yang hasilnya merupakan satu waktu, selanjutnya nilai rasio ini
dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima.
24
2.8.1 Persyaratan Fisik
2.8.1.1 Lokasi
Unit pengolahan harus berlokasi di daerah yang bebas dari kotoran yang bersifat
bakteriologis, biologis, fisis dan kimia sehingga tidak menimbulkan penularan dan kontaminasi
terhadap produk dan bahaya bagi masyarakat. Persyaratan fisik lokasi unit pengolahan harus
bebas dari pencemaran. Sumber-sumber pencemaran meliputi sebagai berikut :
1) Sawah/rawa
2) Tempat pembuangan sampah
3) Lokasi padat penduduk
4) Dekat industri yang menyebabkan pencemaran udara dan air
5) Tempat penumpukan barang bekas
6) Dekat gudang pelabuhan
7) Pekarangan yang tidak terpelihara
8) Sistem saluran pembuangan air yang kurang baik
Menurut Taufiqullah (2018), lokasi unit pengolahan secara umum harus memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1) Unit pengolahan harus jauh dari daerah lingkungan yang tercemar atau daerah tempat
kegiatan industri yang menimbulkan pencemaran terhadap pangan olahan.
2) Jalan menuju unit pengolahan seharusnya tidak menimbulkan debu atau genangan air,
dengan disemen, dipasang batu atau paving block dan dibuat saluran air yang mudah
dibersihkan.
3) Lingkungan unit pengolahan harus bersih dan tidak ada sampah teronggok.
4) Unit pengolahan seharusnya tidak berada di daerah yang mudah tergenang air atau daerah
banjir.
5) Unit pengolahan seharusnya bebas dari semak-semak atau daerah sarang hama.
6) Unit pengolahan seharusnya jauh dari tempat pembuangan sampah umum, limbah atau
pemukiman penduduk kumuh, tempat rongsokan dan tempat-tempat lain yang dapat
menjadi sumber cemaran.
2.8.1.2 Bangunan
Hal utama yang perlu diperhatikan dalam unit pengolahan yang baik, adalah konstruksi
bangunannya. Menurut Taufiqullah (2018), bangunan secara umum harus memenuhi hal-hal
berikut ini :
25
1) Bangunan dan ruangan sesuai persyaratan teknik dan higiene (jenis makanan yang
diproduksi dan urutan proses)
2) Mudah dibersihkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi
kontaminasi silang.
3) Bangunan terdiri dari ruang pokok (proses produksi), ruang penunjang (administrasi, toilet,
tempat cuci, dan lain-lain).
4) Ruang pokok dan ruang penunjang harus terpisah untuk mencegah pencemaran terhadap
makanan.
5) Ruangan proses produksi cukup luas, tata letak ruangan sesuai urutan proses, sekat antara
ruang bahan dan proses/pengemasan.
Konstruksi bangunan unit pengolahan meliputi dinding, lantai, langit-langit, ventilasi, dan
pencahayaan (Nurhidayat, 2014).
1) Dinding
Letak dinding minimal 20 cm diatas dan dibawah permukaan lantai Terbuat dari bahan
yang tahan lama, kedap air, bagian dalam halus, rata, tidak berlubang, berwarna terang, tidak
mudah terkelupas, mudah dibersihkan, apabila digunakan pelapis dinding maka bahannya
harus tidak beracun (nontonic) (Nurhidayat, 2014).
2) Lantai
Terbuat dari bahan yang harus kedap air, keras dan padat, tahan air, garam, asam dan
basa serta bahan kimia lainnya. Kondisi permukaan lantai rata dan mudah mengalirkan air
pencucian atau pembuangan. Lantai juga dapat dibuat miring ke arah area pembuangan air,
untuk mencegah adanya genangan air dalam dapur halus, tidak licin dan mudah dibersihkan,
pertemuan lantai dan dinding tidak boleh bersudut mati (harus lengkung), kedap air (Nurhidayat,
2014). Pemakaian karpet sebagai penutup lantai harus dari bahan yang mudah dibersihkan.
