Anda di halaman 1dari 27

AKTIVITAS KEMARITIMAN DI PULAU JAWA

PELABUHAN SUNDA KELAPA DAN TANJUNG PRIOK JAKARTA

Dosen Pengampu: DR. Abd. Rahman Hamid

Disusun oleh:

1. Enjel Ibrahim Romadona : 2161010003


2. Siti Anisa : 2161010010
3. Zahru Robickul Akbar : 2161010012

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2023/2024
ABSTRAK

Penulisan ini membahas tentang sejarah dan aktivitas kemaritiman di


Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta. Pelabuhan Sunda
Kelapa telah menjadi pusat perdagangan penting sejak abad ke-5 Masehi pada zaman
Kerajaan Sunda. Pelabuhan ini kemudian menjadi basis perdagangan rempah-rempah
yang ramai dikunjungi pedagang dari berbagai negara seperti Cina, Jepang, India,
Timur Tengah. Pada abad ke-16, pelabuhan ini jatuh ke tangan Kesultanan Banten
sebelum direbut Belanda pada 1619. Belanda kemudian mengembangkan Pelabuhan
Sunda Kelapa menjadi Batavia sebagai ibu kota koloni Hindia Belanda.

Seiring perkembangan, Batavia mengalami pendangkalan sehingga


pemerintah Hindia Belanda membangun Pelabuhan Tanjung Priok pada 1877 yang
selesai pada 1886. Pembangunan dan pengoperasian Pelabuhan Tanjung Priok
dikerjakan oleh perusahaan Belanda, memanfaatkan tenaga kerja pribumi dari
berbagai daerah di Jawa. Sampai kini, Pelabuhan Tanjung Priok masih menjadi
pelabuhan utama dan tersibuk di Indonesia dengan peranan penting dalam
perekonomian nasional.

Sementara itu, Pelabuhan Sunda Kelapa tetap aktif digunakan hingga kini
sebagai pelabuhan penyeberangan antar pulau. Pelabuhan ini memiliki nilai historis
penting yang mencerminkan jalur perdagangan maritim dan menjadi objek wisata
bersejarah di Jakarta.

Kata Kunci : Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Aktivitas Kemaritiman


PENDAHULUAN

Pelabuhan Sunda Kelapa dan Pelabuhan Tanjung Priok memiliki peranan


penting dalam sejarah kemaritiman dan perekonomian Indonesia. Kedua pelabuhan
tersebut menjadi saksi perjalanan sejarah aktivitas perdagangan internasional dan
pengaruh asing di Indonesia sejak masa kerajaan hingga masa kolonial. Pelabuhan
Sunda Kelapa khususnya telah menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara sejak abad
ke-5 Masehi pada masa Kerajaan Sunda. Pelabuhan ini ramai dikunjungi pedagang
dari berbagai penjuru dunia untuk berdagang rempah-rempah dan komoditas lainnya.

Sementara itu, Pelabuhan Tanjung Priok dibangun pada masa kolonial


Belanda pada 1877 untuk menggantikan Pelabuhan Sunda Kelapa yang mengalami
pendangkalan. Penulisan ini penting untuk mendeskripsikan bagaimana aktivitas
kemaritiman di kedua pelabuhan tersebut pada masa lalu, yang sangat dipengaruhi
kepentingan politik dan ekonomi penguasa pada waktu itu. Selain itu, aktivitas di
pelabuhan-pelabuhan ini juga tak lepas dari pengaruh kondisi geografis dan
perkembangan teknologi transportasi laut.

1. Bagaimana peran Pelabuhan Sunda Kelapa dalam jalur perdagangan internasional


pada masa lalu?

2. Mengapa Pelabuhan Tanjung Priok dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda?

3. Bagaimana aktivitas kemaritiman di Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok


pada masa kini?

Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, diharapkan dapat


diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai peranan historis dan
kontemporer kedua pelabuhan dalam kegiatan kemaritiman Indonesia.
METODE

Dalam penelitian mengenai aktivitas kemaritiman di Pelabuhan Sunda Kelapa


dan Tanjung Priok ini, menggunakan metode historis yang terdiri dari 4 tahapan,
yaitu:

1. Heuristik

Pada tahap heuristik, kami melakukan pencarian dan pengumpulan berbagai


sumber yang relevan dengan topik penelitian. Proses pencarian diawali dengan
mendatangi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mencari buku, majalah,
arsip foto, dan dokumen terkait sejarah kedua pelabuhan tersebut. Kami menemukan
beberapa buku yang memberikan informasi umum tentang aktivitas kemaritiman di
Indonesia sejak zaman kerajaan, serta beberapa majalah dan surat kabar lawas yang
memuat artikel khusus tentang kondisi Pelabuhan Tanjung Priok pada tahun 1960-an.

Selain itu, kami juga mendatangi kantor Arsip Nasional Republik Indonesia
untuk menelusuri arsip dan dokumen pemerintahan Hindia Belanda terkait rencana
dan realisasi pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok pada abad ke-19. Di sana kami
menemukan beberapa peta, denah teknis, dan laporan yang berharga. Setelah itu saya
mengunjungi Museum Bahari untuk melihat koleksi foto lawas dan model kapal yang
singgah di Pelabuhan Sunda Kelapa pada masa lalu.

Data dan fakta dari berbagai sumber tersebut kemudian kami pelajari untuk
memilah informasi yang paling relevan dengan topik kajian saya, yaitu mengenai
aktivitas di kedua pelabuhan besar Jakarta ini sejak masa kolonial hingga
kontemporer.

