Laporan Pendahuluan Hematoma

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

INTRACEREBRAL HEMATOMA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perdarahan intracerebral merupakan penyabab Cerebrovaskular Accident yang ketiga.
Perdarahan yang terjadi pada memar otak dapat membesar menjadi hematom
intraserebral. Kelainan ini sering ditemukan pada penderita trauma kepala. Lebih dari 50
% penderita dengan hematom intracerebral disertai hematom epidural atau hematom
subdural. Paling banyak terjadi di lobus frontalis atau temporalis, dan tidak jarang
ditemukan multipel.

2. Tujuan
1. Untuk mengetahui tinjauan teori intracerebral hematoma meliputi pengertian, etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan penunjang, prognosis, pathway.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan intracerebral hematoma
meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dan rencana
keperawatan
B. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Perdarahan intracerebral atau intracranial termasuk perdarahan ke dalam ruang
subarachnoid atau ke dalam jaringan otak sendiri.

2. Etiologi
Penyabab perdarahan otak yang paling lazim ialah :
a. Aneurysma Berry- biasanya defek congenital
b. Aneurysma fusiformis- dari arteriosclerosis
c. Aneurysma mycotik – dari vasculitis nekrose dan emboli septis
d. Malformasi arteriovenus – kacau, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah
sehingga darah arteri langsung masuk vena
e. Ruptur arteriol cerebral – akibat hipertensi, yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

3. Patofisiologi
Ada kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid perdarahan
intraserebral atau kombinasi kedua – duanya. Tempat yang paling sering dari aneurysma
Berry adalah belahan anterior dari Cicle of Willis pada sambungan antara carotis interna
dan arteri communicant posterior. Aneurysma multiple ditemukan pada banyak orang.
Rupture aneurysma terjadi bila timbul lobang pada aneurysma, perdarahan menyebar
dengan cepat, menimbulkan perubahan- perubahan setempat dan iritasi pada pembuluh-
pembuluh otak. Perdarahan biasanya suka berhenti karena pembentukan sumbatan olaeh
fimbrae thrombosit dan oleh himpitan jaringan. Setelah 3 minggu darah mulai diresorpsi.
Rupture ulangan merupakan resiko serius 7 atau 10 hari setelah perdarahan yang pertama.
Rupture dari pembuluh dpat berakibat terhentinya aliran darah ke daerah tertentu, tombul
ischemi focal dan infark jaringan otak. Tambahan pula bahwa keluarnya darah yang
mendadak bias menimbulkan gegar otak dan hilang kesadaran. Juga menimbulkan
peningkatan tekanan cairan cerebrospinal dan menimbulkan geseran otak. Perdarahan
yang masuk ke dalam jaringan otak dapat menimbulkan kerusakan pada otak akibat otak
terbelah sepanjang jaring serabut. Tambahan lagi perdarahan dapat mengisi sistem
ventrikel atau hemoton yang merusak jaringan otak.
Darah itu sendiri bisa merupakan bahan yang merusak dan bila terjadi hemolise, darah
mengiritasi pembuluh darah, meninges, dan otak. Darah dan bahan vasoaktif yang dilepas
mendorong spasmus arteri, yang berakibat menurunkan perfusi cerebral. Spasmus arteri
atau vasospasmus biasanya terjadi 4 sampai 10 hari setelah perdarahan dan menyebabkan
konstriksi arteri otak. Vasospasmus merupakan komplikasi yang serius , bisa berakibat
terjadinya penurunan focal neurologis, iscemi otak dan infark.

Aneurysma berry, aneurysma fusiformis,


aneurysma mycotik, malformasi arteriovenus, rupture arteriol cerebral
Perdarahan otak

Iskemia jaringan otak

Infark otak

Peningkatan tekanan intrakranial

Penurunan Kesadaran
Tekanan meningkat, Nyeri kepala
Muntah, Tachicardia, Dilatasi pupil
fotofobia, Penglihatan kabur, Visus menurun
Gangguan sensori dan motorik

4. Tanda dan gejala


a. Sakit kepala mendadak yang eksplosif
b. Fotofobia
c. Mual dan muntah
d. Hilang kesadaran
e. Kejang-kejang
f. Gangguan respiratori
g. Shock

5. Pemeriksaan penunjang
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG

6. Pathway
Aneurysma berry, aneurysma fusiformis,
aneurysma mycotik, malformasi arteriovenus, rupture arteriol cerebral

Perdarahan otak
Iskemia jaringan otak

Infark otak

Peningkatan tekanan intrakranial

Penurunan Kesadaran
Tekanan meningkat, Nyeri kepala
Muntah, Tachicardia, Dilatasi pupil
fotofobia, Penglihatan kabur, Visus menurun
Gangguan sensori dan motorik
7. Penatalaksanaan Medik
a. Terapi konservatif dan operatif
b. Pengendalian tekanan intrakranial
c. Anticonvulsant.
d. Pengendalian peningkatan TIK dilakukan Hiperventilasi, Diuretika dan kortikosteroid
tetapi dapat memberi kerugian, misalnya mudah terkena infeksi hiperglikemia, perdarahan
lambung (stress ulcer).
Perdarahan sub arakhnoids:
a. Pemberian oksigenasi, ventilasi, keseimbangan elektrolit
b. Nyeri dengan obat kortikosteroid, antikonvulsan profilaksis perlu dipertimbangkan.
c. Obstruktif perlu pemasangan Pirau Ventriculo-peritoneal (VP Shunt).
d. Tindakan operasi intrakranial merupakan terapi pilihan, tetapi operasi segera sesudah
perdarahan berbahaya karena “retraksi otak” (Non compliant Brain), dapat menimbulkan
iskemik otak.

8. Prognosis
Kira-kira 50 % pasien dengan ruotur aneurysma dapat sembuh dari episode awal, tapi 50
% lagi akan terus mengalami perdarahn ulang bila tidak diobati. Hemoragi ulangan akan
terjadi dalam 2 minggu dan bahaya maut bias mengancam setiap episode perdarahan.
9. Pengkajian
a. Data subyektif meliputi :
1) Pengertian pasien tentng penyakit atau gejalanya
2) Karakteristik serangan gejala
3) Ada sakit kepala – bagaimana sifat dan lokasinya
4) Defisit sensori
5) Kemampuan melihat- fotofobia
6) Ada mual dan muntah

b. Data obyektif meliputi :


1) Kekuatan motorik
2) Perubahan tingkat kesadaran
3) Gejala peningkatan tekanan intracranial
4) Status respirasi
5) Kejang

10. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Perfusi jaringan tidak efektif : cerebral berhubungan dengan aliran arteri terhambat.
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
mampu dalam memasukkan makanan karena faktor biologi
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
d. Defisit self-care: mandi, berpakaian, makan, toileting b.d gangguan neuromuskuler,
kerusakan mobilitas fisik.
e. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak.
f. Resiko injuri. Faktor resiko: gangguan persepsi sensori, gangguan motorik, hipoksia
jaringan.
g. Resiko infeksi. Faktor resiko: prosedur invasif, kurang pengetahuan mencegah ekspose
patogen, meningkatnya eksposure lingkungan, etc.
h. Resiko konstipasi. Faktor resiko: inadekuat toileting, aktifitas fisik kurang, pola makan,
farmakologi, gangguan neurologi.
i. Resiko kerusakan integritas kulit. Faktor resiko: imobilisasi fisik, penurunan sensasi.
j. Kerusakan menelan b.d kerusakan neuromuskuler

TRAUMA BOLA MATA


I. TINJAUAN PUSTAKA
Sebagai seorang klinisi umum, kita harus mampu memeriksa trauma bola mata dan orbita
yang umum terjadi dan mampu menentukan apakah masalah tersebut membutuhkan
perhatian yang lebih serius atau tidak. Dalam situasi seperti luka bakar kimia, kita harus
mampu memberikan terapi ketika diperlukan.

Untuk mendapatkan tujuan ini kita harus:


1. Mengenali masalah mana yang penting untuk segera ditangani
2. Memperoleh riwayat penyakit yang menonjol
3. Memeriksa mata yang terkena trauma
4. Memeriksa ketajaman penglihatan seakurat mungkin
5. Menentukan kapan trauma tersebut harus ditangani atau dirujuk
Kapan waktu yang tepat untuk memeriksa
Pada umumnya pada trauma mata terdapat rasa nyeri dan mata kemerahan. Walaupun
demikian, tidak semua trauma memiliki tanda seperti yang telah disebutkan tadi. Sebagai
contoh, perforasi tajam mungkin hanya menimbulkan sedikit kemerahan pada mata dan
tidak terlihat. Pemeriksa harus waspada terhadap trauma tembus yang disebabkan oleh
pantulan kecil antara metal dengan metal. Benda asing intraokular tidak menghasilkan
nyeri karena pada lensa, retina dan vitreus tidak terdapat ujung saraf yang menghantarkan
sensasi nyeri.
Jika kita sedang bertugas di pusat gawat darurat, kita akan dihadapkan dengan trauma
okular tak terduga. Kemampuan kita dalam menghadapi trauma mata besar maupun kecil
dapat membuat perbedaan dalam menyelamatkan penglihatan pasien. 1
Walaupun mata mempunyai system pelindung yang cukup baik seperti rongga
orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya reflex memejam dan
mengedip, mata masih sering mendapatkan trauma dari dunia luar. Trauma dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan rongga orbita.
Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi penyulit sehingga mengganggu
fungsi penglihatan.
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. 2 Trauma pada mata
merupakan 3-4% dari seluruh kecelakaan kerja. Sebagian besar (84%) merupakan trauma
kimia. Rasio frekuensi asam versus basa sebagai bahan penyebabnya pada trauma kimiawi
bervariasi dari 1:1 sampai 1:4, berdasarkan beberapa penelitan. 1
Pada mata dapat terjadi trauma dalam bentuk-bentuk berikut:
· Trauma tumpul
· Trauma tembus bola mata
· Trauma kimia
· Trauma radiasi
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah atau menjadi
gabungan trauma jaringan mata.
Trauma dapat mengenai jaringan mata: kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa retina,
papil saraf optic, dan orbita. 2

