Oleh :
Kelompok I (Satu)
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Praktikum : Pengaruh Lingkungan Terhadap Respon Fisiologis
Domba
Kelompok : l (Satu)
Jurusan : Peternakan
Fakultas : Pertanian
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
terlibat dalam proses pembuatan Laporan Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak ini,
terkhusus kepada: Bapak Dr. Ir. Arif Qisthon. M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ilmu Lingkungan Ternak. Tidak lupa pula kepada seluruh teman-teman
yang berkenan membantu penulis hingga laporan praktikum ini dapat
terselesaikan.
Demikian Laporan Praktikum Ilmu Lingkungan Ternak ini penulis buat dengan
sepenuh hati. Tidak lupa kritik dan saran penulis harapkan agar laporan ini dapat
menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi seluruh pembaca
dan terkhusus bagi penulis.
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ..............................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................... IV
l. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
V. KESIMPULAN ............................................................................................ 10
LAMPIRAN ....................................................................................................... 12
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil pengukuran mesin tetas ................................................................ 7
2. Hasil perhitungan kebutuhan formalin dan KMnO4 kekuatan 3 kali .... 7
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pengukuran formalin .............................................................................. 13
2. Penimbangan KMnO4 ............................................................................ 13
3. Pengukuran panjang mesin tetas ............................................................ 13
4. Penuangan KMnO4 pada cawan petri .................................................... 13
5. Perhitungan volume mesin tetas dan kebutuhan dosis ........................... 13
6. Hasil Cek plagiarisme ............................................................................ 14
I. PENDAHULUAN
Saat ini domba makin banyak di pelihara dan dikembangkan oleh masyarakat
Indonesia. Banyak masyarakat membudidayakan domba karena untuk mencukupi
kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Selain itu, domba di nilai lebih
mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Beradaptasi dengan lingkungan
dalam arti iklim dan juga mudah beradaptasi dengan pakan-pakan yang ada.
Populasi domba di Indonesia ini mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Menuurut Blakely & Bade (1991), domba merupakan hewan ternak ruminansia
kecil yang tergolong mudah untuk dikembangkan dan cenderung memiliki siklus
produksi yang relatif pendek.
Ternak domba juga mempunyai beberapa potensi, antara lain : adaptasi yang
bagus terhadap lingkungan, daya konversi pakan kualitas rendah yang cukup
bagus, dan sifat reproduksi yang tinggi (Sodiq & Abidin, 2002). Saat ini usaha
penggemukan domba semakin marak di Indonesia seiring dengan jumlah
permintaan ternak domba sebagai hewan kurban yang semakin meningkat dari
waktu ke waktu.
Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian
proses fisiologis. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam
tubuh ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen
(Veerasamy Sejian et al., 2017; Wang et al., 2018). Respon fisiologis dapat
berupa perubahan suhu tubuh, laju respirasi, dan laju denyut jantung. Domba
dapat melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan yang
diberikan, baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Purnamasari et al.,
2018).
Pakan, lingkungan serta manajemen pemberian pakan yang tidak tepat dapat
mempengaruhi respon fisiologis dan tingkah laku ternak sehingga dapat
menurunkan produktivitas domba. Oleh karena itu, manajemen pakan dan
lingkungan sangat penting dalam upaya peningkatan produktivitas ternak.
Manajemen waktu pemberian pakan 2 kali pagi dan sore dilaporkan signifikan
pada respirasi domba pada siang hari dan denyut jantung malam hari (Nurmi,
2016). Respon fisiologis akan menglami peningkatan jika terjadi cekaman
terhadap domba. Apabila ternak mengalami cekaman panas yang cukup berat,
yaitu pada suhu lingkungan mendekati suhu tubuh dan apabila suhu lingkungan
terus meningkat di atas suhu tubuh maka mekanisme termoregulasi akan gagal
dan dapat menyebabkan kematian. Aktifitas mekanisme termoregulasi ditandai
dengan meningkatnya frekuensi denyut jantung, respirasi, dan suhu tubuh/suhu
rektal. Oleh karena itu sebagai mahasiswa perlu melakukan praktikum
pengukuran respon fisiologis untuk mengetahui korelasi suhu lingkungan terhadap
respon fisiologis ternak
Suhu rektal merupakan suatu indikator yang baik untuk menggambarkan suhu
internal dalam tubuh ternak. Suhu permukaan kulit, suhu rektal dan suhu tubuh
meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Suhu rektal juga menunjukkan
efek dari cekaman lingkungan terhadap domba (Dikmen, Ustuner, & Orman,
2012) Hal ini sesuai dengan Smith dan Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal
domba di daerah tropis berada pada kisaran 38,2 – 40 oC, namun hasil penelitian
Martawidjaja et al. (1984) pada domba muda diperoleh kisaran 39,01 – 40 oC.
