Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Sendi temporomandibula terdiri dari prosesus kondilus merupakan bagian yang


bergerak dan berartikulasi dengan eminensia artikular yang membentuk aspek anterior
dari fossa glenoid . Dalam keadaan normal, saat membuka mulut, kondilus berputar
terhadap diskus dan akan bergeser ke anterior dan ke bawah sepanjang eminensia
artikularis (rotasi), selanjutnya diskus akan bergeser mengikuti gerakan kepala
kondilus, gerakan ini yang disebut dengan translasi.
Dislokasi temporomandibula merupakan salah satu gangguan sendi temporomandibula
yang paling dini digambarkan dalam literatur. Pada abad ke-5 SM, Hippocrates
menggambarkan kondisi dan penatalaksanaan kasus ini. Kasus ini merupakan pergerakan
kedepan yang eksesif dari kondilus, sehingga kondilus bergeser ke anterior
eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot pengunyahan.
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme otot yang
berat. Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan menekan mandibula ke bawah
untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali
kondilus di dalam fosa. Metode reduksi yang diperkenalkan oleh Hippocrates masih
digunakan hingga saaat ini. Penatalaksanaan dengan cara bedah diindikasi untuk
dislokasi yang �long-standing� dan kronik, tetapi jarang untuk dislokasi akut, yang
baru terjadi pertama kali.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Sendi temporomandibula merupakan struktur anatomis yang rumit karena berhubungan
dengan pengunyahan, penelanan, bicara dan postur kepala. Sendi ini terdiri dari
prosesus kondilus yang merupakan bagian bergerak dan berartikulasi dengan eminensia
artikularis yang membentuk aspek anterior dari fossa glenoidalis. Diantara struktur
tulang tersebut terdapat meniscus artikularis (diskus artikularis) yang terbentuk
dari jaringan ikat fibrous yang avaskuler dan tanpa persyarafan. Sendi terbagi
menjadi dua kavitas yang yaitu kavitas superior yanf terletak antara fossa
mandibula dan permukaan superior diskus, dan kavitas inferior yang terletak antara
kondilus mandibula dan permukaan inferior diskus. Permukaan dalam kavitas
dikelilingi lapisan synovial yang menghasilkan cairan sinovial dan mengisi kedua
kavitas sendi. Secara lebih jelas anatomi sendi temporomandibula dapat dilihat pada
gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Anatomi sendi temporomandibula (kiri: pandangan sagital), (kanan:


pandangan koronal). A) Fibrokartilago B) Cairan sinovial C) Diskus
artikularis D) Lateral pterygoid ligament E) Capsule joint F)
Fibrokartilago G) Kondilus mandibula H) Cairan sinovial I) Synovial
membrane J) Meatus akustikus eksterna K) Mandibular fossa 9.

Mekanika Pergerakan Mandibula


Pergerakan mandibula merupakan hal yang kompleks. Hal ini merupakan gabungan dari
rotasi dan translasi yang terjadi secara tiga dimensi. Untuk dapat mengerti dengan
baik kompleksitas pergerakan ini, perlu kiranya mempelajari pergerakan yang terjadi
pada sendi temporomandibular secara tersendiri.
Tipe Pergerakan
Terjadi dua jenis pergerakan dalam sendi temporomandibular (TMJ). Dua jenis
pergerakan ini adalah rotasi dan translasi.
Pergerakan rotasi
Dalam sistem mastikasi rotasi terjadi ketika mulut membuka dan menutup pada titik
atau sumbu yang tetap dalam kondilus. Dengan kata lain gigi terpisah dan dapat
teroklusi kembali tanpa adanya perubahan posisi dari kondilus.
Pada sendi temporomandibular, rotasi terjadi sebagai pergerakan dalam kavitas
inferior sendi. Dengan demikian rotasi adalah pergerakan anatara permukaan superior
kondilus dengan permukaan inferior dari diskus artikularis. Pergerakan rotasi dari
mandibula dapat terjadi pada tiga bidang yaitu horizontal, frontal, dan sagital.
Pada setiap bidang hal ini terjadi pada sebuah sumbu yang akan dijelaskan pada
masing-masing pembahasan.
Aksis horizontal dari rotasi
Pergerakan mandibula di sekitar aksis horizontal adalah pergerakan membuka dan
menutup mulut. Pergerakan ini disebut sebagai hinge movement dan merupakan satu-
satunya yang masih dianggap sebagai pergerakan rotasi murni.

