Makalah Manajemen Risiko
Makalah Manajemen Risiko
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari perkiraan
(expectation) ke salah satu dari dua arah, artinya, ada kemungkinan
penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula penyimpangan yang
merugikan. Menurut Wideman, ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan
menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity), sedangkan
ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah
risiko (risk). Sedangkan kerugian adalah penyimpangan yang tidak diharapkan
karena mengandung risiko. Risiko berhubungan dengan ketidakpastian terjadi
karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan
terjadi. Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi
seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan.
Begitupun dalam bidang agrobisnis, segala kegiatan didalamnya juga
mengandung risiko yang harus ditangani agar tidak menimbulkan kerugian yang
fatal. Untuk menangani risiko tersebut bisa dilakukan dengan manajemen risiko.
Menurut Smith : 1990, manajemen risiko didefinisikan sebagai proses
identifikasi, pengukuran, dan kontrol keuangan dari sebuah risiko yang
mengancam aset dan penghasilan dari sebuah perusahaan atau proyek yang dapat
menimbulkan kerusakan atau kerugian pada perusahaan tersebut. Dengan kata
lain, manajemen risiko adalah suatu cara dalam mengorganisir suatu risiko yang
akan dihadapi baik itu sudah diketahui maupun yang belum diketahui atau yang
tak terpikirkan yaitu dengan cara memindahkan risiko kepada pihak lain,
menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian
atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko juga bisa disebut suatu
pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan
ancaman.
1
Oleh karena itu, melalui manajemen risiko, diharapkan kerugian yang
ditimbulkan dari ketidakpastian dapat dikurangi bahkan dihilangkan untuk
kelangsungan kegiatan di bidang agrobisnis.
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui manajemen risiko secara umum.
2. Untuk mengetahi macam-macam manajemen risiko.
3. Untuk mendeskripsikan aplikasi manajemen risiko di bidang agrobisnis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
atau lindung nilai alamiah (natural heging), pemindahan risiko (risk transfer) dan
penahanan risiko (risk retention).
4
Salah satu cara menghindari risiko murni adalah dengan asuransi. Dengan
demikian besarnya kerugian dapat diminimalkan. Itu sebabnya risiko murni
dapat dikenal dengan istilah risiko yang dapat diansuransikan (insurable risk).
Perbedaan utama antara risiko spekulatif dengan risiko murni adalah
kemungkinan untuk ada atau tidak, untuk risiko spekulatif masih terdapat
kemungkinan untung, sedangkan untuk risiko murni tidak dapat keuntungan.
Maka kita sebagai masyarakat, terlebuh pengusaha harus mempelajari
manajemen resiko karena sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah
untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang
yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat.
5
C. Aplikasi Manajemen Risiko Di Industri
Sangat banyak pengaplikasian manajemen risiko di Industri, salah satunya
yaitu pada industri galangan kapal PT. Dok dan Perkapalan Surabaya. Tujuan
utama dari manajemen risiko ini adalah menyusun dan mengembangkan model
manajemen risiko usaha bangunan baru pada industri galangan kapal dengan
langkah mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menganalisis pengaruh tingkat
risiko usaha terhadap cost yang harus ditanggung oleh industri galangan kapal
untuk bangunan baru. Industri galangan kapal adalah industri yang padat modal
dan tingkat pengembaliannya yang cukup lama (slow yielding), sehingga dalam
operasionalnya harus menggunakan prinsip kehati-hatian.
1. Identifikasi Masalah
Identifikasi beberapa permasalahan manajemen risiko pada industri galangan
kapal dan yang berpotensi merugikan perusahaan, antara lain:
a. Bagaimana implementasi manajemen risiko pada industri galangan kapal
untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan Surabaya), kondisi ini dilihat
pada keadaan sebelum penerapan manajemen risiko dan sesudah penerapan
manajemen risiko.
b. Pengaruh manajemen risiko terhadap operasional perusahaan galangan kapal
untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan Surabaya).
c. Assessment value at risk manajemen risiko pada industri galangan kapal
untuk bangunan baru (PT. Dok dan Perkapalan Surabaya), bagaimana menilai
risiko melalui penerapan manajemen risiko pada perusahaan, penerapan
konsep Value at Risk untuk menilai risiko dan potensi losess yang akan
ditimbulkan.
d. Model pengembangan manajemen risiko usaha pada industri galangan kapal
untuk bangunan baru.
