Editor:
Prof. Dr. Ir. Adnan Kasry
ii
DAFTAR ISI
Halaman
TIM PENYUSUN MAKALAH……………………………………………….. i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….... iii
I. PENGELOLAAN AIR
1. Pemanfaatan Mineral Lempung sebagai Koagulan untuk Pengolahan Air
Gambut Desa Rimbo Panjang Kabupaten Kampar (Ardiansyah
Hamid)………………………………………………………………………
2. Pemanfaatan Campuran Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif untuk
Menurunkan Kesadahan dan Besi (Fe) Air dari Sungai Jurong-Duri
(Welman Afero Simbolon).............................................................................
iii
III. PENCEMARAN
1. Perancangan Penerapan Proses Produksi Bersih pada Industri Tahu di
Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu (Amalia Prafitra
Harman)………………………………………..............................................
2. Penanggulangan Limbah Cair Pabrik Pulp dan Kertas PT. RAPP terhadap
Perbaikan Kualitas Sungai Kampar di Pangkalan Kerinci Kabupaten
Pelalawan Riau (Barkatul Aulia)……………………………………….......
3. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Bintang Air
(Cyperus Alternifolius, L.) dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran
Bawah Permukaan (SSF-Wetlands) di Komplek Perumahan PT. CPI–Duri
(Indra Kamil)………………………….........................................................
4. Pencegahan Pencemaran Air Sungai Bunut oleh Limbah Industri Karet PT.
Bakrie Sumatera Plantation Bunut Factory terhadap Persawahan di
Kecamatan Rawang Panca Arga, Kabupaten Asahan (Nazri
Zulfadjrin)………………………………………………………………......
5. Pemanfaatan Air Lindi Limbah Domestik pada Bioremidiasi Tanah
Terkontaminasi Minyak Bumi di PT. Chevron Pacific Indonesia Pematang
Duri (Saleh)…………………………………………………………………
6. Penurunan Pendengaran Pemotong Rumput Akibat Kebisingan Mesin
Pemotong Rumput di Kecamatan Mandau–Duri (Sonny
Pratama)………….........................................................................................
7. Peningkatan Kebutuhan Kapasitas Pengolahan Air Lindi di Tempat
Pemrosesan Akhir Sampah Rumah Tangga Muara Fajar Kecamatan
Rumbai Pesisir Pekanbaru (Wilyanda)…………………………………......
IV. EKOWISATA
1. Percepatan Restorasi Ekosistem dan Perlindungan Keanekaragaman
Hayati Dikawasan Restorasi Ekosistem Pulau Padang Kabupaten
Kepulauan Meranti (Dibyo Kuswiyono)……………………………………
2. Peningkatan Kegiatan Masyarakat Dalam Pelestarian Fungsi Ekosistem
Mangrove di Kota Dumai (Fika Yulia Rachmah)………………………......
iv
3. Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Kawasan Hutan Taman Raya
Sultan Syarif Hasyim Kecamatan Minas Kabupaten Siak (Resarizki
Utami)………………………………………………………………………
V. PETERNAKAN
1. Pemanfaatan Itik sebagai Pengganti Pestisida dalam Membasmi Hama dan
Gulma Desa Pulau Ingu Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi
(Wilia Elvionita)………………………………………………………….....
v
PERANCANGAN PENERAPAN PROSES PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI
TAHU DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU
Oleh :
AMALIA PRAFITRA HARMAN
NIM. 1510248383
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
I. PENDAHULUAN
Menurut Herlambang (2002), Zero waste dapat diartikan sebagai konsep untuk
mengupayakan agar suatu kegiatan itu menghasilkan limbah dalam jumlah yang sekecil-
kecilnya, bahkan tidak menghasilkan limbah sama sekali. Upaya ini disebut sebagai
minimisasi limbah. Dalam minimisasi limbah terdapat tiga hal yang harus dilakukan, yaitu
perubahan bahan baku industri, perubahan proses produksi, dan daur ulang limbah. Bila
dalam proses produksi ini masih menghasilkan limbah, maka upaya minimisasi dilakukan
dengan daur ulang atau pemanfaatan kembali limbah yang dihasilkan. Limbah yang dibuang
ke lingkungan hanyalah limbah yang benar-benar tidak dapat dimanfaatkan kembali.
Seperti industri pengolahan lainnya, industri tahu juga menghasilkan limbah baik yang
padat ataupun cair. Limbah padat kebanyakan digunakan untuk pakan ternak sehingga tidak
begitu mempengaruhi lingkungan, namun limbah cair pada industri tahu ini memberikan
dampak terhadap lingkungan berupa bau dan bila dibuang kesungai maka akan menyebabkan
pencemaran. Dengan demikian industri tahu ini memerlukan pengolahan limbah untuk
mengurangi beban pencemar.
Di Kabupaten Indragiri Hulu terdapat 52 buah industri tahu skala kecil dan menengah.
Dari keseluruhan industri tahu tersebut belum ada industri yang memiliki Instalasi Pengolahan
Air Limbah ataupun industri yang menerapkan produksi bersih dalam proses produksi dan
upaya penanganan limbah industri nya. Para Pengrajin tahu tidak mengetahui manfaat dari
produksi bersih apabila mereka menerapkannya pada setiap proses produksinya. Para
223
1.2. Permasalahan
Pendekatan akhir-pipa (end-of-pipe) yang digunakan sebagai salah satu strategi untuk
melindungi lingkungan bukanlah cara yang cukup efektif dalam hemat-biaya yang bagi
banyak kalangan usaha menjadi faktor penting dalam kelangsungan industrinya. Oleh karena
itu, upaya pengelolaan harus dirubah ke pemikiran front-of-process yang preventif dengan
penekanan bahwa pencemaran seharusnya tidak boleh terjadi ataupun dapat diminimalkan
melalui produksi bersih.
Pertumbuhan Industri tahu di Kabupaten Indragiri Hulu dari tahun ke tahun semakin
menigkat. Dari hasil peninjauan secara langsung semua industri tahu di Kabupaten Indragiri
Hulu masih menerapkan pendekatan end-of-pipe untuk limbah cair nya, bahkan ada beberapa
industri yang sama sekali belum mengolah limbah cairnya dan secara langsung membuang ke
lingkungan. Permasalahan lain yang muncul pada pendekatan end-of-pipe treatment adalah
pencemaran dan kerusakan lingkungan tetap terjadi dan cenderung terus berlanjut, karena
dalam prakteknya terdapat berbagai kendala, terutama masih rendahnya penaatan dan
penegakan hukum, masih lemahnya perangkat peraturan yang tersedia, serta masih rendahnya
tingkat kesadaran para Pengrajin tahu untuk mengelola industri mereka yang berbasis
lingkungan.
2. Kurangnya kesadaran dan komitmen pihak pengusaha pemilik industri tahu di Kecamatan
Rengat yang belum mengenal dan menjalankan produksi bersih yang berwawasan
lingkungan.
3. Kurangnya kepedulian dan dukungan dari Pemeritah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu
dalam pelaksanaan penerapan produksi bersih untuk industri tahu.
II. PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUTRI TAHU DI KABUPATEN
INDRAGIRI HULU.
Menurut para ahli botani, kedelai merupakan tanaman yang berasal dari Manchuria
dan sebagian Cina, di mana terdapat banyak jenis kedelai liar. Kemudian menyebar ke
daerah-daerah tropika dan subtropika. Setelah dilakukan pemuliaan, dihasilkan jenis-jenis
kedelai unggul yang dibudidayakan (Uransyah dan Madya, 2011). Kedelai merupakan
tanaman semusim dan termasuk tanaman basah.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyleddonae
Ordo : Polypetales
Famili : Leguminosae
Sub-Famili : Papilonoideae
Genus : Glycine
Kacang kedelai terkenal dengan nilai gizinya yang kaya. Kacang kedelai merupakan
protein lengkap, dan merupakan salah satu makanan yang mengandung 8 asam amino yang
penting dan diperlukan oleh tubuh manusia. Tidak seperti makanan lain yang
mengandung lemak jenuh dan tidak dapat dicerna yang terdapat pada sebagian besar makanan
hewan, kacang kedelai tidak mengandung kolesterol, mempunyai rasio kalori yang rendah
dibandingkan protein dan bertindak sebagai makanan yang tidak menggemukkan bagi
penderita obesitas.
1
226
Kacang kedelai juga mengandung kalsium, zat besi, protein, potasium dan
phosphorous. Kacang kedelai juga kaya akan vitamin B kompleks. Kacang kedelai juga
mengandung protein tinggi, makanan berkalsium tinggi. Kacang-kacangan dan biji-bijian
seperti kacang kedelai merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang
sangat penting peranannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam
proteinnya tidak selengkap protein hewani. Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada
varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras,
jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai
mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim
kering.
Sebagai bahan makanan, banyak orang tidak mengetahui kualitas kacang kedelai.
Padahal diantara jenis kacang-kacangan yang lain, kedelai merupakan sumber protein,
lemak, vitamin, mineral, dan serat paling baik. Kedelai juga mampu membantu menjaga
kesehatan ginjal, jantung, diabetes, rematik, anemia, hipertensi, diare, dan hepatitis. Kedelai
mempunyai banyak kegunaan bagi manusia. Kegunaan kedelai sebagai sumber protein
nabati, yang dapat diperoleh dengan caramengolah kedelai menjadi berbagai jenis makanan,
seperti tahu, tempe, tauco,kecap,dan susu kedelai.
Alasan utama kedelai diminati masyarakat luas di dunia antara lain karena dalam biji
kedelai terkandung gizi yang tinggi. Kandungan gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan
kedelai dapat dilihat pada Tabel 1. Disamping itu, kadar asam amino kedelai termasuk paling
lengkap.
Kedelai muncul sebagai salah satu sumber makanan alternatif yang kaya protein
untuk konsumsi manusia. Berikut ini adalah beberapa manfaat utama kedelai (Adisarwanto,
2005) :
1. Soy protein (protein kedelai) adalah protein tanaman. Kacang kedelai mengandung
protein lengkap dan salah satu protein yang terbaik di antara semua sumber protein yang
mudah dicernakan. Kacang kedelai juga mengandung sedikit atau tidak berlemak dan
hampir tidak ada kolesterol.Untuk orang-orang yang tidak tahan dengan laktosa akan
senang mengetahui bahwa kacang kedelai tidak mengandung galaktosa.
227
2. Menjadi tanaman protein, kacang kedelai bebas dari steroids dan tidak mengandung
antibiotik protein hewani. Bahan ini juga bebas dari parasit yang mencemari
beberapa produk. Kedelai juga bebas dari sumber penyakit seperti sapi gila maupun
penyakit mulut dan kuku.
4. Kacang kedelai sangat serbaguna. Kacang kedelai sangat serbaguna. Berbagai masakan,
terutama Asia yang mengenali nilai dari kacang kedelai ini. Berbagai bahan makanan
yang alami,sedap dan lezat semua berbahan kedelai, misalnya : Tahu, puding kedelai,
Soya susu, pengganti daging.
5. Untuk mengatasi masalah kelaparan dunia, telah diusulkan budi daya kedelai secara
besar-besaran. Kedelai sangat mudah untuk tumbuh dan panen, mereka akan tumbuh
hampir di mana saja dan menghasilkan banyak dalam waktu singkat. Telah
dilaporkan bahwa banyak petani telah mengganti seluruh tanaman dengan kacang
kedelai.
6. Bahan makanan pengganti yang baik kedelai mengandung kadar lemak yang rendah dan
dapat digunakan sebagai pengganti sumber protein lain. Bila memasak, Anda dapat
menggunakan tepung kedelai sebagai pengganti tepung terigu untuk bahan alternatif
rendah lemak.
7. Sangat dianjurkan lebih mengkonsumsi protein alami daripada protein buatan jika
memungkinkan, Protein buatan sebagai makanan biasanya memiliki beberapa risiko
yang menyertainya. Penggunaan terbaik atas kedelai dikarenakan kedelai ini rendah
lemak dan cocok untuk diet protein tinggi.
8. Produk kedelai dapat dimasukkan ke dalam aneka jus dan minuman. Karena bebas
laktosa, orang-orang yang tidak tahan dengan laktosa masih akan bias
mengkonsumsi.
228
9. Produk kedelai juga dapat menjadi sumber bahan gizi lain seperti saponins, isoflavon,
dan phytosterol. Saponins membantu mendukung sistem kekebalan tubuh. Bila
bergabung dengan kolesterol untuk menghindari peningkatan penyerapan kolesterol
dalam tubuh. Phytosterols juga membantu mengurangi penyerapan kolesterol dalam
tubuh dengan cara yang sama dengan saponins lakukan.
10. Isoflavon merupakan antioksidan yang kuat dan mampu mencegah efek radikal
bebas dalam tubuh. Dapat mencegah banyak tanda-tanda penuaan dan telah dikenal
untuk membantu mencegah kanker. Hal ini membuat kedelai menjadi sumber protein
ajaib. Isoflavon,bersama dengan vitamin A, C dan E adalah pertahanan
terdepan dalam memerangi penyakit tersebut mereka juga menangkis efek dari
polusi dan stres.
11. Tidak seperti sumber protein lain, kedelai cukup aman untuk dikonsumsi dalam
jumlah besar. Sementara alergis terhadap produk kedelai memang ada, tetapi
merupakan kasus yang jarang sekali.
Tabel. 1. Kandungan gizi yang terkandung dalam 100 gram bahan kedelai
Tahu merupakan bahan makanan yang berbahan baku kedelai. Kata tahu berasal dari
bahasa Cina yaitu tao-hu atau teu-hu. Kata tao yang berarti kedelai, sementara hu berarti
lumat atau menjadi bubur. Di Jepang, tahu dikenal dengan nama tohu, sedangkan dalam
bahasa Inggris disebut soybean curda atau tofu.
Menurut Shurtleff dan Aoyagi (1984), tahu merupakan konsentrat protein kedelai.
Tahu merupakan produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat melalui proses
pengolahan kedelai (Glytine sp.) dengan cara pengendapan proteinnya, dengan atau tanpa
bahan lain yang diizinkan.
Di Indonesia tahu sudah sangat merakyat dan sudah menjadi makanan pokok ataupun
makanan tambahan bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Mudjajanto (2005)
menyatakan bahwa jumlah Pengrajin tahu di Indonesia sudah tersebar dan menjadi industri
yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Indonesia pun telah menjadi salah satu
produsen tahu terbesar di dunia. Di Indonesia tahu sangat mudah didapatkan baik di pasar
tradisional maupun di supermarket. Tahu adalah produk pangan yang dihasilkan dari
kedelai yang dihaluskan hingga menjadi sari dan diperas. Ekstrak kedelai yang didapatkan
kemudian dipadatkan atau dicetak sesuai ukuran. Tahu adalah makanan rendah kalori
namun tinggi protein.
Manfaat tahu yang pertama adalah tahu memilili kandungan protein tinggi yang baik
untuk tubuh manusia yang membutuhkan protein agar dapat berfungsi dengan baik.
Protein tak hanya bisa didapat dari daging, banyak protein nabati yang bisa kita
dapat salah satunya pada tahu.
3. Rendah kolesterol
Manfaat tahu dapat menurunkan kadar kolesterol tinggi yang merupakan salah satu
penyebab terserang penyakit jantung. Banyak masyarakat mencoba menghindari
mengonsumsi makanan berlemak seperti gorengan, dan santan. Tahu dapat
mengurangi tingkat kolesterol dalam tubuh, karena tahu akan menyerap minyak
goreng dan cairan lain yang terakumulasi dalam tubuh yang dapat menyebabkan
penyakit.
4. Mencegah anemia
Manfaat tahu bagi kesehatan termasuk mengurangi resiko anemia. Sebuah studi
yang dilakukan di Cina yang menyelidiki hubungan antara anemia dan tahu
menunjukkan, bahwa tahu terbukti menurunkan risiko anemia pada golongan orang
dewasa.
Asupan makanan yang tepat akan memberikan peran yang sangat penting untuk
menjaga kesehatan jantung. Konsumsi rutin produk kedelai seperti tahu dapat
menurunkan kadar kolesterol dan lemak jenuh dalam tubuh.
7. Sumber kalsium
Tahu merupakan sumber kalsium yang baik. Kalsium merupakan kunci dari
pembentukan tulang. Hal ini tidak mudah untuk mendapatkan nutrisi ini atau
mineral dalam jumlah yang tepat. Inilah sebabnya mengapa asupan tahu dianjurkan,
karena mengandung kalsium yang tinggi. Kurangnya kalsium dalam tubuh dapat
menyebabkan osteoporosis, efek penuaan lebih cepat karena tulang rapuh dan minim
pembentukan tulang baru. Setiap orang rentan terhadap efek penuaan pada beberapa
231
hal dalam hidup, tetapi efek dari penuaaan ini dapat diperlambat dengan melakukan
beberapa langkah, salah satunya adalah dengan mengonsumsi tahu, yaitu yang akan
membuat tulang menjadi kuat dan kokoh.
Zat Besi yang terkandung dalam tahu memiliki zat yang berperan penting dalam
memasok oksigen ke seluruh bagian tubuh. Ini secara tak langsung adalah kegunaan
dari hemoglobin, yang bertugas untuk mengangkut oksigen ke setiap bagian dari
tubuh. Tahu merupakan sumber zat besi yang baik, dan dengan demikian akan
membantu dalam melaksanakan sirkulasi oksigen dalam tubuh.
Pemanfaatan kedelai menjadi tahu ini memang tidak sia-sia karena kandungan gizi
yang terdapat di dalam tahu cukup tinggi dan mengandung Asam Amino yang
dibutuhkan tubuh manusia ( Santoso, 1993). Komposisi Asam Amino yang terkadung
dalam tahu seperti pada Tabel 2.
Jumlah
No. Asam Amino
(mg/g nitrogen total)
1 Nitrogen 1,38
2 Isoleusin 360
3 Leusin 618
4 Lisin 460
5 Metionin 108
6 Sistin 108
7 Fenilalanin 443
8 Treonin 235
9 Triptopan 133
10 Valin 364
11 Arginin 342
12 Hisditin 191
13 Alanin 189
14 Asam Aspartat 612
15 Asam Glutamat 1113
16 Glisin 212
17 Prolin 297
18 Serin 266
Sumber : Menteri Kesehatan Republik Indonesia (1997)
232
Syarat mutu tahu berdasarkan SNI 01-3142-1992 dapat dilihat pada Tabel. 3.
Proses pembuatan tahu terdiri dari dua bagian, yaitu pembuatan susu kedelai dan
penggumpalan proteinnya. Koswara (1992) mengemukakan bahwa susu kedelai dibuat
dengan merendam kedelai dalam air bersih. Perendaman dimaksudkan untuk melunkan
struktur kedelai sehingga mudah digiling dan memberikan dispersi dan suspensi bahan padat
kedelai lebih baik pada waktu ekstraksi. Perendaman juga dapat mempermudah pengupasan
kulit kedelai akan tetapi perendaman yang terlalu lama dapat mengurangi total padatan.
Kedelai yang telah direndam kemudian dicuci, digiling dengan alat penggiling bersama-sama
air panas (80°C) dengan perbandingan 1:10. Bubur kedelai yang dihasilkan selanjutnya
disaring dan filtratnya di didihkan selama 30 menit pada suhu 100–110°C. Susu kedelai yang
dihasilkan kemudian digumpalkan. Zat penggumpal yang dapat digunakan adalah, asam
laktat, asam asetat dan batu tahu (CaSO4), dan CaCl2.
233
1. Pembersihan. Biji kedelai dibersihkan dari kotoran, misalnya kerikil, butiran tanah,
kulit, ataupun batang kedelai.
3. Pencucian. Kedelai yang telah direndam, dibersihkan dari kotoran yang tersisa lalu
tiriskan.
5. Perebusan Bubur Kedelai. Perebusan dilakukan pada api besar. Pada proses
perebusan akan terbentuk busa pada permukaan bubur kedelai maka segera disiram
air bersih dingin secukupnya secara merata di seluruh permukaan atau minyak
goreng sebanyak 0,5 liter.
6. Penyaringan. Dalam keadaan panas bubur kedelai disaring dengan penambahan air
panas sekitar 100 liter hingga diperoleh air penyaringan yang jernih. Hasil saringan
ditampung dalam bak penggumpalan. Adapun ampas bubur kedelai dimasukan
kedalam wadah tersendiri untuk dijadikan pakan ternak.
7. Penggumpalan Protein Sari Kedelai. Cairan sari kedelai yang masih panas (± 700C)
dicampur pelan-pelan dan sedikit demi sedikit dengan bahan penggumpal yang
sebelumnya telah disiapkan. Proses penggumpalan terjadi selama 5-15 menit.
Dimana cairan kedelai yang semula berwarna putih susu akan pecah dan di
dalamnya terbentuk butiran-butiran protein yang akhirnya akan bergabung
membentuk gumpalan dan mengendap ke dasar bak (bakal tahu). Setelah itu, cairan
akan menjadi bening. Bila demikian berarti seluruh protein sudah menggumpal dan
mengendap. Secepatnya cairan bening dipindahkan ke tempat penyimpanan cairan
bekas.
234
10. Produk Tahu. Produk tahu siap untuk dilakukan tahapan finishing dengan
pewarnaan, pengemasan, pasteurisasi, dan penggorengan untuk mempertahankan
mutu tahu. Untuk memperpanjang daya simpan tahu dapat ditambahkan bahan
pengawet seperti:
3. Tahu dapat dibungkus dalam kantong plastik, ditutup rapat, dan kemudian
direbus/dikukus selama 3 menit. Tahu dapat disimpan selama 4-7 hari, dalam
almari es dapat bertahan selama 8 hari (selama kan/tong plastik tidak dibuka).
Limbah tahu berasal dari buangan atau sisa pengolahan kedelai menjadi tahu yang
terbuang karena tidak terbentuk dengan baik menjadi tahu sehingga tidak dapat
dikonsumsi. Nohong (2010) menyatakan bahwa limbah tahu terdiri atas dua jenis yaitu
limbah cair dan limbah padat. Limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi
mencemari lingkungan. Limbah ini terjadi karena adanya sisa air tahu yang
tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena proses penggumpalan yang tidak
sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat menimbulkan bau tidak sedap bila
dibiarkan.
235
Selanjutnya Kaswinarni (2007) menjelaskan limbah cair pada proses produksi tahu
berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan proses produksi
tahu, penyaringan dan pengepresan atau pencetakan tahu. Sebagian besar limbah cair
yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari
gumpalan tahu yang disebut dengan air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang
tinggi dan dapat segera terurai. Limbah ini sering dibuang secara langsung tanpa
pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari lingkungan.
Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang tinggi terutama
protein dan asam-asam amino. Sugiharto (1994) menyatakan bahwa adanya senyawa-
senyawa organik tersebut menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung BOD, COD,
dan TSS yang tinggi. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam limbah industri cair
tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik tersebut dapat berupa protein,
karbohidrat dan lemak. Senyawa protein memiliki jumlah yang paling besar yaitu mencapai
40%-60%, karbohidrat 25%-50%, dan lemak 10%. Bertambah lama bahan-bahan organik
dalam limbah cair tahu, maka volumenya semakin meningkat.
Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah cair tahu adalah oksigen (O 2), hidrogen
sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2), dan metana (CH4). Gas-gas tersebut
berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat dalam limbah cair tersebut
(Herlambang, 2005).
Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein yang dapat terdegradasi
menjadi bahan anorganik. Effendi (2003) menjelaskan bahwa degradasi bahan organik
melalui proses oksidasi secara aerob akan menghasilkan senyawa-senyawa yang lebih stabil.
236
Dekomposisi bahan organik pada dasarnya melalui dua tahap yaitu bahan organik diuraikan
menjadi bahan anorganik. Bahan anorganik yang tidak stabil mengalami oksidasi menjadi
bahan onorganik yang stabil, misalnya ammonia mengalami oksidasi menjadi nitrit dan
nitrat
Limbah yang dihasilkan dari sistem pengolahan limbah cair harus memenuhi baku
mutu limbah cair sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 05 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah yaitu lampiran ke XVIII tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/Kegiatan Pengolahan Kedelai.
Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia, dan
biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasanya hanya terdiri dari karakteristik fisika dan
kimia. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri tahu
adalah (Kaswinarni, 2007):
1. Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain.
Kandungan organik (BOD, COD, TOC) oksigen terlarut (DO), minyak atau lemak,
nitrogen total, dan lain-lain. Sedangkan kimia anorganik meliputi: pH, Pb, Ca, Fe, Cu, Na,
sulfur, dan lain-lain.
Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain:
1. Padatan Tersuspensi
Yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam air. Padatan
tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air. Effendi (2003)
menyatakan kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di
dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang
tersuspensi dan terlarut. Semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut,
maka air semakin keruh.
237
Menurut Kaswinarni (2007) air limbah indutri tahu sifatnya cenderung asam, pada
keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah untuk menguap. Hal ini
mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk. pH sangat
berpengaruh dalam proses pengolahan air limbah. Baku mutu yang ditetapkan
sebesar 6-9. Pengaruh yang terjadi apabila pH terlalu rendah adalah penurunan
oksigen terlarut. Oleh karena itu, sebelum limbah diolah diperlukan pemeriksaan
pH serta menambahkan larutan penyangga agar dicapai pH yang optimal.
HCO3 H+ + CO3¯
3. Nitrogen-Total (N-Total)
2003). Pada lingkungan asam atau netral, NH3 ada dalam bentuk ion NH4+. Pada
lingkungan basa, NH3 akan dilepas ke atmosfer
Senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair tahu akan terurai
oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida (CO2), air serta ammonium,
selanjutnya ammonium akan dirubah menjadi nitrat. Proses perubahan ammonia
menjadi nitrit dan ahirnya menjadi nitrat disebut proses nitrifikasi. Untuk
menghilangkan ammonia dalam limbah cair sangat penting, karena ammonia
bersifat racun bagi biota akuatik (Herlambang, 2005).
Reaksi Nitrifikasi:
Merupakan parameter untuk menilai jumlah zat organik yang terlarut serta
menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh aktifitas mikroorganisme
dalam menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah cair. Limbah cair
industri tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi
(Wardana,2004).
Menurut Effendi (2003), BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh
organisme untuk memecah bahan buangan organik di dalam suatu perairan.
Konsentrasi BOD yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyak oksigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik. Nilai BOD yang tinggi
menunjukkan terdapat banyak senyawa organik dalam limbah, sehingga banyak
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan senyawa
organik. Nilai BOD yang rendah menunjukkan terjadinya penguraian limbah
organik oleh mikroorganisme (Zulkifli dan Ami, 2001).
239
Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu
adalah gangguan terhadap kehidupan biotik, turunnya kualitas air perairan akibat
meningkatnya kandungan bahan organik. Herlambang (2002) mengungkapkan bahwa
aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi molekul
organik yang sederhana. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga
apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera diganti oleh
oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh aerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban
organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan produk
dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana.
Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan
240
menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak
nyaman dan menimbulkan bau.
Selain tuntuan perlindungan lingkungan juga perlu untuk melihat tuntutan aspek
ekonomi. Pencegahan pencemaran lingkungan beberapa tahun terakhir ini menurut
Suprihatin (1999), dilakukan sejak pada sumber asalnya, yaitu sejak awal dari proses dalam
industrinya sendiri, sehingga bahan buangan yang dihasilkan sesedikit mungkin dan jika
mungkin ditiadakan sama sekali (zero emission).
241
Menurut Visvanathan dan Kumar (1999), produksi bersih adalah penerapan strategi
lingkungan yang berkesinambungan, terpadu dan bersifat preventif, dan merupakan strategi
bisnis untuk mendapatkan sumber daya, proses produksi, produk atau penyediaan jasa dengan
efisiensi yang tinggi meningkatkan keuntungan dan mengurangi resiko bagi manusia dan
lingkungan.
Selanjutnya menurut UNEP (2001), bahwa lingkup produksi bersih untuk proses
produksi, produk, dan jasa adalah sebagai berikut:
242
Dalam produksi bersih, limbah yang dihasilkan dalam keseluruhan proses produksi
adalah indikator ketidak efisienan proses produksi, sehingga bilamana dilakukan optimasi
proses, limbah yang dihasilkan juga akan berkurang.
Keberhasilan penerapan produksi bersih ,menurut Purwanto (2003) ada beberapa cara,
antara lain : menerapkan house keeping yang baik, modifikasi peralatan, substitusi bahan
baku, modifikasi produk, dan inovasi teknologi yang digunakan. Dari semua cara tersebut
yang paling penting dalam mencapai keberhasilan penerapan produksi bersih adalah
mengurangi penyebab timbulnya limbah dan dampak yang tidak diinginkan bagi lingkungan,
antaralain :
Keuntungan yang didapat dari suatu industri apabila menerapkan konsep produksi
bersih adalah mengurangi biaya produksi, mengurangi limbah yang dihasilkan, meningkatkan
produktivitas, mengurangi konsumsi energi, meminimisasi masalah pembuangan limbah
(termasuk penanganan limbah), dan memperbaiki nilai produk samping.
Analisis finansial mutlak diperlukan untuk mendirikan suatu usaha atau industri.
Dalam melakukan analisis tersebut terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
modal investasi, modal kerja,dan penyusutan.
Menurut Kadariah, Karlina, dan Gray (1999), NPV adalah metode yang
digunakan untuk menghitung selisih antara jumlah seluruh penerimaan (benefit)
dengan jumlah seluruh biaya (cost) dalam bentuk nilai yang berlaku kini (present
value).
n
Bt - Ct
NPV
t 0 (1 i) t
NPV1
IRR i1 x i 2 i1
NPV1 NPV2
Net B/C merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif
dengan jumlah present value yang negatif (Kadariah, 1988).
n
Bt - Ct
(1 i) t
Net B/C t 0
n
Ct - Bt
(1 i)
t 0
t
PBP adalah suatu jangka waktu untuk mengembalikan jumlah investasi dari
usaha yang direncanakan (Ibrahim,1998).
n n
Ii - Bp-1
PBP Tp-1 i 0 i 0
Bp
Menurut Widjaja (1998),suatu usaha dikatakan break even (BE) apabila setelah
dilakukan perhitungan rugi-labadari suatu periode kerja atau dari suatu kegiatan
usaha tertentu, tetapi juga tidak menderita kerugian.
245
TC TC
BEP (Rp) BEP (unit)
p - VC kontribusi
Penghematan biaya merupakan salah satu faktor penting dalam daya saing, akibatnya
banyak kalangan dunia usaha kurang bergairah untuk mengelola lingkungan. Karenanya
diperlukan perubahan strategi, dari pendekatan akhir pipa ke pencegahan pencemaran yang
membantu mengurangi terbentuknya limbah dan memfasilitasi semua pihak untuk mengelola
lingkungan secara hemat biaya serta mampu memberi keuntungan baik finansial maupun non
finansial. Strategi pengelolaan lingkungan yang mempunyai potensi tersebut adalah Produksi
Bersih.
Dalam rangka menciptakan green industry dan meningkatkan daya saing industri
tahu maka perlu dikaji alternatif- alternatif strategi produksi bersih yang dapat diterapkan di
industri kecil tahu. Tujuannya adalah mendapatkan alternatif strategi produksi bersih dan
aplikasinya untuk industri kecil tahu khususnya di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri
Hulu. Perancangan penerapan produksi bersihnya meliputi identifikasi proses produksi, status
produksi bersih pada industri tahu dan peluang penerapan lebih lanjut, dan cara memperbaiki
efisiensi produksi melalui penerapan produksi bersih ( Anas et al, 2008).
Perancangan penerapan produksi bersih didasarkan pada dua aspek yaitu teknis dan
aspek finansial. Proses produksi tahu pada umumnya terdiri dari pemilihan kedelai,
penimbangan kedelai, perendaman, pencucian, penggilingan, ekstraksi, penyaringan,
246
1. Pemilihan kedelai
Dalam pembuatan tahu, pemilihan kedelai akan sangat menentukan hasil akhir
dari produksi tahu yang akan dibuat. Di industri tahu ini, produsen menggunakan
kedelai import dengan kualitas I yang ditandai dengan: warna dan ukuran kedelai
seragam, mengkilat dan kulitnya tidak berkerut.
2. Penimbangan kedelai
4. Penggilingan
5. Ekstraksi
Kedelai yang telah digiling kemudian direbus untuk mendenaturasi protein dari
kedelai sehingga protein mudah terkoagulasi saat penambahan asam. Kedelai
giling kemudian ditambah air mendidih sebanyak enam kali berat kedelai, sambil
diaduk selama 5-10 menit.
6. Penyaringan
7. Pemasakan
8. Penggumpalan
Setelah dilakukan pemasakan sampai suhu 70o C, ditambah dengan asam cuka/
jantu untuk mengendapkan dan menggumpalkan protein sehingga dapat
memisahkan whey dengan gumpalan.
Masakan yang telah digumpalkan dengan cara memasukkan saringan dari bambu
lalu air yang ada didalam saringan diambil dengan gayung. Endapan yang ada
248
tadi merupakan bahan utama untuk mencetak tahu yang akan diakhir dengan proses
pencetakan dan pengepresan.
10. Pembungkusan
Gumpalan protein kemudian dibungkus dengan kain. Tiap bungkus berisi 120 g,
lalu dipadatkan sampai berbentuk kotak.
11. Pengepresan
12. Penggaraman
Pemasakan tahu dilakukan selama 5 menit dalam air mendidih yang sudah diberi
bumbu bawang putih dan garam. Selanjutnya tahu ditiriskan dan kemudian di
lakukan pengemasan.
Penerapan Produksi Bersih perlu disosialisasikan pada industri tahu karena dapat
membantu pencegahan dan menurunkan dampak lingkungan melaui siklus hidup produk.
Siklus hidup produk dimulai dari penyediaan bahan baku hingga menjadi produk dan
sampai pada pembuangan akhir. Strategi produksi bersih yang dapat diterapkan pada inidustri
ini meliputi strategi dengan melihat proses dan melihat produk akhir. Strategi dengan melihat
proses berupa pencegahan kerusakan pada bahan baku, meminimumkan penggunaan energi,
menghilangkan penggunaan bahan baku yang berbahaya dan beracun serta mengurangi kadar
racun yang terkandung di emisi dan limbah sebelum meinggalkan proses. Strategi pada
produk akhir dilakukan dengan mengurangi dampak lingkungan sepanjang daur hidup
produk mulai dari pembuatan produk hingga pembuangan akhir.
Di Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu belum ada satu Industri pun yang
sudah mulai menerapkan Produksi Besih pada tahapan proses produksinya. Untuk
perancangan penerapan produksi bersih pada industri tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten
Indragiri Hulu dapat mulai melakukan perancangan teknis. Perancangan teknis dalam
penerapan produksio bersih meliputi (Afmar, 1999):
Mengurangi penggunaan air akan berdampak baik bagi jumlah air limbah yang
dikeluarkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penggunaan air cucian ke
kedelai rendam dapat digunakan kembali sebagai air pencuci pertama pada
kedelai rendam di industri tahu. Hal ini tidak banyak berpengaruh pada kualitas
produk tahu jika dibandingkan dengan penggunaan air tanpa daur ulang.
Good house Keeping atau pengaturan tata letak yang baik dilakukan untuk
menjaga lingkungan sekitar dari tindakan-tindakan yang dapat mengotori.
Ruang produksi yang bersih dapat mendukung pada produkstivitas. Ceceran air
untuk proses produksi dan buburan kedelai merupakan salah satu hal yang
dapat menyebabkan lingkungan kotor dan licin. Selain itu pemborosan
energi menjadi sesuatu yang sangat penting karena air dimasak dengan energi dan
buburan juga dihasilkan dengan melibatkan energi. Sebagian besar industri
kecil dan menengah memiliki lantai tanah. Aspek teknis untuk menjaga
kebersihan adalah hal penting untuk diperhatikan, dan ini memerlukan kesadaran
tenaga kerja dan pemilik usaha.
Upaya untuk memperbaiki alur tata cara proses operasi seharusnya dilakukan.
Perbaikan ini diharapkan memberikan dampak pada efektifitas waktu produksi.
Produksi dapat terus dilaksanakan setiap hari dengan pengaturan waktu masing-
masing proses operasi secara tepat. Perbaikan ini dapat juga dilakukan dengan
pembuatan SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam pelaksanaan proses
operasi. SOP ini menjadi dasar bagi pekerja dalam melakukan pekerjaannya.
Secara teknis hal ini agak mudah dilaksanakan, namun untuk industri kecil sangat
sulit diimplementasikan.
4. Modifikasi peralatan
Air pemasakan yang sudah dibubuhi garam dan bawang bisa digunakan
kembali untuk memasak tahu lagi.
Perbaikan alur tata cara proses operasi juga dapat memberikan kontribusi
keuntungan karena ada efiisiensi waktu dan tenaga para pekerja dalam
pembuatan tahu.
7. Modifikasi tungku
Pada saat ini pabrik tahu ini masih menggunakan minyak solar untuk
menggerakkan mesin penghasil uap. Diharapkan penggunaan bahan bakar gas
methan bisa diterapkan di industri ini. Hal ini perlunya modifikasi tungku pada
mesin penghasil uap. Penggantian bahan bakar dari minyak solar menjadi gas
methan diharapkan dapat mengurangi biaya bahan bakar secara signifikan.
Pembuatan cerobong asap ini dilakukan bertujuan agar asap yang keluar tidak
mengganggu lingkungan sekitar.
Dari rangkaian tahapan perancangan penerapan produksi bersih tersebut belum ada
tahapan kegiatan yang diterapkan pada industri tahu di Kecamatan Rengat. Tingkat kesadaran
pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat dan kemampuan finansial pengusaha tahu yang
menjadi kendala di dalam penanganan limbah industri tahu. Hal ini menunjukkan juga bahwa
251
pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat ini belum mengenal produksi bersih. Pada
kenyataannnya produksi bersih (cleaner production) menjadi strategi yang potensial
diterapkan pada industri, karena ada peran aktif pelaku industri, nilai tambah langsung,
dan pengurangan resiko lingkungan.
Masalah utama pada pengusaha tahu Kecamatan Rengat terletak pada bidang
“compliance” atau pentaatan regulasi serta tingkat kesadaran untuk menjaga keseimbangan
lingkungan yang masih sangat rendah. Hal tersebut disebabkan semakin banyak limbah yang
dihasilkan, semakin banyak dibutuhkan usaha pengolahan dan pembuangan. Untuk
pengolahan limbah cair diperlukan penambahan peralatan pengendalian limbah akan
meningkatkan biaya investasi dan hal tersebut kurang diminati oleh kalangan industri karena
akan meningkatkan biaya produksi dan harga jual.
Penerapan produksi bersih pada Indutri tahu di Kecamatan Rengat jika dijalankan dan
tidak dijalankan akan memberikan dampak-dampak dalam aspek ekonomi, sosial budaya,
kesehatan dan Lingkungan.
Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri tahu di Kecamatan Rengat Kabupaten
Indragiri Hulu masih menjadi masalah bagi lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya
industri-industri ini adalah industri skala kecil sampai menegah yang mengalirkan langsung
air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Keadaan ini akibat masih
banyaknya pengrajin tahu tingkat perekonomiannya yang masih rendah, sehingga pengolahan
limbah akan menjadi beban yang cukup berat bagi mereka. Pengolahan limbah cair industri
tahu bisa dilakukan dengan membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sehingga
membutuhkan biaya yang cukup besar untuk menjalankannya, sedangkan keuntungan dan
modal yang dimiliki pengusaha industri skala kecil sampai menengah tidak cukup besar.
Untuk mengatasi masalah pembangunan IPAL limbah cair industri tahu adalah para
pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat mulai menerapkan produksi bersih. Jadi dari
segi aspek ekonomi jika pengusaha industri tahu belum menerapkan produksi bersih akan
berdampak negatif yaitu pihak pengusaha harus mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk
membangunan IPAL agar limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan.
Permasalahan lain pada industri tahu yang juga bisa mempengaruhi proses
kelangsungan produksi adalah mulai dari input yaitu pemilihan bahan baku, pemakaian
sumber daya air yang berlebihan, alat dan prasarana yang kurang ramah lingkungan.
253
Tentunya ini akan dapat menyebabkan pengaruh yang cukup besar terhadap peningkatan
biaya operasional dan dapat menurunkan kualitas produksi tahu itu sendiri.
Penerapan produksi bersih akan memberi keuntungan ekonomi pada industri tahu di
Kecamatan Rengat, sebab didalam produksi bersih terdapat strategi pencegahan pencemaran
pada sumbernya sehingga dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk
pengolahan dan pembuangan limbah atau upaya perbaikan lingkungan. Dampak dari
pencegahan pencemaran melalui teknologi peroduksi bersih akan mengurangi biaya-biaya
yang berkenaan dengan pengelolaan lingkungan sekitar industri. Dengan penerapan produksi
bersih berarti meningkatkan efisiensi dalam baik pemakaian bahan baku maupun penggunaan
energi, dari sisi ekonomi berarti bisa menghemat dan meminimalkan berbagai biaya terkait
bahan baku dan bahan bakar untuk proses produksi. Misalnya dengan mengganti bahan bakar
dengan gas methan yang dihasilkan dari biogas limbah tahu. Penghematan penggunaan air
juga merdampak mengurangi kerja pompa sehingga dapat menurunkan biaya pemakaian
listrik.
Penerapan produksi bersih secara berkelanjutan secara tidak langsung juga berdampak
memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui
konservasi sumber daya, bahan baku dan energi nya.
Tahu merupakan makanan tradisional dengan kandungan gizi yang baik, berbahan
dasar kedelai dan sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat.Selain mengandung gizi
yang baik, pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Rasanya enak serta harganya
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
tahu, pekerja pabrik tahu, pedagang tahu besar maupun eceran. Dalam konteks Ekonomi,
Industri tahu telah memberikan sumbangsih yang nyata dalam menggerakan ekonomi lokal
dan daerah khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu.
Penerapan produksi bersih pada Industri tahu meniadakan limbah sebagai output.
Limbah padat dari industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak ataupun tempe
gembus dan alternatif lain yakni pembuatan nata de soya. Jika penerapan produksi bersih ini
berjalan optimal bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar industri tahu
di Kecamatan Rengat sehingga secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
sekitar. Dalam pemanfaatan kembali limbah padat industri tahu tersebut akan membutuhkan
tenaga kerja yang lebih banyak dan tenaga baru untuk mebantu dalam proses pengolahannya.
Bahkan bisa dapat menumbuhkan industri rumah tangga baru dari pemanfaatan limbah padat
industri tahu tersebut.
Konflik sosial dan budaya akan bisa teratasi jika pengusaha tahu mau memulai
menerapkan produksi bersih pada proses produksinya. Dampak yang terjadi dirasakan jika
pengusaha tahu menerapkan produksi bersih adalah memberikan kesempatan pada pengrajin
tahu memahami tentang menerapkan budaya bersih dan sehat bagi pemilik usaha dan pekerja-
pekerjanya serta lingkungan di sekitar industri tersebut. Dalam penerapan produksi bersih
semua langkah kerja lebih mendahulukan kebersihan dan keselamatan pekerja.
255
Dibalik semua nilai ekonomi yang dihasilkan dari produk tahu ternyata keberadaan
pabrik tahu juga salah satu sumber pencemar dimana industri ini merusak lingkungan karena
masih menggunakan kayu bakar dan membuang limbah cairnya ke lingkungan. Selama ini,
industri tahu di Kecamatan Rengat masih membuang limbah cairnya begitu saja ke drainase
dan sungai. Padahal, limbah hasil pemrosesan kedelai yang menjadi bahan baku tahu itu
masih memiliki keasaman, Chemical Oxygen Demand (COD), dan Biological Oxygen
Demand (BOD) yang tinggi. Tingkat COD adalah kebutuhan oksigen kimiawi di air untuk
bereaksi dengan limbah. Adapun BOD adalah kebutuhan oksigen oleh mikro-organisme
untuk memecah bahan buangan di air, sehingga jika limbah tahu dibuang di lahan atau tanah
akan mengalami proses pembusukan dan akan terurai dan menghasilkan gas metan. Keadaan
ini menyebabkan ketidakseimbangan kandungan unsur hara tanah. Selain itu limbah tahu
yang dibuang sembarangan akan memicu konflik sosial di antara masyarakat di sekitar
pabrik. Limbah Tahu akan mengalami pembusukan dan tentunya akan menghasilkan bau
yang tidak sedap sehingga masyarakat di sekitar industri tahu merasa terganggu dan
mengadukan kasus ini kepada aparat desa maupun Badan Lingkungan Hidup Kabupaten
Indragiri Hulu.
Dampak dari penerapan produksi bersih di kecamatan Rengat dari segi sosial budaya
salah satunya adalah mampu meniadakan konflik sosial akibat pencemaran limbah tahu.
Beberapa kasus yang sering terjadi akibat dari belum diterpakannya produksi bersih adalah
limbah gas yang sangat menggagu bagi masyarakat sekitar industri dan limbah cair yang
tidak dikelola dengan baik dan dibuang langsung ke lingkungan. Dengan adanya penerapan
produksi bersih ini masalah limbah sudah teratasi dengan demikian konflik sosial yang
mungkin terjadi bisa dihindari.
Limbah industri tahu baik padat, cair , ataupun gas yang belum dikelola sebelum
dibuang ke lingkungan akan meyebabkan banyak masyarakat sekitar industri tahu yang
melaporkan ke pihak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Indragiri Hulu. Kasus-kasus
pengaduan akibat limbah industri tahu yang terus terjadi yang dilaporkan oleh masyarakat ini
setiap tahunnya selalu muncul. Jika masyarakat melaporkan kasus tersebut Pihak Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Indragiri Hulu biasanya langsung menindaklanjuti pengaduan
256
tersebut dengan turun ke lapangan atau dengan memberikan teguran secara lisan dan tertulis
kepada pengusaha pemilik industri tahu.
Penerapan produksi bersih bisa meniadakan semua limbah yang muncul akibat proses
produksi tahu jika diterapkan secara optimal. Dengan demikian semua kasus pencemaran
yang meresahkan masyarakat yang tinggal di sekitar area industri tidak akan muncul.
Pengrajin tahu di Kecamatan rengat jumlah nya setiap tahun semakin meningkat. Hal
ini tentunya akan menimbulkan dampak yang cukup besar baik secara ekonomi, sosial dan
yang terpenting bagi lingkungan. Kapasitas produksi industri tahu ini akan menentukan
banyaknya limbah yang terbentuk baik yang berupa limbah padat (ampas tahu) dari
penyaringan, emisi gas buang pada saat melakukan pemasakan ataupun limbah cair yang
berasal dari proses perendaman, pencucian, penyaringan dan tahapan-tahapn proses produksi
yang lain. Limbah-limbah yang dihasilkan indutri tersebut sangat berpotensi mencemari
lingkungan apabila dibuang langsung tanpa adanya pengolahan. Sementara itu semua
Industri tahu di Kecamatan Regat belum ada yang menerapkankan upaya pengolahan air
limbah
Pengrajin tahu tidak mengetahui manfaat dari produksi bersih apabila mereka
menerapkannya pada setiap proses produksinya. Para pengrajin tahu di Kecamatan Rengat ini
masih melakukan proses produksi berdasarkan kebiasaan pendahulunya, atau bisa dikatakan
selama proses pembuatan tahu tidak ada inovasi dan kreatifitas pengrajin untuk merubah atau
mengambangkan proses produksi agar proses produksi lebih optimal dan ramah lingkungan.
Dengan jumlah pengrajin di Kecamatan Rengat yang terus meningkat tentunya menjadi
dampak yang sangat besar pada lingkungan, dikarenakan proses yang tidak optimal sehingga
menghasilkan limbah yang akan berdampak mencemari lingkungan
Produksi Bersih jika diterapkan secara optimal oleh pengusaha tahu di kecamatan
Rengat sangat memebrikan perubahan yang sigifikan terutama untuk kesehatan dan
lingkungan sekitar.
257
Berbagai dampak yang ditimbulkan oleh limbah yang sebelumnya tidak dikelola oleh
pengusaha tahu di Kecamatan rengat bisa diminimalisir jika pengusaha tahu memiliki
komitmen yang kuat untuk menjalankan produksi bersih ini. Segala bentuk pencemaran yang
mungkin muncul sudah terkendali. Baik pencemaran udara yang disebabkan oleh limbah gas,
pencemaran tanah akibat limbah cair yang dibuang tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Dampak nya terhadap lingkungan adalah lingkungan industri dan sekitar industri menjadi
bersih dan sehat.
Dampak positif juga akan dirasakan masyarakat sekitar indutri tahu di Kecamatan
Rengat. Lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih sehat dan bersih,masyarakat lebih
merasa nyaman tanpa terganggu oleh limbah-limbah yang sebelum produksi bersih
diterapkan oleh pengusaha tahu. Jadi masyarakat sekitar industri pun terhindar dari berbagai
macam penyakit yang bisa diakibatkan dari limbah.
