7 Fyvububb
7 Fyvububb
b. Gizi Masyarakat
Perkembangan masalah gizi di Indonesia semakin kompleks, sebab selain
masih menghadapi masalah kekurangan gizi, masalah kelebihan gizi juga
menjadi persoalan yang harus kita tangani dengan serius. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014, perbaikan status gizi
masyarakat merupakan salah satu prioritas dengan menurunkan prevalensi
balita gizi kurang (underweight) menjadi 15% dan prevalensi balita pendek
(stunting) menjadi 32% pada tahun 2014. Hasil Riskesdas tahun 2007 dan
tahun 2013 menunjukkan fakta yang memprihatinkan di mana underweight
meningkat dari 18,4% menjadi 19,6%, stunting juga meningkat dari 36,8%
menjadi 37,2%, sementara wasting (kurus) menurun dari 13,6% menjadi
12,1%. Riskesdas tahun 2010 dan tahun 2013 menunjukkan bahwa kelahiran
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) <2500 gram menurun dari 11,1%
menjadi 10,2%. Tidak hanya terjadi pada usia balita, prevalensi obesitas
yang meningkat juga terjadi di usia dewasa. Hal ini terbukti dari
peningkatan prevalensi obesitas sentral (lingkar perut >90 cm untuk laki2 dan
>80 cm untuk perempuan) dari tahun 2007 ke tahun 2013. Untuk tahun 2013,
prevalensi tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (39,7%) yaitu 2,5 kali lipat
dibanding prevalensi terendah di Provinsi NTT (15.2%). Prevalensi obesitas
sentral naik di semua provinsi, namun laju kenaikan juga bervariasi, tertinggi
di Provinsi DKI Jakarta, Maluku, dan Sumatera Selatan. Mencermati hal
tersebut, pen-didikan gizi seimbang yang proaktif serta PHBS menjadi suatu
kewajiban yang harus dilaksanakan di masyarakat.
c. Penyakit Menular
Untuk penyakit menular,prioritas masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS,
tuberkulosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Di samping
itu, Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit
neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lainlain. Angka
kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit menular yang dapat
dicegah dengan imunisasi seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B,
dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal sudah sangat menurun,
bahkan pada tahun 2014, Indonesia telah dinyatakan bebas polio.
Kecenderungan prevalensi kasus HIV Pada penduduk usia 15 - 49 tahun
meningkat. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada penduduk usia
15 - 49 tahun hanya 0,16% dan meningkat menjadi 0,30% pada tahun 2011,
meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus meningkat menjadi 0,43%
pada 2013. Namun angka Case Fatality Rate (CFR) AIDS menurun dari
13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013.
e. Kesehatan Jiwa
Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban
kesehatan yang signifikan. Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan
prevalensi gangguan mental emosional (gejala-gejala depresi dan ansietas)
sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini berarti lebih dari 14 juta jiwa
menderita gangguan mental emosional di Indonesia. Sedangkan untuk
gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah 1,7 per
1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa
berat (psikosis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat
sebesar 14,3% atau sekitar 57.000 kasus.
Gangguan jiwa dan penyalahgunaan NAPZA juga berkaitan dengan
masalah perilaku yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan
laporan dari Mabes Polri pada tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh diri
sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang berarti ada sekitar 1.170 kasus
bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun. Prioritas untuk kesehatan jiwa
adalah mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat
(UKJBM) yang ujung tombaknya adalah Puskesmasdan bekerja bersama
masyarakat, mencegah meningkatnya gangguan jiwa masyarakat.
Selain permasalahan kesehatan di atas terdapat juga berbagai
permasalahan yang masih perlu mendapatkan perhatian khusus, misalnya
masalah kesehatan lingkungan, masalah penyakit tropis yang terabaikan,
permasalahan SDM Kesehatan, pembiayaan di bidang kesehatan dan lain
sebagainya.
Untuk mengatasi permasalahan kesehatan tersebut telah dilakukan
berbagai upaya pendekatan program, misalkan dengan program peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan, program pemberdayaan masyarakat
bidang kesehatan, program aksesibilitas serta mutu sediaan farmasi dan alat
kesehatan, program penelitian dan pengembangan, program manajemen,
regulasi dan sistem informasi kesehatan dan program kesehatan lainnya.
Sebagai upaya untuk mendukung program yang saat ini dirasakan kurang
maka perlu dilakukan penetapan area prioritas yang dapat memberikan
dampak yang signifikan dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat tanpa
meninggalkan program diluar area prioritas.
2.2.1.2 Kontrasepsi
Kontrasepsi merupakan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya
kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan permanen
(Wiknjosastro, 2007). Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh
sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi
ke dinding rahim (Nugroho dan Utama, 2014).
