Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ATH-THARIQAH  AL-INTIQAIYYAH
Metode Ath-thariqah Al-intiqaiyyah dapat diartikan metode campuran atau
metode eklektik atau kombinasi dari beberapa metode pengajaran. Misalnya
metode langsung (ath-thariqah al-mubasyirah atau direct method) dan metode
kaidah dan terjemah ( ath-thariqah al-qowaid wa tarjamah atau grammar-
translation) bahkan dengan metode membaca (ath-thariqah qiro’ah atau reading)
sekaligus dipakai atau diterapkan dalam suatu kondisi mengajar.
Metode eklektik adalah metode pilihan dan gabungan dari dua metode atau
lebih. Eklektik adalah istilah yang kadang-kadang digunakan bagi praktik
pemakaian ciri-ciri beberapa metode yang berbeda dalam pengajaran bahasa.
Metode eklektik mengandung arti pemilihan dan penggabungan. Di dalam bahasa
Arab, metode ini disebut  dengan beberapa nama, antara lain, Ath-thariqah Al-
intiqaiyyah   (‫)الطريق(((ة اإلنتقائية‬ , Muktharah (‫)الطريق(((ة المخت(((ارة‬ , Taufiqiyyah(‫الطريق(((ة‬
‫)التوفيقية‬  , Mazdujah  (‫)الطريقة المزدوجة‬.
Munculnya metode eklektik ini merupakan kreativitas para pengajar
bahasa asing untuk mengefektifkan proses belajar-mengajar bahasa asing. Metode
ini juga memberikan kebebasan kepada mereka untuk menciptakan variasi
metode.
Rusdy Thu’aimah mengatakan, “Tidak ada metode pembelajaran bahasa
yang paling cocok untuk segala kondisi.” Hal yang mendasari adanya pernyataan
semacam pendapat Rusdy Thu’aimah adalah adanya kesadaran dari para pengajar
bahwa setiap metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan serta fokus pada
keterampilan tertuntu saja. Maka, dengan adanya Ath-thariqah Al-intiqaiyyah atau
metode eklektik, harapannya dapat memberikan keleluasaan kepada pengajar
untuk menyampaikan materi bahasa Arab sesuai dengan situasi dan kondisi yang
dihadapi. Sebab tidak dipungkiri bahwa setiap pengajar pasti memiliki situasi dan
kondisi yang berbeda terkait pelajar yang diajarnya.
Pengajaran bahasa asing (khususnya bahasa Arab) pasti menghadapi
kondisi obyektif yang berbeda-beda antara satu negeri dan negeri lain, antara satu
lembaga dengan lembaga lain, antara satu kurun waktu dengan kurun waktu yang
lain. Sehingga dibutuhkan metode yang dapat membantu para pelajar di luar
bangsa Arab dapat memahami bahasa Arab secara mudah dan efisien.
Adapun pertimbangan lain yang menjadikan metode eklektik menjadi
metode solutif yaitu kondisi (latar belakang) pelajar yang meliputi kemampuan
kognitif atau nalar, tempat belajar, tingkatan pelajar, bahasa ibu atau bahasa awal
para pelajar, sarana prasarana dan lain sebagainya. Dengan adanya pertimbangan-
pertimbangan tersebut, maka pengajar akan lebih leluasa jika menerapkan metode
eklektik sebagai upaya penyampaian materi. Sehingga penangkapan atau
pemahaman para pelajar tentang bahasa Arab dapat lebih maksimal.
Metode eklektik yang merupakan gabungan dari beberapa metode
pengajaran dapat disebut sebagai metode komplit. Sekurang-kurangnya, metode
eklektik (Ath-Thariqah Al-Intiqaiyyah) yang mengandung arti pemilihan dan
penggabungan, mengkompilasi beberapa metode antara lain Metode Gramatika
Terjemah (Thariqah al-Qawa:  ‘id wa al-Tarjamah), Metode Langsung (Al-
Thariqah al- Mubasyirah), Metode Membaca (Thariqah alQira’ah), Metode
Audio-Lingual (al-Thariqah al-Sam’iyyah al-Syafahiyyah) baik sebagian maupun
secara keseluruhan. Pemilihan metode eklektik sangat bergantung kepada
kemampuan pengajar untuk memilih aspek-aspek dari metode-metode dengan
menyesuaikan kondisi pembelajaran. Maka dapat disimpulkan bahwa metode
yang paling cocok bagi pemula adalah yang mampu mengantarkan kepada tujuan
pembelajaran bahasa Arab pada kondisi pembelajaran tertentu dengan
memperhatikan beberapa hal yang telah disebutkan sebelumnya.
Mahmud Kamil Al-Naqoh (1985 : 107) mengemukakan, paling tidak ada
dua model metode eklektik, yaitu intensif-oral-scientific method dan metode
fungsional.