Pelaksanaan program produksi bersih lebih mengarah pada pengaturan sendiri dan
peraturan yang sifatnya musyawarah mufakat daripada pengaturan secara command control.
Pelaksanaan program produksi bersih ini tidak hanya mengandalkan peraturan pemerintah
saja, tetapi lebih didasarkan pada kesadaran untuk mengubah sikap dan tingkah laku. Jadi
dampak yang diberikan kepada pihak Pemeritah daerah jika Industri tahu di kecamatan
Rengat mulai menerapkan produksi bersih adalah mendukung regulasi pengendalian limbah
industri dan mendukung berbagai program Pemerintah daerah dalam menjaga dan
melestarikan lingkungan khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu. Penerapan produksi bersih
juga membantu Pemerintah daerah untuk mensuksekan solialisasi produksi bersih dan ramah
lingkungan yang setiap tahun di selenggarakan oleh Pemerintah Daerah melalui Badan
Lingkungan Hidup kabupaten Indragiri Hulu.
IV. PENINGKATAN PENERAPAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI
TAHU DI KECAMATAN RENGAT KABUPATEN INDRAGIRI HULU
4.1. Meningkatkan Sosialisasi Produksi Bersih dalam Industri Tahu kepada Pengusaha
Industri tahu
4.2 Menumbuhkan kesadaran dan komitmen pihak pengusaha pemilik industri tahu di
Kecamatan Rengat
akan pentingkan pengelolaan lingkungan harus sejak dini ditumbuhkan pada pengusaha
industri tahu di Kecamatan Rengat. Para pengusaha industri tahu harus dibekali dengan
pengetahuan dan wawasan tentang penerapan produksi bersih untuk tahapan produksinya.
Pihak Pemerintah Daerah kabupaten Indragiri Hulu juga harus proaktif dalam menyebarkan
informasi terkait penerapan produksi bersih ke kalangan pengusaha industri tahu. Kegiatan
yang wajib di lakukan pihak Pemerintah adalah mensosialisasikan dan mempromosikan
konsep Produksi Bersih kepada pengrajin tahu di Kecamatan Rengat secara kontinyu. Dengan
berbekal informasi dan dukungan tersebutlah diharapkan kesadaran dan komitmen yang
tinggi dari pihak pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat untuk mulai menerapkan
produksi bersih akan berjalan.
Pihak pengusaha industri tahu di Kecamatan Rengat harus terus didorong agar tetap
memiliki komitmen yang tinggi dalam memulai penerapan produksi bersih pada unit
usahanya, di sebabkan karena untuk tahap awal mebutuhkan biaya tambahan yang cukup
besar namun pada akhir nya tetap akan memperoleh keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan cara-cara konvensional.
1. Perencanaan
Pada langkah ini industri menyiapkan perencanaan, dan strategi produksi bersih.
Pihak industri juga melakukan identifikasi hambatan dan penyelesaiannya.
Program yang akan dijalankan dikomunikasikan ke semua pekerja.
Melakukan pemetaan proses atau membuat diagram alir proses sebagai alat untuk
memahami aliran bahan, energi dan sumber timbulan limbah. Identifikasi peluang
peluang Produksi Bersih didasarkan pada temuan hasil kajian dan tinjauan
lapangan berupa kemungkinan peningkatan efisiensi dan produktivitas,
pencegahan dan pengurangan timbulan limbah langsung dari sumbernya.
260
3. Implementasi
5. Perbaikan Berkelanjutan
Banyak upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu
untuk mendukung terlaksananya penerapan produksi bersih pada Industri tahu di Kecamatan
Rengat, antara lain :
Agar penerapan produksi bersih tetap dijalankan oleh pengusaha industri tahu pihak
Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hulu harus lebih proaktif dalam melakukan
pengawasan atau peninjauan langsung ke industri-industri tahu di Kecamatan Rengat. Pihak
Pemerintah harus secara intensif dan rutin memberikan informasi terkait teknologi penerapan
produksi bersih pada pengusaha industri tahu khususnya di Kecamatan Rengat Kabupaten
Indragiri Hulu. Jadi jika pengusaha industri tahu tersebut mengalami kendala langsung bisa
diberikan solusi dari pihak pemerintah Daerah sebagai fasilitator pencapaian penerapan
produksi bersih. Pihak Pemerintah daerah juga bisa memberikan insentif kepada pengusaha
industri tahu misalnya dalam bentuk penghargaan khusus atau bantuan berupa uang agar
262
pengusaha industri tahu lebih termotivasi dalam menerapkan produksi bersih pada industri
nya.
DAFTAR PUSTAKA
Afmar, M. 1999. Faktor Kunci dan Efektif Penerapan Cleaner Production di Industri.
Prosiding Seminar teknik Kimia Soehadi Reksowardojo. Jurusan Teknik Kimia dan
Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia ITB. Bandung.
Anas M. Fauzi, A. Rahmawakhida, dan Y. Hidetoshi, 2008. Kajian Strategi Produksi Bersih
Di Industri Kecil : Kasus Kelurahan Ciluar, Kecamatan Bogor Utara. Jurnal Teknik
Pertanian 18(2): 60-65.
Djajadiningrat, S.T., 2001. Pemikiran, Tantangan dan Permasalahan Lingkungan untuk
Generasi Masa Depan. Studio Tekno Ekonomi ITB. Bandung.
Dwi. N dan I. Susanti, 2006. Studi Penerapan Produksi Bersih. Program Studi Teknik
Lingkungan. 1(1) : 18-19.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Cetakan Kelima. Kanisius. Yogjakarta.
Hamid. M, 2012. Kandungan dan Manfaat Tahu. Penebar Swadaya, Jakarta.
Hanum, F, 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air Minum, Fakultas
Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara.Medan.
Herlambang, A, 2002, Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu, Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Lingkungan (BPPT) dan Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan. Samarinda.
Kadariah, L.Karina dan C. Gray, 1999. Pengantar Evaluasi Proyek Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu, Tesis,
Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak
diterbitkan)
Lavens, P. P. Sorgeloos. 1996. Manual on The Production and use Live Food for
Aquaculture. Laboratory of aquaculture and artemia reference center. University of
Ghent. Ghent
a
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1997 . Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Departemen Kesehatan Kementerian Republik Indonesia. Jakarta
b
___________________________________. 1997 . Komposisi Asam Amino yang
Terkandung dalam Tahu. Direktorat Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Mudjajanto. E. S. 2005. Tahu Makanan Favorit Yang Keamanannya Perlu Diwaspadai.
Universitas Brawijaya, Malang
Nohong. 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu sebagai Bahan Penyerap Logam Krom, Kadmiun
dan Besi Dalam Air Lindi TPA. Jurnal Pembelajaran Sains. Jurusan Kimia FMIPA
Universitas Haluoleo. Kendari.6(2):257-269.
264
Disusun Oleh:
ARDIANSYAH HAMID
1510248354
Rimbo Panjang berwarna merah kecoklatan, berbau, rasa asam, pH 4,357 dan
kandungan asam humat sebesar 0,2923 gram.
Berdasarkan parameter tersebut, jelas bahwa air gambut Desa Rimbo
Panjang tidak sesuai menurut Kep Menkes RI No.416/Menkes/Per/XI/1990
tentang Persyaratan Air Bersih. Salah satu cara pengolahan air adalah dengan
proses koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan cair. Keuntungan metode
koagulasi-flokulasi adalah koagulan yang ditambahkan dapat mengikat partikel-
partikel koloid dan partikel tersuspensi dalam air yang tidak dapat mengendap
dengan sendirinya menjadi mikroflok. Selanjutnya, mikroflok yang terbentuk
akan berkembang menjadi makroflok dengan bantuan pengadukan lambat
sehingga bisa diendapkan melalui proses sedimentasi.
Pemanfaatan lempung sebagai koagulan cair ini merupakan suatu topik
yang sangat bagus untuk dibahas karena daerah Riau khususnya, memiliki banyak
potensi mineral lempung yang belum termanfaatkan sampai hari ini. Lempung
tersebut berpotensi untuk pengolahan air gambut.
gambut setelah koagulasi masih belum sesuai standar baku air minum dan air
bersih. Ini mungkin disebabkan oleh:
1. Kualitas koagulan yang dihasilkan kurang bagus, karena belum
diketahuinya karakteristik koagulan yang dihasilkan.
3. Dosis optimal dalam pengolahan air gambut Desa Rimbo Panjang yang
belum diketahui dengan pasti.
2.1. Lempung
Lempung adalah mineral alam yang berasal dari keluarga silikat dengan
struktur berlapis yang terdiri dari lapisan tetrahedral dan oktahedral serta
mempunyai ukuran partikel < 0,002 mm dengan warna kecoklat-coklatan.
Berdasarkan kandungan mineralnya, lempung dapat dibedakan menjadi beberapa
jenis seperti kaolinit, illit, monmorillonit, halosit dan lain-lain.
Struktur dasar lempung terdiri dari satu atau dua lapisan silikon dioksida
dengan satu lapisan aluminium oksida. Lapisan silika, unit dasarnya adalah silika
tetrahedron (Anonimus, 2016a) (Gambar 1.a). Pada struktur silika tetrahedron,
satu atom silikon berikatan dengan empat atom oksigen. Lapisan dari silika
tetrahedron ini akan membentuk struktur tetrahedral. Pada alumina, unit dasarnya
adalah oktahedron (Anonimus, 2016a) (Gambar 1.b). Struktur oktahedron
alumina terbentuk dari satu atom alumina berikatan dengan enam hidroksi.
Lapisan dari oktahedron alumina ini akan membentuk struktur oktahedral (Qodari,
2010). Lapisan tetrahedral silika dan oktahedral alumina dari lempung berikatan
melalui gaya Van Der Wall, gaya elektrostatis dan ikatan hidrogen. Lapisan yang
satu dengan lainnya mempunyai ruang (interlayer) yang diisi oleh kation, molekul
air dan molekul lainnya. Berikut ini gambar unit tetrahedron dan oktahedron.
(a (b
2.2. Koagulasi–Flokulasi
1. Dosis koagulan
Kebutuhan dosis koagulan dalam pengolahan air tergantung pada jenis air
keruhnya. Air dengan tingkat kekeruhan tinggi membutuhkan dosis
koagulan yang sesuai sehingga proses pengendapan partikel koloid
berlangsung dengan baik. Untuk menentukan dosis koagulan yang tepat
pada proses koagulasi dapat digunakan metoda Jar Test.
2. Derajat keasaman
Suatu larutan dikatakan asam atau basa dapat dilihat dari derajat
keasamannya. Derajat keasaman turut berpengaruh dalam proses
koagulasi. Jenis koagulan yang dipakai berkaitan dengan derajat keasaman
dari air uji. Pemilihan koagulan yang tepat sesuai dengan derajat keasaman
air akan membantu proses koagulasi.
3. Kecepatan pengadukan
Pengadukan pada proses koagulasi bertujuan untuk mendispersikan
koagulan dengan air, menggabungkan koagulan dengan partikel-partikel
koloid dalam air dan mempercepat terbentuknya makroflok. Pengadukan
yang cepat di awal proses koagulasi akan membuat koagulan terdispersi
secara sempurna dengan air.
4. Jenis koagulan
Pemilihan jenis koagulan harus sesuai dengan jenis koloid yang
terkandung dalam air baku. Jenis koagulan biasanya mempunyai muatan
ion yang berlawanan dengan muatan ion air. Ini bertujuan supaya tidak
terjadi tolak menolak antara partikel koloid sehingga flok yang diinginkan
terbentuk.
Berikut ini penerapan beberapa dosis koagulan yang digunakan dalam
pengolahan air (Tabel 1):
9
Salah satu sifat partikel koloid dalam medium polar adalah memiliki
muatan listrik pada permukaannya. Ion partikel-partikel koloid yang bermuatan
sejenis menyebabkan terjadinya tolak-menolak antarpartikel sehingga timbul
lapisan rangkap listrik atau electric double pada antarmuka partikel terdispersi
dengan medium pendispersinya. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3:
2.2.1. Koagulan
Air gambut adalah air permukaan dari tanah gambut. Tanah gambut
terbentuk ketika bagian-bagian tumbuhan terhambat pembusukannya pada lahan
berawa karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di daerah
tersebut. Struktur tanahnya yang lembut dan mempunyai pori-pori yang dapat
menahan air, sehingga air pada lahan gambut tersebut dinamakan air gambut.
Air gambut berwarna merah kecoklatan karena mengandung partikel
koloid dari senyawa asam humus serta logam Fe dan Mn. Asam humus dapat
dibagi atas tiga macam, yaitu (Alqadrie, Sudarmadji dan Yunianto, 2000) :
1. Asam fulvat
Asam fulvat memiliki berat molekul yang lebih rendah dari asam humat yaitu
1000 sampai 10.000 g/mol. Berbeda dengan asam humat, asam fulvat larut dalam
berbagai suasana pH baik asam maupun basa. Warna asam humat mulai dari
kuning sampai coklat kuningan (Gambar 6).
2. Asam humat
Asam humat terbentuk dari tanaman dan binatang yang telah mati dan
terurai. Asam humat tersebar sebagai senyawa organik yang terdapat di dalam
tanah, sedimen danau dan rawa. Asam humat dalam suasana basa akan larut
sedangkan dalam suasana asam akan mengendap. Asam humat memiliki bobot
molekul yang tinggi sebesar 10.000 sampai 100.000 g/mol dan mengandung
asam amino, peptida dan senyawa alifatik. Asam humat memiliki warna yang
bervariasi, mulai dari coklat pekat sampai abu-abu pekat (Gambar. 7).
13
Air untuk konsumsi atau keperluan rumah tangga harus bersih. Beberapa
parameter kualitas air bisa dilihat dari warna, bau, rasa, pH, kekeruhan, TSS, TDS
dan lain-lain. Air yang berwarna berarti mengandung bahan-bahan yang
berbahaya bagi kesehatan (Kusnaedi, 2006).
15
Warna dalam air disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan, asam
humus ataupun buangan industri (Ginting, 2008). Air yang baik untuk diminum
tidak berbau bila dicium dari jarak jauh ataupun dekat. Menurut Kusnaedi (2006),
air yang berbau disebabkan zat-zat organik yang sedang mengalami proses
dekomposisi oleh mik roorganisme air sehingga menghasilkan gas-gas seperti
sulfida atau amoniak. Secara fisik, air dapat dirasakan oleh lidah. Air yang terasa
asam, asin atau pahit menunjukkan kualitas air yang tidak baik. Rasa asin dapat
disebabkan adanya garam-garam tertentu yang larut dalam air, sedangkan rasa
asam disebabkan adanya asam organik seperti asam humat.
Derajat keasaman air minum harus netral, tidak bersifat asam ataupun
basa. Air murni mempunyai pH 7. Jika pH air gambut kecil dari 7, berarti air
bersifat asam, sedangkan bila pH air lebih besar dari 7 berarti bersifat basa atau
pahit (Kusnaedi, 2006). Tingkat keasaman air tergantung pada tinggi rendahnya
konsentrasi ion hydrogen dalam air. Air yang memenuhi syarat untuk konsumsi
mempunyai pH antara 6,5-7,5 (Whardana, 2001). Air yang keruh disebabkan
adanya partikel koloid yang terdispersi dalam air. Menurut Ginting (2008),
partikel koloid akan mengalami penghamburan jika terkena cahaya. Ini
disebabkan partikel koloid memiliki ukuran molekul yang cukup besar
dibandingkan larutan sejati. Peristiwa ini dinamakan efek tyndal. Kekeruhan pada
air akan menimbulkan dampak kurang memuaskan dalam penggunaan dan
mengganggu estetika. Selain itu juga dapat menghalangi masuknya sinar matahari
ke dalam air.
Menurut Alaerts dan Santika (1987), zat padat tersuspensi adalah zat padat
atau partikel-partikel yang tersuspensi dalam air, dapat berupa komponen hidup
ataupun komponen tak hidup dan juga partikel-partikel anorganik seperti tanah
liat, lumpur, bakteri, plankton, dan organisme lainnya. Keberadaan zat padat
tersuspensi dalam air menyebabkan kualitas air tidak bagus dan mengganggu
estetika. Sedangkan zat padat terlarut dapat berupa zat organik ataupun zat
anorganik. Zat organik terlarut bisa berasal dari proses pembusukan tumbuh-
tumbuhan seperti asam humat. Zat anorganik dapat berasal dari pertanian, ataupun
limbah industri misalnya kalsium, posfat, nitrat. Zat tersebut dapat berhubungan
dengan air melalui atmosfer, permukaan ataupun di dalam tanah.
16
Tidak optimalnya hasil olahan air gambut bisa disebabkan dosis koagulan
ketika proses koagulasi yang belum pas ataupun koagulan yang dihasilkan belum
layak (not pure) untuk dijadikan koagulan dalam pengolahan air gambut.
Koagulan dari mineral lempung memang berbasis Al, tetapi masih terdapat
logam-logam lainnya di dalam mineral lempung sehingga koagulan juga
mengandung banyak logam. Ini juga bisa menjadi faktor tidak memuaskannya
hasil koagulasi air gambut. Selain itu, teknik koagulasi-flokulasi mungkin tidak
cocok untuk pengolahan air gambut menjadi air bersih ataupun air minum.
Karakteristik koagulan dari mineral lempung yang dihasilkan belum
diketahui seutuhnya. Karena mineral lempung mempunyai banyak jenis dantipe
sehingga koagulan yang dihasilkan masih ambigu. Ini merupakan salah satu faktor
yang bisa menghambat buruknya kualitas air gambut hasil koagulasi dengan
koagulan cair.
III. DAMPAK PEMANFAATAN LEMPUNG SEBAGAI KOAGULAN
UNTUK PENGOLAHAN AIR GAMBUT DI DESA RIMBO
PANJANG KABUPATEN KAMPAR
sumber daya alam, akan tetapi kita juga menguras sumber daya alam tersebut.
Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan dan pengawasan dalam eksploitasi
sumber daya alam supaya tidak terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan.
Bila warga masyarakat Desa Rimbo Panjang menggunakan air gambut
untuk kehidupan sehari-hari, memang dampaknya bagi kesehatan tidak langsung
dapat dilihat, akan tetapi dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang lama
seperti penyakit kulit, gatal-gatal, diare dan lain-lain. Ini disebabkan karena air
gambut mengandung bakteri, logam Fe dan zat organik asam humat. Jika
terakumulasi dalam waktu yang lama dalam tubuh,akan berdampak buruk bagi
kesehatan.
Akan tetapi, dengan penggunaan lempung untuk pengolahan air
gambut,tingkat kesehatan masyarakat Desa Rimbo Panjang akan lebih baik,
karena kualitas air yang digunakan lebih baik dari air gambut sebelumnya. Air
gambut yang diolah menggunakan koagulan dari mineral lempung memang belum
seutuhnya menghasilkan kualitas air yang bersih. Akan tetapi, lebih baik dari pada
menggunakan air gambut secara langsung.
IV. UPAYA PENYEMPURNAAN PENGOLAHAN AIR GAMBUT
DENGAN MEMANFAATKAN LEMPUNG SEBAGAI KOAGULAN
CAIR di DESA RIMBO PANJANG KAB. KAMPAR
4.3 Dosis optimal dalam pengolahan air gambut Desa Rimbo Panjang yang
belum diketahui dengan pasti.
Dalam proses pengolahan air dengan metoda koagulasi-flokulasi, salah satu faktor
yang ikut berpengaruh adalah dosis koagulan. Takaran koagulan yang
ditambahkan ke dalam air gambut akan berpengaruh terhadap kualitas air gambut.
Jika dosis koagulan yang diberikan kurang, maka kualitas air gambut tidak akan
sesuai yang diharapkan, begitu juga ketika dosis yang diberikan berlebihan, maka
tidak akan terbentuk agregat sehingga air gambut tidak akan bersih. Oleh karena
itu, dosis kagulan harus sesuai dengan kondisi air gambut, sehingga proses
pengendapan partikel-partikel koloid dan pengotor berlangsung dengan baik.
Untuk itu, perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam untuk penentuan dosis
koagulan optimal dalam pengolahan air gambut. Salah satu metoda penentuan
dosis koagulan yang tepat adalah dengan menggunakan metoda Jar Test
(Khasanah, 2008).
4.4 Koagulan yang dihasilkan dari mineral lempung tidak murni koagulan
berbasis Al.
Mineral lempung tersusun dari berbagai jenis logam seperti Al, Fe, Ca, Mg dan
lai-lain. Logam Al memiliki kandungan yang lebih banyak dari logam lainnya.
Pemanfaatan mineral lempung sebagai koagulan berbasis Al memang belum tepat,
karena masih mengandung logam-logam lain, sehingga koagulan ini belum murni.
Kondisi ini dapat mengganggu proses koagulasi – flokulasi air gambut sehingga
hasil yang didapat tidak memuaskan. Ini disebabkan, tidak semua logam
berpotensi untuk dijadikan sebagai koagulan. Oleh karena itu, jika ingin
menjadikan mineral lempung sebagai koagulan berbasis Al, maka logam Al harus
diekstraksi dari mineral lempung sehingga hanya logam Al saja yang terkandung
di dalam koagulan. Ekstraksi logam Al dari mineral lempung dapat dilakukan
menggunakan asam sulfat ataupun asam klorida, sehingga akan dihasilkan
koagulan aluminium sulfat atau aluminium klorida.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G dan S.S. Santika, 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional,
Surabaya
Alqadrie, R.W.N, Sudarmadji dan T. Yunianto, 2000. Pengolahan Air Gambut
untuk Persediaan Air Bersih.Teknosains. 13(2): 193-204.
Andriyani, F. 2010. Studi Kesetimbangan Adsorpsi Cu(II) pada Lempung-
KegginTerpilar. Skripsi. Jurusan kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Riau, Pekanbaru. (Tidak diterbitkan)
, 2016a. http://www.google.co.id.imgres/tetrahedronsilica. Diakses pada 30
Mei 2016
, 2016b. http://www.google.co.id.imgres/oktahedronalumina. Diakses pada
30 Mei 2016
, 2016c. http://www.google.co.id/imgres/struktur/asam/fulvat. Diakses pada
30 Mei 2016
, 2016d. http://www.google.co.id/imgres/struktur/asam/humat. Diakses
pada 30 Mei 2016
, 2016e. http://www.google.co.id/imgres/air/gambut. Diakses pada 30 Mei
2016
, 2016f. http://www.google.co.id/imgres/peta/provinsi/riau. Diakses pada
15Agustus 2016
, 2016g. http://www.google.co.id/imgres/peta/kabupaten/kampar. Diakses
pada 15Agustus 2016
, 2016h. googlemaps. Diakses pada 3September 2016
Diana, R.M dan Notodarmojo., 2010. Studi Awal Pemanfaatan Lempung
Paminggir sebagai Koagulan Cair.Laporan Penelitian. Program Studi
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. ITB, Bandung
Diyannisa, T dan Sukandar., 2010. Potensi Pemanfaatan Limbah Abu Aluminium
sebagai Koagulan. Laporan Penelitian. Program Studi Teknik Lingkungan.
ITB, Bandung
Ginting, P., 2008. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri. Yrama
Widya, Bandung.
Jaya, A.R., 2009. Penggunaan Lempung Sebagai Bahan Tambah Koagulan pada
Instalasi Sederhana Penjernihan Air Gambut. JurnalPROTEKSI. 48: 1-7
Khasanah, U. 2008. Efektifitas Biji Kelor (Moringa Oleifera) sebagai Koagulan
Fosfat dalam Limbah Cair Rumah Sakit. Skripsi. Jurusan Kimia FST UIN
Malang, Malang. (Tidak diterbitkan)
24
Kusnaedi., 2006. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Menkes RI, 1990. Keputusan Menkes RI No.416/Menkes/per/XI/1990 tentang
Persyaratan Air Bersih. Departemen Kesehatan. Jakarta
Muhadrina., 2011. Characterisation of Natural and Pillared Cengar Clays and
Their Adsorption Properties on Heavy Metals. Dissertation. Universitas
Kebangsaan Malaysia, Malaysia. (Tidak diterbitkan)
OLEH
BUDI HARSANA
NIM. 1510248368
I. PENDAHULUAN
Asia Tenggara.Lapangan ini ditemukan tahun 1941 dan mulai berproduksi tahun
1952. Lapangan Minas menghasilkan jenis minyak ringan yang dikenal di dunia
dengan nama Minyak Mentah Ringan Sumatera (Sumatran Light Crude, SLC).
oksigen, dan nitrogen. Selain itu juga terdapat bahan anorganik berupa logam
seperti nikel, besi dan tembaga. Dalam proses penambangan minyak bumi akan
minyak bumi misalnya, merupakan hasil samping yang tidak mungkin dihindari
terhadap lingkungan.
Menurut Darmawan (2005), minyak mentah sampai dengan saat ini masih
menjadi pasokan utama untuk memenuhi kebutuhan energi bagi seluruh negara.
Untuk Indonesia kebutuhan ini terus meningkat dengan laju 3,5% setiap tahunnya.
PT Caltex Pacific Indonesia salah satu perusahaan ekplorasi dan produksi energi
1924 telah menyumbang tidak kurang dari 40% produksi energi nasional.
tersebut dalam upaya eksplorasi dan produksi minyak mentah. Namun karena
secara alami tidak terdapat sebuah proses yang memiliki aras kesangkilan (level of
efficiency) sempurna 100% maka adalah lumrah bahwa terdapat hasil samping
dari kegiatan eksplorasi dan produksi minyak mentah. Hasil samping berupa
limbah selama ini telah dikelola dengan baik oleh PT Caltex Pacific Indonesia
biasamenggunakanminyakmentahsebagaibahanpembuatanjalandandikenaldenganj
alanminyak.Padamasaitutidakdiketahuibahwaminyakmentahmerupakanbahan
menyebutkan bahwa apabila ada objek yang terkena minyak mentah merupakan
bahan berbahaya dan menjadi B3. Di Indonesia baru ada peraturan mengenai
tanah terkontaminasi minyak bumi pada tahun 1994 dengan PP No.19 Tahun 1994
jo PP No.12 Tahun 1995 tentang Limbah B3 dan semenjak itu dilarang membuat
jalan menggunakan minyak mentah. Apabila kita perhitungkan sejak tahun 1952
sampai tahun 1994 selama lebih dari 40 tahun melakukan kontaminasi minyak
berpotensi menghasilkan limbah minyak bumi yang berupa lumpur minyak (oil
sludge), BBM yang tercecer dan bahan kimia lainnya (Syafrul, Rosjayati, dan
Windi. 2002). Minyak bumi juga dianggap limbah dalam konteks ia didefinisikan
sebagai bahan tak bernilai ekonomis dan sulit memperlakukan larutan yang
mengandung minyak dan air terkontaminasi dengan pasir dan partikel halus lain.
dengan beberapa cara, yaitu secara fisika, kimia, dan biologi. Upaya pengolahan
limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi dapat dilakukan
agar supaya pergerakan limbah B3 terhambat atau dibatasi, daya larut diperkecil
Minyak Bumi (TTM) sebagai bahan substitusi pembuatan batu bata merupakan
Salah satu kebutuhan dalam membangun sebuah rumah adalah batu bata,
saat ini seiring dengan berkembangnya teknologi terutama dalam bidang rekayasa
teknik sipil dan bangunan, penelitian akan bahan bangunan alternatif terus
beberapa masalah.
Banyaknya tanah yang terkontaminasi karena operasi masa lalu, dimana kita
(TTM) di Minas diperkirakan sekitar 1,6 juta m3dan belum memadainya kapasitas
alternatif TTM menjadi solusi dalam pengelolaan limbah B3, oleh karena itu
TTM.
2) Belum adanya pilot plant pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan
3) Belum adanya sosialisasi dalam upaya pemanfaatan TTM sebagai bahan baku
Menurut Siregar (2010), batu bata adalah bahan bangunan yang telah lama
dikenal dan dipakai oleh masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan yang
berfungsi untuk bahan bangunan konstruksi. Batu bata terbuat dari tanah liat yang
telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya kemudian dibakar sampai
warna kemerah-merahan. Tanah liat termasuk hidrosilikat alumina dan dalam batu
digunakan untuk aplikasi teknik sipil seperti dinding pada bangunan perumahan,
bangunan gedung, pagar, saluran dan pondasi. Batu bata umumnya dalam
penyangga atau pemikul beban yang ada diatasnya seperti pada konstruksi rumah
dinding pembatas dan estetika tanpa memikul beban yang ada diatasnya.
Sedangkan menurut Munir (2008), batu bata terbutat dari tanah liat yang memiliki
1. Silika (SiO2), silika dalam bentuk sebagai kuarsa jika memiliki kadar
yangtinggi akan menyebabkan tanah liat menjadi pasiran dan mudah slaking,
kurang plastis dan tidak begitu sensitif terhadap pengeringan dan pembasahan.
63
tergantungjumlahnya dan sebar butirannya. Makin tinggi kadar besi tanah liat,
makin rendah temperatur peleburan tanah liat. Mineral besi yang berbentuk
4. CaO (kapur), terdapat dalam tanah liat dalam bentuk batu kapur dan bertindak
Secara lengkap komposisi tanah liat sebagai bahan baku pembuatan batu bata
Sifat fisis batu bata adalah sifat yang ada pada batu bata tanpa adanya
pemberian beban atau perlakuan apapun. Sifat fisis batu bata (Civil Engeneering
Densitas adalah massa atau berat sampel yang terdapat dalam satu satuan
volume. Densitas yang disyaratkan untuk digunakan adalah 1,60 gr/cm3 - 2,00
Warna batu bata tergantung pada warna bahan dasar tanah, jenis campuran
Dimensi batu bata yang disyaratkan untuk memenuhi hal diatas adalah batu
8 in (5cm – 20 cm).
Bentuk batu bata berupa balok dengan ukuran panjang, lebar, tebal yang telah
ditetapkan. Permukaan batu bata relatif datar dan kesat tapi tak jarang
sifat yang ada pada batu bata jika dibebani atau dipengaruhi dengan perlakuan
Kuat tekan batu bata adalah kekuatan tekan maksimum batu bata per
satuan luas permukaan yang dibebani. Standar kuat tekan batu bata yang
Modulus of rupture adalah modulus kegagalan dari batu bata akibat diberi
untukmenyimpan atau menyerap air atau lebih dikenal dengan batu bata yang
Initial Rate of Suction (IRS) adalah kemampuan dari batu bata dalam
menyerap air pertama kali dalam satu menit pertama. Hal ini sangat berguna
pada saatpenentuan kadar air untuk mortar. Standar initial rate of suction
Bata biasa memiliki warna permukaan yang tidak menentu. Bata ini
seringkalidisebut dengan bata merah. Batu bata dari tanah liat terdiri dari dua
macam, yaitu :
68
Bata merah adalah suatu unsur bangunan yang terbuat dari tanah liat
dengan atau tanpa bahan tambahan seperti serbuk gergaji, sekam padi atau
pasir. Tanah liat ini dicetak berbentuk balok–balok, lalu dibakar dengan
bila direndam dalam air. Penimbunan dilapangan harus diberi lantai dengan
ditutupdengan kain terpal atau plastik agar air hujan tidak terserap oleh
batamerah.
Super bata adalah bahan bangunan yang bentuk dan kegunaannya sama
dengan bata merah. Super bata juga terbuat dari tanah liat dan dicampur
bata ini dibuat tidak penuh, tapi berlobang sehingga dapat menghemat bahan
baku dan menghasilkan ikatan yang kuatdengan mortar. Karena Super bata
pemasangannya dapat dibuat lebih artistik. Super bata sering disebut batu
muka dan memiliki permukaan yang baik, licin dan mempunyai warna atau
Sesuai dengan namanya, batu bata ini dibuat dari campuran kapur dan
digunakan untuk bagian dinding yang terendam air dan memerlukan kekuatan
tinggi. Batu bata jenis ini terdiri dari dua macam yaitu :
Banyak keuntungan yang dapat kita ambil dari pemakaian batu cetakini,
pasangan jauh lebih ringan dari konstruksi bata merah yaitu bisa 50 % lebih
ringan, karena bentuk batu cetakan yang beraneka macam dan menarik,
batu cetak ini harus sama dengan komposisi bahan batu cetak itu sendiri,
sehingga dapat menghasilkan ikatan yang baik antara mortar dan batu cetak.
(2).Batako press.
Batako press ini terbuat dari adukan kapur, pasir, tras dan semen,
bahan dan juga untuk isolasi suara dan panas. Dan biasanya tembok sebelah
dihasilkan oleh alam dari fosil-fosil yang terpendam berjuta-juta tahun. Fosil
adalah sisa tulang-belulang binatang atau sisa tumbuhan zaman purba yang telah
membatu dan tertanam di bawah lapisan tanah. Minyak bumi (petroleum) adalah
sejumlah kecil komponen yang mengandung sulfur, oksigen, dan nitrogen dan
Proses pembentukan minyak bumi dan gas ini memakan waktu jutaan tahun.
Minyak dan gas yang terbentuk meresap dalam batuan yang berpori bagaikan air
dalam batu karang. Minyak dan gas dapat pula bermigrasi dari suatu daerah ke
daerah lain, kemudia terkonsentrasi jika terhalang oleh lapisan yang kedap.
Walaupun minyak bumi dan gas alam yang terbentuk di dasar lautan, banyak
sumber minyak dan gas yaang terdapat di daratan. hal ini terjadi karena
Proporsi dari ketiga tipe hidrokarbon sangat tergantung pada sumber minyak
distilasi bertingkat. Setelah melalui distilasi bertingkat minyak bumi akan terpisah
71
menjadi gas, bensin, kerosin, solar dan lain-lain. Hasil distilasi tersebut digunakan
untuk menggerakan berbagai mesin, seperti: mobil, pesawat, mesin diesel dan
terjadi di udara, tanah dan air. Pencemaran minyak bumi pada tanah dianggap
bahwa pencemaran ini akan menjadi masalah di masa yang akan datang adalah hal
penyusun utamanya adalah atom karbon dan atom hidrogen yang dapat terikat
senyawa Alkana antara lain etana, propana, pentana, oktana atau terikat secara
bentuknya, apakah akan berbentuk gas, cairan ataukah padatan. Pada suhu kamar
metana, etana, propane, butana) akan berbentuk gas, hidrokarbon, suku menengah
nonona, dekana, propa dekana, penta dekana) akan berbentuk cairan dan
hidrokarbon suku tinggi (jumlah atom C banyak lebih dari 15 misalnya heksa
dekana, okta dekana, eta kontana, propa kontana) akan berbentuk padatan.
72
Hidrokarbon masih dapat dibagi lagi berdasarkan jumlah ikatan rangkap yang
disebut hidrokarbon tak jenuh karena jumlah atom hidrogennya kurang bila
yang memiliki ikatan rangkap 2 disebut kelompok senyawa alkena dengan rumus
molekul CnH2n (Metena, Etena, Pentena, Oktema), sedang bila ikatan rangkap 3
Dekuna).
toksik. Namun kalau HC berada di udara dalam jumlah banyak dan tercampur
dengan bahan pencemar lain maka sifat toksiknya akan meningkat. Sifat toksik
HC akan lebih tinggi kalau berupa bahan tercemar gas, cairan dan padatan. Ini
bahan pencemar lainnva. Ikatan baru ini sering disebut dengan Polycyclic
adalah gas buangan hasil pembakaran bahan bakar fosil. Toksisitas HC tergantung
pada senyawa penyusun HC. Pada umumnya senyawa HC aromatik lebih beracun
yang memiliki 3 atau lebih cincin aromatis terfusi. PAH merupakan senyawa
organik beracun dari kelas yang paling mudah menyebar dan serentak. PAH
bersifat hidrofobik dan sering terjerab pada benda-benda partikel dalam air dan
73
karsinogenik (Rittmann dan Carty 2001).Selain itu, air yang telah tercemari
karena minyak juga tidak dapat dikonsumsi oleh manusia karena seringkali dalam
cairan yang berminyak terdapat juga zat-zat yang beracun, seperti senyawa
kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Oleh karena
itu pencemaran tanah oleh minyak bumi berarti keadaan dimana minyak bumi
hasil industri hulu dan hilir yang mencemari dan merubah lingkungan tanah alami.
Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan–bahan
industri minyak bumi, dan zat kimia aditif industri hulu dan hilir minyak,
tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk k edalam tanah.
Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia
beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada
manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
Kontaminan dalam tanah adalah bahan kimia yang dapat diakibatkan oleh
kegiatan manusia. Kontaminan dapat masuk ketanah secara sengaja dan tidak
bumi baik secara modern maupun tradisional, serta contoh tidak sengajaan seperti
tanah juga disebut sebagai limbah berbahaya atau pencemar (pollutant) tanah,
tetracloroetilena(PCE)
kualitas dan jenis buangan, serta fungsi B3. Dengan mengacu pada prakiraan
mengingat limbah, baik dalam jumlah besar maupun kecil, dalam jangka panjang
dan mudah menular (limbah rumah sakit). Limbah atau tumpahan minyak bumi
75
minyak bumi merupakan produk yang tidak mungkin dihindari oleh setiap
lingkungan
Menurut Darmawan (2005), salah satu faktor yang menjadi dasar pencemaran
Total petroleum Hydrocarbon (TPH) yaitu senyawa organik yang terdiri atas
konsentrasi pencemar hidrokarbon minyak bumi dalam tanah atau serta seluruh
pencemar hidrokarbon minyak dalam suatu sampel tanah yang sering dinyatakan
Lumpur minyak bumi termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3),
jika mengacu pada PP No. 85 tahun 1999 Tentang Limbah B3, dalam peraturan
diizinkan menyimpan limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan
merupakan ancaman yang serius bagi kesehatan manusia. Minyak bumi yang
mencemari tanah dapat mencapai lokasi air tanah, danau atau sumber air yang
masalah serius bagi daerah yang mengandalkan air tanah sebagai sumber utama
kebutuhan air bersih atau air minum. Pencemaran minyak bumi, meskipun dengan
konsentrasi hidrokarbon yang sangat rendah sangat mempengaruhi bau dan rasa
terdapat tumpahan minyak pada lahan sekitar akibat proses pengangkutan minyak,
baik melalui pipa, alat angkut, maupun ceceran akibat proses pemindahan.
mengandung unsur makro untuk karbon (C) 8,53% (sedang), Nitrogen (N) 0,20%
(rendah), Fosfor (P) 0,01% (sangat rendah), Kalium (K) 0,22 % (sedang) dan
kadar TPH yaitu 41.200 mg/kg. Dari hasil analisis ini, tanah tidak baik untuk
pertumbuhan tanaman dan pertanian karena hara N tergolong rendah dan senyawa
kontaminan yang bersifat ramah terhadap lingkungan karena tanah yang sudah
Sejak tahun 1952 mulai berproduksi Sumur Minyak Minas merupakan hal
yang biasa menggunakan minyak mentah sebagai bahan pembuatan jalan dan
dikenal dengan jalan minyak. Pada masa itu tidak diketahui bahwa minyak
mentah merupakan bahan yang berbahaya dan merupakan hal yang biasa di
jalan, kelebihan kapasitas produksi dan sisa minyak operasi (Gambar 1). Tidak
adanya aturan yang menyebutkan bahwa apabila ada objek yang terkena minyak
mentah merupakan bahan berbahaya dan menjadi B3. Di Indonesia baru ada
peraturan mengenai tanah terkontaminasi minyak bumi pada tahun 1994 dengan
PP No.19 Tahun 1994 jo PP No.12 Tahun 1995 tentang Limbah B3 dan semenjak
Apabila kita perhitungkan sejak tahun 1952 sampai tahun 1994 selama lebih
hal yang wajar dan diperkirakan ada sekitar 1.6 juta m3 tanah yang
1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), lumpur minyak bumi
termasuk ke dalam kategori limbah B3 (kode D 206 dari sumber yang spesifik).
Oleh karena itu lumpur minyak bumi tidak bisa langsung dibuang ke lingkungan
dilakukan yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan
beracun lumpur minyak agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk
biologi tanah, seperti kontaminasi oleh logam berat seperti kadmium (Cd), seng
(Zn), plumbum (Pb), kuprum (Cu), kobalt (Co), selenium (Se), dan nikel (Ni)
menjadi perhatian serius karena dapat menjadi potensi polusi pada permukaan
tanah maupun air tanah dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya melalui air,
angin, penyerapan oleh tumbuhan bioakumulasi pada rantai makanan. Hal itu
penyakit pada manusia akibat pencemaran kadmium dan keracunan pada hewan
3) Bahan baku.
hasil analisis : total konsentrasi logam berat, unsur halogen, LOI atau fixed
9) Tidak digunakan sebagai bahan urugan, pembenah tanah, road base jalan
kegiatanpemanfaatan.
80
pemenuhan baku mutu air limbah serta TBT (trial burn test) untuk
13) Melakukan uji emisi tambahan parameter dioxin dan furan dengan frekuensi
14) Melakukan pemantauan air tanah dan memenuhi baku mutu/standar untuk air
Kualitas Air.
dari pemanfaatan secara reuse, kemudian dengan cara recycle dan terakhir dengan
TTM.
aktif yangdapat bereaksi dengan kalsium hidroksida pada suhu kamar dan adanya
air pada kadartertentu dapat membentuk senyawa stabil yang mempunyai sifat
bata. (Puskim, 2014). Dengan adanya persamaan kandungan silika dan senyawa
Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai bahan pengganti tanah liat pada
batu bata. Apabila Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) akan digunakan sebagai
bahan baku pembuatan batu bata maka, semestinya memiliki komposisi yang
memiliki kandungan silika dan kadar oksida yang merupakan mineral dasar yang
dapat digunakan dalam pembuatan batu bata. Dari segi ekonomi, material ini
dapat memperkecil biaya produksi karena harga material tanah liat dapat ditekan
terbuat dari tanah liat dengan atau campuran bahan lain. Batu Bata yang baik
sebagian besar terdiri dari silika dan alumina, sedangkan Tanah Terkontaminasi
Komponen utama tanah liat yaitu Silika, Alumina, dan Kalsium Oksida
bumi ialah sebagai subtitusi bahan baku pembuatan produk batu bata. Tahapan
sebagai berikut :
(1) Nilai kandungan total oksida SIO2,Al2O3,Fe2O3 dan CaO paling sedikit 50
(2) Nilai Loss of Ignation (LoI) paling banyak 10% (sepuluh persen)
3) Limbah B3 (TTM) dan material lainnya dicampur dalam blending pit dengan
5) Cetakan bata merah kemudian dibakar pada fasilitas tunnel kiln dengan suhu
Batu bata yang telah diproduksi akan dilakukan beberapa pengujian yang
1) Moisture content,
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Puskim Bandung, sifat
mekanis khususnya kuat tekan batu bata berbahan baku TTM memiliki kelemahan
yaitu kuat tekan berada pada nilai 50 - 60 kg/cm2mendekati nilai batu bata tingkat
III, Kekuatan tekan adalah kemampuan produk batu bata untuk menerima gaya
produk batu bata. Semakin tinggi nilai kuat tekan produk batu bata akan semakin
1). Batu bata mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih besar dari 100
2). Batu bata mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 100 kg/cm2
benda percobaan.
3). Batu bata mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara 80 kg/cm2sampai
percobaan.
tinggi diperlukan kapur (CaO) dan oksida besi (Fe2O3) dengan konsentrasi 5-8%,
Kebersihan bahan baku adalah bahan tersebut tidak mengandung zat organik,
garam sulfat, lemak, lumpur dan sebagainya. Bahan organik dan lemak akan
menghambat pengikatan tanah dengan pasir sehingga proses ikatan tersebut tidak
sempurna dan akan menurunkan kekuatan bata bata tersebut. Adanya garam sulfat
bata.
(Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3), Kapur (CaO), Magnesium Oksida (MgO), dan
senyawa organik baik yang berasal dari pembusukan vegetasi ataupun dari crude
senyawa organik baik yang berasal dari pembusukan vegetasi ataupun dari crude
Menurut Siregar (2012), bahan dasar dari batu bata terdiri dari TTM yang
berkisar antara 50-65 %, pasir yang berkisar antara 35-50 %, dan air secukupnya,
Keberadaan tanah liat masih diperlukan dalam pembuatan batu bata dari TTM
mencegah retak pada saat pengeringan dan pembakaran. Secara lengkap tahapan
Menurut Suseno et al, (2012), pada saat air ditambahkan dalam tanah liat
Menurut Suseno et al, (2010), pada pembuatan batu bata dengan bahan baku
TTM kekurangan pasir (silika) akan mengakibatkan menurunnya kuat tekan pada
oksida besi berperan sebagai fluks yang membantu butiran pasir meleleh dan
mengikat partikel tanah liat secara bersamaan pada saat pembakaran, oksida besi
juga memberikan warna merah pada bata yang bersamaan dengan oksida
2. Belum adanya pilot plant pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan
telah berjumlah sekitar 250 juta jiwa. Dimana dari angka tersebut tercatat 57 juta
sebagai kepala keluarga. Apabila satu keluarga memiliki rumah sendiri, maka
diperlukan 57 juta unit rumah, namun kenyataannya hanya tercatat 51 juta unit
rumah, sehingga masih terdapat kekurangan (backlog) 6 juta unit rumah. maka
diperlukan sebanyak 950.000 unit rumah baru, artinya pada tahun 2012 diperlukan
950.000 unit rumah baru. Kalau angka tersebut ditambah dengan backlog di atas,
berarti pada tahun 2012 terdapat kekurangan 6,95 juta unit rumah. Saat ini rata-
rata pembangunan rumah hanya sekitar 350.000 unit per tahun. Karena itulah
Menurut Susenoet al. (2012), batu bata merupakan salah satu bahan material
sebagai bahan pembuat dinding rumah atau bangunan. Batu bata terbuat dari tanah
liat yang telah dibersihkan dari kerikil dan batu-batu lainnya kemudian dibakar
88
(TTM) 1,6 juta m3 belum terkelola optimal, sehingga saat ini pengolahannya
diserahkan kepada pihak ketiga yang telah memiliki ijin dari Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Selama ini PT. Chevron Pacific
pencemaran tersebut telah membangun dua unit pilot plant Central Mud
dalam mengolah lumpur hasil pengeboran sumur minyak dan apabila telah
diproses, maka produknya aman bagi lingkungan hidup. Lumpur minyak bumi
termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), jika mengacu pada PP No.
85 tahun 1999 tentang Limbah B3, dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa
limbah tersebut paling lama 90 hari sebelum diolah dan perlu pengolahan secara
Keterbatasan volume dan waktu siklus yang lama (4-6 bulan) soil
Bumi (TTM), disamping itu untuk membangung satu soil bioremediation facility
(SBF) membutuhkan lahan yang cukup luas, biaya pengolahan dan harus
pengoperasiannya.
sebagai bahan baku batu bata masih mengalami kendala terutama belum adanya
pilot plant yang dapat dijadikan model dalam mendorong terbentuknya Usaha
Kegiatan Masyarakat (UKM) produksi batu bata berbahan baku TTM belum ada
masyarakat perlu adanya model atau contoh sehingga masyarakat melihat secara
pilot plant pembuatan batu batu berbahan baku Tanah Terkontaminasi Minyak
dilakukan dengan cara pemanfaatan, maka dari itu definisi pemanfaatan limbah
tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi
secara thermal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang
berbeda.
yang bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara thermal
3. Belum adanya sosialisasi dalam upaya pemanfaatan TTM sebagai bahan baku
Kecamatan Minas diperkirakan memiliki volume 1,6 juta m3 dan apabila tidak
terhadap dampak tersebut dipandang belum ada upaya dalam menangani masalah
misalnya menjadi produk yang bermanfaat dengan kata lain limbah yang
membantu bagi pihak PT. Chevron Pacific Indonesia maupun masyarakat sekitar,
91
lapangan pekerjaan.
Kecamatan Minas bisa merembet ke arah dimensi sosial yaitu maraknya unjuk
panen yang dihasilkan, khususnya kelapa sawit. Dalam jangka panjang multiflier
dan pertanian masyarakat Minas di area lahan terkontaminasi minyak buni (TTM)
masyarakat yang bertahan pada mata pencaharian perkebunan kelapa sawit akan
mencoba menekuni bidang lain seperti jasa perdagangan bahan bangunan dan
perbengkelan.
dibiarkan akan mengurangi penerimaan pajak minyak dan gas bumi bagi
93
TTM sebagai bahan baku substitusi pembuatan batu bata dapat mempengaruhi
Minas, salah satunya usaha pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan
Kecamatan Minas terkait usaha pembuatan batu bata memberikan dampak positif
bahan baku substitusi pembuatan batu bata dapat meningkatkan efektifitas dan
efisiensi pengolahan TTM terkait dengan faktor biaya pengolahan menjadi lebih
menjadi rendah serta dapat menghasilkan barang atau produk yang bermanfaat
3.2 AspekSosial
tanah dan perubahan sifat tanah baik fisika maupun kimia. Dampak yang lebih
pertanian dan perkebunan. Hal-hal tersebut akan memicu terjadinya konflik sosial
seperti unjuk rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field. konflik
interaksi sosial antar warganya yang pada akhirnya akan membuat kehidupan
kehidupan masyarakat akan memberikan dampak negatif bagi nilai investasi yang
akan ditanamkan oleh calon investor khususnya pada sektor perkebunan kelapa
sawit dan migas. Agar perusahaan dapat berjalan dengan, umumnya pengusaha
rasa di Kecamatan Minas akan menciptakan konflik sosial antara masyarakat yang
pro dan kontra terkait lahan yang telah terkontaminasi minyak bumi. Konflik
Daerah Kabupaten Siak karena dianggap kurang peduli dan tanggap terhadap
TTM sebagai bahan baku substitusi pembuatan batu bata dapat menurunkan
unjuk rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field. Penghentian
operasi PT. Chevron Pacific IndonesiaMinas Field sering terjadi karena unjuk
3.2.2 Bila dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan baku batu
bata
pembuatan batu bata dengan menggunakan bahan substitusi TTM tersebut akan
terkontaminasi minyak bumi dapat meredam aksi unjuk rasa di Kecamatan Minas
yang tenang dan tentram secara tidak langsung dapat meningkatkan nilai
sebagai alternatif teknologi pengolahan bagi PT. Chevron Pacific Indonesia akan
97
rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field. Kegiatan operasi PT.