2. Kritik Sumber
Setelah mengumpulkan data dan informasi dari beragam sumber sejarah,
tahap selanjutnya adalah melakukan kritik sumber untuk menguji validitas dan
kredibilitasnya. Beberapa pertimbangan yang saya gunakan antara lain menilai
apakah sumber tersebut asli atau turunan, subjektif atau objektif, serta apakah
memiliki tendensi atau bias tertentu.

Misalnya untuk sumber tertulis, melihat tanggal dan tempat pembuatannya,


serta latar belakang dan profesi penulisnya. Sedangkan untuk artefak dan benda-
benda museum, kami menelaah kapan dan di mana benda tersebut ditemukan, kondisi
fisiknya, serta apakah ada bukti keaslian atau legalitas kepemilikannya. Begitu pula
untuk kesaksian lisan, saya berusaha untuk mencari tahu sejauh mana pemahaman
dan ingatan narasumber terhadap peristiwa masa lalunya.

Berdasarkan kritik ini, secara garis besar semua sumber yang saya dapatkan
terindikasi memiliki tingkat akurasi dan otentisitas yang baik, sehingga dapat
diandalkan sebagai representasi faktual peristiwa sejarah aktivitas kemaritiman di
Jakarta.

3. Interpretasi

Setelah yakin dengan validitas sumber-sumbernya, kami mulai melakukan


interpretasi, yakni upaya pemaknaan terhadap fakta, data dan informasi yang telah
diperoleh guna menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Interpretasi ini sangat penting agar dapat memahami konteks sosial-politik


yang melingkupi lahir dan berkembangnya Pelabuhan Sunda Kelapa sejak masa
kerajaan, faktor-faktor yang melatarbelakangi pembuatan Pelabuhan Tanjung Priok
pada masa penjajahan Belanda, hingga aktivitas apa saja yang masih berlangsung di
kedua pelabuhan Jakarta tersebut pada masa kontemporer.

Hasil interpretasi ini nantinya diwujudkan dalam bentuk deskripsi naratif yang
menjelaskan proses perkembangan sejarah aktivitas kemaritiman di Jakarta dari
waktu ke waktu dengan didukung bukti-bukti faktual dari sumber yang telah diseleksi
dan diverifikasi sebelumnya.
4. Historiografi

Langkah terakhir dalam metode penelitian sejarah adalah historiografi atau


penulisan sejarah. Pada tahap ini, kami menuangkan hasil interprestasi tadi dalam
bentuk tulisan ilmiah yang sistematis, logis, objektif, dan akurat untuk
merepresentasikan rekonstruksi perjalanan sejarah kemaritiman Jakarta melalui
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok dari masa ke masa.

Tulisan dirancang dengan struktur penulisan ilmiah standar yang dimulai dari
pendahuluan, isi pembahasan, hingga kesimpulan. Sumber-sumber yang digunakan
dicantumkan dengan tata cara penulisan catatan kaki dan daftar pustaka yang benar.
Sementara fakta-fakta sejarah, kutipan, serta argumen yang dikemukakan juga
ditunjang dengan bukti-bukti yang jelas dari sumber otentik guna menjamin validitas
hasil rekonstruksi sejarah.

Penelitian sejarah yang sistematis ini diharapkan dapat merepresentasikan


dinamika aktivitas kemaritiman Pelabuhan Sunda Kelapa dan Tanjung Priok di
Indonesia secara ilmiah, utuh, dan akurat sehingga bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan sejarah itu sendiri.
PEMBAHASAN

A. Pelabuhan Sunda Kelapa

Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan saksi sejarah Perjalanan sejarah kota


jakarta dari masa penjajahan belanda hingga saat ini. Dan sampai saat ini masih
merupakan salah satu pelabuhan tersibuk dan masih aktif sampai saat ini. Pelabuhan
Sunda Kelapa, yang terletak di Jakarta, Indonesia, memiliki sejarah panjang sebagai
pusat perdagangan maritim sejak abad ke-5 M. Awalnya dikenal sebagai "Kalapa"
atau "Kelapa," pelabuhan ini telah menjadi saksi perkembangan ekonomi dan budaya
di kepulauan Nusantara. Dengan posisinya yang strategis di Selat Sunda, Sunda
Kelapa telah menjadi titik penting untuk pertukaran barang, budaya, dan ide antara
berbagai bangsa. Dengan berbagai perubahan sepanjang sejarahnya, Sunda Kelapa
tetap menjadi warisan berharga yang mencerminkan kekayaan maritim dan sejarah
perdagangan Indonesia.

Sunda Kelapa berasal dari gabungan kata Sunda dan Kalapa. Dengan
demikian, Sunda Kelapa berarti pelabuhan Kalapa milik kerajaan Sunda. Pelabuhan
ini telah dipakai sejak zaman Tarumanegara dan diperkirakan sudah ada sejak abad
ke-5 dan saat itu disebut Sundapura. Pelabuhan Sunda Kelapa, lalu kemudian dikenal
sebagai Batavia, memiliki sejarah yang kaya dan penting dalam perkembangan
Indonesia. Sunda Kelapa awalnya merupakan pelabuhan perdagangan penting bagi
Kerajaan Sunda pada abad ke-5. Lalu pada abad ke-16, pelabuhan ini diambil alih
oleh Kesultanan Banten sebelum akhirnya jatuh ke tangan Belanda pada 1619.
Setelah pendudukan Belanda, pelabuhan ini direnovasi dan diperluas, menjadi pusat
perdagangan kolonial Belanda di Asia Tenggara. Batavia, sebagai ibu kota koloni
Belanda di Hindia Belanda, berkembang menjadi pusat budaya, ekonomi, dan politik.