1. Intensif-oral-scientific method (ath-thariqoh asy-syafawiyah al mukatsafah)


Metode ini merupakan salah satu metode eklektik yang memanfaatkan
kelebihan dari beberapa metode. Pendekatan yang digunakan metode ini adalah
pendekatan oral (madkhal syafawi), kemudian menerapkan model dril (latihan)
membaca dan menulis jika siswa dianggap sudah cukup matang dalam kecakapan
berbahasa lisan dengan pengucapan yang benar melalui berbagai kegiatan seperti
menyimak dan menghafal beberapa kosa kata dan ungkapan populer yang
diprogramkan.
Metode ini diberikan kepada siswa yang belajar bahasa secara intensif dengan
durasi sekitar 8 jam per hari. Metode ini biasanya dibimbing oleh instruktur dari
penutur asli agar sejak dini siswa terbiasa mendengar pengucapan yang benar
untuk kemudian diikuti dan bahkan dihafal, sehingga mereka terbiasa
mrngucapkan bahasa yang dipelajarinya dengan pengucapan yang benar sesuai
yang dicontohkan penutur asli. Metode ini juga memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berlatih membaca setelah kurang lebih 3 bulan mereka belajar bahasa
lisan.
2. Metode fungsional (ath-thariqah al-alwadzifiyyah / thariqah al madkhol al
wadzifi)
Terkadang, ada guru yang merasa kesulitan untuk memilih metode yang
cocok untuk digunakan dalam mengajar. Kalau hal ini terjadi, maka langkah
pertama yang harus dilakukan guru adalah mengecek kembali dan menganalisis
dengan cermat tujuan dari pembelajaran bahasa yang akan dilakukannya. Dalam
pandangan modern, fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi, baik
secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu tujuan pembelajaran bahasa asing
adalah meningkatkan kemampuan siswa untuk memahami dan menggunakan
bahasa asing yang dipelajarinya secara fungsional. Atas dasar ini muncullah
metode fungsional, yaitu metode yang berupaya menghimpun berbagai kelebihan
dari beberapa metode yang ada dan meramunya sedemikian rupa untuk melatih
siswa agar dapat menggunakan bahasa secara fungsional.
Menurut metode fungsional, guru harus mengubah pola pikir dalam
pembelajaran bahasa asing. Penguasaan kosa kata dan tata bahasa, misalnya,
janganlah dijadikan tujuan utama dalam pembelajaran. Kedua unsur bahasa
tersebut hanyalah merupakan sarana untuk meningkatkan kemampuan siswa
dalam berbahasa secara efektif dan akurat. Dengan kata lain, kosa kata dan tata
bahasa merupakan modalitas untuk berlatih menggunakan bahasa.
Untuk penguasaan aspek lisan, para ahli bersepakat bahwa kecakapan tersebut
bisa dicapai melalui penggunaan metode langsung. Bahkan beberapa eksperimen
menunjukkan bahwa kecakapan membaca pun bisa dilakuka pada tahap lebih
lanjut dari metode ini. Oleh karena itu, pada tahap-tahap awal penggunaan metode
fungsional, hendaklah guru memulai pelajaran aspek berbicara dengan melatih
siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan komunikatif sederhana dengan
menggunakan bahasa yang dipelajari.