Aksis vertikal dari rotasi


Pergerakan mandibula di sekitar aksis frontal terjadi ketika satu kondilus bergerak
ke anterior

Aksis sagital dari rotasi


Pergerakan mandibula dalam aksis sagital terjadi ketika satu kondilus bergerak kea
rah inferior.

Pergerakan Translasi
Translasi dapat didefinisikan sebagai pergerakan dimana setiap titik dari objek
yang bergerak secara simultan mempunyai kecepatan dan arah yang sama. Pada sistem
mastikasi, translasi terjadi ketika mandibula bergerak maju seperti pada protrusi.
Baik gigi, kondiulus dan ramus semuanya bergerak pada arah yang sama ke derajat
yang sama.
Translasi terjadi pada kavitas superior dari sendi, di antara permukaan superior
diskus artikularis dan permukaan inferior dari fosa artikularis. (antara kompleks
diskus kondilus dan fosa artikularis)
Selama pergerakan normal dari mandibula, baik rotasi dan translasi terjadi secara
simultan. Dengan kata lain, ketika mandibula berotasi pada satu atau lebih aksis,
setiap aksis bertranslasi (berubah orientasinya)

Pergerakan Tiga Dimensi


Ketika otot mulai berkontraksi dan menggerakkan mandibula ke arah kanan, kondilus
kiri terdorong ke luar dari posisi relasi sentralnya. Ketika kondilus kiri
mengelilingi di anterior dari aksis frontal kondilus kanan, ia berhadapan dengan
lengkung posterior dari eminensia artikularis yang menyebabkan pergerakan inferior
dari kondilus di sekeliling aksis sagital dengan resultan kemiringan pada aksis
frontal. Sebagai tambahan kontak dengan gigi anterior menimbulkan pergerakan
inferior yang sedikit lebih besar di bagian anterior dari mandibula dari bagian
posterior, yang akan menghasilkan pergerakan membuka pada aksis horizontal. Karena
kondilus kiri bergerak ke anterior dan inferior, aksis horizontal juga berpindah
anterior dan inferior.
Contoh ini menggambarkan selama pergerakan lateral yang sederhana, gerak terjadi
pada setiap aksis, (sagital, horizontal, vertical) dan secara simultan setiat aksis
mengubah kemiringan untuk mengakomodasi pergerakan aksis lainnya. Semua ini terjadi
dalam envelope of motion dan dikontrol oleh sistem neuromuskulatur untuk mencegah
perlukaan pada struktur oral.
Definisi
Dislokasi TMJ atau dislokasi mandibula adalah pergeseran condylus dari
lokasinya yang normal di fossa mandibularis. 3,4

Klasifikasi dan Etiologi


Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui mekanisme
traumatik atau nontraumatik.
Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak condylus relatif terhadap fossa
articularis tulang temporal:
Dislokasi anterior
Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior
terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi
akibat interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut tertutup setelah
membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat mandibula
sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan condylus mandibularis
tertarik ke anterior ke tonjolan tulang dan keluar dari fossa temporalis. Spasme
muskulus masseter, temporalis, dan pterygoid menyebabkan trismus dan menahan
condylus tidak dapat kembali ke fossa temporalis. Dislokasi jenis ini dapat
unilateral atau bilateral. Dislokasi tersebut dibedakan menjadi akut, kronik
rekuren, atau kronik.
- Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun
biasanya disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, anestesi
umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang. Dislokasi anterior juga dapat terjadi
setelah prosedur endoskopik.
- Dislokasi kronik akut disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien
dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal (kongenital),
kehilangan kapsul sendi akibat riwayat disloasi sebelumnya, atau sindrom
hipermobilitas.
- Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani
sehingga condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama.
Biasanya dibutuhkan reduksi terbuka.
- Dislokasi posterior biasanya terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu.
Condylus mandibularis tertekan ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada meatus
acusticus externum akibat condylus dapat terjadi pada dislokasi tipe ini.
- Dislokasi superior terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang
sedang berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula pada posisi ini menjadi
predisposisi pergeseran condylus ke arah superior dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
- Dislokasi lateral biasanya terkait dengan fraktur mandibula. Condylus
bergeser ke arah lateral dan superior serta sering dapat dipalpasi pada permukaan
temporal kepala.

Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko dislokasi TMJ, antara lain:
Fossa mandibularis yang dangkal
Condylus yang kurang berkembang sempurna
Ligamen TMJ yang longgar
Penyakit jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos

Epidemiologi
Dislokasi mandibular merupakan keluhan yang jarang pada bagian gawat darurat.
Sebuah penelitian melaporkan dislokasi TMJ terjadi sebanyak 37 kasus pada periode 7
tahun, pada sebuah rumah sakit dengan 100.000 kasus emergensi per tahun. Dislokasi
mandibula anterior merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya akibat
penyebab nontraumatik.
Pada sebuah penelitian terhadap 96 kasus dislokasi TMJ, didapatkan
bahwa dislokasi akut merupakan yang paling sering terjadi (47,9%), diikuti oleh
dislokasi kronik (30,2%), dan dislokasi kronik rekuren (21,9%). Penyebab dislokasi
yang tersering ialah menguap terlalu lebar (45,8%), diikuti oleh kecelakaan lalu
lintas (13,5%). Jenis dislokasi yang paling sering terjadi adalah dislokasi
anterior bilateral (89,6%).

Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis kronologis dan komprehensif dan pemeriksaan fisik pasien, meliputi
anamnesis dan pemeriksaan gigi, penting untuk mendiagnosis kondisi kondisi spesifik
untuk menentukan pemeriksaan lebih lanjut, jika ada, dan untuk memberikan terapi
spesifik.
Pasien mungkin memiliki riwayat penggunaan komputer berlebihan (dihubungkan dengan
terjadinya gangguan TMJ)
Satu pertiga pasien memiliki riwayat masalah psikiatri
Pasien mungkin memiliki riwayat trauma fasial, perawatan gigi yang buruk, dan atau
stress emosional.
Pasien dengan gangguan makan kronik menyebabkan prevalensi tinggi gangguan TMJ.
Banyak pasien dengan gangguan TMJ juga mengalami nyeri leher dan bahu.
Dokter sebaiknya menanyakan tentang �clenching� di siang hari atau malam hari.
�Clenching� di siang hari memiliki asosiasi yang kuat dengan dislokasi TMJ
dibandingkan dengan bruksisme malam hari.
Pasien akan mengeluhkan gejala berikut:
Nyeri: nyeri biasanya periaurikuler, dihubungkan dengan mengunyah, dan menyebar ke
kepala tetapi tidak seperti sakit kepala. Mungkin unilateral pada sisi dislokasi
TMJ, kecuali pada rheumatoid arthritis. Nyeri: biasanya sering dideskripsikan
sebagai nyeri yang dalam disertai dengan nyeri tajam yang intermiten seiring dengan
gerakan rahang
�Klik�, �pop� dan �snap�: Suara ini biasanya dihubungkan dengan nyeri pada
dislokasi TMJ. �Klik� dengan nyeri pada dislokasi disk anterior disebabkan oleh
reduksi mendadak dari pita posterior ke posisi normal. Klik terisolasi sangat umum
pada populasi umum dan bukan faktor risiko terjadinya kelainan TMJ.
Episode �terkunci� dan pembukaan rahang yang terbatas; �Keadaan terkunci� dapat
terbuka atau tertutup, �open lock� adalah ketidakmampuan untuk menutup mulut dan
terlihat saat dislokasi anterior kondilus mandibular di depan tonjolan artikuler.
Jika tidak dikurangi segera maka sangat menyakitkan. �Closed lock� adalah
ketidakmampuan untuk membuka mulut karena nyeri atau perubahan lokasi sendi.
Nyeri kepala: Nyeri dislokasi tidak seperti nyeri kepala biasa. Dislokasi TMJ
mungkin menjadi pencetus pada pasien untuk mengalami sakit kepala, dan saat
berkaitan dengan dislokasi TMJ akan cenderung untuk menjadi berat secara alamiah.
Beberapa pasien mungkin memiliki riwayat nyeri kepala yang tidak berrespon terhadap
pengobatan. Pencetus dari kelainan TMJ tidak boleh disingkirkan pada pasien
tersebut karena diagnosis penting dalam pengobatan nyeri kepala ini.
Pemeriksaan Fisik
a. Observasi