(Fraser & Broom, 1997), menjelaskan bahwa variasi suhu tubuh dipengaruhi oleh
umur, jenis kelamin, konsumsi pakan, konsumsi minum, lingkungan, dan aktifitas.
Hasil pengukuran suhu rektal di setiap kelompok domba tersebut masih dalam
kisaran suhu rektal yag normal. (Purnamasari et al., 2018) menyatakan bahwa
domba merupakan ternak yang memiliki kemampuan baik dalam proses
homoiotermis. Suhu rektal domba yang normal antara 38,8 – 39,9 Oc.
Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian
proses fisiologis. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam
tubuh ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen
(Veerasamy Sejian et al., 2017;Wang et al., 2018). Respon fisiologis dapat berupa
perubahan suhu tubuh, laju respirasi, dan laju denyut jantung. Domba dapat
melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan yang diberikan,
baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Purnamasari etal., 2018).
Jantung merupakan organ berongga dengan otot yang mampu mendorong darah
ke berbagai bagian tubuh. Jantung berkontraksi secara periodik untuk menjamin
kelangsungan sirkulasi darah. Jantung memiliki suatu mekanisme khusus yang
menjaga denyut jantung dan menjalankan potensi aksi keseluruhan otot jantung
untuk menimbulkan denyut jantung yang berirama (Isnaeni, 2019).
Efendi, dkk (2010) menyatakan bahwa nilai HTC merupakan salah satu cara
untuk mengetahui ketahanan ternak terhadap panas lingkungan sekitarnya.
Frekuensi pernapasan dan suhu tubuh menjadi parameter yang digunakan untuk
mengetahui besarnya nilai HTC pada setiap individu ternak.
Busono (2007) semua ternak adalah homeotherm dan akan berusaha menjaga
suhu tubuhnya dalam keadaan yang konstan dengan cara pengaturan suhu tubuh
tetap aktif pada suhu lingkungan tinggi maupun rendah. Keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas sangat menentukan suhu tubuh. Suhu rektal adalah
petunjuk paling baik dari suhu bagian dalam tubuh ternak. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal domba di daerah tropis berada pada
kisaran adalah 38,2-40° C. Suhu rektal ini diukur dengan cara memasukkan
termometer kedalam rektal selama satu menit. Perubahan suhu lingkungan dapat
mempengaruhi suhu rektal, denyut jantung dan frekwensi pernafasan merupakan
respon ternak untuk melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak untuk
menyebarluaskan panas yang diterima kedalam organ-organ yang lebih dingin
(Yani, 2006).
III. METODE PEMBAHASAN
Pukul
Hari
Parameter Rata2 Harian
ke- 07:0
12:00 17:00
0
48 52 44
RR ( Kali/menit )* 45 48 41
40 44 40
92 111 104
HR (kali/menit)*
88 106 89
87 98 87
1
Rata-Rata HR 89 105 93 96
TR (oC)*
39,10 40,52 39,20 39,6
HTC*
2,1
25,
DBT (oC)
26 31,5 5 27,7
WBT (oC)
25 28,5 24 25,8
RH (%)
91 91 90 90,7
76,
THI
77,8 87,2 8 80,6
2 RR ( Kali/menit )*
25 45 50
23 49 48
28 47 45
Rata-Rata RR 25 47 48 40
52 55 46
RR ( Kali/menit )*
47 50 44
51 51 40
Rata-Rata RR 50 52 43 48
4.2 Pembahasan
4.2.1 Respirasi
Dari praktikum yang telah dilakukan bahwa diperoleh hasil pada tabel bagian
suhu rektal . Hasil rata-rata suhu harian rektal pada hari ke-1 : 39,1 , hari ke -2 :
40 dan hari ke- 3 : 39. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal domba di daerah tropis berada pada
kisaran 38,2 – 40 oC, namun hasil penelitian Martawidjaja et al. (1984) pada
domba muda diperoleh kisaran 39,01 – 40 oC.Selain itu juga Purnamasari et al.,
2018 menyatakan bahwa domba merupakan ternak yang memiliki kemampuan
baik dalam proses homoiotermis. Suhu rektal domba yang normal antara 38,8 –
39,9 oC. Hal ini menunjukkan bahwa suhu rektal domba selama praktikum adalah
normal. Suhu rektal p pada pagi hari lebih rendah dari siang atau sore hari. Hal ini
dikarenakan pemberian pakan pagi hari, proses digesting dan sekresi selesai
hingga tengah malam. Sedangkan pada sore hari proses tersebut masih berjalan
di pagi hari, begitu juga sebaliknya pada pengukuran malam hari.