Indonesia akan berjalan dengan efektif dan efisien tanpa tergangu oleh kegiatan
unjuk rasa yang marak terjadi antara warga sekitar Minas Field.
pencemaran minyak bumi yang cukup tinggi merupakan ancaman tersendiri bagi
lingkungan tanah. Hal ini berkenaan dengan kegiatan produksi minyak dan dan
setempat.
macam, yaitu :
karsinogenik
Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai bahan baku pembuatan batu bata,
maka akan merusak citra perusahaan peduli lingkungan baik di Indonesia maupun
setempat.
3.3.2 Bila dilakukan pemanfaatan TTM sebagai substitusi bahan baku batu
bata
substitusi pembuatan batu bata dalam rangka upaya program recycle yang
99
pertanian dari TTM akan berdampak positif bagi berkurangnya lahan yang
(TPH) yang mungkin meresap ke dalam air bawah tanah (aquifer) dapat
1,6 juta m3, maka perlu adanya upaya untuk memanfaatkan limbah padat tersebut.
Hingga saat ini TTM tersebut belum banyak dimanfaatkan untuk keperluan
industri bahan bangunan dan berbagai pemanfaatan lainnya. TTM yang berasal
dari limbah industri eksplorasi minyak bumi, sampai saat ini masih belum
ditemukan penggunaan yang tepat, sedangkan produksi limbah TTM ini semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu penelitian tentang penggunaan
TTM yang tepat terus berkembang, hal ini disebabkan TTM memiliki potensi
untuk dibuat bahan bangunan dengan mutu yang baik namun biaya produksinya
relatif murah.
standarisasi, pengujian, dan lain lain. Berbagai produk keluaran Puskim telah
swasta, maupun masyarakat luas. Kedua belah pihak sepakat dan setuju untuk
Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) sebagai sebagai bahan baku batu
bata. Kerjasama ini sebagai wujud komitmen, dan kepedulian PT. Chevron Pacific
pengetahuan dan teknologi yang tepat guna dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Program ini telah dirintis sejak tahun 2012 - 2014memberikan hasil bahwa TTM
struktur yang kompak agar supaya pergerakan limbah B3 terhambat atau dibatasi,
TTM sebagai bahan substitusi pembuatan batu bata merupakan proses stabilisasi
kekuatan tekan batu bata yang akan bertambah dengan naiknya umur batu bata.
Kekuatan batu bata akan naik secara cepat (linier) dan akanmencapai maksimun
pada umur 28 hari dan setelah itu kenaikanakan kecil, walaupun pada kasus-
kasus tertentu, kekuatan tekan batu bata akan terus bertambah sampai beberapa
bulan kedepan. Untukitu kekuatan tekan batu bata dihitung setelah umur
kuat tekan dengan komposisi bahan produk batu bata inihanya ditekankan pada
umur produk batu bata setelah 28 hari. Dari hasil percobaan kuat tekan pada
diperoleh kuat tekan optimum dengan komposisi bahan95 % TTM, 3 % tanah liat,
dan 2 % surfaktan dalam pembuatan produk batu bata pada umur 28 hari.
baku TTM.Kapasitas produksi PT. Pria Putra Restu Ibu Abadi Mojokertodapat
menghasilkan 5.000 batu bata/hari. Pada tahap berikutnya proses pembuatan batu
Kecamatan Minas perlu dibangun fasilitas produksi batu bata di Kecamatan Minas
agarpengolahan TTM dapat berlangsung lebih efektif dan efisien karena dekat
dari TTM, sosialisasi dilakukan agar masyarakat tahu, mau, dan mampu untuk
terhadap dampak tersebut dipandang belum ada upaya dalam menangani masalah
misalnya menjadi produk yang bermanfaat dengan kata lain limbah yang
membantu bagi pihak PT. Chevron Pacific Indonesia maupun masyarakat sekitar,
lapangan
DAFTAR PUSTAKA
Chaney, (2009). Profil Kelarutan Limbah Minyak Bumi Dalam Air Akibat
Pengaruh Surfaktan Nonionik dan Laju Pengadukan, Jurnal Chemistry
Programme. Vol. 11 No. 5, April 2009: hal 2-4.
Darmawan, 2005. Efektifitas Bioremediasi Pada Tanah yang Tercemar Minyak
Bumi di Minas PT.Chevron Pasific Indonesia. Minas.
Kamali, L. 2014. Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai Bahan Aditif Pembuatan
Batu Bata. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Guna Darma. Jakarta.
(Tidak diterbitkan).
Kementerian LH dan K RI, 2014. Workshop Pengelolaan Limbah B3. Jakarta
Kecamatan Minas
Kecamatan Minas
DIBYO KUSWIYONO
1510248191
I. PENDAHULUAN ..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah .....................................................................................3
ii
IV. PERCEPATAN RESTORASI EKOSISTEM DAN PERLINDUNGAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI DI KAWASAN RESTORASI
EKOSISTEM PULAU PADANG ......................................................................25
4.1 Klaim Lahan atau Perambahan Lahan .........................................................25
4.2 Terganggunya Akses Masyarakat terhadap Sumber Daya Hutan ...............26
4.3 Penebangan Liar, Perburuan Satwa Liar dan Kebakaran Hutan .................28
LAMPIRAN ....................................................................................................................32
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
v
1
I. PENDAHULUAN
Salah satu bentuk usaha pemerintah pusat (Kementerian Kehutanan RI) untuk
menjaga kelestarian hayati kawasan hutan di Pulau Padang adalah dengan Penetapan
Kelompok Hutan Tasik Tanjung Padang seluas 4.925 Ha sebagai kawasan hutan dengan
fungsi sebagai kawasan suaka margasatwa melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 349/Kpts-II/1999.
Selain pemerintah, perhatian yang sama juga dilakukan oleh pihak swasta untuk
mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna) serta unsur abiotik (tanah, iklim dan
topografi) pada kawasan hutan produksi yang telah terdegradasi melalui kegiatan
restorasi ekosistem sehingga tercapai keseimbangan hayati. PT Gemilang Cipta
Nusantara merupakan pemegang IUPHHK-RE seluas 20.450 Ha pada kawasan hutan di
Pulau Padang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 825/Menhut-II/2013
tanggal 19 November 2013.
Bekas operasional HPH yang pernah ada di wilayah Pulau Padang menyisakan
kerusakan hutan yang cukup signifikan, selain itu kawasan hutan Pulau Padang
mempunyai tingkat kerentanan dan ancaman yang tinggi akibat perubahan lahan dari
hutan ke penggunaan lain, pertanian dan perkebunan. Ditambah lagi dengan adanya
penebangan liaroleh masyarakat, hal ini terlihat dari kondisi ekosistem hutan dan
keanekaragaman hayati saat ini kurang baik.Meningkatnya ancaman terhadap
kelestarian kawasan hutan Pulau Padang juga merupakan ancaman terhadap kelestarian
keanekaragaman hayati di dalamnya.
Kegiatan restorasi ekosistem Pulau Padang oleh PT Gemilang Cipta Nusantara
memiliki potensi untuk menciptakan sebuah model konservasi dan proteksi atas
ekosistem hutan rawa gambut di Pulau Padang yang inovatif dan kreatif, yaitu menjalin
dukungan komersial untuk meningkatkan kemampuan menjaga ekosistem hutan rawa
gambut tersebut, baik secara fisik maupun sosial. Model komersial baru tersebut adalah
melalui jasa lingkungan hutan sebagai penyerap dan penyimpan karbon untuk
mengelola areal melalui restorasi ekosistem. Dengan model ini akan menciptakan
sebuah sistem yang mandiri dimana hasil penjualan karbon akan digunakan untuk
mendanai kegiatan restorasi ekositem dan program pemberdayaan masyarakat di sekitar
areal IUPHHK-RE.
3
Ekosistem hutan yang beraneka ragam selain menghasilkan flora yang berbeda
keanekaragamannya juga memiliki fauna yang berbeda keragamannya juga. Demikian
pula dengan ekosistem perairan yang ada di laut dan air tawar mempunyai
keanekaragaman hayati yang berbeda-beda.Jumlah spesies hayati yang hidup di laut
diperkirakan lebih sedikit dibandingkan dengan ekosistem daratan.Hutan hujan dataran
rendah Sumatera merupakan habitat paling kaya akan keanekaragaman hayati, sekaligus
merupakan habitat yang sangat terancam di muka bumi ini. Dari sekitar 16 juta hektar
hutan Sumatera pada tahun 1900, saat ini hanya tersisa 500 ribu hektar saja. Padahal,
menurut CEPF (2002) hutan daratan rendah Sumatera paling sedikit menjadi tempat
bagi 582 jenis burung (14 endemik), 210 jenis mamalia (16 jenis endemik), 300 jenis
ampibi dan reptil (69 jenis endemik), 270 jenis fauna air tawar (42 jenis endemik), 17
marga tumbuhan endemik. Proses deforestasi telah menghilangkan sebagian besar
habitat sebagai tempat tinggal berbagai jenis fauna seperti Harimau Sumatera, Gajah,
dll. Pembalakan liar tidak terkendali diyakini telah menghilangkan potensi
keanekaragaman hayati yang belum sempat diketahui manfaatnya.Selain
keanekaragaman hayati yang tidak tergantikan, saat ini semakin dipahami bahwa hutan
tropis Sumatera merupakan salah satu paru-paru dunia dalam menyerap dan menyimpan
karbon dioksida yang berbahaya serta melepaskan oksigen yang diperlukan kehidupan
di bumi.
mengembalikan unsur biotik (flora dan fauna) serta unsur abiotik (tanah, iklim dan
topografi) pada kawasan hutan produksi sehingga tercapai keseimbangan hayati.
Meskipun upaya serupa juga dilakukan di negara-negara lain, di Indonesia RE
berbeda. Pertama karena upaya pemulihan dilakukan di hutan produksi bukan di hutan
konservasi atau hutan lindung seperti yang dilakukan di negara lain dan kedua karena
upaya RE dilakukan oleh investor dalam bentuk area konsesi usaha. Dari izin RE,
investor masih dapat memanfaatkan kayu, hasil hutan non kayu, jasa lingkungan seperti
air dan pariwisata.Izin RE yang disebut dengan IUPHHK-RE ternyata banyak menarik
minat dan perhatian investor. Berbeda dengan IUPHHK-HA (hutan alam) yang
memiliki maksimum izin 55 tahun, maka IUPHHK-RE memiliki izin konsesi hingga 60
tahun dan dapat diperpanjang hingga 35 tahun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian
Kehutanan, IUPHHK-RE mendapat alokasi seluas 2.695.026 Ha dan sampai dengan
bulan September 2014 telah terdapat 13 unit areal RE yang diterbitkan izinnya dengan
total luas meliputi 519.505Ha. Izin IUPHHK-RE pertama di Indonesia dikenal dengan
nama Hutan Harapan diberikan kepada PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia) pada
tahun2007 di Sumatera Selatan yang disponsori oleh konsorsium Burung Indonesia.Izin
IUPHHK-RE yang terbit setelah itu adalah PT REKI (Restorasi Ekosistem Indonesia) di
Jambi tahun 2010, PT Restorasi Habitat Orangutan Indonesia di Kalimantan Timur
tahun 2010, PT Ekosistem Katulistiwa Lestari di Kalimantan Barat tahun 2011, PT
Gemilang Cipta Nusantara di Riau tahun 2012, PT Rimba Raya Conservation di
Kalimantan Tengah tahun 2013, PT Sipef Biodiversity Indonesia di Bengkulu tahun
2013, PT Rimba Makmur Utama di Kalimantan Tengah tahun 2013,PT Gemilang Cipta
Nusantara di Riau tahun 2013, PT Karawang Ekawana Nugraha di Sumatera Selatan
tahun 2013, PT Sinar Mutiara Nusantara di Riau tahun 2014, PT Global Alam
Nusantara di Riau tahun 2014 dan PT The Best One Unitimber di Riau tahun 2014.
Menurut Kartodihardjo (2014), semua unit area IUPHHK-RE yang berada di
Provinsi Riau merupakan bagian dari Restorasi Ekosistem Riau (RER). RER
merupakan lembaga nirlaba yang didirikan oleh Grup APRIL pada tahun 2012 untuk
melindungi dan mengembalikan lahan gambut yang penting secara ekologis di
9
landscape Semenanjung Kampar dan Pulau Padang dalam menjalankan tanggung jawab
sosial, ekonomis dan lingkungan secara berkelanjutan. RER memiliki komitmen untuk
turut aktif dalam pembangunan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable
forest management) melalui restorasi ekositem dan mendukung upaya pemerintah
dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan
mengoptimalkan hasil hutan bukan kayuserta jasa-jasa lingkungan yang berkontribusi
positif terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
Restorasi ekosistem mungkin masih terdengar asing di kalangan penggiat
konservasi karena ini merupakan inovasi di bidang pelestarian sumber daya alam yang
relatif baru diperkenalkan meskipun sebenarnya kajian-kajian tentang RE telah lama
dilakukan.Salah satu kajian restorasi yang cukup intensif di Asiadilakukan oleh Forest
Restoration Research Unit of Chiang Mai University Thailand yang didirikan pada
tahun 1994.Lembaga ini telah memulai upaya dalam melakukan kajian dan aplikasi
teknik-teknik restorasi hutan rusak di daerah Thailand Utara (Forru.org).Restorasi
ekosistem merupakan salah satu upaya untuk menyelamatkan dan memperbaiki kondisi
ekosistem hutan sebagai habitat bagi berbagai keanekaragaman hayati yang terkandung
di dalamnya (Elliot, Clewell dan Rieger, 1995). Restorasi dapat didefinisikan sebagai
proses yang intensif dalam membantu pemulihan dan pengelolaan integritas ekologi
suatu ekosistem yang rusak termasuk berbagai variabel keragaman hayati penting,
srtuktur dan proses-proses ekologi konteks sejarah dan kewilayahan serta kelestarian
praktek-praktek budaya (Clewell et al, 2006; Perrow dan Davy, 2002).
Untuk kepentingan pemulihan kondisi ekosistem sehingga terpulihkan pula
perlindungan proses-proses jasa lingkungan dan konservasi keanekaragaman hayati,
restorasi ekosistem merupakan pilihan terbaik.Restorasi ekosistem secara ringkas dapat
didefinisikan sebagai kegiatan mengembalikan kembali ekosistem hutan asli yang ada
sebelum terjadi deforestasi.Namun perlu dipahami bahwa restorasi ekosistem tidak
dapat mengembalikan semua jenis flora dan fauna yang pernah hidup di hutan asli
sebelum deforestasi dalam satu tahapan.Tujuan utama restorasi ekosistem adalah
mengembalikan struktur dan fungsi ekosistem awal dengan cara menanam jenis-jenis
pohon kunci yang memainkan peranan penting di dalam ekologi hutan alam.
10
Kesuksesan kegiatan restorasi dapat diukur dengan kembalinya struktur kanopi yang
bertingkat, pertambahan jumlah jenis yang kembali (terutama jenis-jenis langka atau
jenis-jenis kunci), peningkatan kondisi tanah dan pulihnya populasi flora dan fauna
tertentu (Elliot, Clewell dan Rieger, 2006).
Desa Tanjung Kulim, Desa Pelantai, Desa Mekarsari, Kelurahan Teluk Belitung, Desa
Bagan Melibur, Desa Mayangsari, Desa Anak Kamal dan Desa Sungai Tengah. Jumlah
penduduk di Kecamatan Merbau pada tahun 2013 tercatat sebanyak 14.277 jiwa, luas
wilayah 436 km²sehingga kepadatan penduduk adalah 33 jiwa per km².
Berdasarkan data monografi Kecamatan Tasik Putri Puyu tahun 2013, terdapat
10 desa/ kelurahan yang berada di dalam wilayahnya yaitu Desa Mengkirau, Desa
Mengkopot, Desa Tanjung Pisang, Desa Selat Akar, Desa Bandul, Desa Kudap, Desa
Dedap, Desa Mekar Delima, Desa Putri Puyu dan Desa Tanjung Padang. Jumlah
penduduk di Kecamatan Tasik Putri Puyu pada tahun 2013 tercatat sebanyak 16.447
jiwa, luas wilayah 551 km² sehingga kepadatan penduduk adalah 30 jiwa per km².
Menurut Koniah (2015), penduduk asli di wilayah sekitar restorasi ekosistem
adalah Suku Melayu, Jawa, Banjar, Tionghoa dan Akit (suku asli atau tertua yang
mendiami Pulau Padang). Dari suku-suku yang ada di Pulau Padang beragam pulau seni
budaya dan tradisi yang dimiliki sesuai dengan adat-istiadat masing-masing, suku
melayu memiliki tradisi berbalas pantun dan pencak silat yang sering dijumpai pada
acara pernikahan.Selain itu ada juga kesenian Tari Zapin dengan 6 orang penari yang
diiringi oleh alat musik gambus, kompang dan biola.Biasanya kesenian ini dapat
dijumpai dalam acara pernikahan dan suguhan tamu kehormatan.Selain tari-tarian, Suku
Melayu juga masih melestarikan olah raga tradisi Gasing.Gasing adalah salah satu alat
permainan rakyat yang terbuat dari teras kayu, dibuat menyerupai telur dan sering
dijumpai pada acara permainan rakyat di perayaan HUT RI.
Suku Akit (suku asli) mempunyai kesenian berupa Tari Gendong yang berasal
dari Desa Selat Akar, tarian ini tergolong unik karena sebelum tarian dimulai sang batin
atau orang yang dituakan di suku mereka terlebih dahulu membakar kemenyan serta
mnyiapkan bertih atau beras kuning. Tari Gendong biasa diperagakan pada malam hari
dalam acara sakral di Suku Akit, seperti pernikahan, pengobatan tradisional,
menjauhkan wabah penyakit dari kampung, dan penyambutan tamu kehormatan.Suku
Tionghoa memiliki kesenian bermain barongsai yang diiringi alat musik berupa
gendang, kompang dan gong.Selain itu terdapat pula tradisi buang ancak, tradisi ini
sudah terbilang lama dan tidak memandang suku.Ancak adalah salah satu tradisi untuk
13
pengobatan secara ritual dan tradisional, untuk bela kampong atau netau.Di Desa Putri
Puyu terkenal dengan legenda Cinta Raja Terubuk dan Putri Puyu yang Tidak
Kesampaian serta dari Desa Dedap terdapat cerita Dedap Durhaka dan Pulau Dedap.
Anisoptera sp, Calophyllum sp, Campnosperma sp, Cratoxylon sp, Dryobalanops sp,
Durio carinatus, Eugenia sp, Gonystylus sp, Koompassia malaccensis sp, Litsea sp,
Melanorrohea sp, Pandanus sp, Parastemon sp, Payena sp, Palaquinum sp,
Pholidocarpus sp, Sapotaceae divers, Shorea sp, Tetramerista glabra, Tristania sp,
dll.Jenis tumbuhan bawah yang mendominasi kawasan ini adalah paku cebuk
(Nephrolepis radicans).
Keanekaragaman jenis satwa liar pada berbagai tipe habitat bervariasi
berdasarkan kelas satwa liarnya.Secara umum jenis burung memiliki keanekaragaman
jenis yang tinggi dibandingkan dengan jenis lainnya.Sebaran lokal satwa liar di berbagai
tipe habitat secara umum adalah acak dan acak mengelompok.Jenis satwa liar yang
memiliki sebaran lokal acak adalah jenis-jenis satwa liar yang pola hidupnya soliter
sedangkan satwa liar dengan pola hidup berkelompok umumnya mempunyai sebaran
lokal dengan pola acak berkelompok.Jenis satwa liar dengan pola sebaran berkelompok
adalah babi hutan (Sus barbatus), berang-berang (Lutra sp), monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), kelelawar (Pteropus sp) dan hampir
sebagian besar burung mempunyai pola sebaran berkelompok.Jenis satwa liar soliter
(berpasangan dan atau disertai anak) antara lain burung elang ikan, beruang madu,
binturong, musang, kijang, kancil, napu dan trenggiling.
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, kawasan ini termasuk ke
dalam tipe A dengan nilai Q antara 0-14,3%. Musim kemarau berkisar pada bulan
Januari sampai dengan bulan Agustus sedangkan musim penghujan terjadi pada bulan
September sampai dengan bulan Desember.Berdasarkan data dari stasiun cuaca PT
RAPP Pulau Padang pada tahun 2012, curah hujan rata-rata bulanan di kawasan ini
berkisar antara 32-364 mm/ bulan dengan curah hujan tahunan sebesar 2.482 mm/
tahun.Hari hujan bulanan di kawasan ini berkisar antara 4-20 hari dengan jumlah hari
hujan tahunan sebesar 141 hari.Suhu udara rata-rata bulanan di kawasan ini antara 29-
35 derajat Celcius, suhu rata-rata tahunan sebesar 32 derajat Celcius.Suhu udara
bulanantertinggi terjadi pada Juni sebesar 35 derajat Cecius sedangkan terendah terjadi
pada bulan November dan Desember sebesar 29 derajat Celcius.Kelembaban udara rata-
rata bulanan di kawasan ini antara 59-74%, kelembaban rata-rata tahunan sebesar
15
67%.Kelembaban udara bulanan tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember
sebesar 74% sedangkan terendah terjadi pada bulan September sebesar 59%.
Seluruh Kecamatan Merbau dan Tasik Putri Puyu terdiri dari daratan dan rawa-
rawa dengan struktur tanah organosol yang terdapat di sepanjang pantai yang ditumbuhi
hutan bakau dengan kondisi landai dan merupakan endapan lumpur.
1. Perlindungan Hutan
Perlindungan hutan merupakan usaha menjaga kelestarian sumber daya alam
dan kesinambungan pengusahaan hutan dengan melaksanakan kegiatan pencegahan
terhadap gangguan hutan, seperti penebangan liar, perambahan hutan, perburuan satwa
liar, kebakaran hutan, pengendalian hama dan penyakit, perlindungan terhadap jenis-
jenis satwa dan tumbuhan alam yang dilindungi beserta habitatnya dan pencegahan
terhadap penurunan kandungan air dari hutan rawa gambut. Penanggulangan yang
efektif terhadap gangguan hutan akan terasa jika bentuk penanggulangan berupa upaya
pencegahan. Upaya penanggulangan berupa pemberantasan akan lebih sulit karena
perubahan yang terjadi pada hutan sebagai akibat tekanan faktor pengganggu akan sulit
dipulihkan. Beberapa langkah yang dianggap memiliki prospek yang baik sebagai
upaya untuk mencegah timbulnya gangguan-gangguan hutan, yaitu pencegahan
perambahan hutan, pencegahan penebangan liar, pencegahan perburuan liar dan
pencegahan kebakaran hutan (Gambar 2).
16
Gambar 2. Patroli perlindungan hutan pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang
2. Zonasi
Pembagian areal ke dalam zonasi bertujuan untuk mengatur kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kegiatan restorasi ekosistem sesuai dengan
karakteristik kondisi biofisik zonasinya sehingga pelaksanaan kegiatan tersebut dapat
berjalan sesuai dengan azas kelestarian dan lingkungan.Sebagai areal yang diperuntukan
sebagai kawasan restorasi ekosistem maka areal kerja dibagi ke dalam tiga zona
pengelolaan, yaitu kawasan lindung, kawasan produksi dan kawasan tidak untuk
produksi.
pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem dapat dapat berjalan sesuai dengan azas
kelestarian (Gambar 3).
Gambar 3.Penataan areal kerja pada kawasan restorasi ekosistem di Pulau Padang
4. Inventarisasi Hutan
Kegiatan inventarisasi potensi hutan ditujukan untuk mengetahui kondisi dan
potensi hutan dari kawasan restorasi ekosistem.Dari kegiatan inventarisasi hutan ini
diharapkan dapat diperoleh data potensi tegakan sebagai dasar perhitungan potensi
karbon hutan serta gambaran awal areal-areal yang terdegradasi sebagai dasar kegiatan
pengayaan hutan (restorasi).
6. Rehabilitasi Kanal
Rehabilitasi kanal adalah kegiatan penutupan kanal liar (canal blocking) dengan
tujuan untuk menutup akses masuk ke wilayah yang dimohon dan menghilangkan
kemungkinan penggunaan kanal-kanal tersebut sebagai sarana transportasi kegiatan
illegal.Selain itu penutupan kanal liar juga diharapkan dapat mencegah emisi karbon
yang keluar dari lahan gambut yang terbuka akibat keberadaan kanal.
8. Pembuatan Persemaian
Pembuatan persemaian bertujuan untuk menyediakan bibit siap tanam dari biji/
bibit yang diambil dari lapangan maupun tempat lain.
9. Pengayaan (Restorasi)
Pengayaan adalah kegiatan penanaman pada areal yang kurang cukup
mengandung permudaan jenis denhan tujuan untuk memperbaiki komposisi jenis,
penyebaran pohon dan nilai tegakan.Meningkatkan potensi sumber daya hutan melalui
kegiatan restorasi dengan tumbuhan asli setempat yang didukung oleh teknologi dan
pengalaman yang mumpuni, kerja sama dengan masyarakat dan para pemangku
kepentingan dalam upaya restorasi dengan memperhatikan kearifan lokal dan nilai-nilai
yang dianut oleh masyarakat.
10. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan dengan tujuan agar tanaman muda mampu tumbuh
menjadi tegakan akhir dengan kerapatan dan tingkat pertumbuhan yang optimal,
19
3. Penebangan liar.
Penebangan liar masih terlihat di beberapa lokasi dalam kawasan restorasi
ekosistem, hal ini diperparah dengan adanya kebijakan setempat yang memberikan hak
kepada setiap KK untuk mengambil kayu untuk keperluan bangunan sendiri dengan
jumlah tertentu.Dampak dari penebangan liar ini tidak saja menimbulkan kerugian
secara ekonomi tetapi juga kerugian ekologi terkait dengan rusaknya hutan sehingga
rentan terhadap kebakaran, kekeringan, banjir dan hilangnya sumber keanekaragaman
hayati.
4. Perburuan satwa liar.
Perburuan satwa liar oleh masyarakat terhadap satwa dilindungi seperti rusa dan
kancil biasa dilakukan untuk pesta pernikahan.
5. Kebakaran hutan.
Kebakaran hutan atau lahan gambut merupakan cerminan dari sistem
pengelolaan hutan yang mengabaikan sifat-sifat dan lingkungan gambut yaitu kering
dan mudah terbakar.Kebakaran hutan ini kebanyakan dilakukan secara sengaja terkait
dengan pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan. Kebakaran hutan sangat
merugikan baik secara ekonomi maupun ekologis, yaitu gangguan kesehatan
masyarakat akibat asap dan hilangnya keanekaragaman hayati.
21
7. Membuat kesepakatan penyelesaian lahan yang ditanda tangani oleh wakil unit
manajemen, wakil masyarakat dan saksi.
8. Hasil perundingan yang dicapai merupakan kesepakatan yang menguntungkan
kedua belah pihak.
Menurut Hariadi (2014), permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan restorasi
ekosistem saat ini bukan lagi melulu masalah teknis kehutanan seperti penanaman dan
pemeliharaan tetapi yang lebih penting adalah menempatkan persoalan sosial.
Pengelolaan hutan harus berubah dari definisi fisik ke interaksi sosial dan pola ruang
sehingga solusi yang diambil harus mencari model usaha yang kontekstual sesuai
kondisi lapangan. Hal utama dari restorasi ekosistem berada di tingkat manajemen unit
jika penetapan lokasi izin tumpang tindih maka akan menimbulkan konflik sosial.
Untuk itu pemilihan alternatif kegiatan kelola sosial dilakukan melalui proses
PRA (partisipatory rural appraisal) guna mengetahui potensi, masalah dan kebutuhan
yang ada di masyarakat serta disinkronkan dengan rencana pembangunan desa yang
telah disusun oleh pemerintah desa bersama pemerintah daerah.
Secara garis besar tahapan penyusunan rencana kegiatan kelola sosial meliputi
studi awal sosial ekonomi dan budaya, PRA, sinkronisasi dengan rencana pembangunan
desa dan pemerintah daerah, penyusunan program kelola sosial, pelaksanaan kegiatan
kelola sosial, kaji ulang/ evaluasi, perbaikan terus-menerus dan pelaporan. Tahapan
perencanaan kelola sosial sudah dimulai pada tahap kontruksi bersamaan dengan
penyusunan rencana pengelolaan hutan secara keseluruhan.
Beberapa alternatif kegiatan kelola sosial yang dapat dikembangkan antara lain
pemberdayaan tenaga kerja lokal baik sebagai karyawan tetap maupun tidak tetap, kerja
sama pelaksanaan kegiatan restorasi ekosistem (pembangunan sarana prasarana, rental
alat transportasi, pembibitan, penyiapan lahan, penanaman dan pemeliharaan tanaman)
dengan lembaga usaha masyarakat desa sekitar, kerja sama pengamanan dengan
kelembagaan masyarakat desa sekitar, pembangunan/perbaikan sarana dan prasarana
penting desa seperti sekolah, sarana kesehatan, jalan, instalasi air bersih, sanitasi
lingkungan, pelatihan dan pengembangan usaha-usaha produktif seperti perikanan,
peternakan, pertanian di lahan pekarangan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu,
industri rumah tangga, pemanfaatan kawasan untuk ekowisata dan jasa lingkungan
sesuai potensi sumber daya hutan serta kapasitas masyarakat, bea siswa, pendidikan dan
pelatihan konservasi sumber daya hutan termasuk pengamanan hutan dan konservasi
flora dan fauna dilindungi dan lain-lain.
Berbagai bentuk alternatif kegiatan kelola sosial tersebut harus didiskusikan
dahulu dengan masyarakat serta dianalisis sejauh mana alternatif tersebut benar-benar
dibutuhkan oleh masing-masing desa serta disinkronkan dengan rencana pembangunan
desa yang telah disusun pada masing-masing desa.
28
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI. 1999. Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan Nomor 349/Kpts-II/1999 tentang Penetapan Kelompok Hutan Tasik
Tanjung Padang seluas 4.925 Ha sebagai Kawasan Hutan dengan Fungsi sebagai
Kawasan Suaka Margasatwa. Kementerian Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta
Menteri Kehutanan RI. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-
II/2010 tentang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem.
Kementerian Kehutanan, Jakarta
Pemerintah Kecamatan Merbau, 2013. Data Monografi Kecamatan Merbau, Belitung
Pemerintah Kecamatan Tasik Putri Puyu, 2013. Data Monografi Kecamatan Tasik Putri
Puyu, Bandul
Perrow, M.R. and A.J. Davy. 2002. Handbook of Ecological Restoration. Volume 1.
Principle of Restoration. Cambridge University Press, London
Satari,G. 1994. Indonesia Aset Nasional bagi Kesejahteraan Rakyat.Makalah pada
Lokakarya Keanekaragaman Hayati Tropika Indonesia. Institut Pertanian Bogor,
Bogor
Setiadi, D. 2015. Pengantar Ilmu Lingkungan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor
Sumardja, E.2013. Tantangan Kegiatan Restorasi Ekosistem Harapan Rainforest PT
Restorasi Ekosistem Indonesia (REKI).Makalah pada Seminar Internasional
Ecosystem Restoration in the Tropics, tanggal28 November 2013. Institut
Pertanian Bogor, Bogor
32
LAMPIRAN
PENCEGAHAN KEBAKARAN LAHAN GAMBUT DENGAN
PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SAGU DI PERKEBUNAN RAKYAT
PULAU BENGKALIS
OLEH:
NIM: 1510248451
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
111
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Hardjowigeno (1986), gambut terbentuk dari timbunan sisa-
sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah lapuk maupun belum.
Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh
kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah
gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang
disebabkan oleh proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses
pembentukan tanah mineral yang pada umumnya merupakan proses
pedogenik.
Kadar air tanah gambut berkisar 100 sampai dengan 1.300% dari berat
keringnya (Mutalib, 1991). Artinya bahwa gambut mampu menyerap air
sampai 13 kali bobo tnya. Pada musim kering yang berkepanjangan gambut
mudah sekali kering dan membuatnya mudah terbakar. Penanggulangan
kebakaran pada lahan gambut sangat sulit diatasi terutama pada lahan
gambut yang memiliki ketebalan tinggi.
Penggunaan lahan gambut sebagai lahan perkebunan rakyat tanpa
peduli dengan ketinggian air dalam tanah gambut menyebabkan tanah
gambut menjadi mudah kering dan akhirnya mudah terbakar. Ketinggian air
tanah gambut cepat turun dikarenakan teknologi pengolahan pertanian yang
menggunakan drainase yang membuat air tanah gambut keluar menuju laut.
Dilain pihak ada tuntutan ekonomi masyarakat yang membutuhkan
pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian akibat keterbatasan
lahan yang non gambut yang sudah dimanfaatkan.
Pulau Bengkalis sebagian besar dibentuk dari tanah gambut. Selama
lahan gambut tidak dirubah fungsinya menjadi lahan pertanian dan
perkebunan maka kebakaran di lahan gambut tersebut relatif tidak terjadi.
Hal ini disebabkan drainase yang digunakan dalam perkebunan tersebut telah
112
membuat lahan gambut menjadi mudah kering dan akhirnya mudah sekali
terbakar. Sehingga diperlukan komoditas perkebunan yang tidak
memerlukan drainase tetapi juga tinggi nilai ekonomisnya.
Komoditas perkebunan yang cocok untuk masyarakat di Pulau Bengkalis
yang tinggal di lahan gambut dengan memperhatikan aspek peningkatan
ekonomi masyarakat sekitar dan aspek ketahanannya terhadap resiko
kebakaran lahan adalah sagu. Sagu mampu hidup dan berkembang secara
baik tanpa drainase dan memiliki nilai ekonomi.
Kebakaran lahan gambut terjadi di dalam lapisan lahan gambut yang
kering sehingga susah dipadamkan mengingat ketebalan lahan gambut di
Pulau Bengkalis ada yang mencapai 12 meter. Apabila kebakaran lahan
gambut terjadi maka kepulan asap akan sangat berdampak negatif seluruh
aspek kehidupan masyarakat.
1.2. Masalah
1. Kerusakan lahan gambut di Pulau Bengkalis akibat perubahan fungsi
lahan gambut menjadi perkebunan yang memiliki drainase sangat
rawan kebakaran dan belum juga mendapat perlakuan konservasi.
2. Kurang termotivasinya masyarakat pekebun di Pulau Bengkalis untuk
membudiyakan sagu sebagai tanaman yang tanpa memakai drainase.
3. Kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam mencegah
kekeringan di lahan gambut akibat perubahan fungsi lahan gambut
menjadi perkebunan yang memiliki drainase sehingga rentan terbakar
pada saat musim kemarau.
113
dan umumnya tersebar di daerah pantai dan di sepanjang jalur aliran sungai.
Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan
basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut.
Gambut di Sumatra relatif lebih subur dibandingkan dengan gambut di
Kalimantan.
1. Gambut pantai adalah gambut yang terbentuk dekat pantai laut dan
mendapat pengayaan mineral dari air laut
2. Gambut pedalaman adalah gambut yang terbentuk di daerah yang tidak
dipengaruhi oleh pasang surut air laut tetapi hanya oleh air hujan
3. Gambut transisi adalah gambut yang terbentuk di antara kedua wilayah
tersebut, yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh air pasang laut.
116
adanya teknologi pembukaan lahan yang murah, mudah dan secepat api juga
masyarakat melakukan pembakaran ketika mempersiapkan lahannya untuk
usaha pertanian atau perkebunan.
Selain itu, adanya perusahaan Hutan Tanaman Industri dan
Perkebunan yang memanfaatkan masyarakat secara sembunyi-sembunyi
melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar, agar biaya pembukaan
lahan dapat ditekan, juga telah memicu terjadinya kebakaran lahan dan
kebun. Atas hal tersebut diatas pada dasarnya masyarakat petani/peladang,
pengusaha hutan tanaman industri dan perkebunan besar meningkatkan
resiko kebakaran hutan dan lahan dan dampak buruk yang diakibatkannya
termasuk terjadinya bencana asap.
Kebakaran yang tidak terkendali menyebabkan api menjalar kemana-
mana, terlebih lagi terjadi pada lahan gambut. Kebakaran lahan gambut lebih
berbahaya dibandingkan dengan kebakaran pada lahan kering (tanah
mineral). Selain kebakaran vegetasi dipermukaan, lapisan gambut juga
terbakar dan bertahan lama, sehingga menghasilkan asap tebal akibat
pembakaran yang tidak sempurna.
Limin (2006) menyatakan bahwa kedalaman lapisan gambut terbakar
rata-rata 22,03 cm (variasi antara 0 dan 42,3 cm) namun pada titik tertentu
kebakaran lapisan mencapai 100 cm. Oleh karena itu pemadaman kebakaran
pada lahan gambut sangat sulit dan memerlukan banyak air. Untuk
memadamkan total seluas satu meter persegi lahan gambut diperlukan air
sebanyak 200 – 400 liter. Terdapat sembilan ciri kebakaran pada lahan
gambut :
1) Kebakaran vegetasi di atas lapisan gambut
2) Lapisan gambut terbakar tergantung kedalaman air tanah
3) Kebakaran pada lapisan gambut sulit dipadamkan dan bertahan lama
4) Kebakaran menghasilkan asap tebal karena terjadi pembakaran tak
sempurna
121
sekitar sumber air, atau di hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu
tinggi dan tanah mineral di rawa-rawa air tawar dengan kandungan tanah liat
> 70% dan bahan organik 30%. Pertumbuhan sagu yang paling baik adalah
pada tanah liat kuning coklat atau hitam dengan kadar bahan organik tinggi.
Sagu dapat tumbuh pada tanah vulkanik, latosol, andosol, podsolik merah
kuning, alluvial, hidromorfik kelabu dan tipe-tipe tanah lainnya. Sagu mampu
tumbuh pada lahan yang memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang
paling baik terjadi pada tanah yang kadar bahan organiknya tinggi dan
bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
Lingkungan tumbuh tanaman sagu secara umum:
1. Berlumpur
2. Kaya mineral
3. Kaya bahan organik
4. Air tanah berwarna coklat, dan
5. Bereaksi agak masam pada pH 5,5-6,5
Menurut Turukay (1986), 43% luasan sagu terdapat dilahan kering yang
lembab, 30% dirawa dan sisanya ditepi sungai. Menurut Louhennapessy dan
Notohadiprawiro (1993) habitat asli sagu ialah tepi parit atau sungai yang
becek serta berlumpur tetapi secara berkala mengering. Dan menurut Flach
(1977) pada lahan kering yang lembab, tanaman sagu kalah bersaing dengan
tumbuhan hutan lainnya, akibatnya jumlah anakan berkurang namun
demikian kadar patinya tinggi
Tanaman sagu merupakan tanaman yang berkembangbiak dengan
menghasilkan anakan. Dalam satu indukan tanaman sagu mampu
menghasilkan anakan yang cukup banyak. Pada umur 4-5 tahun, anakan sagu
mulai membentuk batang, kemudian pada sekitar batang bagian bawah
tumbuh tunas-tunas yang berkembang menjadi anakan (sucker) (Bintoro,
124
2008). Kemudian Flach (1986) mengatakan, pada kondisi tanaman yang baik
setiap 3-4 tahun dua anakan akan berkembang menjadi pohon.
dan cuka asorbik. Sagu dapat disimpan untuk minggu atau bulan, walaupun
umumnya disepakati dimakan segera setelah itu diproses.
Menurut Alfons (2006), luas areal sagu potensial di Maluku
diperkirakan sebesar 31.360 ha. Jumlah pohon masak tebang untuk kondisi
hutan sagu di Indonesia adalah 8–36 pohon/ha dimana untuk kondisi hutan
sagu di Maluku rata-rata pohon sagu masak tebang berbagai jenis sagu adalah
20 pohon/ha dan rataan produksi tiap pohon adalah 220 kg, sehingga dalam
luasan satu ha dapat diproduksi 4400 kg tepung sagu (Louhenapessy dan
Notohadiprawiro 1993). Dari jumlah produksi tepung sagu diperoleh limbah
padat berupa ampas sagu dalam jumlah yang besar dengan perbandingan
tepung sagu dan ampas sagu 1 : 6. Hal ini berarti potensi ampas sagu tersedia
cukup besar yaitu 1.320 kg per pohon yang terdiri dari campuran ampas dan
sisa pati yang tidak terekstraksi.
kemudian menjadi air tanah. Tegakan sagu yang rapat memiliki kemampuan
untuk membersihkan limbah industri dan limbah domestik.
Sagu yang memiliki kemampuan tumbuh di daerah yang berlumpur dan
daerah air yang pasang surut Flach (1977), sehingga tidak memerlukan
drainase lahan gambut yang membuat lahan gambut menjadi kering. Oleh
karenanya tanah yang tetap dalam kondisi basah ini dapat mencegah
terbakarnya lahan gambut.
2.1.7. Tinggi muka air akibat konversi hutan gambut menjadi lahan
perkebunan
Tinggi muka air gambut setelah konversi hutan gambut menjadi lahan
perkebunan akan menurun dikarenakan drainase yang digunakan pada lahan
perkebunan. Sistem drainase untuk masing-masing jenis perkebunan berbeda
beda karena syarat tumbuh dari tanaman akan ketinggian muka air tanah
berbeda.
dan yang paling rendah persentasenya adalah gambut pada kedalaman 600
sampai 700cm yaitu sebesar 4,42 persen. Sedangkan kedalaman gambut yang
terdalam adalah dengan kedalaman diatas 1200 cm yaitu berjumlah 14,54
persen. Gambut dengan kedalaman tertinggi tentunya memiliki resiko
kebakaran yang tinggi karena media gambut yang tebal akan membuat api
kebakaran menjadi besar dan susah untuk dipadamkan.
1. Muka air tanah dilahan gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat) meter
dibawah permukaan gambut;dan/atau
2. Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut
Maka untuk itu Pemerintah Kabupaten Bengkalis harus mengupayakan
penutupan yang drainase perkebunan liar yang berada di kawasan fungsi
lindung dan mengkonservasinya dengan tanaman asli pada gambut.
Dan untuk fungsi budidaya yang rusak yaitu muka air tanah gambut
harus dipertahankan jangan melebihi 0,4 (nol koma empat) meter dibawah
permukaan gambut. Mempertahankan muka air tanah gambut ini dengan
membudidayakan tanaman yang mampu tumbuh pada lahan gambut yang
memiliki daya tumbuh pada keadaan tersebut.
Pulau Bengkalis memiliki luas lahan sebesar 938km2 . Dan berada pada
5m dpl yang terdapat beberapa sungai yaitu sungi meskom, alam, seliau,
bengkalis, jangkang, liong dan kembung (BPS Kabupaten Bengkalis, 2016).
Luas lahan perkebunan di Bengkalis berjumlah 28.466,9 ha.
Sedangkan perkebunan sagu yang ada di pulau bengkalis adalah 2.793 ha
atau 9,8 % dari seluruh lahan pertanian yang ada. Dan jika di bandingkan
dengan luas pulau bengkalis perkebunan sagu hanya berkisar 0,3% dari luas
Pulau Bengkalis. Pada Tabel 4 dapat kita ketahui distribusi luas
perkebunan di Pulau Bengkalis.
Tabel 4. Luas Perkebunan di Pulau Bengkalis
Kecamatan Karet Kelapa Kelapa Sagu Kopi Pinang Total
Sawit
Bengkalis 4.803,0 396,0 7.283,0 2.452 6,0 149,0 15.089
Bantan 7.447,0 4.371,0 7.283,0 341,0 107,0 355 19.904
Total 12.250 4.767 14.566 2.793 113 504 34.993
Sumber : BPS, 2016
134
memiliki keasaman tinggi. Pertumbuhan yang paling baik terjadi pada tanah
yang kadar bahan organiknya tinggi dan bereaksi sedikit asam pH 5,5 – 6,5.
Dan menurut Louhennapessy dan Notohadiprawiro (1993) habitat asli
sagu ialah tepi parit atau sungai yang becek serta berlumpur tetapi secara
berkala mengering.
Berdasarkan uraian dalam bab ini dapat ditarik kesimpulan yang
merupakan masalah yang belum ada jalan keluarnya, yaitu:
1. Kerusakan lahan gambut di Pulau Bengkalis akibat perubahan fungsi
lahan gambut menjadi perkebunan yang memiliki drainase sangat rawan
kebakaran dan belum juga mendapat perlakuan konservasi. Secara
keseluruhan lahan gambut yang rusak di Pulau Bengkalis adalah 72.351 Ha
atau 79,89% dari total lahan yang ada di Pulau Bengkalis.
2. Kurang termotivasinya masyarakat pekebun untuk membudidayakan sagu
sebagai tanaman yang tidak memakai drainase dikarenakan umur panen
sagu yang relatif lama yaitu berkisar 12 tahun baru mulai panen perdana
dan panen berikutnya setiap tahun. Waktu panen yang terlalu lama ini
membuat para petani kurang sabar menunggu karena tuntutan ekonomi
harian mereka menjelang sagu bisa di panen. Oleh karenanya pekebun
lebih memilih tanaman perkebunan yang relatif lebih cepat panen seperti
kebun sawit yang hanya membutuhkan waktu yang relatif lebih cepat.
3. Kurangnya perhatian Pemerintah Kabupaten Bengkalis dalam mencegah
kekeringan di lahan gambut akibat perubahan fungsi lahan gambut
menjadi perkebunan yang memiliki drainase sehingga rentan terbakar
pada musim kemarau. Hal ini terlihat bahwa kebijakan untuk bantuan-
bantuan budidaya tanaman perkebunan yang selama ini diberikan
Pemerintah Kabupaten Bengkalis hanya jenis tanaman perkebunan seperti
kelapa sawit, karet dan kelapa. Seperti diketahui bahwa jenis tanaman ini
memerlukan drainase sehingga membuat lahan gambut kering pada
musim kemarau. Untuk itu Pemerintah Kabupaten Bengkalis harus
137
Menurut data dari KLHK (2016) bahwa lahan gambut yang rusak dan
terganggu di Pulau Bengkalis untuk fungsi budidaya yaitu 21.830 Ha dan
untuk fungsi gambut lindung adalah 50.521 Ha. Maka total lahan gambut
yang rusak dan terganggu di Pulau Bengkalis adalah berjumlah 72.531 Ha
atau 79,89%.
Kondisi lahan gambut fungsi lindung yang rusak ini, seperti yang
dijelaskan pada pasal 23 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah No 71 tahun
2014 bahwa kerusakan ekosistem gambut dengan fungsi lindung apabila
adalah terdapat dainase, sedimen berpirit dan berkurangnya tutupan lahan.
Maka untuk itu harus dilakukan penutupan drainase pada lahan gambut
tersebut dan mengkonservasinya dengan tanaman yang mampu tumbuh
tanpa drainase. Keadaan yang demikian akan mencegah terjadinya
kekeringan lahan yang mengakibatkan mudahnya lahan gambut terbakar.
Sedangkan kondisi lahan gambut fungsi budidaya yang rusak ini, seperti
yang dijelaskan pada pasal 23 ayat 2 dalam Peraturan Pemerintah No 71
Tahun 2014 kerusakan ekosistem dengan fungsi budidaya dinyatakan rusak
apabila muka air tanah dilahan gambut lebih dari 0,4 (nol koma empat)
meter dibawah permukaan gambut (keadaan ini tidak berlaku untuk gambut
yang ketebalan dibawah 1 meter) ;dan/atau tereksposnya sedimen berpirit
dan/atau kwarsa dibawah lapisan gambut.
142
Maka dari keadaan itu lahan gambut yang terdapat pada fungsi budidaya
sebaiknya membudidayakan tanaman yang mampu tumbuh dengan baik
pada keadaan lahan gambut yang tetap basah untuk menjaga lahan gambut
tidak menjadi kering, rusak dan mudah terbakar. Menurut para ahli bahwa
sagu mampu tumbuh pada lahan gambut dengan keadaan seperti itu dan sagu
juga merupakan tanaman asli daerah gambut yang basah dan sagu juga
merupakan tanaman asli dari lahan gambut.