Anatomi Dan Fungsi


Tulang orbita
· Tepi tulang orbita melindungi bola mata dari pengaruh benturan objek yang besar
· Patah pada tepi tulang orbita biasanya tidak menimbulkan penurunan fungsi mata
· Dasar tulang orbita dapat ‘blow out’ ke dalam sinus maxilaris akibat benturan
tumpul, sebagai contoh akibat benturan bola tenis.
· Patah pada medial tulang orbital dapat menyebabkan emfiema subcutan pada
kelopak mata
Kelopak mata
· Kelopak mata menutup secara reflex jika mata terancam
· Aksi mengedipkan mata menjaga kornea tetap bersih melalui produksi air mata
Apparatus lakrimalis
· Drainase air mata melalui bagian medial dari kelopak mata, melalui pungtum
lakrimal dan berlanjut ke kanalikuli ke sakus lakrimal dan melalui duktus nasolakrimal ke
hidung
Konjungtiva dan kornea
· Epitel kornea biasanya sembuh dengan cepat setelah mengalami aberasi
· Laserasi kecil di konjungtiva sembuh dengan cepat dan mungkin dapat menutupi
cedera penetrasi dari bola mata
Bilik anterior
· Humor aqueous sering keluar melalui cedera penetrasi, dan kadang menyebabkan
pendangkalan bilik.
Iris dan badan siliar
· Iris dapat prolaps melalui luka bila terjadi laserasi pada kornea dan limbus
menyebabkan pupil ireguer
· Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan iritis, menghasilkan nyeri,
kemerahan, fotofobia dan miosis pupil
· Kontusi dapat menyebabkan deformitas pupil melalui robekan pada akar iris
Lensa
· Cedera pada lensa biasanya berlanjut menjadi katarak
· Trauma tumpul pada bola mata dapat menyebabkan dislokasi parsial dari lensa
Humor vitreous
· Berkurangnya kejernihan dapat ditemukan pada keadaan adanya perdarahan,
inlamasi atau infeksi

Retina
· Retina dilindungi oleh sclera (lapisan luar yang kuat) dan koroid (lapisan pembuluh
darah)
· retina merupakan lapisan yang tipis dan rentan. Jika teregang atau ditembus oleh
benda asing, dapat terjadi pelepasan retina
· perdarahan retina dapat terjadi akibat trauma langsung maupun tak langsung
· retina menjadi putih jika mengalami pembengkakan
· kerusakan macula dapat menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan tanpa
menyebabkan kebutaan total. 1
II. PEMBAHASAN

PEMERIKSAAN AWAL PADA TRAUMA MATA


Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah
cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau
berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraocular apabila terdapat
riwayat memalu, mengasah atau ledakan. Cedera pada anak dengan riwayat yang tidak
sesuai dengan cedera yang diderita harus menimbulkan kecurigaan adanya penganiayaan
anak.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan adanya pengukuran dan pencatatan ketajaman
penglihatan. Apabila gangguan penglhatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya,
diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil aferen. Periksa motilitas mata dan sensasi
kulit periorbita, dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita.
Pada pemeriksaan bedside, adanya enoftalmus dapat ditentukan dengan melihat profil
kornea dari atas alis. Apabila tidak tersedia slit lamp di ruang darurat, maka senter, kaca
pembesar, atau oftalmoskop langsung pada +10 (nomor gelap) dapat digunakan untuk
memeriksa adanya cedera di permukaan tarsal kelopak dan segmen anterior
Permukaan kornea diperiksa untuk mencari adanya benda asing, luka, dan abrasi.
Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya perdarahan, benda asing
atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk, dan
reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata lain untuk memastikan
apakah terdapat defek pupil aferen di mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak,
maka kelopak, konjungtiva palpebra, dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti,
termasuk inspeksi setelah eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tiak
langsung digunakan untu mengamati lensa, korpus viterus, duktus optikus, dan retina.
Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan medikolegal pada semu kasus trauma
eksternal. Pada semua kasus trauma mata, mata yang tidak tampak cedera juga harus
diperiksa secara teliti. 2

Klasifikasi trauma mata


1. trauma mekanik
· trauma palpebra
· trauma system lakrimalis
· laserasi konjungtiva
· benda asing kornea dan konjungtiva
· erosi kornea
· trauma non penetrasi dan trauma tumpul
· trauma dinding dasar orbita
· trauma penetrasi/trauma tajam
2. trauma kimia
· trauma asam
· trauma alkali
3. trauma fisik
· luka bakar
· luka akibat radiasi

1. TRAUMA PALPEBRA
Etiologi: trauma palpebra dapat terjadi pada hampir semua trauma wajah. Tipe dari trauma
palpebra adalah:
· laserasi palpebra dengan terlibatnya margin palpebra
· avulsi palpebra pada kantus medialis dengan avulse kanalikulus akrimalis
gambaran klinis: meningkatnya vaskularisasi dan jaringan palpebra yang rapuh
menyebabkan palpebra mudah berdarah ketika terjadi trauma. Dapat terjadi hematom dan
pembengkakkan yang berat. Abrasi biasanya hanya melibatkan lapisan atas kulit, namun
luka tusuk, luka sayat, dan dan semua avulse palpebra akibat trauma tumpul biasanya
melibatkan seluruh lapisan palpebra. Luka gigitan (seperti gigitan anjing) biasanya diikuti
dengan trauma pada system lakrimalis.
Terapi : pembedahan papebra, terutama pada laserasi yang mlibatkan margin palpebra,
harus dilakukan dengan hati-hati. Luka harus ditutup lapis demi lapis, dan tepinya harus
disatukan dengan tepat untuk menghindari komplikasi seperti sikatriks ektropin.
Pembengkakan palpebra sebaiknya ditangani dengan bebat tekan dan kompres es.

2. TRAUMA SISTEM LAKRIMALIS


Etiologi: laserasi dan mata berair pada kantus medialis (seperti pada gigitan anjing atau
pecahan kaca) dapat membelah duktus lakrimalis. Terputusnya pungtum dan kanalikulus
lakrimalis biasanya disebabkan akibat luka bakar dan trauma kimiawi. Trauma sakus
lakrimalis atau kelenjar lakrimal biasanya berhubungan dengan trauma craniofacial
(seperti pada kecelakaan lalu lintas). Dakriosistitis umumnya merupakan sekuele yang
dapat diterapi dengan pembedahan. (dakriosistorhinostomi).
Gejala klinis: sama seperti dakriosistitis
Pengobatan: trauma system lakrimal dapat diperbaiki dengan pembedahan menggunakan
mikroskop. Sebuah silicon berbentuk cincin dipasang di dalan kanalikulus menggunakan
probe khusus. Silicon stent ini dibiarkan in situ selama 3-4 bulan kemudian diangkat.
Pembedahan palpebra dan sitem lakrimal harus dilakukan oleh oftalmologis. 3

3. TRAUMA TUMPUL PADA MATA


Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak
keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang) ataupun
lambat.

1. Hematoma Kelopak
Hematoma palpebra yang merupakan pembengkakan atau penimbunan darah di bawah
kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra. Hematoma kelopak merupakan
kelainan yang sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Trauma dapat akibat pukula
tinju, ataupun benda-benda keras lainnya. Keadaan ini memberikan bentuk yang
menakutkan pada pasien, dapat tidak berbahaya ataupun sangat berbahaya karena
mungkin ada kelainan lain di belakangnya.
Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk kaca
mata hitam yang sedang dipakai, maka keadaan ini diseut sebagai hematoma kaca mata.
Hematoma kaca mata merupakan keadaan sangat gawat. Hematoma kaca mata terjadi
akibat pecahnya arteri oftalmika yang merupakan tanda fraktur basis kranii. Pada
pecahnya a.oftalmika maka darah masuk ke dalam kedua rongga orbita melalui fisura
orbita. Akibat darah tidak dapat menjalar lanjut karena dibatasi septum orbita kelopak
maka akan berbentuk gambaran hitam pada kelopak seperti seseorang memakai kaca
mata.
Pada hematoma kelopak yang dini dapat diberikan kompres dingin untuk menghentikan
perdarahan dan menghilangkan rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorpsi
darah dapat dilakukan kompres hangat pada kelopak mata.

2. Trauma Tumpul Konjungtiva


2.1 Edema konjungtiva
Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir dapat menjadi kemotik pada setiap
kelainannya, demikian pula akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva secara langsung kena angin tanpa dapat mengedip, maka keadaan ini telah
dapat mengakibatkan edema pada konjungtiva.
Kemotik konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup
sehingga bertambah rangsangan terhadap konjugtiva. Pada edema konjungtiva dapat
diberikan dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput lendir
konjungtiva. Pada kemotik konjungtiva berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan
konjungtiva kemotik keluar melali insisi tersebut.
2.2 Hematoma subkonjungtiva
Hematoma subkonjungtiva terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat
pada atau di bawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Pecahnya
pembuluh darah ini dapat akibat batuk rejan, trauma tumpul basis kranii (hematoma kaca
mata), atau pada keadaan pembuluh darah yang rentan dan mudah pecah. Pembuluh darah
akan rentan dan mudah pecah pada usia lanjut, hipertensi, arteriosklerose, konjungtiva
meradang (konjungtivitis), anemia, dan obat-obat tertentu.
Bila perdarahan ini terjadi akiba trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak
terdapat robekan di bawah jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti perforasi bola mata.
Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada setiap penderita dengan perdarahan
subkonjungtiva akibat trauma. Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong
disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya
dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
Pengobatan dini pada hematoma subkonjungtiva ialah dengan kompres hangat.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.

3. Trauma tumpul pada kornea


3.1 Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea malahan ruptur membran descemet. Edema kornea akan memberikan keluhan
penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji plasido yang positif.
Edema kornea yang berat dapat mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan
neovaskularisasi ke dalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah
larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%, glukose 40% dan
larutan albumin.
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka diberikan asetazolamida.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam penglihatan dengan
lensa kontak lembek dan mungkin akibat kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan
edema kornea. Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan
M.descemet yang lama sehingga mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan
keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat astigmatisme iregular.
3.2 Erosi kornea
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasya epitel kornea yang dapat
diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Erosi dapat terjadi tanpa cedera pada
membran basal. Dalam waktu yang pendek epitel sekitarnya dapat bermigrasi dengan
cepat dan menutupi defek epitel tersebut. Pada erosi pasien akan merasa sakit sekali akibat
erosi merusak ornea yang mempunyai serat sensibel yang banyak, mata berair, dengan
blefarospasme, lakrimasi, fotofobia, dan penglihatan akan terganggu oleh media kornea
yang keruh.
Pada kornea akan terlihat suatu defek epitel kornea yang bila diberi pewarnaan
fluoresein akan berwarna hijau. Pada erosi kornea perlu diperhatikan adalah adanya
infeksi yang timbul kemudian.
Anestesi topikal dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan
menghilangkan rasa sakit yang sangat. Hati-hati bila memakai obat anestetik topikal untuk
menghilangkan rasa sakit pada pemeriksaan karena dapat menambah kerusakan epitel.
Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas. Untuk
mencegah infeksi bakteri diberikan antibiotika seperti antibiotika spektrum luas
neosporin, kloramfenikol, dan sulfasetamid tetes mata. Akibat rangsangan yang
mengakibatkan spasme siliar maka diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida.
Pasien akan merasa lebih tertutup bila dibebat tekan selama 24 jam. Erosi yang kecil
biasanya akan tertutup kembali setelah 48 jam.

