Anda di halaman 1dari 23

IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

Jefrey Oxianus Sabarua

Program Studi PGSD FKIP Uniera

ABSTRAK

Keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada beberapa faktor, antara lain
guru, siswa, kurikulum, metode, teknik, pendekatan, dan bahan pengajaran. Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, maka gurulah yang memiliki peran paling dominan dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, guru harus mempunyai pengetahuan yang
memadai tentang bidang studi yang digelutinya. Selain menjadi penyampai pengetahuan, guru
diharapkan mampu memupuk sifat positif siswa terhadap bidang studi yang disampaikannya.
Kedudukan guru dalam dunia pendidikan dan pengajaran merupakan kunci utama dan figur
sentral. Kualitas guru yang rendah dapat berakibat buruk bagi siswa. Guru harus mempunyai
pengetahuan tentang berbagai metode atau teknik mengajar. Para ahli berpendapat bahwa
setiap metode atau teknik mengajar bergantung pada guru yang mengaplikasikannya. Salah
satu teknik yang digunakan dalam pembelajaran bahasa yaitu teknik uji rumpang. Teknik uji
rumpang merupakan metode penangkapan pesan dari sumbernya (penulis atau pembicara),
mengubah pola bahasa dengan jalan melesapkan bagian-bagiannya dan menyampaikan
kepada si penerima (pembaca dan penyimak), sehingga mereka berupaya untuk
menyempurnakan kembali pola-pola keseluruhan yang menghasilkan sejumlah unit-unit
kerumpangan yang dapat dipertimbangkan (Harjasujana, 1997:140). Metode atau teknik ini

1 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

jelas memiliki cara kerja yang bertumpu pada kegiatan siswa. Siswa dengan bimbingan guru
diarahkan untuk dapat mengidentifikasikan masalah, kemudian mencari penyelesaiannya.

Kata kunci: pembelajaran bahasa Indonesia, sekolah dasar, teknik uji rumpang,

Teknik Uji Rumpang

Teknik Uji Rumpang (TUR) atau Teknik Isian Rumpang mula-mula diperkenalkan oleh Wilson
Taylor (1953) dengan nama Cloze Procedure. Teknik ini diilhami oleh suatu konsep ilmu jiwa
Gestal yang dikenal dengan istilah closure.
Konsep ini menjelaskan tentang kecenderungan manusia untuk menyempurnakan suatu pola
yang tidak lengkap secara mental menjadi suatu kesatuan yang utuh; kecenderungan untuk
mengisi atau melengkapi suatu yang sesungguhnya ada namun tampak dalam keadaan yang
tidak utuh; melihat bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan. Melalui prosedur isi rumpang,
pembaca diminta untuk dapat memahami wacana yang tidak lengkap (karena bagian-bagian
tertentu dari wacana telah dengan sengaja dilesapkan) dengan pemahaman yang sempurna
(Hajasujana, 1996:139-140).

Terkait dengan pengertian Teknik Uji Rumpang, Hittleman (dalam Haryadi, 2014:191)
menyatakan bahwa teknik uji rumpang ialah sebuah teknik penghilangan kata-kata sistematis
dari wacana dan pembaca diharapkan dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan
kata yang sesuai. Seperti halnya teknik pengajaran membaca lainnya, teknik uji rumpang juga
memiliki kegunaan. Kegunaan tersebut yakni untuk mengukur tingkat keterbacaan sebuah
wacana dan melatih keterampilan serta kemampuan siswa melalui kegiatan belajar mengajar
(Astuti, 2000: 10). Pembaca disuruh memahami wacana yang tidak lengkap (kata-kata tertentu
dari wacana dilesapkan atau dihilangkan) dengan pemahaman yang sempurna. Setelah
paham, pembaca diminta untuk mengisi kata-kata dari bagian yang dihilangkan. Kata-kata yang
diisikan merupakan kata-kata yang sama atau sinonimnya dari kata aslinya, yaitu kata semula
sebelum dihilangkan. Lain halnya dengan Robert (dalam Damaianti, 1995:71) yang
mendefinisikan pengertian Teknik Uji Rumpang sebagai berikut.

The cloze procedure as a method of intercepting a message from ‘trasnmitter’ (writer or

2 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

speaker), mutilating it’s language patterns by deleting parts, and so administering it to


‘receivers’ (readers and listeners) that their attempts to make patterns whole again yield a
considerable number of cloze units

Berdasarkan definisi tersebut, teknik uji rumpang merupakan suatu metode yang sengaja
dirancang untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan jalan
memotong pola bahasa pada bagian-bagian yang dilesapkan/dirumpangkan. Setelah itu para
pembaca dituntut mampu mengolahnya menjadi pola yang utuh seperti wujudnya semula,
dengan cara mengisi bagian yang dirumpangkan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa teknik uji rumpang adalah
sebuah teknik untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan penulis dengan cara
menyajikan bacaan yang tidak utuh (dirumpangkan) dan pembaca bertugas untuk mengisinya
sehingga menjadi bacaan seperti semula. Teknik uji rumpang merupakan salah satu alat ukur
keterbacaan wacana.

