Anda di halaman 1dari 8

Protobiont (2017) Vol.

6 (3) : 18 - 25

Pertumbuhan Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) yang diberi


Pupuk Kompos Kotoran Kambing dengan Dekomposer
Trichoderma harzianum

Namira Putri Juliana Rangkutil, Mukarlina1, Rahmawati1


1
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura, Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak
Email korespondensi: Namiraputri_@yahoo.com

Abstract

Red spinach (Amaranthus tricolor L.) is one of vegetables which contains anthocyanin. This crop has not
planted widely in West Kalimantan since this area has pits land. One of planting techniques to grow this crop
on pits land is by adding fertilizer. The basic compost is goat manure. To fasten the composting process,
Trichoderma harzianum was added as decomposer. The study was aiming at knowing the effect of goat manure
compost with T. harzianum decomposer on the red spinach growth. The study used complete randomized
design with 6 treatments. ANOVA result showed that adding compost fertilizer had significant effect on 6
treatment of red spinach (A. tricolor L.), such as plant height (F5,24 = 22,734, p = 0,0001), number of leaf (F5,24
= 17,266, p = 0,0001), wet weight stem (F5,24 = 11,717, p = 0,0001), dry weight stem (F5,24 = 11,770, p = 0,0001),
wet weight root (F5,24 = 5,965, p = 0,0001), and dry weight root (F5,24 = 5,196, p = 0,002).

Keywords: Red spinach (Amaranthus tricolor L.), Goat manure compost, Trichoderma harzianum

PENDAHULUAN terhambat (Sagiman, 2007; Agus & Subiksa,


2008). Tanaman pertanian umumnya sulit untuk
Bayam merah (Amaranthus tricolor L.) merupakan dapat tumbuh pada lahan gambut dikarenakan
salah satu jenis tanaman sayuran yang kadar pH yang rendah, rasio C/N yang tinggi dan
mengandung antosianin. Antosianin pada bayam ketersediaan hara bagi tanaman yang rendah (Noor,
merah berperan sebagai antioksidan yang berfungsi 2001).
untuk mencegah pembentukan radikal bebas
(Lingga, 2010). Menurut Badan Pusat Statistik Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian
Provinsi Kalimantan Barat tingkat produksi bayam memerlukan pengelolaan yang tepat agar dapat
pada tahun 2014 mencapai 2.897 ton, namun nilai meningkatkan produktivitas lahan gambut (Agus &
produksi tersebut masih rendah bila dibandingkan Subiksa, 2008). Penambahan pupuk kompos
dengan jenis tanaman sayuran lainnya seperti merupakan teknik yang dapat dilakukan untuk
kangkung yang memiliki nilai produksi mencapai memperbaiki sifat fisik dan kimia lahan gambut.
5.702 ton pada tahun 2014. Budi daya bayam Pupuk kompos merupakan pupuk organik hasil
merah yang masih terbatas disebabkan oleh kondisi dekomposisi bahan organik seperti sisa-sisa
lahan pertanian dengan kandungan hara yang tumbuhan dan kotoran hewan.
rendah. Menurut Pracaya (2007) produktivitas
bayam merah dapat meningkat jika ditanam pada Kotoran kambing berpotensi sebagai bahan baku
kondisi lahan dengan kandungan bahan organik pupuk kompos, dengan kandungan unsur kalium
yang tinggi, ketersediaan unsur hara nitrogen yang dan nitrogen yang lebih tinggi bila dibandingkan
tinggi dan memiliki kisaran pH 6-7. dengan kotoran sapi. Kotoran kambing dapat
digunakan sebagai pupuk setelah mengalami
Sebagian besar lahan pertanian di daerah proses pengomposan terlebih dahulu (Parnata,
Kalimantan Barat merupakan lahan gambut dengan 2010). Proses pengomposan dapat berlangsung
luas total 1.046.483 Ha, sedangkan luas total lahan dengan cepat jika ditambahkan dengan aktivator
gambut yang layak digunakan sebagai lahan kompos (biang/inokulan), salah satunya yaitu
pertanian sebesar 81.045 Ha (Ritung et al., 2011). aktivator yang terbuat dari jamur Trichoderma
Kondisi jenuh air pada tanah gambut menyebabkan harzianum (Suwahyono, 2011). Menurut Suhesy &
proses dekomposisi bahan organik menjadi Andriani (2014), penggunaan aktivator berupa
18
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

