Anda di halaman 1dari 22

Benteng Rotterdam

Hari/Tanggal : Selasa/20 November 2018

Waktu : 13:00-16:00

Nama : Novi Dwi Setiowati


Nim : 40200117071
Kelompok : AK.4

Sejarah dan Kebudayaan Islam


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
2018-2019
BENTENG ROTTERDAM
A. Sejarah Benteng Rotterdam
Benteng Rotterdam Makassar dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matere
Karaeng Manguntungi Tumapa’risi’ Kallona dan diselesaikan oleh putranya Raja
Gowa X I Manriogau Bonto Karaeng Lakiung Tonipallangga Ulaweng dengan
konstruksi tanah liat pada tahun 1545, atas perintah raja Gowa XIV I Mangerangi
Daeng Manrabia (Sultan Alauddin) pada tahun 1634 tembok benteng ini
diperbaiki dan menambah material batu karang, batu padas, dan batu bata
menggunakan kapur dan pasir sebagai perekat.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah sebuah
benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada dipinggir
pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada
tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng
Lakiung Tumapa’risi’ Kallona. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat,
namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi
benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari pegunungan Karst
yang ada di daerah Maros.
Benteng Rotterdam ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak
merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan
Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan
Kerajaan Gowa yang Berjaya di daratan maupun di lautan.
Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang
Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang
merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya
menandatangani Perjanjian Bongaya yang salah satu pasalnya mewajibkan
Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat
Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi
Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk
mengenang derah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh
Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur
sampai saat ini Benteng Rotterdam digunakan sebagai tempat wisata prasejarah,
selain itu, Benteng Rotterdam dijadikan kantor pemerintahan yakni Pusat
Kebudayaan Makassar.
Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang
didalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar
(Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sebagian
besar gedung benteng ini masih utuh dan menjadi salah satu objek wisata di Kota
Makassar. Salah satu objek wisata yang terkenal disini selain melihat benteng
serta Museum La Galigo adalah menjenguk ruang tahanan sempit Pangeran
Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak tertangkap ditanah Jawa.
Benteng ini pernah di jajah oleh Belanda, untuk memperluas daerah
kekuasaannya karena Kerajaan Gowa memiliki rempah-rempah yang banyak,
setahun lebih benteng ini digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan
dari Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa berakhir disana. Seisi benteng
ini porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh.
Kekalahan ini membuat Belanda memaksa raja menandatangani “Perjanjian
Bongaya” pada tanggal 18 November 1667.

Luas Benteng Rotterdam Makassar adalah 28.595,55 meter bujur sangkar,


dengan ukuran panjang setiap sisi berbeda, serta tinggi dinding bervariasi antara
5-7 meter dengan ketebalan 2 meter. Benteng Rotterdam Makassar mempunyai
lima buah sudut (Bastion), yaitu :
 Bastion Bone terletak di sebelah barat

 Bastion Bacan terletak di sudut barat daya


 Bastion Butan terletak di sudut barat laut

 Bastion Mandarsyah terletak di sudut timur laut

 Bastion Amboina terletak di sudut tenggara


B. Bangunan-Bangunan di Benteng Rotterdam

A B C

D E F

G H I

J K L

M N O
P

1. Gedung A merupakan tempat menerima tamu dari Bone.


2. Gedung B pada bagian atas dahulu digunakan sebagai tempat perwakilan
dagang dan bagian bawah sebagai ruang tahanan.
3. Gedung C dahulu adalah wisma bagi tamu-tamu dari Buton.
4. Gedung D dahulu bagian belakang merupakan rumah sakit bagi orang
belanda kemudian diubah fungsi sebagai wisma tentara. Bagian depan gedung
ini tempat tinggal Cornelis Speelman, dan sekarang menjadi Museum La
Galigo.
5. Gedung E dahulu tempat tinggal pimpinan perdagangan dan pendeta.
6. Gedung F dahulu adalah tempat tinggal Belanda.
7. Gedung G dahulu menjadi gudang dan bengkel.
8. Gedung H sebagai tempat menerima tamu dari Ternate.
9. Gedung I dibangun oleh Jepang sebagai kantor penelitian bahasa dan
pertanian.
10. Gedung J merupakan kantor pemegang buku germising.
11. Gedung K merupakan kantor balai kota.
12. Gedung L merupakan ruang tahanan.
13. Gedung M merupakan gudang dan kantor perdagangan Belanda.
14. Gedung N merupakan tempat menerima tamu dari Bacan.
15. Gedung O merupakan kantor gubernur Sulawesi Selatan dan sekitarnya.
16. Gedung P merupakan tempat peribadahan (Gereja).

