Anda di halaman 1dari 11

PANDUAN PRAKTIS KLINIS

KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2018 – 2019

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO (BPPV) (ICD 10:H81.1)


1. Pengertian (Definisi) Gangguan keseimbangan yang ditandai dengan adanya sensasi berputar dari
dunia sekelilingnya atau dirinya sendiri yang berputar dan bersifat episodik yang
diprovokasi oleh gerakan kepala. Kondisi ini terjadi ketika Kristal kalsium karbonat di
utrikulus terlepas dan masuk ke dalam salah satu atau lebih kanalis semisirkularis
vestibuler sehingga terjadi rangsangan gangguan keseimbangan
2. Anamnesis 1. Vertigo atau sensasi ruang berputar bila kepala digerakan
2. Awitan (onset) tiba-tiba/mendadak&
3. Episodik
4.Dapat disertai gejala otonom;mual,muntah,keringat dingin
5. Tidak didapatkan gangguan pendengaran
6. Tidak ada gejala fokal otak (deficit&neurologis)
3. Pemeriksaan Fisik 1.Nistagmus fase cepat rotatoar searah jarum jam (pada sisi lesi)
Saat dilakukan pemeriksaan Dix-Hallpike
2. Timbulnya gejala otonom saat diprovokasi
4. Kriteria Diagnosis 1. Sesuai dengan kriteria anamnesis
2. Sesuai dengan kriteria pemeriksaan fisik
5. Diagnosis Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) (ICD&10:&H81.1)
6. Diagnosa Banding • Meniere Disease (ICD 10: H81.0)
• Vestibular Neuronitis (ICD 10: H81.2)
• Disorders of vestibular function (ICD&10:&H81)
• Other peripheral vertigo (ICD 10:H81.3)
• Unspecified disorder of vestibular function (ICD 10: H81.9)
7. Pemeriksaan Penunjang 1. Radiologi: foto rontgen, tomografi komputer,pencitraan
Magnetik resonansi (bila perlu)
2. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui
faktor predisposisi.
8. Terapi • Canalith Repotitional Therapy/CRT (ICD 9CM :93.89)
• Latihan Brandt-Daroff (ICD 9CM: 93.89)
• Medikamentosa : Betahistin 48 mg/hari dibagi 2atau 3 dosis
• Vestibular Retraining Therapy (VRT) (ICD 9CM: 93.89)
9. Edukasi Setelah tindakan reposisi pasien disarankan agar tetap
Mempertahankan kepalanya pada posisi tegak selama 24 jam, tidur
dengan 2 bantal (posisi 45 derajat), sehingga kanalit tidak akan mengikuti
gravitasi kembali ke krus dan masuk kembali ke kanalis
semisirkularis posterior.Jika nistagmus tipikal masih ada maka
manuver ini diulang tiap minggu.
10. Prognosis Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : dubia
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
11. Tingkat Rekomendasi KELOMPOK STUDI NEUROTOLOGI PERHATI-KL
 Kepustakaan 1. Nicácio C, Myrelly K, Ribeiro OBDF, Vanessa , Freitas DM,
Maria L,et al. Vertiginous Symptoms and Objective Measures
Of Postural Balance in Elderly People with Benign Paroxysmal
Positional Vertigo Submitted to the Epley Maneuver. Int Arch
Otorhinolaryngol. 2016;20:61–68.
2. Helminski JO. Effectiveness of the Canalith Repositioning
Procedure in the Treatment of Benign Paroxysmal Positional
Vertigo. Physical Therapy Journal. 2014;94(10):1373–82.
3. Luis J,Moreno B, MuñozRC, Balboa IV, Matos YR, Lucia O, et
al. Effectiveness of the Epleys maneuver performed in
primary care to treat posterior canal benign paroxysmal
positional vertigo : study protocol for a randomized controlled
trial.Balvi Moreno et al triala 2014;15:179
4. Helminski JO, Zee DS, Janssen I, Hain TC. Effectiveness of Particle
Repositioning Maneuvers in the Treatment of Benign
Paroxysmal Positional Vertigo : A Systematic Review. American
Physical Therapy Association.2010;90(5):663–78.
5. Gans RE, Gans RE,& Ph D. Treatment Efficacy of Benign
Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) with Canalith
Repositioning Maneuver and Semont Liberatory Maneuver in
376 Patients Treatment Efficacy of Benign Paroxysmal
Positional Vertigo ( BPPV ) with Canalith Repositioning
Maneuver and Semont Liberatory Maneuver in 376 Patients.
SEMINARS IN HEARING.2002;23(2):1293142.
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2018 – 2019

KETULIAN AKlBAT BISING (NOISE INDUCED HEARING LOSS)