Perlu kita ketahui bahwa Suhu rektal merupakan suatu indikator yang baik untuk
menggambarkan suhu internal dalam tubuh ternak. Suhu permukaan kulit, suhu
rektal dan suhu tubuh meningkat dengan meningkatnya suhu lingkungan. Suhu
rektal juga menunjukkan efek dari cekaman lingkungan terhadap domba (Dikmen,
Ustuner, & Orman, 2012). Perbedaan suhu rektal sendiri disebebkan oleh bebrapa
faktor yang dijelasakan oleh Fraser & Broom, 1997 bahwa variasi suhu tubuh
dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, konsumsi pakan, konsumsi minum,
lingkungan, dan aktifitas. Hasil pengukuran suhu rektal pada praktikum domba
tersebut masih dalam kisaran suhu rektal yag normal.
Kondisi dalam tubuh ternak pada dasarnya merupakan hasil dari serangkaian
proses fisiologis. Rangkaian proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam
tubuh ternak yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen
(Veerasamy Sejian et al., 2017;Wang et al., 2018). Respon fisiologis dapat berupa
perubahan suhu tubuh, laju respirasi, dan laju denyut jantung. Domba dapat
melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan yang diberikan,
baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Purnamasari etal., 2018).
Jantung merupakan organ berongga dengan otot yang mampu mendorong darah
ke berbagai bagian tubuh. Jantung berkontraksi secara periodik untuk menjamin
kelangsungan sirkulasi darah. Jantung memiliki suatu mekanisme khusus yang
menjaga denyut jantung dan menjalankan potensi aksi keseluruhan otot jantung
untuk menimbulkan denyut jantung yang berirama (Isnaeni, 2019).
Pada praktikum yang kelompok kami lakukan, di dapatkan rata-rata pulsus atau
denyut jantung domba yaitu hari pertama 91 kali/menit, hari kedua 113 kali/menit,
hari ke 3 103 kai/menit. Hasil ini menunjukan hasil bahwa pulsus pada domba
yang kelompok kami ukur berada pada kondisi normal, sejalan dengan hasil
penelitian Martawidjaja dkk (1999) kisaran denyut nadi domba pada umur muda
berturut-turut yaitu 77 – 109 kali/menit. Tingi rendahnya respon fisiologis pada
ternak, salah satunya pulsu dapat dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, jenis
kelamin, musim dan temperatur tubuh (Kelly, 1984). Suhu dan kelembapan
lingkungan yang tinggi menyebabkan denyut jantung meningkat agar dapat
mengimbangi suhu lingkungan yang tinggi, sehingga suhu tubuh tetap dalam
batas normal. Agar tetap pada kondisi normal denyut jantung domba, maka
domba perlu di tempatkan di thermo neutral zone domba yaitu berkisar antara 22-
31° C (Yousef , 1985).
Efendi, dkk (2010) menyatakan bahwa nilai HTC merupakan salah satu cara
untuk mengetahui ketahanan ternak terhadap panas lingkungan sekitarnya.
Frekuensi pernapasan dan suhu tubuh menjadi parameter yang digunakan untuk
mengetahui besarnya nilai HTC pada setiap individu ternak.
Pada pengamatan kelompok kami, didapatkan hasil untuk HTC dari hari 1-3 yaitu
2.1, 2.9, 2.0. Pada hasil ini, di hari ketiga didapatkan htc terbaik yang sejalan
dengan pendapat. Purwanto (2004) yang menyatakan nilai HTC ternak normal
adalah bernilai 2. Putra (1994) menyatakan bahwa produksi panas metabolisme
basal berkaitan erat dengan luas permukaan tubuh, yang makin besar dengan
bertambah kecilnya ukuran ternak. Pada suhu sekitar yang lebih tinggi dari suhu
tubuh melalui permukaan tubuh ternak menerima panas lingkungan dari radiasi,
konduksi dan konveksi. Monstma (1984) menyatakan bahwa ternak dapat
dikatakan memiliki tingkat ketahanan terhadap panas yang baik, jika nilai HTC =
2 dan semakin tinggi nilai HTC, berarti semakin rendah tingkat ketahananya. Hal
ini disebabkan oleh semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan,
maka nilai HTC semakin tinggi.