Namun, sejarah Batavia juga mencatat sisi gelapnya, seperti penguasaan VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang keras terhadap penduduk pribumi dan
peran pelabuhan ini dalam perdagangan rempah-rempah yang mendunia. Meskipun
namanya kemudian berubah menjadi Jakarta setelah kemerdekaan Indonesia, jejak
sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa dan Batavia tetap menjadi bagian penting dari
warisan sejarah dan budaya Indonesia.

Masa Hindu-Buddha

Menurut penulis Portugis Tomé Pires, Kalapa dianggap sebagai pelabuhan


terbesar di Jawa Barat, selain dari Sunda (Banten), Pontang, Cigede, Tamgara, dan
Cimanuk yang juga dimiliki oleh Pajajaran. 1 Sunda Kelapa, yang disebut Kalapa
dalam teks, dianggap pelabuhan terpenting karena dapat dicapai dalam tempo dua
hari dari ibu kota kerajaan yang disebut Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh,
yang berarti kota).2 Pelabuhan ini telah digunakan sejak zaman Tarumanagara,
diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5 dan dikenal sebagai Sundapura pada saat itu.
Pada abad ke-12, Sunda Kelapa menjadi pelabuhan lada sibuk yang dimiliki oleh
Kerajaan Sunda, dengan ibu kota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran, yang kini
menjadi Kota Bogor. Pelabuhan ini menjadi tempat bersandar kapal-kapal asing dari
Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah, membawa barang-barang seperti
porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar
dengan rempah-rempah, yang merupakan komoditas dagang utama pada saat itu.

Masa Islam dan awal kolonialisme Barat


Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, 4.444 penjelajah Eropa
naik kapal untuk mengunjungi pelosok dunia. Pada tahun 2004 Portugis
berlayar ke Asia dan pada tahun 1511 menaklukkan kota pelabuhan Malaka di
Semenanjung Malaka. Malaka menjadi basis untuk eksplorasi lebih lanjut di Asia
Tenggara dan Asia Timur. Antara tahun 1512 dan 1515, salah satu penjelajah
Portugis, Tome Pires, mengunjungi pelabuhan di pantai utara Jawa. Ia
1
Supratikno Rahardjo Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan Penelitian.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI 1996 hal 21

2
Ibid hal 23
menggambarkan pelabuhan Sunda Kelapa dengan pedagang dan pelaut asing
dari Sumatera, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Beras, asam jawa,
hewan sembelihan, emas, sayur-sayuran dan buah-buahan kabarnya tumbuh
subur di Sunda Kelapa. Menurut deskripsi Portugis, Sunda Kelapa membentang
sejauh 1-2 kilometer di atas tanah sempit seluas 4.444 hektar di kedua sisi
Sungai Ciliwung. Tempat ini berada di dekat mulut teluk yang dilindungi oleh
pulau-pulau di sekitarnya. Sungai ini dapat menampung 10 kapal dagang yang
masing-masing berbobot sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut biasanya dimiliki
oleh orang Melayu, Jepang, dan Cina. Kapal dari Indonesia bagian timur juga
datang. Di sisi lain, kapal Portugis berkapasitas lebih kecil dapat muatan antara
500 dan 1.000 ton harus ditambahkan di lepas pantai. Tome Pires juga mengatakan,
barang-barang Sunda diangkut menggunakan peluncur, sejenis kapal yang
membawa muatan sekitar 150 ton. Kemudian, pada tahun 1522, gubernur
Alfonso Albuquerque yang berbasis di Malaka, menerima undangan raja Sunda
untuk mengirim Enrique Leme ke Cirebon untuk membangun benteng yang
aman di Sunda Kelapa. Pada periode ini, pada tahun , kerajaan Demak menjadi
pusat kekuasaan politik Islam. Muslim ini awalnya adalah pendatang dari Jawa
dan sebagian dari Arab. Oleh karena itu, pada tanggal 21 Agustus 1522, Portugis
mendirikan loji (tempat tinggal dengan kantor dan benteng) di Sunda Kelapa.Sunda
Kelapa setuju untuk menerima perbekalan yang diperlukan. Raja Sunda memberi
Portugis 1.000 bakul lada sebagai tanda persahabatan.3
Pada tahun 1522, Gubernur Alfonso d'Albuquerque mengutus Henrique Leme
untuk membangun benteng di Sunda Kelapa sebagai respons terhadap ancaman dari
Cirebon. Perjanjian persahabatan antara Sunda dan Portugal dijalin pada 21 Agustus
1522, yang melibatkan pembangunan loji Portugis di Sunda Kelapa. Namun,
perjanjian ini memicu reaksi negatif dari Kerajaan Demak, yang mengutus Fatahillah

3
Lee Gemmy Geminius [et. al], “PENGEMBANGAN BUDAYA DAN SEJARAH
PELABUHAN SUNDA KELAPA PADA ERA MODERN” 4, no. 2 (2022): 2009–20,
https://doi.org/10.24912/stupa.v4i2.21726.
untuk mengusir Portugis dan merebut kota pada 22 Juni 1527. Peristiwa ini menjadi
hari jadi Jakarta, yang kemudian mengubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta.4

Masa kolonialisme Belanda

Penguasaan Demak di Jayakarta berlangsung singkat. Pada akhir abad ke-16,


Belanda memulai penjelajahan global dan mengirim Cornelis de Houtman ke wilayah
yang kini dikenal sebagai Indonesia. Meskipun mahal, ekspedisi ini dianggap berhasil
dan mengakibatkan pendirian Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Dalam
mencari rempah-rempah di Asia Tenggara, Belanda membutuhkan basis, dan pada 30
Mei 1619, Jayakarta direbut oleh Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen,
yang kemudian mendirikan kota baru di atas reruntuhan tersebut. Meskipun awalnya
diinginkan dengan nama Nieuw Hoorn, mirip dengan kota asal Coen di Belanda
(Hoorn), akhirnya dipilih nama Batavia. Nama ini merujuk pada suku Keltik yang
pernah tinggal di wilayah Belanda pada zaman Romawi.