Fungsi Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Dalam pembelajaran, teknik uji rumpang mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai alat ukur
dan sebagai alat ajar (Harjasujana dan Mulyati, 1997:140-141).

1)      Teknik Uji Rumpang sebagai Alat Ukur

Fungsi TUR yang pertama adalah sebagai alat ukur untuk mengukur tingkat keterbacaan
wacana. Suatu wacana dapat ditentukan tingkat kesukaran dan dapat diketahui kelayakan
pemakainnya oleh siswa tertentu setelah melalui pengukuran dengan prosedur ini. Alat ukur
TUR berupa wacana yang telah dirumpangkan atau telah dihilangkan. Wacana tersebut
diberikan kepada orang atau siswa yang akan diukur untuk diisi. Jika isian banyak yang salah,
wacana tersebut sulit, jika isian betul semua, wacana tersebut mudah, dan jika isian yang benar
6, 7, atau 8, wacana tersebut layak atau sesuai dengan tingkatan siswa yang mengisi.

Jika dibandingkan dengan formula keterbacaan (Grafik Fry dan Raygor), TUR mempunyai

3 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

kesamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah formula keterbacaan dan TUR sama-sama
berfungsi sebagai alat penentu tingkat keterbacaan sebuah wacana. Perbedaannya adalah
formula keterbacaan (Grafik Fry dan Raygor) digunakan untuk menentukan tingkat keterbacaan
wacana dari aspek visual (tulisan atau bentuk), sedangkan TUR untuk menentukan tingkat
keterbacaan wacana dari aspek konsep (isi atau makna). Formula keterbacaan terkait dengan
kerja mata memandang simbol-simbol tulis. TUR terkait dengan kerja otak untuk menangkap
makna dari simbol-simbol tertulis.

Pengukuran kedua cara tersebut didasarkan atas pendapat bahwa membaca dapat dilihat dari
dua segi, yaitu proses dan hasil. Proses membaca menitikberatkan pada bagaimana pembaca
mengerakan mata dalam menatap simbol tulisan. Hasil membaca ditinjau dari apa yang
diperoleh oleh pembaca. Dalam pembelajaran membaca, proses membaca mencakup kajian
mengenai model, metode, dan teknik yang digunakan pembaca. Tujuan yang ingin dicapai dan
manfaat yang diperoleh oleh pembaca merupakan ruang lingkup kajian yang berhubungan
dengan hasil baca seorang pembaca.

Pelaksanaan pengukuran menggunakan TUR memerlukan tiga unsur, yaitu wacana rumpang,
pengukur, dan yang diukur. Wacana rumpang digunakan sebagai alat pengukur untuk
mengukur orang yang diukur. Pengukur merupakan orang yang mengukur tingkat keterbacaan
yang diukur, sedangkan yang diukur ialah orang yang diukur tingkat keterbacaannya. Orang
yang mengukur bisa guru, dosen, orang tua, orang yang mahir, dan peneliti. Orang yang diukur
bisa siswa, mahasiswa, orang yang belum mahir, dan yang diteliti.

Pembaca yang baik adalah pembaca yang bisa membaca secara cepat dan efektif (Nurhadi
2010:13). Pembaca yang efektif adalah pembaca yang dapat memahami isi bacaan yang
dibaca. Kecepatan dan keefektifan membaca bergantung pada bacaan yang dibacanya.
Bacaan yang mudah akan dapat dibaca secara cepat dan bisa dipahami, sedangkan bacaan
yang sulit akan dapat dibaca relatif lama dan relatif sulit dipahami. Bacaan yang dibaca oleh
pembaca perlu dipertimbangkan tingkat kesulitan dari aspek visual dan konsep. Untuk itu,
wacana yang dibaca perlu ditentukan tingkat keterbacaannnya dengan menggunakan formula
keterbacaan dan TUR.

2)      Teknik Uji Rumpang sebagai Alat Ajar

Fungsi TUR yang kedua adalah sebagai alat pembelajaran membaca. Dalam fungsinya
sebagai alat ajar, penggunaan TUR dapat dipergunakan untuk melatih kemampuan dan

4 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

keterampilan membaca siswa. Dalam kenyataannya, penggunaan teknik uji rumpang, tidak
selalu menuntut jawaban persis dari siswanya. Kata-kata yang bersinonim atau kata-kata yang
dapat menggantikan kedudukan asli, baik ditinjau dari sudut makna atau struktur kalimatnya,
dapat juga diterima sebagai jawaban yang benar. Cara ini biasanya dipergunakan dalam teknik
pengajaran, yang dimaksudkan untuk melatih keterampilan membaca siswa.

Selain dalam pembelajaran membaca, TUR bisa juga dipakai dalam pembelajaran menyimak.
Dalam pembelajaran membaca dan menyimak, pembaca diberi wacana yang berupa wacana
yang sudah dirumpangkan. Saat pembelajaran membaca, wacana diberikan kepada siswa,
kemudian siswa diminta untuk memahami wacana tersebut dan mengisi delisi (kata yang
dihilangkan) pada wacana. Saat pembelajaran menyimak, penyimak mendengarkan simakan
terlebih dahulu, baru kemudian mengisi delisi yang ada pada wacana. Setelah wacana terisi,
siswa mendiskusikan isian delisi yang benar.