C. Bangunan-Bangunan lainnya yang ada di Benteng Rotterdam

Pintu Masuk Halaman Benteng

Kanal Ruang Tahanan P. Diponegoro


D. Museum La G aligo

1. Sejarah Berdirinya Museum La Galigo


Keberadaan sebuah museum di Sulawesi Selatan berawal pada tahun
1938 dengan didirikannya “Celebes Museum” oleh pemerintah Nederlandsch-
Indie (Hindia Belanda) di kota Makassar sebagai ibu kota Gouvernement
Celebes en Onderhorigheden (Pemerintah Sulawesi dan taklukannya).
Museum pada waktu itu menempati bangunan dalam kompleks Benteng
Ujung Pandang (Fort Rotterdam) yakni bekas kediaman Gubernur Belanda
Admiral C.J Speelman (gedung D), koleksi yang dipamerkan antara lain
keramik, piring emas, destar tradisional Sul-Sel, dan beberapa mata uang.
Menjelang kedatangan Jepang di Kota Makasar, Celebes museum telah
menempati 3 gedung (gedung D, I dan M) koleksi yang dipamerkan
bertambah antara lain: peralatan permainan rakyat, peralatan rumah tangga
seperti peralatan dapur tradisional, peralatan kesenian seperti : kecapi, ganrang
bulo, puik-puik, dsb.
Pada masa pendudukan Jepang Museum Celebes terhenti sampai
pembubaran Negara Indonesia Timur (NIT) dan selanjutnya pada tahun 1966
oleh kalangan Budayawan merintis kembali pendirian museum dan dinyatakan
berdiri secara resmi pada tanggal 1 Mei 1970 berdasarkan surat keputusan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 Sulawesi Selatan No. 182/V/1970 dengan
nama “Museum La Galigo”. Pada tanggal 24 Februari 1974 direktur Jenderal
Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Prof. I.B. Mantra meresmikan Gedung Pameran Tetap Museum, kemudian
pada tanggal 28 Mei 1979 dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia No. 093/0/1979 museum ini resmi menjadi
“Museum La Galigo Provinsi Sulawesi Selatan” dan merupakan Unit
Pelaksanaan Teknis di bidang Kebudayaan, khususnya bidang permuseuman.
Selanjutnya di era Otonomi Daerah Museum La Galigo berdasarkan Surat
Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan No.166 tahun 2001, tanggal 28 Juni
2001 berubah nama menjadi UPTD (Unit Pelaksanaan Teknis Dinas).
Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi
Selatan. Selanjutnya pada tahun 2009 Organisasi Tata Kerja Unit Pelaksaan
Teknis Dinas (UPTD) Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan
Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan diatur berdasarkan Peraturan
Gubernur Sulawesi Selatan No. 40 tahun 2009, tanggal 18 Februari 2009
sampai sekarang.

2. Penamaan Museum La Galigo


Penamaan “La Galigo” terhadap Museum Provinsi Sulawesi Selatan
atas saran para cendikiawan dan budayawan dengan pertimbangan bahwa La
Galigo adalah sebuah sastra klasik dunia yang besar dan terkenal, serta
bernilai kenyataan kultural dalam bentuk naskah tertulis berbahasa Bugis yang
disebut Sure’ Galigo. Sure’ ini mengandung nilai-nilai luhur, pedoman ideal
bagi tata kelakuan dan dalam kehidupan nyata yang dipandang luhur dan suci,
merupakan tuntutan hidup dalam masyarakat Sulawesi Selatan pada masa
dahulu seperti dalam sistem religi, ajaran kosmos, adat istiadat, bentuk dan
tatanan persekutuan hidup masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan
kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan, keadaan geografis/wilayah, dan
peristiwa penting yang pernah terjadi dalam kehidupan manusia. Pada masa
dahulu naskah sure’ yang dipandang suci ini disakralkan dan hanya dibaca
pada waktu-waktu tertentu sambil dilagukan.
Pertimbangan lainnya penamaan Museum La Galigo adalah nama La
Galigo sangat popular di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan, La Galigo
seorang tokoh legendaris, putera Sawerigading Opunna Ware dari
perkawinannya dengan We Cudai Daeng Ri Sompa, setelah dewasa La Galigo
dinobatkan menjadi Payung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu sebagai
Kerajaan tertua di Sulawesi Selatan.

