Anda di halaman 1dari 4

MUSEUM MARITIM INDONESIA

Muhamad Aril F 17/XI IPS 1

Sejarah Pelabuhan
Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 14.572 pulau dan lebih dari 500 pelabuhan
sebelum tahun 1870, pelabuhan di Indonesia hanya memanfaatkan bentang alam yang ada
(pelabuhan alami). Aktivitas di pelabuhan pada periode ini yaitu kapal-kapal besar menambatkan
jangkar di tengah laut dan kapal-kapal kecil mengangkut barang menuju mulut sungai atau teluk.
Proses ini memakan banyak waktu dan menjadi berbahaya jika dilakukan sepanjang musim
muson barat karena gelombang besar di laut.
Peningkatan endapan lumpur di muara kali menyebabkan kapal-kapal besar harus berlabuh
semakin jauh dari daratan.

Hal tersebut membuat pemerintah Hindia Belanda mengusulkan membuat pelabuhan baru di
Tanjung Priok. Usul pun disetujui, pembangunan pelabuhan Tanjung Priok dimulai dari tahun
1877 hingga selesai pada 1886. Indonesia pun memiliki pelabuhan buatan pertama. Pada
perkembangannya, pelabuhan Tanjung Priok menjadi salah satu pelabuhan terbesar dan tersibuk
di Indonesia.

Sejarah Pendirian Museum


Didirikannya Museum Maritim Indonesia di Tanjung Priok memanfaatkan bangunan bersejarah
yang berada di wilayah PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) dengan tujuan untuk melestarikan
budaya, sejarah, cerita dan bukti kejayaan bahari dari masa lalu, masa sekarang dan masa yang
akan datang. Selain itu juga untuk menyediakan fasilitas pertemuan dan media pembelajaran
dunia maritim kepelabuhanan dan pelayaran di Indonesia.
Museum ini berfungsi lebih dari tempat menyimpan informasi konvensional dan dipersiapkan
untuk mendukung implementasi digital port IPC. Kedepannya, museum akan difungsikan
sebagai pusat pengumpulan informasi strategis kemaritiman yang ada di Indonesia dalam bentuk
kumpulan informasi digital sebagai Big Data dan Knowledge Management Center terlengkap,
terdepan dan terpercaya.

Museum Maritim Indonesia memiliki keunikan tersendiri, sehingga dapat meningkatkan daya
tarik museum. Selain menampilkan benda-benda yang terkait dengan sejarah perkembangan
perlabuhan Tanjung Priok dan beberapa pelabuhan penting di nusantara pada masa lalu dan masa
kini, museum ini juga menjadi proyeksi perkembangan Pelabuhan Tanjung Priok sampai dengan
tahun 2030 seperti yang ditampilkan dalam bentuk maket.

Museum Maritim Indonesia dibangun dengan konsep digital, menampilkan informasi mengenai
sejarah kemaritiman Indonesia, termasuk informasi mengenai kepelabuhanan dan perkapalan.
Museum ini juga akan memiliki satu raungan khusus yang terkoneksi dengan perpustakaan
Pelindo sehingga data serta informasi yang disediakan museum nantinya dapat menjadi sumber
rujukan bagi para perisaet yang mendalami bidang kemaritiman.

Pelabuhan Belawan termasuk pelabuhan tua di Indonesia yang telah berkembang sejak awal
Masehi. Peran pelabuhan ini sangatlah penting terutama dalam ekspor tembakau Deli. Hal ini
karena kualitasnya yang bagus sehingga memiliki harga yang tinggi. Pengembangan Pelabuhan
Belawan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah menjadikan Pelabuhan Belawan
sebagai satu-satunya pelabuhan ekspor-impor terbesar di Sumatera Timur serta salah satu
pelabuhan induk di Hindia Belanda. Hingga kini Pelabuhan Belawan masih menjadi pelabuhan
andalan di Sumatera.

Pelabuhan Teluk Bayur (bahasa Minang: Palabuahan Taluak Bayua) adalah salah satu
pelabuhan yang terdapat di Kota Padang, provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Pelabuhan Teluk
Bayur sebelumnya bernama Emmahaven yang dibangun sejak zaman kolonial Belanda antara
tahun 1888 sampai 1893. Pelabuhan ini berfungsi sebagai pintu gerbang antar pulau serta pintu
gerbang arus keluar masuk barang ekspor-impor dari dan ke Sumatra Barat.