Postur kepala saat menghadap ke depan (dapat menunjukkan dislokasi kondilus
posterior)
Maloklusi rahang, gigi abnormal, dan gigi yang copot
Ketegangan otot atau spasme otot leher ipsilateral
b. Pemeriksaan
Rentang gerakan sendi. Pemeriksa memeriksa pembukaan dan penutupan rahang serta
deviasi lateral bilateral. Rentang normal gerakan untuk pembukaan mulut adalah 5 cm
dan gerakan lateral mandibula adalah 1 cm. Pasien sering mengurangi pembukaan
mulut.
Palpasi: Palpasi terbaik TMJ adalah lateral sebagai lekukan tepat di bawah sudut
zigomatikum, 1-2 cm di depan tragus. Aspek posterior sendi dipalpasi melalui kanal
auditori eksternal. Sendi sebaiknya dipalpasi baik pada posisi terbuka maupun
tertutup dan baik lateral maupun posterior. Saat palpasi, pemeriksa sebaiknya
merasakan spasme otot, konsistensi otot atau sendi, dan bunti sendi. Otot yang
dipalpasi sebagai bagian dari pemeriksaan TMJ lengkap yaitu masseter, temporalis,
pterygoid medial, pterygoid lateral, dan sternokleidomastoid. Pada disfungsi dan
nyeri miofasial terisolasi, �klik� dan �kelembutan� sendi bisanya tidak ditemukan.2
Pemeriksaan Penunjang
Sinar X
Secara umum, sinar x pada daerah gigi dan mulut dapat dibagi menjadi dua golongan:
Sinar X intraoral
Sinar X intraoral merupakan sinar X dental yang paling umum digunakan. Alat ini
memberikan detail dan gambaran kavitas, memeriksa kesehatan akar gigi dan tulang di
sekitar gigi, memeriksa status perkembangan gigi dan memantau kesehatan umum dari
tulang dan rahang.
Bitewing
Pada pemeriksaan ini pasien menggigit suatu paper tab dan menunjukkan bagian
mahkota pada gigi atas dan gigi bawah bersama
Periapikal
Periapikal menunjukkan satu atau dua gigi yang lengkap mulai dari mahkota hingga
akar.
Palatal (disebut juga oklusal)
Sinar x palatal atau oklusal menangkap keseluruhan gigi atas dan bawah pada satu
tembakan sementara film diletakkan pada permukaan gigitan dari gigi.
Sinar X ekstraoral
Sinar X ekstraoral menunjukkan gigi, tetapi fokus utamanya adalah rahang dan
tengkorak. Alat yang termasuk golongan ini tidak menyediakan detail yang ditemukan
pada sinar X intraoral sehingga tidak digunakan untuk mendeteksi kavitas atau
mengidentifikasi masalah gigi per gigi. Alat ini digunakan untuk melihat gigi
impaksi, memantau tumbuh-kembang rahang dalam hubungannya dengan gigi-geligi dan
mengidentifikasi masalah potensial antara gigi dan rahang beserta TMJ.
Panoramik
Sinar x panoramik membutuhkan suatu alat khusus untuk berotasi mengelilingi kepala.
Sinar x menangkap keseluruhan rahang dan gigi-geligi dalam satu tembakan. Alat ini
digunakan untuk merencanakan terapi bagi implan gigi, memeriksa gigi geraham
bungsu, dan mendeteksi masalah rahang. Panoramik tidak bagus dalam mendeteksi
kavitas, kecuali kerusakannya sangat parah dan dalam.
Tomogram
Tomogram menunjukkan lapisan khusus atau potongan dari mulut sementara yang lain
dibuat buram. Jenis sinar X ini bermanfaat untuk memeriksa struktur yang sulit
dilihat secara jelas, misalnya karena struktur lainnya sangat dengan dengan
struktur yang akan dilihat.
Proyeksi Sefalometri
Menunjukkan keseluruhan sisi kepala. Jenis sinar X ini bermanfaat untuk memeriksa
gigi-geligi dengan hubungan terhadap rahang dan profil individu. Ahli ortodonti
menggunakan jenis sinar X ini untuk mengembangkan rencana terapi ini.
Sialografi
Sialografi melibatkan visualisasi kelenjar saliva setelah injeksi pewarnaan.
Pewarnaannya disebut agen kontras radioopak yang diinjeksikan menuju kelenjar
saliva sehingga organ tersebut dapat dilihat melalui film sinar X.