jamur T. harzianum dalam pengomposan kotoran Prosedur Kerja


kambing dapat meningkatkan kandungan unsur Pembuatan Pupuk Kompos Kotoran Kambing
kalium dan menurunkan rasio C/N kompos yang Kotoran kambing yang sudah disediakan
dihasilkan. dikeringanginkan terlebih dahulu dan dihaluskan.
Kotoran kambing yang sudah siap digunakan
Pemberian aktivator kompos (biang/inokulan) ditimbang sebanyak 5 kg, dedak ditimbang
Trichoderma akan memberikan hasil yang lebih sebanyak 500 g dan inokulan Trichoderma padat
optimal bila dibandingkan dengan pemberian sebanyak 2 kg. Bahan-bahan yang sudah ditimbang
pupuk kandang secara langsung pada tanaman dicampur satu persatu kemudian diaduk hingga
(Soenandar & Tjachjono, 2012). Hal tersebut rata dan ditambahkan air gula merah secukupnya
didukung oleh penelitian Rahayu et al. (2014) yang untuk menjaga tingkat kelembaban dan sebagai
menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang sumber energi untuk Trichoderma. Bahan-bahan
kambing pada konsentrasi tinggi tidak berpengaruh yang sudah tercampur merata kemudian
nyata terhadap pertumbuhan tanaman wortel dimasukkan ke dalam karung dan diikat rapat
(Daucus carota L.). Oleh karena itu perlu menggunakan tali rafia. Proses pengomposan
dilakukan penelitian mengenai pengaruh dibiarkan selama 30 hari hingga pupuk kompos
pemberian pupuk kompos kotoran kambing dengan diaplikasikan (BPTP, 2009).
dekomposer Trichoderma terhadap pertumbuhan
tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor L.). Pengelolaan Tanah dan Persiapan Media Tanam
Media tanam menggunakan tanah gambut yang
BAHAN DAN METODE belum diolah. Tanah gambut dikeringanginkan dan
dihaluskan lalu diayak dengan saringan tanah.
Waktu dan Tempat Penelitian Tanah disterilisasi terlebih dahulu menggunakan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus
autoklaf pada suhu 121°C dengan tekanan 1 atm
hingga bulan November 2016. Pembuatan pupuk
selama 15 menit. Tanah ditambahkan dengan
kompos, penanaman, pengamatan dan pengukuran
dolomit sebanyak 19,48 g/100 g tanah agar pH
dilakukan di Laboratorium Biologi, Fakultas
tanah mencapai (pH 6,00), kemudian diinkubasi
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
selama ± 14 hari. Tanah yang sudah diinkubasi
Universitas Tanjungpura, Pontianak. Analisis
kemudian dimasukkan dalam polybag dengan
Tanah dan pupuk kompos dilakukan di
takaran 2 kg untuk setiap polybag dan ditambahkan
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah,
dengan pupuk kompos sesuai dengan perlakuan
Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura,
(Toruan, 2015).
Pontianak.
Pembibitan Tanaman Bayam
Bahan
Penanaman bayam dilakukan setelah tanah gambut
Bahan-bahan yang digunakan adalah akuades,
siap digunakan sebagai media tanam. Pembibitan
benih tanaman bayam merah (Amaranthus tricolor
bayam dilakukan dengan menebar benih bayam
L.), dedak, dolomit, gula merah, kotoran kambing,
sebanyak empat benih per polybag. Tanaman
starter padat Trichoderma harzianum (Koleksi
bayam hasil semaian yang sudah tumbuh dipilih
Laboratorium Pengamatan Hama dan Penyakit/
satu untuk digunakan sebagai tanaman uji dengan
Agen Hayati Provinsi Kalimantan Barat dan tanah
kriteria memiliki empat helaian daun dan tingginya
gambut.
sekitar 2-4 cm.
Rancangan Penelitian
Pemeliharaan Tanaman
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
Tanaman yang digunakan sebagai tanaman uji
Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang mengacu
dipelihara dengan melakukan penyiraman tanaman
pada hasil penelitian (Andreilee et al. 2014; Tufaila
setiap pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB dan sore
et al. 2014; Lestari et al. 2012) yang terdiri dari 6
hari sekitar 16.30 WIB. Penyiangan gulma
taraf perlakuan yaitu tanpa pupuk kompos
dilakukan setiap hari dengan mencabut tanaman
(kontrol) (P0), pupuk kompos kotoran kambing 25
gulma yang tumbuh di sekitar tanaman bayam dan
g (P1), pupuk kompos kotoran kambing 50 g (P2),
membunuh hama yang hinggap (Toruan, 2015).
pupuk kompos kotoran kambing 75 g (P3), pupuk
kompos kotoran kambing 100 g (P4) dan pupuk Variabel Pengamatan
kompos kotoran kambing 125 g (P5). Setiap Pupuk kompos kotoran kambing yang telah
perlakuan diulang sebanyak 5 kali sehingga mengalami pengomposan diuji kualitasnya secara
diperoleh 30 unit percobaan. fisik (meliputi warna, aroma, bentuk bahan dasar)
19
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