Guru dapat menggunakan TUR sebagai metode pembelajaran untuk mengatasi kejenuhan.
Dalam pembelajaran membaca, umumnya guru meminta siswa membaca teks bacaan,
kemudian mereka diminta menjawab pertanyaan. Pemahaman hasil baca siswa menggunakan
soal yang berupa pertanyaan tes objektif dan atau isian. Guru beranggapan hanya cara seperti
itulah yang bisa dilakukan. Akibatnya, siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran seperti
itu. Untuk itu, TUR bisa digunakan guru dalam mengatasi masalah tersebut.

Guru perlu mempunyai kemahiran di dalam mempersiapkan wacana rumpang. Wacana


rumpang bisa dibuat sendiri atau dicari dari berbagai sumber. Hal yang perlu diperhatikan
dalam membuat atau mencari wacana rumpang adalah wacana harus sesuai dengan peringkat
siswa dan sesuai dengan aturan pembuatan wacana rumpang. Wacana rumpang untuk alat
ajar berbeda dengan wacana rumpang untuk alat ukur. Penghilangan (delisi) dalam fungsinya
sebagai alat ukur, harus selalu dengan jarak yang konsisten, yaitu kata ke-n (ke-5).
Penghilangan (delisi) untuk isian rumpang dalam fungsinya sebagai alat ajar, tidak harus selalu
dengan jarak yang konsisten, yaitu sesuai pertimbangan guru.

Manfaat Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Teknik uji rumpang mempunyai dua manfaat, yaitu untuk mengukur tingkat keterbacaan dan
melatih keterampilan membaca (Harjasujana dan Mulyati 1997:140-141). Ada tiga manfaat
yang terkait dengan hal ini, yaitu: (1) menguji tingkat kesukaran dan kemudahan bahan bacaan;
(2) Menglasifikasikan tingkat baca siswa (pembaca); dan (3) mengetahui kelayakan wacana

5 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

sesuai dengan kegiatan belajar.

Kedua manfaat teknik uji rumpang di atas berbeda. Mengukur tingkat keterbacaan terkait antara
wacana rumpang dan tingkatannya. Manfaatnya guru bisa mempersiapkan bacaan yang sesuai
dengan tingkatan siswanya. Melatih keterampilan dan kemampuan baca berkaitan dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Jika tujuannya melatih siswa dalam kepekaan
mengenal kata kerja, delisi atau kata yang dirumpangkan dalam wacana adalah kata kerja.

Berdasarkan kedua manfaat yang telah diuraikan di atas, guru dalam waktu relatif singkat akan
segera dapat mengetahui tingkat keterbacaan wacana, tingkat kepahaman siswa, dan latar
belakang pengalaman minat dan bahasa siswa. Dengan demikian, guru akan dapat dengan
tepat membuat keputusan interaksional untuk membantu anak didiknya dalam belajar, khusus
dalam kegiatan membaca. Terkait dengan keterbacaan wacana, guru secara cepat dapat
menyediakan bacaan yang sesuai dengan peringkat siswa yang diajar. Terkait dengan melatih
siswa, guru dapat memilihkan materi ajar yang sesuai dengan keterampilan yang akan
diajarkan.

Keunggulan dan Kelemahan Teknik Uji Rumpang

Dalam penerapannya, teknik uji rumpang mempunyai keunggulan dan kelemahan. Beberapa
keunggulan teknik uji rumpang menurut para ahli akan dipaparkan sebagai berikut.

Harjasujana (dalam Salem, 1999:49) mengatakan bahwa TUR diakui sebagai tes keterbacaan


yang valid untuk pembaca yang berbahasa ibu. Menurut beliau hal ini sesuai dengan pembaca
bahasa Indonesia yang umumnya mempunyai bahasa ibu, bahasa daerah atau bahasa
Indonesia. Pandangan senada dikemukakan pula oleh Damaianti (1995:78) bahwa TUR
terbukti sebagai tes yang sangkil dan mangkus. 

Pengukuran keterbacaan wacana, TUR dipandang sebagai teknik yang relatif lebih objektif


dibandingkan dengan teknik lain. TUR dapat digunakan untuk mengukur keefektifan suatu
wacana langsung kepada pembacanya, sedangkan teknik lain mengukur keterbacaan hanya
dari wacananya. Selain itu, TUR juga berfungsi sebagai alat ukur pemahaman wacana di
samping sebagai alat ukur keterbacaan (Nadeak dan Djajasudarma, 1996:64).

6 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Heilman (dalam Damaianti, 1995:72) mengungkapkan pula bahwa TUR berfungsi sebagai


sumber informasi mengenai kemampuan pemahaman bacaan seseorang. Pandangan ini pun
dikuatkan oleh Bourmuth (dalam Mulyati, 1995:47) yang menyatakan bahwa terdapat dua
keunggulan dari TUR. Pertama, teknik ini mencermin-kan keseluruhan pengaruh yang
berinteraksi dalam menentukan keterbacaan sebuah wacana. Kedua, teknik ini
mengombinasikan hampir seluruh unsur yang berhubungan dengan penentuan keterbacaan.