Karpet tidak boleh digunakan pada area preparasi makanan, ruang penyimpanan, dan area
pencucian peralatan karena akan terekspos air atau minyak.
3) Langit-Langit
Terbuat dari bahan yang tahan lama dan mudah dibersihkan. Letak langit-langit minimal
2,5 meter di atas lantai dan disesuaikan dengan peralatan. Kondisi langit-langit bebas dari
kemungkinan catnya rontok/jatuh atau dalam keadaan kotor dan tidak terawat, tidak rata, retak
atau berlubang (Nurhidayat, 2014).
4) Ventilasi
Kondisi ventilasi harus memiliki sirkulasi udara pada ruang proses produksi yang baik
(tidak pengap), lubang ventilasi harus mencegah masuknya serangga, hama, dan mencegah
26
menumpuknya debu atau kotoran, mudah dibersihkan. Ventilasi terbuat dari bahan yang dapat
menghilangkan kondesat uap asap, bau, debu dan panas, mudah dibersihkan, dilengkapi alat
penghisap (exhaust fan), atau paling tidak dilengkapi dengan cerobong (Nurhidayat, 2014).
5) Pencahayaan
Pencahayaan yang memadai sangat penting untuk menjamin bahwa semua peralatan
yang digunakan di dapur dan ruang penyajian dalam keadaan bersih, selain itu pencahayaan
yang memadai juga sangat penting untuk menjamin keberhasilan pekerjaan preparasi,
pengolahan, penyajian, dan penyimpanan produk. Lampu yang dipasang di atas area prosesing
tidak boleh merubah warna. Kondisi pencahayaan cukup mendapat cahaya, terang sesuai
dengan keperluan dan persyaratan kesehatan. Lampu dilengkapi dengan screen sehingga
aman bila jatuh dan bebas serangga (Nurhidayat, 2014).
2.8.1.3 Fasilitas
Fasilitas dalam unit pengolahan sangat penting untuk diperhatikan. Fasilitas tersebut
meliputi toilet, tempat pencucian, tempat sampah, tempat cuci tangan, ruang ganti karyawan,
dan tempat penanganan limbah.
1) Toilet
Lokasi Toilet harus tertutup, dekat ruang pengolahan namun terpisah dari ruang
pengolahan tersebut. Kelengkapan di toilet harus terdapat sabun dan handuk yang diganti
secara reguler, saluran pembuangan tertutup, menggunakan air mengalir, tempat sampah
tertutup, serta kondisinya pun harus dibersihkan setiap hari (Direktorat PHP, 2009)
2) Tempat pencucian
Fasilitas pencucian bahan baku harus dilengkapi dengan sistem pemasukan dan
pengeluaran/pembuangan air yang baik dan lancar. Fasilitas pencucian peralatan harus
dilengkapi dengan air panas berdaya semprot yang memadai (tekanan 15 psi = 1,2 kg/m²)
(Direktorat PHP, 2009)
3) Tempat sampah
Ruang pengolahan harus disediakan tempat sampah yang tertutup, dengan
kapasitas/jumlah memadai dan di tempatkan di tempat yang mudah dijangkau dan dibersihkan
setiap hari. Ada pemisahan sampah organik dan non organik (Direktorat PHP, 2009)
4) Tempat cuci tangan
Fasilitas tempat cuci tangan harus diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. Tempat
cuci tangan 1 buah untuk 10 orang.
27
5) Ruang ganti pakaian
Unit pengolahan wajib memiliki ruang ganti karyawan yang letaknya di luar ruang
pengolahan agar tidak terjadi kontaminasi dan sanitasi karyawan dapat terjaga.
6) Tempat penanganan limbah
Limbah bahan pangan dikumpulkan dalam wadah khusus yang memiliki tutup.
Mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, pembuangan limbah bahan pangan harus selalu
dimonitor oleh seorang operator atau karyawan yang khusus ditugaskan menangani (Direktorat
PHP, 2009)
28
6) Pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin yang benar
7) Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan kontaminasi
8) Menghilangkan hama pengganggu dari unit pengolahan
29
3. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktik
Praktik Kerja Lapangan pengolahan otak – otak ikan dilaksanakan pada tanggal 10
Desember sampai 21 Desember 2018 di CV Fania Food Jl. Semangu KG-1 No. 16 RT 03/RW
01 Gedongkuning, Rejowinangun, Kota Gede, Yogyakarta.
3.2.2 Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah ikan bandeng utuh segar. Bahan tambahan yang
digunakan antara lain tepung tapioka, tepung terigu, bawang putih, garam, merica, gula pasir,
daun bawang, telur, penyedap ikan, dan pengenyal (STPP). Bahan pembantu yang digunakan
yaitu air, es, dan minyak sayur.
30
3.3 Metode Praktik
3.3.1 Alur Proses
Sortasi
Pencucian 1
Penyiangan
Pencucian 2
Pengambilan Daging
Pelumatan Daging
Pencampuran
Perebusan
Pendinginan
Penyimpanan beku
Pemuatan
31
3.3.2 Komposisi Bahan
Komposisi bahan yang digunakan pada pembuatan otak – otak ikan menurut BBP2HP
(2017) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Bahan
No. Nama Bahan Berat Komposisi
1 Lumatan daging ikan 500 gr 54,20 %
2 Tepung Tapioka 50 gr 5,42 %
3 Gula halus 1 sdt / 15 g 1,63 %
4 Garam secukupnya
5 Daun Bawang 2 tangkai
6 Bawang Putih 4 siung / 20 g 2,17 %
7 Putih telur 1 butir / 50 gr 5,42 %
8 Lada 1 sdm / 30 g 3,25 %
9 Merica halus ½ sdt / 7,5 g 0,81 %
10 Santan kental 250 ml 27,10 %
Sumber : BBP2HP (2017)
∑ni ( i – ̅ )
=
n
∑ni ( i – ̅ )
s=√ n
32
Keterangan :
n adalah banyaknya panelis;
adalah keragaman nilai mutu;
1,96 adalah koefisien standar deviasi pada taraf 95 %;
̅ adalah nilai mutu rata-rata;
adalah nilai mutu dari panelis ke i, dimana i = 1,2,3......n;
s adalah simpangan baku nilai mutu.
33
( )
otal enerimaan
C atio
otal iaya
3.3.6.3 Payback Period (PP)
Rumus PP adalah sebagai berikut :
nvestasi
tahun
euntungan
34
Keterangan:
BT = Biaya Tetap
Q = Jumlah unit yang dihasilkan dan dijual (kg)
P = Harga jual (rupiah)
BV = Biaya Variabel (rupiah)
S = Penjualan
35
4. RENCANA KEGIATAN
Praktik Kerja Lapangan ini dilakukan secara bertahap di PT. TOXINDO PRIMA Jl.
Lingkar Timur No. 5 RT/RW 04/02 Tegal Kamulyan, Cilacap, Jawa Tengah. Waktu Praktik Kerja
Lapangan ini dilakukan mulai tanggal 25 Juni – 6 Juli 2018. Rencana kegiatan dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 5. Rencana Kegiatan
DESEMBER
KEGIATAN
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Pengenalan
lingkungan
pengolahan
Pengenalan tenaga
kerja
Pengenalan bahan
baku
Mengamati proses
penerimaan bahan
baku
Mengamati proses
sortasi
Mengamati proses
pencucian 1
Mengamati proses
penyiangan
Mengamati proses
pencucian 2
Mengamati proses
pengambilan
daging
Mengamati proses
pelumatan daging
Mengamati proses
pencampuran
Mengamati proses
pencetakan tanpa
daun
Mengamati proses
perebusan
Mengamati proses
pendinginan
Mengamati proses
pembekuan
Mengamati proses
pengemasan dan
penimbangan
Mengamati proses
pemuatan
36
Lanjutan
DESEMBER
KEGIATAN
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Mengamati proses
penyimpanan beku
Mengamati proses
pemuatan
Mengamati mutu
bahan baku dan
produk akhir
Mengamati
rendemen
Menganalisa
kelayakan usaha
Mengamati
kelayakan dasar
UPI
Menyusun laporan
hasil pengamatan
Persiapan kembali
ke kampus
37
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. (2008). Pengaruh Suhu dan Waktu Pasteurisasi Terhadap Mutu Susu Selama
Penyimpanan. Jurnal Badan Peternakan Nasional.