dan kandungan kimia meliputi rasio C/N, pH, Tabel 1 Hasil analisis Pupuk Kompos Kotoran Kambing
kandungan unsur hara N (nitrogen), P (fosfor), K Parameter Satuan Pupuk Kompos Permentan 2011
(kalium), Mg (magnesium), Ca (kalsium), Mn pH 7,71 (4-8)
(mangan), Fe (besi), Cu (tembaga) dan Zn (seng).
C-organik (%) 47,85 min 15 %
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur
39 HST. Parameter pertumbuhan yang diukur C/N rasio 15,34 (15-25)
meliputi tinggi tanaman (cm), jumlah daun Kadar
Hara
(helaian), berat basah tajuk (g), berat kering tajuk (N+P2O5+K2O)
(g), berat basah akar (g) dan berat kering akar (g). (N+P2O5
(%) (3,12+2,68+1,8) min 4%
+K2O)
Parameter lingkungan yang diukur yaitu pH tanah,
suhu udara (°C) dan kelembaban udara (%). Fe (ppm) 659,87 maks 9000
Mn (ppm) 613,05 maks 5000
Analisis Data Zn (ppm) 107,05 maks 5000
Data hasil pengukuran parameter pertumbuhan
Cu (ppm) 13,31 250-5000
meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah
akar dan tajuk serta berat kering akar dan tajuk Mg (%) 0,44
dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Ca (%) 1,64
Varians) dan apabila hasilnya berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan Uji Duncan pada taraf Pengaruh Pupuk Kompos terhadap Pertumbuhan
kepercayaan 5 % menggunakan SPSS versi 18. Tanaman Bayam Merah (A. tricolor L.)
Berdasarkan hasil analisis data menunjukkan
bahwa pemberian pupuk kompos berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN nyata terhadap 6 parameter pertumbuhan tanaman
bayam merah (A. tricolor L.) yaitu tinggi tanaman
Hasil (F5,24 = 22,734, p = 0,0001), jumlah daun (F5,24 =
Pupuk Kompos Kotoran Kambing 17,266, p = 0,0001), berat basah tajuk (F5,24 =
Pupuk kompos yang telah matang dianalisis 11,717, p = 0,0001), berat kering tajuk (F5,24 =
berdasarkan sifat fisik dan kandungan kimia. Sifat 11,770, p = 0,0001), berat basah akar (F5,24 = 5,965,
fisik yang diamati berupa perubahan warna dan p = 0,001) dan berat kering akar (F5,24 = 5,196, p =
aroma, serta bentuk bahan dasar yang digunakan 0,002).
dalam pembuatan pupuk kompos. Proses
pengomposan dilakukan selama 30 hari, pupuk
kompos tampak berwarna cokelat pada awal
pengomposan dan berubah menjadi hitam setelah
30 hari pengomposan (Gambar 1).

