Anda di halaman 1dari 27

KANKER KOLON

1.1 Epidemiologi

Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan

ke-4 di dunia dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada

perempuan dengan perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk (Abdullah,

2006).

Kanker kolorektal adalah penyebab kematian kedua terbanyak dari seluruh

pasien kanker di Amerika Serikat. Kanker usus besar dan rektum adalah penyebab

paling umum ketiga kematian kanker pada wanita (setelah kanker paru-paru dan

payudara) dan penyebab yang paling umum ketiga kematian kanker pada laki-laki

(setelah kanker paru-paru dan prostat). Lebih dari 150.000 kasus baru terdiagnosis

setiap tahunnya di Amerika Serikat dengan angka kematian per tahun mendekati

angka 60.000 (www. Medicineworld, 2010)

Penyakit tersebut paling banyak ditemukan di Amerika Utara, Australia,

Selandia Baru dan sebagian Eropa. Kejadiannya beragam di antara berbagai

populasi etnik, ras atau populasi multietnik/multi rasial. Secara umum didapatkan

kejadian kanker kolorektal meningkat tajam setelah usia 50 tahun, fenomena ini

dikaitkan dengan pajanan terhadap berbagai karsinogen dan gaya hidup. Di

Amerika Serikat rata-rata pasien kolorektal adalah berusia 67 tahun dan lebih dari

50% kematian terjadi pada mereka yang berumur di atas 55 tahun (Abdullah,

2006).

Di Indonesia, menurut laporan registrasi kanker nasional, didapatkan angka

yang berbeda. Didapatkan kecenderungan untuk umur yang lebih muda

1
2

dibandingkan dengan laporan dari negara barat. Untuk usia di bawah 40 tahun

data dari Bagian Patologi Anatomi FKUI didapatkan angka 35,36% (Abdullah,

2006).

Distribusi kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:

6.8%

8.7% 11.7%

Sekum Sigmoid
1.9% 9.7%

51.5%
(sumber : Abdullah, 2006).

1.2 Definisi Kanker Usus Besar (Colon)

Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar

adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix

(usus buntu).
3

1.3 Patofisiologi

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor

genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah

melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang

menimbulkan berbagai perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker.

Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara

mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan pada mukosa kolon

(seperti pada displasia adenoma) (Abdullah, 2006).

Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal


1. Probably related
a. Konsumsi diet lemak tinggi
b. Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
a. Karsinogen dan mutagen
b. Heterocyclic amines
c. Hasil metabolisme bakteri
d. Bir dan konsumsi alkohol
e. Diet rendah selenium
3. Probably protektif
a. Konsumsi serat tinggi
b. Diet kalsium
c. Aspirin dan OAINS
d. Aktivitas fisik (BMI rendah)
4. Possibly protekstif
a. Sayuran hijau dan kuning
b. Makanan dengan karoten tinggi
c. Vitamin C dan E
d. Selenium
e. Asam folat
5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor
6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen)
(Sumber : Abdullah, 2006).

Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang

mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan


4

adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang

mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan

instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas

kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit

(Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui

mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang

kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN)

disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair

(MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch (Abdullah,

2006).

Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada

perubahan dari adenoma kolon menjadi kanker kolon.

Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik

terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur

kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng

selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang


5

biasnya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan

gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal (Abdullah, 2006).

(Sumber : http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/C/Cancer.html)

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen

supresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan

menghambat proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53

menyebabkan sel dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replikasi yang

menghasilken sel-sel dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel

dengan kehilangan sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele

(misal loss of heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor

tumor yang lain seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan

transformasi akhir menuju keganasan (Abdullah, 2006).

Perubahan genetik yang terjadi selama evolusi kanker kolorektal dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :


6

(sumber : Abdullah, 2006).

1.4 Stadium dan Faktor prognostis

Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan

gambar di bawah ini:

Stadium Deskripsi histopatologi Bertahan 5


Dukes TNM Derajat tahun (%)
A T1N0M0 I Kanker terbatas pada >90
mukosa/submukosa
B1 T2N0M0 II Kanker mencapai muskularis 85
B2 T3N0M0 III Kanker cenderung 70-80
masuk/melewati mukosa
C TxN1M0 IV Tumor melibatkan KGB 35-65
regional
D TxN2M1 V Metastasis 5
(sumber : Abdullah, 2006).
7