3.3 Erosi kornea rekuren


Erosi rekuren biasanya terjadi akibat cedera yang merusak membran basal atau
tukak metaherpetik. Epitel yang menutup kornea akan mudah lepas kembali di waktu
bangun pagi. Terjadinya erosi kornea berulang akibat epitel tidak dapat bertahan pada
defek epitel kornea. Sukarnya epitel menutupi kornea diakibatkan oleh terjadinya
pelepasan membran basal epitel kornea tempat duduknya sel basal epitel kornea. Biasanya
membran basal yang rusak akan kembali normal setelah 6 minggu.
Pengobatan terutama bertujuan melumas permukaan kornea sehingga regenerasi
tidak cepat terlepas untuk membentuk membran basal kornea. Pengobatan biasanya
dengan memberikan sikloplegik untuk menghilangkan rasa sakit ataupun untuk
mengurangkan gejala radang uvea yang mungkin timbul. Antibiotik diberikan dalam
bentuk tetes dan mata ditutup untuk mempercepat tumbuh epitel baru dan mencegah
infeksi sekunder. Biasanya bila tidak terjadi infeksi sekunder erosi kornea yang mengenai
seluruh permukaan kornea akan sembuh dalam 3 hari. Pada erosi kornea tidak diberi
antibiotik dengan kombinasi steroid.
Pemakaian lensa kontak lembek pada pasien dengan erosi rekuren sangat
bermanfaat, karena dapat mempertahankan epitel berada di tempat dan tidak dipengaruhi
kedipan kelopak mata.

4. Trauma tumpul uvea


4.1 Iridoplegia
Trauma tumpul padda uvea dapat mengakibatkan kelumpuhan otot sfingter pupil
atau iridoplegia sehingga pupil menjadi lebar atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi, silau akibat
gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil.
Pupil terlihat tidak sama besar atau anisokoria dan bentuk pupil dapat menjadi
iregular. Pupil ini tidak bereaksi terhadap sinar. Iridoplegia akibat trauma akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada pasien dengan iridoplegia
sebaiknya diberi istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan sfingter dan pemberian
roboransia.
4.2 Iridodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk
pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan satu matanya.
Pada iridodialisis akan terlihat pupil lonjong. Biasanya iridodialisis terjadi bersama-sama
dengan terbentuknya hifema. Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya
dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.
5. Hifema
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul
yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Pasien akan mengeluh sakit, disertai
dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Bila pasien
duduk, hifema akan terlihat berkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema
dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis.
Pengobatan dengan merawat pasien dengan tidur di tempat tidur yang ditinggikan
30 derajat pada kepala, diberi koagulasi, dan mata ditutup. Pada anak yang gelisah dapat
diberikan obat penenang. Asetozolamida diberikan bila terjadi penyulit glaukoma.
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila berjalan penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Parasentesis atau mengeluarkan darah dari
bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda hifema
akan berkurang.
Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi
perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih
hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.
Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu
reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata. Zat besi di dalam
bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat
menimbulkan ftisis bulbi dan kebutaan. Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan
kemungkinan leukemia dan retinoblastoma.
Bedah pada hifema
Parasentesis
Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau
nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2 mm
dari limbus ke arah kornea yg sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan
penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak
keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologis. Biasanya luka
insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.
Iridosiklitis
Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan
iridosiklitis atau radang uvea anterior. Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya
darah di dalam bilik mata depan maka akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan
tajam penglihatan menurun.
Pada uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila
terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.
Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus
dengan midriatika.
6. Trauma tumpul pada lensa
6.1 Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan dislokasi lensa. Dislokasi lensa terjadi
pada putusnya zonula Zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
6.2 Subluksasi lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula Zinn sehingga lensa
berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula Zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan
mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lenssa akan memberikan gambaran pada iris
berupa iridodonesis.
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis akan menjdai
cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik. Lensa yg menjadi sangat cembung
mendorong iris ke depa sehingga bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit
pada mata ini mudah terjadi glaukoma sekunder.
Subluksasi dapat mengakibatkan glaukoma sekunder dimana terjadi penutupan
sudut bilik mata oleh lensa yang mencembung. Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa
seperti glaukoma atau uveitis maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kaca
mata koreksi yang sesuai.

6.3 Luksasi lensa anterior


Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat
masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini
maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan timbul
glaukoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang
sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat,
edema kornea, lensa di dalam bilik mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil
yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada dokter mata
untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu diberikan asetazolamida untuk
menurunkan tekanan bola matanya.
6.4 Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior
akibat putusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa jatuh ke
dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli. Pasien
akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangnya akibat lensa mengganggu
kampus.
Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan
melihat normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris
tremulans. Lensa yang terlalu lama berada pada polus posterior dapat menimbulkan
penyulit akibat degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.
Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya dilakukan ekstraksi
lensa.
6.5 Katarak trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi ataupun tumpul
terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak
subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti
bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin
Vossius.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan
menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil.
Trauma tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat
disertai dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata depan.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan
bercampur makrofag dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis
fakoanafilaktik. Lensa dengan kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa
sehingga akan mengakibatkan apa yang disebut sebagai cincin Soemering atau bilaepitel
lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara Elsching.
Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak
sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat di pasang lensa intra okuler primer atau sekunder.
Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai
mata menjadi tenang. Bila terjadi peyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain sebagainya
maka segera dilakukan ekstraksi lensa. Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai
pada orang usia tua. Pada beberapa pasien dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil
sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan. Keadaan ini dapat disertai perdarahan,
ablasi retina, uveitis atau salah letak lensa.
6.6 Cincin Vossius
Pada trauma lensa dapat terlihat apa yang disebut sebagai cincin Vossius yang
merupakan cincin berpigmen yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi
segera setelah trauma, yang merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa
sesudah sesuatu trauma, seperti suatu stempel jari. Cincin hanya menunjukkan tanda
bahwa mata tersebut telah mengalami suatu trauma tumpul.

7. Trauma tumpul retina dan koroid


7.1 Edema retina dan koroid
Trauma tumpul pada retina dapat mengakibatkan edema retina, penglihatan akan
sangat menurun. Edema retina akan memberikan warna retina yang lebih abu-abu akibat
sukarnya melihat jaringan koroid melalui retina yang sembab. Berbeda dengan oklusi
arteri retina sentral dimana terdapat edema retina kecuali daerah makula, sehingga pada
keadaan ini akan terlihat cherry red spot yang berwarna merah. Edema retina akibat
trauma tumpul juga mengakibatkan edema makula sehingga tidak terdapat cherry red spot.
Pada trauma tumpul yang paling ditakutkan adalah terjadi edema makula atau
edema Berlin. Pada keadaan ini akan terjadi edema yang luas sehingga seluruh polus
posterior fundus okuli berwarna abu-abu.
Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu, akan tetapi
dapat juga penglihatan berkurang akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen
epitel.
7.2 Ablasi retina
Trauma diduga merupakan pencetus untuk terlapasnya retina dari koroid pada
penderita ablasi retina. Biasanya pasien telah mempunyai bakat untuk terjadinya ablasi
retina ini seperti retina tipis akibat retinitis semata, miopia, dan proses degenerasi retina
lainnya. Pada pasien akan terdapat keluhan seperti adanya selaput yang seperti tabir
mengganggu lapang pandangnya. Bila terkena atau tertutup daerah makula maka tajam
penglihatn akan menurun.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang berwarna abu-abu dengan
pembuluh darah yang terlihat terangkat dan berkelok-kelok. Kadang-kadang terlihat
pembuluh darah seperti yang terputus-putus. Pada pasien dengan ablasi retina maka
secepatnya dirawat untuk dilakukan pembedahan oleh dokter mata.

8. Trauma Koroid
Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat
ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar
konsentris di sekitar papil saraf optik.
Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah makula lutea maka tajam
penglihatan akan turun dengan sangat. Ruptur ini bila tertutup oleh perdarahan subretina
agak sukar dilihat akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat
bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung tanpa tertutup koroid.

9. Trauma tumpul saraf optik


9.1 Avulsi papil saraf optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam
bola mata yang disebut sebagai avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan
turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan. Penderita ini
perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan saraf optiknya.
9.2 Optik neuropati traumatik
Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan edema sekitar saraf optik. Penglihatan akan berkurang setelah cedera
mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa adanya kelainan nyata pada retina. Tanda
lain yang dapat ditemukan adalah gangguan penglihatan warna dan lapangan pandang.
Papil saraf optik dapat normal beberapa minggu sebelum menjadi pucat.
Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cidera mata adalah trauma
retina, perdarahan badan kaca, trauma yang mengakibatkan kerusakan pada kiasam optik.
Pengobatan adalah dengan merawat pasien pada waktu akut dengan membei steroid. Bila
penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk pembedahan. 2

4. TRAUMA MATA NON PENETRASI


Abrasi
Abrasi dari kelopak mata, kornea, atau konjungtiva tidak membutuhkan pembedahan.
Luka harus dibersihkan dari benda asing. Untuk membantu pemeriksaan, nyeri yang
disebabkan oleh abrasi dapat dikurangi dengan memberikan anestesi topical seperti
solusio tetracain 0,5%, tapi pemberian rutin tetracain oleh pasien tidak diperbolehkan
karena dapat mengganggu penyembuhan epithelium. Ointment antibiotik oftalmika
dimasukkan ke dalam mata untuk mengurangi infeksi. Plester mata diberikan dengan
tekanan yang kecil untuk mengurangi rasa tidak nyaman dan membantu penyembuhan
dengan cara mencegah gerakan bola mata pada daerah yang terkena cedera. Pembalut
mata harus diganti setiap hari dan luka diperiksa untuk melihat ada tidaknya pembentukan
ulkus atau infeksi.
Abrasi kornea menyebabkan nyeri yang hebat dan dapat mengarah ke erosi kornea
rekuren, tapi jarang mengalami infeksi.
Kontusi
Kontusi bola mata dan jaringan sekitarnya biasanya disebabkan oleh kontak traumatic
dengan benda tumpul. Akibat dari cedera semacam itu bervariasi dan sering tidak
kelihatan pada pemeriksaan superficial. Pemeriksaan yang hati-hati dan follow up yang
adekuat harus dilakukan. Akibat yang mungkin ditimbulkan dari cedera kontusi adalah
hemoragi dan pembengkakan kelopak mata, hemoragik subkonjungtival, edema atau
ruptur kornea, hemoragi bilik anterior (hyphema), rupture dari akar iris (iridodialisis),
traumatic paralisis dari pupil (midriasis), rupture dari spingter iris, paralisis atau spasme
dari muskulus yang mengatur akomodasi,resesi sudut bilik anterior dengan glaucoma
sekunder, katarak traumatic, dislokasi lensa, hemoragi vitreous, hemoragi retina, dan
edema retina, pelepasan retina, rupture koroid, dan cedera nervus optikus.
Kebanyakan dari cedera ini tidak dapat dilihat dengan mata biasa.beberapa sepeti katarak,
mungkin tidak berkembang dalam beberapa hari atau inggu setelah cedera.
Kecuali cedera yang menyebabkan rupture bola mata, kebanyakan efek langsung dari
kontusi bola mata tidak memerlukan pengobatan segera. Walaupun demikin setiap cedera
dapat menjadi cukup berat untuk menyebabkan hemoragi intraocular dan dapat
menyebabkan hemoragi sekunder yang tertunda dari pembuluh darah uveal, yang dapat
menyebabkan glaucoma dan kerusakan permanen bola mata. Pasien dengan hemoragi
intraocular harus tirah baring total selama 4-5 hari dengan kedua mata diplester untuk
mengurangi perdarahan lebih lanjut. Perdarahan sekunder jarang muncul setelah 72 jam.
Cyclopegic short-acting seperti hemotropine 5% dapat digunakan. Asetazolamid, manitol,
dan obat sistemik lain yang dapat enurunkan tekanan bola mata mungkin diperlukan 1