Computed Tomography
Disebut juga CT-scan. menunjukkan struktur interior tubuh sebagai gambaran tiga
dimensi. Jenis sinar x ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah pada tulang
wajah, seperti tumor atau fraktur.

MRI (Magnetic Ressonance Image)


MRI baik untuk menunjukkan delineasi dari posisi diskus dan jaringan lunak dari
TMJ. Perforasi diskus dan adhesi sendi tidak dapat ditunjukkan oleh MRI

Penatalaksanaan
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme yang berat
dari otot masseter dan pterygoid . Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan
jari pada gigi molar bawah yang menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot
levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali kondilus di dalam fosa
(Gambar 3). Pada umumnya prosedur ini dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi
jika dilakukan secepatnya. Pada kasus dimana telah terdapat spasme otot yang berat
karena keterlambatan mereduksi, prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan
anestesi lokal yang disuntik kedalam sendi dan otot pterigoid lateral, atau dengan
pemberian diazepam intravena untuk menghilangkan spasme otot dan mengurangi nyeri,
(Gambar 4). Apabila cara tersebut tidak efektif, dapat menggunakan anestesi umum
untuk mendapatkan relaksasi yang memadai.

Gambar 3. Cara manual mengembalikan Sendi Temporomandibula yang mengalami dislokasi

Gambar 4. Anestesi blok 0,5 cc, menggunakan jarum kecil ( 25 - 30 gauge ) 0,75 inci
di bawah kulit

Setelah reduksi berhasil dilakukan, mandibula dapat diimobilisasi selama beberapa


hari dengan head-chin strap atau fiksasi intermaksila. Tujuan imobilisasi agar
kapsul mempunyai kesempatan untuk mengadakan perbaikan dan penyesuaian kembali
keseimbangan otot serta mencegah dislokasi terjadi kembali disebabkan kapsul yang
masih lemah.
Dislokasi yang disebabkan oleh kapsul yang longgar, terdapat kecenderungan terjadi
dislokasi berulang. Pada kondisi tersebut, perawatan bedah menjadi indikasi.
Penatalaksanaan dengan cara bedah dapat diindikasi untuk dislokasi yang �long-
standing� dan kronik, tetapi jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama
kali.
Metode dasar bedah untuk perawatan dislokasi mandibula berulang menurut Sarnat &
Laskin, meliputi:
mengencangkan mekanis kapsul.
mengikat bagian sendi atau mandibula ke struktur yang terfiksasi.
membuat hambatan mekanis pada jalur kondilus.
menghilangkan hambatan jalur kondilus.
mengurangi tarikan otot.

Berbagai prosedur bedah telah digunakan untuk perawatan dislokasi mandibula yang
berulang. Pada umumnya teknik bedah ini didesain untuk membatasi pergerakan kaput
kondilus ke anterior, seperti dengan meletakkan posisi diskus di anterior kondilus,
menambah ketinggian (augmentasi) eminensia artikularis dengan graft tulang
autogenous, osteotomi arkus zigomatikus dan selanjutnya difiksasi di medial
tuberkulum artikular (down-fracturing), memasang bahan implant didalam eminensia
artikular, capsular placation, memotong tendon temporalis, menyusun kembali tendon
temporalis, miotomi pterigoideus lateralis dan pendalaman fosa gelenoidalis dengan
pemotongan diskus. Alternatif lain meliputi eminektomi dan kondilotomi.