Beberapa keunggulan teknik uji rumpang menurut Haryadi (2014:203-204) adalah sebagai
berikut.

a.     Dalam menentukan keterbacaan sebuah teks, teknik uji rumpang mencerminkan pola
interaksi antara pembaca dan penulis.

b.     Pengukuran keterbacan dengan teknik uji rumpang tidak dilakukan secara terpisah antara
teks dan pembacanya sehingga teknik ini digunakan untuk menilai keterbacaan dan menilai
pemahaman pembaca.

c.     Teknik uji rumpang bersifat fleksibel sehingga dalam waktu yang relatif singkat guru
mendapatkan informasi mengenai latar belakang kemampuan dan kebutuhan siswa.

d.     Teknik isian rumpang dapat menjangkau sejumlah besar individu pada saat yang sama.

e.     Sebagai teknik pembelajaran, teknik isian rumpang merupakan alat yang ideal untuk
mendorong siswa tanggap terhadap bacaan.

f.      Teknik isian rumpang dapat dipergunakan sebagai latihan dan ukuran praktis akan
pengetahuan dan pemahaman tata bahasa siswa.

7 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

g.     Teknik isian rumpang dapat melatih kesiapan dan ketanggapan dalam upaya memikirkan
dan memahami maksud dan tujuan penulis atau penulisan wacana.

Selain mempunyai keunggulan, teknik uji rumpang mempunyai kekurangan. Ahli Schlezinger
pada tahun 1968 meragukan kevaliditasan penggunaan teknik uji rumpang. Menurutnya
ketepatan seseorang dalam pengisian bagian-bagian yang dihilangkan belum tentu
berdasarkan atas pemahamannya terhadap wacana melainkan didasarkan atas pola-pola
ungkapan yang telah dikenalnya. Untuk mengatasi hal tersebut, guru bisa memilih wacana atau
bahan dan disertai dengan diskusi untuk mengetahui lebih jauh alasan-alasan atau jawaban
yang diberikan oleh siswa. Kelemahan TUR yang lain yaitu hanya cocok digunakan untuk
kepentingan membaca dalam hati atau membaca pemahaman. Dengan demikian,
kelemahan-kelemahan siswa dalam hal membaca nyaring seperti pelafalan, intonasi,
penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa dideteksi dengan teknik ini.

PEMBAHASAN

Cara Pembuatan Wacana Rumpang

Kriteria pembuatan tes uji rumpang harus disesuaikan dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur
dan alat ajar. Menurut Taylor (dalam Hardjasujana, 1996:144) suatu prosedur yang baku untuk
sebuah konstruksi wacana rumpang, yaitu:

a.     Memilih teks wacana yang tidak tergantung pada informasi sebelumnya.

b.     Melakukan penghilangan atau pelesapan setiap kata ke-n, tanpa memperhatikan arti dan
fungsi kata-kata yang dihilangkan tersebut.

c.     Mengganti bagian yang dihilangkan tersebut dengan tanda-tanda tertentu, misal garis
mendatar (________) yang sama pajangnya.

8 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

d.     Memberi semua salinan dari bagian yang direproduksi kepada siswa.

e.     Mengingatkan kepada siswa untuk mengisi bagian yang dihilangkan.

f.      Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.

Wacana rumpang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai alat ukur dan alat ajar. Perbedaan
antara wacana rumpang sebagai alat ukur dan alat ajar dapat dilihat sebagai berikut.

KARAKTERISTIK

SEBAGAI UKUR ALAT

SEBAGAI ALAT AJAR

Panjang wacana

Antara 250-350 kata dan wacana terpilih

Wacana yang terdiri atas maksimal 150 perkataan

Deliasi

9 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Setiap kata ke-n hingga

berjumlah lebih kurang 50 buah

Delisi secara selektif bergantung pada kebutuhan siswa dan pertimbangan guru

Evaluasi

Jawaban berupa kata, persis

sesuai dengan kunci/teks aslinya,


“exact metode
word”

Jawaban boleh berupa sinonim “contextual


atau kata yang
methode”
secara struktur dan makna dapat menggantikan strukt

Tindak lanjut

Lakukan diskusi untuk membahas jawaban-jawaban siswa

10 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Berdasarkan tabel di atas, ada dua cara dalam membuat wacana rumpang, yaitu cara
membuat wacana rumpang sebagai alat ukur dan cara membuat wacana rumpang sebagai
alat. Cara membuat wacana rumpang sebagai ukur berikut ini.

a.     Pilihlah wacana yang relatif sempurna dengan panjang antara 250-350 kata!

b.     Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh atau tidak ada delisinya!

c.     Lakukanlah penghilangan kata (delisi) pada kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima
(ke-5) sehingga delisi berjumlah 50 buah!

d.     Jika kebetulan kalimat ke-5 jatuh pada kata bilangan, janganlah melakukan lesapan pada
kata tersebut. Biarkan kata itu hadir secara utuh. Sebagai gantinya mulailah kembali dengan
hitungan kelima berikutnya!