5. TRAUMA TEMBUS PADA MATA


Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja. Bila robekan konjungtiva ini
tidak melebihi 1 cm, maka tidak perlu dilakukan penjahitan. Bila robekan konjungtiva
lebih dari 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya glaucoma.
Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatny robekan sclera bersama-
sama dengan robekan konjungtiva tersebut.
Bila trauma disebabkan oelh benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata
maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti:
· tajam penglihatan menurun
· tekanan bola mata rendah
· bilik mata dangkal
· bentuk dan letak pupil berubah
· terlihat adanya rupture pada kornea atau sclera
· terdapat jaringan yang prolaps seperti cairan mata, iris, lensa, badan kaca, atau
retina
· konjungtiva kemotis
Bila terlihat salah satu tanda di atas atau dicurigai adanya perforasi bola mata maka
secepatnya diberikan antibiotika topical dan mata ditutup dan segera dikirim pada dokter
mata untuk dilakukan pembedahan.
Pada setiap terlihat kemungkinan trauma perforasi sebaiknya dipastikan apakah ada benda
asing yang masuk ke dalam mata dengan membuat foto.
Pada pasien dengan luka tembus mata sebaiknya diberikan antibiotika sistemik atau
intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan. Pasien juga diberi anti
tetanus profilaktik, analgetika dan kalau perlu penenang. Sebelum dirujuk, mata tidak
diberi salep, karena salep dapat masuk ke dalam mata. Pasien tidak bo;leh diberi steroid
local, dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.
Trauma tembus dapat terjadi akibat masuknya benda asing ke dalam bola mata. Benda
asing di dalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan 2
Laserasi
Laserasi biasanya disebabkan oleh benda tajam (pisau gunting, dll) cedera seperti ini
dirawat dengan cara yang berbeda-beda tergantung dari ada atau tidaknya prolaps
jaringan.
A. Laserasi tanpa prolaps jaringan: jika bola mata ditembus dari depan tanpa adanya
bukti prolaps intraocular dan jika lukanya bersih dan kelihatan bebas dari kontaminasi,
biasanya dapat diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang silk atau
catgut. Bekuan darah dapat dibersihkan dengan mudah dari bilik depan dengan irigasi
kemudian bilik di bentuk kembali setelah kornea diperbaiki dengan injeksi dari larutan
salin atau air. Midriatik sebaiknya diberikan dan larutan antibiotic harus dimasukkan ke
dalam kantung konjungtiva lalu pinggir mata diplester. Pasien harus tirah baring untuk
beberapa hari dan antibiotik sistemik diberikan untuk mengurangi infeksi intraocular.
B. Lacerasi dengan prolaps: jika sebagian kecil dari iris prolaps melalui luka, maka
harus dipegang dengan forsep dan dipotong tepat pada batas luka. Jaringan uvea dalam
jumlah yang sedikit juga dapat dibuang dengan cara yang sama. Luka harus ditutup
dengan cara yang sama seperti menutup luka pada laserasi tanpa prolaps. Jika jaringan
uvea mengalami cedera, maka ophtalmia simpatetik kemungkinan akan muncul.
Jika lukanya luas dan kehilangan isi intraocular berat sehingga prognosis funsi mata
buruk, maka eviserasi dan enukleasi diindikasikan sebagai prosedur pembedahan utama.

Benda asing intraokular


Benda asing yang tertanam di dalam mata harus diidentifikasi dan dilokalisasi
secepat mungkin. Partikel besi dan tembaga harus segera dikeluarkan untuk mencegah
disorganisasi dari jaringan okuler akibat perubahan degenerative (siderosis karena besi
dan chalcosis karena tembaga). Bahan-bahan lain kurang bereaksi dan masih dapat
ditoleransi. Partikel lain seperti kaca dan porselen mungkin sangat ditoleransi dan lebih
baik dibiarkan saja.
Adanya keluhan tidak nyaman pada mata dengan penurunan tajam penglihatan dan
adanya riwayat terkena pantulan baja harus dicurigai terdapat benda asing intraokular.
Bagian anterior dari mata, termasuk kornea, iris, dan lensa sebaiknya diperiksa
menggunakan lup atau slitlamp untuk menentukan tempat masuk luka.oftalmoskopi
dengan visualisasi langsung untuk benda asing intraocular mungkin dilakukan. X-ray dari
jaringan lunak orbital harus diambil untuk memastikan adanya benda asing yang
radioopak dan untuk alasan medikolegal.
Jika benda asing terletak di anerior zonula, sebaiknya disingkirkan melalui insisi
ke dalam bilik depan melalui limbus. Jika berlokasi di belakang lensa dan di depan
ekuator, sebaiknya disingkirkan melalui area pars plana yang terdekat dengan benda asing
karena mengurangi kerusakan retina. Jika benda asing terletak di posterior ekuator,
sebaiknya disingkirkan langsung dari dinding bola mata terdekat, kecuali daerah tersebut
adalah macula.
Jika benda asing tersebut memiliki sifat magnetic, magnet yang sudah dsterilkan
dapat digunakan didekat daerah keluar luka untuk membantu menyingkirkan benda asing
tersebut. Jika bukan benda yang bersifat magnetic, forsep kecil dapat digunakan dengan
trauma yang minimal. Setiap kerusakan di retina harus diddiatermi atau fotokoagulasi
untuk mencegah pelepasan retina. 1
6. TRAUMA KIMIA
Trauma pada mata merupakan 3-4% dari seluruh kecelakaan kerja di Amerika serikat.
Sebagian besar (84%) merupakan trauma kimia. Rasio frekuensi asam dibandingkan basa
sebagai bahan penyebabnya pada trauma kimiawi bervariasi dari 1:1 sampai 1:4,
berdasarkan beberapa penelitan. Dalam satu laporan di negara berkembang, 80% dari
trauma kimiawi pada mata dikarenakan oleh pajanan atau karena pekerjaan.4
Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di laboratorium, industri,
pekerjaan yang menggunakan bahan kimia dan pertanian. Bahan kimia yang dapat
mengakibatkan kelainan pada mata dapat dibedakan dalam bentuk: trauma asam, trauma
basa atau alkali.
Pengaruh bahan kimia terhadap mata bergantung pada: PH, kecepatan dan jumlah bahan
kimia tersebut yang mengenai mata.
Dibandingkan bahan yang bersifat asam, bahan yang bersifat basa lebih cepat dapat
merusak dan menembus kornea.Ketika bahan kimia terkena mata maka harus segera
diberikan tindakan, seperti diantaranya irigasi pada daerah mata yang terkena trauma
kimia. Sebab jika penanganan terlambat dilakukan dapat memberikan penyulit yang lebih
berat. Pembersihan dapat dilakukan dengan menggunakan larutan garam fisiologik
ataupun air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit dalam waktu 15-30 menit.
Anastesi topikal diberikan pada keadaan dimana terdapat blefarospasme berat.
Untuk bahan asam dapat digunakan larutan natrium bikarbonat 3%, sedangkan untuk
larutan basa dapat digunakan asam borat, asam asetat 0,5%, atau bufer asam asetat pH
4,5% untuk menetralisir dan juga diperhatikan akan adanya benda asing penyebab luka
tersebut. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotika topikal, sikloplegik, dan bebat
mata selama mata masih sakit. Regenerasi epitel akibat asam lemah dan basa sangat
lambat. Biasanya sempurna dalam waktu 3-7 hari.
Pasien dengan trauma kimia pada mata pada umumnya melaporkan berbagai derajat
nyeri,fotofobia, pengelihatan kabur, dan adanya halo berwarna disekitar cahaya. Pada
trauma kimia ringan sampai sedang mata menjadi hiperemis dan mungkin terdapat
kemosis konjungtiva dan juga edema palpebra.
Pada luka bakar derajat satu pada kulit, dan adanya sel dan flare di bilik mata depan. Pada
kornea dapat bervariasi mulai dari keratopati pungtata superfisial difusa sampai erosi
epitel lokal dengan pengaburan ringan pada stroma.
Pada trauma kimia mata yang berat, mata tidak menjadi merah namun akan tampak putih
karena iskemia pada pembuluh darahkonjungtiva. Kemosis pada palpebra dan konjungtiva
terlihat jelas, dan daerah sekitar wajah dapat menunjukkan luka bakar derajat dua bahkan
tiga.
Pada kornea dapat ditemukan erosi epitel total dengan edema dan perkabutan tebal pada
stroma, dan terkadang opasiti total. 2
Anamnesa
Trauma kimiawi biasanya disebabkan akibat bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik
pada wajah. Pada anamnesa patut dipertimbangkan kemungkinan penyabab sebagai
berikut :
o Bahan
kimia asam yang tersering menyebabkan trauma pada mata adalah asam sulfat,
sulfurous acid, asam hidroklorida, asam nitrat, asam asetat, asam kromat, dan
asam hidroflorida.
o Ledakan
baterai mobil, yang menyebabkan luka bakar asam sulfat, mungkin merupakan
penyebab tersering dari luka bakar kimiawi pada mata.
o Asam
hidroflorida dapat ditemukan dirumah pada cairan penghilang karat, pengkilap aluminum,
dan cairan pembersih yang kuat. Industri tertentu menggunakan asam hidroflorida
dalam pembersih dinding, glass etching (pengukiran pada kaca dengan cairan
kimia), electropolishing, dan penyamakan kulit. Asam hidroflorida juga
digunakan untuk pengendalian fermentasi pada breweries (pengolahan bir).
o Toksisitas
hidroflorida pada okuler dapat terjadi akibat pajanan cairan maupun gas.