Adelaide MU, Mega M, M. Zaelani, Nico, Siti lulu AM, yudha A. (2011). Identifikasi Parasit
Pada Ikan Bandeng. Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian universitas Sultan Ageng
Tirtaysa, Serang.
Aditya, R. (2015). Media dan Teknik Pendinginan Ikan. Diambil dari :
https://www.scribd.com/doc/257936035/Media-Dan-Teknik-Pendinginan-Ikan. Diakses
pada 21 November 2018.
Afriwanty, M. D. (2008). Mempelajari pengaruh penambahan tepung rumput laut
(Kappaphycus alvarezii) terhadap karakteristik fisik surimi ikan nila (Oreochromis
sp.). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[BBP2HP] Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan. (2017). Teknologi Sederhana
Pengolahan Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk
Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. (2013). SNI 2729:2013. Ikan Segar . Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
__________________________________ __. SNI 7757:2013. Otak – Otak Ikan . Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta.
Cahyadi, E. (2009). Analisis Kelayakan Usaha Penangkapan Ikan Cakalang (Kotsuwonus
Pelamis) Ditinjau Dari Aspek Teknis Dan Finansial Dengan Huhate (Pole and Line)
Pada Km. Flotim 21 Di Unit Plasma PT. Okhisin Larantuka NTT. Karya Ilmiah
Praktek Akhir. Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
Daniati. (2005). Pemanfaatan Sumber Pangan Dengan Penambahan Nilai. Bumi Aksara.
Jakarta.
Dewayani, G. M. (2016). Penerapan Metode Air Blast freezing (ABF) Pada Pembekuan Ikan
Salmon Chum (Oncorhynchus keta). PT. Marine Cipta Agung, Pasuruan. Jawa Timur
Direktorat Pengolahan dan Bina Mutu. (2017). Latar Belakang Subdit Standarisasi Ditjen
P2HP. Diambil dari http://skp-pdspkp.kkp.go.id/?m=f_latarbelakang_terbit. Diakses pada
21 November 2018.
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. (2009). Konsep Pedoman Sanitasi dan Hygiene
Agroindustri Perdesaan. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Departemen Pertanahan : Jakarta.
38
Hengga, H. (2009). Analisis Usaha Dan Teknik Produksi Benih Ikan Koi (Cyprinus carpio)
Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Jawa
Barat. Karya Ilmiah Praktek Akhir. Jurusan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya
Perairan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
Hidayah, N. (2008). Penanganan dan Pengolahan Udang Windu (Penaeus monodom)
Kaitannya terhadap mutu udang segar beku (Fresh Frozen Shrimp, Head Less) Di
PT Misaja Mitra Tarakan Kalimantan Timur. Jakarta: Jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan, Sekolah Tinggi Perikanan.
Karim, M., Susilowati, A., & Asnidar. (2013). Analisis Tingkat Kesukaan Konsumen
Terhadap Otak-Otak dengan Bahan Baku Ikan Berbeda. Jurnal Balik Diwa, Vol. 4,
No. 1, Hal 25-31.
Mawaddah, A. (2012). Teknologi Pengolahan Pangan. Yogyakarta.
Mudjiman, A. 1998. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Napitupulu, Romauli J. (2017). Es. Teknik Pengolahan Produk Perikanan. Politeknik Kelautan
dan Perikanan Karawang. Karawang.
Nelson, J.S. (1984). Fishes of The World. A Wiley Interscience Publication.
Nurdiyansyah, A. (2010). Evaluasi Aplikasi GMP dan SSOP Serta Penyusunan HACCP Plan
Pada Produksi Yoghurt Drink Di PT Indolakto Factory Pandaan Pasuruan. Bogor:
IPB.