Gambar 2. Rerata tinggi tanaman bayam merah


Gambar 1. Perubahan warna pada pupuk kompos (A) (A. tricolor L.)
Pupuk kompos hari pertama (sebelum
matang) dan (B) Pupuk kompos hari ke-30 Hasil uji Duncan menunjukkan rerata tinggi
(Pupuk kompos matang). tanaman pada perlakuan pupuk kompos 25, 50, 75,
100, dan 125 g berbeda nyata dengan rerata tinggi
Komponen kimia pupuk kompos yang dianalisis tanaman pada kontrol. Rerata tinggi tanaman pada
meliputi nilai pH, C-organik, rasio C/N dan konsentrasi pemberian kompos 100 g tidak berbeda
kandungan hara. Komponen kimia disesuaikan nyata dengan rerata tinggi tanaman pada
dengan Peraturan Menteri Pertanian No. konsentrasi pemberian kompos 75 dan 125 g
70/Permentan/SR.140/10/2011 (Tabel 1). (Gambar 2).

20
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

rerata berat kering tajuk pada konsentrasi


pemberian kompos 75, 100 dan 125 g tidak berbeda
nyata (Gambar 5).

Gambar 3. Rerata jumlah daun tanaman bayam merah


(A. tricolor L.)
Gambar 5. Rerata berat kering tajuk tanaman bayam
Rerata jumlah daun pada semua perlakuan pupuk merah (A. tricolor L.)
kompos berbeda nyata dengan rerata jumlah daun
pada kontrol. Nilai rerata jumlah daun pada
konsentrasi pemberian kompos 100 g tidak berbeda
nyata dengan rerata jumlah daun pada konsentrasi
pemberian kompos 75 dan 125 g (Gambar 3).

Gambar 6. Rerata berat basah akar tanaman bayam


merah (A. tricolor L.)

Gambar 4. Rerata berat basah tajuk tanaman bayam Rerata berat basah akar pada pemberian pupuk
merah (A. tricolor L.) kompos 25, 50, dan 75 g tidak berbeda nyata
dengan rerata berat basah akar pada kontrol,
Hasil uji parameter berat basah tajuk menunjukkan sedangkan rerata berat basah akar pada pemberian
bahwa rerata berat basah tajuk pada perlakuan pupuk kompos 100 dan 125 g berbeda nyata
pupuk kompos 25, 50, 75, 100, dan 125 g berbeda dengan berat basah akar pada kontrol. Nilai rerata
nyata dengan rerata berat basah tajuk pada kontrol. berat basah akar pada pemberian kompos 100 g
Nilai rerata berat basah tajuk pada konsentrasi tidak berbeda nyata dengan rerata berat basah akar
pemberian kompos 100 g tidak berbeda nyata pada pemberian kompos 125 g (Gambar 6).
dengan rerata berat basah tajuk pada konsentrasi
pemberian kompos 75 dan 125 g (Gambar 4). Hasil uji parameter berat kering akar pada
pemberian pupuk kompos 25, 50, dan 75 g tidak
Rerata berat kering tajuk pada perlakuan pupuk berbeda nyata dengan rerata berat kering akar pada
kompos 25, 50, 75, 100, dan 125 g berbeda nyata kontrol, sedangkan rerata berat kering akar pada
dengan rerata berat kering tajuk pada kontrol. Nilai pemberian pupuk kompos 100 dan 125 g berbeda
21
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