1. Pengertian (Definisi) Kurang pendengaran atau tuli akibat paparan bising yang cukup keras
dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya akibat bising di
lingkungan kerja.
2. Anamnesis Paparan bising dalam jangka waktu lama
3. Pemeriksaan Fisik Audiometric nada murni : di frekuensi 4KHz atau 6 KHz
4. Kriteria Diagnosis  Kurang pendengaran
 Tinitus
 Sukar menangkap percakapan terutama di tempat bising
5. Diagnosis Gangguan dengar akibat bising
6. Pemeriksaan Penunjang  Audiometri nada murni : didapat Tuli Sensori neural pada frekwensi
3000-6000 Hz, takik ("notch") pada 4000 Hz. (tanda patognomanik)
 Test Garpu Tala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga sehat
 OAE : Refleks bilateral
 Tympanometry : Type A bilateral
7. Terapi  Pemasangan alat bantu mendengar
 Pemasangan Implant Kohlea (bila tuli total, bilateral)
8. Edukasi Kurangi paparan bising
9. Prognosis Quo ad fungsionam : ad malam
 Kepustakaan Dobie RA. Noise Induced Hearing Loss. In: Bailey B Head and Neck
Surgery. Otolaryngology. 2nd ed. Philadelphia. Lippincott-Raven Publisher;
1998. p.2153-2163
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2018 – 2019

TULI AKIBAT OBAT OTOTOKSIK


1. Pengertian (Definisi) Kurang pendengaran atau tuli akibat pemakaian obat yang bersifat
ototoksik
2. Anamnesis Terdapat riwayat penggunaan obat yang bersifat ototoksik
3. Pemeriksaan Fisik Audiometri nada murni : gangguan dengar sensoneural terutama di
frekuensi tinggi
4. Kriteria Diagnosis Keluhan : - Tinitus
- Gangguan Pendengaran (Sensorineural)
- Vertigo
Pemeriksaan : Otoskopik : membrana timpani utuh
5. Diagnosis Gangguan dengar akibat ototoksik
6. Diagnosa Banding Presbiakusis
7. Pemeriksaan Penunjang  Audiometri nada murni :tuli sensorineural nada tinggi
 Test Garpu Tala: Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga sehat
 OAE : Refleks bilateral
 Tympanometry : Type a bilateral
8. Terapi  Pemasangan Alat Bantu Mendengar
 Pemasangan Implant Kohlea (bila tuli total, Bilateral)
 Psikoterapi
9. Prognosis Quo ad fungsionan : ad malam.
 Kepustakaan Riggs LC, Matz GJ, Rybak LP. Ototoxicity, in Bailey B. BJ Head and Neck
Surgery Otolaryngology 2nd ed. Philadelphia. Lippincott. Raven
Publishers, 1998, p.2165-2170
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2018 – 2019

GANGGUAN DENGAR KONDUKTIF


1. Pengertian (Definisi) Gangguan dengar yang diakibatkan gangguan proses konduksi
2. Anamnesis Penurunan pendengaran yang makin lama makin berat
3. Pemeriksaan Fisik Bias didapatkan :
 Gangguan/masalah pada hidung : hiperemis
 Telinga :
- Membrane timpani perforasi/retraksi/kaku
- Reflex cahaya (-)
- Terdapat cairan
 Tenggorok : Tonsil besar
4. Kriteria Diagnosis  Masalah/gangguan pada hidung, atau
 Kelainan pada pemeriksaan otoskopi, atau
 Pembesaran tonsil
5. Diagnosis Gangguan dengar konduktif
6. Pemeriksaan Penunjang  Audiometri nada murni : gangguan dengar konduktif
 OAE : Refleks
 Tympanometry :type B/C/D/As/Ad
 Refleks akustik : menurun atau (-)
7. Terapi Terapi sesuai dengan etiologinya
8. Prognosis Quo ad fungsionan : dulia ad bonam
 Kepustakaan Hashisaki GT. Sudden Sensory Hearing Loss. In: Bailey BJ. Head and
Neck SurgeryOtolaryngology.2nd ed. Philadelphia. Lippincot-Raven
Publisher. 1998. p.2193-2198.
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2018 – 2019

PRESBIAKUSIS
1. Pengertian (Definisi) Penurunan pendengaran yang berhubungan dengan penuaan
2. Anamnesis Pendengaran mengalami penurunan
3. Pemeriksaan Fisik Dalam batas normal
4. Kriteria Diagnosis  Sulit memahami tutur kata lawan bicara terutama di tempat bising
 Penurunan pendengaran
 Tinitus
5. Diagnosis Presbiakusis
6. Diagnosa Banding Gangguan dengar akibat bising
7. Pemeriksaan Penunjang  Test Penala :
- Rinne : postif
 Audiometri nada murni :
- Gangguan dengar sensoneural bilateral simetris terutama pada
frekuensi tinggi
 Skrining OAE :
 Timpanometry Tipe A lateral
8. Terapi Pemasangan alat bantu dengar atau Cochlear Implant
9. Edukasi  Hindari paparan bising
 Latihan Lip Reading
10. Prognosis Quo ad functionam, : ad malam.
 Kepustakaan Hashisaki GT. Sudden Sensory Hearing Loss. In: Bailey BJ. Head and
Neck SurgeryOtolaryngology.2nd ed. Philadelphia. Lippincot-Raven
Publisher. 1998. p.2193-2198.
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2011 – 2012