Penggolongan tingkatan dan prognosis dari luka bakar kimia ditentukan berdasarkan
jumlah kerusakan kornea dan iskemia limbus, dimana setiap hilangnya arsitektur
pembuluh darah normal konjungtiva disekitar kornea. Iskemia limbus adalah salah satu
faktor klinis yang amat penting karena menunjukkan tingkat kerusakan pada pembuluh
darah limbus dan mengindikasikan kemampuan sel induk kornea (yang terletak di limbus)
untuk meregenerasi kornea yang rusak. Oleh karena itu tidak seperti kondisi trauma pada
mata yang lain, mata yang pucat lebih berbahaya daripada mata yang merah. 4
Trauma Asam
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama asam yang bersifat anorganik, organik
(asetat, forniat) dan organik anhidrat ( asetat). Bila bahan asam mengenai mata akan
segera terjadi pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila
konsentrasi tidak tinggi makan tidak akan bersifat destruktif seperti pada trauma
alkali.Biasanya kerusakan terjadi pada bagian superfisial saja. Bahan asam dengan
konsentrasi tinggi dapat bereaksi seperti pada trauma basa, sehingga kerusakan yang
diakibatkan akan lebih dalam.
Pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama
mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan yang mengakibatkan trauma.
Biasanya trauma yang disebabkan oleh asam akan normal kembali, sehingga ketajaman
penglihatan tidak banyak terganggu.
Trauma Basa atau Alkali
Trauma akibat bahan kimia basa akan mengakibatkan kerusakan yang sangat berbahaya
pada mata. Alkali akan menembus kornea dengan cepat karena memiliki sifat baik
hydrophilic dan lipophilic lalu menembus bilik mata depan dan sampai pada jaringan
retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen korena. Bahan kimia
alkali bersifat koagulasi sel dan akan mengakibatkan proses penyabunan disertai
dehidrasi. Bahan akustik soda dapat menembus ke dalam bilik mata depan dalam waktu 7
detik. 2
Pada trauma alkali akan terbentuk kolagenase yang akan menambah berat kerusakan
kolagen kornea. Alkali yang menembus bola mata akan merusak retina sehingga akan
berakhir dengan kebutaan penderita.
Menurut klasifikasi Thoft trauma basa dapat dibedakan dalam:
Derajat I: hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.
Derajat II: hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea
Derajat III: hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.
Derajat IV: konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.
Tindakan yang dilakukan bila terjadi trauma basa adalah dengan secepatnya melakukan
irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila
mungkin irigasi dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma, penderita
diberikan sikloplegi yang membantu dalam pencegahan spasme siliar dan untuk
menstabilisasi permeabilitas pembuluh darah sehingga dapat mengurangi peradangan,
antibiotika dan EDTA untuk mengikat basa. EDTA diberikan setelah 1 minggu trauma
alkali, diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke tujuh. 4
Penyulit yang dapat timbul pada trauma alkali adalah simblefaron, kekeruhan kornea,
edema dan neovaskularisai kornea, katarak, disertai ftisis bola mata.

7. TRAUMA RADIASI ELEKTROMAGNETIK


Trauma radiasi yang sering ditemukan adalah:
- Sinar infra merah
- Sinar Ultraviolet
- Sinar –X dan sinar terionisasi
Trauma sinar infra merah
Akibat sinar infra merah dapat terjadi pada saat menatap gerhana matahari, dan pada saat
bekerja di pemanggangan. Kerusakan ini dapat terjadi akibat terkonsentrasinya sinar infra
merah terlihat. Kaca yang mencair seperti yang ditemukan di tempat pemanggangan kaca
akan mengeluarkan sinar infra merah. Bila seseorang berada pada jarak satu kaki selama
satu menit di depan kaca yang mencair dan pupilnya lebar atau midriasis, maka suhu lensa
akan naik sebanyak 9 derajat celsius. Demikian pula iris yang mengabsorbsi sinar infra
merah akan panas, sehingga berakibat tidak baik terhadap kapsul lensa di dekatnya.
Absorpsi sinar infra merah oleh lensa akan mengakibatkan katarak dan eksfoliasi kapsul
lensa.
Akibat sinar ini pada lensa, maka katarak muda terjadi pada pekerja industri gelas dan
pemanggangan logam. Sinar infra merah akan mengakibatkan keratitis superfisial, katarak
kortikal anterior-posterior dan koagulasi pada khoroid.
Bergantung pada beratnya lesi akan terdapat skotoma sementara atau permanen. Tidak ada
pengobatan terhadap akibat buruk yang sudah terjadi, kecuali mencegah terkenanya mata
oleh sinar infra merah ini. Steroid sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah
terbentuknya jaringan parut pada makula atau untuk mengurangi gejala radang yang
timbul.
Trauma sinar ultra violet ( sinar las )
Sinar ultra violet merupakan sinar gelombang pendek yang tidak terlihat, mempunyai
panjang gelombang antara 250-295 nM. Sinar ultra violet banyak terdapat pada saat
bekerja las, dan menatap sinar matahari atau pantulan sinar matahari di atas salju. Sinar
ultra violet akan segera merusak epitel kornea.
Sinar ultra violet biasanya memberikan kerusakan terbatas pada kornea, sehinga
kerusakan pada lensa dan retina tidak akan nyata terlihat. Kerusakan ini akan segera baik
kembali setelah beberapa waktu, dan tidak akan memberikan gangguan ketajaman
pengelihatan yang menetap. Pasien yang telah terkena sinar ultra violet akan memberikan
keluhan 4-10 jam setelah trauma. Pasien akan mrasa mata sangat sakit, mata seperti
kelilipan atau seperti kemasukan pasir, foto fobia, blefarospasme dan konjungtiva
kemotik.
Kornea akan menunjukan adanya infiltrat pada permukaannya, yang kadang-kadang
disertai dengan kornea yang keruh dan uji floresensi positif. Keratitis teutama terdapat
pada fisura palpebra. Pupil akan terlihat miosis, tajam penglihatan akan terganggu.
Keratitis ini akan sembuh tanpa cacat, akan tetapi bila radiasi berjalan lama kerusakan
dapat permanen sehingga akan memberikan kekeruhan pada kornea. Gambaran keratitis
menjadi semakin berat akibat efek kumulatif radiasi sinar UV .
Pengobatan yang diberikan adalah sikloplegia, antibiotika lokal, analgetik, dan mata
ditutup selama 2-3 hari. Biasanya sembuh setelah 48 jam.
Sinar ionisasi dan sinar-X
Sinar ionisasi dibedakan dalam bentuk:
- Sinar alfa yang dapat diabaikan
- Sinar beta yang dapat menembus 1cm jaringan
- Sinar gamma dan
- Sinar-x
Sinar ionisasi dan sinar-x dapat menyebabkan katarak dan rusaknya retina. Dosis katarak
togenik bervariasi sesuai dengan energi dan tipe sinar, lensa yang lebuh mudah dan lebih
peka. Akibat dari sinar ini pada lensa, terjadi pemecahan diri sel epitel secara tidak
normal. Sedangkan sel baru yang berasal dar sel germinatif lensa tidak menjadi jarang.
Sinar-x merusak retina dengan gambaran seperti kerusakan yang diakibatkan diabetes
melitus berupa dilatasi kapilar, perdarahan, mikroaneuris mata , dan eksudat.
Luka bakar akibat sinar-x dapat merusak kornea, yang mengakibatkan kerusakan
permanen yang sukar diamati. Biasanya akan terlihat sebagai keratitis dengan iridosiklitis
ringan. Pada keadaan yang berat akan mengakibatkan parut konjungtiva atrofi sel goblet
yang akan menggangu fungsi air mata. Pengobatan yang diberikan adalah antibiotik
topikal dengan steroid 3 kali sehari dan sikloplegik 1 kali sehari. Bila terjadi simblefaron
pada konjungtifa dilakukan tindakan pembedahan.2

III. KESIMPULAN

1. Trauma terbagi atas:


a) Trauma mekanik
b) Trauma fisik
c) Trauma kimiawi
2. Trauma mata yang paling sering terjadi adalah trauma kimia.
3. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan
rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberi penyulit
sehingga mengganggu fungsi penglihatan.
4. Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya
penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Semakin cepat penanganan
trauma mata, maka prognosisnya akan semakin baik.
5. Sebagai seorang klinisi umum, kita harus mampu memeriksa trauma bola mata dan
orbita yang umum terjadi dan mampu menentukan apakah masalah tersebut membutuhkan
perhatian yang lebih serius atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan D, Asbury T. General ophthalmology. 8th ed. California: Langs Medical
Publication; 1977. p. 241-4.
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
p. 259-75.
3. Lang, G.A pocket textbook atlas ophthalmology. 2nd ed. New York; Thieme; 2006.
p. 508-9.
4. Trauma Asam [online]. [2008?] [20 Mei 2010]; Diunduh dari:
http://hsilkma.blog.friendster.com/2008/01/trauma-asam
.:[Close]:.

Home

ASUHAN KEPERAWATAN

Home
Unik-Unik
Kesehatan
Askep KMB
Askep Anak
Maternitas
Gawat Darurat
Askep Lainnya
Materi
Menu Lain
PESAN 3 CD KEPERAWATAN DISINI
Terpopuler
Kanker Payudara Kian Mengancam Kita
Askep Ante Natal Care
Kehamilan Trimester 3
Asuhan Keperawatan Benigna Prostat Hipertropi ( BPH )
Konsumsi Kokain Picu Pengecilan Volume Otak
Easing the Seizures, and Stigma, of Epilepsy
Statistik

Askep Pada Pasien Trauma Mekanik Mata


16:44
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA MEKANIK MATA

Trauma mekanik pada mata sering menyebabkan kebutaan unilateral pada anak-anak dan
orang dewasa muda. Pada kelompok inilah trauma pada mata sering terjadi (50%) yaitu
umur kurang dari 18 tahun (di USA).
Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari rongga orbita, rima orbita, alis, tulang
pipi dan hidung, lemak orbita, reflex mengedip, bulu mata, sekresi kelenjar kelopak mata
dan konjungtiva, juga dengan telah dibuatnya macam-macam alat untuk melindungi mata,
tetapi frekwensi kecelakaan masih tinggi. Terlebih - lebih dengan bertambah banyaknya
kawasan industri, kecelakaan akibat pekerjaan bertambah banyak pula, juga dengan
bertambah ramainya lalu lintas, kecelakaan di jalan raya bertambah pula, belum terhitung
kecelakaan akibat perkelahian, yang juga mengenai mata. Pada anak-anak kecelakaan
mata biasanya terjadi akibat main panahan, ketepel, senapan angin atau akibat lemparan,
tusukan dari gagang mainan.
Sebaiknya bila ada trauma mekanik mata segera dilakukan pemeriksaan dan pertolongan
karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan. Adapun pemeriksaan
- pemeriksaan yang diperlukan :
1. Anamnesa
Kapan, dimana, ada saksi atau tidak, bagaimana visus sebelum trauma, penderita memakai
kacamata atau tidak, kalau memakai kacamata pecah atau tidak,apakah ada benda asing
masuk pada mata atau tidak.
2. Status Lokalis
Dilakukan pemeriksaan pada setiap jaringan mata secara teliti dan cermat serta keadaan
sekitar mata.
Trauma mekanik pada mata dibedakan ada 2 macam yaitu :
1). Trauma mekanik tumpul
2). Trauma mekanik tajam.