Sejarah mencatat bahwa pelabuhan Sunda Kelapa pada awalnya memiliki


kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperluasnya
menjadi 1.825 meter. Setelah masa kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi,
meningkatkan panjang kanal pelabuhan menjadi 3.250 meter, mampu menampung 70
perahu layar dengan sistem susun sirih.

Abad ke-19

Pada sekitar tahun 1859, Sunda Kelapa mengalami penurunan aktivitas


dibanding masa sebelumnya karena pendangkalan, memaksa perahu-perahu untuk
mengangkut barang dari laut. Kota Batavia, dalam proses modernisasi, juga
mengalami percepatan, terutama setelah Terusan Suez dibuka pada 1869,
mempersingkat perjalanan laut dengan kapal uap. Saingan dengan Singapura, yang
didirikan oleh Raffles sekitar 1819, semakin meningkat.

4
Jan Gonda Sanskrit in Indonesia 1951 hal.348 yang mengutip Hoessein
Djajadiningrat.
Sebagai respons, pelabuhan samudra Tanjung Priok dibangun sekitar 15 km
ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan, jalan kereta
api pertama (1873) antara Batavia - Buitenzorg (Bogor) dibangun. Empat tahun
sebelumnya (1869), trem berkuda muncul, ditarik oleh empat ekor kuda yang
memiliki besi di mulutnya.

Abad ke-20
Pada masa pendudukan oleh pasukan Dai Nippon, yang dimulai pada tahun
1942, Batavia mengalami perubahan nama menjadi Tokubetsu Shi. Setelah pasukan
Dai Nippon meninggalkan indonesia dan memproklamirkan kemerdekaan pada tahun
1945, namanya berubah menjadi Jakarta yang kemudian pada 22 juni 1956. 5 Untuk
pelabuhannya sendiri, pada era Orde Baru, nama Sunda Kelapa kembali digunakan.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal 6
Maret 1974, Sunda Kelapa kembali secara resmi menjadi nama pelabuhan. Pelabuhan
ini juga dikenal dengan sebutan Pasar Ikan karena terdapat pasar ikan yang besar di
lokasinya.

Pelabuhan Sunda Kelapa Saat Ini

Saat ini, Pelabuhan Sunda Kelapa sedang dalam rencana pengembangan


menjadi kawasan wisata berdasarkan nilai sejarahnya yang tinggi. Pengelolaannya
dilakukan oleh PT Pelindo II, namun pelabuhan ini tidak memiliki sertifikasi
International Ship and Port Security karena pelayanannya terutama untuk kapal antar
pulau.

Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektar dan luas perairan
kolam 16.470 hektar, terdiri dari dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru.
Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam sekitar 1.200
5
Dikutip pada laman https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6285296/nama-kota-tua-
jadi-batavia-dan-sejarah-perubahan-nama-jakarta#:~:text=DKI%20Jakarta,-Setelah%20Jepang
%20kalah&text=Pemberian%20nama%20Jakarta%20dikukuhkan%20pada,pemerintahan%20Wali
%20Kota%20Jakarta%20Sudiro. Pada tanggal 13 Desember 2023, pada pukul 23.01 WIB.
meter, dapat menampung 70 perahu layar motor. Sementara Pelabuhan Kalibaru
memiliki panjang 750 meter, luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam
42.128,74 meter persegi, mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau, dan
memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.

Secara ekonomi, pelabuhan ini strategis karena dekat dengan pusat


perdagangan Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lainnya. Sebagai
pelabuhan antar pulau, Sunda Kelapa melayani kapal berukuran 175 BRT yang
membawa berbagai barang, termasuk sembako dan tekstil. Barang-barang seperti
bahan bangunan juga diangkut dari Sunda Kelapa untuk pembangunan di luar pulau
Jawa. Proses bongkar muat masih menggunakan cara tradisional, dan tersedia fasilitas
gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.
Sejarah pelabuhan ini juga menjadi daya tarik wisata, terutama dengan
keberadaan Museum Bahari yang memamerkan sejarah maritim Indonesia dan
peninggalan kolonial Belanda. Di sebelah selatan pelabuhan, terdapat Galangan
Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu, rencananya
pelabuhan ini akan mengalami reklamasi pantai untuk pembangunan terminal
multifungsi Ancol Timur seluas 500 hektar.
Sunda kelapa adalah suatu bandar internasional yang dikenal oleh pelaut –
pelaut asia dan eropa. Pada peta-peta dunia Asia yang dibuat oleh orang dibuat oleh
orang Portugus dan Belanda dalam abad XVI, Sunda Kelapa sering disebut Sunda
atau Kalapa saja. Seperti pada zaman purbakala dan pada zaman kerajaan
Tarumanegara permukiman di pantai teluk Djakarta menjadi pusat kegiatan manusia
dan Sunda Kalapa adalah bandar kerajaan Padjajaran, dengan melalui Sunda Kalapa
apapun juga yang dihasillkan oleh Padjajaran disalurkan ke dunia perniagaan
internasional.6

Sebelum bangsa Portugis tiba atau pada periode sebelum abad ke-16 Masehi,
Pelabuhan Sunda Kelapa telah menjadi pusat perdagangan internasional. Kapal-kapal

R Mohamad Ali S.S, F Bodmer, Djakarta Djaja Sepandjang Masa,


6

Pemerintah DCI Jakarta 1969 hal 13


dari berbagai belahan dunia, termasuk Cina, India, Arab, Persia, dan Ryuku Jepang,
secara rutin mengunjungi pelabuhan ini. Sebagai bandar terkemuka di bawah
kekuasaan kerajaan Pakuan Pajajaran, Sunda Kelapa tidak hanya menerima
kunjungan kapal-kapal dari berbagai daerah di Nusantara seperti Palembang, Tanjung
Pura, Maluku, Gowa, Makassar, dan Madura, tetapi juga menjadi tempat singgah bagi
kapal-kapal dari berbagai negara di Asia.