2. Inventaris Data Lapangan
Data lapangan dengan menggunakan sampel pada proses pembangunan kapal
baru yang telah dibangun di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya pada lima tahun
sebelumnya. Data-data tersebut meliputi: data pembangunan kapal, jumlah,
macam-macam risiko yang dihadapi, bobot tiap risiko, frekuensi kejadian selama
6
lima tahun sebelumnya. Proses pencarian data dilakukan dengan metode
wawancara dengan menggunakan checklist, wawancara dilakukan terhadap
sekurang-kurangnya 30 senior manager yang berkecimpung dalam proses bisnis
bangunan baru.
3. Assessment Value at Risk
Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Identifikasi hazard (list semua skenario kejadian yang relevan dengan faktor
penyebab dan dampak yang potensial) pada proses pembangunan kapal baru,
mulai tahap tender sampai kapal jadi (delivery).
b. Penilaian risiko (evaluasi faktor-faktor risiko);
1) Fokus pada skenario yang penting, didasarkan pada identifikasi risiko pada
tahap sebelumnya. Kemudian di masukan pada tool database manajemen
sistim.
2) Ukur risiko pada setiap skenario, dengan metode statistik menggunakan asas
perkalian, data hasil wawancara kemudian dimasukan dalam tool database
manajemen sistim pada masing-masing kelompok risiko.
3) Analisa darimana risiko datang, fokus perhatian pada penyebab,
menganalisis dari mana penyebab masing-masing risiko, siapa pemilik
risiko, cari akar masalah dengan validasi wawancara lebih mendalam,
dengan audit risiko.
4) Identifikasi faktor yang berhubungan yang mempengaruhi tingkatan risiko,
bobot risiko dan frekeunsi sering tidaknya terjadi risiko dari hasil
wawancara dengan menggunakan isian checklist menjadi tolok ukur nilai
indeks risiko atau nilai risiko yang pada akhirnya akan menentukan
tingkatan risiko. Kemudian disusun dalam tabel 1 sebagai berikut:
No Dugaan Risiko Macam Risiko Nilai Risiko
7
1) Fokus perhatian pada faktor yang berkontribusi pada risiko yang tertinggi,
dengan mengetahui nilai risiko atau indeks risiko, maka nilai tersebut
dimasukan dalam matrik risiko. Indeks risiko untuk masing-masing
tingkatan risiko dikelompokan sebagai berikut: (i) kelompok sangat rendah
dengan indeks risiko 2 sampai 3, (ii) kelompok rendah dengan indeks risiko
4 sampai 5, (iii) kelompok menengah dengan indeks risiko 6, (iv) kelompok
tinggi dengan indeks risiko 7 sampai 8, (v) kelompok sangat tinggi dengan
indeks risiko 9 sampai 10. Dari matrik risiko dapat diketahui tingkatan
masing-masing risiko kemudian disusun seperti tabel 2 berikut:
No Risiko Indeks risiko Kategori Risiko
8
χ = eksposur
σ = volatilitas faktor risiko dalam persen
Nilai variabel normal baku (α ) untuk masing tingkat kepercayaan dapat
dilihat dalam tabel 4 sebagai berikut:
Tingkat Kepercayaan (%)
99,99 99,9 99 97,72 97,5 95 90 84,13 50
Α -3,715 -3,090 -2,326 -2,000 -1,960 -1,645 -1,282 -1.000 -0,000
Tabel 4. Nilai Variabel Normal Baku (α )
e. Penilaian biaya (mendapatkan biaya yang efektif untuk setiap pilihan risiko
yang terkontrol);
1) Definisikan biaya dan keuntungan untuk setiap risiko yang terkontrol dan
terpilih yang teridentifikasi. Dari setiap proses mitigasi risiko tentunya
memerlukan berapa biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan (proses
mitigasi risiko dilakukan dengan risk transfer dan risk retention). Penilaian
biaya untuk masing-masing risiko, tingkatan risiko disusun dalam tabel 5
sebagai berikut:
No Risiko Mitigasii Risiko Penilaian Biaya
2) Bandingkan biaya yang efektif dari setiap pilihan risiko yang terkontrol, dari
masing-masing penilaian biaya seperti pada tabel diatas, kemudian
ditentukan prioritas biaya yang akan dipakai untuk proses mitigasi risiko,
yang disusun seperti tabel 6 sebagai berikut:
No Prioritas Jumlah Harga satuan Jumlah Total
Pembiayaan
9
f. Rekomendasi kepada pembuat keputusan/pembuat kebijakan (informasi
mengenai hazards, beberapa risiko dan alternatif biaya yang efektif untuk
mengontrol risiko yang dipilih);
4. Analisa Hasil
a. Menyusun dan memverifikasi hasil penelitian lapangan kemudian dilakukan
assessment value at risk, membandingkan hasil pengolahan data untuk
menentukan nilai risiko, peringkat risiko, proses mitigasi dan pembiayaan,
kemudian dilakukan dengan validasi dengan wawancara dan proses audit oleh
pemilik risiko.
