Anda di halaman 1dari 23

PENGUKURAN RESPON FISIOLOGIS DOMBA

(Laporan praktikum Ilmu Lingkungan Ternak)

Oleh :

Kelompok I (Satu)

Alan Hermawan (2014141020)

Arif Eka Mulya (2014141017)

Ayu Fitriani (2014141026)

Hardiansah Faisal Rito (2014141046)

Hessem Muhamad Indonant (2014141050)

Revina Damayanti (2014141009)

JURUSAN PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2022

LEMBAR PENGESAHAN
Judul Praktikum : Pengaruh Lingkungan Terhadap Respon Fisiologis
Domba

Tempat Praktikum : Kandang Domba Jurusan Peternakan

Tanggal Praktikum : 21 September -13 Oktober 2022

Kelompok : l (Satu)

Nama : Alan Hermawan (2014141020)

Arif Eka Mulya (2014141017)

Ayu Fitriyani (2014141026)

Hardiansah Faisal Rito (2014141046)

Hassem Muhamad Indonant (2014141050)

Revina Damayanti (2014141009)

Jurusan : Peternakan

Fakultas : Pertanian

Universitas : Universitas Lampung

Bandar Lampung, 19 Oktober 2022


Mengetahui
Dosen

Dr.Ir. Arif Qisthon, M.si


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur tidak henti-hentinya penulis panjatkan


kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat, nikmat dan anugerah-Nya
sehingga Laporan Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak ini dengan judul
“Pengaruh Lingkungan Terhadap Respon Fisiologis Domba” dapat terselesaikan
dengan baik, dan tepat waktu.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam proses pembuatan Laporan Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak ini,
terkhusus kepada: Bapak Dr. Ir. Arif Qisthon. M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ilmu Lingkungan Ternak. Tidak lupa pula kepada seluruh teman-teman
yang berkenan membantu penulis hingga laporan praktikum ini dapat
terselesaikan.

Demikian Laporan Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak ini penulis buat dengan
sepenuh hati. Tidak lupa kritik dan saran penulis harapkan agar laporan ini dapat
menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan terkhusus bagi penulis.

Bandar Lampung, 19 Oktober 2022

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ..............................................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... II

KATA PENGANTAR ....................................................................................... III

DAFTAR ISI....................................................................................................... IV

DAFTAR TABEL .............................................................................................. V

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... VI

l. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Tujuan Praktikum ................................................................................. 2

ll. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

III. METODE PRAKTIKUM ............................................................................ 5

3.1 Waktu Dan Tempat ............................................................................... 5

3.2 Alat Dan Bahan ..................................................................................... 5

3.3 Cara Kerja ............................................................................................. 5

lV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 7

4.1 Hasil Praktikum ...................................................................................... 7

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 8

V. KESIMPULAN ............................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 11

LAMPIRAN ....................................................................................................... 12
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Hasil pengukuran mesin tetas ................................................................ 7
2. Hasil perhitungan kebutuhan formalin dan KMnO4 kekuatan 3 kali .... 7
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Pengukuran formalin .............................................................................. 13
2. Penimbangan KMnO4 ............................................................................ 13
3. Pengukuran panjang mesin tetas ............................................................ 13
4. Penuangan KMnO4 pada cawan petri .................................................... 13
5. Perhitungan volume mesin tetas dan kebutuhan dosis ........................... 13
6. Hasil Cek plagiarisme ............................................................................ 14
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini domba makin banyak di pelihara dan dikembangkan oleh masyarakat
Indonesia. Banyak masyarakat membudidayakan domba karena untuk mencukupi
kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Selain itu, domba di nilai lebih
mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Beradaptasi dengan lingkungan
dalam arti iklim dan juga mudah beradaptasi dengan pakan-pakan yang ada.
Populasi domba di Indonesia ini mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Menuurut Blakely & Bade (1991), domba merupakan hewan ternak ruminansia
kecil yang tergolong mudah untuk dikembangkan dan cenderung memiliki siklus
produksi yang relatif pendek.