Prasasti Tugu ditemukan di Kampung Ringas dekat Tugu. Tepatnya di sekitar Simpang Lima
Semper, di tepian Kali Cakung, Kelurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara. Prasasti
Tugu terbuat dari batu dan ditulis dengan huruf Pallawa, khususnya aksara Wenggi. Prasasti ini
menceritakan tentang perintah Raja Purnawaman membuat kanal yang mengalir hingga ke laut,
yang bertujuan untuk mengairi sawah dan menghindari bencana banjir yang kerap melanda
wilayah Kerajaan Tarumanagara. Prasasti

Padrao, yaitu batu prasasti berbentuk tugu kecil penanda perjanjian antara Raja Portugis dengan
Raja Pakuan Pajajaran pada tahun 1522 yang dibuat oleh Enrique Leme, utusan dagang Portugis
dari Malaka. Perjanjian terjadi disebabkan karena pada abad ke-16 M, pelabuhan-pelabuhan
perdagangan penting di Pantai utara Pulau Jawa dikuasai oleh Kesultanan Demak dan
Kesultanan Banten. Karena kekhawatiran Raja Sunda, peran Pelabuhan Sunda Kelapa semakin
lemah, Raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari pertolongan kepada ke Portugis,
penguasa Malaka. Koleksi asli disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Sebelum berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda abad ke-12, tempat ini bernama ‘Sunda
Kelapa’. Pada 22 Juni 1527, pasukan gabungan Kesultanan Demak-Cirebon dibawah pimpinan
Fatahillah menyerang dan berhasil menguasai Sunda Kelapa dan merubah nama Sunda Kelapa
menjadi Jayakarta. VOC di bawah pimpinan J.P.Coen menyerang Kerajaan Banten dan
menghancurkan Jayakarta tahun 1619. Melalui kesepakatan De Heeren Zeventien (Dewan 17)
dari VOC tahun 1621, Jayakarta berubah menjadi ‘Batavia’. Ketika Hindia Belanda jatuh ke
tangan Jepang tahun 1942, Batavia diganti menjadi ‘Djakarta’.

Pelabuhan Sunda Kelapa adalah pelabuhan tradisional yang masih digunakan hingga sekarang
karena posisinya yang strategis di Teluk Jakarta. Pada masa Kolonial, pelabuhan ini menjadi
pusat pelayaran dan perdagangan Belanda. Abad ke-17 dan ke-19, kapal VOC dari Belanda
berlabuh dan melakukan bongkar muat di Pulau Onrust. Asal penamaan Pulau Onrust diambil
dari Bahasa Belanda yang berarti ‘Tidak Pernah Beristirahat’ atau dalam bahasa Inggris-nya
‘Unrest’. Hal ini karena aktivitas bongkar muat barang dan galangan kapal berlangsung
sepanjang hari tanpa henti.

Perang Makassar yang terjadi pada tahun 1660-1669. VOC memonopoli perdagangan di
Makassar serta melarang kapal-kapal berlayar tanpa izin dari VOC. Kemudian pada tahun 1667,
Sultan Makassar terdesak dan dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa
Bongaya. Isi perjanjian tersebut sangat merugikan Makassar dan menguntungkan VOC.
Kekalahan Sultan Hasanudin disebabkan oleh politik adu domba yang dilakukan VOC terhadap
sultan dan Arung Palakka.