Sagu juga memilik potensi ekonomi yang tinggi karena produk sagu yang
dihasilkan dapat digunakan menjadi bahan-bahan kebutuhan hidup manusia.
Hasil dari perkebunan sagu yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan hidup
masyarakat sangatlah banyak. Tentunya hal ini membuat sagu memiliki
potensi ekonomi yang tinggi. Manfaat sagu untuk kebutuhan masyarakat itu
adalah:
Jika dibandingkan dengan jenis perkebunan yang lain, hasil sagu juga
tidak kalah menguntungkan. Namun yang menjadi berat karena selama
waktu menunggu sagu dapat dipanen yaitu berkisar 10 tahun, pekebun
kesusahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Tentunya hal ini bisa disiasati agar masyarakat pekebun sagu dapat
membudidayakan kebun sagunya dan kebutuhan hidupnya selama 10 tahun
menunggu kebun dapat di panen yaitu :
- Membuat kilang sagu untuk menerima hasil sagu dari petani sagu.
- Memasarkan hasil olahan sagu kepada konsumen sehingga harga sagu
lebih bersaing.
146
DAFTAR PUTAKA
Agus, F dan I.G.M Subiksa. 2008. Lahan Gambut Potensi untuk Pertanian
dan Aspek Lingkungan. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry
Centre (ICRAF). Bogor.
Alfons,J. B. dan S.Bustaman. 2006. Prospek dan Arah Pengembangan Sagu di
Maluku.BPTP Maluku, Ambon.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Bengkalis dalam
Angka 2016, Bengkalis.
Bintoro. 2008. Bercocok Tanam Sagu. IPB Press. Bogor
Dharmarwan H., H, Subagjo dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi
Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Balai Penelitian Tanah,
Bogor.
Soil Survey Staff. 2003. Key to Soil Taxonomy. 9th Edition. United States
Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.
Washington DC.
Tie, Y.L. and J.S. Lim. 1991. Characteristics and Classification of Organic Soils
in Malaysia. Proc. International Symposium on Tropical Peatland. 6-10
May 1991. ? . Kuching.
OLEH
1510248190
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar belakang..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3
Tabel Halaman
Lampiran Halaman
1. Peta Propinsi Riau .................................................................................. 26
2. Peta Kota Dumai .................................................................................... 27
3. Peta Ekosistem Mangrove Dumai .......................................................... 28
1
I. PENDAHULUAN
lingkungan akibat bencana alam, banjir, longsor, kebakaran hutan, krisis air
bersih. Hal ini lama kelamaan akan dapat berdampak global pada lingkungan,
peranan penting dalam upaya mewujudkan hal itu. Diantaranya yaitu dengan pola
dari tanah rawa bergambut dengan kedalaman 0–0,5 m dan beberapa kilometer ke
arah Selatan terdapat daratan rendah dengan kemiringan 0–5 %. Memiliki luas
tersebut yaitu Kecamatan Dumai Barat dengan luas 120 km2, Kecamatan Dumai
Timur dengan luas 59 km2 dan Kecamatan Bukit Kapur dengan luas 250 km2,
Kecamatan Medang Kampai 373 dan Kecamatan Sungai Sembilan 970,38 km2.
Perairan pesisir Kota Dumai merupakan bagian dari selat Rupat, selat ini
terletak antara daratan pulau Sumatera dengan pulau Rupat. Bagian utara dan
timur selat Rupat berhubungan langsung dengan selat Malaka maka pada musim-
2
musim kondisi di selat Malaka akan merambat masuk ke perairan pesisir Kota
Dumai melalui ujung utara dan timur selat Rupat, sehingga pada beberapa bagian
pesisir terutama bagian timur dan utara terjadi abrasi pantai akibat aksi gelombang
tersebut kita seharusnya bisa berbangga diri menjadi negara dengan luas kawasan
hutan mangrove terluas di dunia. Berdasarkan data FAO yang dirilis tahun 2007,
walau hanya memiliki hutan bakau seluas 3,062,300 ha, luas hutan bakau di
Indonesia mencapai 19% dari total hutan bakau di seluruh dunia. Ini telah
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan luas hutan bakau paling luas di
dunia melebihi Australia (10%) dan Brazil (7%).Bahkan menurut Arobaya dan
Wanma (2006), Indonesia memiliki 27% dari total hutan mangrove dunia atau
setara dengan 4,25 juta ha. Data hampir sama dikeluarkan Kementerian
tidak mendapat respon yang hangat dari masyarakat setempat, akan tetapi berkat
usaha yang sungguh-sungguh akhirnya pada saat ini banyak masyarakat yang
mulai peduli terhadap kegiatan konservasi ekosistem mangrove yang berasal dari
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan
yang terbentuk oleh hubungan timbal. Matahari sebagai sumber dari semua
keadaan di bumi cocok untuk kehidupan". Hal ini mengarah pada kenyataan
bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat
Indonesia mencapai 4,3 juta ha. Sedang menurut FAO (2007) pada tahun 2005
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,
hutan yang tumbuh diantara garis pasang dan surut. Sedangkan Nybakken
(1988) memberi definisi hutan mangrove sebagai sebutan umum yang digunakan
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (UNESCO, 2016) (Gambar 1).
sebagai hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daearah teluk
6
dipengaruhi pasang surut; 3) tanah tergenang air laut; 4) tanah rendah pantai; 5)
dari api-api (Avicenia sp.), pedada (Sonneratia sp.), bakau (Rhizophora sp.),
lacang (Bruguiera sp.), nyirih (Xylocarpus sp.), nipah (Nypa sp.) (Anonimus,
2009).
hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak di garis pantai
dan dipengaruhi oleh pasang-surut air, laut tepatnya di daerah pantai dan sekitar
muara sungai. Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat
penting bagi ekosistem hutan, air dan alam sekitarnya. Fungsi atau manfaat
hutan bakau dapat ditinjau dari sisi fisik, biologi maupun ekonomi.
(Wikipedia,2016a)
Tempat hidup biota laut, baik untuk berlindung, mencari makan, pemijahan
maupun pengasuhan.
Tempat hidup berbagai satwa lain semisal kera, buaya, dan burung.
7
hutan mangrove adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat hutan
lautan. Sempadan pantai berupa jalur hijau adalah selebar 100 m dari pasang
Wilayah pantai dapat diatur menjadi kota ekologi sekaligus dapat dimanfaatkan
sebagai wisata pantai (ekoturisme) berupa wisata alam atau bentuk lainnya.
8. Penegakan hukum
Dumai
mendapat respon yang hangat dari masyarakat setempat, akan tetapi berkat usaha
yang sungguh-sungguh akhirnya saat ini banyak masyarakat yang mulai peduli
Ketua PAB (Pecinta Alam Bahari) juga mengatakan bahwa adanya peran
dari badan Internasional yang juga ikut dalam usaha konservasi. Yakni badan
PAB bersekolah di Bali untuk belajar Ilmu Konservasi. PAB juga memiliki
beberapa program jangka menengah dan jangka panjang. Kegiatan jangka panjang
Target spesies dari kegiatan konservasi ini adalah dari golongan fauna,
yakni : Udang, Rama-rama, Lokan, Lutung, dan spesies endemik lainnya. Selain
itu target flora dalam konservasi adalah hampil seluruh jenis bakau, baik bakau
Masyarakat Pecinta Alam Bahari dan Sekolah Alam Bandar Bakau Dumai.
Keberadaan hutan mangrove di Muara Sungai Dumai, terdapat pada area seluas
mangrove yang berada di pesisir Kota Dumai, terdapat 23 jenis mangrove sejati
dan 22 jenis mangrove ikutan/ asosiasi. Jumlah ini merupakan setengah dari jenis
menjanjikan. PAB sendiri juga sudah mulai mengelola kawasan tersebut tidak
10
Dalam hal usaha konservasi ini, PAB pasti juga menemukan kendala-
Pemerintah Kota Dumai yaitu adanya ketidak jelasan terhadap dinas mana yang
Kota Dumai yakni antara Dinas Kehutanan, Dinas Perikanan dan Dinas
Lingkungan Hidup. Selain itu masih adanya beberapa kasus pencurian dan
hingga sosial budaya yang belum dapat diatasi. Hal ini tentu sangat berpengaruh
pelestarian fungsinya.
diatasi melalui tata ruang wilayah Kota Dumai. Dalam hal ini Pemko Dumai
Kota Dumai.
11
dikelola bersama.
lain secara tidak wajar akan mengakibatkan timbulnya keadaan yang tidak
akibat rob berdampak lanjutan pada pengelolaan kota menjadi lebih mahal.
14
ekosistem mangrove di Kota Dumai maka memiliki dampak sosial dan budaya
Mangrove.
2. Lingkungan yang hijau, suasana akan menjadi nyaman dan sejuk bagi warga
normal.
4. Menjadi contoh bagi desa-desa pesisir lainnya yang mempunyai geografis yang
sama
anggota.
ekosistem mangrove di Kota Dumai juga memiliki dampak sosial dan budaya
seperti tumpang tindihnya masyarakat dan Pemko Dumai dalam lingkungan sosial
dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan
mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan
mangrove di Kota Dumai maka memiliki dampak lingkungan dan kesehatan bagi
2. Mangrove akan menjadi benteng pantai yang dapat menahan erosi akibat
pukulan ombak atau arus pasang surut dan sebagai stabilisator garis pantai.
5. Karena tanaman Mangrove tumbuh bagus, maka lingkungan akan stabil, dan
masyarakat bagi dan Pemko Dumai seperti pantai rusak dan habitat akuatik rusak.
keberhasilan. Hal ini penting dilakukan, karena upaya yang dilakukan instansi
dimana terjadi interaksi baik antara masyarakat, pemerintah dan pihak lain
mangrove.
dengan difasilitasi dan mendapat pendampingan dari pihak tertentu. Output hasil
Dinas Kelautan dan Perikanan (Pemerintah Kota) Pemerintah Pusat atau Pihak
lainnya.
18
Dumai
karena aturan hukum yang kurang tegas dan banyak alasan lain yang
mangrove untuk kayu arang seperti itu tidak lagi populer di Kota Dumai karena
sudah adanya konversi bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga yang telah
Gasing yang terbaik menggunakan pokok kayu bakau karena dinilai sangat keras
dan tidak mudah pecah ketika diadu pada lomba festival gasing.
Oleh sebab itu marak sekali pencurian dan penebangan pohon bakau.
kegiatan tersebut, maka syarat yang ditetapkan untuk mengikuti lomba tersebut
adalah bahan dasar kayu yang digunakan untuk pembuatan gasing tidak boleh dari
kayu bakau, sehingga tidak ada lagi penebangan pohon bakau dengan alasan
kebudayaan.
Memberi disini dalam artian bahwa kita juga harus melakukan penanaman
kembali.
masyarakat perlu dilakukan. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran yang baik
yang merupakan daerah peralihan antara ekosistem daratan dan lautan, dimana
secara biofisik batas dari wilayah pesisir ke arah darat masih dipengaruhi oleh
berbagai aktivitas lautan, seperti intrusi air laut, pasang surut dan angin laut.
Sementara ke arah laut masih dipengaruhi oleh aktivitas daratan seperti; aliran
pertanian, industri dan lainnya. Sehingga perairan pesisir sangat berhubungan erat
tergantung karakter biofisik suatu daerah, sehingga pada tiap-tiap daerah akan
sangat berbeda, karena batas wilayah perairan pesisir bisa masuk sampai ke hulu
perairan pesisir akan semakain jauh menuju laut lepas dimana masih dipengaruhi
berbagai aktivitas daratan baik secara alami maupun oleh aktivitas antropogenik
biofisik dan sosial-ekonomi yang terkait antara ekosistem darat dan lautan, karena
merupakan satu kesatuan ekologi yang tidak bisa dilepas pisahkan. Artinya
Prinsip ke-2, yaitu keterpaduan antar sektor dan atau stakeholder, karena
berbagi sektor yang terkait dengan pengelolaan perairan pesisir tidak bisa berjalan
pusat pemanfaatan dan kegiatan dari berbagai sektor yang berhubungan dengan
daratan maupun lautan, seperti jasa transportasi laut, industri galangan kapal,
maupun daerah, dimana harus ada komunikasi 2 arah dan kerjasama yang
harmonis antar level pemerintahan, agar tidak terjadi kesalahan dan ketidak
perairan pesisir dan lautan secara terpadu, maka akan memberikan ekses negatif
bagi keberlanjutan kawasan perairan pesisir dan laut beserta sumberdaya alamnya
DAFTAR PUSTAKA
Dahuri, R., J Rais, S.P. Ginting dan M.J.Sitepu. 2008. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Presiden RI 1990-1997 Jakarta, 2000. Nomor : 32 Tahun 1990 Keputusan Presiden No.
32 Tahun 1990 tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung, Sekretariat Negara,
Jakarta
------------,2016b. http://id.wikipedia.org/wiki/konservasi
.
25
LAMPIRAN
26
Disusun Oleh
INDRA KAMIL
NIM : 1510248475
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
ii
III.DAMPAK PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK MENGGUNAKAN
TANAMAN HIAS Cyperus alternifolius, L. DALAM SISTEM LAHAN
BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN (SSF-Wetlands) di
KOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Klasifikasi tingkat pencermaran Air Limbah Domestik ......................... ........ 6
2.2 Peranan media, tanaman dan mikroorganisme terhadap zat polutan dalam SSF
Wetland .......................................................................................................... 14
2.3 Kharakteristik media dalam SSF Wetlands..................................................... 15
2.4 Kinerja lahan basah buatan aliran bawah permukaan berdasarkan jenis media
yang digunakan .............................................................................................. 16
2.5 Data pengolahan air limbah menggunakan sistem aliran bawah permukaan
menggunakan tanaman hias Cyperus alternifolius......................................... 20
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Fluktuasi Debit Air Limbah Rumah Tangga................................................... 5
2.2 Tranformasi karbon dalam lahan basah buatan............................................... 8
2.3 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan .................................................................... 9
2.4 Tipe Wetlands berdasarkan jenis tanaman yang digunakan ........................... 10
2.5 Tanaman “Bintang Air” (Cyperus alternifolius) ........................................... 17
2.6 Peta Lokasi Komplek Perumahan PT. CPI- Duri ........................................... 18
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Peta Propinsi Riau ................................................................................................... 26
2 Peta Kabupaten Bengkalis....................................................................................... 27
3 Peta Komplek Perumahan PT. CPI ......................................................................... 28
vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan dasar manusia dan sumberdaya yang perlu dijaga
kelestariannya untuk kepentingan manusia dan lingkungan. Ketidakseimbangan
antara ketersediaan air dan kebutuhan serta penggunaannya oleh manusia
menyebabkan ketersediaan air merupakan satu masalah yang diperhitungkan,
sehingga diperlukan perhatian dan penanganan yang serius. Selain faktor
ketidakseimbangan, faktor pencemaran limbah juga merupakan hal yang perlu
diperhatikan. Seringkali limbah dibuang begitu saja ke sungai atau dengan
penanganan yang kurang memadai. Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi
masyarakat dan lingkungan. Salah satu agen utama pencemar lingkungan perairan
adalah limbah domestik (limbah rumah tangga), yang memerlukan perlakuan
pengolah limbah sebelum dipergunakan.
Limbah cair domestik adalah air yang telah dipergunakan dan berasal dari
rumah tangga atau pemukiman termasuk di dalamnya adalah yang berasal dari
kamar mandi, tempat cuci, WC, serta tempat memasak (Sugiharto, 1987).
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003 tentang
Baku Mutu Air Limbah Domestik, maka parameter kunci untuk air limbah domestik
adalah BOD, TSS, pH, serta Lemak dan Minyak. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk mengurangi dampak pencemaran limbah domestik namun mengalami beberapa
kendala, diantaranya adalah mahalnya alat atau instalasi pengolahan limbah sehingga
sulit dijangkau oleh masyarakat. Salah satu c ar a yang dapat dilakukan dengan biaya
murah dan ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan air untuk
menanggulangi jumlah pencemar dengan cara menyerap, mengumpulkan dan
mendegradasi bahan-bahan pencemar tertentu yang terdapat dalam limbah tersebut
yang kita kenal dengan phytoremediasi.
Teknik phytoremediasi didefinisikan sebagai teknologi pembersihan,
penghilangan atau pengurangan zat pencemar dalam tanah atau air dengan
menggunakan bantuan tanaman (Chussetijowati, 2010). Mekanisme kerja
phytoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu: fitoekstraksi, fitovolatilisasi,
2
- Suhu = 29 oC
Menurut Rump dan Krist (dalam Effendi, 2003), bahwa air limbah domestik
dapat diklasifikasikan tingkat pencemarannya berdasarkan kualitas parameter
air limbah, yaitu :
Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat pencemaran Air Limbah Domestik
yang berada dalam lahan basah buatan. Mikroorganisme pada lahan basah buatan
berperan dalam melakukan transformasi karbon. Hasil dari penguraian bahan organic
tersebut akan dimanfaatkan oleh fitoplankton dan tanaman air. Dengan demikian
terjadilah pengurangan pencemar (US EPA, 1999). Gambar 2.2 memperlihatkan
secara teoritis trasformasi karbon dalam suatu lahan basah buatan.
Menurut Mengzhi (2009), lahan basah buatan memiliki karakteristik
performa yang baik, biaya pengoperasian dan investasi yang minimum, sangat
ekonomi dan bermanfaat bagi masyarakat dalam menanganani air limbah, secara
mekanisme, penyisihan polutan merupakan dasar yang penting pada desain teknik
lahan basah buatan, dan dapat memberikan keandalan dalam desain rekasaya dan
operasi. Aplikasi lahan basah buatan saat ini telah banyak digunakan di berbagai
negara baik untuk mengolah limbah cair domestik maupun non domestik. Di
beberapa negara seperti Turki, Ceko, Amerika, Kanada dan Negara lain, lahan basah
buatan digunakan untuk mengolah lindi.
Surface Flow System (SSF) disebut juga rawa buatan dengan aliran di bawah
permukaan tanah. Air limbah mengalir melalui tanaman yang ditanam pada media
berpori. Secara konsep SSF baik untuk diterapkan pada skala yang kecil seperti
perumahan individual, komunal, taman, sekolah dan fasilitas publik serta area
komersial. Karena pengaliran air di bawah permuaan batuan, larva dan nyamuk tidak
dapat berkembang biak. Namun secara ekonomis konsep FWS baik untk diterapkan
pada permukiman skala besar dan system industry (Metcalf dan Eddy, 1991, Crites
dan Tchobanoglous, 1998).
Proses pengolahan yang terjadi pada system ini adalah filtrasi, adsorbs oleh
mikroorganisme, dan adsorbs oleh akar-akar tanaman terhadap bahan organic dalam
tanah (Novotny dan Olem, 1994).
Sedangkan klasifikasi Lahan Basah Buatan (Constructed
Wetlands) berdasarkan jenis tanaman yang digunakan, terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu (Suriawiria, 1993):
1. Sistem yang menggunakan tanaman makrofita mengambang atau sering disebut
dengan Lahan Basah sistem Tanaman Air Mengambang (Floating Aquatic Plant
System).
2. Sistem yang menggunakan tanaman makrofita dalam air (Submerged) dan
umumnya digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan
(Surface Flow Wetlands).
3. Sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam atau
10
sering disebut juga amphibiuos plants dan biasanya digunakan untuk Lahan
Basah Buatan tipe Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetlands) SSF-
Wetlands.
Pada Gambar 2.4 dapat dilihat secara rinci perbedaan penggunaan
tanaman dari ketiga jenis sistem Lahan Basah tersebut.
Alasan lain yang lebih teknis dikemukakan oleh Haberl dan Langergraber
(2002), bahwa berdasarkan pendekatan teknis maupun efektivitas biaya, sistem
tersebut lebih banyak dipilih dengan alasan sebagai berikut :
- Sistem wetlands seringkali pembangunannya lebih murah dibandingkan dengan
alternatif sistem pengolahan limbah yang lainnya.
- Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu
operasionalnya secara periodik, tidak perlu secara kontinyu.
- Sistem Wetlands ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap fluktuasi debit
air limbah.
- Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutan
maupun konsentrasinya.
- Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali & daur ulang (reuse
and recycling) airnya.
2.3.1 Prinsip Dasar pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan
Mengacu dari definisi Wetlands dari Met Calf dan Eddy (1993), maka proses
pengolahan limbah pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan
(SSF-Wetlands) dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi. Proses secara
fisik yang terjadi adalah proses sedimantasi, filtrasi, adsorpsi oleh media tanah
yang ada. Menurut Wood (dalam Tangahu & Warmadewanthi, 2001), dengan
adanya proses secara fisik ini hanya dapat mengurangi konsentrasi COD & BOD
solid maupun TSS, sedangkan COD & BOD terlarut dapat dihilangkan dengan
proses gabungan kimia dan biologi melalui aktivitas mikroorganisme maupun
tanaman.
Hal tersebut dinyatakan juga oleh Haberl dan Langergraber (2002), bahwa
proses eliminasi polutan dalam air limbah terjadi melalui proses secara fisik, kimia
dan biologi yang cukup komplek yang terdapat dalam asosiasi antara media,
tumbuhan makrophyta dan mikroorganisme, antara lain:
• Pengendapan untuk zat padatan tersuspensi
• Filtrasi dan pretipitasi kimia pada media
• Transformasi kimia
12
bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses
transpirasi.
• Rhizo-degradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan
dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikrobia.
• Phyto-volatilisasi / evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun
tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.
Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan
nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan akar
tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N, dan
energi bagi kehidupan mikrobia (Handayanto, dan Hairiah, 2007).
Brix ( dalam Khiatuddin, 2003), menyatakan bahwa dibawah permukaan
tanah, akar tumbuhan akuatik mengeluarkan oksigen, sehingga terbentuk zona
rizosfer yang kaya akan oksigen diseluruh permukaan rambut akar. Oksigen tersebut
mengalir keakar melalui batang setelah berdufusi dari atmosfir melalui pori-pori
daun. Pendapat tersebut diperkuat dengan penyataan Tangahu dan
Warmadewanthi (2001), bahwa pelepasan oksigen di sekitar akar (rizosfer) tersebut
sangat dimungkinkan karena jenis tanaman hydrophyta mempunyai ruang antar
sel atau lubang saluran udara (aerenchyma) sebagai alat transportasi oksigen
dari atmosfer ke bagian perakaran.
Menurut Reed, et al.(dalam Khiatuddin, 2003), diperkirakan, oksigen yang
dilepas oleh akar tanaman air dalam 1 hari berkisar antara 5 hingga 45 mg/M2 luas
akar tanaman. Percobaan yang dilakukan oleh Brix, et al. di Australia menemukan
bahwa tanaman-tanaman air mampu memasok oksigen ke dalam tanah dibawah
daun, batang maupun akar tanaman yang terdapat dalam SSF-Wetlands rata-rata
sebesar 20 g O2/m2/hari.
Pelepasan oksigen oleh akar tanaman air menyebabkan air/tanah disekitar
rambut akar memiliki oksigen terlarut yang lebih tinggi dibandingkan
dengan air/tanah yang tidak ditumbuhi tanaman air, sehingga memungkinkan
organisme mikro pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan lahan
basah yang berkondisi anaerob (Khiatuddin, 2003). Menurut Suriawiniata (1993),
kelompok mikroorganisme yang berada di daerah rhizosphere atau sering disebut
mikroba rhizosfera, tidak hanya jenis bakteri, namun juga beberapa jenis dari
kelompok jamur. Mikroba rhizosfera ini hidup secara simbiosa disekitar akar
tanaman dan kehadirannya secara khas tergantung pada akar tanaman tersebut.
Peranan media, tanaman maupun mikroorganisme yang terdapat dalam sistem
pengolahan limbah SSF-Wetlands tersebut, berdasarkan tiga komponen utama zat
polutan dapat digambarkan dalam Tabel 2.2 :
Tabel 2.2 Peranan Media, Tanaman dan Mikroorganisme terhadap pengurangan zat
polutan dalam SSF Wetlands.
Polutan Lokasi Proses
BOD5 Akar Peruraian oleh mikrobia
Media Peruraian oleh mikrobia
Media Pengendapan
Konduktivitas
Tipe Diameter butiran Porositas
No Hidrolik
Media (mm) (η) (ft/d)
1. Kerikil 55 – 96 51 – 98 99
2. Tanah 62 – 85 49 – 85 -
3. Pasir 96 94 100
4. Tanah Liat 92 91 -
2. Tanaman
Jenis tamanan yang sering digunakan untuk Lahan Basah Buatan Aliran
Bawah Permukaan adalah jenis tanaman air atau tanaman yang tahan hidup diair
tergenang (Submerged plants atau amphibiuos plants).
Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 tiga tipe/
kelompok, berdasarkan area pertumbuhannya didalam air. Adapun ketiga tipe
tanaman air tersebut adalah sebagai berikut :
1) Tanaman yang mencuat ke permukaan air, merupakan tanaman air yang
memiliki sistem perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun berada jauh
diatas permukaan air.
17
o Divisi : Tracheophyta
o Klas : Angiospremae
o Sub-Klas : Monocotyledoneae
o Familia : Cyperaceae
o Genus : Cyperus
dengan variasi ketinggian tanaman 0,5 – 1,5 meter. Berkembang biak setiap bulan
secara vegetatif melalui sistem perakaran maupun secara generatif melalui biji yang
terletak diujung batang pada pangkal daun.
Tanaman “bintang Air” merupakan jenis tanaman phytoremediasi yang mampu
menyerap bahan pencemar air limbah. Selain mampu menyerap bahan pencemar,
tanaman “Bintang Air” mudah didapat dilingkungan sekitar. Metode yang dilakukan
sederhana dan murah serta ramah lingkungan.
Komplek Perumahan
PT. CPI Duri
pemakaian air secara berlebihan, serta tidak terjadi konflik akibat dari
pembuangan air limbah yang tidak bertanggung jawab.
2. Menambah ilmu masyarakat dalam menggunakan tanaman hias sebagai salah
satu metode pengolahan limbah
teknik phytoremdiasi tidak bisa menganalisa seberapa besar polutan yang akan kita
buang kelingkungan. Selanjutnya akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang
banyak dari akar-akar tanaman hias tersebut. Kemudian dampak negative lainnya
yaitu berkembang biak tanaman ini sehingga akan menjadi limbah yang dapat
mencemari lingkungan.
IV. UPAYA PENYEMPURNAAN PENGOLAHAN LIMBAH DOMESTIK
MENGGUNAKAN TANAMAN HIAS Cyperus alternifolius, L. DALAM
SISTEM LAHAN BASAH BUATAN ALIRAN BAWAH PERMUKAAN
(SSF-Wetlands) di KOMPLEK PERUMAHAN PT. CPI- DURI
4.1 Sistem dan Teknis Pengolahan Air Limbah Menggunakan Sistem Lahan
Basah
Upaya yang dilakukan agar sistem dan teknis pengolahan air limbah
menggunakan sistem lahan basah diketahui dan digunakan dengan baik, pihak-
pihak terkait melakukan sosialisasi ke warga perumahan supaya mengerti dan
paham tentang sistem pengolahan air limbah menggunakan sistem ini. Kemudian
warga diberikan pemahaman mengenai pentingnya menjaga lingukungan.
Disusun Oleh :
Jerri Fendri
NIM. 1510248278
Tanah merupakan bagian dari kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan
organik. Tanah sangat penting pernannya bagi kehidupan di bumi karena tanah
mendukung kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus
sebagai penopang akar.
Tanah memiliki sifat yang bervariasi yaitu terdiri dari sifat fisik,kimia dan
biologi. Dengan bervariasinya sifat-sifat tersebut, maka tingkat kesuburan pada
berbagai jenis tanah berbeda-beda pula, karena kesuburran suatu tanah tergantung
pada sifat-sifat tersebut. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai
karakteristik tanah sehingga dapat dimanfaatkan sesuai dengan potensinya. Secara
umum kualitas tanah (soil quality) didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk
berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya
terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi dan pengurangan akan terjadinya
pengaruh negatif terhadap sumberdaya air dan udara
Reski (2014) menyatakan cakupan DAS Siak meliputi Kabupaten Rokan Hulu,
Kampar, Pekanbaru, Siak dan Bengkalis. Dari keseluruhan wilayah DAS Siak terbagi
menjadi dua bagian wilayah yaitu bagian hulu dan hilir. Bagian hulu dari DAS Siak
157
adalah Sungai Tapung Kanan yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu
dan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri yang
termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu dan Kecamatan Tapung
Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah Palas (Kabupaten
Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar. Bagian hilir dari DAS
Siak adalah pada Sungai Siak Besar yang terletak di desa Palas (Kabupaten Kampar)
Kota Pekanbaru, Perawang (Kabupaten Siak), Kota Siak Sri Indrapura dan bermuara
di Tanjung Belit (Sungai Apit, Kabupaten Siak) dan Kecamatan Bukit Batu
(Kabupaten Bengkalis).
DAS Siak membentuk suatu wilayah sub DAS. Kawasan hulu DAS terdiri dari
dua sub DAS utama yaitu Sub DAS Tapung Kiri luas 329.861,51 hektar dan Sub
DAS Tapung Kanan luas 148.033,30 hektar dengan anak sungai utama yaitu Sungai
Tapung Kiri dan Sungai Tapung Kanan, kawasan tengah DAS adalah Sub DAS
Mandau (92.355,42 ha) dan kawasan hilir DAS meliputi Sub DAS Siak Hilir luas
65.653,84 hektar.
DAS Siak termasuk DAS kritis, kawasan rawan bencana banjir dan longsor,
terjadi berbagai pencemaran, erosi dan pendangkalan. Kejadian banjir di Provinsi
Riau akibat meluapnya Sungai Siak dan anak-anak sungainya merupakan indikator
adanya perubahan ekosistem pada DAS tersebut. Perubahan ekosistem tersebut
disebabkan oleh wilayah dalam DAS Siak merupakan daerah yang potensial
berkembang bagi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Kondisinya kini terancam
bukan hanya hilangnya habitat alami sungai berupa bermacam ikan khas Riau akibat
menurunnya kualitas air, tetapi juga runtuhnya tebing sungai karena abrasi.
Penggunaan lahan yang berbeda akan mempengaruhi kualitas dari tanah pada
areal tersebut. Masing-masing penggunaan lahan mempunyai dampak yang berbeda
terhadap lingkungan. Pada sempadan sungai DAS Siak terutama pada kecamatan
Tualang ditemukan berbagai penggunaan lahan. Untuk memperbaiki kualitas tanah
pada masing-masing penggunaan lahan diperlukan cara yang berbeda.
Data lahan yang ada di Kabupaten Siak pada tahun 2004 menunjukkan bahwa
penggunaan lahan yang terbesar di Kabupaten Siak adalah penggunaan lain-lain
seluas 231.152,45 hektar atau sekitar 33,7% dan seluruh lahan yang ada. Selanjutnya
seluas 158.339,08 hektar atau sekitar 23,1% berupa hutan negara, 143.375,85 hektar
atau sekitar 20,9% untuk perkebunan, dan seluas 133.022,95 hektar atau
sekitar19,4% sementara tidak diusahakan.
Potensi gambut di Kabupaten Siak ini mempunyai wilayah yang cukup luas
daerah penyebarannya. Penyebaran lahan gambut ini menempati satuan morfologi
dataran rendah. Daerah kawasan gambut terletak di sekitar daerah Libo ke arah utara
dan barat, daerah sekitar Lubuk Dalam ke arah timur hingga daerah Zamrud, daerah
Kec, Sei Apit dan daerah Perawang.
Dengan melihat tata guna lahan ini perhatian perlu diberikan terhadap adanya
rawa seluas 5.133 hektar (0,7%), tambak seluas 13,787 hektar (2%) dan
kolam/empang seluas 499,83 hektar (0,1%). Mengingat luasnya lahan gambut
maupun pengaruh air asin yang ada, tidak semua wilayah yang ada dapat
dimanfaatkan bagi kegiatan pembangunan.
Daerah Aliran sungai DAS Siak merupakan DAS keempat terbesar di Riau
setelah DAS Kampar, Rokan dan Indragiri. Sungai Siak memiliki panjang 345 km
(yang bisa dilayari 240 km), luas DAS 11.026 Km2 , memiliki fluktuasi debit yang
tinggi, Q maks 1700 m3/detik, Q min 45 m3/detik dan Q normal 200-300 m3/detik
(Kimpraswil Riau, 2004). Sungai ini memiliki kedalaman rata-rata antara 8 hingga
12 meter (Bappenas, 2006). Perbandingan Qmaks/Qmin : 37,8, yang berarti
bahwa pada musim hujan, air sangat berlebihan yang menyebabkan terjadinya banjir
sementara pada musim kemarau air sangat kurang dan dibawah batas lestari sungai
(Departemen PU, 2005).
Topografi wilayah DAS Siak relatif datar, ketinggian permukaan rata-rata 0-2
m dpl, kemiringan berkisar 0-5 %. Variasi 2 – 40 % di bagian hulu. Secara garis
besar ketinggian bagian hulu DAS Siak dikategorikan menjadi empat golongan yaitu:
antar 1–10 m dpl, 1-25 m dpl, 25-100 m dpl, 100-500 m dpl. Jenis tanah di DAS Siak
bagian hulu terbagi menjadi dua yaitu organosol gley humus dan podsolik merah
kuning, bertekstur halus (liat), sedang (lempung) dan kasar (pasir), dengan
kedalaman topsoil antara 30-60 cm dan >90 cm dari atas permukaan tanah
(Departemen PU, 2005).
Sungai ini menjadi sangat penting sebagai jalur pelayaran dan
perdagangan di Riau karena menghubungkan langsung dengan Kota Pekanbaru, Ibu
Kota Provinsi Riau. Jumlah penduduk yang tinggal di sepanjang DAS Siak yang
pada tahun 2004 mencapai lebih dari 1 juta orang, yang tersebar di Kota Pekanbaru
693.912 orang, kabupaten Siak 286.245 orang, sisanya berada di wilayah kabupaten
Rokan Hulu, Kampar dan Bengkalis (Bappenas, 2006). DAS Siak memegang
beberapa peranan penting, antara lain:
161
1. Menjadi sumber air minum bagi masyarakat Pekanbaru, Siak, Kampar, Rokan
Hulu dan Bengkalis.
2. Dimanfaatkan untuk keperluan lain seperti areal pertanian, perikanan, rekreasi,
industri, dan transportasi.
Saat ini lalu lintas pelayaran di Sungai Siak sangat padat, terutama dilalui
oleh kapal-kapal besar seperti tanker, kargo, dan speedboat. Hasil penelitian Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa abrasi yang terjadi setiap
tahunnya mencapai 7,3 m. Di beberapa tempat, rumah warga yang 30 tahun lalu
berada kira-kira 50 meter dari pinggiran sungai, kini berada tepat di bibir tebing dan
terancam ambruk seperti yang telah terjadi pada bangunan- bangunan lain
sebelumnya. Meskipun sungai Siak merupakan sungai terdalam di Indonesia, namun
saat ini terjadi penumpukan sedimen di dasar sungai yang telah mencapai ketinggian
8 meter. Hal ini mengindikasikan adanya erosi yang sangat besar di bagian hulu
sungai. Menurut Departemen PU (2005) adanya sedimen dapat mengganggu
pelayaran terutama saat muka air surut di musim kemarau. Di lain pihak, dalam
musim hujan dapat terjadi bahaya banjir karena berkurangnya kapasitas sungai dalam
menampung aliran air.
Selanjutnya menurut Departemen PU (2005), sistem daerah aliran sungai
Siak terdiri dari 4 Sub DAS utama. Cakupan DAS Siak meliputi Kabupaten Rokan
Hulu, Kabupaten Kampar, Kota Pekanbaru, Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten
Siak, dari keseluruhan wilayah DAS Siak terbagi menjadi dua bagian wilayah
yaitu bagian hulu dan hilir dari masing- masing sungai. Adapun wilayah-wilayah
yang tercakup dalam masing-masing bagian DAS Siak adalah :
1. Bagian Hulu
Bagian hulu dari DAS Siak adalah dari dua sungai yaitu Sungai Tapung Kanan
(Sub DAS Tapung Kanan) yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Rokan Hulu
dan Kecamatan Tapung Hulu Kabupaten Kampar, dan Sungai Tapung Kiri (Sub
DAS Tapung Kiri) yang termasuk dalam wilayah Tandun Kabupaten Rokan Hulu
dan Kecamatan Tapung Kiri Kabupaten Kampar. Kedua sungai menyatu di daerah
Palas (Kabupaten Kampar) dan dekat Kota Pekanbaru pada Sungai Siak Besar.
2. Bagian Hilir
Bagian hilir dari DAS Siak adalah pada Sungai Siak Besar (Sub DAS Siak Besar)
162
Tanah adalah salah satu sistem bumi, yang bersamaan dengan sistem bumi
yang lain yaitu air dan atmosfer, menjadi inti, fungsi, perubahan dan kemantapan
ekosistem. Tanah berkedudukan khas dalam masalah lingkungan hidup, merupakan
kimia lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi manusia (Notohadiprawiro,
1998). Tanah merupakan sumber daya alam yang sangat berfungsi penting dalam
kelangsungan hidup mahluk hidup. Bukan hanya fungsinya sebagai tempat
berjangkarnya tanaman, penyedia sumber daya penting dan tempat berpijak tetapi
juga fungsinya sebagai suatu bagian dari ekosistem. Selain itu, tanah juga merupakan
suatu ekosistem tersendiri. Penurunan fungsi tanah tersebut dapat menyebabkan
terganggunya ekosistem di sekitarnya termasuk juga di dalamnya juga manusia.
Mutu lingkungan selalu dilihat dari sisi mutu air air dan udara. Orang dapat
menghargai air dan udara yang bersih dan segar. Dibandingkan dengan penghargaan
terhadap air dan udara, penghargaan kebanyakan orang terhadap tanah tetap
rudimeter / elementer (James, 1995 dalam Notohadiprawiro, 1998). Sudah ada
peraturan perundang-undangan mengenai baku mutu air dan udara, akan tetapi
sampai sekarang belum ada yang mengatur baku mutu tanah.
163
Menurut Wander et al. (2002), kualitas tanah adalah kapasitas dari suatu tanah
dalam suatu lahan untuk menyediakan fungsi-fungsi yang dibutuhkan manuasia
atau ekosistem alami dalam waktu yang lama. Fungsi tersebut adalah
kemampuannya untuk mempertahankan pertumbuhan dan produktivitas tumbuhan
serta hewan atau produktivitas biologis, mempertahankan kualitas udara
dan air atau mempertahankan kualitas lingkungan, serta mendukung kesehatan
tanaman,hewan dan manusia. Tanah berkualitas membantu hutan untuk tetap sehat
danmenumbuhkan tumbuhan yang baik atau lansekap menarik. Sedangkan degradasi
tanah adalah penurunan kualitas tanah.
Seybold et.al (1996) menyatakan bahwa kualitas tanah mengintegrasikan
komponen fisik, kimia dan biologi tanah serta interaksinya. Kualitas tanah menjadi
kapasitas spesifik suatu tanah untuk berfungsi secara alami atau dalam batasan-
batasan ekosistem yang terkelola untuk menopang produktivitas hewan dan
164
tumbuhan, memelihara atau meningkatkan kualitas udara dan air, serta mendukung
tempat tinggal dan kesehatan manusia. Dari berbagai takrif mutu tanah tersebut dapat
disimpulkan bahwa secara sederhana mutu tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk
berfungsi.
Larson and Piece (1994) menyatakan bahwa kualitas tanah sebagian besar
ditentukan oleh kemampuan tanah untuk menampilkan berbagai fungsi
intrinsik dan ekstrinsik. Kualitas tanah menggambarkan kesesuaian sifat-sifat
fisik, kimia dan biologi tanah yang secara bersama-sama berfungsi sebagai : (1)
media untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas biologi, (2) pengatur dan pembagi
aliran air dan penyimpanannya dalam lingkungan, dan (3) penyangga lingkungan
dari perusakan oleh senyawa berbahaya.
Peta pemanfaatan ruang yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wialayah
Provinsi Riau 2001-2015 menunjukkan bahwa pemanfaatan ruang di wilayah DAS
Siak bagian hulu sebagian besar merupakan kawasan budidaya dalam bentuk
peruntukan perkebunan besar, kawasan hutan produksi, kawsan perkebunan
rakyat, kawasan permukiman, kawasan pertanian lahan kering, kawasan pertanian
lahan basah dan sebagian kecil kawasan htan lindung. Di bagian hilir sungai
sebagian besar berupa kawasan hutan produksi, perkebunan besar dan sebagian
lagi berupa kawasan perkotaan (Pekanbaru, Perawasng dan Siak Sri Indrapura).
Pemanfaatan lainnya berupa kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian
lahan kering, dan kawasan hutan resapan air.
Diperkirakan sekitar 43% dari permukaan bumi yang bervegetasi telah
mengalami penurunan kapasitasnya dalam menyediakan kebutuhan yang
menguntungkan bagi manusia karena keputusan penggunaan lahan yang tidak
sesuai (Seybold et al. 1996).
Degradasi tanah akan mengawali keseluruhan proses degradasi lingkungan.
Degradasi lingkungan adalah semua perubahan atau gangguan terhadap lingkungan
yang bersifat merusak atau tidak dikehendaki. Sedangkan degradasi lahan (tanah, air,
dan vegetasi) adalah bagian dari degradasi lingkungan.
Purwanto (2002) berpendapat bahwa indikator kualitas tanah harus mencakup
kisaran situasi ekologi dan sosioekonomi yaitu :
165
6. Apabila mungkin, juga merupakan komponen dari database tanah saat ini.
jalan, bangunan, tegalan / pekarangan dan bangunan itu sendiri (kampung dan
emplasemen) ; (2) kebun, meliputi kebun campuran dan kebun sayuran merupakan
daerah yang ditumbuhi vegetasi tahunan satu jenis maupun campuran, baik dengan
pola acak maupun teratur sebagai pembatas tegalan ; (3) tegalan, merupakan daerah
yang ditanami umumnya tanaman semusim, namun pada sebagian lahan tak ditanami
umumnya tanaan semusim adalah padi gogo, singkong, jagung, kendang, kedelai dan
kacang tanah ; (4) sawah merupakan daerah pertanian yang ditanami padi sebagai
tanaman utama dengan rotasi tertentu yang biasanya diairi sejak penanaman hingga
beberapa hari sebelum panen ; (5) hutan merupakan wilayah yang ditutupi oleh
vegetasi pepohonan, baik alami maupun dikelola manusia dengan tajuk yang rimbun,
besar serta lebat ; (6) lahan terbuka, merupakan daerah yang tidak terdapat vegetasi
maupun penggunaan lain akibat aktivitas manusia ; (7) semak belukar adalah daerah
yang ditutupi oleh pohon baik pohon alami maupun yang dikelola dengan dengan
tajuk yang relatif kurang rimbun.
Suatu tanah harus menyediakan suatu lingkungan yang bebas dari faktor-
faktor penghambat seperti kemasaman atau kebasaan ekstrim, organismeorganisme
penyebab penyakit, substansi beracun, garam-garam belebih atau lapisan-lapisan
yang tidak dapat ditembus (Foth, 1994). Selanjutnya Foth (1994) menerangkan lebih
rinci bahwa pertumbuhan tanaman tergantung tanah sebagai penyedia air da hara.
Sehingga tanah harus menyediakan suatu lingkungan mendukung sehingga akar-
akarnya dapat berfungsi. Hal ini membutuhkan ruang pori untuk perpanjangan akar,
oksigen untuk respirasi akar dan CO2 yang dihasilkan dapat terdifusi keluar dan tidak
terlonggok di dalam tanah. Ketidakhadiran faktor pengkambat (misalnya alumunium)
atau perubahan suhu yang tajam serta patogen-patogen adalah hal penting. Salah satu
fungsi tanah yang penting adalah untuk mendukung pertumbuhan.
Pembatas utama penggunaan sumber tanah untuk produksi pertanian
adalah kekurangan air (28%), cekaman mineral (23%), kedalaman efektif yang
dangkal (22%), kelebihan air (10%) dan suhu tanah yang dingin (6%). Tanah yang
tidak mempunyai pembatas berat hanya sekitar 11%. Lahan yang sekarang
dibudidayakan merupakan lahan yang terbaik di dunia, dibandingkan yang tidak
digunakan, sedangkan lahan subur berpotensial dapat mempunyai pembatas yang
lebih besar dari pada yang ada (Foth, 1984).
167
Sifat fisik tanah yang perlu diperhatikan adalah terjadinya masalah degradasi
struktur tanah akibat fungsi pengelolaan (Sanchez, 1992). Selain itu Foth (1984)
menerangkan bahwa walaupun pada lahan budidaya yang tidak tererosi, bahan
organik hilang secara cepat. Hal tersebut ditemukan di Missouri Agricultural
Experiment Station, bahwa sebagai hasil budidaya lebih dari 60 tahun, tanah pada
keadaan yang tidak tererosi, bahan orgnik hilang sepertiganya, kehilangan tersebut
lebih besar pada awal budidaya dibandingkan budidaya selanjutnya. Kehilangan
bahan organik sekitar 25% pada 20 tahun awal, sekitar 10% pada 20 tahun kedua dan
hanya sekitar 7% pada 20 tahun ketiga. Dalam kata lain, taraf keseimbangan baru
hampir tercapai setelah sekitar 60 tahun.
Beberapa praktik pengelolaan misalnya penggunaan tanaman penutup dan
penambahan bahan organik dapat menghasilkan pengaruh positif pada kualitas tanah.
Praktik pengelolaan tanah lainnya, seperti pengolahan tanah ketika basah
berpengaruh kurang baik pada kualitas tanah karena meningkatkan pemadatan.
Hutan mengusik tanah paling sedikit, tetapi pengelolaan tanah masih
menjadi perhatian. Ketika pohon-pohon dipanen setelah penanaman selama
beberapa waktu, peralatan penebangan memotong penutupan pohon dan
memampatkan tanah. Hasilnya adalah peningkatan erosi dan tanah menjadi kurang
sesuai untuk pertumbuhan tanaman baru yang dibibitkan. Perhatian lainnya
termasuk pemilihan pohon terbaik untuk tiap jenis tanah dan menjamin keadaan
yang baik untuk bibit yang baru
2.4. Erosi
Menurut Harjadi dan Agtriariny (1997), erosi tanah adalah hilangnya tanah
atau bagian-bagian tanah dari suatutempat yang diangkut oleh air atau angin ke
tempat yang lain. Dapat juga diartikan pemecahan agregat tanah oleh air hujan
dan pengangkutan partikel tanah oleh limpasan permukaan dari suatu tempat ke
tempat yang lain yang lebihrendah. Dalam hal ini terjadinya erosi tanah berlangsung
dua proses penting yang perlu dicermati, yaitu adanya pemisahan dan pengangkutan
partikel-partikel atau bahan-bahan lainnya. Proses erosi tersebut terjadi dari lereng
atas selanjutnya diendapkan pada lereng bawah dalam bentuk sedimentasi. Erosi
tersebut pada mulanya merupakan kejadian alamiah oleh suatu proses geologi yang
168
1). Intersepsi dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi
air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya
tinggi tanaman / tajuk mempunyai pengaruh yang berlawanan, makin
tinggi tajuk dari permukaan tanah, energi kinetik yang ditimbulkan dari
(akumulasi) butir hujan (setelah intersepsi mencapai titik jenuh, sehingga
ukurannya menjadi besar) akan semakin besar sehingga erosivitasnya
semakin besar.
2). Penyebaran akar dalam mempengaruhi struktur tanah.
71
170
4. Tanah
Kepekaan tanah terhadap laju erosi tergantung sifat-sifat tanah itu sendiri
yang dinyatakan sebagai faktor ”erodibilitas tanah”. Erodibilitas tanah
dipengaruhi oleh texture, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan
organik. Nilainya berkisar antara 0,0 hingga 0,99. makin tinggi nilainya,
berarti tanah makin mudah tererosi,
Laju erosi tergantung pada ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar
karena pukulan air hujan dan limpasan permukaan, serta kemampuan tanah
untuk menyerap air hujan, sehingga akan menentukan volume air permukaan
yang mengikis dan mengangkut hancuran tanah.
Menurut Arsyad (1989), sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap erosi adalah :
5. Manusia
Manusia menentukan apakah tanah yang diusahakan akan rusak atau menjadi
lebih baik. Manusia yang memperlakukan tanah tanpa mengindahkan kaidah
konservasi tanah dan air menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat.
Faktor kegiatan manusia memegang peranan yang sangat penting terutama
dalam usaha-usaha pencegahan erosi, sebab manusia dapat memperlakukan
faktor-faktor penyebab erosi lainnya, kecuali faktor iklim.