B. TUJUAN DAN PROSES ATH-THARIQAH  AL-INTIQAIYYAH


Menurut Aziz Fachrurrozi dan Erta Mahyuddin (2010:166) mengatakan
bahwa tujuan pengajaran yang ingin dicapai dengan metode ini adalah tujuan dari
beberapa metode yang dipilih dan digabungkannya. Dari pernyataan tersebut,
pengajar diharuskan mengetahui konsep-konsep metode yang ingin digabungkan,
agar tercapainya tujuan dari metode eklektik (Ath-thariqah Al-intiqaiyyah),
adapun tujuan-tujuannya diantaranya: (1) Pemahaman bahasa lisan (maharah
istima’), (2) melatih kemampuan berbicara (maharah kalam), (3) melatih
kemampuan membaca teks (maharah qiro’ah), (4) meningkatkan kemampuan
membat karya tulis (insya’).
Dilihat dari segi salah satu model metode eklektika yaitu metode
fungsional, bahwa tujuan metode pembelajaran bahasa pada metode ini menurut
Mahmud Kamil Al-Naqoh (1985 : 111), secara hierarkis, berdasarkan
urgensitasnya adalah agar pelajar dapat memahami bahasa asing yang dipelajari,
membaca tulisan berbahasa asing, dan menulis dengan bahasa asing yang
dipelajari tersebut.
Tujuan pertama dari metode ini adalah pemahaman bahasa lisan. Untuk
melatih kemampuan pemahaman bahasa lisan (fahm al-masmu’), maka metode
yang digunakan adalah metode sam’iyyah syafawiyah. Pada tahap
ini, pelajar dilatih untuk menggunakan indra pendengaran (telinga) untuk
menyimak kalimat-kalimat yang baru didengarnya.
Tujuan kedua dari metode ini adalah melatih kemampuan berbicara agar
bisa berkomunikasi secara lisan (maharat al-kalam). Untuk mencapai tujuan
ini pelajar dilatih untuk menirukan pelafalan yang dicontohkan pengajar dengan
benar. Latihan menirukan ungkapan yang disampaikan secara lisan dan berulang-
ulang ini diprioritaskan sebelum pelajar melihat bentuk tulisannya. Pada tahap
ini pelajar dilatih untuk menggunakan alat ucapnya (lisan) untuk menirukan
kalimat-kalimat yang baru didengarnya.
Tujuan ketiga dari metode ini adalah melatih kemampuan pelajar untuk
membaca kalimat yang sudah disampaikan pada tahap latihan pengucapan secara
lisan. Membaca pada tahap ini adalah membaca dalam hati yang terjadi di
saat pelajar melihat tulisan yang dibuat pengajar di papan tulis. Maka pada tahap
ini indra penglihatan yang dapat giliran dilatih untuk mengenal bentuk tulisan.
Tujuan keempat dari metode fungsional adalah melatih pelajar untuk
menghasilkan suatu karya berupa tulisan secara fungsional, dengan menggunakan
kosa kata-kosa kata dan pola kalimat dasar yang sudah dipelajari pada tahap
sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan melalui tahapan yang terprogram secara
sistematis, baik dilakukan di kelas maupun ditugaskan untuk dikerjakan di rumah,
termasuk penugasan imla mankul.
Adapun prosesnya, metode eklektik memiliki beberapa prinsip yang harus
diperhatikan ketika memadukan  metode-metode pembelajaran:
1. Efektivitas
Pemaduan mengarah pada tercapainya tujuan pembelajaran atau kompetensi
dasar.
2. Kompatibilitas
Fitur atau aktivitas siswa yang dipadukan memang cocok (kompatibel)
dan/atau saling melengkapi satu dengan yang lain.
3. Koherensi
Antara satu aktivitas dengan aktivitas lainnya saling berkaitan secara
logis. Sehingga proses pemahaman para pelajar membetuk suatu kerangka
yang utuh. Hal ini sangat penting demi menunjang kemampuan pemahaman
pelajar pada tahap selanjutnya.
4. Kohesivitas
Pada metode ini pengajar memiliki keleluasaan untuk menentukan metode
penyampaian materinya. Namun pengajar harus memiliki pemahaman yang
baik kepada para pelajarnya. Sehingga metode yang dipilih akan sesuai
dengan kondisi pelajar Beberapa pemaduan metode tersebut akan menciptakan
beberapa aktivitas yang akan dipadukan dan hasil akhirnya adalah satu
kesatuan metode yang bulat atau utuh.