nyata dengan kontrol. Nilai rerata berat kering akar (bioaktivator). Hal ini dikarenakan jamur T.
pada konsentrasi pemberian kompos 100 g tidak harzianum merupakan salah satu dari
berbeda nyata dengan rerata berat kering akar pada mikroorganisme yang mampu mendegradasi bahan
konsentrasi pemberian kompos 75 dan 125 g organik seperti selulosa, hemiselulosa, lignin dan
(Gambar 7). xilan yang merupakan komponen besar penyusun
dinding sel tumbuhan. Menurut Howard (2003)
dan Mukhlis (2013) jamur T. harzianum mampu
memproduksi enzim-enzim seperti selulase,
hemiselulase, ligninase dan xylanase yang secara
berurutan mampu merombak senyawa selulosa,
hemiselulosa, lignin dan xilan menjadi senyawa
glukosa. Adanya glukosa akan menjadi sumber
energi bagi mikroorganisme lain yang ada pada
kotoran kambing, sehingga mikroorganisme lain
akan ikut aktif dalam mendegradasi senyawa
organik yang ada pada pada kotoran kambing.
Menurut Schlegel & Schmidt (1994) beberapa
mikroorganisme seperti jamur, bakteri dan
aktinomisetes memanfaatkan glukosa sebagai
sumber energi utama dalam metabolismenya.
Gambar 7. Rerata berat kering akar tanaman bayam
merah (A. tricolor L.) Peran jamur T. harzianum sebagai bioaktivator
adalah dengan mempersingkat waktu
pengomposan. Menurut Amin et al. (2015) adanya
Pembahasan penambahan akivator Trichoderma sp. pada
Kotoran kambing dan bahan campuran lainnya pembuatan pupuk kompos akan mempersingkat
yang sudah dikomposkan mengalami perubahan waktu pengomposan yang seharusnya berlangsung
warna yang semula berwarna hijau kecokelatan 2-3 bulan menjadi 3-4 minggu. Semakin
menjadi cokelat kehitaman, bertekstur remah, singkatnya waktu yang dibutuhkan dalam
bentuk bahan asal sudah tidak dapat dikenali dan pembuatan kompos mengindikasikan bahwa jamur
beraroma tanah (Gambar 1). Perubahan Trichoderma sangat efektif dalam mendegradasi
karakteristik fisik pada kompos menunjukkan senyawa organik pada bahan dasar kompos.
adanya aktivitas dari jamur T. harzianum sebagai
mikroorganisme pengurai. Karakteristik fisik Hasil penelitian menunjukkan bahwa parameter
kompos kotoran kambing sesuai dengan hasil tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman bayam
penelitian Wulandari et al. (2014) yang dengan perlakuan kompos 100 g memberikan hasil
menunjukkan bahwa kompos yang sudah matang yang optimal (Gambar 2 dan Gambar 3). Pupuk
berwarna cokelat kehitaman, konsistensi gembur kompos kotoran kambing 100 g telah mengandung
dan beraroma tanah. Proses humifikasi dan unsur hara yang sesuai untuk pertumbuhan bayam
mineralisasi yang berlangsung cepat menyebabkan merah. Kandungan unsur nitrogen (N) dalam
warna kompos menjadi semakin gelap (dark kompos berperan penting untuk pertumbuhan
brown). vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman dan
jumlah daun. Menurut Marsono (2011) unsur
Kompos kotoran kambing dengan dekomposer nitrogen (N) berperan dalam merangsang
T. harzianum ditinjau dari hasil analisis kandungan pertumbuhan vegetatif yaitu pembentukan batang,
hara, rasio C/N dan nilai pH telah memenuhi akar dan daun. Hanafiah (2010) menyatakan bahwa
standar Permentan (2011). Kompos mengandung unsur (N), (P) dan (K) berperan dalam merangsang
hara makro (N 3,12 %, P 1,17 %, K 1,49 %, Ca 1,64 pembelahan sel pada jaringan meristem apeks yang
% dan Mg 0,44 %), hara mikro (Fe. Mn, Cu dan akan memacu pemanjangan sel sehingga tanaman
Zn) dengan rasio C/N 15,34 dan nilai ph 7,71 akan bertambah tinggi, pembelahan sel pada
(Tabel 1). Kandungan hara pada kompos meristem apeks juga akan diikuti oleh pembelahan
merupakan hasil penguraian bahan organik oleh sel primordia daun yang akan membentuk bakal
mikrorganisme pengurai menjadi bentuk yang daun.
tersedia.
Pengomposan pada penelitian ini menggunakan Pengaruh pupuk kompos kotoran kambing dengan
jamur T. harzianum sebagai dekomposer dekomposer T. harzianum dalam penelitian ini
22
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