Pelabuhan Cirebon dibangun tahun 1865, pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan pada
tahun 1890 diperluas dengan pembangunan kolam pelabuhan dan pergudangan. Tahun 1927,
Pelabuhan Cirebon masih berada di dalam struktur organisasi Pelabuhan Semarang, kemudian
sejak tahun 1957 berada di bawah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Seiring dengan
perkembangan, sejak tahun 1983 Pelabuhan Cirebon menjadi salah satu Cabang Pelabuhan PT
Pelabuhan Indonesia II (Persero) yang berkantor Pusat di Jakarta

Tanjung Perak merupakan salah satu pintu gerbang Indonesia, yang berfungsi sebagai kolektor
dan distributor barang dari dan ke Kawasan Timur Indonesia, termasuk Jawa Timur. Karena
letaknya yang strategis dan didukung oleh dataran gigir atau hinterland yang potensial maka
Tanjung Perak juga merupakan Pusat Pelayaran Interinsulair Kawasan Timur Indonesia. Dahulu
kapal-kapal samudera membongkar dan memuat barang-barangnya di selat Madura untuk
kemudian dengan tongkang dan perahu- perahu dibawa ke Jembatan Merah (pelabuhan pertama
saat itu) yang berada di jantung kota Surabaya melalui sungai Kalimas.

Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dahulu berupa sungai kecil atau kali semarang yang
menjadi satu-satunya urat nadi pengangkutan barang-barang dengan perahu dari dan ke kapal
yang berlabuh di lepas pantai.

Pada menara suar Pelabuhan Semarang tertera Tahun 1874, dapat menunjukkan bahwa
Pelabuhan Semarang berdiri pada abad ke-19. Walaupun sudah ada penambahan fasilitas
pelabuhan, akan tetapi masih terbatas untuk disandari kapal-kapal berukuran besar. Sejak 1970,
arus kapal dan barang yang melalui Pelabuhan Semarang cenderung semakin meningkat setiap
tahun.
Peralatan navigasi pelayaran terbagi menjadi dua jenis yaitu analog dan digital. Alat navigasi
analog yaitu alat yang belum mengenal digitalisasi sehingga membutuhkan proses yang cukup
panjang agar dapat menghasilkan sesuatu, misalnya kompas tangan, kompas duduk, dan chip log
(ship log). Sementara alat navigasi digital yaitu alat yang sudah mengenal digitalisasi sehingga
proses kerja lebih cepat, misalnya echo sounder, GPS, dan radar.
Peti kemas (Inggris: container) adalah peti atau kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai
dengan International Organization for Standardization (ISO) sebagai perangkat pengangkutan
barang yang bisa digunakan diberbagai moda transportasi, mulai dari truk peti, kereta api dan
kapal. Ukuran peti yang standar terdapat 3 jenis, yaitu ukuran 20 kaki, 40 kaki dan 45 kaki. Peti
kemas yang ditampilkan berukuran 20 kaki.

Crane digunakan di seluruh area pelabuhan untuk memindahkan petikemas dari kapal ke
berbagai tempat seperti gudang dan tempat distribusi petikemas atau sebaliknya. Tipe-tipe crane
dibedakan berdasarkan warna, material, cara kerja, ukuran, dan bentuk yang digunakan untuk
memindahkan berbagai bentuk petikemas atau barang di dalam area pelabuhan. Adapun jenis-
jenis crane yang di dalam pelabuhan, diantaranya Rubber Tyre Gantry Crane, Railed Mounter
Gantry Crane, Gantry Luffing Crane, dan Quay Container Crane.

Pelabuhan Sriwijaya muncul sebagai pelabuhan dagang yang ramai pada abad 5 hingga abad
13 dan dikunjungi para pedagang dari China, India, Arab, dan bangsa-bangsa lainnya. Mereka
memperdagangkan komoditas antara lain minyak kamper (caamphor), bulu burung merak,
gading gajah, cula badak, kain blacu, patung perunggu, dan keramik.

Relief Jataka-Avadana Panil 86 Candi Borobudur menggambarkan kapal telah dilengkapi


dengan layar dan cadik sebagai penyeimbang kapal sekaligus penahan ombak. Bentuk dan detail
kapal membuktikan pada masa tersebut teknologi kapal laut sudah dikenal pada abad 8 Masehi.

Prasasti Keping Tembaga Laguna (900 Masehi) menunjukkan pengaruh Kerajaan Sriwijaya di
Pulau Luzon, Filipina. Prasasti ditemukan pada 1989 di Laguna de Bay, Filipina, ditulis dengan
aksara Kawi dan menggunakan bahasa Melayu Kuno. Prasasti aslinya berada di Museum
Nasional Filipina.

Anda mungkin juga menyukai