C. KARAKTERISTIK ATH-THARIQAH  AL-INTIQAIYYAH
Karakteristik Metode Eklektik (ath-Thariqah al-Intiqa’iyyah) sebagai berikut:
1. Kecakapan pelajar dalam berbahasa akan dilatih dengan urutan sebagai
berikut: mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
2. Proses belajar mengajar di kelas terdiri dari beberapa macam aktivitas
yang beragam. Aktivitas tersebut tidak memiliki aturan sistematis, sebab
aktivitas yang akan dilakukan akan disesuaikan dengan kondisi pengajar
dan pelajar. Adapun contoh kegiatannya yaitu latihan berbicara (oral
practice), membaca keras (reading aloud) dan tanya jawab.
3. Kegiatan penyampaian materi oleh pengajar dapat dipadukan dengan
latihan menerjemahkan gramatika (thariqah al-Qawa: ‘id wa al-
Tarjamah).
4. Dalam pelaksanaannya, pengajar dapat menggunakan media seperti audio,
visual atau audio-visual sekaligus. 1
Sebagai suatu metode yang mengkombinasikan berbagai metode
pengajaran, tentunya diharapkan agar kelemahan dari masing-masing metode
secara terpisah dapat terhindari dan sebaliknya guru dapat memaksimalkan
keuntungan masing-masing metode tersebut, tentunya berdasarkan asumsi
guru yang bersangkutan serta mempunyai pengetahuan tentang berbagai
metode yang digunakan secara baik.

D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN ATH-THARIQAH  AL-


INTIQAIYYAH
Metode eklektik sebagai gabungan dari beberapa metode pengajaran
tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan metode eklektik : 2
a. Pemaduan beberapa metode dapat menutupi kekurangan antara satu
metode dengan metode yang lainnya
b. Pemaduan beberapa metode menjadikan pembelajaran menjadi lebih
variatif dapat lebih memotivasi para pelajar dalam belajar. Sehingga
1 Muljanto Sumardi, Pedoman Pengajaran Bahasa Asing, (Surabaya, CV. Ilmu Surabaya, 1975),
hal. 37.
2 Mega Prima Ningtyas, Metode Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan bagi Penutur Asing.
(Yogyakarta:Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 1, Nomor 2, STAIMS Press, 2018) hlm. 109.
masalah perbedaan individu dan materi lingkungan belajar yang kurang
menarik dapat dipecahkan.
c. Pertumbuhan dan kompetensi kebahasaan pelajar terjadi secara seimbang.
Metode ini tidak fokus hanya mempelajari bahasa arab dengan satu
metode. Misal hanya berfokus para gramatika (tarjamah). Namun metode
ini membantu para pelajar untuk belajar melalui beberapa metode
sekaligus, seperti tarjamah dan mubasyarah.
d. Pengajar dapat lebih percaya diri dan meyakinkan dalam mengajarkan
keterampilan berbahasa.
e. Dapat digalakkan keaktifan pelajar dalam proses belajar mengajar.
f. Pengajar dapat menyampaikan materi pelajaran secara lebih cepat.
g. Pengajar dapat menghidupkan suasana belajar dan mengajar di kelas.

Kekurangan metode eklektik:


a. Tidak semua tenaga pengajar memiliki kemampuan
mengkompromikan direct method dan grammar-translation secara
fleksibel dan bergantian
b. Pada tahap aplikasinya metode eklektik harus diterapkan oleh pengajar
yang profesional dan memiliki skill multitalenta yang tidak dimiliki oleh
setiap lembaga pendidikan
c. Adanya ketidakseimbangan antar materi yang kompleks dan waktu yang
tersedia
d. Menurut teori ini kesempatan untuk latihan membaca, bercakap-cakap dan
mengarang menjadi sedikit, padahal hasil pelajaran bahasa semuanya
adalah peserta didik bisa membaca, berbincang-bincang dan menuangkan
pikirannya dalam bentuk tulisan bahasa Arab.
e. Mengharuskan seorang pengajar memiliki manajemen waktu yang baik
sehingga materi dapat tersampaikan dengan tuntas.
f. Dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadahi untuk memaksimalkan
proses belajar mengajar dengan metode eklektik
g. Tidak semua pengajar sanggup menggunakan metode ini. Sebab
penggunaan metode ini menuntut pengajar yang penuh semangat dan serba
bisa. Demikian pula dari pihak pelajar, kegiatan yang terlalu bervariasi
dapat menimbulkan tingkat kefokusan dan pemahaman menjadi rendah.
h. Butuh waktu yang lama dan perencanaan yang sangat matang untuk
melangsungkan metode eklektik.