Nungroho et al (2002) menyatakan bahwa erosi merupakan proses yang
diawali dengan pukulan butir-butir air hujan terhadap tanah, diikuti dengan
pengangkutan partikel-partikel tanah tersebut dan pengendapannya. Dewasa ini
proses erosi berjalan cepat karena adanya eksploitasi sumberdaya lahan yang
172
lebih intensif sebagai akibat adanya tuntutan kebutuhan yang semakin tinggi. Selain
disebabkan oleh jumlah penduduk yang meningkat, kebutuhan hidup manusia juga
semakin meningkat, didorong adanya modernisasi. Sumberdaya alam (lahan)
menjadi salah satu tumpuan untuk mencukupi kebutuhan hidup tersebut. Oleh karena
itu, degradasi lahan merupakan proses sebab dan akibat yang terjadi.
Selanjutnya menurut Nugroho et al (2002), erosi menimbulkan dampak
terhadap lingkungan, tidak terbatas pada wilayah on site tetapi dapat juga meluas
hingga wilayah off site. Seringkali erosi berdampak meluas di dalam suatu kawasan
daerah aliran sungai (DAS). Dampak langsung, misalnya menurunnya tingkat
kesuburan tanah, menyempitnya lahan pertanian dan kehutanan produktif serta
meluasnya lahan kritis. Dampak tidak langsung dapat berupa polusi kimia dari
pupuk dan pestisida, serta sedimentasi yang dapat menurunkan kualitas perariran
sebagai sumber air permukaan maupun sebagai suatu ekosistem. Dampak selanjutnya
adalah penanganan erosi yang semakin berat akan diperlukan waktu yang lebih lama
serta biaya semakin mahal. Dampak yang ditimbulkan oleh erosi tidak
menguntungkan bagi kegiatan pemanfaatan lahan baik pada lahan pertanian
maupun pada kawasan hutan. Erosi yang terjadi akan menghilangkan lapisan top soil
dan mengurangi ketebalan tanah sehingga tingkat produktivitas lahan dan kemampuan
penggunaan lahan menurun. Beberapa alasan di atas menjadi dasar pertimbangan untuk
segera dilakukan evaluasi besarnya erosi untuk mengetahi tingkat erosinya dan
meminimalisir kerusakan Sumber Daya Alam.
Dalam Ilmu Lingkungan, antara organisme dan lingkungan terjalin
hubungan yang erat dan bersifat timbal balik. Tanpa lingkungan organisme tidak
mungkin ada, sebaliknya lingkungan tanpa organisme, tidak berarti apa-apa. Di
samping itu ada persyaratan dalam mengatur kehidupan organisme yaitu
(Setyono, 2008) :
1. Lingkungan itu harus dapat mencukupi kebutuhan minimum dari kehidupan.
Penilaian kualitas tanah dapat melalui penggunaan sifat tanah kunci atau
indikator yang menggambarkan proses penting tanah. Selain itu juga,
penilaiannnya dengan mengukur suatu perubahan fungsi tanah sebagai tanggapan
atas pengelolaan, dalam konteks peruntukan tanah, sifat-sifat bawaan dan
pengaruh lingkungan seperti hujan dan suhu (Ditzler and Tugel, 2002 dalam
Andrewet al. 2004).
perbaikan sifat fisik tanah utamanya dalam pemantapan agregat tanah yang memiliki
tekstur lepas menggunakan polimer organik.
2. Rehabilitasi degradasi sifat kimia dan biologi tanah
Rehabilitasi pada tanah terdegradasi yang dicirikan dengan penurunan sifat
kimia dan biologi tanah umumnya tidak terlepas dari penurunan kandungan bahan
organik tanah, sehingga amelioran yang umum digunakan berupa bahan organik
sebagai agen resiliensi. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10
Mg ha-1 dapat memperbaiki sifat-sifat tanah Typic Haplohumult (Gajruk) yaitu:
meningkatkan aktivitas mikroba, meningkatkan pH H2O, meningkatkan selisih pH,
meningkatkan pH NaF (mendorong pembentukan bahan anorganik tanah yang
bersifat amorf), meningkatkan KTK pH 8,2 atau KTK variabel yang tergantung pH,
terutama pada tanaman yang peka terhadap keracunan Al. Biasanya meningkatkan
pH tanah hingga 5,5, sedangkan bila karena keracunan Mn, maka pH perlu dinaikkan
hingga 6,0.
Tabel 1. menunjukkan komposisi tata guna lahan di DAS Siak yang berada di
wilayah kabupaten Siak (lokasi pengambilan sampel hingga muara sungai).
Tabel 1. Komposisi tata guna lahan DAS Siak di wilayah Kabupaten Siak tahun 2006
Dari data diatas dapat terlihat komposisi penggunan lahan DAS Siak yang
didominasi oleh lahan kering, hutan dan perkebunan.
Pengunaan lahan yang banyak didominasi lahan kering dan perkebunan akan
memicu peningkatan erosi pada daerah sekitar sehingga akan berdampak langsung
pada DAS Siak yang menjadi hilir aliran air permukaan. Pemerintah Kecamatan
Tualang sebagai pengawas dalam pengembangan penggunaan lahan di daerah
tersebut belum maksimal dalam melakukan pengontrolan kepada masyarakat. Hal ini
terlihat dengan berkembang pesatnya penggunaan lahan sebagai perkebunan
beberapa tahun belakang ini.
Di Indonesia kebijakan penataan ruang diatur dalam Undang-undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Tata ruang dilakukan secara terpadu,
menyeluruh, berdayaguna dan berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan
berkelanjutan.
Untuk mengendalikan penurunan kualitas tanah ada beberapa cara yang bisa
dilakukan (Sinukaban et al,1994)
Pengendalian secara vegetatif :
1. Sistem Pertanaman Lorong
Sistem pertanaman lorong adalah suatu sistem dimana tanaman pangan ditanam
pada lorong diantara barisan tanaman pagar. Sistem ini sangat bermanfaat dalam
mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi dan merupakan sumber bahan
176
organik dan hara terutama unsur N untuk tanaman lorong. Teknologi budidaya
lorong telah lama dikembangkan dan diperkenalkan sebagai salah satu teknik
konservasi lahan kritis untuk pengembangan sistem pertanian berkelanjutan pada
lahan kritis/kering di daerah tropika basah namun belum diterapkan secara luas
oleh petani.
Pada budidaya lorong konvensional tanaman pertanian ditanam pada lorong-
lorong diantara barisan tanaman pagar yang ditanam menurut kontur. Barisan
tanaman pagar yang rapat diharapkan dapat menahan aliran permukaan serta erosi
yang terjadi pada areal tanaman budidaya, sedangkan akarnya yang dalam dapat
menyerap unsur hara dari lapisan tanah yang lebih dalam untuk kemudian
dikembalikan ke permukaan melalui pengembalian sisa tanaman hasil pangkasan
tanaman pagar.
Konservasi lahan kritis dengan sistem pertanaman strip rumput hampir sama
dengan pertanaman lorong tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput
dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 meter atau lebih. Semakin lebar
strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan
ternak. Penanaman rumput pakan ternak di dalam jalur strip. Penanaman
dilakukan menurut garis kontur dengan letak penanaman dibuat selang seling agar
rumput dapat tumbuh baik dan usahakan penanaman dilakukan pada awal musim
hujan. Selain itu tempat jalur rumput sebaiknya di tengah antara barisan tanaman
pokok.
Peranan tanaman penutup tanah adalah mengurangi kekuatan disperasi air hujan,
mengurangi jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan
memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah sehingga mengurangi erosi. Penyiangan
intensif dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah. Untuk menghindari
persaingan antara tanaman penutup tanah dengan tanaman pokok pada konservasi
lahan kritis dengan teknik ini dapat dilakukan dengan penyiangan melingkar (ring
weeding). Tanaman penutup tanah yang digunakan dan sesuai untuk sistem
pergiliran tanaman harus memenuhi syarat diantaranya harus mudah diperbanyak
(sebaiknya dengan biji), memiliki sistem perakaran yang tidak menimbulkan
kompetisi berat bagi tanaman pokok tetapi memiliki sifat mengikat tanah yang
baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang tinggi, tumbuh cepat
dan banyak menghasilkan daun, toleransi terhadap pemangkasan, resisten
terhadap gulma, penyakit dan kekeringan, mudah diberantas jika tanah akan
digunakan untuk penanaman tanaman semusim atau tanaman pokok lainnya,
sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi tanah dan tidak memiliki sifat-sifat yang
tidak menyenangkan seperti berduri atau sulur yang membelit.
4. Mulsa
Mulsa adalah bahan-bahan (sisa panen, plastik dan lain-lain) yang disebar atau
digunakan untuk menutup permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi
penguapan serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan
yang akan mengurangi kepadatan tanah. Mulsa dapat berupa sisa tanaman,
lembaran plastik dan batu. Mulsa sisa tanaman terdiri dari bahan organik sisa
tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun
dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan
tanah setebal 2 s/d 5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
dalam melakukan pengaturan air. Air irigasi yang dialirkan hanya diberikan sesuai
kebutuhan tanaman sehingga air dapat dihemat.
1.) Jika tidak dilakukan perbaikan kualitas tanah masyarakat Kecamatan Tualang
Kabupaten Siak tidak akan bisa mengoptimalkan penggunaan lahan pada daerah ini.
Kegiatan pertanian yang dilakukan tidak memberikan hasil yang memuaskan dan
bahkan cendererung menurun.
Bagi pihak swasta, apabila kualitas tanah di daerah ini tidak dilakukan perbaikan maka
pihak swasta akan kesulitan mengembangkan usahanya di daerah ini karena
perkembangan daerah yang tergolong rendah.
Bagi pihak Pemerintahan akan sangat berpengaruh apabila kualitas tanah diperbaiki. Jika
tidak dilakukan perbaikan maka daerah ini tidak akan memiliki potensi perkembangan
yang baik. Hal ini dapat menjadi penurunan income daerah itu dan menjadi masyarakat
sulit untuk berkembang karena mayoritas masyarakat masih menggunaakan lahan dalam
sektor pertanian.
2.) Bagi masyarakat Kecamatan Tualang Kabupaten Siak perbaikan kualitas tanah ini akan
banyak memberikan manfaat.. Jika ditinjau dari aspek ekonomi, dampak perbaikan
kualitas tanah pada beberapa pengunaan lahan di DAS Siak Kecamatan Tualang akan
memberikan keuntungan kepada masyarakat selaku pengguna lahan pada daerah
tersebut karena setiap usaha/ kegiatan yang akan mereka kembangkan pada daerah
tersebut akan maksimal dan memperoleh produktivitas yang tinggi. Perbaikan kualitas
tanah ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat terutama masyarakat yang mata
pencaharian utamanya berasal dari pertanian atau perkebunan.
Bagi pihak swasta, perbaikan kualitas tanah ini diprediksi akan membantu
mengoptimalkan produksi terutama pihak-pihak yang bergerak di bidang perkebunan.
Biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan kualitas tanahpun dapat dikurangi.
Bagi pemerintah perbaikan kualitas lahan ini tentu akan membantu pemerintah dalam
mengembangkan potensi daerah tersebut menjadi areal perkebunan sehingga akan
menjadi aset penting pada daerah tersebut.
180
1.) Apabila perbaikan kualitas tanah tidak dilaksanakan maka daerah ini diperkirakan
tidak dapat berkembang lagi. Selama ini industri masih merupakan salah satu aspek
yang tidak terpisahkan dari Kecamatan Tualang ini. Jika sektor pertanian tidak
dikembangkan dan dikelola dengan baik maka harapan untuk dapat mengembangkan
sektor pertanian dan perkebunan di daerah ini menjadi hilang.
Dan pemerintah tidak dapat mengembangkan potensi daerah tersebut sebagai daerah
perkebunan atau pertanian yang maju.
2.) Jika perbaikan kualitas lahan dilakukan didaerah ini dapat diprediksi bahwa daerah ini
akan berkemkembang dengan pesat. Apalagi sektor pertanian masih menjadi salah
satu mata pencaharian masyarakat secara umum. Perkembangan daerah ini akan
meningkatkan interaksi sosial dan pergeseran budaya pada daerah tersebut.
Bagi pemerintahan perbaikan kualitas tanah pada daerah ini akan sangat bermanfaat
dalam perencanaan. Selain itu pemerintah dapat menyusun kegiatan-kegiatan
pengembangan wilayah tersebut. Perbaiakan kualitas tanah pada beberapa pengunaan
lahan juga dapat membantu masyarakat terhindar dari konflik vertikal yang
disebabkan oleh permasalahan pemanfaatan lahan. Pemerintah juga dapat
menjalankan kebijakannya dengan mengarahkan masyarakat Kec Tualang dalam
pemanfaatan lahan sekitar DAS Siak.
2.) Jika perbaikan kualitas lahan dilakukan di daerah ini maka otomatis kualitas
lingkungan pada daerah itu menjadi meningkat. Hal ini dapat membuat masyarakat
yang tinggal di lingkungan terhindar dari potensi datangnya berbagai penyakit.
Instansi pemerintahan sebagai pengelola lingkungan dapat menjaga kestabilan
pemanfaatan lahan dengan terus memperhatikan nilai-nilai lingkungan. Pemerintahan
daerah juga harus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat jika perbaikan kualitas
tanah ini terlaksana. Pemanfaatan lahan sesuai dengan arahan dan bimbingan dari
sektor inilah yang diperlukan masyarakat dalam memaksimalkan potensi tanah
tersebut.
IV OPTIMALISASI/PENINGKATAN PERBAIAKAN KUALITAS
TANAH TERHADAP TINGKAT EROSI DI KECAMATAN TUALANG
KABUPATEN SIAK
Ahn, P.M. 1993. Tropical Soils and Fertilizer Use.Longman Science & Technical. 263p.
Andrew, S. S., D.L .Karlenand C. A Cambardella. 2004, The Soil Management
AssesmentFramework : A Quantitative Soil Quality Evaluation Method. Soil.
Sci. Soc. Am. J. 68 (6): 1945-1962
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air.InstitutPertanian Bogor. Bogor.
Asdak, C. 1995. HidrologidanPengelolaan Daerah Aliran Sungai. UGM Press.
Yogyakarta
Bappenas.2006.KajianPengembangandanPengelolaanIrogasiRawa di Sumatera.
http://air.bappenas.go.id, diaksestanggal 28 Juli 2016.
DepartemenPekerjaanUmum, 2005. PenataanRuang Daerah Aliran Sungai (DAS)
SiakProvinsi Riau.PaparanMenteriPekerjaanUmum. Seminar Penyelamatan
dan Pelestarian DAS Siak.PemdaPropinsi Riau danFordasSiak.Pekanbaru.
Ditzler, C.A and Tugel, A J. 2002. Soil Quality Field Tools: Experience of USDA-
NRCS Soil Quality Institute. Agron. J. 94(1): 33-38.
Foth, 1994.Dasar - DasarIlmu Tanah. Erlangga, Jakarta.
Harjadi, B. dan S. Agtriariny.1997. Erodibilitas Lahan dan Toleransi Erosi pada
Berbagai Variasi Tekstur Tanah.BuletinPengelolaan DAS (3).
Hardjowigeno, S. danWidiatmaka.2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tata guna Lahan. GadjahMada University Press.Yogyakarta.
Haekal. 2004. Model Estimasi Debit Aliran Sungai Berdasarkan Perubahan
Penggunaan Lahan di Sub DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Program Studi Ilmu
Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman.
1996.
Larson, W.E., and F.J. Pierce. 1994. The Dynamics of Soil Quality as AMeasure of
Sustainable Management. In J.W. Doran, D.C. Coleman, D.F. Bezdicek, and
B.A. Stewart (Eds.) Defining Soil Quality for A Sustainable Environment.
SSSA Spec. Pub. No. 35.ASA, CSSA, and SSSA, Madison, WI.
Mangunsukardjo,K. 1999. Kajian Geomorfologis untuk Perencanaan Penggunaan
Lahan di DAS Oyo, Gunung Kidul, DIY. Majalah Geografi Indonesia
13(23):1-11
186
Sumber : Google
PENCEGAHAN PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH LIMBAH
INDUSTRI KARET PT. BAKRIE SUMATERA PLANTATION BUNUT
FACTORY TERHADAP PERSAWAHAN DI KECAMATAN RAWANG
PANCA ARGA , KABUPATEN ASAHAN
NAZRI ZULFADJRIN
1510248542
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................ iv
I . PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................................... 1
II. PENCEMARAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH PABRIK KARET PT. BAKRIE
SUMATERA PLANTATION TERHADAP PERSAWAHAN KECAMATAN
RAWANG PANCA ARGA, KABUPATEN ASAHAN SUMATERA UTARA
2.1 Sungai dan Pencemaran Air Sungai.............................................................................. 3
2.2 Limbah Pabrik Karet .................................................................................................... 5
2.3 Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation .............................................................. 6
2.4 Irigasi di Kecamatan Rawang ...................................................................................... 9
2.5 Pencemaran Air Sungai Bunut oleh Limbah Pabrik Karet PT. Bakrie
Sumatera Plantation terhadap Irigasi di Kecamatan Rawang, Kabupaten Asahan
Sumatera Utara .......................................................................................................... 10
IV. UPAYA PENCEGAHAN AIR SUNGAI BUNUT OLEH LIMBAH PABRIK KARET
PT BAKRIE SUMATERA PLANTATION TERHADAP PERSAWAHAN DI
KECAMATAN RAWANG PANCA ARGA, KABUPATEN ASAHAN SUMATERA
UTARA
4.1 Kapasitas Kolam Pengolahan Limbah Cair PT. Bakrie Sumatera Plantation
Memperhitungkan Kondisi Pada Hari Hujan ........................................................... 15
4.2 Air Limbah Bercampur dengan Air Sungai yang Masuk ke Persawahan
Mempengaruhi Produksi Padi..................................................................................15
4.3 PT. Bakrie Sumatera Plantation sebagai Pemilik Pabrik Karet tidak Mengantisipasi
terjadinya Pencemaran Akibat Luapan Lumpur yang Merugikan Masyarakat di
Kecamatan Rawang Panca Arga ............................................................................16
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Baku mutu air limbah bagi usaha datau kegiatan industri karet .......................................... 7
2 Hasil pengujian air limbah PT. Bakrie Sumatera Plantation ............................................ 17
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I. PENDAHULUAN
Dewasa ini permintaan pasar terhadap karet terus meningkat setiap tahun.
Keadaan ini mendorong pabrik karet untuk terus meningkatkan produktivitas serta
kualitas karet yang dihasilkan. Selain permintaan yang menguntungkan, industri
karet menyumbangkan banyak permasalahan terhadap lingkungan yang harus
diperhatikan. Adapun masalah yang dapat dirumuskan adalah:
1. Kapasitas kolam pengolahan limbah cair PT. Bakrie Sumatera Plantation tidak
memperhitungkan kondisi pada hari hujan.
2. Air limbah bercampur dengan air sungai yang masuk ke persawahan
mempengaruhi produksi padi.
2
Adapun menurut Ramimohtarto (2004), sungai adalah aliran air tawar yang
bergerak melalui saluran alami yang kedua pinggirnya dibatasi oleh tanggul
sungai dan bermuara ke laut, danau, atau sungai lain (sungai induk). Sungai
adalah bagian permukaan bumi yang letaknya lebih rendah dari tanah disekitarnya
dan menjadi tempat mengalirnya air tawar menuju ke laut, danau, rawa atau ke
sungai yang lain. Secara umum setiap aliran sungai dibagi menjadi tiga bagian,
yakni bagian hulu, bagian tengah dan hilir.
Menurut Azwir (2006), sungai merupakan salah satu sumber daya alam
yang bersifat mengalir, sehingga perlakuan air di hulu akan memberi dampak di
hilir. Pencemaran di hulu akan menyebabkan pencemaran di hilir dan pelestarian
di hulu akan bermanfaat di hilir. Sungai sangat bermanfaat bagi manusia dan juga
bermanfaat bagi biota air
Pencemaran sungai dapat terjadi karena pengaruh kuaitas air limbah yang
melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleh debit air
limbah yang dihasilkan. Indikator pencemaran sungai selain secara fisik dan kimia
juga dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Organisme plankton yang
hidup di perairan terdiri atas fitoplankton dan zooplankton mempunyai
karakteristik seperti hewan termasuk diantaranya adalah organisme yang
tergolong protozoa, cladocerans, dan copepoda. Fitoplankton menghasilkan energi
melalui proses fotosintesis menggunakan bahan organik dengan bantuan sinar
matahari. Zooplankton adalah konsumen pertama yang memperoleh energi dan
4
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk baku air minum, dan
untuk peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegiatan tersebut.
2. Kelas dua air yag diperuntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk irigasi sawah,
dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
3. Kelas tiga, yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air
tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan peruntukan lain yang
persyaratan mutu air sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas empat, air yang diperuntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
hukum yang benar menjadikan masalah pencemaran sungai menjadi hal yang
kronis yang semakin lama semakin parah.
Menurut Prastiwi (2010), industri karet remah berbahan baku lateks kebun
menghasilkan limbah cair yang bersumber dari proses koagulasi, penggilingan,
peremahan, dan pencucian. Limbah cair industri karet remah berwarna putih
keruh, mengandung padatan tersuspensi, terlarut maupun terendap. Limbah cair
industri karet remah bersifat asam dengan nilai pH berkisar 4,2-6,3. Hal ini
disebabkan oleh penggunaan asam formiat pada proses koagulasi lateks.
Limbah cair industri karet remah memiliki nilai COD tinggi yang
mengindikasikan bahwa padatan yang terdapat pada limbah cair industri karet
remah merupakan senyawa organik. COD merupakan jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mendegradasi bahan organik secara kimia di dalam air limbah
sedangkan BOD merupakan parameter yang menentukan jumlah oksigen yang
diperlukan untuk mendegradasi bahan organik secara biologis di dalam air limbah.
Menurut Utomo (2012), air limbah pabrik karet remah berbahan baku
lateks kebun memiliki nilai COD berkisar 3.000-5.000 mg/L dan BOD 2.300-
2.700 mg/L dengan rasio COD:BOD sekitar 1,5 sehingga tergolong limbah yang
mudah terurai secara biologis. Selain itu, air limbah pabrik karet berbahan baku
lateks kebun mengandung senyawa nitrogen sebesar 100-300 mg/L N-NH3 dan
fosfor sebesar 20 mg/L P-PO4,Senyawa-senyawa tersebut berperan pada
terjadinya pengkayaan badan air (eutrofikasi).
Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan
kondisi airnya akan dapat dihitung berapa beban pencemar yang dapat ditenggang
oleh air penerima sehingga sesuai dengan baku mutu air dan tetap berfungsi sesuai
dengan peruntukanya. Kualitas air pada dasarnya dapat dilakukan dengan
pengujian untuk membuktikan apakah air itu layak dikonsumsi.
Penetapan standar sebagai batas mutu minimal yang harus dipenuhi telah
ditentukan oleh standar Internasional, Standar Nasional, maupun standar
perusahaan. Di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah telah ditetapkan standar
baku mutu limbah industri karet (Tabel 1).
6
Tabel 1. Baku mutu air limbah usaha atau kegiatan industri karet
Karet bentuk
Lateks Pekat kering
Nitrogen Total
(sebagai N) 25 1 10 0,4
pH 6,0-9,0 6,0-9,0
Karet remah atau crumb rubber adalah produk karet alam yang relatif baru.
Berbagai olahan karet dapat diolah menjadi karet remah. Dalam pengolahan karet
remah digolongkan menjadi dua macam bahan baku, yaitu lateks kebun dan lump
serta gumpalan mutu rendah. Pengolahan karet remah dengan bahan baku lateks
yaitu sebagai berikut (Steyamidjaja, 2011):
1. Pembekuan lateks
Proses pembekuan (koagulasi) dilaksanakan dalam bak- bak pembekuan.
Lateks kebun dlam bak dibubuhi dengan asam semut 1% + melase 0,36%.
Untuk memperoleh karet remah yang berwarna putih selain koagullan dan
melase, dibubuhkan juga larutan Natrium-bisulfit ke dalam bak pembekuan
dengan konsentrasi 0,05% dalam waktu 18-24 jam aka terbentuk bekuan/
koagulan yang siap digiling atau diremahkan.
2. Peremahan
Koagulum dari bak pembekuan yang berukuran 45cm x 23cm x 23cm
dimasukkan kedalam mesin pisau berputar (rotarry cutter) yang dilengkapi
dengan saringan yang berlubang dengan ukuran 1,6 – 1,9 cm. Remah-remah
yang terbentuk, setelah melalui saringan akan diterima dalam kotak-kotak
pengering. Pada peremahan ini air pencuci dibutuhkan sebanyak 5 liter
permenit. Air pencuci memudahkan proses peremahan dan untuk
membersihkan rema-remah tersebut.
3. Pengeringan
Remah-remah dari mesin perema diterima dalam kotak-kotak pengeringan,
kotak-kotak ini kemudian dimasukkan kedalam mesin pengering Unidryer atau
alat pengering lorong. Suhu dalam lorong Unidryer adalah 70-100 oC, lama
pengeringan membutuhkan waktu empat jam dengan kapasitas 400 kg/jam .
Kotak didalam lorong pengeringan berjalan perlahan-lahan dari pangkal
menuju ke ujung.
8
4. Pengempaan
Remah-remah yang keluar dari mesin-mesin pengering unidryer berada dalam
kotak-kotak. Remah-remah kemudian diangkat dan deletakkan diatas meja
yang tersedia, kemudian dimasukkan kedalam mesin pengempa.
5. Pembungkusan
Setelah bongkahan keluar dari mesin pengempa, bongkahan tersebut harus
didiamkan dahulu selama 8-12 untuk menurunkan suhu bongkahan.
Bongkahan yang sudah dingin kemudian dibungkus dengan plastik politein
untuk SIR (Standard Indonesia Rubber) yang tebalnya antara 0,02-0,04 mm.
Selanjutanya bongkahan tersebut dipak dalam bentuk pallet dan dibungkus
dengan plastik hitam yang tebalnya 0,1 mm. Bagan Proses pembuatan karet remah
dapat dilihat pada Gambar 1
2.4 Irigasi di Kecamatan Rawang Panca Arga dan Limbah Cair Pabrik
Karet
2.5 Pencemaran Air Sungai Bunut oleh Limbah Pabrik Karet PT. Bakrie
Sumatera Plantation terhadap Irigasi di Kecamatan Rawang
1
Hasil Analisa
No. Parameter
Satuan In Let Out let Baku mutu
1 pH 7,04 7,89 6,0-9,0
2 BOD mg/L 1215 15 60
3 COD mg/L 1520 23 200
4 TSS mg/L 230 12 100
5 Ammonia(NH3-N) mg/L 14,6 2,1 5
6 Nitrogen Total (sbg N) mg/L 19,8 5,2 10
Tata letak kolam pengolahan air limbah yang berada dekat dengan sungai
memungkinkan air kolam meluap ketika hujan dan masuk ke sungai. Pada hasil
pengujian air limbah, limbah yang memenuhi standar baku mutu air limbah
berada di outlet setelah melewati proses pengolahan pada kolam lumpur.
Sedangkan pada kolam pengolahan, air limbah masih berada di atas baku mutu air
limbah. Air kolam lumpur yang bercampur dengan air sungai membuat air sungai
menjadi keruh dan kehitaman. Air kolam yang mengandung bahan organik
seperti nitrat bercampur dengan air sungai dan masuk ke saluran irigasi yang akan
mengairi sawah. Menurut Rauf,et al. (2000). Kelebihan unsur hara juga
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, misalnya kelebihan unsur N dapat
menyebabkan menurunnya kualitas bulir, pertumbuhan vegetatif memanjang
11
Terjadinya limpahan air limbah dalam kolam pengolahan pada musim hujan
dapat dikatakan kurang memperhitungkan kapasitas kolam. Limpahan air limbah
industri karet PT. Bakrie Sumatera Plantation ini selanjutnya masuk ke sungai
Bunut yang menjadi sumber air irigasi persawahan sehinga menyebabkan
produksi padi masyarakat di Kecamatan Rawang Panca Arga menurun. Kondisi
demikian tidak diantisipasi oleh PT. BSP dikarenakan perusahaan kurang
memperdulikan dampak yang terjadi akibat kapasitas kolam yang kurang efektif.
Selain itu, Pemda Kabupaten Asahan besar kemungkinan tidak mengetahui hal
tersebut, sehingga Pemda Kabupaten Asahan belum dapat mengambil tindakan.
Seharusnya Pemda Kabupaten Asahan sudah mengetahui akibat dari terjadinya
limpahan air limbah yang mengandung unsur N masuk ke persawahan sehingga
mempengaruhi pertumbuhan padi akibat kelebihan unsur hara.
12
Pencegahan pencemaran sungai Bunut oleh limbah pabrik karet PT. Bakrie
Sumatera Plantation apabila dilakukan akan berpengaruh terhadap kegiatan usaha
masyarakat di Kecamatan Rawangp Panca Arga. Dengan adanya pencegahan
pencemaran sungai, keadaan air sungai akan lebih baik sehingga dapat menunjang
usaha masyarakat di Kecamatan Rawang Panca Arga. Keuntungan yang didapat
apabila kualitas air sungai yang masuk ke persawahan dalam keadaan baik tentu
membuat produksi padi dan ikan menjadi maksimal sehingga dapat menambah
pendapatan petani serta terpenuhinya kebutuhan beras untuk Kabupaten Asahan.
Dengan melakukan pencegahan pencemaran air limbah ke sungai Bunut pihak
perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana untuk perbaikan kolam dan
kemungkinan mengeluarkan biaya kompensasi untuk mebantu kehidupan
masyarakat petani.
Timbulnya konflik ini tentu dapat merugikan kedua pihak. Kerugian yang
diperoleh oleh PT. Bakrie Sumatera Plantation memungkinkan terjadinya protes
dari masyarakat agar pabrik ditutup. Ditutupnya pabrik karet menyebabkan
hilangnya pekerjaan masyarakat yang bekerja di pabrik tersebut. Jika sungai
masih tercemar tentu akan terjadi konversi lahan padi dari padi irigasi menjadi
padi tadah hujan. Konversi ini menyebabkan masyarakat hanya dapat menanam
padi pada hari hujan sehingga produktivitas padi di Kecamatan Rawang Panca
Arga menurunn. Turunnya produksi akibat pencemaran juga berpengaruh kepada
Pemerintah Daerah sebagai pendukung usaha tani. Pemerintah Daerah akan
berupaya menjaga kesejahteraan petani guna menaikkan pendapatan daerah.
Upaya Pemerintah daerah tidak tercapai karena masalah pencemararn yang
menggangu pendapatan petani. Hal ini membuat Pemerintah Daerah
mengeluarkan biaya dan tenaga untuk mendukung petani agar kegiatan usaha tani
dapat berjalan dengan lancar, seingga pendapatan petani dan daerah meningkat.
terlarut dalam air berpengaruh buruk terhadap kehidupan ikan dan akuatik lainnya
dan kalau tidak ada sama sekali oksigen terlarut mengakibatkan munculnya
kondisi anaerobik dengan bau busuk dan permasalahan estetika.
Dampak bagi kesehatan apabila tidak dilakukan pencegahan pencemaran
limbah cair pabrik karet terhadap masyarakat yang memanfaatkan air sungai
adalah timbulnya penyakit. Dampak kesehatan dari sungai yang tercemar yaitu
timbulnya penyakit gatal pada kulit, diare, dan penyakit lainnya. Bahan organik
yang terkandung dalam limbah karet apabila kelamaan bebas di lingkungan
mengakibatkan bau busuk apabila denyawa tersebut, dan. Sundari (2016),
sebagian masyarakat yang bermukim di daerah sungai Bunut mengalami ganguan
kulit seperti gatat dan memerah pada saat menggunakan air untuk mandi dan
mencuci.
Bila dilakukan upaya pencegahan pencemaran sungai Bunut oleh pabrik
karet PT. Bakrie Sumatera Plantatiom dapat meminimalisir dampak kerusakan
akibat pencemaran limbah cair industri. Kualitas limbah yang memenuhi baku
mutu air limbah akan menjaga kualitas air sungai tetap terjaga. Terjaganya
kualitas air dapat menjaga kehidupan biota air di sungai Bunut sehingga
terjaganya ekosistem di persawahan yang airnya bersumber dari sungai Bunut.
Lingkungan sungai yang terjaga dari pencemaran akan menyebabkan air sungai
dan lingkungan sungai menjadi bersih sehingga mencegah timbulnya penyakit
pada masyarakat di sekitar sungai Bunut.
15
4.1 Kapasitas Kolam Pengolahan Limbah Cair Pabrik Karet PT. BSP Tidak
memperhitungkan pada saat hujan
Limbah cair sebelum dibuang kesungai harus diolah agar sesuai dengan
standar baku mutu yang telah ditetapkan. Salah satu upaya agar limbah sesuai
dengan standart yang ada dengan cara pengolahan limbah menggunakan lumpur
aktif. Lumpur aktif berguna sebagai pengurai bahan organik yang terdapat pada
limbah karet. Setelah limbah terurai dan sesuai dengan baku mutu, air limbah
kemudian dapat dibuang ke sungai.
Menurut saya limbah cair pabrik karet yang mengandung bahan organik dapat
dimanfaatkan oleh perusahaan menjadi pupuk organik. Pemanfaatan limbah
menjadi pupuk organik dapat menambah keuntungan bagi pihak perusahaan tanpa
harus dibuang kesungai. Pembuatan pupuk organik disesuaikan dengan
kandungan unsur hara untuk tanaman perkebunan karet di PT. BSP atau pada
tanaman lain.
Menurut saya perusahaan dari awal harus merancang tata letak yang sesuai
untuk kolam pengolahan limbah cair industri karet. Posisi kolam sebaiknya jauh
dari sungai agar saat air sungai meluap air tidak langsung masuk ke kolam
pengolahan limbah. Penentuan posisi yang baik dalam pengolahan limbah
merupakan hal yang sangat penting karena karena diperlukan biaya yang besar
untuk memperbaiki kesalahan akibat tata letak kolam lumpur pengolahan limbah.
Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sunngai Tapung Kiri oleh Limbah Industri Kelapa Sawit PT.
Peputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Universitas Diponegoro, Semarang
Hotmix. 2014. Kajian Potensi Produksi Pada Daerah Irigasi Sungai Bunut di Kecamatan Rawang Panca
Arga Kabupaten Asahan. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Menteri Lingkungan Hidup RI. 2014. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang
Baku Mutu Air Limbah. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta
Prastiwi, N. 2010. Pengelolaan Limbah Industri Karet. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru
Presiden RI. 1999. Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 1999 tentang Sungai. Sekretariat Negara,
Jakarta.
_________. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Sekretariat Negara, Jakarta.
_________. 2011. Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2011 tentang Kualitas dan Pengendalian
Penccemaran Air. Sekretariat Negara. Jakarta
Rauf A.W, SyamsudinT dan Sihombing S.R. 2000. Peranan pupuk N, P, dan K pada Tanaman Padi.
Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Koya Barat, Irian Jaya
Sundari, K. 2016. Analisa Sistem Pengolahan Limbah Cair Pabrik Karet PT. Bakrie Sumatera Plantation
TBK dan Kualitas Air Sungai Bunut serta Gangguan Kulit pada Masyarakat di Kelurahan Bunut
Kota Kisaran. Universitas Sumatera Utara, Medan
Utomo, S. 2012. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Rineka Cipta, Bandung
Widyaningrum, D.Y. 1989. Usaha Pemanfaatan Limbah Pabrik Karet Getas, Salatiga untuk Pemupukan
Tanaman Padi (Oryza sativa) dan Pengaruhnya terhadap Aktivitas Enzim Nitrat Reduktase.
Skripsi., Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta (Tidak diterbitkan)
Widyaningsih. 2012. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Surabaya.
Yulianingtyas, B. dan S.F.N. Qomariyah. 1994. Pemanfaatan Azolla microphylla sebagai Biofilter
Limbah Industri. Agronomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta
Yulianti,Winarno dan Mudyantini. 2005. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Karet PTPN IX Kebun Batu
Jamus Karanganyar Hasil Fitoremediasi dengan Azolla microphylla Kaulf untuk Pertumbuhan
Tanaman Padi (Oryza sativa Linn.). Biosmart 7: 125-130
22
LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... ...... iii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ...... iv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................. ....... 1
1.2 Permasalahan .................................................................................. ....... 2
II. MANFAATAN AIR LINDI LIMBAH DOMESTIK PADA BIOREMIDIASI TANAH
TERKONTAMINASI MINYAK BUMI DI PT CHEVRON PACIFIC
INDONESIA DURI
ii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Lokasi Pengolahan Tanah Terkontaminasi .…………........................................ 7
2. Proses Pengolahan Tanah Terkontaminasi …………........................................ 8
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Propinsi Riau……………………………………….…….…............………….. 25
2. Peta Kabupaten Bengkalis.………………............................................................ 26
3. Peta Areal PT Chevron Pacific Indonesia............................................................ 27
iv
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus – karang
dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental,
berwarna coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan
atas dari beberapa area di kerak bumi. Penyumbang terbesar APBN +/- 60% dari
total pendapatan negara dan 50% nya didapat dari Bumi Lancang Kuning Riau.
Dalam proses pengangkatan minyak bumi dari dalam perut bumi seringkali disertai
dengan tumpahan minyak berupa lumpur minyak bumi yang tidak mungkin dihindari
pada setiap aktivitas penambangan minyak bumi oleh PT Chevron Pacific Indonesia
(CPI) dapat menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. Sebab lumpur minyak
bumi mempunyai kandungan bahan berbahaya dan beracun, contohnya benzene,
toluene, ethylbenzena dan isomer xylema
Tanah dan air yang terkontaminasi minyak tersebut dapat merusak lingkungan
serta menurunkan estetika. Lebih dari itu tanah dan air yang terkontaminasi limbah
minyak dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) sesuai
dengan Kep. MenLH 128 Tahun 2003 tentang “Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi
Secara Biologis”. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan dan pengolahan
terhadap tanah yang terkontaminasi minyak. Hal ini dilakukan untuk mencegah
penyebaran dan penyerapan minyak kedalam tanah.
Upaya pengolahan limbah B3 di tanah telah banyak dilakukan dengan
menggunakan teknik ataupun metode konvensional dalam mengatasi pencemaran
seperti dengan cara membakar (incineration), menimbun (landfill), menginjeksikan
kembali sludge keformas minyak (slurry fracture injection) dan memadatkan limbah
(solidification). Teknologi-teknologi ini dianggap kurang efektif dari segi biaya (cost
effective technology), waktu (time consuming) dan juga keamanan (risk).
Bioremediasi yang didefinisikan sebagai proses penguraian limbah
organik/anorganik polutan secara biologi dalam kondisi terkendali dengan tujuan
mengontrol, dan mereduksi bahan pencemar dari lingkungan. Apabila ditinjau dari
aspek komersil teknologi ini relatif lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang
lebih murah dan bersifat fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan
bioremediasi umumnya menggunakan mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri)
sebagai agen bioremediator. Proses biodegradasi dapat dilakukan dengan cara:
2
1.2. Permasalahan
Proyek Bioremediasi PT CPI di Sumatera merupakan bagian dari komitmen
perusahaan dalam melindungi lingkungan di semua wilayah operasi di Indonesia.
Sebelum proyek bioremediasi ini dilaksanakan, PT CPI telah melakukan studi
laboratorium sejak tahun 1994 dan menjalankan pengujian skala lapangan sejak
tahun 1997. Keduanya membuktikan bahwa teknologi bioremediasi ex-situ
Landfarming merupakan cara yang paling efektif dan efisien untuk diterapkan dalam
pengelolaan limbah. Dan telah dievaluasi serta disetujui oleh badan-badan
pemerintah yang berwenang, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan
badan pemerintah pengatur pengelolaan minyak dan gas, BPMIGAS.
3
lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga lingkungan tersebut kembali bersih
dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan di air tanah dapat “memakan” bahan
kimia berbahaya tertentu, terutama organik, misalnya berbagai jenis minyak bumi.
Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi air dan gas yang tidak berbahaya
misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik menggunakan karbon dari hidrokarbon
minyak bumi sebagai sumber makanannya disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri
inilah yang memegang peranan penting dalam bioremediasi lingkungan yang
tercemar limbah minyak bumi.
Faktor utama bagaimana bioremidiasi dilakukan agar mikroba dapat
membersihkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang
sesuai dan tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti
suhu, pH, nutrient dan jumlah oksigen.
Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tatacara dan
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak
Bumi secara Biologis. Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan
menggunakan mikroba lokal.
Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi
untuk terjadinya bioproses secara alamiah. Dalam teknologi bioremediasi dikenal
dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulai dan
bioaugmentasi. Biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan
mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya
sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat
sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata
10^3 cfu/gram tanah sehingga bioproses dapat dimulai (Suhardi, 2016). Mikroba
yang ditambahkan adalah mikroba yang sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar
kemudian setelah melalui proses penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan
kembalikan ke tempat asalnya untuk memulai bioproses. Penambahan mikroba
dengan cara ini disebut sebagai bioaugmentasi.
Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh,
berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau memanfaatkan karbon dari
polutan sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang
dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara
umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.
6
larut dan tahan terhadap pencucian. Dengan demikian jumlah fosfor dalam tanah
mencerminkan konsenterasinya dalam bahan induk, hal ini pada gilirannya
mempengaruhi jenis tanaman yang tumbuh.
Menurut Paul (2015), Handayanto dan Hairiah (2009) masin masing
organisme tanah memiliki ketergantungan berbeda terhadap lingkungan tanah
dalam hal pasokan energi dan nutrisi untuk pertumbuhannya. Sebagian besar
organisme mendapatkan energi dan nutrisi langsung dari tanah. Untuk memahami
fungsi organisme tanah dalam ekosistem, yaitu aliran energi dan dekomposisi
bahan organik, serta siklus unsur hara, diperlukan pemahaman hal-hal terkait
dengan kebuthan energi dan nutrisi organisme tanah sebagai berikut:
1. Pergerakkan nutrisi
Nitrogen dan karbon adalah unsur yang mencapai organisme tanah langsung
dari sumber utamanya, jika organisme tersebut mampu menambat dinitrogen atau
karbon langsung dari atmosfer. Kebanyakan karbon dan nitrogen, dan unsur
lainnya, dapat diakses mikroorganisme melalui subsistem vegetasi. Mekanisme
utama yang terlibat dalam pemindahan nutrisi dari vegetasi ke tanah adalah
konsumsi oleh herbivora, pencucian dan kanopi, dan seresah(litter-fall) serta akar
tanaman yang mati. Atas dasar berbagai mekanisme tersebut, sebagian besar
nutrisi dipindahkan ke organisme tanah melalui sisa tanaman, termasuk masukan
seresah dalam ekosistem hutan.
2. Distribusi nutrisi dalam tanah
Salah satu ciri utama tanah yang paling mencolok adalah distribusi hara tanah
bersifat acak, baik secara vertikal maupun horizontal. Unsur seperti nitrogen dan
sulfur, yang sebagian besar dalam bentuk organik, konsenterasinya menurun dari
lapisan atas ke lapisan bawah tanah. Pola yang sama juga dijumpai pada fosfor
serta kalsium dan kalium dapat dipertukarkan. Sebagai akibatnya, keberadaan
tanah umumnya terkait dengan pola sebaran unsur hara didalam tanah.
3. Nutrisi anorganik karbon
Karbon adalah unsur yang diperlukan oleh organisme dalam jumlah besar.
Semua organisme fotosintetis dapat mereduksi CO2 atmosfer, tetapi tidak
semuanya dapat menggunakan CO2 tersebut sebagai satu-satunya sumber karbon.
Pada bakteri ungunon-sulfur yang fotoheterotof, senyawa organik seperti asam
asetat dan asam suksinat berperan sebagai donor pada reduksi CO2. Mikroba
khemoautotrof seperti bakteri nitrifikasi mengunakan senyawa anorganik dalam
jumlah besar, jadi harus menggunakan CO2 udara sebagai satu-satunya sumber
12
menyerap sulfur dalam bentuk ion sulfat (SO42-), jadi harus mereduksinya menjadi
sulfudril. Thiosulfat (S2O32-) juga dapat digunakan sebagai sumber S bagi beberapa
organisme (Killham, dalam Handayanto dan Hairiah, 2009). Namun demikian ada
juga mikroba yang tidak dapat mereduksi thiosulfat, sehingga memerlukan senyawa
sulfur yang telah tereduksi sebagai nutrisi, seperti hidrogen sulfida atau cystein.
Berdasarkan bentuknya Eubacteria dapat berbentuk bulat (cocci), tongkat (rod) dan
helix seperti vibrio dan spirilla. Contoh Eubacteria berbentuk vibrio yaitu Desulfurbio,
merupakan bakteri yang dapat mereduksi sulfat menjadi sulfide. Bakteri yang dapat
digunakan dalam mendegradasi zat pencemar dalam tanah antara lain
Pseudomonas, Nocardia, Mycobacterium, Arthrobacter dan Bacillus. Bakteri dari
kelompok Actinomycetes seperti Nocardia dan Mycobacterium memiliki peran
penting dalam mendegradasi hidrokarbon yang berasal dari minyak bumi.
Menurut Paul, (2015), Handayanto dan Hairiah, (2009) lingkungan tanah
akan berbeda dari satu lokasi dengan lokasi lainnya. Faktor yang mempengaruhi
dan menentukan jenis mikroba pada suatu sampel tanah adalah kelembaban, pH,
temperatur, kandungan gas oksigen dan komposisi organik maupun anorganik
tanah. Jenis mikroba tanah sangat bervariasi sehingga untuk menganalisanya
diperlukan salah satu metodenya yaitu metode pengenceran.
Jenis medium yang digunakan adalah agar yeast glycerol untuk media
pertumbuhan actinomycetes, agar Sabouroud untuk isolasi jamur dan agar nutrisi
untuk bakteri. Selain agar kedua jenis mdium lain ditambahkan 10mg Aureomycin
(klortetrasiklin) per mililiter medium untuk menghambat pertumbuhan bakteri.
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk dairy. NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof. Media ini merupakan media sederhana
yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. NA merupakan salah satu media
yang umum digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air,
sewage, produk pangan, untuk membawa stok kultur, untuk pertumbuhan sampel
pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Untuk
komposisi nutrien adar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat
1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi
dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit. Kemudian siapkan wadah sesuai
yang dibutuhkan.
Yeast Glycerol Agar berfungsi untuk isolasi, enumerasi, dan menumbuhkan sel
khamir. Dengan adanya dekstrosa yang terkandung dalam media ini, PGYA dapat
digunakan untuk mengidentifikasi mikroba terutama sel khamir. Untuk membuatnya,
semua bahan dicampur dengan ditambah CaCO3 terlebih dahulu sebanyak 0,5 g
lalu dilarutkan dengan akuades. Kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan
disumbat.
15
proses bioremidiasi akan menjadi lebih cepat sehingga biaya untuk membayar
operator menjadi berkurang.
- Masyarakat Duri
Dengan dimanfaatkannya air lindi limbah domestik, menjadikan
sistempengolahan limbah padat domestik PT CPI di Pematang Duri tidak ada
lagi buangan air limbah (zero waste discharge) ke lingkungan masyarakat,
sehingga masyarakat dapat dengan aman daan nyaman menggunakan
sumber air tanah untuk memenuhi kebutuhan air minum dan bersih.
- Pemda
Dapat dijadikan sebagai model percontohan perusahaan di Provinsi Riau
khususnya di Kabupaten Bengkalis dalam pengelolaan dan pemanfaatan
limbah domestik yang dihasilkan oleh perusahaan dalam kegiatannya selama
beroperasi.
3.2. Aspek Sosial dan Budaya Masyarakat Duri
Aspek sosial, keberadaan PT. CPI dalam pemnglolaan limbah yang dihasilkan
dan bermitra dengan komunitas setempat melalui berbagai macam cara untuk
memberikan kontribusi bermakna bagi pengembangan sosial, ekonomi dan upaya
investasi dalam bentuk program-program yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraan sosial dan ekonomi di komunitas lapangan operasionalnya yaitu pada
masyarakat Duri. CSR di dalam perusahaan terbagi menjadi empat bagian dan
setiap bagian memiliki cabang yang berfungsi untuk lebih memfokuskan kegiatan
CSR perusahaan terhadap masyarakat di daerah operasional perusahaan. Bagian
CSR perusahaan antara lain :
1. Ekonomi
2. Kesehatan
3. Bantuan Lepas
4. Pendidikan
Dalam bidang pendidikan, PT. CPI memiliki bermacam program yang berjalan
di sekitar daerah operasional.Seperti bantuan pembangunan gedung-gedung
sekolah, pemberian bantuan lepas dalam mendukung kegiatan yang mengandung
unsur pendidikan dan bermanfaat bagi masyarakat banyak dan program beasiswa.