Nurhasanah, (2008). Kelayakan Usaha Pengolahan Kerupuk Cumi Di UD. Pelangi Sari,
Banyuwangi, Jawa Timur. Karya Ilmiah Praktek Akhir. Jurusan Teknologi Pengolahan
Hasil Perikanan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
Nurhidayat. (2014). Sanitasi Ruang Pengolahan Makanan. Diambil dari
http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id/files/2014/09/minggu-08.-SANITASI-RUANG-
PENGOLAHAN-MAKANAN.pdf. Diakses pada 21 November 2018.
Nurjanah, Nitibaskara, R., & Madiah, E. (2015). Pengaruh Penambahan Bahan Pengikat
Terhadap Karakteristik Fisik Otak-Otak Ikan Sapu-Sapu (Liposarcus pardalis).
Buletin Teknologi Hasil Perikanan, Vol VIII, No. 1, Hal 1-11.
Pamijiati, (2009). Pengaruh Ekstrak Daun Selasih (Ocimum basilicum linn) Terhadap Mutu
Kesegaran Ikan Bandeng Selama Penyimpanan Dingin (Chanos chanos Forsk).
Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Pasaribu, A.M. (2004). Kajian Sistem Mudular Pada Usaha Tani Ikan Bandeng (Chanos
chanos, Forskal) di Sulawesi Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 7, 187-192.
39
Purnomowati, I., Hidayati, D., dan Saparinto, C. (2007). Ragam Olahan Bandeng. Kanisius.
Yogyakarta.
Puspita, F. (2014). Pembekuan dan Pendinginan. Purwokerto: Fakultas Pertanian, Universitas
Jenderal Soedirman.
Putra, D. A., Agustini, T. W., & Wijayanti, I. (2015). Pengaruh Penambahan Karagenan
Sebagai Stabilizer Terhadap Karakteristik Otak-Otak Ikan Kurisi (Nemipterus
nematophorus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan, Vol. 4, No. 2, Hal
1-10.
Saprianto, Cahyo. (2007). Membuat Aneka Olahan Bandeng. Penebar Swadaya, Jakarta.
Saulina, H. (2009). Pengendalian Mutu Pada Proses Pembekuan Udang Menggunakan
Statistical Process Control (SPC) Studi Kasus : Di Pt Lola Mina Jakarta Utara.
Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor: Bogor.
Sulastri, S. (2010). Penerapan Sistem Kelayakan Dasar Pada Pengalenganrajungan
(Portunus pelagicus). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor :
Bogor.
Suyitno. (1991). Dasar - Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Bogor: Departemen Botani
Fakultas Pertanian IPB.
Tanikawa, E. (1985). Marine Productc In Japan. Koseisha-Koseikaku Company, Tokyo.
Taufiqullah. (2018). Aspek Lingkungan Produksi (Lokasi). Diambil dari
https://www.tneutron.net/pangan/aspek-lingkungan-produksi-lokasi/. Diakses pada 21
November 2018.
Triharjono, A., Probowati, B. D., & Fakhry, M. (2013). Evaluasi Prosedur Standar Sanitasi
Kerupuk Amplang Di UD Sarina. Program Studi Teknologi Industri Pertanian Faperta
UTM, Agrointek, Volume 7, No 2, 76-83.
USDA National Nutrient Database For Standard Reference. (2009). Milkfish List Nutrition.
Waryanti, D. (2013). Uji Daya Hambat Secara In Vitro Ekstrak Biji Picung (Pangium edule)
Terhadap Pertumbuhan Bakteri Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) Busuk yang
Diawetkan dengan Pengasapan. Purwokerto: Program Studi Pendidikan Biologi.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Wijaya, P. (2008). Pengolahan Permen Rumput Laut (Eucheuma cotonii) Serta Analisa
Finansial Dan Strategi Pengembangan Usaha Di UD. Rukhaiyah, Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Karya Ilmiah Praktek Akhir. Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil
Perikanan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta.
40
Yuwandhana, D. P. (2018). Menghitung Biaya – Biaya Dalam Industri Pengolahan Hasil
Perikanan. Teknik Pengolahan Produk Perikanan. Politeknik Kelautan dan Perikanan
Karawang.
41