E. IMPLEMENTASI ATH-THARIQAH  AL-INTIQAIYYAH
Implementasi Metode Eklektik (Thariqah Intiqaiyah) dapat dilakukan
dengan cara menyajikan bahan pelajaran Bahasa Arab di depan kelas dengan
melalui bermacam-macam kombinasi beberapa metode, misalnya metode
langsung (althoriqoh al-mubasyarah atau direct method) dan metode kaidah
dan terjemah (thoriqoh al-qowaid dan tarjamah atau grammar translation)
bahkan dengan metode membaca (qiro’ah  atau reading) sekaligus dipakai
atau diterapkan dalam suatu kondisi mengajar. Oleh karenanya metode ini
merupakan campuran dari unsur-unsur yang terdapat dalam metode langsung
dan metode kaidah tarjamah, proses pengajaran lebih banyak ditekankan pada
kemahiran bercakap-cakap, menulis membaca dan memahami pengertian-
pengertian tertentu.
Melalui metode eklektik, pelajar dapat diberi latihan misalnya: latihan
bercakap-cakap dalam bahasa asing yang dapat dilakukan dengan individu
atau perkelompok antara pelajar atau pengajar dengan pelajar. Tema
percakapan tersebut tidak ditentukan secara ketat, pelajar bebas bercakap-
cakap dalam bahasa asing, sesuai dengan perbendaharaan kata-kata yang
mereka kuasai. Dalam prakteknya metode eklektik ini dapat diterapkan dalam
situasi pengajaran di depan kelas, dengan persiapan yang baik dan dan
kesungguhan dalam memperaktikkan metode ini.
Acep Hermawan mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar akan
menjadi sangat variatif dan tidak terfokus pada satu kegiatan dalam metode ini
diharapkan akan membuat kegiatan ini memacu motivasi para pelajar dalam
belajar bahasa arab.3
Adapun menurut Mahmud Kamil Al-Naqoh (1985: 112) implementasi
metode eklektik ditinjau dari fungsinya, maka langkah-langkah pembelajaran
yang dapat ditempuh antara lain:
1. Pengajar menyampaikan kosa kata baru dalam kalimat sempurna yang
disampaikan secara lisan, dengan menggunakan media visual  atau audio,
atau audio-visual sekaligus, atau peragaan dan lain sebagainya. Pada tahap
ini, pelajar mulai fokus mendengarkan kalimat yang asing bagi mereka
dengan menggunakan indra pendengaran.
2. Pengajar mengulangi penyampaian kalimat tadi dengan pelafalan yang
benar (sebagai model untuk ditirukan). Pada tahap ini guru harus berupaya
agar para pelajar benar-benar memahami konteks kalimat yang
diajarkannya (melalui bantuan media), lalu melatih pengucapannya baik
secara bersama-sama maupun secara individu.
3. Pengajar menuliskan kalimat yang diucapkan tadi di papan tulis,
agar pelajar dapat melihat bentuk tulisannya dan membacanya dalam hati
melalui penglihatannya.