sangat berpengaruh pada tinggi tanaman bayam tanaman. Lakitan (2011) menyatakan bahwa
merah (Gambar 2). Berbeda halnya dengan hampir 90 % dari penyusun sel tanaman adalah air.
penelitian Djamaan (2006) yang menggunakan
pupuk kompos kotoran kambing dengan aktivator Hasil pengamatan terhadap berat kering tajuk dan
Em4 terhadap pertumbuhan tanaman selada akar menunjukkan bahwa perlakuan kompos 100 g
(Lactuca sativa L.) Menurut Djamaan (2006) memberikan hasil yang optimal pada nilai rerata
tinggi tanaman selada pada perlakuan pupuk berat kering tajuk dan akar (Gambar 5, Gambar 7).
kompos 124 g hasilnya tidak berbeda nyata dengan Berat kering tajuk dan akar sangat dipengaruhi oleh
perlakuan pupuk kompos 31, 62 dan 93 g. Hal ini adanya proses fotosintesis yang melibatkan organ
membuktikan bahwa jamur T. harzianum sangat daun. Semakin banyak jumlah daun maka proses
baik digunakan dalam pembuatan pupuk kompos, fotosintesis akan berlangsung optimal, sehingga
khususnya dalam pembuatan pupuk kompos fotosintat yang terbentuk akan semakin banyak.
kotoran kambing. Menurut Kesuma & Salamah (2013), bahwa
semakin tinggi tanaman dan semakin banyak
Hasil berat basah tajuk dan berat basah akar jumlah daunnya maka jumlah fotosintat yang
menunjukkan bahwa pemberian kompos 100 g dihasilkan juga akan semakin meningkat. Salisbury
memberikan hasil yang optimal terhadap berat & Ross (1995) menambahkan, fotosintat yang
basah tajuk dan akar tanaman bayam merah disalurkan ke jaringan tanaman meliputi
(Gambar 4, Gambar 6). Pemanfaatan T. harzianum polisakarida, lipid, protein dan asam amino.
sebagai aktivator (biang/inokluan) dalam Keseluruhan bahan tersebut adalah penyusun sel
pengomposan memberikan hasil yang optimal yang secara tidak langsung akan memengaruhi
terhadap pertumbuhan bayam merah. Hasil massa suatu sel. Dalam hal ini adalah sel-sel
penelitian Espritu (2011) menunjukkan bahwa penyusun bagian tajuk dan akar tanaman bayam
pemberian kompos dengan aktivator T. harzianum merah.
dan Azotobacter sp. mampu meningkatkan berat
basah dan berat kering tanaman kacang hijau Berat kering tajuk dan akar selain dipengaruhi oleh
(Vigna radiata L.) secara signifikan, jika adanya akumulasi fotosintat juga dipengaruhi oleh
dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan mineral atau unsur hara yang diserap oleh tanaman.
kompos dengan aktivator Trichoderma ataupun Menurut Sitompul & Guritno (1995) dan Lakitan
Azotobacter saja. (2011) unsur hara yang diserap oleh tanaman dari
lingkungan akan sangat berpengaruh terhadap
Berat basah tajuk dan akar dipengaruhi oleh jumlah berat kering suatu tanaman. Hanafiah (2010)
serapan air dan hara pada suatu tanaman. Proses menambahkan bahwa unsur N, P, dan K
penyerapan air dan unsur hara sangat berkaitan erat merupakan unsur hara essensial yang berperan
dengan sistem perakaran. Menurut Lakitan (2011) penting dalam pembelahan sel dan pemanjangan
unsur hara fosfor (P) merupakan unsur hara sel. Semakin bertambah jumlah sel maka berat
essensial yang berperan merangsang kering tanaman juga akan semakin meningkat
perkembangan akar. Sistem perkembangan akar dikarenakan protoplasma sel juga akan ikut
yang baik akan memperluas bidang serapan hara, bertambah.
sehingga akan meningkatkan jumlah serapan air
dan hara. Menurut Salisbury & Ross (1995) unsur
N berperan penting dalam menyusun hormon Berat kering tajuk yang lebih tinggi dibandingkan
tumbuhan yaitu sitokinin dan auksin. Sitokinin berat kering akar (Gambar 5 dan Gambar 7)
berfungsi dalam pembelahan sel dan auksin menunjukkan bahwa tanaman memiliki
berperan dalam pemanjangan sel. pertumbuhan yang baik. Salisbury & Ross (1995)
menyatakan bahwa mineral pada bagian tajuk
Pembelahan sel pada meristem pucuk apeks dan jumlahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang
pada sel primordial daun menyebabkan ada pada akar. Menurut Sitompul & Guritno (1995)
pertambahan jumlah sel sehingga akan semakin tinggi rasio perbandingan berat kering
meningkatkan berat basah tanaman, sesuai dengan tajuk terhadap akar menunjukkan bahwa tanaman
hasil rerata tinggi tanaman dan jumlah daun memiliki pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat
(Gambar 2 dan Gambar 3). Bertambahnya jumlah diartikan bahwa proses translokasi mineral dari
sel secara tidak langsung akan menambah kadar air akar menuju tajuk dan translokasi hasil fotosintesis
dan berakibat pada bertambahnya berat basah di daerah tajuk berlangsung dengan baik.