Miotomi Pterigoideus Lateral


Prosedur ini dilakukan dengan alasan untuk mengurangi atau menghilangkan daya
otot yang dianggap berperan dalam menarik mandibula kedalam posisi dislokasi.
Miotomi menghilangkan aksi superior belly otot pterigoideus lateralis. Namun
demikian prosedur ini jarang digunakan.

Meletakkan Posisi Diskus di Anterior Kondilus


Metode Konjetzny didesain untuk membuat closed lock dengan diskus. Prosedur
ini menghasilkan fiksasi diskus di posisi anterior kondilus. Ligamen posterior
diskus dilepas dan perlekatan anterior dipertahankan. Diskus ditarik ke anterior
dan inferior dan diletakkan vertikal di depan kondilus dengan menjahit diskus ke
otot pterigoideus lateralis dan kapsul.
Gambar 5. Penjahitan diskus di anterior kondilus untuk menghambat
translasi dalam prosedur Konjetzny

Eminektomi
Pada tahun 1951, Hilmar Myrhaug memperkenalkan eminektomi untuk perawatan dislokasi
mandibula berulang. Metode perawatan yang digambarkan sebelumnya didesain untuk
membatasi pergerakan kaput kondilus ke anterior, jadi mencegah kondilus dari
keadaan �terkunci� di anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme
otot-otot pengunyahan. Menurut Myrhaug bahwa dislokasi madibula berulang terutama
terjadi pada penderita dengan deep overbite disertai dengan kondisi tuberkulum
artikularis yang tinggi/curam. Myrhaug mengusulkan untuk mengurangi eminensia
artikularis sehingga menyebabkan kondilus dapat bergerak bebas.
Insisi aurikular digunakan untuk pendekatan aminensia artikularis. Insisi vertikal
dibuat kedalam fascia temporal di atas arkus zigomatikus di regio fosa glenoidalis
dan tuberkulum artikularis dibuka dengan diseksi subfasial dan subperiosteal. Ruang
sendi superior dibuka dan dengan memanipulasi mandibula, mekanik sendi meliputi
posisi diskus dicari. Tuberkulum artikularis dan eminensia dibuang dengan bantuan
pahat meliputi bagian paling medial dari eminensia. Tempat reseksi dicari dengan
elevator kecil dan semua tepi yang kasar dibuang dengan bor. Ligamen
temporomandibula dan kapsul sendi dijahit ke arkus zigomatikus dengan 3-4 lubang
pengeboran dan jaringan lunak di atasnya ditutup lapis demi lapis. Drain dipasang
dan diletakkan di atas kapsul sendi dan fascia temporalis yang dilepas pada hari
pertama atau kedua pasca bedah. Pasien diinstruksi diet makanan lunak selama 2
minggu. Mobilisasi sendi dapat dimulai pada minggu kedua setelah pembedahan.

Prosedur Blocking
Prosedur blocking untuk menghalangi translasi didesain untuk membuat suatu
penghambat terhadap kondilus dalam jalur pembukaannya. Pembedahan dalam prosedur
ini dapat dengan menambah ketinggian eminensia artikularis dengan osteotomi (down-
fracturing), graft tulang dan pemasangan implant metal 4,19. Dari banyak prosedur
yang saat ini digunakan oleh ahli bedah, down-fracturing arkus zigomatikus dan
graft tulang untuk menambah ketinggian eminensia merupakan metode yang paling
populer dan sangat sering digunakan.
Pada tahun 1943, Leclerc dan Girard melakukan osteotomi vertikal pada arkus
zigomatikus di anterior tuberkulum artikularis dan menurunkan bagian dorsalnya
untuk menghambat atau menahan gerakan kondilus ke anterior yang berlebih. Prosedur
blocking Leclerc dan Girard telah dimodifikasi oleh Gosserez dan Dautrey dengan
membuat osteotomi oblik pada arkus zigomatikus mulai dari arah kranial posterior ke
kaudal anterior di regio tuberkulum artikularis. Arkus zigomatikus selanjutnya
digerakkan di sutura zigomatikotemporalis dengan gerakan berulang perlahan-lahan
sambil menambah tekanan sehingga dapat dicegah terjadinya fraktur arkus zigomatikus
di bagian posterior sutura. Arkus ditekan dan diletakkan di sebelah medial
tuberkulum. Elastisitas arkus pada eminensia menahan daya arkus ke atas. Karena
menggunakan potongan oblik, oleh sebab itu tidak diperlukan lagi memasang bony
wedge untuk menstabilisasi fragmen seperti yang digambarkan oleh Boudreau dan
Tidemann atau Sailer dan Antonini.
Kegagalan prosedur Dautrey sangat mungkin disebabkan oleh dua faktor. Pertama,
tidak adanya pertemuan arkus zigomatikus yang dipatahkan ke bawah dengan kaput
kondilus yang terletak medial. Kedua, terjadi resorpsi pada eminensia yang
dipatahkan ke bawah.
Gambar 6. Osteotomi oblik arkus zigomatikus menurut Gosserez
dan Dautrey. Segmen tulang yang diturunkan ditahan
medial dengan tuberkulum artikular