Dalam program beasiswa, perusahaan memiliki beberapa kegiatan beasiswa yang
bergerak di daerah operasional perusahaan, diantaranya: Darmasiswa-Riau,
bantuan pendidikan Suku Sakai, pemberian bantuan sarana dan prasarana untuk
sekolah-sekolah dan lainnya. Untuk program Darmasiswa, program ini merupakan
19
limpasan air limbah yang mencemari lingkungan meskipun terjadi hujan yang lebat
di wilayah operasi PT CPI, seperti harapan dari warga masyarakat di Pematang Duri
tidak ada pencemaran baik tanah maupun air oleh polutan minyak bumi.
21
DAFTAR PUSTAKA
Atlas, R.M. and R. Bartha. 1998. Microbial Ecologi : Fundamental and applications.
Cummings, Menio Park, California
Damanhuri, T.P, 2004. Pengelolaan Persampahan, Erlangga, jakarta
Fithri, A., 2015. Efektivitas Pelaksanaan Program DCR pada PT Chevron Pacific
Indonesia di Provinsi Riau (http://download.portalgaruda.org, diakses 25 Juli
2016)
Handayanto, E dan K. Hairiah. 2009. Biologi Tanah, Pustaka Adipura, Yogyakarta
Menteri LH. 2003. Keputusan Menteri L.H No. 128 tahun 2003 tentang Tatacara dan
Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi Minyak Bumi Secara Biologis. Kementerian LH, Jakarta
Paul, E.A. 2015. Soil Microbiology, Ecology, and Biochemistry: An Exciting Present
and Great Future Built on Basic Knowledge and Unifying Concepts, pp. 1 –
14. In E.A Paul (ed) Soil Microbiology, Ecology and Biochemistry. Elsevier,
N.Y
Prasetyo, B dan L.M Jannah. 20012. Metode Penelitian Kuantitatif., Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Purba, J. 2014. Persepsi Masyarakat Wonosobo terhadap Aktivitas PT CPI di
Kelurahan Talang Mandi Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis
(http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/2476, diakses 25 Juli
2016)
Rilawati, D. 2016 Kajian Penggunaan BOISCA untuk Pemanfaatan Air Lindi
(Leachate) Menjadi Pupuk Cair
(https://core.ac.uk/download/files/478/12349618.pdf, diakses 29 Juli 2016)
Romanus, A.A, E.A Omolola, A.S Patrick, and O.A Ifeoma., 2015. Bacterial
Degradation of Petroleum Hydrocarbon in Crude Oil Polluted Soil Amended
With Cassava Peels. American Journal of Research Communication., 3 (7) :
99 - 118
Sharma, S. 2012. Bioremidoation: Features, Strategies and Application. Asian
Journal of Pharmacy and Life Science. 2 (2) : 202 - 213
Shukla, K.P., N.K. Singh, and S. Sharma,2010. Bioremidiation: Developments,
Current Practices and Perspectives. Genetic Engineering and Biotechnology
Journal (3) : 1 – 20
Suhardi, 2016. Bioremediasi.
24
s
PENURUNAN PENDENGARAN PEMOTONG RUMPUT AKIBAT
KEBISINGAN MESIN PEMOTONG RUMPUT di KECAMATAN
MANDAU - DURI
Disusun Oleh
Sonny Pratama
NIM :1510248211
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................... 3
ii
2.5. Alat Pelindung Diri ........................................................................... 22
2.5.1. Pengertian alat pelindung diri ................................................. 22
2.5.2. Penggunaan alat pelindung diri .............................................. 24
2.6. Penurunan Pendengaran Pemotong Rumput Akibat Kebisingan
Mesin Pemotong Rumput di Kecamatan Mandau - Duri .................. 29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
vi
I. PENDAHULUAN
Bising mesin pemotong rumput ini bervariasi dan cukup tinggi sehingga
berpengaruh langsung pada tenaga kerja maupun orang lain yang berada
Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan salah satu penyakit akibat kerja
paling banyak dijumpai pada saat ini. Noise Induced Hearing Loss dalam
bahasa Indonesia disebut Tuli Akibat Bising. Tuli Akibat Bising adalah suatu
setelah masa kerja 10 tahun dan perubahan ini bukan diakibatkan oleh
seimbang terhadap suatu titik tertentu (Keputusan MENLH No: 48, Tahun
jam seminggu.
Pada setiap industri selalu ada kawasan hijau yang ditumbuhi rerumputan,
yang secara berkala harus dirawat dengan salah satu caranya adalah
mana telah diatur dengan seksama oleh setiap industri atau perusahaan.
2.1. Kebisingan
longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan
dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat
frekuensi, dan pola waktu Buchari (2008). Jadi, dapat disimpulkan bahwa
1. Kebisingan tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu:
adalah broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi
(bukan “nada”murni).
2. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis,
yaitu:
2) Intermittent noise
lalu lintas.
3) Impulsive noise
mendengkur.
terhadap tenaga kerja. Salah satu dampak yang dihasilkan oleh mesin
produksi, mesin potong atau gergaji, ketel uap untuk pemanas air,dan mesin
diesel.
1. Gangguan fisiologis
pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat
2. Gangguan psikologis
3. Gangguan komunikasi
4. Gangguan keseimbangan
sementara dan akan segera pulih kembali bila menghindar dari sumber
bising namun bila terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar
kecelakaan.
bagian utama, yaitu bagian luar (outer ear), bagian tengah (middle ear) dan
Bagian luar telinga terdiri dari daun telinga (earflap) dan saluran
telinga manusia (ear canal) yang panjangnya kurang lebih 2 cm. Fungsi
utama bagian luar telinga ini adalah sebagai saluran awal masuknya
Bagian kedua, bagian tengah (middle ear) terdiri dari gendang telinga
(eardrum) dan tiga tulang, yaitu hammer (malleus), anvil (incus), dan stirrup
(arah masuknya gelombang suara dari saluran telinga luar dianggap sebagai
masuk terlalu dalam hingga mencapai gendang telinga, retak pada tulang
tengkorak, noise last seperti ledakan yang sangat keras, percikan arang las
telinga juga dapat terjadi karena adanya infeksi pada bagian tengah telinga
yang menjalar hingga gendang telinga. Saat hal ini terjadi, terkadang akan
[pendengaran manusia dan biasanya tidak disertai oleh rasa sakit. Sebagian
besar kasus-kasus yang terjadi adalah temporary hearing loss dan umumnya
apa pun, termasuk air. Penyembuhan beberapa jenis kasus berat pada
yang terjadi akan diteruskan pada tiga buah tulang, yaitu hammer (malleus),
anvil (incus), dan stirrup (stapes) yang saling terhubung di bagian tengah
telinga (middle ear) yang akan menggerakkan fluida (cairan seperti air)
berbentuk rambut halus (hair cells) di bagian dalam telinga yang akan
Terakhir, suara akan ”ditahan” oleh otak manusia kurang lebih selama 0,1
detik.
telinga pekerja, tepatnya selaput gendang telinga dan ketiga tulang utama
13
(hammer, anvil, dan stirrup) menjadi sulit atau tidak bisa bergetar.
Tuli gabungan disebabkan oleh kombinasi antara tuli konduktif dan tuli
saraf.
oleh seseorang akibat dari keadaan lingkungan kerja yang bising, namun
dalam hal ini tidak dilakukan pemeriksaan, melainkan hanya berupa persepsi
sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang paling
tinggi.
buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan
5) Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang
kerja.
15
Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh
kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih
rendah, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran.
2.4. Audiometri
kata audire yang bearti pendengaran dan metrios yang bearti mengukur, jadi
ilmu medis maupun ilmu hiperkes tidak saja dapat digunakan untuk
6. Riwayat trauma
9. Gangguan keseimbangan
17
telinga atau mastoid dan batasan intensitassuara (dB) pasien yang tidak
dapat didengar lagi dicatat melalui program komputer atau diplot secara
sehari – hari, atau dengan kata lain validitas sosial pendengaran seperti
1. Untuk mengetahui ambang dengar, yaitu kadar suara (dB) minimal yang
Hearing Loss).
pendengaran mereka.
lingkungan kerja.
replacement).
3. Pemeriksaan berkala di tempat kerja bising (85-100 dB) atau dua kali
2.4.6. Audiogram
catatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan audiometer,
1. Persiapan Alat
2) Tombol :
diperlukan
2. Persiapan Pasien
Pemeriksaan tinitus
telingadari serumen.
tombol
3. Posisi Pemeriksaan
4. Presentasi Sinyal
Mulai pada 1000 Hz, kemudian naik setiak 1 oktaf ke 8000 Hz, dan
respon.
kali perangsangan ulangan dengan cara yang sama (turun 10 dB, naik
5dB).
sedikit penekanan.
45 dB – 80dB).
7. Masking
kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh bangunan yang bekerja
baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis, dan medis dalam mewujudkan
2. Adanya biaya perawatan medis atas tenaga kerja yang terluka, cacat,
dikenakan tetapi fungsi dari alat ini sangatlah besar karena dapat mencegah
kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Berdasarkan peraturan
Alat Pelindung Diri yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh
Tenaga kerja berhak menolak untuk memakainya jika APD yang disediakan
1. Masker
2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap
masker yaitu:
2. Kacamata
kayu, batu, atau serpihan besi yang berterbangan di tiup angin. Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil dan halus yang terkadang tidak
itu kecil, maka mereka tidak begitu mengindahkannya dan tidak akan mau
pekerjaan mata hanya boleh di masuki jika kaca mata pelindung di kenakan.
setiap tenaga kerja akan selalu memakai kaca mata pelindung selama jam
kerja, dan bagi barang siapa tidak memakai kaca mata pelindung akan
merasa paling tidak bersaing bila dibandingkan dari kelompok tenaga kerja
3. Sepatu Pengaman
kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungkin terinjak, logam pijar,
larutan asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat
tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung berttutup baja
dan lapisan baja didalam solnya. Lapisan baja dalam sol sepatu perlu untuk
tenaga kerja sepatu pengaman yang lain. Misalnya, tenaga pekerja yang
tanpa paku dan logam, atau tenaga kerja ditempat yang menimbulkan
bunga api.
28
4. Perlindungan Telinga
Alat ini digunakan untuk menjaga dan melindungi telinga dari bunyi-
bunyi yang yang bersumber atau dikeluarkan oleh mesin yang memiliki
volume suara yang cukup keras dan bising. Alat perlindungan telinga harus
dilindungi terhadap loncatan api, percikan logam, pijar atau partikel yang
pengaman” bagi tenaga kerja yang mungkin terjatuh, selain itu mungkin pula
diadakan tempat kerja khusus bagi tenaga kerja dengan segala alat
dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang
memakai juga celana panjang, ikat rambut, baju yang pas dan tidak
Pakaian kerja sintetis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia korosif, tetapi
mesin pemotong rumput menggunakan alat Sound Level Meter pada bulan
semuanya memiliki tingkat kebisingan yang sudah melebihi NAB yang telah
30
Nomor Per 13/Men/X/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
berkisar antara 95 db(A) s/d 105 db(A), seperti pada Tabel 2.2
30 Menit 97
15 100
7.5 103
3.75 106
1.88 109
0.94 112
hal ini sering tidak disadarai oleh penderitanya, sehingga pada saat
dalam stadium irreversible. Dalam hubungan ini, jalan yang paling baik
kepekaan individu.
gangguan penyaluran suara di telinga luar atau tengah yang disebut sebagai
tuli konduktif dan kerusakan sel rambut atau jalur saraf yang disebut tuli
pemaparan yang terus menerus selama 6 jam sehari dan 18 jam seminggu
secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas atau kuantitas kerja, dan
adanya situasi yang berbahaya dan lambat dalam bereaksi sehingga dapat
33
untuk penanganannya.
yang dapat diambil dari aspek ini yaitu mengurangi efek rusaknya
karena itu, aktifitas untuk melakukan sesuatu tidak terhalang dan masih
produktif, serta Laju produksi dari perusahaan bisa dipertahankan. Hal ini
karena tidak mempunyai sistem atau program yang baik sehubungan dengan
diatas produksi serta budaya yang harmonis akan tercipta sesama pekerja
dengan sengaja atau tidak dan jika lingkungan telah rusak akan berdampak
35
dampak juga karena akan ditetapkan sebagai perusahaan yang tidak peduli
lingkungan menjadi indah dan tidak adanya keinginan untuk merusaknya dan
tidak adanya aturan yang jelas mengenai hal ini maka bisa saja terjadi
jam satu hari dapat diatur agar pemotongan rumput dilakukan dalam waktu
selalu bekerja sesuai aturan dan menggunakan alat pelindung diri yang
periodik, karena kondisi alat akan berubah. Untuk itu perusahaan perlu
pelindung diri (sumbat telinga) yang merupakan salah satu cara untuk
mengatasi dampak dari kebisingan. Untuk menjaga agar alat pelindung diri
Grantham, D., 1992. Occupational health and hygiene guidebook for the
WHSO. The Australian occupational health and safety trust.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per 13/ Men/ X/
2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia
di Tempat Kerja, Jakarta
oleh
BARKATUL AULIA
NIM 1510248511
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................v
I PENDAHULUAN ............................................................................................1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah..................................................................................... 2
II PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP TERHADAP
KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KAMPAR DI PANGKALAN KERINCI4
2.1. Pabrik dan Proses Pembuatan Pulp dan Kertas ........................................... 4
2.2. Pengolahan Limbah Cair ............................................................................. 7
2.3. Karakteristik Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas................................... 9
2.4. Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Pulp dan Kertas........................ 11
2.5. Penanggulangan Limbah Cair Pulp dan Kertas di PT RAPP terhadap
Perbaikan Kualitas Perairan di Sungai Kampar ........................................ 13
2.5.1 Pengolahan Primer ............................................................................. 14
2.5.2 Pengolahan Sekunder ......................................................................... 16
2.5.3 Sludge Handling................................................................................. 17
2.5.4 Pembuangan Limbah Cair PT RAPP ke Perairan Sungai Kampar .... 17
2.5.5 Penanggulangan Limbah Cair PT RAPP Terhadap Perbaikan Kualitas
Sungai Kampar................................................................................... 18
III DAMPAK PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP TERHADAP
PERBAIKAN KUALITAS PERAIRAN SUNGAI KAMPAR DI
PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN ..........................................21
3.1. Aspek Ekonomi ......................................................................................... 21
3.2. Aspek Sosial Budaya................................................................................. 22
3.3. Aspek Lingkungan dan Kesehatan ............................................................ 23
IV OPTIMALISASI PENANGGULANGAN LIMBAH CAIR PT RAPP
PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN ..........................................24
4.1 Tingginya COD dari limbah yang masuk ke instalasi pengolahan limbah
(IPAL) ....................................................................................................... 24
4.2 Tingginya kerusakan yang terjadi pada unit IPAL.................................... 25
4.3 Keterbatasan kapasitas Emergency pond .................................................. 25
4.4 Internal target untuk sludge yang di proses pada sludge handling............ 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................27
LAMPIRAN...........................................................................................................29
ii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Tipikal karakteristik dari effluent proses Pulp dan Kertas…………………….11
2. Karakteristik Limbah Cair yang diolah di PT RAPP………………………….13
3. Kadar Limbah Cair yang telah diolah PT RAPP………………………………17
4. Biaya Pengolahan Limbah dan COD pada Limbah PT RAPP………………...19
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Siklus rekoveri pada pembuatan pulp dalam proses kraft.................................5
2. Limbah pada tahapan proses Pulp dan Kertas ..................................................6
3. Diagram alir sederhana pengolahan limbah cair di PT RAPP ..........................14
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Provinsi Riau .............................................................................................29
2. Peta Kabupaten Pelalawan dan Lokasi PT. RAPP............................................30
3. Baku Mutu Air Limbah Pembuatan Pulp dan Kertas........................................31
v
1
I PENDAHULUAN
nasional pada peringkat ke-9 dan industri kertas peringkat ke-6 di dunia,
sedangkan di Asia dikutip dari antaranews.com (2016) menempati peringkat ke-
3 untuk industri pulp maupun kertas. dan memiliki beberapa perusahaan kertas
yang tersebar di pulau Sumatera dan Jawa.
Salah satu perusahaan Pulp dan Kertas terbesar di Asia berada di Pangkalan
Kerinci Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau yaitu PT RAPP (Lampiran 1 dan 2).
Dengan produksi pulp sebesar lebih kurang 7.500 ton/hari dan mengkonsumsi air
sebanyak 280.000 m3/hari. Limbah cair yang telah diolah dibuang ke lingkungan
(sungai) pun berkisar sekitar 280.000 m3/hari. Walaupun limbah yang telah diolah
masih memenuhi baku mutu limbah Pulp dan Kertas yang diatur dalam
PERMENLH No 5 tahun 2014 tentang Baku Mutu Limbah Cair (Lampiran 3),
perusahaan memiliki target yang lebih jauh lagi yaitu mendapatkan peringkat
hijau dimana berdasarkan PERMENLH No 06 tahun 2013 tentang Kriteria dan
Mekanisme PROPER; Nilai hijau, diberikan kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang
dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melalui pelaksanaan sistem
manajemen lingkungan.
Gambar 1. Siklus rekoveri pada pembuatan pulp proses kraft (Henricson, 2005)
2). Proses Sulfite: Chip dimasak dengan campuran sulfurous acid (H2SO3) dan
bisulfide ions (HSO-3) untuk melarutkan lignin
3. Pembuatan Pulp secara Kimia-Mekanis
Bahan baku pertama-tama diolah secara kimia kemudian dilanjutkan dengan
pengolahan mekanikal untuk memisahkan seratnya. Effisiensi pulp yang
dihasilkan berkisar 85-90% dan kekuatan pulpnya lebih baik dibandingkan
dengan proses mekanik.
4. Pembuatan Pulp secara Fisika-Mekanis
Proses ini menggunakan steam pada material dibawah tekanan atmosfer pada
6
waktu yang singkat, sebelum dan selama pemisahan. Proses termo-mekanis lebih
lanjut lagi dimodifikasi dengan menggunakan kimia selama tahapan proses steam.
Proses pembuatan kertas dan kertas karton secara umum dapat dibagi
menjadi dua tahap: pengolahan pulp, dan pembentukan kertas. Pengolahan pulp
yaitu menjadikan pulp dengan derajat kekentalan sesuai dengan mesin pengolah
kertasnya. Selanjutnya pulp diproses pada mesin dimana pulp diolah melewati
kawat/cetakan sehingga membentuk lembaran kertas.
Limbah pada setiap tahapan proses dapat dilihat pada Gambar 2. Setiap
tahapan proses pembuatan pulp menggunakan sejumlah besar air, dimana akan
berakhir di effluent. Sumber yang paling banyak adalah tahapan proses persiapan
kayu (wood preparation), proses pemasakan pulp (digester house), pencucian
pulp (pulp washing), pemisahan, pemutihan (bleaching) dan pembuatan kertas
(paper making).
Gambar 2. Limbah pada tahapan proses Pulp dan Kertas (Pokhrel dan
Viraraghavan, 2004)
7
sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu, sangat perlu
diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam
limbah tersebut.
Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya.
Salah satunya dengan mengolah limbah sebelum dibuang ke alam. Pengolahan
limbah juga termasuk dari bentuk tanggung jawab industri pada lingkungan dan
masyarakat, selain itu untuk mendukung industri yang sesuai dengan
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan industri di Indonesia yang lebih
menitik beratkan pada aspek pertumbuhan ekonomi telah menjadikan
pertumbuhan di sektor lain tidak seimbang. Aspek sosial-budaya dan aspek
lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul berbagai masalah barulah disadari
bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu keharusan. Berdasarkan World
Comission on Environment and Development yang dilaksanakan di tahun 1987,
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka sendiri.
Keraf (2002) menjelaskan bahwa konsep pembangunan berkelanjutan
dimaksudkan untuk mensinkronkan, mengintegrasikan dan memberi bobot yang
sama bagi tiga aspek utama pembangunan yaitu aspek ekonomi, aspek sosial-
budaya dan aspek lingkungan hidup. Gagasan dibalik itu bahwa pembangunan
ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup harus dipandang sebagai terkait
erat satu sama lain, sehingga unsur-unsur dari kesatuan yang saling terkait ini
tidak boleh dipisahkan atau dipertentangkan satu dengan lainnya.
Pengolahan limbah adalah salah satu upaya untuk melindungi lingkungan,
selain untuk memenuhi peraturan pemerintah tentang baku mutu lingkungan juga
merupakan tanggung jawab industri terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Sejauh mana dampak yang diberikan oleh sistem pengolahan limbah oleh industri
Pulp dan Kertas diuraikan dari segi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
9
Santika (1987) nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang
sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan
untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi,
yang ditunjukkan dengan semain kecilnya sisa oksigen terlarut dalam air, maka
berarti konten bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi.
Parameter polusi zat organik yang terjadi pada air limbah dan air permukaan
adalah BOD selama lima hari (BOD5). Hasil tersebut merupakan kadar oksigen
terlarut yang digunakan oleh mikroorganisme pada proses oksidasi biokimia
materi organik. Menurut Tchobanoglous et al (2003) alasan dilakukan pengujian
BOD adalah untuk menentukan jumlah oksigen yang digunakan mikroorganisme.
Menentukan ukuran system pengolahan air limbah, serta mengukur efisiensi dari
tiap unit pengolahan.
3. Total suspended solid (TSS)
TSS adalah semua zat yang masih ada/tersisa setelah terjadi penguapan dalam
suhu 103-105 oC. zat yang mempunyai tekanan uap pada temperatur ini akan
menguap dan tidak dikelompokkan sebagai padatan. Total solid setelah
penguapan dapat dikelompokkan sebagai padatan yang tidak dapat tersaring
(mengendap) (Tchobanoglous et al 2003).
TSS (Total Suspended Solid) atau total padatan tersuspensi adalah padatan
yang tersuspensi di dalam air berupa bahan-bahan organik dan inorganik yang
dapat disaring dengan kertas millipore berporipori 0,45 μm. Materi yang
tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi
penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang
menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produsen (Huda, 2009).
4. pH
Kadar pH yang baik adalah kadar pH dimana masih memungkinkan
kehidupan biologis di dalam air berjalan baik. pH yang baik bagi air limbah
adalah netral.
5. Temperatur
Temperatur dari limbah cair biasanya lebih tinggi dari air bersih dikarenakan
penambahan panas dari aktifitas industri. Secara spesifik, panas dari air limbah
11
lebih tinggi daripada udara, kecuali pada musim panas. Temperatur merupakan
parameter yang penting berkaitan dengan efeknya pada reaksi kimia, laju reaksi,
kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai aktifitas. Selain itu
oksigen yang terlarut dalam air panas lebih sedikit dibandingkan dengan air
dingin.
Karakteristik limbah cair yang dihasilkan pada proses pembuatan Pulp dan
Kertas tergantung dari jenis proses yang digunakan. Tipikal karakteristik dari
limbah cair dari berbagai tipe proses produksi pulp dapat dilihat pada Tabel 1.
Proses lumpur aktif telah menjadi metode pengolahan utama untuk limbah
cair Pulp dan Kertas dalam beberapa tahun terakhir dalam bentuk konvensional
dan modifikasi, yang mampu memenuhi pengolahan sekunder batas limbah.
Dalam hal ini, telah ditunjukkan bahwa penerapannya lebih efisiensi untuk
mengurangi BOD dan COD dari limbah.
Emergeny
Pond
Furnace River
Phosphate (DAP) dan (NH2)2CO (urea). Selain itu Defoamer juga ditambahkan
pada keluaran Cooling tower untuk mengontrol busa saat proses aerasi.
kemampuan pengurangan kadar limbah oleh IPAL akan turun. Sludge handling
seperti ginjal pada manusia, apabila unit ini mengalami kerusakan padatan
tersuspensi dari Primary dan Secondary Clarifier akan menumpuk sehingga
beban organik akan meningkat, akibatnya beban pengolahan akan berat untuk
menurunkan kadar limbah. Dengan kata lain apabila salah satu unit pengolahan
limbah terjadi kerusakan, sehingga unit lain kelebihan beban dan mengakibatkan
tidak optimalnya proses pengolahan.
3. Keterbatasan kapasitas Emergency pond, volume yang tidak cukup untuk
menampung semua limbah apabila terjadi shutdown. Keterbatasan ini diakibatkan
terjadinya pendangkalan akibat adanya pengendapan dari padatan tersuspensi
yang tidak bisa dipompakan ke unit pengolahan. Dengan terbatasnya volume
Emergency pond ini, maka apabila terjadi shutdown, limbah harus diproses segera
walaupun nilai kadar limbah COD, TSS dan pH tinggi. Dengan beban yang tinggi
mengakibatkan hasil yang diolah akan menjadi tinggi, menjadikan kualitas limbah
yang dibuang ke Sungai Kampar menjadi menurun.
4. Internal target untuk sludge yang di proses pada sludge handling. Target
dari sludge handling yaitu untuk memperoleh lumpur yang diproses di sludge
handling dengan kadar air kurang dari 60%, sehingga dapat mengorbankan target
utama dari pengolahan limbah cair dan peningkatan kualitas limbah. Untuk
mendapatkan kadar air yang rendah maka dilakukan pengurangan rasio dari
lumpur yang diambil dari unit secondary clarifier (biosludge). Dengan
berkurangnya bioslude yang diambil dari secondary clarifier. Akibatnya, beban
organik lebih banyak kembali ke sistem (aeration basin) Sehingga beban
pengolahan semakin meningkat dan menjadikan persen reduksi dari COD
berkurang. Penurunan reduksi COD dari IPAL tentunya menjadikan kualitas
limbah yang dibuang ke sungai Kampar juga turun.
21
4.1 Tingginya COD dari Limbah yang Masuk ke Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL)
Untuk mengatasi COD dari limbah yang masuk ke IPAL dari unit-unit
operasi dapat dilakukan dua cara berikut:
1. Pengendalian limbah setiap tahapan proses pembuatan Pulp dan Kertas
Kadar COD dari limbah yang masuk tergantung dari tahapan proses
pengolahan pulp dan kertas. Oleh karena itu, Pengendalian limbah harus dimulai
dari setiap tahapan proses dimana setiap proses harus ditingkatkan efisiensinya,
misalnya penggunaan air untuk pencucian kayu di woodyard harus dapat
digunakan dengan optimal seperti dengan menaikkan tekanan air serta membuat
nozzle sehingga pencucian lebih maksimal. Jika dimungkinkan air dapat
digunakan kembali dengan melakukan pencucian bertahap.
Kadar COD limbah juga berkaitan dengan stabilitas proses. Apabila dari
tahapan proses terjadi masalah misalnya ada kerusakan pada unit pulp washing,
sehingga terjadi peningkatan limbah dari unit ini. Oleh karena itu, perlu adanya
upaya untuk menjaga stabilitas proses dengan melakukan tindakan pencegahan
dan perawatan mesin serta peralatan. Kemudian menindaklanjuti dengan cepat
apabila ada terjadi kebocoran, kerusakan pada tahapan proses karena dapat
meningkatkan kapasitas buangan limbah.
Pencegahan kerusakan pada unit pengolahan limbah harus dapat dicegah.
Kerusakan pada alat dapat menimbulkan berkurangnya efisiensi pengolahan
limbah serta dapat mengganggu parameter proses lainnya. Oleh karena itu, perlu
dilakukan tindakan perawatan mesin secara berkala untuk mencegah terjadinya
kerusakan tiba-tiba pada mesin.
2. Pemberian Polymer pada Primary Clarifier
Tujuan utama pemberian polymer pada unit primary clarifier yaitu agar
padatan tersuspensi lebih mudah dalam pembentukan flok. Semakin cepat
terbentuknya flok maka akan semakin cepat terjadinya pengendapan. Padatan
25
tersuspensi pada limbah cair dari proses Pulp dan Kertas sebagian besar adalah
organik. Dengan penurunan beban organik diharapkan dapat mengurangi beban
dari limbah yang diolah sehingga pada proses biologi tingkat reduksi dari COD
lebih tinggi dan dicapainya target.
Berdasarkan Irfan, Butt, Imtiaz, Abbasa, Khana dan Shafique (2013)
dengan menggunakan polyacrylamide kationic dan anionic yang dikombinasikan
dengan ferric chloride dan aluminium chloride maka reduksi yang diperoleh dapat
lebih tinggi yaitu sekitar 95% COD dan 95% TSS .
4.4 Internal Target untuk Sludge yang di Proses pada Sludge Handling
Perlu diperhatikan kapasitas dan kemampuan alat ini terbatas maka perlu
dijalankan dengan proses parameter optimal. Operasi produksi yang melebihi
kapasitas dapat menurunkan efektifitas dari unit pengolahan. Selain itu, perlu
dijaga agar rasio lumpur dari secondary dan primary. Rasio yang tepat
berdasarkan Sanyoto (2013) adalah 65-75% untuk lumpur yang diambil dari
primary clarifier. Dengan rasio 65-75% maka akan diperoleh konsistensi sekitar
40%. Walaupun selain rasio masih ada parameter lain yang berpengaruh seperti
polymer. Parameter seperti jumlah polymer juga perlu diperhatikan agar tidak
terlalu berlebihan. Selain itu, instruksi dan standard pengoperasian harus jelas dan
tertulis serta dimengerti agar mudah diikuti oleh operator.
Untuk konsistensi di atas 40% akan sulit dicapai oleh unit Sludge handling.
Oleh karena itu, perusahaan dapat menambah unit baru untuk pengeringan sludge.
Atau bisa juga memisahkan pengolahan biosludge dengan primary sludge.
Biosludge dapat digunakan sebagai pupuk untuk kegiatan pengembangbiakan
tanaman akasia. Sehingga akan diperoleh konsistensi sludge yang akan dikirim ke
boiler diatas 40%.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan S.S Santika, 1987, Metoda Penelitian Air, Usaha National,
Surabaya
Anonim, 2010, Ribuan Ikan Mati Mendadak di Desa Sering, Pelalawan
(http://riauterkini.com/lingkungan.php?arr=33568, diakses 25 juli 2016)
----------, 2015, Tak Tahan Limbah RAPP 5 Warga Minta Kompensasi
(http://metroterkini.com/berita-15177-tak-tahan-limbah-rapp-warga-5-desa-
minta-kompensasi-pekerjaan.html diakses 25 Juli 2016)
----------, 2016, Industri Pulp dan Kertas,
(http://www.antaranews.com/foto/101152/industri-pulp-dan-kertas, diakses
25 Juli 2016)
Dixon, A., M. Simon, dan T. Burkitt, 2003, Assessing The Environmental Impact
of Two Options For Small-Scale Wastewater Treatment: Comparing A Reed
Bed And An Aerated Biological Filter Using A Life Cycle Approach.
Journal Ecological Engineering, 20:297–308
Dosary, A.S., M.M Galal dan A.H Halim, 2015, Environment Impact of
Wastewater Treatment Plants (Zenien and 6th October WWTP), Journal
Curr. Microbial. App. Sci., 4(1):953-964
Henricson, K., 2005, Chemical Recovery Cycle: An Introduction to Chemical
Pulping Technology, Lapperanta University of technology, Lapperanta
Huda, T., 2009, Hubungan antara Total Suspended Solid Dengan Turbidity dan
Dissolved Oxygen, (http://thorik.staff.uii.ac.id/2009/08/23/hubungan-antara-
total-suspended-solid-dengan-turbidity-dan-dissolved-oxygen/, diakses 3
Agustus 2016)
Irfan, M., T. Butt, N. Imtiaz, N. Abbas, R.A. Khan, dan A. Shafique, 2013, The
Removal of COD, TSS and Colour of Black Liquor by Coagulation–
Flocculation Process at Optimized pH, Settling and Dosing Rate, Arabian
Journal of Chemistry,
(http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1878535213002682,
diakses 9 September 2016)
Kamali, M. dan Z. Khodaparast, 2014, Review on Recent Developments on Pulp
and Paper Mill Wastewater Treatment, Journal Ecotoxicology and
Environmental Safety, 114:326–342
Karat, I. 2013, Advanced Oxidation Processes for Removal of COD from Pulp
and Paper Mill Effluents, (http://www.diva-
portal.org/smash/get/diva2:618554/FULLTEXT02, diakses 9 September
2016)
Keraf, A.S., 2002, Etika Lingkungan, Buku Kompas, Jakarta
28
LAMPIRAN
Disusun Oleh
NIM : 1510248300
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air merupakan kebutuhan sangat vital bagi kehidupanbumi ini terutama air
bersih bagi manusia. Sumber air bersih merupakan kekayaan alam yang perlu dijaga
kelestariannya. Air bersih penting untuk manusia, karena air tidak pernah dapat
digantikan oleh senyawa lain manapun. Tubuh manusia terdiri dari 70% air (Orang
dewasa). Sekitar 2,50 liter air dalam tubuh manusia harus diganti dengan air yang
baru setiap hari. Diperkirakan dari sejumlah air yang harus diganti, 1,5 liter berasal
dari air minum dan sekitar 1 liter berasal dari bahan makanan yang dikonsumsi
(Bachtiar, 2007).
Air adalah materi esensial di dalam kehidupan dan merupakan substansi kimia
dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang
terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak
berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan
temperatur 273,15 K (0°C). Zat kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang
memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-
garam, gula, asam, beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Sumber-sumber air yang ada di bumi ini antara lain adalah air laut, air atmosfer,
air permukaan dan air tanah. Manusia dan makhluk hidup lainnya yang tidak hidup
dalam air senantiasa mencari tempat tinggal dekat air supaya mudah untuk
mengambil air untuk keperluan hidupnya. Selain itu pemenuhan kebutuhan air bersih
dapat tercukupi sehingga mereka dapat hidup sehat dan tidak mudah terkena
penyakit. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagaimacam penularan
penyakit. Air bersih adalah air yang jernih, tidak berwarna, tawar dan tidak berbau.
Melalui penyediaan air bersih dan sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Salah satu sumber air yang berasal dari air permukaan adalah sungai. Sungai
merupakan alur atau wadah air alami dan/ atau buatan berupa jaringan pengaliran air
beserta air dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri
oleh garis sempadan. SungaiJurong merupakan salah satu sungai yang berada di
DuriKabupaten Bengkalis yang memiliki peranan penting dalam keberlangsungan
31
kehidupan masyarakat. Kesadahan dan besi (Fe) merupakan parameter kimia dalam
perairan sungai, jika parameter ini memiliki kandungan yang tinggi dan dimanfaatkan
terus menerus, maka dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi penggunanya.
Menurut Anonim (2016),Kesadahan dan besi (Fe) merupakan parameter
tentang kualitas air bersih, karena kesadahan, dan besi (Fe) menunjukkan ukuran
pencemaran air secara kimia. Parameter kesadahan menunjukkan ukuran pencemaran
air oleh mineral-mineral terlarut berupa Ca2+dan Mg2+. Air yang kesadahannya tinggi
apabila dikonsumsi secara terus menerus akan mengakibatkan terjadinya gangguan
kesehatan, yaitu perut menjadi mual bahkan terjadinya gangguan pada fungsi ginjal.
Selain itu dapat pula mengurangi daya aktif sabun, membentuk kerak pada alat
pemasak dan penyumbatan pada pipa.
Parameter besi (Fe) termasuk golongan tidak beracun/toksisitas rendah, tetapi
apabila dikonsumsi secara regular melebihi 10 tahun dan melebihi standar baku mutu
diperbolehkan, akan dapat menyebabkan pembengkakkan ginjal, lever, batu ginjal/
kandung kemih, iritasi usus besar (lambung) dan penyakit pinggang. Selain itu juga
dapat menimbulkan perkaratan pada pipa besi dan boros dalam penggunaan sabun
maupun deterjen oleh karena tidak berbuih serta dapat memunculkan partikel-partikel
berwarna kuning, kuning kecoklatan, coklat kehitaman dan hitam dalam air.
Sekam padi sebagai limbah pertanian masih memungkinkan untuk
dimanfaatkan dengan adanya kandungan bahan-bahan organiknya. Senyawa utama
dinding sel sekam padi adalah polisakarida yaitu serat kasar atau selulosa, lignin, dan
hemiselulosa yang memiliki gugus hidroksil yang dapat berperan dalam proses
adsorpsi (Bachtiar, 2007).
Menurut Nurulita(2010), kesadahanbisa diturunkan menggunakan karbon aktif
termasuk ion-ion logam berat. Karbon aktif dipilih karena memiliki sejumlahsifat
kimia maupun fisika yang menarik, diantaranya mampu menyerap bahanorganik
maupun anorganik, dapat berlaku sebagai penukar kation, dan sebagaikatalis untuk
berbagai reaksi.
Karena sekam padi dan karbon aktif memiliki kandungan bahan organik dan
sejumlah sifat kimia maupun fisika yang mampu menurunkan bahan pencemar logam
berat dan kesadahan, maka penulis tertarik untuk membahas campuran karbon aktif
32
dan arang sekam padi untuk menurunkan bahan pencemar pada air sungai yang
memiliki kandungan kesadahan yang tinggi dan besi (Fe).
Sungai Jurong merupakan sungai di daerah Duri. Kawasan Sungai Jurong
merupakan tempat kehidupan penduduk sekitarnya. Segala aktivitas dilakukan penduduk
di Sungai Jurong ini, baik untuk menangkap ikan, penggunaan air untuk mandi, cuci dan
kakus serta tempat pembuangan limbah. Sungai Jurong juga dimanfaatkan sebagai
sumber air baku untuk pengolahan air minum untuk kawasan swasta dan PDAM Duri.
Pemerintahan sendiri memiliki sasaran yang ingin dicapai dalam penyusunan pola
pengelolaan air sungai dengan memberikan:
1. Arahan tentang kebijakan dalam konservasi sumber daya air di Sungai Jurong.
2. Arahan tentang kebijakan pendayagunaan sumber daya air di Sungai Jurong dengan
memperhatikan kebijakan daerah, termasuk arahan dalam penataan ruang
wilayah.
3. Arahan tentang kebijakan dalam pengendalian daya rusak air.
4. Arahan tentang kebijakan dalam meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha
dalam pengelolaan sumberdaya air.
5. Arahan tentang kebijakan pelaksanaan Sistim Informasi Sumber Daya Airdisungai
Jurong.
akan membentuk emulsi atau sistem koloid dengan zat pengotor yang melekat dalam
benda yang hendak dibersihkan.
Secara lebih rinci kesadahan dibagi dalam dua tipe, yaitu: (1) kesadahan umum
dan (2) kesadahan karbonat. Disamping dua tipe kesadahan tersebut, dikenal pula
tipe kesadahan yang lain yaitu yang disebut sebagai kesadahan total atau total
hardness.Kesadahan total merupakan penjumlahan dari kesadahan umum dan
kesadahan karbonat.
Kesadahan dalam air dapat disebabkan oleh adanya garam-garam anorganik
atau persenyawaan antara lain(Kristyanto, 2011):
1. Kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dengan bikarbonat
2. Kalsium dan magnesium dengan sulfat, nitrat dan klorida
3. Garam-garam besi, seng dan silica
Kandungan ion Ca dan Mg dalam air dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1. Faktor Alamiah : karena sumber air berdekatan dengan lokasi penambangan
batu kapur atau pun daerah tersebut dekat lokasi persawahan.
36
2. Faktor non alamiah : karena ditambahkan dalam air baik disengaja atau pun
tidak sengaja.
Air dengan batasan kesadahan lebih dari 3 mEq/l (150 ppm) akan menimbulkan
kerugian-kerugian sebagai berikut:Menyebabkan pemakaian sabun meningkat karena
sulit larut dan sulit berbusa. Bila air dididihkan akan menimbulkan endapan dan
kerak pada cerek/boiler. Penggunaan bahan bakar akan meningkat, tidak efisien dan
dapat meledakkan boiler. Menyebabkan biaya produksi yang tinggi pada industri
yang menggunakan air dengan kesadahan tinggi.
Penggunaan paramater kesadahan total sering sekali membingungkanoleh
karena itu, sebaiknya penggunaan parameter ini dihindarkan. Menurut Bintoro
(2000), kesadahan dikategorikan sebagai berikut :
1. Kesadahan umum
Kesadahan umum atau "General Hardness" merupakan ukuran yang
menunjukkan jumlah ion kalsium (Ca++) dan ion magnesium (Mg++) dalam air. Ion-
ion lain sebenarnya ikut pula mempengaruhi nilai kesadahan umum, akan tetapi
pengaruhnya diketahui sangat kecil dan relatif sulit diukur sehingga diabaikan.
Apabila nilai kesadahan umum terlalu rendah bagi suatu jenis ikan, ia dapat
dinaikkan dengan menambahkan kalsium sulfat, magnesium sulfat, atau kalsium
karbonat. Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa penambahan garam-garam tersebut
membawa dampak lain yang perlu mendapat perhatian. Pemberian garam sulfat akan
memberikan tambahan sulfat kedalam air, sehingga perlu dilakukan denganhati-hati.
Sedangkan penambahan garam karbonat akan menyumbangkan ion karbonat kedalam
air sehingga akan menaikkan kesadahan karbonat. Untuk mendapat kondisi yang
diinginkan perlu dilakukan manipulasi dengan kombinasi pemberian yang
sesuai.Penurunan nilai kesadahan umum dapat dilakukan dengan perlakuan-perlakuan
yang mampu menghilangkan kadar kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dari dalam air.
2.Kesadahan karbonat
Kesadahan karbonat merupakan besaran yang menunjukkan kandungan ion
bikarbonat (HCO3-) dan karbonat (CO3--) di dalam air. Dalam akuarium air tawar,
37
pada kisaran pH netral, ion bikarbonat lebih dominan, sedangkan pada akuarium laut,
ion karbonat lebih berperan.
Kesadahan karbonat sering disebut sebagai alkalinitas yaitu suatu ekspresi dari
kemampuan air untuk mengikat kemasaman (ion-ion yang mampu mengikat H+).
Oleh karena itu, dalam sistem air tawar, istilah kesadahan karbonat, pengikat
kemasaman, kapasitas pem-bufferan asam, dan alkalinitas sering digunakan untuk
menunjukkan hal yang sama. Dalam hubungannya dengan kemampuan air mengikat
kemasaman, kesadahan karbonat berperan sebagai agen pem-buffer-an yang
berfungsi untuk menjaga kestabilan pH.
Kesadahan karbonat pada umumnya sering dinyatakan sebagai derajat
kekerasan dan diekspresikan dalam CaCO3 seperti halnya kesadahan
umum. Kesadahan karbonat dapat diturunkan dengan merebus air yang bersangkutan,
atau dengan memperlakukan air melewati gambut. Perlakuan perebusan air tentu saja
tidak praktis, kecuali untuk akuarium ukuran kecil.
2. Besi (Fe)
Menurut Agusnar (2011),Keberadaan besi dalam air bersamaan dengan mineral
mangan, tetapi besi didapatkan lebih sering dari pada managan, berdasarkan data
survai air tanah yang pernah dilakukan di beberapa kota Illinois (USA) tahun 1963
pernah didapatkan bahwa konsentrasi besi kira-kira 10 kali konsentrasi mangan.
Selanjutnya Agusnar(2011), mengatakan pada dasarnya besi dalam air dalam
bentuk Ferro (Fe2+) atau Ferri (Fe3+), hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen
terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion
ferro yang terlarut dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya membentuk
endapan Ferrihidrosida yang sukar larut, berupa hablur (presipitat) yang biasanya
berwarna kuning kecoklatan, oleh karena pada kondisi asam dan aerobic bentuk
ferrolah yang larut dalam air. Pada pH di atas 12 ferri hedroksida dapat terlarut
kembali membentuk Fe(OH)4.
Prinsip penurunan kadar besi adalah proses oksidasi dan pengendapan. Adapun
prosesnya adalah besi dalam bentuk ferro dioksidasi terlebih dahulu bentuk ferri,
38
4. Bakteri Besi
Bakteri besi (Crenothrix dan Lepothrix) adalah bakteri yang dapat mengambil
unsur besi dari sekeliling lingkungan hidupnya sehingga mengakibatkan turunnya
kandungan besi dalam air.
Dalam aktivitasnya bakteri besi memerlukan oksigen dan besi sehingga bahan
makanan dari bakteri besi tersebut. Hasil aktivitas bakteri besi tersebut menghasilkan
presipitat (oksida besi) yang akan menyebabkan warna kuning pada pakaian dan
bangunan.
air tersebut. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, air menurut
kegunaannya digolongkan menjadi :
1. Kelas I : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
2. Kelas II : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, Peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut.
3. Kelas III : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan
air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain
yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4. Kelas IV : Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut (Lail,2008).
sebagai bahan bakar, filter atau penyerap dengan diolah menjadi karbon aktif,
pewarna dengan diolah menjadi karbon black dan berbagai kebutuhan industri kimia
lainnya. Penggunaan arang yang lain sebagai reduktor sebagaimana halnya coke pada
industri logam, karena mengandung karbon bebas yang tinggi (>70%). Kegunaan
lainnya dari arang diantaranya adalah sebagai bahan penjernih, arang kompos, dan
baterai Lithium.Berikut ini komposisi kimia arang sekam padi table 2:
2. Proses aktivasi
Secara umum, aktivasi adalah pengubahan karbon dengan daya serap
rendah menjadi karbon yang mempunyai daya serap tinggi. Untuk menaikan
luas permukaan dan memperoleh karbon yang berpori, karbon diaktivasi, misalnya
dengan menggunakan uap panas, gas karbondioksida dengan temperatur 700-
1100°C, ataupenambahan bahan-bahan mineral sebagai activator. Selain itu aktivasi
juga berfungsi untuk mengusir tar yang melekat pada permukaan dan pori-pori
karbon. Aktivasi menaikan luas permukaan dalam (internal area), menghasilkan
volume yang besar, berasal dari kapiler-kapiler yang sangat kecil, dan mengubah
permukaan dalam dari stuktur pori.
Karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap gas, penyerap
logam, menghilangkan polutan mikro misalnya zat organic, detergen, bau, senyawa
phenol dan lain sebagainya. Pada saringan arang aktif ini terjadi proses adsorbsi,
yaitu proses penyerapan zat - zat yang akan dihilangkan oleh permukaan arang aktif,
termasuk CaCO3 yang menyebabkan kesadahan, serta ion-ion logam berat. Apabila
seluruh permukaan arang aktif sudah jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap
maka kualitas air yang disaring sudah tidak baik lagi, sehingga arang aktif harus diganti
dengan arang aktif yang baru. Banyak penelitian yang mempelajari tentang manfaat/kegunaan
dari kegunaan karbon aktif yang dapat menyerap senyawa organik maupun
anorganik, penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan polutan mikro misalnya
detergen, bau, senyawa phenol dan lain sebagainya. Pada saringan arang aktif ini
terjadi proses adsorbsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang akan dihilangkan oleh
permukaan arang aktif. Apabila seluruh permukaan arang aktif sudah jenuh, atau
sudah tidak mampu lagi menyerap maka kualitas air yang di saring sudah tidak baik
lagi,sehingga arang aktif harus di ganti dengan arang aktif yang baru.
2.6 Pemanfaatan Campuran Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif untuk
Menurunkan Kesadahan dan Besi (Fe) Air Sungai Jurong-Duri
Sungai Jurong merupakan anak sungai Rokan yang berhulu di Rokan Hulu
dengan melewati Kota Duri bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Lampiran 1,2 dan 3) (Wikipedia, 2015).
45
Sungai Jurongmempunyai potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Hal ini dilihat
dari peranannya yang cukup andil sebagai sumber utama dan pelengkap bagi
pemenuhan kebutuhan sehari-hari rumah tangga masyarakat setempat seperti makan,
minum, mandi, dan cuci.Kesadahan dan besi (Fe) merupakan parameter kimia air
sungai yang harus di kendalikan karena air sungai digunakan sebagai sumber
kehidupan.
Menurut Siregar, (2010) air sadah adalah air yang mengandung ion Kalsium
(Ca) dan Magnesium (Mg). Ion-ion ini terdapat dalam air dalam bentuk sulfat,
kionda, dan hidrogenkarbonat. Kesadahan air alam biasanya disebabkan garam
karbonat atau garam asamnya. Kesadahan merupakan petunjuk kemampuan air untuk
membentuk busa apabila dicampur dengan sabun.Sedangkan, besi dalam air dalam
bentuk Ferro (Fe2+) atau Ferri (Fe3+), hal ini tergantung dari kondisi pH dan oksigen
terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya oksigen terlarut yang cukup, maka ion
ferro yang terlarut dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya membentuk
endapan.Ferrihidrosida yang sukar larut, berupa hablur (presipitat) yang biasanya
berwarna kuning kecoklatan, oleh karena pada kondisi asam dan aerobic bentuk
ferrolah yang larut dalam air. Pada pH di atas 12 ferri hedroksida dapat terlarut
kembali membentuk Fe(OH)4.