3 Acep Hermawan, Op.cit, hlm. 198.


4. Pengajar mengulangi pengucapan kalimat dan mulai menyampaikan
beberapa pertanyaan sederhana seputar kalimat yang diajarkan, diawali
dengan pertanyaan yang paling mudah, untuk mengecek tingkat
pemahaman para pelajarnya.
Apabila ada pelajar yang belum dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang disampaikan dengan tepat, menurut ukuran metode
ini, pengajar dianggap belum berhasil menyampaikan pelajaran. Oleh karena
itu, pengajar harus mengulanginya. Apabila pengajar sudah merasa yakin
bahwa semua pelajarnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
disampaikan dengan pelafalan yang benar, maka kegiatan belajar
mengajardapat dilanjutkan ke bagian berikutnya. Tahap ini mungin
menghabiskan 20 menit atau lebih. Setelah
itu, pengajar meminta pelajar untuk membuka dan membaca materi yang
sudah disampaikan secara lisan.
Menggunakan metode gabungan dalam pengajaran bahasa asing adalah
memanfaatkan kebaikan metode tertentu untuk mengatasi kekurangan metode
tertentu. Misalnya, seorang pengajar bermaksud melatihkan kemampuan
berbicara sekaligus kemampuan memahami teks bacaan dan kaidah gramatika,
maka ia dapat mengkolaborasikan metode langsung (al-thariqah al-
mubasyirah/direct method) dengan metode kaidah dan terjemah (thariqah al-
qawaid wal tarjamah/grammar translation method) ditambah dengan metode
membaca (thariqah al-qira’ah/reading method).
Metode langsung melarang penggunaan bahasa pelajar sehari-hari
dalam pengajaran bahasa asing (sebut saja bahasa ibu dan kedua) sebagai
pengantar pelajaran dan kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa pelajar
sehari-hari. Dalam pandangan metode ini penggunaan bahasa sehari-hari dan
terjemahan dapat mengganggu keberhasilan, sebab tidak mendidik para pelajar
untuk disiplin menggunakan bahasa asing yang dipelajari secara langsung.
Padahal jika dilihat dari sudut pandang yang lain, larangan ini justru membuat
metode ini tidak maksimal dalam mengajarkan bahasa asing, sebab dalam hal-
hal tertentu para pelajar bahasa asing tetap memerlukan bahasa sehari-hari
atau terjemahan. Ini akan terjadi ketika diajarkan kata-kata atau kalimat yang
sama sekali tidak bisa diperagakan, digambarkan, atau ditunjukkan ke alam
nyata.
Dalam hal lain metode langsung juga tidak menghiraukan kaidah
gramatika, sebab menurut pandangannya analisa kaidah gramatika akan
mengganggu pelajar dalam belajar bahasa asing. Padahal dalam hal-hal
tertentu pelajar sangat membutuhkan analisa kaidah secukupnya. Ini juga
merupakan sebuah kelemahan jika ditinjau dari sudut lain, sebab
bagaimanapun yang namanya bahasa tidak terlepaskan dari kaidah gramatika,
justru penggunaan kaidah ini dapat membuat bahasa menjadi tersusun rapi.
Maka dapat diatasi dengan metode kaidah dan terjemah. Dalam hal lain
kemampuan membaca di dalam metode langsung diberi porsi sangat sedikit,
padahal kemampuan memahami bacaan juga sangat diperlukan dalam belajar
bahasa asing. Maka ini bisa diatasi dengan metode membaca dan seterusnya.
Seperti metode lain, langkah yang bisa digunakan untuk menggunakan
metode ini bersifat fleksibel. Misalnya langkah yang ditempuh
oleh pengajar adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan, sebagaimana metode-metode lain. Dimulai dengan bincang-
bincang ringan antara pengajar dan para pelajar sebelum masuk ke dalam
materi yang akan disampaikan.
b. Memberikan materi berupa dialog-dialog pendek, dengan tema kegiatan
sehari-hari secara berulang-ulang. Materi ini mula-mula disajikan secara
lisan dengan gerakan-gerakan, isyarat-isyarat, dramatisasi-dramatisasi,
atau gambar-gambar.
c. Para pelajar diarahkan untuk disiplin menyimak dialog-dialog tersebut,
lalu menirukan dialog-dialog yang disajikan sampai lancar.
d. Para pelajar dibimbing menerapkan dialog-dialog itu dengan teman-
temannya secara bergiliran.
e. Setelah lancar menerapkan dialog-dialog yang telah dipelajari, mereka
diberi teks bacaan yang temanya berkaitan dengan dialog-dialog tadi.
Selanjutnya guru memberi contoh cara membaca yang baik dan benar,
diikuti oleh para pelajar secara berulang-ulang.
f. Jika terdapat kosakata yang sulit, pengajar memaknainya mula-mula
dengan isyarat, atau gerakan, atau gambar, atau lainnya. Jika tidak
mungkin dengan ini semua, pengajar menerjemahkannya ke dalam bahasa
pelajar.
g. Pengajar mengenalkan beberapa struktur yang penting dalam teks bacaan,
lalu membahasnya seperlunya.
h. Pengajar  menyuruh para pelajar memahami isi bacaan, lalu
mendiskusikan inti bacaan tersebut.
i. Penutup. Jika diperlukan, evaluasi akhir berupa pertanyaan-pertanyaan
tentang isi bacaan yang telah dibahas. Pelaksanaannya bisa saja secara
individual atau kelompok, sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika tidak
memungkinkan karena waktu, misalnya, pengajar dapat menyajikannya
berupa tugas yang harus dikerjakan di rumah masing-masing. 4
Kemudian keterampilan menulis diajarkan sesuai tingkat
kemampuan pelajar, misalnya dengan melatih pelajar terampil menulis dan