Harapan hidup pasien dengan kanker kolon bergantung pada derajat

penyebaran saat pasien datang. Prognosis pasien berhubungan dengan dalamnya

penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan KGB regional atau metastasis jauh,

penyebaran lokal yang dapat menyebabkan perlekatan dengan struktur yang tak

dapat diangkat, dan derajat histologi yang tinggi. Semua variabel ini digabung

sehingga dapat ditentukan sistem staging yang dimodifikasi dari skala Dukes-

Turnbull. Untuk semua pasien hasil kelangsungan hidup adalah sekitar 25% tetapi

pada pasien yang bisa diobati dengan reseksi meningkat menjadi 50% dan jika

tidak menembus seluruh ketebalan dinding kolon maka harapan hidupnya hampir

normal. Kriteria terpenting adalah keterlibatan KGB regional saat dilakukan

reseksi primer, pasien dengan tumor yang belum menembus dinding kolon dan

belum terdapat keterlibatan KGB regional mempunyai harapan hidup 90%, tapi

bila KGB regional sudah terlibat angka harapan hidup menurun tinggal 40%.

Jumlah KGB regional yang terlibat juga penting, karena apabila lebih dari 3 KGB
8

regional terlibat angka harapan hidup menjadi lebih rendah yaitu 15-26%. Pada

intinya kanker yang sudah menunjukkan gejala biasanya pada stadium yang sudah

parah dan angka harapan hidup secara keseluruhan ahanya berkisar 50%.

Prognosis yang buruk juga terjadi pada pasien dengan usia muda, menderita

kanker koloid, dan menunjukkan gejala obstruksi atau perforasi (Roediger,

1994).

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

(sumber : Abdullah, 2006).


9

1.5 Gejala

Kebanyakan kasus kanker kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun

dan umumnya sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk.

Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah perubahan pola buang air

besar, perdarahan per anus (hematosezia dan konstipasi). Kanker ini umumnya

berjalan lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagaia bagian dari

komplikasi seperti obstruksi. Perdarahan invasi lokal kakheksia. Obstruksi kolon

biasanya terjadi di kolon transversum. Kolon desendens dan kolon sigmoid karena

ukuran lumennya lebih sempit daripada kolon yang proksimal. Obstruksi parsial

awalnya ditandai dengan nyeri abdomen, namun bila obstruksi total terjadi akan

menimbulkan nausea, muntah, distensi dan obstipasi. Kanker kolon dapat

berdarah sebagai bagian dari tumor yang rapuh dan mengalami ulserasi. Meskipun

perdarahan umumnya tersamar namun hematochesia timbul pada sebagian kasus.

Tumor yang terletak lebih distal umumnya disertai hematoseczhia atau darah

tumor dalam feses, tapi tumor yang proksimal sering disertai dengan anemia

defisiensi besi. Invasi lokal dari tumor menimbulkan tenesmus, hematuria, infeksi

saluran kemih berulang dan obstruksi uretra. Abdomen akut dapat terjadi

bilamana tumor tersebut menimbulkan perforasi. Kadang timbul fistula antara

kolon dengan lambung atau usus halus. Asites maligna dapat terjadi akibat invasi

tumor ke lapisan serosa dan sebaran ke peritoneal. Metastasis jauh ke hati dapat

menimbulkan nyeri perut, ikhterus dan hipertensi portal (Abdullah, 2006).

Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker

di dalam usus besar. Ukuran dan ekstenbilitas usus ukuran kanan kira-kira enam
10

kali lebih besar daripada daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair.

Tumor yang terletak di usus bagian kanan walaupun besar cenderung

menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak tumbuh mengelilingi usus.

Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di kolon kanan tidak

disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang tidak enak

atau kolik di abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan

kehilangan darah kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor

di daerah kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi normal

dalam daerah ini adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala

obstruksi akut atau kronis adalah gambaran klinis yang penting. Di samping itu

pasien dapat mengalami perubahan dalam pola defekasi (bowel habits),

memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber feses. Perdarahan adalah lebih jelas,

dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi permukaan feses (Schein,

1997).

Gambaran klinis kanker kolorektal tergantung pada tempat tumor. Sekitar

seperempat tumor usus besar terletak pada kolon kanan. Kolon transversal dan

kolon desenden relatif jarang terkena, sehingga kebanyakan tumor terletak pada

kolon sigmoid dan rektum. Gejala berdasarkan lokasi kanker dibagi menjadi

(Jones & Schofield, 1996):

Kolon kanan

a. Pasien dengan obstruksi : sekitar seperempat pasien datang dengan tanda

obstruksi usus kecil di bagian bawah yaitu kolik, muntah, konstipasi dan distensi.