b. Menghitung risiko, tingkat risiko dan pengaruhnya pada operasional usaha
industri galangan kapal baru, membandingkan pembiayaan risiko terhadap
operasional perusahaan secara keseluruhan (diambil studi kasus di PT. Dok
dan Perkapalan Surabaya).
c. Menyusun dan mengembangkan model manajemen risiko usaha pada industri
galangan kapal baru. Berdasarkan hasil pengolahan data dan validasi,
kemudian disusun model yang cocok untuk pengembangan manajemen risiko
di perusahaan industri galangan kapal (diambil studi kasus di PT. Dok dan
Perkapalan Surabaya).
5. Simpulan
Berdasarkan dari hasil pembahasan pada bagian-bagian sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:
a. Dari studi kasus di PT. Dok dan Perkapalan Surabaya didapatkan risiko yang
merupakan hasil identifikasi, yaitu: SDM, Peralatan, Kontrak, Material,
Keamanan dan kecelakaan, Kepatuhan pada lingkungan, Reputasi dan
kepuasan pelanggan, Peraturan klasifikasi, Keuangan, Teknologi, Strategi
bisnis, Perubahan dan proses manajemen, Komitmen pimpinan,
Subkontraktor, Pemasaran, Proses produksi, Desain/rancang bangun.
b. Dari risiko potensial yang teridentifikasi dan dengan menggunakan matrik
risiko, ada 21 kategori risiko potensial yang didapatkan adalah: (i) Kategori
10
risiko tinggi, meliputi ralat pekerjaan; (ii) Kategori risiko moderat
/menengah, meliputi skill tenaga kerja; (iii) Kategori risiko rendah, meliputi:
alah memasukan order/laporan, waktu pengerjaan molor, tenaga kerja kurang,
alat dan lingkungan belum diverifikasi; (iv) Kategori risiko sangat rendah,
meliputi: informasi pekerjaan tidak lengkap, material terlambat, proses
produksi terganggu, kesalahan pembuatan rambu/produk, verifikasi alat
belum dilakukan, banyak produk reject, tidak siap terhadap perubahan sistim,
Subkontraktor sulit mengikuti proses, penambahan material /komponen,
progress tidak sesuai rencana, alat rusak, salah pemahaman, lingkungan kerja
belum diverifikasi, dokumen tidak lengkap dan software kadang eror.
c. Pembiayaan risiko (risk financing) dalam rangka proses mitigasi risiko dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan risk transfer melalui pemindahan ke
perusahaan asuransi dan risk retention dengan cara ditanggung sendiri oleh
perusahaan.Dengan analisis menggunakan Value at Risk yang mendasarkan
pada prinsip statistik untuk masingmasing tingkat kepercayaan, maka dapat
dianalisis dan diramalkan potensi tingkat kerugian yang akan diderita oleh
perusahaan industri galangan kapal dalam proses bisnis pembangunan kapal
baru.
d. Model manajemen risiko pada proses bangunan baru yang dikembangkan
dengan item urutan sebagai berikut: identifikasi risiko, analisis peta risiko,
pengukuran risiko, rangking risiko potensial, matrik risiko, pengendalian dan
pemindahan risiko, penilaian biaya dan klausal kontrak, final kontrak.
11
industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai
sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat
sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk
akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu dengan diterapkannya
sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu
produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi
perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Konsep HACCP menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) terdiri dari
12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-
langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagai
berikut:
1. Pembentukan Tim HACCP
Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP
adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam
industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim
HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan
atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu
yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/engineer, ahli kimia,
dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil
keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan,
saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar.
2. Deskripsi Produk
Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian
dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCP-nya. Deskripsi produk
yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis
produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi,
serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut
diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
3. Identifikasi Kelompok Konsumen yang Dituju
Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang
mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus
12
didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari
orang umum atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau
bayi, kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus
dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
4. Penyusunan Diagram Alir Proses
Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan
mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan
dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang
disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.
Hal tersebut tentu saja akan memperbesar pekerjaan pelaksanaan HACCP, akan
tetapi pada produk-produk yang mungkin mengalami abuse (suhu dan sebagainya)
selama distribusi, maka tindakan pencegahan ini menjadi amat penting.