Selanjutnya dikatakan Siregar(2010), karbon aktif dan arang sekam padi dapat
digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan
polutan mikro misalnya zat organik, detergen, bau, senyawa phenol dan lain
sebagainya. Dalam reaksinya munurunkan kesadahan dan logam dengan
mekanismenya yaitu air baku yang banyak mengandung zat CaCO3 dan logam
dialirkan ke filter karbon aktif . Selama mengalir melalui media tersebut, zat CaCO3
dan logam yang terdapat dalam air baku akan diserap oleh karbon aktif. Pada
saringan karbon aktif ini terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat - zat
yang akan dihilangkan oleh permukaan karbon aktif, termasuk CaCO3 yang
menyebabkan kesadahan dan logam. Apabila seluruh permukaan karbon aktif sudah
jenuh, atau sudah tidak mampu lagi menyerap maka kualitas air yang disaring sudah
tidak baik lagi, sehingga karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif yang baru.
Banyak penelitian yang mempelajari tentang manfaat/kegunaan dari kegunaan karbon
46
aktif dan arang sekam padi yang dapat menyerap senyawa organik maupun
anorganik, penyerap gas, penyerap logam, menghilangkan polutan mikro misalnya
detergen, bau, senyawa phenol dan lain sebagainya.
Pengolahan air sungai menggunakan sistem yang menggunakan campuran
arang sekam padi dan karbon aktif sebagai filter air sungai jurong merupakan hal
yang baru bagi masyarakat sekitar sungai Jurong. Karena jika tidak ditangani, akan
menimbulkan masalah kesehatan yang berdampak jangka panjang. Di desa Jurong
tidak ada sistem pengolahan air sungai seperti yang dikemukakan. Oleh karena itu,
masyarakat harus mengetahui bagaimana cara pengolahan air menggunakan arang
sekam padi dan karbon aktif untuk menurunkan parameter kesadahan dan besi (Fe).
Selanjutnya masyarakat di Desa sungai jurong berupaya dalam pemanfaatan
campuran arang sekam padi dan karbon aktif sebagai filtrasi air sungai agar
memperoleh air bersih.
Peran Pemerintah daerah kecamatan Mandau juga diaharapkan berupaya
menggalang keterlibatan peran swasta dan masyarakat terutama dalam pemanfaatan
sistem pengolahan air sungai menggunakan arang sekam padi dan karbon aktif untuk
menurunkan kesadahan dan besi (Fe) air di Sungai Jurong–Duri.
III. DAMPAK PEMANFAATAN CAMPURAN ARANG SEKAM PADI DAN
KARBON AKTIF UNTUK MENURUNKAN KESADAHAN DAN BESI
(Fe) AIR DARI SUNGAI JURONG-DURI
Bila pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif dilakukan, maka:
1. Kesadahan menjadi tinggi dan mempengaruhi kemampuan air untuk
mengendapkan sabunmenjadi berkurang atau hilang sama sekali.
2. Masyarakat masih harus membeli air bersih untuk kebutuhan air minum.
Bila pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif dilakukan, maka:
1. Pembuatan arang sekam padi dapat menjadi usaha untuk warga sekitar.Sekam
padi merupakan sisa hasil dari gilingan padi yang tidak digunakan kembali.
Karena sekam padi merupakan salah satu cara untuk menurunkan kadar
pencemar, maka sekam padi dapat dimanfaatkan dengan optimal.
2. Merupakan pendapatan sampingan bagi petani/ penggilingan padi. Selain itu,
sekam padi yang akan diolah menjadi arang, dilakukan oleh masyarakat sekitar
dan ini merupakan nilai jual yang menghasilkan keuntungan bagi warga sekitar.
3. Menurunkan nilai kesadahan. Jika nilai kesadahan turun di sungai Jurong, maka
penggunaan sabun akan menjadi lebih hemat. Selanjutnya dampak ekonomi
lainnya yang diperoleh yaitu para pengumpul batok kelapa juga merasakan
dampak ekonomi dari pemanfaatan sistem ini.
4. Menghemat pengeluaran untuk membeli bahan baku air minum dan juga akan
merubah prilaku warga untuk menjaga kondisi air sesuai dengan yang diharapkan.
48
Bila dilakukan pemanfaatan arang sekam padi dan karbon aktif yaitu :
1. Memanfaatkan sekam padi untuk pengolahan sehingga mengurangi jumlah
timbulan sampah sekam di tempat penggilingan padi.
2. Dapat menurunkan parameter sumber pencemar seperti kesadahan dan besi.
3. Menjaga ekosistem dan biota perairan di sekitar sungai
4. Turun parameter air setelah dilakukan pengolahan mengurangi penyakit yang
akan ditimbulkan oleh kesadahan dan besi jika dijadikan sumber air minum
5. Manjaga sanitasi air sungai Jurong agar tetap selalu bersih dari bahan pencemar.
6. Masyarakat yang memanfaatkan air Sungai Jurong yang bersih dari bahan
pencemar (kesadahan dan besi (Fe) rendah) akan terhindar dari penyakit yang
timbul dari pengaruh kesadahan dan besi (Fe) air sungai jurong.
IV. UPAYA PENYEMPURNAANPEMANFAATAN CAMPURAN ARANG SEKAM
PADI DAN KARBON AKTIF UNTUK MENURUNKAN KESADAHAN, DAN
BESI (Fe) AIR DARISUNGAI JURONG- DURI
Upaya untuk penyempurnaan pemanfaatan campuran arang sekam padi dan karbon aktif,
upaya yang dilakukan antara lain sebagai berikut:
4.1 Pengolahan Menggunakan Campuran Arang Sekam Padi dan Karbon Aktif
Di Sungai Jurong belum terdapat pengolahan air yang dapat menurunkan kesadahan dan
kadar besi. Jika kesadahan dan kandungan besi tidak diturunkan, maka akan menimbulkan
penyakit bagi masyarakat. Sehingga perlu penanganan yang efisien untuk hal ini.
Sekam padi yang merupakan limbah pertanian dan karbon aktif mengandung bahan-
bahan kimia yang dapat menurunkan tingkat kesadahan pada Sungai Jurong. Tetapi, karena
pengolahan air untuk menurunkan kesadahan dan besi menggunakan sekam padi dan karbon
aktif merupakan hal yang baru. Masyarakat belum mengenal bagaimana cara pengolahan.
Oleh karena itu, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat sekitar sungai Jurong untuk sistem
pengolahan air sungai menggunakan arang sekam padi dan karbon aktif untuk menurunkan
kesadahan dan besi (Fe) air di Sungai Jurong –Duri
Oleh
Wahyudi
1510248204
Dewasa ini ini salah satu program pembangunan bidang kehutanan yang
sedang digalakkan adalah pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Program ini
konsumsi langsung di dalam negeri maupun sebagai pemenuhan bahan baku industri
saat ini dan masa yang akan datang melalui tindakan peningkatan produktivitas
lahan-lahan kritis, padang alang-alang dan semak belukar. Atas dasar program ini
dan didorong pula oleh pembangunan hutan tanaman yang lestari dan
Tanaman Industri, HTI merupakan hutan tanaman yang dibangun dalam rangka
intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Tujuan
pengusahaan HTI adalah menunjang pengembangan industri hasil hutan dalam negeri
guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan
kualitas lingkungan hidup, serta memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha .
Adanya pembangunan HTI maka diharapkan dapat menyelamatkan hutan alam dari
kerusakan karena HTI merupakan potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,
Instruksi Presiden R.I Nomor 1 tahun 2010 tanggal 19 Februari 2010 tentang
menemui kendala pada saat perusahaan berhadapan dengan kondisi tanah yang
memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Kendala ini dihadapi oleh PT. Riau
Andalan Pulp and Paper (PT.RAPP), dimana kondisi tanah Ultisol yang menjadi
tempat tumbuh bagi tanaman pokok menghasilkan produksi kayu yang kurang
memperbaiki kondisi lingkungan terutama tanah yang kurang baik bagi pertumbuhan
tanaman pokok, PT. RAPP sudah melakukan pemupukan saat penanaman dengan
menggunakan pupuk TSP,MOP dan ZA, kemudian pada saat tanaman berumur
teknik silvikultur intensif seperti pemilihan bibit ungul, pengolahan tanah secara
ditemukan tanaman pokok Eucalyptus spp. memiliki pertumbuhan yang kurang baik,
antara lain tanaman yang memiliki tinggi, diameter yang tidak seragam pada saat
Adanya tanaman pokok yang tidak seragam pada umur 2,5 tahun dan 5 tahun
menjadi motivasi bagi saya untuk menganalisis lebih jauh adanya kemungkinan
unsur hara yang tidak cukup bagi tanaman pokok seiring bertambahnya volume
193
pohon, sedangkan unsur hara yang disediakan oleh proses dekomposisi seresah
Tanah Ultisol merupakan tanah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah
yang menjadi lingkungan tempat tumbuh bagi tanaman Eucalyptus spp yang
dibudidayakan oleh PT. RAPP dalam memproduksi serat kayu untuk keperluan
bubur kertas. Untuk menaikan tingkat kesuburan tanah Ultisol tersebut perusahaan
sudah melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk TSP, MOP dan ZA pada
saat penanaman dengan dosis TSP 100 gr/pokok tanaman, MOP 40 gr/pokok
Walaupun sudah dilakukan pemupukan dua kali yaitu pada saat penanaman
dan pada saat tanaman berumur 4 bulan namun masih ditemukan masalah pada
seragam pertumbuhannya pada saat berumur 2.5 tahun dan 5 tahun, demikian juga
MAI (Mean Annual Increment) atau penambahan riap tahunan yang masih rendah
pertumbuhan tanaman Eucalyptus spp. yang belum diselesaikan oleh PT. RAPP
2. Masih ditemukan alat berat yang memotong alur atau drainase yang
4. Belum ada usaha melakukan pemupukan pada saat tanaman berumur 2.5
Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan Pasal
hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara
tumbuh sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi
hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan
berupa kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi
pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan
adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh
dan produktivitas. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
196
daya, keadaan, dan makluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang
manusia serta makluk hidup lain. Menurut Kasry (2016), untuk keperluan deskriptif ,
merupakan kegiatan utama yang mendukung program rehabilitasi kawasan hutan dan
lahan kritis. Selain untuk merestorasi fungsi kawasan hutan, pembangunan hutan
tanaman juga diharapkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri kayu
yang tidak dapat dipenuhi dari hutan alam. Khusus untuk fungsi yang kedua, di
Indonesia dikenal adanya Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan berbagai jenis
komoditas seperti kayu penghasil pulp maupun kayu pertukangan. Selain pada
rendah. Jenis tanaman yang dikembangkan pada HTI khususnya HTI pulp
kebanyakan merupakan fast growing species (FGS), yang berdaur pendek sekitar 4
sampai 6 tahun.
Menurut Santoso (2006), kebutuhan bahan baku kertas terus meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan kemajuan zaman. Pada saat ini, sebagian besar bahan
baku kertas diperoleh dari bubur kayu, tetapi di masa mendatang akan mengalami
kesulitan karena tanaman yang menjadi sumber bahan baku tersebut juga digunakan
ke dalam dua kelompok ordo, yaitu : 1). Kelompok ordo tanah pelican, terdiri dari :
Alfisol, Aridisol, Entisol, Inseptisol, Moliso, Oksisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol.
2). Kelompok ordo tanah organik, terdiri dari Histosol. Pembagian kelompok ordo
tanah ini hanya didasarkan pada perbedaan jenis tanah induk. Ordo-ordo tanah
pelican mempunyai bahan induk yang bersal dari batuan, sedangkan ordo tanah
organik mempunyai bahan induk bahan induk yang bersal dari sisa-sisa organik.
Tanah di dunia ini oleh USDA (1975 dalam Wahyudi, 2001) dikatakan
bahwa yang termasuk Order Ultisol adalah tanah yang disebut tanah Red-Yelow
Podzolic dan Reddish Brown Lateritic bersama dengan Kubrozem disebut tanah
Ultisol mencakup 1.14 juta km2 di tenggara China dan merupakan jenis tanah
yang dominan di Amerika Selatan dan Asia Tenggara. Penggunaan lahan yang tidak
tepat, topografi yang bergelombang yang bisa menyebabkan erosi tanah yang parah
di daerah Ultisol yang menjadi salah satu masalah lingkungan yang paling
Terkait erosi tanah Ultisol, Sharma et al. (1987) berpendapat bahwa sulit
untuk menekankan pentingnya infiltrasi di daerah tangkapan air karena proses ini
menentukan limpasan permukaan air yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman atau
drainase. Pengetahuan kuantitatif diperlukan agar tahu sifat infiltasi tanah untuk
karakteristik tertentu dan potensi tingkat kesuburan yang cukup rendah sehingga
memerlukan manajemen khusus agar dapat berproduksi secara optimal. Untuk dapat
dari segi sifat fisik, kimia maupun biologi tanahnya. Dengan sifat dan karakteristik
memberikan efek yang sangat besar, baik terhadap produksi tanaman maupun
beberapa sifat fisik tanah utama. Dalam sistem pengolahan tanah dikenal ada tiga
minimum, dan 3) tanpa pengolahan tanah. Dua sistem pengolahan tanah terakhir
tergolong sistem pengolahan tanah konservasi. Teknik pengolahan tanah yang baik
akan berdampak pada perbaikan sifat-sifat tanah dan peningkatan hasil produksi.
pembangunan HTI banyak dilakukan di lahan kritis yang tanahnya salah satunya
masuk dalam kategori tanah Ultisol. Tanah Ultisol memiliki sifat fisik, kimia maupun
pupuk pada tanaman Eucalyptus spp. dengan komposisi NPK 2.5 ton/ha, Single
superphosphat 800 kg/ha, kapur 4 ton/ha dan unsur mikro FTE 300 kg/ha pada saat
tahun ke 2 pada tanah Ultisol akan menaikan pertumbuhan volume kayu rata-rata 62
dalam berbagai batasan. Dua batasan yang sering digunakan secara rancu adalah
produktivitas tanah dan kesuburan tanah. Produktivitas tanah diberi batasan sebagai
kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan suatu tanaman (sekuen tanaman) yang
perwujudan dari seluruh faktor (tanah dan bukan tanah) yang mempengaruhi hasil
tanaman. Kesuburan tanah diberi batasan sebagai mutu kemampuan suatu tanah
untuk menyediakan anasir unsur hara, pada takaran dan keseimbangan tertentu secara
kesuburan tanah per tanaman, telah menyatakan bahwa apa yang tersedia atau
diberikan di dalam tanah (yaitu bahan bahan mineral) tidaklah langsung dapat
200
akan diikat secara kimiawi, adsorbtif ataupun biologis, setelah itu baru bahan-bahan
tadi secara berangsur angsur terlepas dari ikatannya dalam bentuk yang dapat dihisap
dan sinambung untuk terus tumbuh dan berkembang, menyelesaikan daur hidupnya.
Anasir hara tanaman ini diambil dari atmosfer dan sistem tanah. Paling sedikit ada 16
macam anasir hara yang diperlukan secara teratur untuk pertumbuhan vascular
tanaman. Anasir hara yang dibutuhkan dalam takaran banyak disebut anasir hara
makro, sedangkan yang dibutuhkan dalam takaran sedikit anasir hara mikro
(Poerwowidodo, 1992).
Menurut Supangat et al. (2013) bahwa kesuburan tanah adalah mutu tanah
untuk bercocok tanam, yang ditentukan oleh interaksi sejumlah sifat kimia, fisika
dan biologi bagian tubuh tanah yang menjadi habitat akar-akar aktif tanaman.
Menurut Peng et a.l (2014), struktur tanah adalah sifat dasar dari tanah menentukan
kemampuan untuk mengangkut dan menyimpan air, udara dan nutisi dan untuk
menyediakan habitat bagi mikroba dan fauna. Struktur tanah agregat dapat menyerap
besar berada pada tanah yang memiliki tingkat kesuburan yang cukup rendah seperti
tanah podzolik dimana ciri-ciri umum tanah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut
: jenis tanah ini sering disebut dengan tanah kuarsa, tersusun atas horison organik
201
dan mineral organik tipis, sedangkan ke bawahnya merupakan horison tanah yang
bahan induk silika. Tanah ini terbentuk dari batuan beku dan tufa, pada umumnya
sehingga dapat dikatakan kesuburan tanah jenis ini juga rendah, baik, secara fisik
maupun kimianya.
dilakukan melalui tiga tahapan kegiatan lapangan. Ketiga kegiatan tersebut adalah
kegiatan pembuatan profil tanah untuk melihat lapisan tanah (horison tanah),
pengambilan sampel fisik, kimia dan biologi tanah untuk analisis karakteristik
kesuburan fisika, kimia dan biologi, serta analisis laboratorium terhadap sampel
tanah. Profil tanah dibuat dengan ukuran 1 m x 1 m x 1,5 m (dalam). Profil tanah
dibuat sebanyak satu ulangan pada setiap umur tanaman, serta dilakukan
kroscek dengan bor tanah sebanyak tiga kali ulangan. Sampel fisik tanah (ring
sampel) diambil sebanyak dua kali ulangan (titik) pada setiap umur tanaman.
Sampel kimia dan biologi tanah diambil secara komposit, sebanyak tiga kali
sering di gunakan dalam penelitian tanah dan metode yang digunakan dalam analisa
- Porositas Volumetri %
- pH pH Meter -
Dalam Buku Revisi Rencana Kerja Umum (RKU) tahun 2010 sampai tahun
2019 bahwa Izin HTI PT. RAPP berdasarkan pada Kepmenthut No 180 Tanggal 21
Februari 1993 PT. RAPP mendapat izin seluas 338.536 Ha di Riau termasuk yang
Berikut Kondisi Areal PT. RAPP di Kabupaten Kuansing yang yang terdapat dalam
- Secara Geografi PT. RAPP di Kuansing berlokasi di 1010 30' 00” – 1010 54’ 00”
- Tipe Iklim A (Schmidt & Ferguson 1955), Curah hujan rata-rata 2315
mm/tahun
Jumlah Penduduk
adalah tanaman Eucalytus spp. yang termasuk tanaman cepat tumbuh dengan jarak
tahun.
pemupukan pada dengan dosis TSP 100 gr /pokok, ZA 50 gr/pokok dan MOP 40
pertumbuhannya, kondisi lingkungan yang kurang bagus seperti tanah yang padat,
Waterlog, keasaman tanah yang tinggi, unsur hara yang kurang akan menyebabkan
pertumbuhan yang kurang bagus yang pada gilirannya akan menyebabkan tanaman
memiliki diameter dan tinggi yang tidak seragam. Tanaman yang pertumbuhannya
tidak seragam akan menghasilkan penambahan volume kayu per tahun menjadi lebih
Sudah ada usaha perbaikan tingkat kesuburan tanah Ultisol oleh perusahaan
tapi belum optimal dengan cara melakukan kegiatan operasional sesuai dengan SOP
yang sudah ada mulai dari pemanenan, penanaman sampai pada pemeliharaan
tanaman. Hal-hal yang sudah dilakukan oleh PT. RAPP dalam operasional sehari-hari
Hal ini bertujuan agar pada saat pemanenan alat berat yang digunakan untuk
menarik kayu dari dalam areal ke jalan harus mengikuti jalur yang sudah ditentukan.
Dengan sistem ini tanah tidak banyak mengalami pemadatan yang akan berpengaruh
ke penurunan sifat fisik tanah. Walaupun sudah dibuat Microplan yang baik namun
operator alat berat kurang peduli untuk mengikuti aturan yang sudah dibuat dengan
alasan tidak paham membaca tanda-tanda yang dibuat di lapangan dan kurang paham
dalam membaca peta Microplan yang sudah dibuat dari kantor. Kepedulian seorang
operator Excavator sangat diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mengalami
Salah satu usaha yang sudah dilakukan agar tidak terjadi waterlog dengan
melakukan kegitan microplan salah satu tujuanya agar alat berat saat melakukan
operator alat berat yang melanggar aturan yang sudah ada dengan alasan lebih cepat
keasaman tanah Ultisol di PT. RAPP dengan pemupukan dengan pupuk MOP,ZA
penanaman. Pemupukan tambahan dengan pupuk TSP dan ZA dilakukan pada saat
tanaman berumur 4 bulan dengan dosis MOP 50 gr/pokok dan ZA 100 gr/pokok agar
tanaman mendapatkan unsur hara yang cukup bagi pertumbuhannya. Meskipun sudah
dilakukan pemupukan pada saat tanam dan umur 4 bulan keasaman tanah belum juga
Pemupukan saat tanam dan saat tanaman berumur 4 bulan sudah dilakukan,
karena masih ditemukan tanaman yang tidak seragam pada umur 2.5 tahun dan pada
saat umur 5 tahun yang pada giliran MAI yang diharapkan 30 ton/ha/tahun belum
bisa dicapai. Tanaman butuh unsur hara yang cukup sampai tanaman berumur 5
206
tahun atau sampai tanaman tersebut dipanen, namun pemupukan belum dilakukan
berdampak kurang baik pada pertumbuhan tanaman Eucalyptus spp. Di HTI PT.
1. Tanaman tumbuhnya tidak seragam sehingga kayu yang dipanen jauh dari
target produksi.
2. MAI akan jauh dari target perusahaan pada akhirnya berpengaruh juga pada
finansial perusahaan.
4. Bagi karyawan akan berpengaruh pada kurangnya bonus produksi yang didapat
1. Tanah Ultisol memiliki kandungan liat yang tinggi sehingga pada saat hujan
aliran air hujan yang melewati permukaan tanah cukup kuat yang bisa memicu
2. Jika tanah Ultisol tidak diperbaiki akan mengakibatkan produksi kayu menjadi
berkurang sehingga pendapatan perusahaan juga akan berkurang. Hal ini juga
Dampak positif bagi Perusahaan dan karyawan jika tingkat kesuburan tanah
diterima karyawan.
Dampak positifnya bagi Masyarakat dan PEMDA bila kondisi tanah Ultisol bisa
diperbaiki adalah
bisa mencapai 30 ton/ha/tahun yang dikenal dengan MAI (Mean annual Increment),
yang sehat akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja yang banyak pula bagi
masyarakat yang ada di sekitar kawasan hutan. Penyerapan tenaga kerja produktif
yang ada di sekitar kawasan hutan tentu akan meningkatkan taraf ekonomi keluarga
mereka. Semakin banyak tenaga kerja yang bisa diserap oleh perusahaan akan sangat
operasional perusahaan.
209
negara
dalam bentuk uang retribusi kayu, retribusi dari pakir kendaraan, pajak bumi dan
bangunan, pajak air bawah tanah dan untuk negara berupa Provisi Sumber Daya
Hutan (PSDH) yang merupakan pajak kayu yang diangkut ke pabrik tiap m3.
Effect dimana akan ada usaha-usaha baru di sekitar kawasan hutan yang berupa
Dampak sosial yang timbul bila tanah Ultisol tidak diperbaiki adalah :
1. Dana sosial dari perusahaan akan berkurang dibandingkan pada saat finansial
dari perusahaan.
Dampak positifnya bagi masyarakat dari aspek sosial bila kondisi tanah
Ultisol bisa diperbaiki yang bisa memicu produsksi kayu yang baik adalah dana
akan meningkat.
- Melatih pemuda pemudi yang putus sekolah menjadi tenaga kerja yang siap
PT. RAPP.
- Memberikan Beasiswa bagi anak anak yang tidak mampu untuk bisa
Selain itu, PT. RAPP juga mendukung secara dana maupun ikut
Singingi dalam Even Tahunan Pacu Jalur termasuk mengijinkan pengambilan kayu
untuk pembuatan jalur selagi ada izin dari Dinas Kehutanan, serta membantu
merenovasi rumah rumah adat yang menjadi simbol budaya masyarakat setempat.
Apabila kondisi tanah Ultisol tidak dikelola dengan baik akan berdampak
1. Erosi tanah akan meningkat yang akan menyebabkan banyaknya unsur hara
adalah :
1. Erosi dari tanah Ultisol akan menyebabkan air sungai menjadi keruh yang
akan berdampak pada banyak ikan yang mati sehingga jumlah ikan yang
2. Air sungai yang keruh dari erosi tanah Ultisol tidak baik digunakan untuk
berdampak positif bagi bagi perusaan PT. RAPP dari aspek lingkungan antara lain :
Dampak positifnya bagi masyarakat bila kondisi tanah Ultisol bisa diperbaiki
1. Erosi tanah Ultisol berkurang sehingga air sungai menjadi jenih, ikan yang
2. Erosi tanah Ultisol yang kurang akan menjaga kondisi air sungai tetap jernih
Upaya yang bisa dilakukan agar kesuburan tanah Ultisol secara fisik maupun
kimia bisa ditingkatkan dalam rangka menaikkan produksi kayu pada saat panen
1.1. Kegiatan Pemanenan dengan alat berat yang tidak konsisten dilakukan
melakukan kegiatan pemanenan kayu agar mereka mengetahui cara membaca tanda-
pentingnya mengikuti Mikroplan yang dibuat untuk menjaga agar alat berat tidak
tanaman Eucalytus spp. Bagi operator alat berat yang tidak mengikuti apa yang
pemotongan bayaran. Kalau masih ada tanah yang padat akibat operasional alat berat
Mecanical Soil Cultivation. Solusi ini akan meningkatkan kesuburan tanah secara
1.2. Masih ditemukan alat berat yang memotong alur atau drainase yang
Waterlog yang disebabkan oleh adanya alat berat yang memotong alur dapat
aktivitas pemanenan dengan alat berat berlangsung. Kalau masih ditemukan kondisi
214
air yang tergenang di daerah cekungan maka solusi terbaik adalah pembuatan
berada dalam kondisi tergenang oleh air dapat menyebabkan tanaman mati karena
proses sirkulasi udara di dalam tanah terhambat dan akar mudah terserang oleh
1.3. Belum ada dilakukan kegiatan pengapuran pada tanah Ultisol sebelum
sangat bermanfaat untuk meningkatkan sifat kimia dan fisik tanah seperti
4.4. Belum ada usaha melakukan pemupukan pada saat tanaman berumur 2.5 tahun
Meminta ke R & D untuk mengkaji secara ilmiah dan membuat plot percobaan
untuk aplikasi pupuk NPK, Single superphosphat dan FTE (unsur mikro) saat
tanaman berumur 2.5 tahun atau setengah daur. Hal ini sangat penting karena tanah
Ultisol memiliki tingkat kesuburan yang rendah dan di sisi lain tanaman Eucalyptus
spp. membutuhkan unsur hara yang cukup selama masa pertumbuhannya, jadi tidak
hanya dilakukan pemupukan di saat tanam dan pada saat tanaman berumur 4 bulan
215
saja. Dosis pupuk yang dipakai dengan komposisi NPK 2.5 ton/ha, Single
superphosphat 800 kg/ha, kapur 4 ton/ha dan unsur mikro FTE 300 kg/ha
DAFTAR PUSTAKA
Da Silva R.L.M., R.E. Hakamada, J.H. Bazani, M.S.G. Otto and J.L. Stape. 2016.
Fertilization Response, Light Use, and Growth Efficiency in Eucalyptus
Plantations Across Soil and Climate Gradients in Brazil.MDPI.Forest Journal
of Forest. 7(117) : 1-12
Nugroho, Y. 2009. Analisis Sifat Fisik-Kimia dan Kesuburan Tanah pada Lokasi
Rencana HTI PT. Prima Multibuwana. Jurnal Hutan Tropis Borneo.10 (27) :
222-229.
Presiden RI. 2007. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan.
Sekretariat Negara, Jakarta
Peng, X., X. Yan, H. Zhou, Y.Z. Zhang and H. Sun. 2014. Assessing The
Contributions of Sesquioxdes and Soil Organic Matter to Aggregation in An
Ultisol under Long-term Fertilization. Soil & Tillage Research. G.
Model.Still 3285 : 1-10.
PT.RAPP, 2016. Revisi Rencana Kerja Umum Tahun 2010 Sampai Tahun 2019.
Pangkalan Kerinci
Rachman,L.M.,N. Latifa dan N.L. Nurida. 2015. Efek Sistem Pengolahan Tanah
terhadap Bahan Organik Tanah Sifat Fisik Tanah, dan Produksi Jagung pada
Tanah Podsolik Merah Kuning di Kabupaten Lampung Timur : Prosiding
Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2015, Palembang 8-9 Oktober
2015.Balai Penelitian Tanah Institut Pertanian Bogor. Palembang
Sharma, M.I., R.J.,W. Barron and M.S. Fernie. 1987. Areal Distribution of
Infiltration Parameters and Some Soil Physical Proporties in Lateritic
Cathcments. Journal of Hydrologi, 94 : 109-127.
Wahyudi 2001. Pengaruh Pemupukan dengan Amina Cair dan TSP pada Tanah
Typic Hapludult terhadap Pertumbuhan Semai Gmelina arborea Roxb.
Skripsi Fakultas Kehutanan UGM, Jogjakarta (Tidak diterbitkan).
Wang, J.G., W. Yang, B. Yu, Z.X. Li, F.C. Cai and R.M. Ma. 2015. Estimating The
Influence of Related Soil Properties on Macro and Micro-aggregate Stability
in Ultisols of South-Central China. Catean. Catena. 137 : 545-553.
OLEH:
WILIA ELVIONITA
NIM: 1510248336
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
i
ii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ii
DAFTAR LAMPIRAN iii
I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Masalah 4
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
I. PENDAHULUAN
antara lain karbohidrat 86,67%, protein 8,67%, lemak 2,45%, abu 1,22%,
dan serat kasar 0,88%. Disamping itu, beras juga mengandung beberapa
sebesar 453.294 ton dan pada 2013 menurun menjadi 97.796 ha dengan
produksi 387.849 ton (Lampiran 4). Dari data tersebut dapat disimpulkan
serta adanya faktor lain, diantaranya adalah serangan hama seperti gulma
dengan gulma dalam pengambilan hara, air, udara dan ruang (Bangun
dan Syam, 1993). Selain itu kehadiran gulma diantara tanaman padi atau
keong emas.
padi yang masih muda. Menurut Hermawan (2007), biasanya keong emas
patahan tanaman yang rebah tersebut dimakan. Bila populasi keong emas
tinggi dan air selalu tergenang, bisa mengakibatkan rumpun padi mati.
pestisida kimia sintetis yang secara terus menerus dan tidak bijaksana
pertumbuhan rumput dan gulma lain serta hama, seperti serangga, siput,
herbisida, dan tenaga kerja penyiang rumput. (2) Meningkatnya mutu dan
kondisi lahan akibat adanya bahan organik dari kotoran itik dan
1.2. Masalah
berupa keong mas dan gulma persawahan di Desa Pulau Ingu Kecamatan
Beras yang dihasilkan dari padi mengandung zat makanan penting yang
sativa L.
Morfologi padi terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif
yang meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian kedua adalah
bagian generatif yang meliputi malai yang terdiri dari bunga dan bulir-bulir
serabut yang sangat efektif dalam penyerapan unsur hara, tetapi peka
permukaan tanah. Batang padi berbuku dan berongga, dari buku batang
ini tumbuh anakan atau daun sedangkan bunga atau malai muncul dari
batang dalam susunan yang berselang seling, pada setiap buku terdapat
satu daun. Tiap daun terdiri dari helaian daun, pelepah daun yang
membungkus ruas, telinga dan lidah daun. Daun yang terakhir muncul
adalah daun bendera, yang merupakan daun terpendek dan terlebar dari
daun yang lainnya. Anakan mulai tumbuh setelah memiliki 4 atau 5 daun,
primer adalah anakan yang tumbuh pada kedua ketiak daun pada batang
terdiri dari malai dan buah padi. Malai adalah sekumpulan bunga padi
(spikelet) yang keluar dari buku paling atas. Panjang malai dapat
menyerbuk sendiri yang mempunyai satu bakal buah, benang sari serta
tangkai putik. Buah padi merupakan benih ortodok yang ditutupi oleh
palea dan lemma. Buah padi adalah biji padi atau gabah yang tertutup
memperoleh hasil produksi yang lebih optimal dengan kualitas hasil yang
lebih baik dan sehat. Namun dalam budidaya tanaman padi tidak terlepas
2.2. Gulma
hasil padi bila tidak dikendalikan secara efektif. Menurut Pane dan Jatmiko
tidak termasuk golongan gulma teki dan gulma rumput. Ada yang
agak bulat atau lonjong dengan urat daun seperti jala tidak teratur.
dan Cyperaceae spp. lebih dari 50 spesies. Gulma berdaun lebar terdiri
8
Suriname, Brazil dan Guatemala (Suharto, 2010). Awal mula keong emas
2012).
bewarna kuning hingga coklat tua. Pada sekitar satura warna cangkang
membentuk kanal yang dalam, mulut cangkang lonjong dan pada bagian
atasnya meruncing.
lunak termasuk padi yang masih muda. Biasanya keong emas memarut
tanaman yang rebah tersebut dimakan. Bila populasi keong emas tinggi
(Hermawan, 2007).
pestisida kimia sintetis yang secara terus menerus dan tidak bijaksana
spesies primer dari rantai makanan, yag dapat memberikan akibat yang
besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut.
Bebrapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang panjang dari
pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan
pencemar tanah utama. Hal lainnya juga akan berdampak pada unsur
hara, dimana tanah akan miskin hara. Kondisi ini akan sangat merugikan
bagi petani, karena ketika tanah miskin akan hara maka tanah tidak lagi
ditanam di tanah tersebut tidak akan tumbuh dengan baik dan subur.
11
untuk budidaya padi, yaitu; (1) manfaat untuk penyiang gulma, (2) manfaat
yaitu; (1) penggunaan sumber alami sebagai makanan seperti gulma dan
keong mas, (2) penggunaan ruang yag tersisa di sawah padi sebagai
habitat itik, (3) penggunaan air yang berlimpah, dan (4) sebagai tempat itik
lahan yang sama dan dalam waktu yang bersamaan dapat diproduksi
dua komoditas sekaligus yaitu padi dan itik. Selain itu, menurut
dapat menekan pakan itik sampai 50% dan produksi padi dapat meningkat
Kuantan Singingi (Lampiran 1,2 dan 3). Berdasarkan data dari Badan
memiliki luas wilayah 124.66 km2 atau sekitar 1.63% dari keseluruhan
(Lampiran 5 dan 6). Kondisi geografis untuk curah hujannya besar dari
sawah dan irigasi seluas 2.980 Ha dan potensi pada areal pertanian
berupa Keong Mas dan Gulma. Hama dan gulma yang menyerang
43.460,74 ton menjadi 48.681,67 ton, tapi pada tahun 2013 hasil panen
pada tahun 2016 hampir 50% petani mengalami gagal panen karena padi
yang mereka tanam diberisi (hampa). Sawah petani juga dipenuhi dengan
hama keong mas yang menyebabkan batang padi jatuh dan tidak dapat
berkembang lagi.
14
bagi tanah, air, udara, dan tanaman padi itu sendiri. Menurut hasil survey
petani memanfaat itik petelur sebagai pembasmi hama Keong Mas dan
gulma.
Secara umum itik memakan hama kecil berupa cacing dan keong
karena itik membasmi keong mas secara teratur. Itik yang dilepaskan ke
organik dari kotoran itik hal ini menunjang peningkatan hasil panen padi
bagi petani.
penerapan ini umur itik juga disesuaikan dengan umur padi, itik akan
dilepaskan ke sawah apabila padi sudah berumur dua minggu (padi baru
tanam) dan itik yang dilepaskan kurang lebih berumur 1-2 bulan (anak
padi, jika anak itik yang dilepaskan pada umur padi yang masih 2 minggu,
maka itik tidak akan memakan padi karena padi terlalu keras untuk
dimakan itik. maka dengan ini, itik akan membasmi hama dan gulma yang
Pulau Ingu rata-rata memiliki 200 ekor itik. Sedangkan peternak kecil-
kecilan memiliki 35 sampai 40 ekor itik, dari keseluruhan jumlah total itik di
Desa Pulau Ingu sekitar 900 ekor. Secara umum, makanan pokok itik
berupa sagu dan ampas tahu. Sau didapatkan oleh para peternak
sebagian ada di Desa Pulau Ingu atau desa-desa lain di Kecamatan Benai
peternak dari industri tahu di Desa Pulau Ingu atau desa-desa lain yang
Makanan tambahan untuk itik berupa hama seperti keong mas dan
gulma yang ada di persawahan Desa Pulau Ingu pada musim tanam
tanaman padi. Ketika padi sudah dipanen, itik akan mendapat tambahan
atau penggilingan padi. Luas lahan pertanian padi yang digarap di Desa
Kecamatan Benai. Pada lahan 100 Ha jika dilepaskan 10 ekor itik setiap
20x20 m (400 m2), maka total keseluruhan itik yang diperlukan Desa
Pulau Ingu adalah 25.000 ekor itik. Secara mamtematis, Desa Pulau Ingu
mencukupi pakan itik. Selain di Desa Pulau Ingu jumlah tidak mencukupi
kembali.
17
menerus.
sebelumnya.
kerugian ekonomi yang besar bagi petani di Desa Pulau Ingu Kecamatan
menyebabkan pencemaran pada tanah, air, udara, dan padi itu sendiri.
biota air akan terancam keselamatannya. Udara yang tercemar juga akan
Kuantan Singingi.
Dampak ekonomi bagi petani yaitu, tiga hal yang ditakutkan petani
sekunder tidak akan terjadi karena keong mas dan gulma akan dimakan
oleh itik. Itik setiap hari dilepaskan kesawah, maka hama keong mas dan
19
gulma akan setiap hari secara teratur dibasmi oleh itik, sehingga tidak aka
adanya peternakan itik tersebut karena telur itik baik ttelur itik maupun itik
Itik yang dimanfaat untuk membasmi hama dan gulma tidak akan
merusak unsur tanah, air, udara maupun tanaman padi itu sendiri. tidak
seperti kotoran itik yang menjadi pupuk bagi tanaman padi yang dibuang
itik ketika sedang berada di sawah. Tanaman padi akan semakin subur
bertambah.
dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat Desa Pulau Ingu. Dampak
jika air tercemar maka besar kemungkinan biota airnya akan punah.
akan mengalami kesulitan jika biota air semakin hari semakin berkurang
keanekaragaman hayati.
Kuantan Singingi.
silaturrahmi antara petani padi dan peternak itik karena mereka akan
lain seperti belalang kecil dan anak-anak katak. Jika itik memakan
belalang kecil maka akan menguntungkan padi karena dahan padi tidak
akan terganggu lagi oleh belalang. Jika itik memakan anak katak maka
akan menguntungkan itik itu sendiri, katak dapat menambah nutrisi pada
Kuantan Singingi yaitu air, tanah, udara dan padi itu sendiri tidak akan
terganggu., air juga tidak tercemar sehingga biota sungai akan terlindungi.
perairan bisa melalui udara dan bisa melalui aliran air permukaan.
Keracunan krinis .
sawah tersebut.
Itik membasmi hama dan gulma secara alami tanpa adanya bahan
Jumlah itik di Desa Pulau Ingu sekitar 900 ekor. Untuk membasmi
hama keong mas dan gulma itik dilepaskan sebanyak 10 ekor setiap
400 m2. Dengan lluas keseluhan lahan persawahan di Desa Pulau Ingu
perhitungan matematis pada saat ini Desa Pulau Ingu kekurangan itik
sebanyak 24.100 ekor. Agar itik tetap bisa membasmi hama keong mas
itik di sawah.
Desa Pulau Ingu terdiri dari tiga RT, bila satu RT itik dapat
membasmi hama dan gulma dalam dua minggu maka itik bisa digilir
Itik dapat membasmi hama keong mas dan gulma selama dua
minggu dalam satu RT. (a) setelah dua minggu di RT I, itik digiring ke RT
II, (b) setelah dua minggu di RT II itik digiring ke RT III, (c) setelah dua
menerus sampai panen padi atau sampai keong mas dan gulma hilang di
persawahan.
Singingi, maka peternak itik tidak akan susah mencari sagu dikecamatan
dan dikenal sebagai buah kolang kaling. Air dari buah enau dimanfaatkan
juga oleh masyarakat sebagai air nira untuk membuat gula merah.
yaitu Pacu Jalur Enau yang dilombakan di darat sebelum Pacu Jalur
DAFTAR PUSTAKA
Alreza. 1990. Budidaya Tanaman Padi Aksi Agri Kanisius. Kanisius. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2012. Riau Dalam Angka. Pekanbaru.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi. 2013. Kuantan Singingi Dalam
Angka. Teluk Kuantan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuantan Singingi. 2014. Kuantan Singingi Dalam
Angka. Teluk Kuantan.
Bangun, P. dan M. Syam. 1993. Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi. Padi
Buku 2. Puslitbangtan. Bogor.
Budiyono, S. 2006. Teknik Mengendalikan Keong Emas pada Tanaman Padi. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian. 2 (2): 128-133.
Mahfudz, Y. T., J. Limbongan dan C. Khairani. 2001. Seleksi Pohon Induk Nangka
Lokal Palu sebagai Sumber Entris untuk Produksi Bibit secara Vegetatif.
Agroland. 8 (3): 237-244.
Manurung, R. dan I. Ismunadji. 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi. Buku 1. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Pujiatmoko. 2009. Pertanian Terpadu Padi, Bebek, dan Azolla untuk Siklus
Ekosistem Produktif yang Kekal. Farming Japan 43 (3): 10-13
Suharto, H. 2010. Teknik Mengendalikan Keong Mas pada Tanaman Padi. Jurnal
Ilmu-Ilmu Pertanian. 2 (2): 128-133.
Supriyadi. 2009. Panen Itik Pedaging dalam Enam Minggu. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Surowinoto, S. 1982. Tegnologi Produksi Tanaman Padi Sawah dan Gogo. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Suwandi. 2008. Integrasi Tiktok dengan Padi Sawah di Pinggiran Kota Jakarta.
Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30 (4): 98-102.
Km2 Ha
(1) (2) (3) (4)
1. Kuantan Mudik 564,28 56.428 7,37
2. Hulu Kuantan 384,4 38.440 5,02
3. Gunung Toar 165,25 16.525 2,16
4. Pucuk Rantau 821,64 82.164 10,73
5. Singingi 1.953,66 195.366 25,52
6. Singingi Hilir 1.530,97 153.097 20
2013 2014
Kecamatan
Laki – laki Perempuan Jumlah Laki – laki Perempuan Jumlah
Male Female Total Male Female Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1. Kuantan Mudik 11650 11422 23072 11549 11329 22878
2. Hulu Kuantan 4334 4135 8469 4386 4191 8577
3. Gunung Toar 6727 6599 13326 6807 6689 13496
4. Pucuk Rantau 5588 4729 10317 5895 5040 10935
5. Singingi 16056 14330 30386 16248 14524 30772
6. Singingi Hilir 19360 17328 36688 19593 17563 37156
7. Kuantan Tengah 23698 22487 46185 23981 22791 46772
8. Sentajo Raya 14124 13413 27537 14293 13595 27888
9. Benai 7807 7817 15624 7900 7922 15822
10. Kuantan hilir 7326 7227 14553 7414 7325 14739
11. Pangean 8979 9040 18019 9085 9163 18248
12. Logas Tanah Darat 10411 9492 19903 10535 9620 20155
13. Kuantan Hilir
6426 6343 12769 6502 6428 12930
Seberang
14. Cerenti 7522 7238 14760 7612 7336 14948
15. Inuman 7589 7521 15110 7680 7623 15303
OLEH :
WILYANDA
1510248158
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Masalah ................................................................................................... 2
II. PENINGKATAN KEBUTUHAN KAPASITAS PENGOLAHAN AIR
LINDI DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH RUMAH
TANGGA MUARA FAJAR KEC.RUMBAI PESISIR PEKANBARU.... 4
2.1 Pengertian Sampah.................................................................................. 4
2.2 Tempat Pembuangan Akhir .................................................................... 6
2.2.1 Pengertian TPA ........................................................................... 6
2.2.2 Dampak Pengelolaan Sampah..................................................... 8
2.2.3 Metode pembuangan sampah ..................................................... 12
2.2.4 Persyaratan lokasi TPA ............................................................... 14
2.2.5 Jenis dan fungsi fasilitas TPA ..................................................... 14
2.2.6 Teknis operasional TPA.............................................................. 17
2.2.7 Pemeliharaan TPA ...................................................................... 22
2.2.8 Pengawasan dan pengendalian TPA ........................................... 25
2.3 Perlindungan Lingkungan TPA .............................................................. 28
2.4 Metode Analisis Peningkatan Kapasitas Pengolahan Air Lindi di
Tempat Pemrosesan Akhir Sampah ........................................................ 37
2.4.1 Menghitung prediksi jumlah sampel........................................... 38
2.4.2 Menghitung prediksi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan
penduduk ..................................................................................... 39
2.4.3 Menghitung prediksi timbulan sampah....................................... 40
2.4.4 Menghitung prediksi kebutuhan luas lahan TPA ........................ 42
2.4.5 Menghitung prediksi kebutuhan luas IPAL lindi TPA ............... 42
2.5 Pengelolaan Air Lindi di TPA Muara Fajar Pekanbaru.......................... 43
III. DAMPAK PENINGKATAN KEBUTUHAN PENGOLAHAN LINDI DI
TPA MUARA FAJAR KECAMATAN RUMBAI PESISIR
PEKANBARU .............................................................................................. 51
3.1 Dampak Ekonomi ................................................................................... 51
3.2 Dampak Sosial Budaya ........................................................................... 52
3.2 Dampak Lingkungan dan Kesehatan ...................................................... 52
IV. UPAYA MAKSIMALISAI PENINGKATAN KEBUTUHAN
KAPASITAS PENGOLAHAN AIR LINDI DI TPA MUARA FAJAR
PEKANBARU .............................................................................................. 55
4.1 Keterlambatan Proses Penutupan Sampah yang Disebabkan Minimnya
Anggaran untuk Pembelian Tanah Penutup Kepada Pihak Ketiga ........ 55
4.2 Pembuangan Sampah dengan Sistem “Open Dumping” ....................... 56
4.3 Penurunan Faktor Pertumbuhan Lindi Melalui Konversi Sampah
Menjadi Energi Listrik ........................................................................... 57
4.4 Pendangkalan dan Penurunan Kinerja IPAL .......................................... 58
4.5 Peningkatan Kebutuhan Kapasitas Pengolahan Air Lindi Pemko Kota
Pekanbaru................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 60
LAMPIRAN......................................................................................................... 62
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram rata-rata komposisi sampah di TPA Bantar Gebang Tahun 2010... 5
2. Perubahan paradigma tentang manajemen sampah ...................................... 7
3. Dampak pengelolaan sampah dibidang konomi ............................................ 10
4. Pengelolaan sampah metode sanitary landfill ............................................... 13
5. Lapisan kedap air TPA................................................................................... 30
6. Penampang melintang jaringan pengumpul lindi .......................................... 31
7. Denah instalasi pengelolaan lindi .................................................................. 34
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Baku mutu efluent.......................................................................................... 35
2. Perbandingan parameter desain IPAL air lindi TPA ..................................... 37
3. Rumus menentukan luas kebutuhan IPAL lindi TPA .................................... 43
4. Hasil analisis air lindi ( outlet bak ke empat) unit pengolahan air lindi TPA
Muara Fajar .................................................................................................... 45
5. Hasil pengujian limbah air lindi (outlet ipal) TPA Muara Fajar oleh
Darmayanti..................................................................................................... 46
6. Dasar Perencanaan Penetapan kapasitas IPAL lindi di TPA ......................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Peta Provinsi Riau ............................................................................................ 62
2. Peta Kota Pekanbaru ........................................................................................ 63
3. Peta lokasi TPA Muara Fajar Pekanbaru ......................................................... 64
4. Lokasi TPA Muara Fajar Pekanbaru ................................................................ 65
I. PENDAHULUAN
pengolahan air lindi sebagai salah satu perhatian khusus dalam merencanakan
tempat pemrosesan akhir sampah. Berdasarkan hasil periksaan P3KLL Kementian
lingkungan hidup dan kehutanan di wilayah TPST Bantar Gebang pada tahun
2010 berdasarkan PP No82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air
permukaan dan pengendalian pencemaran air bahwa telah terjadi indikasi
pencemaran air di TPST tersebut, dengan parameter yang tercemar adalah DO,
BOD, COD, TSS, DHL, Cl2, Fosfor dan Bakteri (Pusarpedal, 2010). Terjadinya
pencemaran ini merupakan indikasi manajemen perencanaan pengelolaan tempat
pengelolaan limbah yang tidak efektif, sehingga air hasil olahan lindi tidak
bekerja secara optimal dan langsung dibuang keperairan alam sehingga
menyebabkan pencemaran lingkungan.
Oleh sebab itu berdasarkan keterangan-keterangan diatas dilihat perlu
untuk menghitung peningkatan kebutuhan kapasitas pengolahan air lindi agar
proses pengolahan limbah berjalan efisien, efektif dan terkendali sehingga
diharapkan tempat pemrosesan akhir sampah yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
1.2 Masalah
Pekanbaru sebagai kota metropolitan seiring dengan pertumbuhan
penduduk, pertumbuhan berbagai kegiatan masyarakat, industri serta pertanian,
akan mengakibatkan pertumbuhan jenis dan timbulan sampah. Jumlah sampah
yang meningkat setiap hari akan menibulkan masalah dalam pengelolaannya
termasuk pengolahan air lindi yang dihasilkan. Di TPA pengelolaan air lindi
mengalami berbagai masalah yaitu:
1. Keterlambatan proses penutupan sampah yang terjadi akibat minimnya
anggaran untuk pembelian tanah penutup megakibatkan peningkatan
laju pertumbuhan lindi.