23
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

DAFTAR PUSTAKA Mukhlis, Saud, HM, Habib, SH, Ismail, MR, Sariah, M
& Kausar, H, 2013, Australian Journal of Corp
Agus, F & Subiksa, MIG, 2005, Lahan Gambut: Potensi Science, vol. 7, no. 3, hal. 425-431
untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan, Balai Noor, 2001, Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan
Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre Kendala, Kanisius, Yogyakarta
(ICRAF), Bogor, Indonesia
Parnata, AS, 2010, Meningkatkan Hasil Panen dengan
Amin, F, Adiwirman & Yoseva, S, 2015, ‘Studi Waktu Pupuk Organik, PT.Agromedia Pustaka, Jakarta
Aplikasi Pupuk Kompos Leguminosa dengan
Bioaktivator Trichoderma sp. terhadap Permentan, 2011, Peraturan Menteri Pertanian No.41/
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai Permentan/SR.140/10/2011
Merah (Capsicum annuum L.)’, Jom Faperta, Pracaya, IR, 2007, Bertanam Sayuran Organik di
vol. 2, no. 1, hal. 1-15 Kebun, Pot & Polibag, Penebar Swadaya,
Andreilee, BF, Santoso, M & Nugroho, A, 2014, Jakarta
‘Pengaruh Jenis Kompos Kotoran Ternak dan Rahayu, TB, Simanjuntak, BH & Suprihati, 2014,
Waktu Penyiangan terhadap Produksi Tanaman ‘Pemberian Kotoran Kambing Terhadap
Pakcoy (Brassica rapasub.Chinensis) Organik’, Pertumbuhan dan Hasil Wortel (Daucus carota
Jurnal Produksi Tanaman, vol.2, no.3, hal.190- L.) dan Bawang Daun (Allium fistulosum L.)
197 dengan Budidaya Tumpang Sari’, Jurnal
Badan Pusat Statistik, 2014, Statistik Pertanian Agrikultur, vol.26, no.1, hal.52-60
Tanaman Sayuran dan Buah-buahan, Provinsi Ritung, S, Wahyunto, Nugroho, K, Sukarman,
Kalimantan Barat, Kalimantan Barat Hikmatullah, Suparto & Tafakresnanto, C, 2011,
BPTP, 2009, Pemanfaatan Trichokompos pada Peta Lahan Gambut Indonesia, Skala 1:
Tanaman Sayuran, Departemen Pertanian, Jambi 250.000, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,
Djamaan, D, 2006, Pengaruh Pupuk Kandang Terhadap Kementrian Pertanian, Bogor
Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa
L.), Prosiding Seminar Peternakan, Balai Sagiman, S, 2007, Pemanfaatan Lahan Gambut dengan
Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Barat Perspektif Pertanian Berkelanjutan, Orasi Ilmiah
Guru Besar Tetap Ilmu Kesuburan Tanah,
Espiritu, MB, 2011, ‘Use of Compost with Microbial Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura,
Inoculation in Container Media for Mungbean Pontianak
(Vigna radiata L. Wilckzek) and Pechay