e.     Gantilah kata yang dikosongkan dengan tanda garis lurus atau titik mendatar yang sama
panjangnya!

f.      Berikanlah wacana yang telah dirumpangkan kepada peserta tes!

g.     Mintalah peserta tes untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau
memperhatikan kata-kata sisanya!

h.    Berilah waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada peserta tes untuk
mengisi delisi!

i.      Mintalah peserta tes untuk mengumpulkan wacana yang telah diisi sesuai waktu yang

11 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

ditentukan!

j.      Cocokkanlah jawaban peserta tes dengan perpatokan jawaban yang benar adalah
jawaban yang berupa kata yang sama dengan kunci jawaban atau teks aslinya!

k.     Berilah penilaian terhadap hasil jawaban peserta tes!

Sedangkan cara membuat wacana rumpang sebagai alat ajar adalah sebagai berikut.

a.     Pilihlah wacana yang relatif sempurna dengan panjang kurang lebih 150 kata!

b.     Biarkan kalimat pertama dan kalimat terakhir utuh atau tidak ada delisinya!

c.     Lakukanlah penghilangan kata (delisi) secara selektif bergantung pada kebutuhan siswa
dan pertimbangan guru. Misalnyakata yang dihilangkan adalah setiap kata kerja, benda atau
kata hubung!

d.     Gantilah kata yang dikosongkan dengan tanda garis lurus atau titik mendatar yang sama
panjangnya!

e.     Berikanlah wacana yang telah dirumpangkan kepada siswa!

f.      Mintalah siswa untuk berusaha mengisi semua lesapan dengan jalan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terhadap wacana, memperhatikan konteks wacana, atau
memperhatikan kata-kata sisanya!

12 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

g.     Berilah waktu yang relatif cukup untuk memberi kesempatan kepada siswa untuk mengisi
delisi!

h.    Cocokkanlah jawaban siswa dengan cara berdiskusi. Jawaban yang benar adalah jawaban
yang berupa kata yang sama dengan kunci jawaban atau teks aslinya atau kata yang
bersinonim atau kata yang secara struktur dan makna dapat menggantikan struktur dan makna
kata menggantikan kedudukan kata yang dihilangkan!

i.      Berilah penilaian terhadap hasil jawaban siswa!

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis menyimpulkan langkah-langkah dalam membuat tes


uji rumpang adalah sebagai berikut.

a.     Memilih wacana yang berjumlah lebih dari 250 kata.

b.     Membiarkan kalimat pertama dan terakhir utuh.

c.     Melakukan penghilangan kata (delisi) pada kalimat kedua, yakni pada setiap kata kelima
(ke-5) sehingga delisi berjumlah 50 buah.

d.     Jika kata ke-5 adalah kata bilangan, pelesapan dijatuhkan pada kata ke-5 berikutnya.

e.     Mengganti kata yang dilesap dengan garis sama panjang (__________) kemudian diikuti
dengan angka (1), (2), (3), dan seterusnya.

f.      Menyediakan waktu yang cukup kepada siswa untuk menyelesaikan tugasnya.

13 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

g.     Memberi penilaian terhadap hasil jawaban siswa.

Penilaian dan Interpretasi Hasil Uji Rumpang

a.    Penilaian Hasil Uji Rumpang

Penilaian kemampuan siswa atau yang dites dalam mengisi lesapan atau delisi pada wacana
rumpang menggunakan kriteria persentasi dan dua metode penialaian. Kriteria persentasi
dilakukan dengan cara jawaban yang benar dibagi semua delisi yang ada pada wacana
rumpang. Misalnya, jawaban yang benar adalah 6 dan lesapan yang ada pada wacana
rumpang 10, maka nilainya adalah 60%. Untuk menentukan apakah jawaban itu benar atau
salah, penilai mengguanakan metode penilaian uji rumpang. Metode penilaian tersebut ada
dua, yaitu exact words methode dan synonmy methode (contextual method).

Exact words methode merupakan cara menilai isian lesapan dengan membenarkan jawaban
yang sama dengan kata aslinya dan menyalahkan jawaban yang tidak sama. Penilai hanya
memberi angka kepada jawaban yang sama dengan kata aslinya. Isian kata atau jawaban lain
yang tidak sama, tidak dibenarkan (salah), walaupun jawaban atau kata yang maknanya bisa
diterima secara konteks. Metode penilaian ini digunakan untuk menilai hasil uji rumpang
sebagai alat ukur.

Contoh menilai dengan mengguanakan exact words methode berikut ini.

1)    Wacana rumpang yang diisi oleh orang yang dites.

Pesulap Pemula

Aku mempunyai paman yang baik hati. Ia juga sangat lucu.... (1) baru belajar sulap. Ia... (2)
pentas nanti malam. Ini... (3) pentas pertamanya. Paman belum... (4) sulap. Terjadi kesalahan
waktu... (5) topi. Tikus kecil di... (6) topi keluar sendiri. Kelinci... (7) tikus keluar. Burung kecil...