Ternak domba juga mempunyai beberapa potensi, antara lain : adaptasi yang
bagus terhadap lingkungan, daya konversi pakan kualitas rendah yang cukup
bagus, dan sifat reproduksi yang tinggi (Sodiq & Abidin, 2002). Saat ini usaha
penggemukan domba semakin marak di Indonesia seiring dengan jumlah
permintaan ternak domba sebagai hewan kurban yang semakin meningkat dari
waktu ke waktu.

Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian
proses fisiologis. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam
tubuh ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen
(Veerasamy Sejian et al., 2017; Wang et al., 2018). Respon fisiologis dapat
berupa perubahan suhu tubuh, laju respirasi, dan laju denyut jantung. Domba
dapat melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan yang
diberikan, baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Purnamasari et al.,
2018).
Pakan, lingkungan serta manajemen pemberian pakan yang tidak tepat dapat
mempengaruhi respon fisiologis dan tingkah laku ternak sehingga dapat
menurunkan produktivitas domba. Oleh karena itu, manajemen pakan dan
lingkungan sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas ternak.
Manajemen waktu pemberian pakan 2 kali pagi dan sore dilaporkan signifikan
pada respirasi domba pada siang hari dan denyut jantung malam hari (Nurmi,
2016). Respon fisiologis akan menglami peningkatan jika terjadi cekaman
terhadap domba. Apabila ternak mengalami cekaman panas yang cukup berat,
yaitu pada suhu lingkungan mendekati suhu tubuh dan apabila suhu lingkungan
terus meningkat di atas suhu tubuh maka mekanisme termoregulasi akan gagal
dan dapat menyebabkan kematian. Aktifitas mekanisme termoregulasi ditandai
dengan meningkatnya frekuensi denyut jantung, respirasi, dan suhu tubuh/suhu
rektal. Oleh karena itu sebagai mahasiswa perlu melakukan praktikum
pengukuran respon fisiologis untuk mengetahui korelasi suhu lingkungan terhadap
respon fisiologis ternak

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini adalah sebagai berikut.

a. Agar dapat memahami pengambilan data laju respirasi;


b. Agar dapat memahami pengambilan data laju denyut nadi;
c. Agar dapat memahami pengambilan data suhu rektal;
d. Agar dapat memahami penghitungan data heat tolerance coefficient
(HTC);
e. Agar dapat memahami hubungan antar parameter fisiologis maupun antara
parameter fisiologis dengan faktor mikro klimat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Respirasi merupakan proses pertukaran gas yang bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan O2 pada ternak. Laju respirasi ini terkait dengan termoregulasi dalam
tubuh domba. Sebagian panas dari dalam tubuh domba akan dikeluarkan melalui
respirasi. Panas dari tubuh domba sebesar 20 % dikeluarkan melalui pernapasan
pada domba yang hidup pada suhu 12 oC (Purnamasari et al., 2018). Frekuensi
laju respirasi domba tropis berkisar 15 - 25 kali/menit (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Komala (2003) menyatakan bahwa frekuensi
pernafasan domba pada saat istirahat mencapai 20 – 30 kali/menit, dan dalam
kondisi cekaman panas dapat mencapai 260 kali/menit. Menurut Hecker, (1983),
bahwa respirasi domba nomal berkisar 15-40 respirasi/menit. Namun keterkaiatan
dengan zona nyaman lingkungan atau Thermoneutral zone dengan kriteria suhu
yaitu : 22-31°C (Yousef, 1985).

Menurut McDowell (1972) naiknya frekuensi pernafasan pada saat suhu


lingkungan yang tinggi adalah hal penting untuk membuang panas tubuh yang
berlebihan, sehingga ternak dapat mengatasi panas tubuhnya dengan cara
mempercepat laju pernafasan. Menurut Herbut dan Angrecka (2012) bahwa suhu
dan kelembaban lingkungan merupakan kedua faktor yang sangat mempengaruhi
perubahan fisiologi ternak yaitu salah satunya frekuensi nafas. pengamatan Bluet
et al. (2001) bahwa tingginya konsumsi nutrien akan mempengaruhi laju respirasi
pada domba.