(Brassica napus L.)’, J. ISSAAS, vol. 17, no.1, Salisbury, FB & Ross, CW, 1995, Fisiologi Tumbuhan,
hal. 160-168 Jilid 1 Edisi Keempat, ITB, Bandung
Hanafiah, KA, 2010, Dasar-Dasar Ilmu Tanah, PT. Schlegel, HG & Schmidt, K, 1994, Mikrobiologi Umum,
Raja Grafindo Persada, Jakarta Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Howard, RL, Rensburg, JV, Abotsi, E dan Howard, E, Sitompul, SM & Guritno, B, 1995, Analisis
2003, Lignocellulose biotechnology: issues of Pertumbuhan Tanaman, Gadjah Mada
bioconversion and enzyme production, Journal University Press, Yogyakarta
of Biotechnology, vol. 2, no. 12, hal. 602-619 Soenandar, M & Tjachjono, H, 2012, Membuat
Kesuma, P & Salamah, Z, 2013, ‘Pertumbuhan Pestisida Organik, PT. Agro Media Pustaka,
Tanaman Bayam Cabut (Amaranthus tricolor L.) Jakarta
Dengan Pemberian Kompos Berbahan Dasar Suhesy, S & Adriani, 2014, ‘Pengaruh Probiotik dan
Daun Krinyu (Chromolaena odorata L.)’, Jurnal Trichoderma terhadap Hara Pupuk Kandang
Bioedukatika, vol. 1, no.1, hal.1-9 yang Berasal dari Feses Sapi dan Kambing’,
Lakitan, B, 2011, Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan, Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan, vol.XVII,
PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta no.2, hal.45-53
Lingga, L, 2010, Cerdas Memilih Sayuran, PT. Agro Suwahyono, U, 2011, Petunjuk Praktis Penggunaan
Media Pustaka, Jakarta Pupuk Organik Secara Efektif dan Efisien,
Penebar Swadaya, Jakarta
Lestari, YA, Soverda, N & Mirna, N, 2012, ‘Pengaruh
Kompos Kotoran Sapi terhadap Pertumbuhan Toruan, SMCL, Mukarlina & Lovadi, I, 2015,
dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.) Meril) pada Pertumbuhan Bayam Kuning (Amaranthus
Kondisi Cekaman Air’, Jurnal Online blitum) dengan Pemberian Pupuk Organik Cair
Universitas Jambi, vol.1, no.3, hal.179-187 Tumbuhan Paku Acrosthicum aureum,
Nephrolepis biserrata, dan Stenochlaena
Marsono, L, 2011, Petunjuk Penggunaan Pupuk, palustris, Jurnal Protobiont, vol. 4, no.1,
Penebar Swadaya, Jakarta hal.190-196
24
Protobiont (2017) Vol. 6 (3) : 18 - 25

Tufaila, M, Laksana, DD & Alam, S, 2014, ‘Aplikasi


Kompos Kotoran Ayam untuk Meningkatkan
Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
di Tanah Asam’, Jurnal Agroteknos, vol. 4, no.2,
hal.119-126
Wulandari, D, Faridah, E, Agus, C & Purwanto, BH,
2014, ‘Peran Mikroba Starter Dalam
Dekomposisi Kotoran Ternak Dan Perbaikan
Kualitas Pupuk Kandang’, Jurnal Manusia dan
Lingkungan, vol. 21, no.2, hal. 179-187

25

Anda mungkin juga menyukai