Kedatangan kapal-kapal tersebut tidak hanya terkait dengan kepentingan


perdagangan, melainkan juga mencakup aspek keagamaan. Negara-negara Asia
seperti Cina dan India mengirimkan banyak pendeta Hindu dan Buddha dalam
pelayaran mereka ke dan dari Nusantara. Di samping itu, negara-negara Timur
Tengah, seperti Arab, Persia, dan Turki, pada abad ke-13 Masehi, tidak hanya
berdagang tetapi juga membawa misi untuk menyebarkan agama Islam selama
pelayaran mereka ke Nusantara.

Sunda Kalapa memiliki komoditas perdagangan yang memiliki kualitas yang


sangat baik barang-barang komoditas yang diperdagangkan di Bandar kalapa adalah
rempah-rempah, bahan makanan, bahan pakaian dan emas berlian serta kayu-kayu
barang-barang komoditas tersebut tidak hanya berasal dari Bandar Sunda Kalapa,
melainkan dari berbagai daerah di nusantara maupun negara Asia lainnya. Rempah-
rempah berkualitas tinggi yang diperdagangkan seperti lada, cengkeh, kayu manis,
budak belian, banyak di bawa dari kepulauan Malladive. Komoditi emas di bawa dari
pulau Sumatera sedangkan bahan makanan seperti beras sampai 10 kapal pertahun,
sayur-sayuran, daging, kambing, sapi, domba, ayam, serta berbagai macam buah
segar lain yang berasal dari pulau Jawa. Pakaian kasar buatan sendiri yang banyak
dikirim ke Malaka, permintaan yang tinggi akan rempah-rempah di Eropa tidak
hanya digunakan sebagai bahan makanan saja melainkan digunakan juga sebagai
bahan pembuatan parfum dan obat-obatan seperti yang dilakukan oleh Yunani dan
Italia.7

7
Sumber Di Ambil dari kunjungan di Musem Kebaharian Jakarta pada 17 November 2023
pukul 16.43 WIB
Berdasarkan keterangan dari Bapak Lutfi, seorang nelayan berusia 60 tahun
yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa, dapat diketahui bahwa aktivitas pelayaran
di pelabuhan ini masih cukup ramai meski tidak sesibuk masa kejayaannya di masa
lalu.

Ada beragam jenis kapal yang masih aktif melakukan pelayaran dari dermaga
Sunda Kelapa, mulai dari kapal-kapal pengangkut barang dagangan antar pulau, kapal
nelayan, hingga kapal-kapal kecil untuk menarik minat wisatawan. Kapal dagang
yang bersandar di Sunda Kelapa umumnya menuju Bangka Belitung dan Kalimantan
serta membawa muatan pokok sehari-hari seperti beras, kacang hijau, kedelai, dan
gula.

Waktu tempuh rata-rata yang dibutuhkan 2 hari untuk Bangka Belitung dan 3
hari untuk Kalimantan, tergantung kondisi cuaca. Dulu, kebanyakan kapal di Sunda
Kelapa ini milik warga setempat, tetapi kini banyak yang sudah dikuasai pemilik
asing seperti etnis Tionghoa. Awak kapal dan buruh pelabuhan biasanya sudah
standby di dermaga sejak pagi bahkan subuh. Mereka tidur seadanya di atas kapal
sambil menunggu aktivitas bongkar muat barang dimulai.

Selain kapal dagang dan nelayan, di Sunda Kelapa juga banyak berlabuh
kapal-kapal kecil yang menyediakan jasa mengelilingi teluk Jakarta bagi wisatawan.
Melalui kapal-kapal inilah, para traveler bisa menikmati pemandangan kota sambil
mendengar penjelasan tentang sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa dari pemandunya.
Jadi meski tak seramai era keemasannya dulu, Sunda Kelapa masih cukup sibuk
dengan lalu lalang berbagai jenis kapal sampai hari ini.

Itulah gambaran aktivitas kontemporer di Pelabuhan Sunda Kelapa


berdasarkan keterangan Bapak Lutfi, pelaut yang sudah lama memboncengkan
penumpang di perairan pelabuhan bersejarah tersebut. Semoga penjelasan ini bisa
memperkaya pemahaman kita tentang dinamika kemaritiman Jakarta dari masa ke
masa. 8
8
Wawancara yang dilakukan di pelabuhan sunda kelapa pada 18 november 2023 pukul
07.57 WIB, dengan narasumber bapak Lutfi yang berumur 60 tahun bekerja sebagai nelayan kecil.
B. Pelabuhan Tanjung Priok.