Suhu rektal merupakan suatu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu
internal dalam tubuh ternak. Suhu permukaan kulit, suhu rektal dan suhu tubuh
meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Suhu rektal juga menunjukkan
efek dari cekaman lingkungan terhadap domba (Dikmen, Ustuner, & Orman,
2012) Hal ini sesuai dengan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal
domba di daerah tropis berada pada kisaran 38,2 – 40 oC, namun hasil penelitian
Martawidjaja et al. (1984) pada domba muda diperoleh kisaran 39,01 – 40 oC.
(Fraser & Broom, 1997), menjelaskan bahwa variasi suhu tubuh dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, konsumsi pakan, konsumsi minum, lingkungan, dan aktifitas.
Hasil pengukuran suhu rektal di setiap kelompok domba tersebut masih dalam
kisaran suhu rektal yag normal. (Purnamasari et al., 2018) menyatakan bahwa
domba merupakan ternak yang memiliki kemampuan baik dalam proses
homoiotermis. Suhu rektal domba yang normal antara 38,8 – 39,9 Oc.

Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian
proses fisiologis. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam
tubuh ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen
(Veerasamy Sejian et al., 2017;Wang et al., 2018). Respon fisiologis dapat berupa
perubahan suhu tubuh, laju respirasi, dan laju denyut jantung. Domba dapat
melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan yang diberikan,
baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Purnamasari etal., 2018).

Jantung merupakan organ berongga dengan otot yang mampu mendorong darah
ke berbagai bagian tubuh. Jantung berkontraksi secara periodik untuk menjamin
kelangsungan sirkulasi darah. Jantung memiliki suatu mekanisme khusus yang
menjaga denyut jantung dan menjalankan potensi aksi keseluruhan otot jantung
untuk menimbulkan denyut jantung yang berirama (Isnaeni, 2019).

Efendi, dkk (2010) menyatakan bahwa nilai HTC merupakan salah satu cara
untuk mengetahui ketahanan ternak terhadap panas lingkungan sekitarnya.
Frekuensi pernapasan dan suhu tubuh menjadi parameter yang digunakan untuk
mengetahui besarnya nilai HTC pada setiap individu ternak.

Busono (2007) semua ternak adalah homeotherm dan akan berusaha menjaga
suhu tubuhnya dalam keadaan yang konstan dengan cara pengaturan suhu tubuh
tetap aktif pada suhu lingkungan tinggi maupun rendah. Keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas sangat menentukan suhu tubuh. Suhu rektal adalah
petunjuk paling baik dari suhu bagian dalam tubuh ternak. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal domba di daerah tropis berada pada
kisaran adalah 38,2-40° C. Suhu rektal ini diukur dengan cara memasukkan
termometer kedalam rektal selama satu menit. Perubahan suhu lingkungan dapat
mempengaruhi suhu rektal, denyut jantung dan frekwensi pernafasan merupakan
respon ternak untuk melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak untuk
menyebarluaskan panas yang diterima kedalam organ-organ yang lebih dingin
(Yani, 2006).
III. METODE PEMBAHASAN

3.1 Waktu dan Tempat

3.2 Alat dan Bahan

3.3 Cara Kerja


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Praktikum

Berdasarkan praktikum yang telah dilaakukan didapatkan hasil sebagai berikut.