I. TRAUMA MEKANIK TUMPUL

Gelombang tekanan akibat trauma menyebabkann tekanan yang sangat tinggi dalam
waktu singkat didalam bola mata. Tekanan dalan bola mata ini akan menyebar antara
cairan vitreus dan sclera yang tidak elastis. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya
jaringan pada tempat dimana ada perbedaan elastisitas, misal daerah limbus, sudut
iridocorneal, ligamentum zinni dan corpus ciliaris.
Respon jaringan akibat trauma menimbulkan : 1). Gangguan molekuler. Dengan adanya
perubahan patologi akan menyebabkan kromatolisis sel. 2). Reaksi Pembuluh darah.
Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel
endotel rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema. 3). Reaksi Jaringan.
Reaksi Jaringan ini biasanya berupa robekan pada cornea, sclera dan sebagainya.

A. Palpebra
1. Perdarahan di palpebra = ecchymosis, black eye
Pada perdarahan hebat, palpebra menjadi bengkak dan berwarna kebiru-biruan, karena
jaringan ikat palpebra halus, perdarahan ini dapat menjalar ke jaringan lain di muka, juga
dapat menyeberang melalui pangkal hidung ke mata yang lain menimbulkan hematom
kacamata (bril hematom) atau menjalar ke belakang menyebabkan eksofthalmos. Bila
ecchymosisi tampak segera sesudah trauma, menunjukkan bahwa traumanya hebat, oleh
karenanya harus dilakukan pemeriksaan seksama dari bagian mata yang lainnya. Juga
perlu pemeriksaan foto rontgen tengkorak.
Bila tak terdapat kelainan mata lainnya dapat diberikan kompres dingin dan 24 jam
kemudian kompres hangat untuk mempercepat resorpsi, disamping obat koagulansia. Bila
perdarahan timbul 24 jam setelah trauma, menunjukkan adanya fraktura dari dasar
tengkorak. Dari waktu antara trauma terjadi sampai timbulnya ecchymosis dapat diketahui
kurang lebih letak fraktura tesebut. Kalau perdarahannya timbul 3 - 4 hari setelah trauma,
maka frakturanya terletak di belakang sekali.

2. Emfisema palpebra
Menunjukkan adanya fraktura dari dinding orbita, sehingga timbul hubungan langsung
antara ruang orbita denga ruangan hidung atau sinus- sinus sekeliling orbita. Sering
mengenai lamina papyricea os ethmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga
orbita, karena dinding ini tipis.
Pengobatan : berikan balutan yang kuat untuk mempercepat hilangnya udara dari palpebra
dan dinasehatkan jangan bersin atau membuang ingus karena dapat memperhebat
emfisemanya. Kemudian disusul dengan pengobatan dari frakturanya.

3. Luka laserasi di palpebra


Bila luka ini hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit,
tetapi bersihkanlah lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila
pembengkakannya telah berkurang, baru dijahit. Jangan membuang banyak jaringan, bila
tidak perlu. Bila luka hebat, sehingga perlu skingraft, yang dapat diambil dari kulit
retroaurikuler, brachial dan supraklavikuler.

4. Ptosis
Kausa : - parese atau paralise m. palpebra superior (N. III.)
- pseudoptosis, oleh karena edema palpebra
Bila ptosisnya setelah 6 bulan pengobatan denga kortikosteroid dan neurotropik tetap tak
menunjukka perbaikan, mak dilakukan operasi.

B. Konjungtiva
1. Perdarahan subkonjungtiva
Tampak sebagai bercak merah muda atau tua, besar, kecil tanpa atau dsertai peradangan
mata.
Pengobatannya, simptomatis dengan Sulfazinci, antibiotika bila taku terkena infeksi.
Perdarahannya sendiri dapat diabsorbsi dalam 1 – 2 minggu, yang dapat dipercepat
dengan pemberian kompres hangat selam 10 menit setiap kali. Kompres hangat jangan
diberikan pada hari pertama, karena dapat memperhebat perdarahannya, pada waktu ini
sebaiknya diberikan kompres dingin.

2. Edema
Bila masif dan terletak sentral dapat mengganggu visus. Kondisi ini dapat diatasi dengan
jalan reposisi konjungtiva atau menusuk konjungtiva sehingga terjadi jalan untuk
mengurangi edema tersebut. Dapat juga dibantu dengan cairan saline yang hipertonik
untuk mempercepat penyerapan.

3. Laserasi
Bila laserasi sedikit ( < 1 cm) dapat diberi antibiotika untuk membatasi kerusakan. Daya
regenerasi epitel konjungtiva yang tinggi sehingga akan tumbuh dalam beberapa hari. Bila
> 1 cm dijahit dan diberikan antibiotika.

C. Kornea
1. Erosi Kornea
Bila pennderita mengeluh nyeri, photofobi, epifora, blefarospasme, perlu kita lakukan
pemeriksaan pengecatan fluorescein. Bila (+) berarti sebagian kornea tampak hijau yang
berarti ada suatu lesi atau erosi kornea. Pengobatan dengan bebat mata dan diharapkan 1 -
2 hari terjadi penyembuhan. Bila erosi luas maka perlu tambahan antibiotika.
2. Edema Kornea
Dapat berupa edema yang datar atau edema yang melipat dan menekuk ke dalam masuk
ke membran bowman dan descemet. Pengobatan dengan bebat mata dan antibiotika,
kadang-kadang diperlukan lensa kontak untuk melindungi kornea pada fase
penyembuhan.

D. Bilik Mata Depan


1. Hifema
Perdarahan ini berasal dari iris atau badan siliar. Merupakan keadaan yang gawat.
Sebainya dirawat, Karena takut timbul perdarahan sekunder yang lebih hebat daripada
perdaran primer, yang biasanya timbul hari kelima setelah trauma. Perdarahan sekunder
ini terjadi karena bekuan darah terlalu cepat diserap, sehingga pembuluh darah tak
mendapat waktu cukup untuk regenerasi kembali, dan menimbulkan perdarahan lagi.
Adanya darah di dalam bilik mata depan, dapat menghambat aliran aquos ke dalam
trabekula, sehingga dapat menimnbulkan galukoma sekunder. Hifema dapat pula
menyebabkan uveitis. Darah dapat terurai dalam bentuk hemosiderin, yang dapat meresap
masuk ke dalam kornea, menyebabkan kornea berwarna kuning dan disebut
hemosiderosis atau imbibisio kornea. Jadi penyulit yang harus diperhatikan pada hifema
adalah : glaucoma sekunder, uveitis dan hemosiderosis atau imbibisio kornea. Hifema
dapat sedikit dapat pula banyak. Bila sedikit ketajaman penglihatan mungkin masih baik
dan tekanan intraokuler normal. Perdarahan yang mengisi setengah bilik mata depan,
dapat menyebabkan gangguan visus dan kenaikan tekanan intraokuler, sehingga mata
terasa sakit oleh glaukomanya. Jika hifemanya mengisi seluruh bilik mata depan rasa sakit
bertambah dan visus lebih menurun lagi, karena tekanan intraokulernya bertambah pula.
Pengobatan: Harus masuk rumah sakit. Istirahat ditempat tidur dengan elevasi kepala 30
– 45 derajat. Kepala difiksasi dengan bantal pasir dikedua sisi, supaya tak bergerak.
Keadaan ini harus dipertahankan minimal 5 hari. Pada anak-anak mungkin harus diikat
tangan dan kakinya ditempat tidur. Kedua mata ditutup, atau dapat pula mata yang sakit
saja yang ditutup. Beri salep mata, koagulansia. Bila terisi darah segar, berikan
antifibrinolitik, supaya bekuan darah tak terlalu cepat diserap, untuk memberi kesempatan
pembuluh darah menyembuh, supaya tak terjadi perdarahan sekunder. Pemberiannya tak
boleh melewati 1 minggu, karena dapat mengganggu aliran humor aquos, menimbulkan
glaucoma dan imbibisio kornea. Dapat diberikan 4 kali 250 mg transamic acid. Selama
dirawat yang perlu dipehatikan adlah hifema penuh atau tidak, tekanan intraokuler naik
atau tidak, fundus terlihat atau tidak.Hifema yang penuh dengan kenaika intra okuler,
perlu pemberian diamox, gliserin yang harus dinilai dalam 24 jam. Jika tekanan
intraokuler tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, dilakukan parasentese. Jika
tekanan menjadi normal, diamox tetap diberikan dan dinilai setiap hari. Bila tekanan ini
tetap normal dan darah masih terdapat sampai hari ke 5 – 9,dilakukan parasentese. Bila
terdapat glaukoma yang tak dapat dikontol dengan cara diatas, maka dilakukan
iridenkleisis, dengan merobek iris, yang kemudian diselipkan diantara insisi korneo
skleral, sehingga pupil tampak sebagai lubang kunci yang terbalik.

E. Iris
1. Iridoplegi
Merupakan kelumpuhan otot sfinter pupil sehingga pupil menjadi midriasis. Iridoplegi ini
dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Pengobatan sebaiknya istirahat
untuk mencegah terjadi kelelahan sfinter dan pemberian roboransia.

2. Iridodialisis
Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak kepinggir letaknya, pada
pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris
tempat iridodialisa. Pada pemerisaan oftalmoskop terdapat warna merah pada pupil dan
juga pada tempat iridodialisa, yang merupakan reflek fundus.Pengobatan dapat dicoba
dengan midriatika, sehingga pupil menjadi lebar dan menekan pada akarnya. Istirahat
ditempat tidur. Mata ditutup. Bila menimbulkan diplopia, dilakukan reposisi, dimana iris
dikaitkan pada sclera.

F. Pupil
1. Midriasis
Disebabkan iriodoplegi, akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil.
Iridoplegi ini dapat terjadi temporer 2 – 3 minggu, dapat juga permanen, tergantung
adanya parese atau paralise dari otot tersebut. Dalam waktu ini mata terasa silau.
Pengobatan sebaiknya istirahat untuk mencegah terjadi kelelahan sfingter dan pemberian
roboransia.

G. Lensa
1. Dislokasi Lensa
Dislokasi lensa terjadi karena ruptura dari zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi),
dapat pula total (luksasi). Lepasnya dapat kedepan dapat pula ke belakang. Bila tak
menimbulkan penyulit glaucoma atau uveitis, dibiarkan saja, dengan memberi koreksi
keadaan refraksinya. Baru dilakukan ekstraksi lensa bila kemudian timbul penyulit
glaucoma, uveitis dan katarak, setelah glaucoma dan uveitisnya diredakan dahulu.

2. Katarak Traumatika
Katarak ini timbul karena gangguan nutrisi. Ada macam-macam katarak traumatika yaitu
vosius ring, berbentuk roset(bintang), dengan kapsula lensa yang keriput. Pengobatan
tergantung saat terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia dapat dipasang lensa
intraokuler primer atau sekunder. Pada katarak trauma bila tidak terjadi penyulit dapat
ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit seperti glaucoma, uveitis dan
lai sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa.