Tanjung Priok yang berlokasi pada garis 06º06'00"LS dan 106º53'00"BT


sejatinya bukanlah sebuah kota namun hanyalah sebuah pelabuhan layaknya seperti
Teluk Bayur untuk negeri Padang, maka kedudukan Tanjung Priok sama halnya
untuk negeri Batavia. Menjadikan negerinya ramai oleh banyaknya lalu lalang kapal-
kapal yang silih berganti untuk berlabuh. Terdapat banyak kuda-kuda (delman/dokar)
juga taxi menunggu para pelancong yang datang untuk menyewa sebagai kendaraan
berkeliling. Di Pelabuhan Tanjung Priok juga terdapat dok kapal atau gelanggang
kapal yang digunakan untuk tempat pertukangan. Diarah timur agak jauh dari
pelabuhan terdapat sebuah perkampungan yang didirikan oleh kongsi-kongsi kapal
sebagai tempat tinggal mereka orang-orang yang bekerja di kapal maupun di
pelabuhan itu. Juga tidak terlalu jauh dari sanan terdapat Zandvoort.9

Pembangunan Tanjung Priok awalnya akan digunakan untuk pembangunan


rumah bagi para bataviaan yang kaya raya juga sebagai tempat istirahat mereka
dengan menghadirkan suasana pedesaan yang berlantaikan pasir pantai. Ini menjadi
bukti bahwa mereka ingin memperkokoh keberadaan mereka disini. Selain itu
pembangunan pelabuhan ini karena pelabuhan lama sudah tiak sanggup menampung
banyaknya kapal uap dengan ukuran yang besar untuk singgah di Pelabuhan
sebelumnya. Pembangunan pelabuhan baru tersebut bukanlah diatas tanah kosong
yang tak bertuan, ia adalah tanah partikelir Tanjung Priok dan tanah partikelir
Kampung Kodya yang dimiliki oleh beberapa tuan tanah yaitu Hana binti Sech
Sleman Daud; Oij Tek Tjiang; Said Aliwie bin Abdulah Atas; Ko Siong Thaij; Gouw
Kimmirt; dan Pattan yang kemudian tanah kepemilikan ini diambil alih oleh
pemerintah Hindia Belanda, lalu disewakan kepada lembaga pelayaran Koninklijke
Paketvaar Maatschappij (KPM) guna pembangunan dan pengoprasian Pelabuhan
Tanjung Priok.10
9
Berkeliling Hindia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, hal. 3.
10
Dilansir dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Priok,_Jakarta_Utara yang diakses pada
tanggal 30 November 2023, pada pukul 16.04 WIB.
Pemindahan pelabuhan dilakukan bukan tanpa sebab, pada tahun 1705,
endapan air dimuara sungai dicoba untuk dikeruk menggunakan kapal keruk yang
dipinjam dari Sulthan Cirebon. Muara sungai dikeruk berulang kali namun pasir
kembali menghalangi muara sungai. Hasil kerukan muara sungai terbawa ke kanal-
kanal yang ada menyebabkan kanal dan parit kota Batavia dipenuhi oleh kumpulan
kotoran. Pada tahun 1817 bendungan diperpanjang menjadi 1.350 M yang kemudian
diperpanjang lagi menjadi 1.825 M pada tahun 1875. Lumpur yang ada dialirkan
melalui bendungan yang mengakibatkan bendungan bertambah panjang dan
pendangkalan yang menyebabkan kapal-kapal tidak bisa untuk berlabuh.

Kapal-kapal besar harus melempar jangkar jauh dari pelabuhan karena tidak
bisa untuk bersandar. Disediakan fasilitas sederhana untuk para kapal menambatkan
kapalnya. Namun ketika lalu lintah perdagangan dipelabuhan ramai oleh kapal-kapal
dagang, pemeriksaan menjadi lambat dan banyak penundaan yang mengakibatkan
mereka harus mengantri lama. Endapan yang semakin parah menjadikan kapal-kapal
harsu berlabuh semakin jauh lagi. Kapal tongkakng digunakan untuk melakukan
kegiatann bongkar muat barang karena kapal tak mampu lagi bersandar. Namun
ketika angin muson barat yang menciptakan gelombang tinggi datang maka kapal-
kapal tongkang ini tidak diperkenankan untuk meninggalkan ataupun memasuki kanal
sungai. Banyaknya masalah yang terjadi merugikan para pemilik kapal uap,
kecepatan bongkar muat barang menjadi hal yang penting bagi pemilik kapal dalam
meminimalisir pengeluaran.11

Banyaknya masalah yang terjadi memunculkan gagasan untuk memindahkan


pelabuhan ke tempat lain. Maka dipilihlah Tanjun Priok yang lokasinya berjarak 9
KM dari pelabuhan utama. Ide pemindahan pelabuhan ini menimbulkan perdebatan
yang panjang antara para pemilik perusahaan komersial yang memiliki kantor dagang
dan gudang di pelabuhan lama Batavia melawan mereka yang setuju terhadap
pembangunan Tajung Priok yang diharap bisa menjadi pusat komersial baru bagi
perekonomian. Karena banyaknya desakan dari para pemilik kapal-kapal besar yang
11
Tundjung and Rani Roviyanti, “Dari Sunda Kelapa Ke Tanjung Priok,” Jurnal Pendidikan
Sejarah 4, no. 1 (2020): 162–70. hal. 166.
tidak dapat bersandar di dermaga maka keputusan untuk mendirikan pelabuhan baru
Tanjung priok pun diputuskan. Pembangunan pelabuhan dilakukan oleh Gubernur
Jendral Johan Wilhem Van Lansberge dengan perencana pelabuhannya adalah Ir
J.A.A Waldrop yang merupakan insinyur asal Belanda dan pelaksananya adalah Jr
J.A. de Gelder yang merupakan insinyur perairan, dimulai pada tahun 1877 dan
selesai pada tahun 1886. Para pekerjanya merupakan rakyat dari daerah Banten,
Priangan dan juga Jawa tengah yang bupatinya diberi tekanan oleh Pemerintah
Hindia-Belanda. Pelabuhan ini digunakan untuk menampung kapal-kapal dagang,
kapal-kapal yang memuat batu bara dan kapal-kapal uap. 12 terdapat dok kapal untuk
melakukan pemeriksaan juga perbaikan kapal.