Pukul
Hari
Parameter Rata2 Harian
ke- 07:0
12:00 17:00
0

48 52 44  
RR ( Kali/menit )* 45 48 41  

40 44 40  

Rata-Rata RR 44,33 48 41,67 44,67

92 111 104  
HR (kali/menit)*
88 106 89  

87 98 87  
1
Rata-Rata HR 89 105 93 96
TR (oC)*
39,10 40,52 39,20 39,6
HTC*
2,1  
25,
DBT (oC)
26 31,5 5 27,7
WBT (oC)
25 28,5 24 25,8
RH (%)
91 91 90 90,7
76,
THI
77,8 87,2 8 80,6
2 RR ( Kali/menit )*
25 45 50  
23 49 48  

28 47 45  

Rata-Rata RR 25 47 48 40

120 119 117  


HR (kali/menit)*
118 110 111  

118 107 114  

Rata-Rata HR 119 112 114 115


39,
TR (oC)*
39,4 39,8 7 40
HTC*
2,9  
DBT (oC) 27 31 30 29
WBT (oC)
25 26 26 26
RH (%)
91 64 70 75
81,
THI
79,5 81,9 4 81

52 55 46  
RR ( Kali/menit )*
47 50 44  

51 51 40  

Rata-Rata RR 50 52 43 48

104 112 131  


3 HR (kali/menit)*
108 110 122  

102 107 117  

Rata-Rata HR 105 110 123 113


39,
TR (oC)*
39,1 38,7 4 39
HTC*
2,0  
DBT (oC)
28 30 29 29
WBT (oC)
24 26 26 25
RH (%)
69 70 76 72
80,
THI
78,2 81,4 7 80
RR (kali/menit) 40 49 44
44
HR (kali/menit) 104 109 110
108
39,
TR (oC) 39,2 39,6733333
4 39
Rata2 HTC 2,3
 
28,
DBT (oC) 27 30,8
2 29
78,
RH (%) 83,7 75,0
7 79
79,
THI 78,5 83,5
6 81
Sumber : Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak, Kandang Ruminansia II, Jurusan
Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, 2022.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Respirasi

Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil rata-rata frekuensi


pernapasan domba adalah 44 kali/menit. Dengan rata-rata hari pertama adalah
44,6 kali/menit, hari kedua 40 kali/menit, dan hari ketiga 44 kali/menit. Jika
dilihat pada hasil maka laju respirasi berada diatas rata-rata respirasi normal pada
domba. Frekuensi laju respirasi domba tropis berkisar 15 - 25 kali/menit (Smith
dan Mangkoewidjojo, 1988). Komala (2003) menyatakan bahwa frekuensi
pernafasan domba pada saat istirahat mencapai 20 – 30 kali/menit, dan dalam
kondisi cekaman panas dapat mencapai 260 kali/menit. Menurut Hecker, (1983),
bahwa respirasi domba nomal berkisar 15-40 respirasi/menit. Namun keterkaiatan
dengan zona nyaman lingkungan atau Thermoneutral zone dengan kriteria suhu
yaitu : 22-31°C (Yousef, 1985).
Respirasi merupakan proses pertukaran gas yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan O2 pada ternak. Laju respirasi ini terkait dengan termoregulasi dalam
tubuh domba. Sebagian panas dari dalam tubuh domba akan dikeluarkan melalui
respirasi. Panas dari tubuh domba sebesar 20 % dikeluarkan melalui pernapasan
pada domba yang hidup pada suhu 12 oC (Purnamasari et al., 2018). Berdasarkan
hasil yang di peroleh tingginya fekuensi napas domba di duga karena pengaruh
dari lingkungan sekitar. Dimana suhu pada saat praktikum adalah terik. Selain
itu factor lain adalah aktivitas dari domba yang digunakan dalam praktikum saat
dilakukan pengukuran. Menurut McDowell (1972) naiknya frekuensi pernafasan
pada saat suhu lingkungan yang tinggi adalah hal penting untuk membuang panas
tubuh yang berlebihan, sehingga ternak dapat mengatasi panas tubuhnya dengan
cara mempercepat laju pernafasan. Menurut Herbut dan Angrecka (2012) bahwa
suhu dan kelembaban lingkungan merupakan kedua faktor yang sangat
mempengaruhi perubahan fisiologi ternak yaitu salah satunya frekuensi nafas.
pengamatan Bluet et al. (2001) bahwa tingginya konsumsi nutrien akan
mempengaruhi laju respirasi pada domba.