Foto polos abdomen memperlihatkan dilatasi usus kecil.


11

b. Tanpa obstruksi : banyak pasien yang datang tanpa obstruksi tiadak

mempunyai gejala yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Mereka

memberikan riwayat anemia dan penurunan berat badan akibat perdarahan

gastrointestinal samar. Gejala yang kompleks ini memberikan kemungkinan

karsinoma lambung, tetapi karsinoma kolon kanan (yang seharusnya lebih

membutuhkan terapi) seringkali terlewatkan. Diagnosis ditegakkan dengan

ditemukannya massa yang dapat dipalpasi dalam fossa iliaka kanan. Apakah ini

ada atau tidak, seluruh kolon harus diperiksa dengan kolonoskopi atau pada

pemeriksaan barium enema.

Kolon kiri

a. Pasien dengan obstruksi : pada semua 25-30% pasiendatang dengan lesi

pada kolon kiri datang sebagai pasien gawat darurat. Pasien dapat menderita

perforasi dengan abses perikolik atau bahkan peritonitis umum tetapi lebih sering

obstruksi usus besar. Sejauh ini penyebab paling umum dari obstruksi usus besar

adalah karsinoma, penting untuk menyingkirkan penyebab lain yang mungkin

dapat ditangani dengan terapi konservatif. Pemeriksaan barium enema darurat

diindikasikan pada semua kasus obstruksi usus besar untuk mengkonfirmasi

derajat obstruksi dan untuk mendiagnosis pseudo-obstruksi yang tidak

membutuhkan pembedahan. Kolonoskopi darurat telah dianjurkan sebagai

alternatif dari pemeriksaan barium enema.

b. Pasien tanpa obstruksi : gangguan kebiasaan defekasi merupakan keluhan

pasien yang datang tanp obstruksi. Hal ini bisa berupa konstipasi yang meninkat,

diare atau berubah-ubah antara kedua hal tersebut, pasien biasanya menemukan

darah bersama feses dan mengeluh nyeri atau rasa tidak enak pada abdomen
12

bawah. Penurunan berat badan umum ditemukan dan pada umumnya merupakan

tanda yang buruk. Karsinoma kadang-kadang bisa diraba dengan palpasi

abdomen.

Karsinoma rektum

Pasien dengan karsinoma rektum hampir tidak pernah datang sebgai pasien

gawat darurat. Pasien mengalami perdarahan yang jelas melalui rektum. Mungkin

terdapat perubahan kebiasaan defekasi dan sering tenesmus, perasaan defekasi

yang belum selesai dengan keinginan defekasi yang berulang-ulang, tetapi yang

keluar hanya lendir dan darah. Tumor sampai 10 cm dari anal biasanya dapat

dilihat dengan sigmoidoskopi.

1.6 Pendekatan diagnosis

Pada pasien dengan gejala keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari

beberapa tanda seperti : anemia mikrositik, hematozesia, nyeri perut, berat badan

turun atau perubahan defekasi oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan

endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan

neoplasma namun bila tidak ada darah samar tidak dapat menyingkirkan lesi

neoplasma.

Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon

memberikan hasil normal. Perdarahan intermitten dan polip yang besar dapat

dideteksi melalui darah samar feses atau anemia defisiensi besi.

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50%

polip kolon dengan spesifitas 85%. Bagian rektosigmoid sering untuk divisualisasi
13

oleh karena itu pemeriksaan rektosigmoideskopi masih diperlukan. Bilamana ada

lesi yang mnecurigakan pemeriksaan kolonoskopi diperlukan untuk biopsi.

Pemeriksaaan lumen barium teknik kontras ganda merupakan alternatif lain untuk

kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering tak bisa mendeteksi lesi berukuran

kecil. Enema barium cukup efektif untuk memeriksa memeriksa bagian kolon di

balik striktur yang tak terjangkau dengan pemeriksaan kolonoskopi.

Gambaran radiologi kanker kolon dengan menggunakan pemeriksaan

barium enema dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(sumber : Abdullah, 2006).

Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat

akurat dan dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan.

Pemeriksaan kolon yang lengkap dapat mencapai >95% pasien. Rasa tidak

nyaman yang timbul dapat dikurangi dengan pemberian obat penenang intravena

meskipun ada risiko perforasi dan perdarahan. Kolonoskopi dengan enema barium

terutama untuk mendeteksi lesi kecil seperti adenoma. Kolonoskopi merupakan

prosedur terbaik pada pasien yang diperkirakan menderita polip kolon.