3. Peninggalan-peninggalan yang terdapat dalam Museum La Galigo


 Bangunan Pertama

BATARA GURU DI BOTING TURUNNYA BATARA GURU KE


LANGI BUMI
LAHIRNYA SAWERIGADING DAN Penebangan Pohon Welenrang
JATUH CINTA KEPADA ADIK
KEMBARNYA

Lahirnya La Galigo
Pernikahan Sawerigading dan We Cudai

SAWERIGADING DAN LA I LA GALIGO


UPACARA
GALIGO KE SENRIJAWA PERTAMA KE LU’U
PERKAWINAN WE
(LUWU)
TENRIBALI
Lontarak Sure’ Galigo

Naskah ditulis dengan aksara lontarak menggunakan Bahasa Bugis.


Naskah ini berisi :
 Berisi silsilah Batara Guru sebagai Raja I di Luwu.
 Menceritakan tentang riwayat Sawerigading dan Pengembaraannya.
 Mitos tentang pertama adanya pemerintahan di Sulawesi Selatan.

Silsilah Kerajaan Luwu Silsilah Kerajaan Gowa Silsilah Kerajaan Bone


 Bangunan Kedua
a. Lantai Pertama
 Kota Palopo (Palopo City)

 Kota Watampone (Watampone City)

Stempel-stempel
Lontarak Kerajaan Bone Kerajaan Bone

 Kota Pare-pare (Pare-pare City)

 Kota Makassar ( Makassar City)


 Bendi/Hansom

 Sepeda/Bicycle

 Perahu Lambo

 Bagang Tancap

 Peralatan Berlayar
 Peralatan Menangkap Ikan

 Lepa-lepa Batangeng

 Peralatan Pembuatan Perahu

 Bahan Pembuatan Perahu

 Lepa-lepa
 Bagang Perahu

 Perahu Phinisi

b. Lantai Kedua
 Ruang Sejarah Kebudayaan dan Lintas Peradaban
1. Zaman Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Awal
(Paleotik)

2. Zaman Berburu dan Mengumpul Makanan Tingkat Lanjut


(Mezolitik)

3. Zaman Bercocok Tanam (Neolitik)


4. Tradisi Megalitik

5. Zaman Perundagian

6. Arca

7. Kerajaan Gowa-Tallo

8. Kerajaan Bone
9. Kerajaan Luwu

10. Jaman Budaya Islam

11. Jaman Kolonial

 Ruang Budaya Pesisir dan Budaya Pedalaman Perkampungan


1. Peralatan Pembuatan Kopra
2. Lesung Panjang

3. Peralatan Pembuatan Sagu

4. Miniatur Balla Assung

5. Peralatan ke Ladang/Kebun

6. Jenis-jenis Lesung
7. Lapi’ Patteke

8. Peralatan Panen

9. Peralatan Pemeliharaan Padi

10. Kepercayaan Tradisional


11. Peralatan Membajak

12. Lamming Tudangeng

13. Alat Musik Tradisional

14. Bentuk Wadah Kubur di Toraja


15. Koleksi Tenun Tradisional

16. Upacara Khitanan/Sunatan

17. Kelahiran

18. Koleksi Senjata Tajam


19. Perdagangan

20. Dapur Tradisional Sulawesi Selatan dan Peralatannya

21. Rumah Adat Suku Bugis Makassar di Sulawesi Selatan

22. Rumah Adat Suku Toraja

Anda mungkin juga menyukai