Dari praktikum yang telah dilakukan bahwa diperoleh hasil pada tabel bagian
suhu rektal . Hasil rata-rata suhu harian rektal pada hari ke-1 : 39,1 , hari ke -2 :
40 dan hari ke- 3 : 39. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal domba di daerah tropis berada pada
kisaran 38,2 – 40 oC, namun hasil penelitian Martawidjaja et al. (1984) pada
domba muda diperoleh kisaran 39,01 – 40 oC.Selain itu juga Purnamasari et al.,
2018 menyatakan bahwa domba merupakan ternak yang memiliki kemampuan
baik dalam proses homoiotermis. Suhu rektal domba yang normal antara 38,8 –
39,9 oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu rektal domba selama praktikum adalah
normal. Suhu rektal p pada pagi hari lebih rendah dari siang atau sore hari. Hal ini
dikarenakan pemberian pakan pagi hari, proses digesting dan sekresi selesai
hingga tengah malam. Sedangkan pada sore hari proses tersebut masih berjalan
di pagi hari, begitu juga sebaliknya pada pengukuran malam hari.

Perlu kita ketahui bahwa Suhu rektal merupakan suatu indikator yang baik untuk
menggambarkan suhu internal dalam tubuh ternak. Suhu permukaan kulit, suhu
rektal dan suhu tubuh meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Suhu
rektal juga menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba (Dikmen,
Ustuner, & Orman, 2012). Perbedaan suhu rektal sendiri disebebkan oleh bebrapa
faktor yang dijelasakan oleh Fraser & Broom, 1997 bahwa variasi suhu tubuh
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, konsumsi pakan, konsumsi minum,
lingkungan, dan aktifitas. Hasil pengukuran suhu rektal pada praktikum domba
tersebut masih dalam kisaran suhu rektal yag normal.

4.2.1 Denyut Jantung

Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian
proses fisiologis. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam
tubuh ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen
(Veerasamy Sejian et al., 2017;Wang et al., 2018). Respon fisiologis dapat berupa
perubahan suhu tubuh, laju respirasi, dan laju denyut jantung. Domba dapat
melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan yang diberikan,
baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Purnamasari etal., 2018).

Jantung merupakan organ berongga dengan otot yang mampu mendorong darah
ke berbagai bagian tubuh. Jantung berkontraksi secara periodik untuk menjamin
kelangsungan sirkulasi darah. Jantung memiliki suatu mekanisme khusus yang
menjaga denyut jantung dan menjalankan potensi aksi keseluruhan otot jantung
untuk menimbulkan denyut jantung yang berirama (Isnaeni, 2019).

Pada praktikum yang kelompok kami lakukan, di dapatkan rata-rata pulsus atau
denyut jantung domba yaitu hari pertama 91 kali/menit, hari kedua 113 kali/menit,
hari ke 3 103 kai/menit. Hasil ini menunjukan hasil bahwa pulsus pada domba
yang kelompok kami ukur berada pada kondisi normal, sejalan dengan hasil
penelitian Martawidjaja dkk (1999) kisaran denyut nadi domba pada umur muda
berturut-turut yaitu 77 – 109 kali/menit. Tingi rendahnya respon fisiologis pada
ternak, salah satunya pulsu dapat dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, jenis
kelamin, musim dan temperatur tubuh (Kelly, 1984). Suhu dan kelembapan
lingkungan yang tinggi menyebabkan denyut jantung meningkat agar dapat
mengimbangi suhu lingkungan yang tinggi, sehingga suhu tubuh tetap dalam
batas normal. Agar tetap pada kondisi normal denyut jantung domba, maka
domba perlu di tempatkan di thermo neutral zone domba yaitu berkisar antara 22-
31° C (Yousef , 1985).