Sebelum dimulainya pembangunan pelabuhan ini maka pinggir perairan


pelabuhan harus digali dan kemudian diratakan terlebih dahulu sampai kurang lebih
10 M dibawah permukaan air. Lubang digali untuk dijadikan dasar bangunan, ini diisi
dengan pasir yang kemudan ditindih/ ditimpah batu kali dan juga batu-batuan koral.
Barulah setelah itu dapat dipasang tiang-tiang yang akan menjadi penopang bangunan
kade sebanyak yang diperlukan sesuai panjangnya kade yang akan dibangun. Jika
yang harus dibangun itu berkisar pada ukuran 160 M panjangnya maka banyaknya
tiang beton yang diperlukan kurang lebih 820 buah yang panjang masing-masingnya
kurang lebih 14 M, lebar persegi kira-kira 0,40M x 0,40 M. 13 Pekerjaan untuk
membuat tiang-tiang beton, merangkai hingga memasangkan menjadi raster (satu
rangkaian utuh) dipekerjakannya (diborong) kepada N.V. Associatie oleh karena alat-
alat untuk mempekerjakannya belum ada seperti hei-stelling dll. Akan tetapi alat-alat
ini sekarang secama itu telah tersedia oleh CITRA terlah dipergunakan untuk
mengerjakan proyek-proyek pembangunan di Pelabuhan III sebelah barat sebagai
salah satu bagian dalam rangka rencana 5 tahun pelabuhan Tanjung Priok. Pula
perpanjangan kade pelabuhan III sebelah timur telah selesai dalam perbaikannya
namun belum juga dipergunakan untuk kapal-kapal berlabuh.

12
Tundjung and Roviyanti.
13
Majalah Departemen Perhubungan Laut, Suluh Nautika, Th ke X No. 2, Februari 1960, hal.
49.
Diatas kade-kade juga telah siap untuk dibangun bangunan gudang-gudang
yang kontruksinya terbentuk dari besi. Pemerintah dalam membangun ini
mengguakan borongan dari KARPI yang jumblahnya hampir 10 juta rupiah (kurs
zaman itu). Jumblah tersebut adalah total dari apa yang diperlukan seperti pekerjaan
untuk dan mengisinya dengan batu-batu dan pasir serta pembuatan bangsal. Bangsal
yang terdapat dalam suatu pelabuhan biasanya terdiri dari beberapa jenis seper
bangsal tertutup yang beratap dan berdinding, dan terbuka yang hanya memiliki
dinding atau hanya memiliki atap. Maka penitipan barang pun memiliki perbedaan
terhadap bangsal yang telah ditentukan oleh pemerintah yang diwakili Direksi
pelabuhan sebagai kepanjangan tangan untuk mengerjakannya.

Dalam pembangunanpun dibutuhan kayu yang besar serta panjang yang


sampai menyentuh 22 M. Kayu-kayu ini jarang dan sangat susah ditemukan di
Indonesia maka para Direksi pelabuhan memesan kayu yang diperlukannya dari
Manila. Di Manila kayu diolah dulu agar tidak rusak dan mudah busuk sehingga
ketika sampai di tempat pembangunan sudah dapat dipakai langsung.

Yang menarik dari pembangunan ini adalah hampir semua pekerjaan dalam
perbaikan maupun pembangunan mengenai Pelabuhan Tanjung Priok oleh
pemerintah diborongkan kepada KARPI dibawah pengawasan direksi pelabuhan dan
dilanjutkan dengan penyelesaian pelabuhan III sebelah barat dan perpanjangan ke
Utara ke bagian kade oleh pemerintah diborongkan pada CITRA. Maka dalam hal ini
dapat kita lihat bahwa sekalipun bangsa kita masih dalam belajar, namun dapat
membangun pelabuhan internasional.14

Masyarakat kita hidup dan makmur adalah sebagiannya terletak pada


perantara pelabuhannya. Kita mengerti tentang betapa pentingnya pelabuhan bagi kita
dalam kehidupan sehari-hari tapi sayangnya kita sangat kurang perhatian terhadap
terhadap pengetahuan tentang pelabuhan. Sejarah mencatat dengan tinta emas
mengenai kegemilangan Nusantara dengan lautnya. Kerajaan-kerajaan yang berhasil

14
Berita tentang pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok dapat dilihat dalam majalah suluh
nautika yang dikelurkan oleh Departemen Perhubungan Laut.
berjaya melalui lautnya sebut saja Sriwijaya, Majapahit, Malaka, Samudra Pasai,
Ternate, Tidore dan lain sebaginya, menjadikan fokus utama mereka kepada laut dan
pelabuhan. imperium-impreium itu tumbuh bermula dari emporia, yang membawa
banyak hal dilain sisi selain perdagangan.

Indonesia yang merupakan negara maritim harusnya dapat memanfaatkan


luat dengan sebaik mungkin untuk kemajuan negara. Negara dengan lautnya yang
luas serta ditaburi banyak pulau-pulau, maka pemerintah harus berpandangan bahwa
laut bukanlah pemisah antara satu pulau dengan pulau yang lainnya namun laut harus
dipandang sebagai penghubung antara pulau yang ada seperti apa yang disebutkan
Mahan dalam teorinya.15

Badan Pusat Statistik provinsi DKI Jakarta sebagai berikut;

15
Abd. Rahman Hamid,Sejarah maritime Indonesia, Yogyakarta (2015), Ombak.
Jumlah Penumpang dan Barang yang diangkut Melalui Pelabuhan
Pelayaran Tanjung Priok Menurut Jenis Pelayaran dan Jasa Pelayaran Pelabuhan
2020 2021 2022