2. Pembuangan sampah dengan sistem “open dumping” yang harusnya
diganti dengan “sanitary landfill” tidak berjalan menyebabkan
timbulan lindi yang tidak terkendali.
3. Laju pertumbuhan pembentukan lindi yang tinggi mengakibatkan
terjadinya pendangkalan dan penurunan kinerja IPAL sehingga luas
efektivitas kolam tidak lagi memadai.
3
Gambar 1. Diagram rata-rata komposisi sampah di TPA Bantar Gebang tahun 2010
Sumber : Pambagio (2015)
baik di TPA justru dapat memberikan dampak negatif bagi seluruh aspek baik
terhadap ekonomi, sosial budaya, kesehatan dan lingkungan
1. Dampak terhadap Ekonomi
Pengelolaan sampah yang baik dengan perencanaan dan penangan yang tepat
tentu akan sangat membantu dalam mengatasi permasalahan sampah yang ada di
tengah-tengah masyarakat. Selain meminimalisir berbagai macam dampak yang
timbul akibat menumpuknya volume sampah yang menumpuk, sampah juga
memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung. Tidak dipungkiri bahwa kegiatan pengumpulan sampah baik di TPS
maupun TPA memberikan dampak ekonomi bagi sebagian masyarakat khusunya
yang bekerja sebagai pemulung, tersedianya sampah yang dapat diambil dalam
jumlah yang besar, akses dan lokasi yang baik, kemudahan transaksi jual beli hingga
berbagai program dan bantuan pemerintah memberikan dampak perekonomian yang
cukup memadai. Beberapa jenis sampah plastik yang dibunag di TPA juga
dimanfaatkan oleh industri rumah tangga sebagai bahan baku kerajinan tangan yang
meningkatkan nilai jual. Bagi pelaku industri, sampah yang dikumpulkan oleh
pemulung dibeli untuk dijadikan bahan baku biji plastik maupun diolah langsung
menjadi produk jadi seperti mainan, kemasan, maupun produk rumah tangga dimana
harga plastik daur ulang lebih murah dari pada harga platik dari pengolahan bahan
baku fraksi minyak bumi yang semakin lama semakin menipis ketersediaannya.
Sampah yang tergolong kedalam sampah organik seperti sisa sampah pasar
dan sebagian dari sampah rumah tangga jika dimanfaatkan menggunakan teknologi
tepat guna hasil bioteknologi berupa effective Mcroorganism (EM) yang
berwawasan ramah lingkungan, maka sampah organik dapat diolah menjadi
produk yang bermanfaat yaitu pupuk organik.
Timbunan sampah organik tersebut juga mampu menghasilkan gas methan
dimana jika dikelola maka dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar bagi masyarakat
yang berada disekitar kawasan TPA. Manfaat yang bernilai ekonomi yang telah
dimanfaatkan oleh sebagian negara-negara maju di dunia yaitu pemanfaatan sampah
sebagai salah satu sumber energi pembangkit listrik dimana sampah dibakar didalam
10
menurunya harga tanah dan bangunan dan kenaikan pajak. Dapat juga sebagai akibat
langsung dari aktifitas dari kontruksi atau operasi dari proyek seperti bau, debu,
kebisingan, serta kemacetan lalu lintas. Akibat langsung yang lebih lebih sempit
misalnya kehilangan keterikatan dengan teman dan tetangga( karena harus pindah ke
tempat lain).
Dampak yang demikian dapat berlangsung dalam jangka pendek maupun
jangka panjang . Akan tetapi tanpa pengelolaan sampah di TPA justru akan
memberikan dampak penurunan nilai estetika yang besar disuatu wilayah dimana
timbulan sampah yang tidak terkendali akan mengakibatkan tumpukan sampah
dijalan-jalan, aliran sungai serta kawasan padat pemukiman. Hal ini tentu saja akan
mengakibatkan bau busuk, sumber penyakit, pendangkalan sungai serta menjadikan
pemandangan yang tidak mengenakkan.
3. Dampak terhadap Lingkungan dan Kesehatan
Sampah yang dibuang sembarangan ke berbagai tempat dibedakan menjadi
dua yaitu sampah organik dan sampah an-organik. Pada satu sisi sampah organik ini
juga dianggap dapat mengurangi kadar oksigen ke dalam lingkungan perairan,
sampah an-organik dapat juga mengurangi sinar matahari yang memasuki ke dalam
lingkungan perairan, sehingga mengakibatkan proses esensial dalam ekosistem
seperti fotosintesis akan menjadi terganggu. Sampah organik dan an-organik
membuat air menjadi keruh, kondisi akan mengurangi organisme yang hidup dalam
kondisi seperti itu. Sehingga populasi hewan kecil-kecil akan terganggu.
Rembesan cairan yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan tercemari.
Berbagai mahluk hidup seperti ikan dipastikan akan mati sehingga beberapa spesies
ikan akan musnah sehingga akan merubah kondisi ekosistem perairan secara
biologis. Penguraian sampah yang dibuang secara langsung ke dalam air atau sungai
akan tercipta asam organik dan gas cair organik, seperti misalnya metana, selain
menimbulkan gas yang berbau, gas ini dengan konsentrasi yang tinggi akan
menimbulkan peledakan.
Permasalahan sampah bagi kesehatan timbul salah satunya akibat
pembuangan sampah secara langsung dalam ekosistem darat, sehingga akan
12
Metode sanitary landfill ini merupakan salah satu metode pengolahan sampah
terkontrol dengan sistem sanitasi yang baik. Sampah dibuang ke TPA (Tempat
Pembuanagan Akhir). Kemudian sampah dipadatkan dengan traktor dan selanjutnya
di tutup tanah. Cara ini akan menghilangkan polusi udara. Pada bagian dasar tempat
14
tersebut dilengkapi sistem saluran leachate yang berfungsi sebagai saluran limbah
cair sampah atau ke lingkungan. Pada metode sanitary landfill tersebut juga dipasang
pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas penguraian sampah.
2.2.4 Persyaratan lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan
maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini
ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam
SNI 03-3241(1994) tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah yang
diantaranya dalam kriteria regional dicantumkan:
Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan
gempa, dll)
Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kondisi kedalaman air
tanah kurang dari 3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan
sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukan teknologi)
Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20%)
Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di Bandara (jarak minimal
1,5 – 3 km)
Bukan daerah/kawasan yang dilindungi
2.2.5 Jenis dan fungsi fasilitas TPA
Untuk dapat dioperasikan dengan baik maka TPA perlu dilengkapi dengan
prasarana dan sarana yang meliputi (Dep. PU. Balitbang, 2002) :
1. Prasarana Jalan
Prasarana dasar ini sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA.
Semakin baik kondisi jalan ke TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan
sehingga efisiensi keduanya menjadi tinggi.Konstruksi jalan TPA cukup beragam
disesuaikan dengan kondisi setempat sehingga dikenal jalan TPA dengan konstruksi:
Hotmix, Beton, Aspal, Perkerasan sirtu
Dalam hal ini TPA perlu dilengkapi dengan:
Jalan masuk/akses; yang menghubungkan TPA dengan jalan umum yang telah
tersedia
15
Jalan penghubung; yang menghubungkan antara satu bagian dengan bagian lain
dalam wilayah TPA
Jalan operasi/kerja; yang diperlukan oleh kendaraan pengangkut menuju titik
pembongkaran sampah. Pada TPA dengan luas dan kapasitas pembuangan yang
terbatas biasanya jalan penghubung dapat juga berfungsi sekaligus sebagai jalan
kerja/operasi
2. Prasarana drainase
Drainase di TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan
dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Seperti
diketahui, air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan.
Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk ke timbunan sampah akan semakin
kecil pula debit lindi yang dihasilkan yang pada gilirannya akan memperkecil
kebutuhan unit pengolahannya.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air
hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam area timbunan sampah. Drainase
penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu,
untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase TPA juga dapat berfungsi sebagai
penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut.
Untuk itu permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada
saluran drainase.
3. Fasilitas penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang
datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya
fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA. Pada TPA besar
dimana kapasitas pembuangan telah melampaui 50 ton/hari maka dianjurkan
penggunaan jembatan timbang untuk efisiensi dan ketepatan pendataan. Sementara
TPA kecil bahkan dapat memanfaatkan pos tersebut sekaligus sebagai kantor TPA
sederhana dimana kegiatan administrasi ringan dapat dijalankan.
16
dan dari kolam pengumpul secara gravitasi sangat menguntungkan; namun bila
topografi TPA tidak memungkinkan, dapat dilakukan dengan cara pemompaan.
Pengolahan lindi dapat menerapkan beberapa metode diantaranya: penguapan/
evaporasi terutama untuk daerah dengan kondisi iklim kering, sirkulasi lindi ke
dalam timbunan TPA untuk menurunkan baik kuantitas maupun kualitas
pencemarnya, atau pengolahan biologis seperti halnya pengolahan air limbah.
7. Alat berat
Alat berat yang sering digunakan di TPA umumnya berupa: bulldozer, excavator
dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam
operasionalnya.
Bulldozer sangat efisien dalam operasi perataan dan pemadatan tetapi kurang dalam
kemampuan penggalian. Excavator sangat efisien dalam operasi penggalian tetapi
kurang dalam perataan sampah. Sementara loader sangat efisien dalam pemindahan
baik tanah maupun sampah tetapi kurang dalam kemampuan pemadatan.
Untuk TPA kecil disarankan dapat memiliki bulldozer atau excavator, sementara
TPA yang besar umumnya memiliki ketiga jenis alat berat tersebut.
8. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk beberapa maksud diantaranya adalah:
peningkatan estetika lingkungan, sebagai buffer zone untuk pencegahan bau dan lalat
yang berlebihan. Untuk itu perencancaan daerah penghijauan ini perlu memperti m
bang kan letak dan jarak kegiatan masyarakat di sekitarnya (permukiman, jalan raya,
dll).
9. Fasilitas penunjang
Beberapa fasilitas penunjang masih diperlukan untuk membantu pengoperasian
TPA yang baik diantaranya: pemadam kebakaran, mesin pengasap (mist blower),
kesehatan/keselamatan kerja, toilet dan lain lain.
3. Pengaturan lahan
Seringkali TPA tidak diatur dengan baik. Pembongkaran sampah terjadi di
sembarang tempat dalam lahan TPA sehingga menimbulkan kesan yang tidak baik,
disamping sulit dan tidak efisiennya pelaksanaan pekerjaan perataan, pemadatan dan
penutupan sampah tersebut. Agar lahan TPA dapat dimanfaatkan secara efisien,
maka perlu dilakukan pengaturan yang baik yang mencakup:
1) Pengaturan sel
Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung sampah
satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada sistem sanitary
landfill, periode operasi terpendek adalah harian; yang berarti bahwa satu sel adalah
bagian dari lahan yang digunakan untuk menampung sampah selama satu hari.
Sementara untuk control landfill satu sel adalah untuk menampung sampah selama 3
hari, atau 1 minggu, atau operasi terpendek yang dimungkinkan. Dianjurkan periode
operasi adalah 3 hari berdasarkan pertimbangan waktu penetasan telur lalat yang
rata-rata mencapai 5 hari dan asumsi bahwa sampah telah berumur 2 hari saat ada di
TPS sehingga sebelum menetas perlu ditutup tanah agar telur/larva muda segera
mati.
Untuk pengaturan sel perlu diperhatikan beberapa faktor:
Lebar sel sebaiknya berkisar 1,5-3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat
dapat lebih efisien
Ketebalan sel sebaiknya berukuran 2-3 meter. Ketebalan terlalu besar akan
menurunkan stabilitas permukaan, sementara terlalu tipis akan menyebabkan
pemborosan tanah penutup
Panjang sel dihitung berdasarkan volume sampah padat dibagi dengan lebar dan
tebal sel.
Sebagai contoh bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel
direncanakan 2 m, lebar sel direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3x2) =
25 m. Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok dan tali agar
operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
20
2) Pengaturan blok
Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk
penimbunan sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan.
Karenanya luas blok akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode
operasi menengah dan pendek. Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 m
dan panjang 25 m maka blok operasi bulanan akan menjadi 30 x 75 m2 = 2.250 m2
3) Pengaturan zona
Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka
waktu panjang misal 1 – 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan luas
blok operasi dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan menengah.
Sebagai contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas 2.250 m 2 maka zona operasi
tahunan akan menjadi 12 x 2.250 = 2,7 Ha.
4) Persiapan sel pembuangan
Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya
perlu dilengkapi dengan patok-patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk
membantu petugas/operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga
sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Beberapa pengaturan perlu disusun dengan
rapi diantaranya:
Peletakan tanah penutup
Letak titik pembongkaran sampah dari truk
Manuver kendaraan saat pembongkaran
5) Pembongkaran sampah
Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada
pengemudi truk agar mereka membuang pada titik yang benar sehingga proses
berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien.
Titik bongkar umumnya diletakkan di tepi sel yang sedang dioperasikan dan
berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah
mencapainya. Beberapa pengalaman menunjukkan bahwa titik bongkar yang ideal
sulit dicapai pada saat hari hujan akibat licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi
21
oleh penanggungjawab TPA agar tidak terjadi. Jumlah titik bongkar pada setiap sel
ditentukan oleh beberapa faktor:
Lebar sel
Waktu bongkar rata-rata
Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak
Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang datang dapat segera mencapai
titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisiensi kendaraan dapat
dicapai.
6) Perataan dan pemadatan sampah
Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi
pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik. Kepadatan
sampah yang tinggi di TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya
tampung TPA bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat mendukung
penimbunan lapisan berikutnya. Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah
sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat.
Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi, perataan dan
pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar. Penundaan pekerjaan
ini akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan
kurang efisien dilakukan.
Pada TPA dengan frekuensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan
pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik, misalnya pagi dan siang.
Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan kriteria
pemadatan yang baik:
Perataan dilakukan selapis demi selapis
Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm – 60 cm dengan cara mengatur
ketinggian blade alat berat
Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas sampah
tersebut 3-5 kali
Perataan dan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai
ketebalan rencana
22
7) Penutupan tanah
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi maksud sebagai berikut:
Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat
Mencegah perkembangbiakan tikus
Mengurangi bau
Mengisolasi sampah dan gas yang ada
Menambah kestabilan permukaan
Meningkatkan estetika lingkungan
Jalan kerja di banyak TPA juga memiliki faktor kesulitan lebih tinggi pada
saat hari hujan. Jalan yang licin menyebabkan truk sampah sulit bergerak dan harus
dibantu oleh alat berat; sehingga keseluruhan menyebabkan waktu operasi
pengangkutan di TPA menjadi lebih panjang dan pemanfaatan alat berat untuk hal
yang tidak efisien.
Sekali lagi perlu diperhatikan untuk memperbaiki kerusakan jalan sesegera
mungkin sebelum menjadi semakin parah. Pengurugan dengan sirtu umumnya sangat
efektif memperbaiki jalan yang bergelombang dan berlubang.
4. Pemeliharaan lapisan penutup
Lapisan penutup TPA perlu dijaga kondisinya agar tetap dapat berfungsi
dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat menyebabkan
timbulnya retakan permukaan tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar
dari TPA ataupun mempercepat rembesan air pada saat hari hujan. Untuk itu retakan
yang terjadi perlu segera ditutup dengan tanah sejenis.
Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak berlangsung seragam
sehingga ada bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah.
Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan dengan memperhatikan kemiringan
ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam hal ini dianjurkan untuk
mengurangi efek retakan tanah melalui jaringan akar yang dimiliki.
Pemeriksaan kondisi permukaan TPA perlu dilakukan minimal sebulan sekali
atau beberapa hari setelah terjadi hujan lebat untuk memastikan tidak terjadinya
perubahan drastis pada permukaan tanah penutup akibat erosi air hujan.
5. Pemeliharaan drainase
Pemeliharaan saluran drainase secara umum sangat mudah dilakukan.
Pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan perlu dilakukan untuk
menjaga agar tidak terjadi kerusakan saluran yang serius. Saluran drainase perlu
dipelihara dari tanaman rumput ataupun semak yang mudah sekali tumbuh akibat
tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah penutup TPA di dasar saluran. TPA di
daerah bertopografi perbukitan juga sering mengalami erosi akibat aliran air yang
deras. Lapisan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah
25
lepas oleh erosi air; sementara saluran tanah yang berubah profilnya akibat erosi
perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air
dengan baik.
6. Pemeliharaan fasilitas penanganan lindi
Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalami pendangkalan
akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume efektif
kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal yang akan berakibat pada
rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu perlu diperhatikan agar
kedalaman efektif kolam dapat dijaga.
Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus
segera dikeluarkan. Alat berat excavator sangat efektif dalam pengeluaran lumpur
ini. Dalam beberapa hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar juga dapat
digunakan truk tinja untuk menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat
dibiarkan mengering dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.
7. Pemeliharaan Fasilitas Lainnya
Fasilitas-fasilitas lain seperti bangunan kantor / pos, garasi dan sebagainya
perlu dipelihara sebagaimana lazimnya bangunan umum seperti kebersihan,
pengecatan dan lain-lain.
Sampah Rumah Tangga, untuk menghindari dampak negatif dari infiltrasi cairan lindi
kedalam tanah maupun air permukaan disekitar TPA maka harus diperhatikan
prasarana fasilitas perlindungan TPA antara lain:
1. Lapisan dasar TPA
Lapisan dasar kedap air berfungsi untuk mencegah terjadinya pencemaran
lindi terhadap air tanah. Untuk itu maka konstruksi dasar TPA harus cukup kedap,
baik dengan menggunakan lapisan dasar dengan beberapa persyaratan:
1) Lapisan dasar TPA harus kedap air sehingga lindi terhambat meresap kedalam
tanah dan tidak mencemari air tanah. Koefisien permeabilitas lapisan dasar TPA
harus lebih kecil dari 10 –6 cm/det
2) Pelapisan dasar kedap air dapat dilakukan dengan cara melapisi dasar TPA
dengan tanah lempung yang dipadatkan (30 cm x 2) atau geomembran setebal
1,5 – 2 mm, terkandung pada kondisi tanah.
3) Dasar TPA harus dilengkapi saluran pipa pengumpul lindi dan kemiringan
minimal 2 % kearah saluran pengumpul maupun penampung lindi.
4) Pembentukan dasar TPA harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan urutan
zona/blok dengan urutan pertama sedekat mungkin ke kolam pengolahan lindi.
5) Bila menurut desain perlu digunakan geositentis seperti geomembran, geotekstil,
non woven, geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya
disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan dilaksanakan oleh
kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
Geomembrane/ geotextile maupun lapisan tanah lempung dengan
kepadatan dan permeabilitas yang memadai (< 10-6 cm/det). Lapisan tanah
lempung sebaiknya terdiri dari 2 lapis masing-masing setebal 30 cm. Hal
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya keretakan akibat kerusakan
lapisan pertama karena terekspose cukup lama. Selain itu untuk menghindari
terjadinya keretakan lapisan dasar tanah lempung, maka sebelum dilakukan
peninmbunan sebaiknya lapisan dasar “terlindung”. Sebagai contoh dapat
dilakukan penanaman rumput atau upaya lain yang memadai (Gambar 5).
30
Tampak atas
Tampak samping
2) Pengolahan lindi
Proses pengolahan lindi perlu memperhatikan debit lindi, karakteristik lindi
dan badan air penerima tempat pembuangan efluen. Hal tersebut berkaitan dengan
pemilihan proses pengolahan, penentuan kapasitas dan dimensi kolam serta
perhitungan waktu detensi. Beberapa pilihan alternatif teknologi yang diterapkan di
Indonesia adalah:
32
alga sehingga oksigen yang dihasilkan selama proses fotosintesis dapat dipergunakan
untuk proses penguraian secara aerobik. Kolam ini digunakan untuk memperbaiki
kualitas air yang dihasilkan oleh pengolahan di kolam fakultatif dan untuk
mengurangi jumlah organisme patogenik.
- Kolam Wetland
Kolam Wetland merupakan salah satu pilihan pengolahan yang tepat mengingat
karakteristik air limbah grey water dengan beban organik relatif kecil serta unsur
nitrogen dan fosfat yang cukup tinggi. Unsur N serta P pada air limbah ini merupakan
pupuk alami bagi tumbuhan sehingga sistem pengolahan dapat dilaksanakan dengan
teknologi yang sederhana, praktis, mudah dan murah dalam pemeliharaannya.
Pengolahan grey water menggunakan wetland dengan konsep fitoremediasi ini
memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dengan akar tumbuhan yang
mengeluarkan oksigen.
Bahan organik yang terdapat dalam air limbah akan dirombak oleh
mikroorganisme menjadi senyawa lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh
tumbuhan sebagai nutrient, sedangkan sistem perakaran tumbuhan air akan
menghasilkan oksigen yang dapat digunakan sebagai sumber energi/ katalis untuk
rangkaian proses metabolisme bagi kehidupan mikroorganisme. Jenis tumbuhan
dapat disesuaikan dengan jenis sistem wetland yang digunakan. Pada sistem wetland
ini, air tidak menggenang di atas media tanam tetapi air mengalir di bawah media
sehingga memiliki berbagai keuntungan.
Secara umum proses pengolahan lindi secara sederhana terdiri dari beberapa
tahap sebagai berikut (gambar 7) :
Pengumpulan lindi, dilakukan di kolam pengumpul
Proses anaerobik, dilakukan di kolam anaerob (kedalaman > 2 meter). Proses ini
diharapkan dapat menurunkan BOD sampai 60 %
Proses fakultatif yang merupakan proses peralihan dari anaerobik, dilakukan di
kolam fakultatif. Proses ini diharapkan menurunkan BOD sampai 70%
Proses maturasi atau stabilisasi, dilakukan di kolam maturasi dengan efisiensi
proses 80 %
34
3. Pengendalian Lindi
1). Bila pada TPA yang akan ditutup belum terdapat IPL dan efluen dari lindi pada
TPA tesebut dianggap belum stabil, maka diperlukan pengkajian dan desain
khusus untuk membangun IPL yang sesuai. Namun bila desain penutup cukup
35
efektif, maka air yang masuk ke dalam timbunan akan menurun secara
signifikan. Jumlah lindi pada TPA yang sudah ditutup akan tergantung pada
desain lapisan tanah penutup akhir, jenis sampah yg ditimbun dan iklim,
khususnya jumlah hujan.
2). Bila pada lokasi belum tersedia sistem pengumpul dan penangkap lindi, maka
penangkapan lindi perlu dibangun di bagian terbawah dari timbunan tersebut.
3). Jika pada TPA telah ada IPL, maka lakukan evaluasi pada IPL, spesifikasi teknik
jaringan under-drain pengumpul lindi, sistem pengumpul lindi, bak kontrol dan
bak penampung dan pipa inlet ke instalasi.
4). Jika IPL dibangun baru dengan sistem biologi, maka lakukan seeding dan
aklimatisasi terlebih dahulu sesuai SOP IPL, sebelum dilakukan proses
pengolahan lindi sesungguhnya. Langkah ini kemungkinan besar akan terus
dibutuhkan, bila terjadi perubahan kualitas dan beban seperti akibat hujan, atau
akibat tidak berfungsinya sistem IPL biologis ini sehingga merusak
mikrorganisme semula.
5). Efluen IPL lindi harus memenuhi persyaratan seperti tercantum dalam Tabel 1.
Tabel 1. Baku mutu efluent
Komponen Satuan Baku Mutu
Zat padat terlarut mg/L 4000
Zat padat tersuspensi mg/L 400
Ph - 6-9
N-NH3 mg/L 5
N-NO3 mg/L 30
N-NO2 mg/L 3
BOD mg/L 150
COD mg/L 300
6). Dianjurkan agar pada saat tidak hujan, sebagian lindi yang ditampung
dikembalikan ke timbunan sampah sebagai resirkulasi lindi, misalnya melalui
36
sistem ventilasi gas bio. Lakukan pengecekan secara rutin pompa dan perpipaan
resirkulasi lindi untuk menjamin sistem resirkulasi tersebut.
7). Lakukan secara rutin dan periodik updating data curah hujan, temperatur dan
kelembaban udara, debit lindi, kualitas influen dan efluen hasil IPL, untuk
selanjutnya masuk ke informasi recording/ pencatatan. Umur TPA lama
mempengaruhi beban pengolahan yang dapat dilakukan sehingga perlu di
monitoring dan disesuaikan apabila diperlukan.
8). Kolam penampung dan pengolah lindi seringkali mengalami pendangkalan
akibat endapan suspensi. Hal ini akan menyebabkan semakin kecilnya volume
efektif kolam yang berarti semakin berkurangnya waktu tinggal, yang akan
berakibat pada rendahnya efisiensi pengolahan yang berlangsung. Untuk itu,
perlu diperhatikan agar kedalaman efektif kolam tetap terjaga.
9). Lumpur endapan yang mulai tinggi melampaui dasar efektif kolam harus segera
dikeluarkan. Gunakan excavator dalam pengeluaran lumpur ini. Dalam beberapa
hal dimana ukuran kolam tidak terlalu besar, dapat digunakan truk tinja untuk
menyedot lumpur yang terkumpul yang selanjutnya dapat dibiarkan mengering
dan dimanfaatkan sebagai tanah penutup sampah.
10). Lindi dapat keluar dari timbunan sampah lama secara lateral. Dibutuhkan sistem
penangkap, misalnya dengan menggali sisi miring timbunan sampah yang
mengeluarkan lindi sekitar 0,5 m ke dalam, lalu ditangkap dengan pipa 100 mm,
diarahkan menuju drainase pengumpul untuk dialirkan ke IPL.
11). Jika lahan TPA luas, maka IPL yang dibuat terdiri dari serangkaian kolam
stabilisasi anaerob, kolam fakultatif dan kolam maturasi serta lahan sanitasi.
Kolam biologis tanpa bantuan aerasi mempunyai waktu detensi yang lama dan
mempunyai dimensi yang besar. Sehingga untuk memperkecil ukuran dan
mempersingkat waktu detensi maka dapat digunakan kolam biologis dengan
bantuan aerasi. Hanya saja aerasi memerlukan biaya untuk energi listrik pada
operasionalnya. Untuk melihat perbandingan rangkaian IPL dan ukurannya
dapat dilihat dalam Tabel 2.
37
Cj =
106
Contoh :
39
Medium income : Y =
Low income : Z =
r=
Dengan Cs =
Dimana :
Qn = Timbulan sampah pada n tahun mendatang
Qt = Timbulan sampah pada tahun awal perhitungan
Cs = Peningkatan/ pertumbuhan kota
Ci = Laju pertumbuhan sektor industri
Cp = Laju pertumbuhan sektor pertanian
Cqn = laju peningkatan pendapatan perkapita
P = Laju pertumbuhan penduduk
42
oleh terhambatnya arus air di sungai karena terhalang timbunan sampah yang dibuang
ke sungai.
Sampah yang dikumpulkan langsung dari sumbernya akan diangkut menuju
tempat pemrosesan sementara limbah untuk dilakukan pemilahan dan pemisahan
limbah secara 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Sampah organik akan diolah menjadi
kompos, sementara untuk kemasan plastik akan dikumpulkan untuk bahan daur
ulang, pemanfaatan kembali dan kerajinan. Sampah sisa akan dibawa ke tempat
pemrosesan akhir sampah (TPA) untuk dilalukan penimbunan.
TPA yang berada di RT 01/RW 03 Kelurahan Muara Fajar Kecamatan
Rumbai merupakan Tempat Pemrosesan Akhir sampah yang berasal dari semua
kecamatan yang ada di Pekanbaru (Lampiran 1, 2 dan 3). Menurut Ertawati, Ilza dan
Nofrizal ( 2015), TPA ini berupa lahan yang berbentuk lembah yang mempunyai luas
kira-kira 9 Ha, dimana sebelumnya merupakan lokasi pengolahan tinja yang
sekarang tidak berfungsi lagi. Sampah yang masuk setiap harinya kira-kira 400-450
ton, yang di dalamnya terdapat berbagai jenis sampah seperti sampah rumah tangga,
sampah bongkaran bangunan, sampah dari tempat komersial dan lain sebagainya.
Perumahan penduduk sudah mengelilingi TPA Muara Fajar tersebut, dimana
penduduk yang berdomisili di sekitar TPA sebahagian besar adalah warga yang
mempunyai pekerjaan sebagai pemulung. Mereka hidup menggunakan air tanah
dangkal untuk keperluan sehari-hari. Jika pengolahan sampah dan pengolahan lindi
di TPA tersebut tidak dilakukan dengan metode yang baik maka akan dapat
mencemari lingkungan sekitarnya, khususnya air tanah.
Menurut Ertawari et al (2015), sampah yang masuk ke TPA Muara Fajar
ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui beratnya, dimana kategori sampah yang
masuk adalah sampah yang berasal dari rumah tangga, sampah dari daerah komersial
(pasar), bongkaran bangunan dan lain-lain. Truk yang berisi sampah dibongkar di
tempat pembongkaran, kemudian pemulung mengambil barang-barang yang masih
dapat dijual. Setelah kegiatan pemulung selesai sampah dipindahkan ke tempat
penimbunan yaitu pada daerah cekungan dengan menggunakan bulldozer lalu
dipadatkan. Pemadatan sampah dilakukan setiap hari mengunakan alat seperti
45
bulldozer hingga mencapai ketinggian 2-3 meter sebelum dilakukan penutupan yang
bertujuan untuk mencegah berkembangbiaknya vektor penyakit, memperlambat
tingginya sampah, mencegah keluarnya gas ke udara bebas, dan mengurangi bau
yang berasal dari sampah.
Menurut Elysita dan Asmura (2014), hasil analisis air lindi yang berasal dari
outlet bak ke empat unit pengolahan air lindi TPA Muara Fajar juga terdapat
beberapa parameter yang melebihi baku mutu diantaranya: BOD, COD, nitrat,
amoniak, nitrit, sulfida, timbal, tembaga, besi dan krom terlihat dari (Tabel 4).
Selanjutnya menurut Elysita dan Asamura (2014), limpasan air hujan (run off)
yang masuk ke TPA sampah dapat melarutkan zat organik dan anorganik dengan
konsentrasi tinggi yang disebut sebagai lindi (leachate). Lindi tersebut timbul akibat
adanya perombakan sampah oleh mikroorganisme secara aerob.
Tabel 4. Hasil analisis air lindi ( outlet bak ke empat) unit pengolahan air lindi TPA
Muara Fajar
Lindi akan mudah terangkut bersama-sama limpasan air hujan dan dapat
merembes masuk ke sumur-sumur penduduk yang di sekitarnya. Masuknya air hujan
kedalam timbunan sampah akan menghanyutkan komponen-komponen sampah yang
telah proses dekomposisi yang menghasi lkan air lindi sampah (leachate) kemudian
merembes keluar dari TPA. Perembesan lindi yang bersifat toksik, mengakibatkan
menurunnya kualitas air sumur sesuai dengan peruntukannya. Nilai pH yang asam,
BOD5, amonia dan kandungan logam berat yang tinggi , mengindikasikan bahwa air
sumur tersebut sudah tidak layak untuk dikonsumsi dan digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari.
Pengukuran limbah lindi yang dilakukan pada outlet limbah yang dibuang ke
lingkungan di TPA Muara Fajar terdapat parameter yang melampui baku mutu
menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup NO. 51 Tahun 1995 Lampiran C
kategori I adalah parameter besi yaitu 5,5192 mg/L, parameter COD 819 mg/L,
parameter BOD 488 mg/L dan nitrat. (NO3) 130 mg/L. Pada air lindi juga terdeteksi
adanya beberapa logam berat seperti mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn),
kromium (Cr), cadmium (Cd), meskipun dalam konsentrasi kecil dan tidak melebihi
baku mutu, dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil pengujian limbah air lindi (outlet IPAL) TPA Muara Fajar
Dari data dan keterangan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa air
lindi yang dihasilkan pada TPA Muara fajar masih terdapat beberapa parameter yang
tidak memenuhi baku mutu air limbah KEPMENLH NO 51 tahun 1995 Lampiran C
sehingga jika dibuang akan berbahaya bagi lingkungan. Hal tersebut disebabkan
tumpukan sampah yang terlalu lama ditimbun ke dalam sel sehingga jika terjadi
hujan akan mengakibatkan laju pembentukan lindi yang tinggi.
Pengolahan sampah dan pengolahan cairan lindi yang tidak berjalan
dengan baik sudah berpengaruh terhadap kualitas air tanah di sekitar TPA Muara
Fajar, dimana cairan lindi yang belum layak dibuang ke lingkungan telah
mengakibatkan terjadinya perembesan di dalam tanah sehingga kualitas air tanah
pada sumur pantau 1 sudah tercemar. Didukung oleh penelitian Darmayanti (dalam
Elysita dan Asmura, 2014) bahwa tanah di sekitar TPA Muara Fajar Pekanbaru telah
tercemar lindi. Dari hasil pengujian resistivitas tanah tersebut didapat nilai 3,58 Um
sampai dengan 9219 Um sepanjang bentang 37 m dari titik TPA, nilai resistivitas ini
menunjukkan rembesan lindi bergerak secara horizontal. Pada kedalaman 0-1,6 m
terdapat nilai resistivitas 13,5-30 Um, secara vertical lindi telah merembes pada
kedalaman tersebut. Menurut hasil penelitian Juandi dalam Ertawati et al. (2015),
yang juga dilaksanakan di TPA Muara Fajar tersebut mendapatkan bahwa air lindi
sudah bergerak dari tengah TPA kemudian menyebar ke sekeliling TPA hingga
mencapai lapisan air tanah pemukiman penduduk. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus
berlangsung karena berbahaya bagi kesehatan masyarakat disekitar TPA, terutama
yang memanfaatkan air tanah tersebut untuk konsumsi air besih setiap harinya.
Lambannya proses penutupan sampah yang terjadi karena tanah untuk
penimbunan sampah pada sell TPA dibeli dari pihak ketiga sementara anggaran
untuk pembelian tanah penutup terbilang cukup minim, hal tersebut mengakibatkan
penutupan sampah di TPA Muara Fajar Kecamatan Rumbai Pekanbaru hanya
dilakukan 2-3 bulan sekali. Sedangkan menurut metode “sanitary landfill” sampah
yang sudah dipadatkan akan dilakukan penutupan dengan tanah secara rutin yaitu
setiap 5 hari sekali untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan di
48
sekitarnya dan untuk mencegah infiltrasi oleh air hujan yang akan melarutkan zat-zat
organik yang terdapat dalam sampah dan akan menghasilkan lindi.
Pada awal pembukaan lahan, TPA Muara Fajar menerapkan sistem controlled
landfill dalam pengolahan sampah, hal ini ditandai dengan adanya saluran drainase
untuk mengendalikan air hujan, saluran pengumpul lindi (leachate), kolam
penampung, fasilitas pengendalian gas metan dan lain-lain tetapi peningkatan jumlah
sampah yang melebihi kapasitas lahan penampungan sampah menjadikan TPA
menerapkan sistem open dumping dalam pengolahan sampah (Bali dan Hanifah,
2013). Tindak lanjut dari pemerintah kota melalui Walikota Firdaus (dalam Hendri,
2013) melakukan pantauan lapangan ke Tempat Pembuangan Sampah (TPA) sampah
Muara Fajar, pada Sabtu (9/2/2013). Lewat kunjungannya tersebut, Firdaus
didampingi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Syafril, Sekretaris
DKP Erwad Husnan, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) A Mius, dan
Kabag Humas Setdako Pekanbaru Azharisman Rozie. Kepada Tribun, Firdaus
menyebutkan, kedatangannya ke TPA sampah Muara Fajar kali ini untuk
memastikan sistem pembuangan sampah di TPA yang sistem open dumping sudah
ditutup, dan sudah menggunakan sistem sanitary. "Sistem open dumping sudah tidak
boleh lagi, maka mulai tahun 2013 ini sudah harus menggunakan sistem sanitary,
namun pengarahan yang telah diberikan tentang bagaimana cara kerja sistem
sanitary landfill itu sendiri pada kenyataannya tidak berjalan. Para pengangkut
sampah membongkar sampah hanya pada pinggir tempat pembuangan sampah,
sehingga mengalami penumpukan disatu tempat saja mengakibatkan alat berat sulit
untuk mengakses jalan dan meratakan tumpukan sampah tersebut.
Menurut hasil penelitian Ertawati et al. (2015), pengolahan sampah di TPA
Muara Fajar kurang sempurna, sehingga cairan lindi yang terbentuk di TPA Muara
fajar tersebut sebanyak 0,4 liter/detik. Laju pembentukan lindi tersebut
mengakibatkan terjadinya pendangkalan pada kolam IPAL akibat limpasan air hujan
yang membawa padatan yang bersifat tersuspensi dan mengalir pada saluran
pengumpul lindi. Terjadinya pendangkalan pada kolam IPAL dan tingginya laju
pembentukan lindi mengakibatkan penurunan efektivitas pengolahan air lindi,
49
sehingga komposisi bahan polutan dalam lindi tidak mengalami degradasi, hal ini
dapat disebabkan karena oksigen yang tidak mencukupi dalam air limbah sehingga
bakteri aerob dan anaerob tidak dapat tumbuh dan bekerja mendegradasi limbah,
selain itu lama waktu tinggal yang singkat juga menyebabkan kontak antara bakteri
pengurai dengan polutan limbah tidak maksimal. Menurut Yenita dan Ade (2015),
TPA Muara Fajar memiliki empat kolam pengolahan air lindi dan empat bak kontrol.
Akan tetapi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang dimiliki sangat sederahan
dan tidak yang modern dan canggih sehingga belum mampu secara optimal
menurunkan polutan yang terdapat dalam air lindi
Dari luas sanitary yang ada, dan melihat jumlah sampah Pekanbaru yang
setiap hari sudah mencapai 300 ton, maka sanitary hanya mampu menampung
sampah selama dua tahun. Setelah itu diperlukan lahan lagi. Namun, lahan akan
disiapkan hanya jika hasil kerjasama dengan pihak Australia dan China tidak jadi.
"Kerjasama dengan Australia dan China ini, sampah ini bisa diproses dijadikan
energi listrik. Sampah yang sudah ada, bisa melayani mesin berkapasitas 10 kilowatt
sebanyak empat unit dan selama satu tahun. Artinya, jika kerjasama itu jadi, tidak
diperlukan lagi lahan untuk TPA sampah, cukup dibuang ke kawasan ini yang
nantinya akan diubah menjadi kawasan industri listrik. Walikota Pekanbaru Firdaus
(Riauterkini, 2014) mengatakan saat ini sudah banyak investor yang hendak
mengelola, namun untuk menjadi pengelola ada persyaratan yang harus penuhi yaitu
harus mengikuti terder investasi yang nilai dananya minimal Rp 500 miliar, ini
menjadi kendala bagi investor untuk memenuhi persyaratan tender sehingga rencana
konversi sampah menjadi listrik tidak kunjung terealisaikan.
Selanjutnya disampaikan Firdaus (dalam Hendri, 2013), untuk anggaran
sampah di tahun 2013 ini menghabiskan dana Rp 80 miliar. Sebanyak Rp 40 miliar
berada di DKP dan Rp 40 miliar berada di kecamatan. "Jumlah ini belum terpenuhi
dari anggaran dan retribusi sampah yang dipungut dari masyarakat. Hasil yang
diperoleh dari retribusi sampah hanya mencapai 10 persen, sehingga tidak mampu
mengembalikan tingginya biaya operasional sampah yang dikeluarkan. Untuk itu,
masyarakat harus menyadari bahwa pengolahan sampah ini telah menguras keuangan
50
daerah. Maka masyarakat sendiri harus ikut ambil bagian dalam penghematan biaya
operasional sampah dengan membuang sampah pada tempatnya, sehingga dana itu
bisa berkurang.
Seharusnya kebijakan pengelolaan sampah tidak dibebankan kepada
pemerintah daerah semata, namun dibutuhkan peran aktif dari Pemerintah Pusat
karena permasalahan lingkungan yang disebabkan oleh sampah seperti air lindi
merupakan permasalahan lingkungan dengan cakupan nasional. Minimnya lahan
TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar.
Akibatnya sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah
satelitnya, hal ini menimbulkan aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang
merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah
tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi,
hidrogeologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya
AMDAL membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi
akibat kerusakan lingkungan yang mendukung masalah AMDAL sehingga seringkali
kita temui TPA yang berada di tempat tinggi, sehingga air limpasan lindi yang
dihasilkan mengalir keluar kawasan TPA. (Kompasiana, 2015)
Masih tingginya polutan yang terdapat dalam air lindi dibeberapa TPA
seharusnya menjadi cambuk bagi pemerintah untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Selain memantau kondisi fasilitas pengelolaan sampah, memastikan
operasional persampahan berjalan sesuai prosedur yang tepat serta ketersediaan lahan
yang mencukupi untuk melakukan pengelolaan sampah dan limbah yang dihasilkan,
kapasitas kebutuhan tempat pengolahan limbah juga harusnya menjadi pertimbangan
mengingat laju pertumbuhan lindi yang semakin meningkat serta efektifitas IPAL
yang menurun akibat pendangkalan. Oleh sebab itu dibutuhkan kebijakan dari
pemerintah pusat dalam menetapkan pedoman upaya peningkatan kebutuhan IPAL
berdasarkan pertimabangan laju pertumbuhan lindi yang dihasilkan sehingga
permasalahan lingkungan akibat air lindi sampah dapat diatasi.
III. DAMPAK PENINGKATAN KEBUTUHAN PENGOLAHAN LINDI DI
TPA MUARA FAJAR KECAMATAN RUMBAI PESISIR PEKANBARU
terganggunya kehidupan makhluk hidup disekitar TPA. Selanjutnya air lindi yang
tidak terkelola dengan baik jika masuk kedalam drainase atau sungai akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa
spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.
Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan
gas-gas organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam
konsentrasi tinggi dapat meledak.
Pengelolaan lindi yang tidak memadai akan mengakibatkan peningkatan
beberapa organisme patogen dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan
anjing yang dapat menimbulkan bermacam penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang
dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut :
1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan yang tidak tepat dapat bercampur dengan air
minum. Penyakit demam berdarah dapat juga meningkat dengan cepat di daerah
yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
2. Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
3. Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
sebelumnya masuk ke dalam pencernaan binatang ternak melalui makanannya
yang berupa sisa makanan/sampah
4. Sampah beracun. Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa
(Hg). Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang
memproduksi baterai dan akumulator.
Pengelolaan air lindi yang memadai bertujuan untuk menjaga agar air lindi
yang timbul akibat pemrosesan sampah di TPA tidak mencemari lingkungan di
sekitar lokasi TPA agar dapat menghindari berbagai dampak negatif yang dapat
ditimbulkan oleh pencemaran air lindi, sehingga air tanah disekitar TPA yang
merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
untuk kebutuhan air bersih sehari-hari. Dengan pengelolaan lindi yang baik
54
masyarakat sekitar juga akan terhindar dari berbagai sumber penyakit yang dapat
timbul akibat masuknya air lindi kedalam perairan/badan air di sekitar TPA,
lingkungan perairan sebagai habitat biota, ikan dan makhluk hidup lainnya akan tetap
terjaga dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat disekitar TPA sebagai sarana
rekreasi, tempat bermain dan petualangan bagi anak-anak, juga dapat dimanfaatkan
sebagai tempat budidaya perikanan sehingga menjadi tambahan pemasukan bagi
masyarakat sekitar TPA.
Perencanaan sistem pengelolaan persampahan merupakan bagian dari tugas
pemerintah pusat dan daerah, dimana dalam pengelolaan prasarana persampahan ini
menjadi wewenang kementrian Dinas Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Cipta
Karya Bidang Pengembangan Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman untuk
menyediakan fasilitas pengelolaan sampah serta fasilitas penunjang untuk mengatasi
permasalahan persampahan dikota tersebut. jika terjadi permasalahan pencemaran
yang disebabkan oleh air limbah lindi yang dihasilkan oleh TPA maka akan
menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kotanya sendiri
selain itu pemerintah akan mengalami kesulitan dalam pemulihan lingkungan sebab
untuk mengembalikan fungsi lingkungan kembali membutuhkan biaya yang tinggi
dan waktu yang sangat lama.
IV MAKSIMALISAI PEMENUHAN KEBUTUHAN KAPASITAS
PENGOLAHAN AIR LINDI DI TPA MUARA FAJAR PEKANBARU
1. pengaturan sel lahan pembuangan dan penimbunan telah benar-benar siap dan
memadai untuk menapung dan menutup sampah yang diterima diTPA,
2. pengaturan zona dan blok yang benar sehingga kontinuitas proses pembuangan
sampah dapat berjalan dengan lancar,
3. pengaturan lahan pembongkaran guna mempermudah akses alat berat untuk
melakukan penimbunan sampah.
4. Sampah yang masuk kedalam tempat pembuangan akhir tidak hanya berasal
dari sumber sampah saja, akan tetapi terlebih dahulu dipilah di tempat
pembuangan sampah sementara sehingga telah mengalami proses 3R terlebih
dahulu untuk mengurangi volume sampah yang ditimbun di TPA.
Selain dengan mengawasi kegiatan operasional persampahan untuk
mencegah terjadinya open dumping dalam penanganan operasional, tenaga teknis
kegiatan persampahan harus mendapatkan bimbingan dan pelatihan sehingga
operasi kegiatan pemrosesan akhir sampah benar-benar berjalan sesuai prosedur
yang telah ditetapkan.
Dalam membantu kegiatan pemilahan sampah di TPA sebaiknya dilakukan
organisir pemulung melalui penggabungan mereka secara resmi dalam sistem,
sehingga sampah yang mereka dapatkan dapat menjamin keberlangsungan hidup
mereka, selain itu dengan memberikan bantuan biaya kesehatan dan pendidikan
anak-anak mereka, akan memberikan etos kerja bagi pemulung untuk tetap
berada didalam sistem tersebut.
57
berbagai faktor yang dapat meningkatkan laju timbulan lindi. Adapun faktor-
faktor yang menjadi pertimbangan dalam upaya peningkatan kebutuhan kapasitas
pengolahan lindi parameternya dapat dilihat dari dasar perancangan sebagai
berikut (tabel 6):
Tabel 6. Dasar Perencanaan Penetapan kapasitas IPAL lindi di TPA
Hartono. 2008. Sistem Informasi Lingkungan, Bahan Ajar Mata Kuliah SIG.
Magister Pengelolaan Lingkungan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta (Tidak diterbitkan).
Hendri N. 2013. Walikota Pekanbaru Firdaus, M.T Mengaku Akan Pantau
Pengolahan Sampah Muara Fajar. Tribunpekanbaru.Com.
Pekanbaru. Diakses 17 februari 2013.
Kompasiana, 2015. Pengelolaan Sampah dan Kebijakan Pemerintah dalam
Penanggulangan Kasus Sampah DKI Jakarta. Diakses 26 Juni
2015. Kompasiana.com. Jakarta
Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2013. PERMEN PU No 03
/PRT/M/2013, Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta.
Nayono SE. 2015. Metode Pengolahan Air Limbah Alternatif Untuk Negara
Berkembang. Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Fakultas
Teknik, Universitas Negeri. Yogyakarta.
Pambagio A. 2015. Pengelolaan Sampah dan Regulasi Salah Sasaran.
Detiknews.com. Jakarta. Diakses 23 juli 2015.
Presiden RI. 2008. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Tentang Pengelolaan
Sampah. Sekretariat Negara. Jakarta.
Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan. 2010. Laporan Hasil
Pemantauan TPST Bantar Gebang Bekasi Dan TPK Sarimukti.
Bandung.
Riauterkini. 2013. Pemko Pekanbaru Terus Lakukan Antisipasi Permasalahan
Sampah. Tahun 2014, DKP Akan Membangun 10 TPS di Setiap
Kecamatan. Diakses 08 Mei 2013. Riauterkini.com. Pekanbaru.
Saefuddin A. 2014. Tenologi Pengolahan Limbah untuk Perlindungan
Lingkungan Hidup. Universitas Triologi. Jakarta
Wibowo IF. 2011. Prediksi Kebutuhan Daya Tampung Tempat Pembuangan
Akhir Sampah (TPA) Sukosari Sumantono Karanganyar Pada
Tahun 2016. Tugas Aknir. Program D3 Teknik Sipil Infrastruktur
Perkotaan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta (Tidak
diterbitkan).
Yustina dan S Purnomo. 2008. Pengelolaan Sampah Perkotaan. Pusat
Pengembangan Pendidikan Universitas Riau. Pekanbaru.
Yenita RN dan AP Siprana. 2015. Pengaruh Parameter Fisika dan Mikribiologi
Leachet Terhadap Kesehatan Lingkungan di TPA Muara Fajar
Pekanbaru. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Al-Insyirah.
Pekanbaru.
62