2.2.3 Heat Temperature Condition (HTC)

Efendi, dkk (2010) menyatakan bahwa nilai HTC merupakan salah satu cara
untuk mengetahui ketahanan ternak terhadap panas lingkungan sekitarnya.
Frekuensi pernapasan dan suhu tubuh menjadi parameter yang digunakan untuk
mengetahui besarnya nilai HTC pada setiap individu ternak.

Pada pengamatan kelompok kami, didapatkan hasil untuk HTC dari hari 1-3 yaitu
2.1, 2.9, 2.0. Pada hasil ini, di hari ketiga didapatkan htc terbaik yang sejalan
dengan pendapat. Purwanto (2004) yang menyatakan nilai HTC ternak normal
adalah bernilai 2. Putra (1994) menyatakan bahwa produksi panas metabolisme
basal berkaitan erat dengan luas permukaan tubuh, yang makin besar dengan
bertambah kecilnya ukuran ternak. Pada suhu sekitar yang lebih tinggi dari suhu
tubuh melalui permukaan tubuh ternak menerima panas lingkungan dari radiasi,
konduksi dan konveksi. Monstma (1984) menyatakan bahwa ternak dapat
dikatakan memiliki tingkat ketahanan terhadap panas yang baik, jika nilai HTC =
2 dan semakin tinggi nilai HTC, berarti semakin rendah tingkat ketahananya. Hal
ini disebabkan oleh semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan,
maka nilai HTC semakin tinggi.

Amakiri dan Funsho (1979) menyatakan bahwa suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan adalah suatu parameter dasar yang dipakai untuk menduga daya
adaptasi ternak. Keseimbangan antara produksi panas dengan pelepasan panas
sangat menentukan suhu tubuh. Semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan, maka daya adaptasi ternak berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
perbedaan kemampuan adaptasi dari masing-masing individu.
Busono (2007) semua ternak adalah homeotherm dan akan berusaha menjaga
suhu tubuhnya dalam keadaan yang konstan dengan cara pengaturan suhu tubuh
tetap aktif pada suhu lingkungan tinggi maupun rendah. Keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas sangat menentukan suhu tubuh. Suhu rektal adalah
petunjuk paling baik dari suhu bagian dalam tubuh ternak. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal domba di daerah tropis berada pada
kisaran adalah 38,2-40° C. Suhu rektal ini diukur dengan cara memasukkan
termometer kedalam rektal selama satu menit. Perubahan suhu lingkungan dapat
mempengaruhi suhu rektal, denyut jantung dan frekwensi pernafasan merupakan
respon ternak untuk melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak untuk
menyebarluaskan panas yang diterima kedalam organ-organ yang lebih dingin
(Yani, 2006).
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan pada laporan ini dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.

1.

2.

3.

4.

5.
DAFTAR PUSTAKA

DISUSUN YAA GAISSS . . .

Smith, J. B., & Mangkoewidjojo, S. (1988). Pemeliharaan Pembiakan dan


Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: Syaikhullah et
al. | Jurnal Sains dan Teknologi Peternakan 2(1) (2020): 33-39

Yousef, M. K. (1985). Stress Physiology in Livestock. Volume I. Basic Principles.


Boca Raton, Florida: CRC Press,

Hecker JF. 1983. The Sheep as an Experimental Animal. London: Academic


Press.

McDowell, R.E. 1972. Improvement of livestock production in warm climates. W.


E. Freeman and Company, San Fransisco.

Herbut, P dan S. Angrecka. 2012. Forming of temperature-humidity index (THI)


and milk production of cows in the free-stall barn during the periode of
summer heat. Anim. Sci. Papers and Report. 30( 4) : 363-372.

Purnamasari, L., Rahayu, S., & Baihaqi, M. (2018). Respon fisiologis dan
palatabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tauge dan kangkung kering
sebagai pakan pengganti rumput. Journal of Livestock Science and
Production, 2(1), 56–63.