14 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

(8) keluar. Paman menjadi gugup.... (9) tertawa melihatnya. Hal itu membuat pesta lebih
meriah.

2)    Jawaban atau kata yang diisi oleh orang yang dites:

(1) ia, (2) mau, (3) adalah, (4) mahir, (5) pertunjukan, (6) dalam, (7) ikut, (8) ikut, (9) aku.

3)    Kunci jawaban:

(1) ia, (2) akan, (3) merupakan, (4) mahir, (5) pertunjukan, (6) dalam, (7) menyusul, (8) ikut, (9)
aku.

Jawaban yang benar (sesuai kunci jawaban) ada 6, yaitu isian nomor (1), (4), (5), (6), (8), dan
(9). Jawaban yang salah (tidak sesuai kunci jawaban) ada 3, yaitu isian nomor (2), (3), dan (7)
karena jawaban tersebut tidak sama dengan kunci jawaban atau kata aslinya. Maka nilai yang
diterima oleh siswa adalah 6/9 x 100% = 66%

Synonmy Methode (Contextual Method) merupakan cara menilai isian lesapan dengan
membenarkan jawaban yang sama dengan kata aslinya dan jawaban atau kata yang
bersinonim atau bisa diterima secara konteks. Syaratnya adalah kata isian dapat menggantikan
kedudukan kata yang dihilangkan. Makna dan struktur konteks kalimat kata diduduki tetap utuh
dan dapat diterima. Metode penilaian ini digunakan untuk menilai hasil uji rumpang sebagai alat
ajar. Adapun yang melakukan penilaian adalah siswa dan guru bersama-sama dalam situasi
pembelajaran melalui diskusi.

Contoh menilai dengan menggunakan Synonmy Methode (Contextual Method) adalah sebagai
berikut:

1. Wacana rumpang yang diisi oleh siswa atau orang yang belajar.

15 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Pesulap Pemula

Aku mempunyai paman yang baik hati.... (1) juga sangat lucu.... (2) baru belajar sulap.... (3)
akan pentas nanti malam. Ini merupakan pentas pertamanya..
..
(4) belum mahir sulap. Terjadi kesalahan waktu pertunjukkan.
..
(5). Tikus kecil di dalam topi keluar sendiri. Kelinci menyusul.
..
(6) keluar.... (7) kecil ikut keluar. Paman menjadi gugup..
..
(8) tertawa melihatnya. Hal itu membuat pesta lebih meriah.

2. Jawaban atau kata yang diisi oleh siswa atau orang yang belajar

(1) ia, (2) paman, (3) dia, (4) paman, (5) topi, (6) tikus, (7) burung, dan (8) saya.

3. Kunci jawaban:

(1) ia, (2) paman, (3) ia, (4) paman, (5) topi, (6) tikus, (7) burung, dan (8) aku.

Jawaban sesuai kunci jawaban ada 6, yaitu isian nomor (1), (2), (4), (5), dan (6). Jawaban tidak
sesuai kunci jawaban ada 2, yaitu isian nomor (3) dan (8). Walaupun kedua jawaban tersebut
tidak sama dengan kunci jawaban atau kata aslinya, namun jawaban tersebut benar. Kedua
kata tersebut merupakan sinonim dari kata yang dihilangkan. Kata ia bersinonim dengan dia da
n kata
aku
bersinonim dengan kata
saya
. Maka nilai yang diperoleh siswa adalah: 8/8 x 100% = 100% (betul semua).

16 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Berdasarkan pemaparan tentang penilaian hasil uji rumpang, dapat disimpulkan bahwa
penilaian uji rumpang memiliki dua metode. Metode pertama, membenarkan jawaban yang
sama dengan jawaban aslinya, dan menyalahkan jawaban yang tak sama dengan jawaban
aslinya. Metode kedua, membenarkan jawaban yang sama dengan jawaban aslinya, dan
membenarkan jawaban yang bersinonim dengan jawaban aslinya. Teknik penilaian uji rumpang
yaitu dengan membagi jumlah jawaban benar dengan jumlah seluruh jawaban dikalikan 100%.

b.    Interpretasi Hasil Uji Rumpang

Penetapan interpretasi didasarkan atas hasil penelitian para ahli. Penelitian tersebut dilakukan
dengan cara membandingkan kemampuan siswa dan kemampuan isian rumpang terhadap
sebuah teks atau wacana yang sama. Hasil membandingkan dua hal tersebut menghasilkan
pedoman untuk menginterpretasi hasil uji rumpang. Para ahli yang penelitian terhadap
interpretasi hasil uji rumpang adalah Rankin, Culhane, dan Zint.

Hasil penelitian Rankin dan Culhane tahun 1969 menetapkan interprestasi hasil uji rumpang
berikut ini.

1)    Pembaca berada pada tingkat independen atau bebas, jika persentase skor tes uji
rumpang yang diperoleh di atas 60%.

2)    Pembaca berada pada tingkat instruksional, jika persentase skor tes uji rumpang yang
diperolehnya berkisar antara 41% - 60%.