Diagram alir proses disusun dengan tujuan untuk menggambarkan
keseluruhan proses produksi. Diagram alir proses ini selain bermanfaat untuk
membantu tim HACCP dalam melaksanakan kerjanya, dapat juga berfungsi
sebagai pedoman bagi orang atau lembaga lainnya yang ingin mengerti proses dan
verifikasinya.
5. Verifikasi Diagram Alir Proses
Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan
pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk
menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses
tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang
sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah
dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
6. Analisa Bahaya (Prinsip HACCP 1)
Analisa bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan
suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam rangka mencegah
bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan atau beresiko tinggi dan
tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Bahaya (hazard) adalah suatu
kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia, dan biologi
13
dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada
manusia.
7. Penetapan Critical Control Point (Prinsip HACCP 2)
CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau
prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan
dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima.
Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka
dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat
dikendalikan. Suatu CCP dapat digunakan untuk mengendalikan satu atau
beberapa bahaya, misalnya suatu CCP secara bersama-sama dapat dikendalikan
untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.
8. Penetapan Critical Limit (Prinsip HACCP 3)
Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi
untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau
mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara yang
diterima dan yang ditolak, berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis
ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik.
Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat
mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini
biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di
bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
9. Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip HACCP 4)
Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan
terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL
untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL
dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan
berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat
berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun
merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap
ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan
14
frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan siapa orang yang melakukan
pemantauannya.
10. Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip HACCP 5)
Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas
kritis suatu CCP. Tindakan koreksi ini sangat tergantung pada tingkat resiko
produk pangan. Pada produk pangan beresiko tinggi misalnya, tindakan koreksi
dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya.
11. Verifikasi (Prinsip HACCP 6)
Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk
menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat
diperiksa efektifitas pelaksanaannya dapat dijamin.
12. Dokumentasi (Prinsip HACCP 7)
Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program
HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan
selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai
CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap
penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. oleh karena itu
dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika
dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator.
Dalam perkembangannya Risiko-risiko yang dibahas dalam manajemen
risiko di industri pangan tidak hanya risiko hazard saja. Risiko lain yang mungkin
saja terjadi diantaranya adalah risiko operasional, yaitu suatu risiko kerugian yang
disebabkan karena tak berjalannya atau gagalnya proses internal, manusia dan
sistem, serta oleh peristiwa eksternal; risiko finansial, yaitu resiko yang mengarah
ke finansial suatu proyek misalnya proyek yang menghasilkan untung lebih
sedikit daripada keuangan yang telah terpakai; dan risiko strategik, yaitu risiko
terjadinya serangkaian kondisi yang tidak terduga yang dapat mengurangi
kemampuan manajer untuk mengimplementasikan strateginya secara signifikan.
15
BAB III
KESIMPULAN
Manajemen risiko adalah suatu cara dalam mengorganisir suatu risiko yang
akan dihadapi baik itu sudah diketahui maupun yang belum diketahui atau yang
tak terpikirkan yaitu dengan cara memindahkan risiko kepada pihak lain,
menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian
atau semua konsekuensi risiko tertentu. Macam-macam manajemen risiko dalam
agribisnis dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu risiko berdasarkan sifatnya,
yang terdiri atas risiko spekulatif dan risiko murni, risiko berdasarkan dapat
tidaknya dialihkan, yang terdiri atas risiko yang dapat dialihkan dan risiko yang
tidak dapat dialihkan, serta risiko berdasarkan asal timbulnya, yang terdiri atas
risiko internal dan risiko eksternal.
Pengaplikasian manajemen risiko yang dikembangkan di industri dilakukan
dengan cara berbeda-beda, tergantung dari kebijakan industri tersebut. Contohnya
pada industri pangan, salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan di
industri pangan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan
pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen adalah HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Point).
16
DAFTAR PUSTAKA
Siagian, Faira dan Sekarsari, Jane. 2001, Penerapan Model Manajemen Risiko
pada Proyek Konstruksi Joint Venture di Indonesia Suatu Studi Kasus.
Universitas Trisakti, Jakarta.
Basuki, Minto. 2008. Studi Pengembangan Manajemen Risiko Usaha Bangunan
Baru Pada Industri Galangan Kapal. Jurnal.
journal.uii.ac.id/index.php/Teknoin/article/view/2106 [Terhubung Berkala]
(9 Maret 2012)
Nasution Zulfikar. 2011. Standar Keamanan Pangan Global.
http://zulkiflinasution.blogspot.com/2011/01/standar-keamanan-pangan-
global.html [Terhubung Berkala] (29 Februari 2012)
17