Blakely, J., & Bade, D. H. (1991). Ilmu Peternakan (4th ed.). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Purnamasari, L., Rahayu, S., & Baihaqi, M. (2018). Respon fisiologis dan
palatabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tauge dan kangkung kering
sebagai pakan pengganti rumput. Journal of Livestock Science and
Production, 2(1), 56–63.
Wang, Y., Saelao, P., Chanthavixay, K., Gallardo, R., Bunn, D., Lamont, S. J.,
Zhou, H. (2018). Physiological responses to heat stress in two genetically
distinct chicken inbred lines. Poultry Science, 97(3), 770–780.

Sodiq, A., & Abidin, Z. (2002). Penggemukan Domba (1st ed.). Jakarta:
AgroMedia Pustaka.

Sejian, Veerasamy, Bhatta, R., Gaughan, J., Malik, P. K., Naqvi, S. M. M. K., &
Lal, R. (2017). Adapting sheep production to climate change. In Sheep
Production Adapting to Climate Change (pp. 1–29). Singapore: Springer.

Nurmi, A. (2016). Respons fisiologis domba lokal dengan perbedaan waktu


pemberian pakan dan panjang pemotongan bulu. EKSAKTA: Jurnal
Penelitian dan Pembelajaran MIPA, 1(1), 58–68.

Yousef, M. K. (1985). Stress Physiology in Livestock. Volume I. Basic Principles.


Boca Raton, Florida: CRC Press.

Kelly, W. R. (1984). Veterinary Clinical Diagnosis (3rd ed.). UK: Bailliere


Tindall.

Martawidjaja, M., B. Setiadi, an S. Sitorus. 1999. Pengaruh Tingkat Protein-


Energi Ransum terhadap Kinerja Produksi Kambing Kacang Muda. Jurnal lmu
Ternak dan Veteriner.4(3):\67-\.

Sejian, Veerasamy, Bhatta, R., Gaughan, J.,Malik, P. K., Naqvi, S. M. M. K., &
Lal,R. (2017). Adapting sheep production toclimate change. In Sheep Production
Adapting to Climate Change (pp. 1–29).Singapore: Springer.

Wang, Y., Saelao, P., Chanthavixay, K.,Gallardo, R., Bunn, D., Lamont, S. J.,
Zhou, H. (2018). Physiological responsesto heat stress in two genetically
distinctchicken inbred lines. Poultry Science, 97(3),770–780.

Purnamasari, L., Rahayu, S., & Baihaqi, M.(2018). Respon fisiologis dan
palatabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tau gedan kangkung kering sebagai
pakan pengganti rumput. Journal of LivestockScience and Production, 2(1), 56–
63.
Efendi, A. Z. 2010. Pengaruh Sistem Pemeliharaan Kambing Peranakan Ettawa
Pra dan Lepas Sapih Terhadap Nilai Heat Tolerance Coefficient, Konsumsi Pakan
dan Minum. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang

Putra, H. I. D. K. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis Alih bahasa dari


Goat Production in the Tropic, 1983. (Devendra and Burns). Penerbit ITB.
Bandung.

Montsma, G. 1984. Tropical Animal Production I. (Climate and Housing) T 20 D


Lecture Notes E. 58 (32) 400-103.

Busono, W. 2007. Keseimbangan Fisiologis untuk Optimasi Produksi Ternak.


Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Bidang Fisiologi Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Amakiri, S. F and O. N. Funsho. 1979. Studies of Rectal Temperature,


Resporatory Rates and Heat Tolerance in Cattle in The Humid Tropics, Jurnal
Animal Production. Departement of Veterinaru Anatomy. University of Ibadan.
Nigeria.

Purwanto, B. P. 2004. Biometeorologi Ternak. Institute Pertanian Bogor.

Smith, J. B. dan S. Mangkoewidjaja. 2008. Pemeliharaan, Pembiakan, dan


Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.

Yani, A. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respon Fisiologi Ternak dan
Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktifitasnya. Jurnal Media
Peternakan 29 (1) 35-46.

Anda mungkin juga menyukai