3)    Pembaca berada pada tingkat frustasi atau gagal, jika persentase skor tes uji rumpang
yang diperolehnya sama dengan atau kurang dari 40%.

Ada pendapat lain yang menetapkan interprestasi hasil uji rumpang berbeda dengan pendapat
di atas. Penetapan interprestasi hasil uji rumpang tersebut berikut ini.

17 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

1)    Perolehan hasil uji rumpang di atas 53,5% tergolong ke dalam tingkatan independen
(mandiri atau bebas).

2)    Perolehan hasil uji rumpang antara 44,5% sampai dengan 53,5% tergolong ke dalam
tingkatan instruksional.

3)    Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam tingkatan frustasi atau
gagal.

Zint tahun 1972 berdasarkan hasil penelitiannya menetapkan interprestasi hasil uji rumpang
yang berbeda dengan kedua pendapat di atas. Penetapan interprestasi hasil uji rumpangnya
adalah sebagai berikut.

1)    Perolehan hasil uji rumpang di atas 50% tergolong ke dalam tingkatan independen
(mandiri atau bebas).

2)    Perolehan hasil uji rumpang antara 40% sampai dengan 50% tergolong ke dalam tingkatan
instruksional.

3)    Perolehan hasil uji rumpang kurang dari 40% tergolong ke dalam tingkatan frustasi atau
gagal.

Berdasarkan ketiga pendapat tersebut, penetapan interprestasi hasil uji rumpang yang sesuai
dengan kriteria penetapan nilai keberhasilan belajar di Indonesia adalah pendapat Rankin dan
Culhane. Batas kelulusan untuk sistem evaluasi di Indonesia, pada umumnya ditetapkan jika
peserta tes mampu menjawab dengan benar minimal 50% dari jumlah soal yang diujikan. Hal
tersebut didasarkan atas kriteria penilaian dengan menggunakan sistem penilaian acuan
patokan (PAN). Namun, kriteria penilaian sekarang ini menggunakan kriteria nilai ketuntasan.
Nilai ketuntasan masing-masing sekolah bergantung pada kondisi sekolah masing-masing.

18 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Ketiga interprestasi hasil uji rumpang tersebut belum mengakomodasi dari sudut pandang
bahan bacaan. Interpretasi tersebut ditentukan dari sudut pandang klasifikasi pembacanya.
Padahal, teknik uji rumpang salah fungsinya adalah untuk mengukur tingkat keterbacaan
wacana. Namun, interpretasi tersebut dapat dijadikan patokan dalam mengklasifikasikan bahan
bacaan. Pengklasifikasian yang dipakai untuk menginterpretasikan bahan bacaan adalah
pendapat Rankin dan Culhane. Klasifikasi bahan bacaan ada tiga, yaitu perolehan hasil tes di
atas 60% digolongkan mudah, 41%-60% digolongkan sedang, dan kurang dari 40%
digolongkan sukar.

Aplikasi Teknik Uji Rumpang dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia, Kompetensi


Membaca di Sekolah Dasar

Teknik uji rumpang ialah sebuah teknik penghilangan kata-kata sistematis dari wacana dan
pembaca diharapkan dapat mengisi kata-kata yang hilang tersebut dengan kata yang sesuai
(Hittleman, dalam Haryadi, 2014:191).

Berikut ini salah satu contoh aplikasi teknik uji rumpang dalam pembelajaran membaca di
sekolah dasar.

Langkah 1

Guru menyiapkan wacana yang sudah dirumpangkan. Wacana tersebut dapat disesuaikan
dengan tema pembelajaran maupun indikator yang akan dicapai.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menelaah dan membaca dalam hati
wacana yang diberikan berdasarkan ketentuan waktu yang telah ditetapkan. Kemudian siswa
disuruh untuk mengisi wacana yang rumpang. Guru dapat mengelompokkan siswa agar dapat
berdiskusi dalam mengisi lesapan tersebut. Namun, jangan sampai mereka saling menyontek.

19 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Langkah 2

Setelah kegiatan baca senyap dan kegiatan mengisi lesapan oleh siswa dianggap cukup, guru
menyuruh 3 – 4 orang siswa membacakan hasil lesapan yang telah mereka sempurnakan.
Kemudian, guru memberikan komentar secara umum terhadap hasil kerja siswa.

Langkah 3

Guru membacakan bagian demi bagian dari wacana tersebut dan berhenti pada setiap bagian
yang dikosongkan. Salah seorang siswa diminta untuk mengajukan alternatif jawaban. Guru
meminta siswa tersebut untuk menuliskan kata-kata jawaban di papan tulis. Kemudian,
mendiskusikan setiap alternatif jawaban itu disertai alasan-alasannya sampai pada keputusan
yang disepakati bersama.

Langkah 4

Teruskan kegiatan seperti pada langkah tiga di atas, sampai pada semua bagian wacana yang
dikosongkan itu terisi. Suruh 1 – 2 siswa untuk membacakan wacana yang telah
disempurnakan berdasarkan kesepakatan kelompok tersebut.

Langkah 5

Jika kegiatan pada langkah empat dianggap selesai, perlihatkanlah teks aslinya sebagai bahan
perbandingan bagi siswa.