Kolonskopi mempunyai sensitivitas 95% dan spesitivitas 99% paling tinggi untuk

mendeteksi polip adenomatous, di samping itu dapat melakukan biopsi untuk


14

menegakkan diagnosis secara histologis dan tindakan polipektomi penting untuk

mengangkat polip.

Evaluasi histologis

Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang dominan,

yang paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma tubulovisum 10% dan

adenoma serrata 1%. Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan menjadi

ringan, sedang dan berat. Gambaran atipik berat menunjukkan adanya fokus

karsinomatosus namun belum menyentuh membran basalis. Bilamana sel ganas

menembus membran basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut

karsinoma intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma

berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.

Gambaran histologis kanker kolon bisa dilihat pada gambar di bawah ini :

(sumber : Abdullah, 2006)

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau

kolonoskopi dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan stadium

untuk menentukan luasnya tumor. Pemeriksaan CT scan abdomen dan radiografi

dada harus dilakukan, adanya tumor yang terloksalisir biasanya mengharuskan

pembedahan radikal untuk mengeksisi tumor secara total dengan tepi minimal 6
15

cm dan dengan reseksi en bloc pada semua kelenjar getah bening di akar

mesenterium (Schein, 1997)

Deteksi dini pada pasien tanpa gejala

Deteksi dini pada masyarakat luas dilakukan dengan beberapa cara, seperti :

tes darah samar dari feses, dan sigmoidoskopi. Pilihan lain berdasarkan waktu

antara lain: FOBT (Fecal Occult Blood test) setahun sekali, sigmoidokopi

fleksibel setiap 5 tahun, enema barium kontras ganda setiap 5 tahun dan

kolonoskopi setiap 10 tahun (Abdullah, 2006).

Klasifikasi yang dipakai untuk kanker kolorektal dini dapat dilihat pada

gambar di bawah ini :

(Sumber : Abdullah, 2006).


16

Diagnosis

Diagnosis pada pasien dapat dilakukan sesuai bagan di bawah ini:

(Diadaptasi dari Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD,
et al. Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale. Gastroenterology
1997;112:594-642 [Published errata in Gastroenterology 1997;112:1060 and
1998;114:635].)
17

1.7 Penatalaksanaan

Meskipun adenoma kolon merupakan lesi pre maligna, namun perjalanan

menjadi adenokarsinoma belum diketahui. Pengamatan jangka panjang

menunjukkan bahwa perkembangan menjadi adenokarsinoma dari polip 1 cm 3%

setelah 5 tahun, 8% setelah 10 tahun dan 24% setelah 20 tahun diagnosis

ditegakkan. Pertumbuhan dan potensi ganas bervariasi secara substansial. Rata-

rata waktu yang dibutuhkan untuk perubahan adenoma menjadi adebikarsinoma

adalah 7 tahun, laporan lain menunjukkan polip adenomatous dengan atipia berat

menjadi kanker membutuhkan waktu rata-rata 4 tahun dan bila atipia sedang 11

tahun (Abdullah, 2006).

Kemoprevensi

Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap

berhubungan dengan penurunan motalitas kanker kolon. Bebrapa OAIN seperti

sulindac dan celecoxib telah terbukti sewcara efektif menurunkan insidens

berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis

(FAP). Data epidemiologi menunjukkan adanaya penurunan risiko kanker di

kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian aspirin

dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah. (FKUI)

Endoskopi dan operasi

Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat polipektomi.

Bila ukuran <5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau

elektrokoagulasi bipolar. Di samping polipektomi dapat diatasi dengan operasi,

indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon

transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden di atasi dengan
18

hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat

dengan tindakan Low Anterior Resection (LAR). Angka mortalitas akibat operasi

sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka mortalitas

menjadi lebih tinggi. Reseksi terhadap metastasis di hepar dapat memberikan hasil

23-35% rata-rata bebas tumor.