TULI MENDADAK
1. Pengertian (Definisi) Tuli yang terjadi secara tiba-tiba daiam waktu antara 12 jam-3 hari,
bersifat sensorineural dapat mengenai satu atau dua Telinga
2. Anamnesis Tiba-tiba tidak bias mendengar tanpa ada riwayat trauma maupun infeksi
3. Pemeriksaan Fisik OAE : dalam batas normal
4. Kriteria Diagnosis  Penurunan/hilang pendengaran secara tiba-tiba
 Telinga mendenging (Tinitus)
 Vertigo
 Rasa penuh pada telinga
5. Diagnosis
6. Diagnosa Banding
7. Pemeriksaan Penunjang  Test Penala :
- Rinne : postif
- Weber: lateralisasi ke telinga sehat
 Audiometri nada murni : Tuli sensorineural
 Audiometri Impedans :
- Timpanogram Tipe A
- Refleks stapedeus : Ipsilateral: negatif positif
Kontralateral : positif
8. Terapi Medikamentosa
9. Edukasi Hindari paparan bising
10. Prognosis Quo ad fungsionam : ad malam (bila tidak terdapat perbaikan dalam 2
minggu pertama).
 Kepustakaan Hashisaki GT. Sudden Sensory Hearing Loss. In: Bailey BJ. Head and
Neck SurgeryOtolaryngology.2nd ed. Philadelphia. Lippincot-Raven
Publisher. 1998. p.2193-2198.
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2011 – 2012

TINNITUS
1. Pengertian (Definisi) Adanya persepsi suara tanpa stimulus akustik
2. Anamnesis Terdengar suara di telinga tanpa ada stimulus suara eksternal
3. Pemeriksaan Fisik OAE : dalam batas normal
4. Kriteria Diagnosis A. Keluhan:
 Tinnitus (terdengar suara di telinga)
 Berkurangnya pendengaran
 Tidur terganggu
B. Pemeriksaan Fisik :
 Pemeriksaan otoskopi : tidak ditemukan kelainan (membran
timpani utuh)
5. Diagnosis Sesuai etiologi
6. Pemeriksaan Penunjang  Audiometri nada murni
 Laboratorium lengkap
 Kepustakaan 1. Schleuning AJ. Tinnitus. in: Bailey BJ. Head & Neck Surgery
Otolaryngology. 2Eu. Lippincott-Raven. Philadelphia-New York
1998.1203-1220
2. SataloffRT. Tinnitus. In : Hearing Loss. 3rd Edition. New York-Basel-
Hongkong. Marcel Dekker, Inc. 1993.
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001
PANDUAN PRAKTIS KLINIS
KOMITE MEDIK
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

Panduan Praktis Klinis


SMF : Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok - Bedah
Kepala dan Leher (THT-KL)
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
2018 – 2019