Augmentasi Kombinasi
Prosedur augmentasi kombinasi (�combined augmentation�) memberikan dua
mekanisme untuk mencegah dislokasi terjadi kembali. Pertama, graft tulang untuk
menambah ketinggian eminensia dan kedua, pelat kecil yang berfungsi sebagai
penghambat mekanis untuk gerakan kondilus ke anterior, khususnya jika graft tulang
mengalami resorpsi.

Prosedur augmentasi kombinasi mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:


memberikan augmentasi fisiologis pada eminensia dengan graft tulang kortiko-
kanselous.
fiksasi miniplate rigid mencegah pergeseran graft.
fiksasi intermaksila pasca bedah seperti dianjurkan oleh Rehrman tidak diperlukan.
pelat kecil yang dimodifikasi dapat beraksi sebagai barir mekanik setelah graft
tulang mengalami resorpsi.

Menurut Smith, satu-satunya kekurangan dalam prosedur ini adalah tempat pembedahan
tetapi, morbiditas yang dihasilkan terjadi minimal jika pembukaan krista iliaka
diupayakan minimal dan hanya potongan kecil korteks krista yang diambil. Prosedur
augmentasi kombinasi digunakan untuk kasus prosedur Dautrey yang gagal dan harus
dipertimbangkan untuk kasus yang menunjukan arkus zigomatikus yang terletak terlalu
ke lateral dengan kaput kondilus dalam pemeriksaan radiografi pra bedah karena
penggunaan prosedur Dautrey pada kasus ini tidak efektif.

Eminoplasti dengan miniplate


Implant metal telah digunakan oleh beberapa ahli untuk membatasi gerakan
kondilus. Plat tulang yang dipasang pada arkus zigomatikus secara khusus sangat
berguna dalam perawatan dislokasi mandibula berulang. Prosedur ini dikenal dengan
miniplate eminoplasty, merupakan teknik yang mudah dan tidak membatasi pergerakan
fungsional rahang pasca bedah. Resorpsi tulang dengan risiko terjadinya kembali
dislokasi yang sering diamati setelah prosedur down-fracturing arkus zigomatikus
dapat dihindari. Teknik pembedahan dilakukan dengan pendekatan preaurikuler.
Miniplate titanium berbentuk T dipasang dan difiksasi pada arkus zigomatikus dengan
tiga buah sekrup tulang. Lengan vertikal plat diletakkan dibawah dan sedikit
anterior dari eminensia artikularis. Tidak ada pembedahan sendi temporo mandibula
tambahan sebagai kombinasi eminoplasti.
Tingginya insidensi fraktur pelat merupakan masalah utama dalam metode
miniplate eminoplasty. Menurut Kuttenberger dan Hardt bahwa kekuatan mekanis
miniplate titanium berbentuk T yang digunakan dalam penelitiannya tidak cukup untuk
menahan daya kontinyu yang dihasilkan dari pergerakan kondilus. Semua fraktur
terjadi pada pertemuan lengan horizontal dan vertikal pelat yang mungkin merupakan
sifat lemah logam tersebut. Karena banyaknya kejadian fraktur pelat, miniplate
eminoplaty sebaiknya tidak dianggap perawatan pilihan untuk dislokasi mandibula.
Pada kasus dislokasi mandibula rekuren, prosedur ini dapat dipakai jika prosedur
lain gagal atau untuk pasien dengan kelainan neuromuskuler.