Beberapa contoh tindakan polipektomi dapat dilihat pada gambar di bawah

ini :

(sumber : Abdullah, 2006)

Terapi utama untuk kanker usus besar adalah pembedahan dengan eksisi

luas, mencakup daerah drainase limfe yang tepat. Untuk kebanyakan pasien,

eksisi yang tepat adalah hemikolektomi kiri atau kanan, tetapi pada beberapa

pasien dengan beberapa adenoma dan pasien muda dengan kanker, beberapa ahli

bedah menyarankan kolektomi total dan anastomosis ileorektal (Jones dan

Schofield, 1996).
19

a. Kanker kolon kanan

kanker kolon kanan dengan atau tanpa obstruksi diterapi dengan

hemikolektomi kanan dan anstomosis promer. Reseksi diindikasikan meskipun

ada metastasis hepatik, karena reseksi merupakan paliasi terbaik. Pada pasien

dengan obstruksi yang nyata, operasi harus dilakukan sebagai tindakan darurat.

Kadang-kadang reseksi tidak mungkin dilakukan, dan ahli bedah harus memintas

tumor dengan menganastomosis ileum ke kolon transversal.

Pengangkatan usus kanan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

(Sumber : Jones dan Schofield, 1996)

b. Kanker kolon kiri

Jika tidak ada obstruksi usus, maka terpai pilihan untuk kanker kolon kiri

adalah eksisi luas dengan hemikolektomi kiri atau kolektomi sigmoid dengan

anstomosis primer. Reseksi dilakukan meskipun ada tumor sekunder dari hepar,

karena reseksi memberikan paliasi terbaik. Kolostomi saja tidak pernah


20

dipertimbangkan bila tidak ada obstruksi, karena mempunyai nilai paliatif yang

kecil. Hemikolektomi kiri dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

(Sumber : Jones dan Schofield, 1996)

Pada kasus dengan obstruksi kolon kiri, metode tradisional yang digunakan

adalah prosedur 3 tahap:

1. Kolostomi saja

2. Reseksi dengan anastomosis

3. Penutupan kolostomi

Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya kecenderungan ke arah

reseksi sebagai prosedur primer. Seringkali tidak dilakukan anastomosis pada

operasi darurat. Kolon atas yang tersisa dikeluarkan seperti pada kolostomi, dan

kolon bawah dikeluarkan (dengan menghasilkan fistula mukus) atau ditutup

(dengan prosedur Hartmann). Operasi kedua dapat dilakukan jika pasien sudah

benar-benar pulih dan kesinambungan usus dapat dipertahankan.


21

Tindakan lebih lanjut dapat dilakukan dengan cara tidak hanya mereseksi

tumor tetapi juga melakukan anastomosis primer. Hal ini dibantu dengan

pembilasan kolon di atas meja operasi, yang membersihkan kolon dari feses dan

mengurangi disproporsi ukuran antara usus yang di atas dan di bawah karsinoma

yang direseksi. Pilihan lebih lanjut adalah melakukan kolektomi subtotal dan

anastomosis usus kecil ke sisa kolon distal atau rektum.

Karsinoma rektum

Karsinoma setengah bagian atas rektum yang dioperasi dapat dieksisi secara

adekuat dan dianastomosis dengan baik. Prosedur ini disebut reseksi anterior dan

rektum. Anastomosis dapat dilakukan dengan penjahitan manual, tetapi dengan

adanya alat stapler sirkuler secara teknik mempermudah untuk dilakukannya

beberapa reseksi anterior. Prosedur reseksi pada kaarsinoma rektum dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :

(Sumber : Jones dan Schofield, 1996)


22

Pilihan terapi untuk kanker rektum bagian bawah lebih bervariasi, terapi

standar untuk tumor <6cm dari tepi anal masih dengan eksisi abdominoperineal

rektum dengan kolostomi ujung. Terapi pilihan lain dapat dipertimbangkan.

Beberapa tumor yang berdiameter 5-6 cm dapat ditangani dengan eksisi rektal dan

anstomosis koloanal. Pada tumor kecil yang berdiameter kurang dari 3-4 cm tanpa

terlihat penyebaran ekstra rektal, terapi lokal mungkin efektif; dengan pemilihan

cermat, hasil akhir dapat sangata baik. Metode yang memuaskan adalah eksisi

lokal, dekstruksi dengan diatermi dan radioterapi lokal.

Terapi ajuvan

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.

Kemoterapi ajuvan dimaksudakan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker

kolon setelah operasi. Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat levamisol

dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa interval bebas

tumor. Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada pasien dengan kriteria Dukes

B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer dapat memperpanjang masa harapan

hidup. Oxaliplatin analog platinum juga memperbaiki respon setelah diberikan

5FU dan leucoverin. Manajemen kanker kolon yang tidak reseksibel meliputi :

Nd-YAG foto koagulasi laser dan self expanding metal endoluminal stent.