Langkah 6

Selanjutnya, untuk mengetahui kemampuan hasil uji rumpang siswa secara individu, guru

20 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

menyuruh siswa untuk menghitung berapa banyak jumlah lesapan yang dianggap benar/cocok
sesuai dengan konteks kalimat. Hal ini (kunci jawaban berikut alternatif-alternatifnya) telah
didiskusikan pada langkah sebelumnya. Untuk menjamin kejujuran mereka, suruhlah mereka
untuk mempertukarkan pekerjaan mereka dengan teman sebangkunya. Setelah itu, mereka
menghitung persentase kebenaran jawaban dengan rumus yang ditetapkan, yaitu:

Jumlah jawaban benar x 100%

Jumlah seluruh lesapan

Prosedur penilaian

Penilaian untuk alat ukur dilakukan pada jawaban yang sama dengan kata pada wacana.
Adapun sebagai alat ajar, penilaian dilakukan dengan jawaban yang hampir sama dengan kata
pada wacana.

Kriteria penilaian adalah seperti berikut ini.

1.     Pembaca berada pada tingkat independen jika memperoleh skor di atas 60%.

2.     Pembaca berada pada tingkat instruksional jika memperoleh skor antara 41% - 60%.

3.     Pembaca berada pada tingkat frustrasi atau gagal jika persentasi skor kurang dari 40%.

SIMPULAN

21 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Teknik uji rumpang adalah sebuah teknik untuk melatih daya tangkap pembaca terhadap pesan
penulis dengan cara menyajikan bacaan yang tidak utuh (dirumpangkan) dan pembaca
bertugas untuk mengisinya sehingga menjadi bacaan seperti semula. Teknik uji rumpang
mempunyai dua fungsi utama yaitu sebagai alat ukur dan sebagai alat ajar. Manfaatnya, yaitu
untuk mengukur tingkat keterbacaan dan melatih keterampilan membaca (Harjasujana dan
Mulyati, 1997:140-141).

Bourmuth (dalam Mulyati, 1995:47) menyatakan bahwa terdapat dua keunggulan dari TUR.
Pertama, teknik ini mencerminkan keseluruhan pengaruh yang berinteraksi dalam menentukan
keterbacaan sebuah wacana. Kedua, teknik ini mengombinasikan hampir seluruh unsur yang
berhubungan dengan penentuan keterbacaan. Disamping memiliki keunggulan, TUR juga
memiliki kelemahan antara lain hanya cocok digunakan untuk kepentingan membaca dalam
hati atau membaca pemahaman. Dengan demikian, kelemahan-kelemahan siswa dalam hal
membaca nyaring seperti pelafalan, intonasi, penggunaan tanda baca, dan lain-lain tidak bisa
dideteksi dengan teknik ini.

Pembuatan tes uji rumpang harus disesuaikan dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur dan
alat ajar. Penilaian uji rumpang memiliki dua metode. Pertama, membenarkan jawaban yang
sama dengan jawaban aslinya, dan menyalahkan jawaban yang tak sama dengan jawaban
aslinya. Kedua, membenarkan jawaban yang sama dengan jawaban aslinya, dan
membenarkan jawaban yang bersinonim dengan jawaban aslinya.

REFERENSI

Astuti, Wiwiek Dwi dan K. Biskoyo. 2000. Keterbacaan Kalimat Bahasa Indonesia dalam Buku
Pelajaran SLTP . Jakarta: Pusat Bahasa.

Damaianti, Vismaia Sabariah. 1995. Kecendrungan Pola Sintaksis dan Semantis Wacana
Ilmiah dan Wacana Sastra Terpilih Dilihat dari Segi Tingkat Keterpahamannya
(Tesis). Bandung: Program Pascasarjana IKIP.

Harjasujana, A.S. 1996. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.

22 / 23
IMPLEMENTASI TEKNIK UJI RUMPANG

Harjasujana, A.S. dan Mulyati Y. 1997. Bahan Ajar Membaca dan Keterbacaan” dalam Memba
ca 2 .
Jakarta: Ditjen Dikdasmen.

Haryadi. 2013. Pokok-Pokok Membaca: Tinjauan Teoretis. Semarang: UNNES PRESS.

_______. 2014. Dasar-dasar Membaca: Bermuatan Kreativitas Berpikir dan Nilai-Nilai


Pendidikan Karakter. Semarang: UNNES PRESS.

Mulyati, Yeti. 1995. Teknik Rumpang: Suatu Alternatif Metode Pengujian Keterbacaan Wacana
dan Strategi Pembelajaran Membaca dalam Media Pengajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia No.1.
Bandung: FPBS-IKIP.

Nadeak dan Djajasudarma. 1996. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Pustaka Wina.

Nurhadi. 2010. Membaca Cepat dan Efektif. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Salem, Laurensius. 1999. Tingkat Keterbacaan Bahan Mulok bagi Murid SD Berdasarkan Perti
mbangan Pakar dan Hasil Tes
(Tesis). Bandung: Pascasarjana UPI.

23 / 23

Anda mungkin juga menyukai