Gambar 7. Model yang menunjukkan hubungan antara miniplate dan


kaput kondilus
BAB III
KESIMPULAN

Dislokasi temporomandibula merupakan salah satu gangguan sendi


temporomandibula yang paling dini digambarkan dalam literatur. Kasus ini merupakan
pergerakan kedepan yang eksesif dari kondilus, sehingga kondilus bergeser ke
anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot pengunyahan.
Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme yang berat
dari otot masseter dan pterygoid . Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan
jari pada gigi molar bawah yang menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot
levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali kondilus di dalam
fosa. Pada umumnya prosedur ini dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi jika
dilakukan secepatnya. Pada kasus dimana telah terdapat spasme otot yang berat
karena keterlambatan mereduksi, prosedur ini sebaiknya dilakukan dengan bantuan
anestesi lokal yang disuntik kedalam sendi dan otot pterigoid lateral, atau dengan
pemberian diazepam intravena untuk menghilangkan spasme otot dan mengurangi nyeri.
Apabila cara tersebut tidak efektif, dapat menggunakan anestesi umum untuk
mendapatkan relaksasi yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA

Tucker MR & Ochs MW. 2003. Management of Temporomandibular Disorders, In : Peterson


LJ et al, Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 4th ed, St Louis. Mosby
Company
Keith D.A, 1998. Surgery of the Temporomandibular Joint. Boston, Blackwell
Scientific Pub.
Okeson JP. 1995. Nonsurgical Treatment of Internal derangements, In : Daniel M et
al, Oral and Maxillofacial Surgery Clinics os North America,vol 7, 1995, WB
Saunders Co.
Merrill, R.G. 1988. Mandibular Dislocation. In: Keith, D.A (Ed). Surgery of The
Temporomandibular Joint. 4th ed. Boston: Blackwell Scientific Publications
Norman, J.E. 1990. Dislocation. In: Norman, J.E and Bramley, P. (Ed). A Textbook
and Colour Atlas of The Temporomandibular Joint. Disease-Disorders-Surgery. London:
Wolf Medical Publications.
Vasconcelos BC, Porto GG, Lima FT: Treatment of chronic mandibular dislocations
using miniplates: follow-up of 8 cases and literature review. Int J Oral Maxillofac
Surg 2009, 38:933-936
Sarnat, B.G and Laskin, D.M. 1992. Surgical Considerations. In: Sarnat, B.G and
Laskin, D.M. (Ed). The Temporomandibular Joint: A Biological Basis For Clinical
Practise. 4th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Singh V., Verma A., Kumar I., Bhagol : Reconstruction of ankylosed
temporomandibular joint: Sternoclavicular grfating as an approach to management.
Int. J. Oral Maxillofacial. Surg. 2011; 40: 260-265
Miloro M, et. al. Peterson�s Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 2004.
2nd edition. Canada: BC Decker Inc
Rose, L, Hendler, BH, Amsterdam, JT. Temporal mandibular disorders and odontic
infections. Consult 1982; 22:110.
Undt, G., Kermer, C., and Rasse, M. 1997. Treatment of Recurrent Dislocation of The
Temporomandibular Joint, Part II : Eminectomy. Int. J. Oral Maxillofac. Surg.
26:98-102.
REFERAT
�DISLOKASI MANDIBULA�

DISUSUN OLEH:
RAJA RIJAL EFENDI NASUTION
( 09310188 )

DOKTER PEMBIMBING
dr.David Tambun,Sp.B

KKS ILMU BEDAH RSUD DR.DJOELHAM BINJAI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga referat
ini yang berjudul �DISLOKASI MANDIBULA� dapat diselesaikan.
Tujuan dari penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan
Kepaniteraan Klinik Senior dibagian Ilmu Bedah RSUD Dr.RM.Djoelham Binjai.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr.David Tambun,Sp.B selaku
pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan referat ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan masukan dan saran guna menyempurnakan
penulisan ini. Semoga penulisan referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Binjai, Desember 2014

Penulis

Anda mungkin juga menyukai