Pemilihan terapi pada pasien disesuaikan dengan stadium penyakitnya,

seperti gambar dibawah ini:


23

Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium

kanker pasien, seperti bagan bawah ini:

Penentuan stadium

A B C
Tumor metastasis
Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan radikal Pembedahan radikal Pembedahan


paliatif

Observasi Observasi

Percobaan klinis
dengan terapi ajuvan Kemoterapi

(sumber : Schein, 1997)


24

Keterangan :
A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum

mempenetrasi keseluruhan tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan

tidak diperlukan, tetapi rencana pengawasan ketat untuk dteksi dini adanya

rekurensi harus dilakukan. Tindakan tersebut harus termasuk adanya

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan carciniembryogenik antigen (CEA) tiap 3

bulan dan foto dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus diulangi

dalam waktu 1 tahun untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip

dan, jika negatif selanjutnya harus diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-

up yang lebih ketat diperlukan pada pasien dengan tumor yang timbul pada

keadaan peradangan usus (inflammatory bowel disease) atau sindroma

poliposis herediter. Pada kasus tersebut, harus diambil pertimbangan untuk

melakukan kolektomi profilaksis.

B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan

muskularis dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil

pertimbangan untuk memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis

terapi ajuvan. Pada saat ini, data dari percobaan terkontrol tidak

mengharuskan pemakaian rutin kemoterapi ajuvan dengan 5-flourouracil (5-

FU) atau dengan kombinasi 5-FU dengan semustine (methyl-CCNU [methyl-

cyclohexyl chloroethylni-trosoureal]).

C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap

reseksi paliatif tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan

perforasi mungkin ditemukan. Metastasis simptomati harus dihilangkan

dengan kemoterapi. Walaupun pemberian 5-FU secara intravena dengan

jadwal setiap minggu atau tiap 5 hari merupakan seni dalammemberikan


25

pengobatan, penelitian sekarang masih dalam perkembangan untuk mencari

bentuk pengobatan yang lebih efektif baik dengan kombinasi 5-FU dengan

leucovorin dan/methotrexate, atau dengan memberikan infus intravena setiap

2 minggu dengan cis-platinum. Bagi pasien dengan metastasis ke hepar,

pasien tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin merupakan calon untuk

reseksi hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah menyebabkan

kemungkinan hidup yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus.

Selain itu, penggunaan infs 5-FU atau 5-FUDR (5=fluorodeoxyuridine) ke

dalam sirkulasi arteri hepatik telah dilaporkan meningkatkan paliasi dalam

beberapa serial, walaupun belum dibuktikan dapat memperbaiki

kemungkinan bertahan hidup dalam kontrol lengkap.

1.8 Komplikasi

Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :

a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi

b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ

peritoneal

c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan

Komplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) dibagi

menjadi 2 berdasarkan perkiraan waktu munculnya komplikasi, yaitu komplikasi

segera dan komplikasi lambat. Komplikasi segera meliputi :

a. Kardiorespirasi

b. Kebocoran anastomosis

c. Infeksi luka

d.Retensi urine
26

e. Impoten

Komplikasi lambat meliputi :

a. Kekambuhan

b. Sistemik

c. Lokal
27

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam edisi IV jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378

Aninomous,http://medicineworld.org/cancer/colon/epidemiology-of-colon-cancer.

html diupload tanggal 7 Oktober 2011 15:58 WIB.

Anonimous,http://users.rcn.com/jkimball.ma.ultranet/BiologyPages/C/Cancer.htm

l diupload tanggal 7 Oktober 2011 16:39 WIB.

Jones & Schofield. 1996. Neoplasia Kolorektal dalam Petunjuk Penting Penyakit

Kolorektal. EGC : Jakarta hal :58-65

Roediger, WEW. 1994. Cancer of the Colon, rectum and Anus in Manual of

Clinical Oncology Sixth edition. UICC : Germany p:336-347

Rudy, David R & Zdon, Michael J. 2000. American family physician Update on

Colorectal Cance r < http://www.aafp.org/afp/20000315/1759.html>

Schein, Philips. 1997. Onkologi Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan.

Binarupa Aksara : Jakarta.

Winawer SJ, Fletcher RH, Miller L, Godlee F, Stolar MH, Mulrow CD, et al.

Colorectal cancer screening: clinical guidelines and rationale.

Gastroenterology 1997;112:594-642 [Published errata in

Gastroenterology 1997;112:1060 and 1998;114:635].)

Anda mungkin juga menyukai