1) Memilih Metode Kontrasepsi
Menurut Hartanto (2002), ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih kontrasepsi. Metode kontrasepsi yang baik ialah kontrasepsi
yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
Aman atau tidak berbahaya
Dapat diandalkan
Sederhana
Murah
Dapat diterima oleh orang banyak
Pemakaian jangka lama (continution rate tinggi)
2) Macam – macam Kontasepsi
a. Metode Kontrasepsi Sederhana
b. Metode Kontrasepsi Hormonal
c. Metode Kontrasepsi dengan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
d. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi Pil
Kontrasepsi Suntik
Kontrasepsi
Implant
2.2.2 Ibu melakukan persalinan di fasilitas kesehatan
1. Kunjungan Antenatal Care (ANC) bagi ibu hamil sesuai standar
a. Pengertian Antenatal Care
Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga
kesehatan terlatih untuk ibu selama masakehamilannya, dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar
Pelayanan Kebidanan (SPK) (Depkes, 2010).Pengawasan sebelum lahir
(antenatal) terbukti mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
upaya meningkatkan kesehatan mental dan fisik kehamilan, untuk
menghadapi persalinan. Dengan pengawasan hamil dapat diketahui
berbagai komplikasi ibu yang dapat memengaruhi kehamilan atau
komplikasi hamil sehingga segera dapat diatasi (Manuaba,1999).
Pemberian ASI eksklusif adalah bayi hanya diberikan ASI saja tanpa
tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan
tanpa bubur nasi dan tim ( Roesli U, 2001 ).
10) Setelah bayi membuka mulut (anjurkan ibu untuk mendekatkan dengan cepat
kepala bayi ke payudara ibu, kemudian memasukkan puting susu serta
sebagian besar areola ke mulut bayi)
11) Setelah bayi mulai menghisap, menganjurkan ibu untuk tidak memegang atau
menyangga payudara lagi
12) Menganjurkan ibu untuk memperhatikan bayi selama menyusui
13) Mengajari ibu cara melepas isapan bayi (jari kelingking dimasukkan ke
mulut bayi melalui sudut mulut atau dagu bayi ditekan ke bawah.
14) Setelah selesai menyusui, mengajarkan ibu untuk mengoleskan sedikit ASI
pada puting susu dan areola. Biarkan kering dengan sendirinya
2. Epidemiologi TB
WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk
dunia ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga
menyatakan bahwa TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru
di negara berkembang cukup tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar
110 orang penderita baru per 100.000 penduduk.
3. Gejala TB
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus
yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak
terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan
diagnosa secara klinik.
1) Gejala sistemik/umum:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan
kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara
“mengi”,suara nafas melemah yang disertai sesak.
4. Diagnosis TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih
tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas,
dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien remaja dan
dewasa, serta skoring pada pasien anak. Pemeriksaan dahak berfungsi untuk
menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan
potensi penularan.
5. Pengobatan TB
Harian 3 x Seminggu
Isoniasid ( H ) Bakterisid 5 10
(4-6 ) ( 8-12 )
Rifampicin ( R ) Bakterisid 10 10
( 8 -12 ) ( 8- 12 )
Pyrazinamid ( Z ) Bakterisid 25 35
( 20-30 ) ( 30-40 )
Steptomycin ( S ) Bakterisid 15
( 12-18 )
Etambutol ( E ) Bakteriostatik 15 30
( 15-20 ) ( 20-35 )
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai kategori pengobatan.
3. Pengobatan TB paru diberikan dalam dua tahap, yaitu tahap awal (intensif)
dan lanjutan.
6. Pencegahan TB
Tindakan Pencegahan.
Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti
kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.
Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan pnderita, kontak atau
suspect gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi
penderita, kontak, suspect, perawatan.
Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap
penyakit inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.
BCG, vaksinasi diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan
bagi ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun
ditingkat tersebut berupa tempat pencegahan.
Memberantas penyakit TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi
dan pasteurisasi air susu sapi .
Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karena menghirup udara
yang tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.
Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala TBC paru.
Pemeriksaan screening dengan tuberculin test pada kelompok beresiko
tinggi seperti para emigrant, orang–orang kontak dengan penderita, petugas
dirumah sakit, petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.
Investor
Pemberi Kerja
Penerima Pensiun
Veteran
Perintis Kemerdekaan dan Bukan Pekerja yang tidak
termasuk huruf a sampai dengan huruf e yang mampu
membayar Iuran.
b) Status kepesertaan akan hilang bila peserta tidak membayar Iuran atau
meninggal dunia (Kemenkes-RI, 2014).
4. Besaran Iuran