H. Badan Kaca
1. Perdarahan Badan Kaca
Darah berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan
didalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui
keadaan dibagian posterior mata.
Pengobatan dapat diberikan koagulansia per oral atau parenteral disamping istirahat di
tempat tidur. Tindakan operatif vitrektomi, baru dilakukan bila setelah 6 bulan dilakukan
pengobatan, masih terdapat kekeruhan, untuk memperbaiki tajam penglihatan.

I. Retina
1. Edema Retina
Edema retina biasanya didaerah polus posterior dekat macula atau di perifer. Tampak
retina dilapisi susu. Bila terjadi di macula, visus sentral terganggu dengan skotoma
sentralis. Dengan istirahat, edema dapat diserap dan refleks fovea tampak kembali. Untuk
mempercepat penyerapan dapat disuntikkan kortison subkonjungtiva 0,5 cc 2 kali
seminggu.
2. Ruptura Retina
Robekan pada retina menyebabkan ablasi retina = retinal detachment. Umumnya robekan
berupa huruf V didapatkan di daerah temporal atas. Melalui robekan ini, cairan badan
kaca masuk ke celah potensial di antara sel epitel pigmen dan lapisan batang dan kerucut,
sehingga visus dapat menurun, lapang pandang mengecil, yang sering berakhir kebutaan,
bila terdapat ablasi total.
Pengobatan harus dilakukan segera, dimana prinsipnya dilakukan pengeluaran cairan
subretina, koagulasi ruptura dengan diatermi.

3. Perdarahan Retina
Dapat timbul bila trauma tumpul menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk
perdarahan tergantung lokalisasinya. Bila terdapat dilapisan serabut saraf tampak sebagai
bulu ayam, bila tampak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas,
perdarahan di depan retina mempunyai permukaan yang datar di bagian atas dan cembung
di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke badan kaca. Penderita mengeluh terdapat
bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya, kalau banyak masuk kedalam
badan kaca dapat menutup jalannya cahaya, sehingga visus terganggu.
Pengobatan dengan istirahat di tempat tidur, istirahat mata, di beri koagulansia, bila
masuk ke badan kaca diobati sebagai perdarahan badan kaca.

J. Sklera
1. Robekan Sklera
Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada robekan
yang besar lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia simpatika.
Robekan ini biasanya terletak di bagian atas.

K. Nervus Optikus
1. Avulsi Papil saraf Optik
Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik terlepas dari pangkalnya di dalam bola mata.
Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya tajam penglihatan yang berat dan sering
berakhir dengan kebutaan.Penderita ini perlu dinilai kelainan fungsi retina dan saraf
optiknya.

2. Optik Neuropati Traumatik


Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada saraf optik, demikian pula
perdarahan dan edema sekitar saraf optik.
Penglihatan akan berkurang setelah cedera mata. Terdapat reaksi defek aferen pupil tanpa
adanya kelainan nyata pada retina. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah gangguan
penglihatan warna dan lapangan pandang. Papil saraf optik dapat normal dalam beberapa
minggu sebelum menjadi pucat.
Pengobatan adalah dengan merawat penderita pada waktu akut dengan memberi steroid.
Bila penglihatan memburuk setelah steroid maka perlu dipertimbangkan untuk
pembedahan.
K. Enoftalmus
Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon yang menyelubungi bola mata di luar
sclera atau disebabkan fraktura dasar orbita. Oleh karena itu harus dibuat foto rontgen dari
tulang tengkorak. Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih terdapat edema.
Gejalanya : penderita merasa sakit, mual, terdapat diplopi pada pergerakan mata keatas
dan ke bawah. Saraf infra orbita sering rusak dan penderita mengeluh anesthesia pada
kelopak mata atas dan ginggiva.
Pengobatan : operasi, dimana dasar orbita dijembatani dengan graft tulang kartilago atau
badan aloplastik.

L. Eksoftalmos
Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber berasal dari A. Oftalmika beserta cabang-
cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur perdarahan diserap kembali, juga diber
koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan souffles, berarti ada aneurisma antara
arteri karotis interna dan sinus kavernosus.
Pengobatan : pengikatan pada a. karotis sisi yang sama.

II. TRAUMA MEKANIK TAJAM


Pada trauma mekanik tajam ada baiknya diberi anestesi lokal, supaya pemeriksaan dapat
dilakukan dengan teliti dan pada luka-luka yang hebat, yang dapat menimbulkan prolaps
dari isi bola mata. Serum antitetanus harus diberikan pada setiap luka akibat benda tajam.
A. Palpebra
Kalau pinggiran palpebra luka dan tak diperbaiki, dapat menimbulkan koloboma palpebra
akwisita. Bila besar dapat akibatkan kerusakan kornea oleh karena mata tak dapat
menutup dengan sempurna. Oleh karena itu tindakan harus dilakukan secepatnya. Kalau
tidak kotor dapat ditunggu sampai 24 jam. Pada tindakan tersebut harus diperbaiki
kontinuitas margo palpebra dan kedudukan bulu mata. Jangan sampai menimbulkan
trikiasis. Bila robekan mengenai margo inferior bagian nasal, dapat memotong kanalikuli
lakrimal inferior, sehingga air mata tak dapat melalui jalan yang seharusnya dan
mengakibatkan epifora. Rekanalisasi dapat dikerjakan secepatnya, bila ditunggu 1 –2 hari
sukar untuk mencari ujung-ujunng kanalikuli tersebut.

B. Konjungtiva
1. Perdarahan
Penatalaksanaan sama dengan rudapaksa mata mekanis tumpul.
2. Robekan
Bila kurang dari 1 cm tidak dijahit, diberikan anestesi lokal. Bila lebih dari 1 cm dijahit
denga benang cut gut atau sutera berjarak 0,5 cm antara tiap-tiap jahitan. Diberikan
antibiotika lokal selam 5 hari dan bebat mata untuk 1 - 2 hari.

C. Kornea
1. Erosi Kornea
Penatalaksanaan seperti rudapaksa tumpul.
2. Luka Tembus Kornea
Dari anamnesa didapatkan teraba nyeri, epifora, photofobi dan blefarospasme. Pada
pemeriksaan didapat tes fluorescein (+).
Pengobatan: tanpa mengingat jarak waktu antara kecelakaan dan pemeriksaan, tiap luka
terbuka kornea yang masih menunjukkan tanda-tanda adanya kebocoran harus diusahakan
dijahit. Jaringa intraokuler yang keluar dari luka, missal: badan kaca, prolap iris sebaiknya
dipotong sebelum luka dijahit. Janganlah sekali-kali dimasukkan dalam bolamata. Jahitan
kornea dilakukan secara lamellar untuk menghindari terjadinya fistel melalui bekas
jahitan. Luka sesudah dijahit dapat ditutup lembaran konjungtiva yang terdekat. Tindakan
ini dapat dianggap dapat mempercepat epitelialisasi. Diberikan antibiotika lokal dalam
bentuk salep, tetes atau subkonjungtiva. Atropin tetes 0,5 – 1% tiap hari. Dosis dikurangi
bila pupil sudah cukup lebar. Bila ada tanda-tanda glaucoma sekunder dapat diberikan
tablet. Analgetik, antiinflamasi, koagulasi dapat diberika bila perlu.

3. Ulkus Kornea
Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang mengalami infeksi sekunder. Dari anamnesa
teraba nyeri, epifora, photofobi, dan blefarospasme. Dari pemeriksaan nampak kornea
yang edema dan keruh dan tes flurescein (+).
Pengobatan dapat diberikan antibiotika lokal tetes, salep atau subkonjuntiva, scraping
atau pembersihan jaringan nekrotik secara hati-hati bagian dari ulkus yang nampak kotor,
aplikasi panas, cryo terapi.
D. Sklera
1. Luka Terbuka atau Tembus
Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga kadang sukar diketahui. Luka tembus
sclera harus dipertimbangkan apabila dibawah konjungtiva nampak jaringan hitam
(koroid).
Pengobatan: sama dengan luka tembus pada kornea. Bila luka sangat besar dan diragukan
bahwa mata tersebut masih dapat berfungsi untuk melihat, maka sebaiknya dienukleasi
untuk menghindarkan timbulnya oftalmia simpatika pada mata yang sehat.

E. Badan Siliar
1. Luka pada Badan Siliar
Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan terbesar dapat
menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis, yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada
mata yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika.
Oleh karena itu bila lukanya besar, disertai prolaps isi bola mata sehingga mata mungkin
tak dapat melihat lagi, sebaiknya dilakukan enukleasi bulbi supaya mata yang sehat masih
tetap baik.

F. Bilik Mata Depan


Penatalaksanaan sama denga trauma tumpul.
G. Iris
1. Iritis
Sering akibat dari trauma. Dari anamnese didapatkan keluhan nyeri, epifora, photofobi,
dan blefarospasme. Dari pemeriksaan didapatkan pupil miosis, reflek pupil menurun dan
sinekia posterior.
Pengobatan dapat diberikan Atropin tetes 0,5 – 1% 1 - 2 kali selama sinekia belum lepas
dan antibiotika. Diberikan diamox bila ada komplikasi glaukoma.

H. Lensa
1. Dislokasi Lensa
Penatalaksanaan sama dengan trauma mekanik tumpul.
2. Katarak
Penatalaksanaan sama denga trauma mekanik tumpul.

I. Segmen Posterior
Penatalaksanaan sama denga trauma mekanik tumpul.

J. Luka dengan Benda Asing (Corpus Alienum)


Pemeriksaan yang teliti secara sistimatis sangat diperlukan untuk dapat menentukan
adanya, macamnya, lokalisasi dari benda tersebut.
1. Anamnese :
Terutama pada penderita yang bekerja di perusahaan, dimana benda logam memegang
peranan. Harus ditanyakan apa pekerjaannya dan benda asing apakah kiranya yang masuk
ke dalam mata.
2. Pemeriksaan :
Benda asing tersebut harus dicari secara teliti maemakai penerangan yang cukup mulai
dari palpebra, konjungtiva, fornixis, kornea, bilik mata depan.Bila mungkin benda
tersebut berada dalam lensa, badan kaca diman perlu pemeriksaan tambahan berupa
funduskopi, foto rontgen, ultrasonografi, pemerisaan dengan magnet, dan coronal CT
Scan. MRI merupakan kontra indikasi untuk benda logam yang mengandung magnet.
Benda asing yang dapat masuk ke dalam mata dibagi dalam beberapa kelompok:
1. Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah hitam, besi tembaga.
Terbagi menjadi benda logam magnit dan bukan magnit.
2. Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan tumbuh-tumbuhan, bahan pakaian.
3. Benda inert, yaitu benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi
jaringan mata, kalau terjadi reaksipun hanya ringan saja dan tidak mengganggu fungsi
mata. Contoh: emas, platina batu, kaca, dan porselin.
4. Benda reaktif : terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata
sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, aluminium,
tembaga, bulu ulat.
Pengobatan yaitu dengan mengeluarkan benda asing tersebut. Bila lokalisasi di palpebra
dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anestesi
lokal.Untuk mengeluarkan perlu kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam.Arah
pengambilan adalah dari tengah ke tepi.Bila benda bersifat magnetik maka dapat
dikeluarkan dengan magnet portable atau giant magnet. Kemudian diberi antibiotika lokal,
sikloplegik dan mata dibebat. Pecahan besi yan terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan
dibuat insisi di limbus, melalui luka ini ujaung dari magnit dimasukkan untuk menarik
benda tersebut, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung
benda asing tersebut. Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat
dikeluarkan dengan magnit pula seperti pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik
denga magnit, sesudah dibuat sayatan di limbus kornea, jika tidak berhasil dapat
dilakukan pengeluaran lensa denga cara ekstraksi linier pada orang muda dan ekstraksi
ekstra kapsuler atau intrakapsuler pada orang yang lebih tua. Bila lokalisasinya di dalam
badan kaca dapat dilakukan pengeluaran dengan magnit raksasa, setelah dibuat sayatan
dari skera. Bila tidak berhasil atau benda asing itu tidak magnetik dapat dikeluarkan
dengan opersai viterektomi. Bila benda asing itu tidak dapat diambil harus dilakukan
enukleasi bulbi untuk mencegah timbulnya oftalmia simpatika pada mata sebelahnya.