Amakiri dan Funsho (1979) menyatakan bahwa suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan adalah suatu parameter dasar yang dipakai untuk menduga daya
adaptasi ternak. Keseimbangan antara produksi panas dengan pelepasan panas
sangat menentukan suhu tubuh. Semakin besar kenaikan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan, maka daya adaptasi ternak berbeda-beda yang dipengaruhi oleh
perbedaan kemampuan adaptasi dari masing-masing individu.
Busono (2007) semua ternak adalah homeotherm dan akan berusaha menjaga
suhu tubuhnya dalam keadaan yang konstan dengan cara pengaturan suhu tubuh
tetap aktif pada suhu lingkungan tinggi maupun rendah. Keseimbangan antara
produksi dan pelepasan panas sangat menentukan suhu tubuh. Suhu rektal adalah
petunjuk paling baik dari suhu bagian dalam tubuh ternak. Smith dan
Mangkoewidjojo (1988) bahwa suhu rektal domba di daerah tropis berada pada
kisaran adalah 38,2-40° C. Suhu rektal ini diukur dengan cara memasukkan
termometer kedalam rektal selama satu menit. Perubahan suhu lingkungan dapat
mempengaruhi suhu rektal, denyut jantung dan frekwensi pernafasan merupakan
respon ternak untuk melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak untuk
menyebarluaskan panas yang diterima kedalam organ-organ yang lebih dingin
(Yani, 2006).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada laporan ini dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Purnamasari, L., Rahayu, S., & Baihaqi, M. (2018). Respon fisiologis dan
palatabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tauge dan kangkung kering
sebagai pakan pengganti rumput. Journal of Livestock Science and
Production, 2(1), 56–63.
Blakely, J., & Bade, D. H. (1991). Ilmu Peternakan (4th ed.). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Purnamasari, L., Rahayu, S., & Baihaqi, M. (2018). Respon fisiologis dan
palatabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tauge dan kangkung kering
sebagai pakan pengganti rumput. Journal of Livestock Science and
Production, 2(1), 56–63.
Wang, Y., Saelao, P., Chanthavixay, K., Gallardo, R., Bunn, D., Lamont, S. J.,
Zhou, H. (2018). Physiological responses to heat stress in two genetically
distinct chicken inbred lines. Poultry Science, 97(3), 770–780.
Sodiq, A., & Abidin, Z. (2002). Penggemukan Domba (1st ed.). Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Sejian, Veerasamy, Bhatta, R., Gaughan, J., Malik, P. K., Naqvi, S. M. M. K., &
Lal, R. (2017). Adapting sheep production to climate change. In Sheep
Production Adapting to Climate Change (pp. 1–29). Singapore: Springer.
Sejian, Veerasamy, Bhatta, R., Gaughan, J.,Malik, P. K., Naqvi, S. M. M. K., &
Lal,R. (2017). Adapting sheep production toclimate change. In Sheep Production
Adapting to Climate Change (pp. 1–29).Singapore: Springer.
Wang, Y., Saelao, P., Chanthavixay, K.,Gallardo, R., Bunn, D., Lamont, S. J.,
Zhou, H. (2018). Physiological responsesto heat stress in two genetically
distinctchicken inbred lines. Poultry Science, 97(3),770–780.
Purnamasari, L., Rahayu, S., & Baihaqi, M.(2018). Respon fisiologis dan
palatabilitas domba ekor tipis terhadap limbah tau gedan kangkung kering sebagai
pakan pengganti rumput. Journal of LivestockScience and Production, 2(1), 56–
63.
Efendi, A. Z. 2010. Pengaruh Sistem Pemeliharaan Kambing Peranakan Ettawa
Pra dan Lepas Sapih Terhadap Nilai Heat Tolerance Coefficient, Konsumsi Pakan
dan Minum. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang
Yani, A. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respon Fisiologi Ternak dan
Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktifitasnya. Jurnal Media
Peternakan 29 (1) 35-46.