3. Jasa Pelayaran - - -
Pelabuhan

2. Pelayaran - - -
Samudera

1. Pelayaran - - -
Nusantara

- Jumlah Kapal 11 876 12 457 13 616


Bersandar

- Penumpang 119 128 129 705 345 559

- Barang 9 336 667 10 503 075 6 978 892

- Barang 10 318 718 11 207 162 9 822 424

Sumber/Source: PT (Persero) Pelabuhan Indonesia II Cabang Tanjung Priok /Indonesia Port


Corporation II, Tanjung Priok Branch

Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta merupakan pelabuhan utama nasional dan


internasional yang menjadi pintu gerbang konektivitas ekonomi nasional dan
internasional yang berfungsi sebagai tulang punggung pembangunan nasional, dengan
total volume angkutan barang 60 % dari dan ke Indonesia. Pelabuhan Tanjung Priok
juga memiliki posisi yang begitu penting dalam sistem transportasi dan logistik
nasional sehingga menuntut Pelabuhan Tanjung Priok secara berkesinambungan
harus mampu memfasilitasi aktifitas perekonomian dan perdagangan Indonesia, dan
pada akhirnya diharapkan Pelabuhan Tanjung Priok dapat mendorong sektor
perdagangan dan industri nasional guna menghadapi perdagangan bebas
internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Supratikno Rahardjo Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan
Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI 1996.
Lee Gemmy Geminius [et. al], “PENGEMBANGAN BUDAYA DAN SEJARAH
PELABUHAN SUNDA KELAPA PADA ERA MODERN” 4, no. 2 (2022):
2009–20.
Jan Gonda Sanskrit in Indonesia 1951 hal.348 yang mengutip Hoessein
Djajadiningrat..
R Mohamad Ali S.S, F Bodmer, Djakarta Djaja Sepandjang Masa, Pemerintah DCI
Jakarta 1969
Tundjung and Rani Roviyanti, “Dari Sunda Kelapa Ke Tanjung Priok,” Jurnal
Pendidikan Sejarah 4, no. 1 (2020): 162–70.

Buku
Abd. Rahman Hamid,Sejarah maritime Indonesia, Yogyakarta (2015), Ombak.
Majalah Departemen Perhubungan Laut, Suluh Nautika, Th ke X No. 2, Februari
1960.
Berkeliling Hindia, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.

Pencarian Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Tanjung_Priok,_Jakarta_Utara
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6285296/nama-kota-tua-jadi-batavia-
dan-sejarah-perubahan-nama-jakarta#:~:text=DKI%20Jakarta,-Setelah%20Jepang
%20kalah&text=Pemberian%20nama%20Jakarta%20dikukuhkan
%20pada,pemerintahan%20Wali%20Kota%20Jakarta%20Sudiro.

Wawancara
Wawancara langsung dengan narasumber, Bapak Lutfi yang berusia 60 tahun.
Seorang nelayan lokal dan juga pemandu wisata di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa.
KESIMPULAN

Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta telah menjadi pusat perdagangan penting


sejak abad ke-5 Masehi pada zaman Kerajaan Sunda. Strategisnya letak geografis di
Selat Sunda menjadikan pelabuhan yang dikenal dengan nama Kalapa ini ramai
didatangi pedagang-pedagang dari berbagai penjuru dunia seperti Cina, Jepang, India,
Arab, Persia, hingga Eropa.

Para pedagang tersebut singgah ke Pelabuhan Sunda Kelapa tidak hanya


untuk berbisnis, tapi juga menjalankan misi politik dan menyebarkan pengaruh
kebudayaan dan keagamaan dari negeri asal mereka. Inilah yang menjadikan Sunda
Kelapa sebagai titik sentral jalur perdagangan Asia dan tempat pertemuan berbagai
peradaban dari dahulu hingga abad ke-16, sebelum direbut Kesultanan Banten dan
akhirnya jatuh ke tangan kolonial Belanda pada 1619.

Di bawah kekuasaan VOC, Sunda Kelapa kemudian dikembangkan menjadi


Batavia. Seiring berjalannya waktu, Batavia menjadi makin padat dan mengalami
banyak permasalahan, terutama pendangkalan di Sungai Ciliwung yang menghambat
arus lalu lintas kapal dagang. Untuk mengatasinya, Pemerintah Hindia Belanda
akhirnya membangun Pelabuhan Tanjung Priok pada 1877 sekitar 15 kilometer di
sebelah timur Batavia.

Selain karena lokasinya yang lebih strategis dan leluasa untuk ekspansi,
pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok juga untuk mendukung fungsi Batavia
sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan kolonial Belanda di Asia Tenggara.
Sejak saat itu, peranan vital Sunda Kelapa dalam kegiatan maritim-niaga-
internasional beralih ke Tanjung Priok. Kondisi itu bertahan hingga masa kini di
mana Pelabuhan Tanjung Priok telah tumbuh sebagai pelabuhan utama dan tersibuk
di Indonesia, menjadi penghubung perdagangan dalam dan luar negeri, sekaligus
berperan sebagai mesin penggerak perekonomian nasional. Sementara Pelabuhan
Sunda Kelapa sendiri kini lebih banyak melayani kapal penyeberangan antar pulau,
meski sejarah glorius-nya sebagai pusat peradaban maritim Nusantara tak terlupakan
hingga kini.

LAMPIRAN

Narasumber bapak Lutfi berumur 60 tahun


Kapal- Kapal di Pelabuhan Sunda Kelapa

Kegiatan muat barang di kapal di pelabuhan sunda kelapa


Sumber di Arsip Nasional
Sumber dari Perpustakaan Nasional
Sumber di Museum Kebaharian Jakarta

Anda mungkin juga menyukai