TULI KONGENITAL/GANGGUAN PENDENGARAN PADA BAYI


& ANAK
1. Pengertian (Definisi) Tuli kongenital merupakan gangguan fungsi pendengaran sejak
lahir. Jenis ketulian biasanya berupa tuli sensorineural berat
bilateral. Dapat juga berupa tuli konduktif bila disertai kelainan
struktur anatomi telinga. Penyebab ketulian kongenital bisa terjadi
pada masa prenatal, perinatal atau postnatal.
2. Anamnesis 1. Belum dapat berbicara atau bicara tidak lancar
2. Tidak dapat mendengar atau pendengaran yang kurang
3. Curiga gangguan pendengaran
4. Riwayat prenatal seperti infeksi dalam kehamilan (TORCH),
mendapatkan pengobatan ototoksik
5. Riwayat perinatal seperti cara lahir tidak normal, saat lahir
tidak menangis, berat badannya yang tidak normal, umur
kelahiran yang tidak cukup bulan
6. Riwayat post natal seperti adanya riwayat kejang,
hiperbilirubinemia, infeksi TORCHs, campak, parotitis,
meningitis dan kelainan bawaan (genetik)
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan lingkar kepala:mikrosefali atau hidrosefalus
2. Kelainan anatomi maksilofasial
3. Pemeriksaan telinga, daun telinga, liang telinga dan membran
Timpani yang abnormal
4. Kriteria Diagnosis Sesuai dengan kriteria anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang
5. Diagnosis Tuli kongenital/Gangguan pendengaran pada bayi dan anak, dapat
Berupa :
• Speech and language development delay to hearing loss (ICD
10:F80.4)
• Conductive hearing loss, bilateral (ICD 10: H90.0)
• Conductive hearing loss, unilateral with unrestricted hearing on
The contralateral side (ICD 10: H90.1)
• Conductive hearing loss, unilateral, right ear, with unrestricted
Hearing on the contralateral side (ICD10:H90.11)
• Conductive hearing loss, unilateral, left ear, with unrestricted
Hearing on the contralateral side (ICD 10: H90.12)
• Conductive hearing loss, unspecified (ICD10: H90.2)
• Sensorineural hearing loss, bilateral (ICD10: H90.3)
• Sensorineural hearing loss, unilateral with unrestricted hearing
On the contralateral side (ICD 10: H90.4)
• Sensorineural hearing loss, unilateral, right ear, with
Unrestricted hearing on the contralateral side (ICD 10: H90.4)
• Sensorineural hearing loss, unilateral, left ear, with unrestricted
Hearing on the contralateral side (ICD 10: H90.42)
6. Diagnosa Banding Neuropati Auditori, ADHD, Autism, CAPD, afasia, retardasi mental,
disleksia, gangguan komunikasi (keterlambatan perkembangan
lainnya
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan fungsi koklea dan pendengaran :
1. Timpanometri(high&frequency < 6 bulan)
2. Oto Acoustic Emission (OAE)
3. Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) click dan tone
burst
4. BERA hantaran tulang
5. Auditory Steady State Response (ASSR)
6. Pemeriksaan Behavioral audiometry
8. Terapi 1. Tentukan usia sesuai maturasi yang tepat (prematur/ cukup bulan/usia
koreksi)
2. Penilaian perkembangan mendengar dan wicara serta
Perkembangan motorik
3. Evaluasi faktor risiko ketulian, termasuk kemungkinan adanya
Sindroma yang berhubungan dengan ketulian
4. Konsul dokter spesialis anak (tumbuh kembang), neurologi anak
5. Bila diperlukan konsul dokter spesialis mata, jantung, dan
psikolog/psikiatri anak
6. Pemeriksaan genetik jika diperlukan
7. Habilitasi :
• Alat Bantu Dengar (ABD) (ICD 9CM: 95.48)
• Implan koklea (ICD 9CM: 20.98)
8. Terapi wicara (ICD 9 CM: 93.74)
9. Terapi mendengar (ICD 9 CM : 93.74)

9. Edukasi • Taman latihan & observasi/ PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini)
• Edukasi orang tua
10. Prognosis Quo ad vitam: dubia ad bonam
Quo ad functionam: dubia ad bonam
Quo ad sanactionam: dubia ad bonam
11. Penelaah Kritis KELOMPOK STUDI THT - KOMUNITAS PERHATI - KL
 Kepustakaan 1. Hodgson WR. Testing infants and young children.In: Handbook
of Clinical Audiology. Katz JK. 5th edition. William and Wilkins,
Baltimore,2002.
2. Gelfand SA. Assessment of Infant and Children. In: Essentials of
Audiology. 2nd edition Thieme, New York, Stutgart, 2001: p.377396
3. Diefendorf AO. Detection and Assessment of Hearing Loss in
Infant and Children. In:Handbook of clinical audiology. Katz JK.
Ed 5th edition. William and Wilkins, Baltimore, 2002: p. 440365.
4. Rehm HL. Genetic hearing loss. In: Pediatri audiology. 1st edition. Thieme,
New York, 2008: p. 13325.
5. Alexiades G. Medical evaluation and management of hearing
loss in children. In: Pediatric audiology. 1st edition. Thieme,
New York, 2008: p. 25331.
6. Lee KJ. Congenital hearing loss. In: Essential otolaryngology
head and neck surgery. Ninth edition. The McGraw3Hill
Companies, Inc. New York, 2008: p.135362.
7. Wetmore RF. Pediatric otolaryngology. In: the requisites in
pediatric. Mosby Elsevier, Philadelphia, 2007: p. 66.
8. International Classification of Diseases 10th Revision (ICD& 10).
World Health Organization
9. International Classification of Diseases 9th Revision Clinical Modification (ICD
9CM). World Health Organization
Bandung, 10 September 2018
Ketua Komite Medik, Kepala KSM,

Dr. Tono Djuwantono, dr., SpOG(K)., M.Kes Dr. Lina Lasminingrum, dr., Sp.T.H.T.K.L(K)., M.Kes
NIP. 196003171987011001 NIP. 196610231991022001

Anda mungkin juga menyukai