PENUTUP :
Trauma mekanik mata merupakan keadaan darurat mata, karena dapat terjadi bermacam-
macam kerusakan yang bila tidak segera mendapat pertolongan dapat mengakibatkan
penurunan fungsi mata atau berakhir dengan kebutaan.
Oleh karena itu alangkah baiknya kelak sebagai dokter umum juga waspada akan akibat
rudapaksa ini dan segera menanggulanginya, mana yang dapat diobati sendiri dan mana
yang harus dirujuk.
DAFTAR PUSTAKA

Nana Wijana : Ilmu Penyakit Mata, pp 312 – 323

Vaughn D et all : General Ophthalmology, Lange Medical Publication, 14th ed, 1989, pp
356 – 363

Sidarta Ilyas : Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
266 – 278

Artikel Terkait:

Posting Lebih Baru


Posting Lama
Beranda
Sponsor

Pengikut

Arsip
► 2012 (770)
▼ 2011 (2476)
► 25 Desember - 1 Januari (336)
► 18 Desember - 25 Desember (62)
► 11 Desember - 18 Desember (70)
► 4 Desember - 11 Desember (77)
► 27 November - 4 Desember (40)
► 20 November - 27 November (67)
► 13 November - 20 November (198)
► 6 November - 13 November (187)
► 30 Oktober - 6 November (340)
► 23 Oktober - 30 Oktober (32)
► 16 Oktober - 23 Oktober (109)
► 9 Oktober - 16 Oktober (80)
► 24 Juli - 31 Juli (1)
► 22 Mei - 29 Mei (22)
► 15 Mei - 22 Mei (61)
▼ 10 April - 17 April (77)
Askep Maternitas Pasien Abortus Iminens
Keperawatan Maternitas Abortus
Keperawataan Maternitas Ante Natal Care
Askep Maternitas Pasien Dengan Hipertensi Gravidar...
Askep Pasien Dengan Kanker Ovarium
Askep Pasien Dengan Kista Ovarii
Askep Maternitas Pada Nifas dan Sectio Caesarea
Askep Pasien Dengan Ibu Persalinan Normal
Askep Maternitas Pasien Placenta Previa
Askep Pada Pasien Post Partum
Askep Pada Pasien Dengan Pre dan Post Sectio Caesa...
Askep Maternitas Pada Pasien Dengan Post Partum Fi...
Askep Pasien Dengan Pre Eklampsia
Askep Pasien Serotinus; Kehamilan Post Matur dan K...
Askep Serotinus dan Sectio caesarea Sc
Askep Pasien Dengan Trauma Thorax, Pneumothorax/He...
Askep Pada Pasien Trauma Mekanik Mata
Askep Pasien Dengan Trauma Mata
Askep Pasien Dengan Trauma Dada
Askep Pada Pasien Tetanus
Intervensi Klien Dengan Syok
Askep Pada Pasien Dengan Tonsilitis Akut; Tonsilek...
Askep Pasien Syok
Askep Pasien Tuberkulosis Paru Dengan Atelektasis
Askep Tuberculosis Paru Dengan Efusi Pleura
Askep Pasien Tuberculosis Paru dan Hemaptoe
Askep Pada Pasien Tumor Otak; Tumor Intrakranial
Askep Tumor Paru, Karsinoma Bronkogenik
Askep Pasien Varises Troncal dan Varises Retikular...
Askep Pada Pasien Dengan Ventilasi Mekanik, Ventil...
Askep Pada Pasien Dengan Pneumonia
Askep Pasien Penderita CVP, Kateterisasi Vena Sent...
Askep Pasien Dengan Pemakaian Kateter CVP
Askep Pasien Dengan Penyakit Jantung Koroner
Askep Pada Pasien Peritonitis
Askep Pada Pasien Pneumonia dan Gagal Nafas
Askep Pada Pasien Polip Hidung
Askep Pada Pasien Post Operasi Trepanasi Indikasi ...
Askep Pasien Sirosis Hepatis dan Hematemesis Melen...
Intervensi Klien Dengan Shock
Askep Pasien Dengan Sinusitis
Askep Pasien Stenosis Mitral
Askep Stroke Hemoragic; Cva Bleeding
Askep Pasien Payah Jantung, Odem Paru dan Gagal Na...
Askep Pada Pasien Gagal Nafas; Bantuan Ventilasi M...
Askep Pasien Gastritis dan Hematmesis Melena
Askep Pasien Dengan Glaukoma
Askep Pasien Dengan Hiv Aids
Askep Pada Pasien Dengan Kardiomiopati
Askep Pasien Dengan Katarak
Askep Pasien Ketoacidosis Diabetes
Askep Pasien Dengan Laparotomi
Askep Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin
Askep Pada Pasien Dengan Penyakit Mastoiditis
Askep Pada Pasien Meningitis
Askep Pasien Otitis Media Kronik
Askep Pasien Otitis Media Supuratif Kronik Maligna...
Askep Gawat Darurat Pasien Payah Jantung, Odem Par...
Askep Pada Pasien Abses Paru
Askep Ards; Adult Respiratory Distress Syndrome, P...
Askep Pasien Akut Miocard Infark
Askep Benigna Prostat Hiperplasia; bph
Askep Pada Pasien Bronkiektasis
Askep Pasien Cidera Kepala
Askep Medikal Bedah Pada Pasien Cedera Kepala
Askep Pasien Fraktur Cervicalis
Keperawatan Jiwa Terapi Keluarga: Family Intervent...
Askep Jiwa Retardasi Mental; Kecacatan Mental
Askep Jiwa Perubahan Isi Pikir; Waham
Askep Jiwa Pasien Gangguan Alam Perasaan Mania
Keperawatan Jiwa; Bunuh Diri dan Depresi
Askep Jiwa Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah...
Mengapa Remaja Bunuh Diri?
Askep Jiwa Pasien Perilaku Bunuh Diri
Askep Jiwa Pasien Perilaku Kekerasan
Sindroma Otak Organik Karena Epilepsi
askep jiwa pasien skizofrenia katatonik
► 20 Maret - 27 Maret (9)
► 13 Maret - 20 Maret (29)
► 6 Maret - 13 Maret (20)
► 27 Februari - 6 Maret (19)
► 20 Februari - 27 Februari (5)
► 13 Februari - 20 Februari (10)
► 6 Februari - 13 Februari (102)
► 30 Januari - 6 Februari (124)
► 23 Januari - 30 Januari (60)
► 16 Januari - 23 Januari (125)
► 9 Januari - 16 Januari (144)
► 2 Januari - 9 Januari (70)
► 2010 (142)
► 2009 (10)
Daftar
On The Spot
Cara Membaca Pikiran Pasangan

ozan's blog
Download Once Upon A Time In Seoul (2008)

ASUHAN KEPERAWATAN
Kanker Payudara Kian Mengancam Kita

Free Blogger Templates


Jacksonville theme blogger
Movie and Software Review
Software Nero BackItUp dan Burn 1.2.17 Free Download

Driver Software
Network LookOut Administrator Professional v3.4.1 Software

Health Family And Fitness


Childhood Obesity - Family Dance Off Fundraiser Event

Driver Freeware
Printer Canon Series

Perawat Kita
Fisiologi Kehamilan

Kumpulan Asuhan Keperawatan


Kelainan Menstruasi

Suster - Suster Boy Blog's


Childbirth Education Prenatal Class

Askep
DISLOKASI & SUBLUKSASI

Rohimin Blog's
Asuhan Keperawatan HIV - AIDS

Keperawatan
Efusi Pleura

Nursing Academy
Askep Pada Pasien Limfoma Non Hodgkin
Askep Anak
UPAYA-UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KESULITAN
Askep Jiwa
Asuhan Keperawatan Diare
Askep Maternitas, Jiwa, Anak, Medikal Bedah dll
Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas
Ujang Blog's
Asuhan Keperawatan Aritmia Jantung
Nurs Blog
Asuhan Keperawatan Pasien Gagal Nafas
Askep ICU dan KGD
Asuhan Keperawatan Angina Pektoris

Perawat Online
Imunisasi

Blog Zulfi
Asuhan Keperawatan Fraktur Cervicalis

Asuhan Keperawatan
Batu Empedu
Laporan Perawat
Asuhan Keperawatan Hepatitis

Blog's Eddie
Hiperemesis Gravidarum

Mantri - Suster
Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) Pre
Acut / Post Acut Care

Perawat NgeBlog's
Askep Cholelithiasis; Batu Empedu

Ozan's Blog
Asuhan Keperawatan Basalioma Nasolabial Sinistra

Unik-unik
10 Air Terjun Terindah di Dunia

Learning by doing
Dynamic Views for Readers - Solusi Akses Blog dengan Koneksi Lemot
Free Download Movies
Armored 2009

Kumpulan Skripsi Lengkap Gratis


Membaca Ulang Konsep Perwalian Dalam Perspektif Mohammed Arkoun (Agama Islam)

Campuran dan Kumpulan Blog


Aneh Bin Ajaib, Padi Tak Tersentuh Lahar

Daftar blog
BLI Tak Salahkan Persipura

Jus Blog
Helikopter Berukuran Kotak Rokok
asuhan keperawatan (askep) pada klien dengan penyakit:dalam
,bedah,anak,kebidanan,gawat darurat,icu,medical bedah dll
adidas | adidas indonesia | bola | sepatu | futsal | kaos | sandal | diskon - Adidas Indonesia
Store
kumpulanaskep.com Kumpulan Asuhan Keperawatan dan Materi Keperawatan

Kumpulan Skripsi Lengkap


Copyright © 2011 ASUHAN KEPERAWATAN | Powered by Kumpulan Askep
Design by www.kumpulanaskep.com

Anda mungkin juga menyukai