4 Ulin Nuha, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Jogjakarta, Diva Press, 2012), hal. 198-
199.
menyusun kalimat-kalimat Arab sederhana dengan benar. Dengan tujuan
tersebut, materi pelajaran dapat berkisar pada pola kalimat dan mufradat yang
telah diajarkan pada  hiwar, qawa’id dan qira’ah.
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Metode Eklektik ini bisa disebut juga dengan metode gabungan dan
metode fungsional dalam bahasa Indonesia. Sedangkan dalam bahasa Arab
metode ini dinamakan thariqah intiqaiyyah, thariqah mukhtarah, thariqah
mudzawijah dan thariqah taulifiyah. Metode ini lahir sebagai sebuah bentuk usaha
penggabungan dari metode yang sudah lahir terdahulu, kemudian metode ini tidak
dikembangkan berdasarkan teori linguistik dan psikologi tertentu melainkan
berdasarkan asumsi. Metode ini memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu tujuan
dari beberapa metode yang dipilih dan digabungkannya, sehingga keterampilan
bahasa bisa tergabung semua pada metode ini.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari metode ini  sebenarnya kita dapat
mengetahui kekurangan dan kelebihan dari suatu metode itu setelah
diimplementasikan, karena tidak ada tolak ukur yang mutlak untuk mengatakan
bahwa metode ini mempunyai sisi kelebihan dan kekurangan. Maka kami
menemukan bentuk penilaian lain tentang metode eklektik ini. Metode ini
dapat menjadi metode yang seadanya jika pengajar itu menggunakan metode
ini dengan sistem “semau pengajar” dan bisa dikatakan menjadi metode
yang ideal jika pengajar tersebut menguasai semua metode dan dapat mengambil
secara tepat segi-segi kekuatan dari setiap metode dan menyesuaikan dengan
kebutuhan program pengajaran yang ditanganinya.
B.     SARAN
Ath-Thariqah  Al-Intiqaiyyah adalah metode yang tepat digunakan untuk
para pemula dalam pembelajaran bahasa arab, metode inipun akan lebih efektif
jika dalam penerapannya, pengajar benar-benar memahami dalam
mempraktekkannya, sehingga saat metode ini di implementasikan pada peserta
didik, mereka akan mampu memahami. Metode ini harus dibuat menjadi metode
yang menyenagkan dalam pembelajaran bahasa arab dengan cara menambahkan
variasi-variasi dalam setiap implementasinya,baik di perbanyak gambar-gambar,
dibuat sebuah permainan dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghulayaini, Musthofa. 2009. Jami al-durus al-arabiyyah. Beirut: Dar al-


khotob al Alamiyyah.
Al-Naqoh, M. K. 1985. Ta’lim Al-lughah Al-‘arobiyyah li al-nathiqin bi
lughaatin Ukhroo. (H. Saefuloh, Penerj.). Mekkah: Jami’ah Ummul Quro.
Arsyad, Azhar. Bahasa Arab dan Metode Pengajarannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Bika, Hifni. 2009. Nashif Qawaidul Lughatul Arabiyyah. Tangerang: CV Megah
Jaya.
Fachrurrozi, Aziz., & Mahyuddin, E. 2010. Pembelajaran Bahasa Asing: Metode
Tradisional dan Kontemporer. Jakarta: Bania Publishing.
Hermawan, Acep. 2011. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Muhyidin, Muhammad. 2016. At-Tuhfah As-Saniyah (Syarah Ajurumiyah). (Abu
Abdillah Salim ni Subaid, Penerj.). Tegal: Ash-Shaf Media.
Ningtyas, Mega Prima. 2018. Metode Belajar Bahasa Arab yang Menyenangkan
bagi Penutur Asing. Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, Vol. 1, Nomor 2, STAIMS
Yogyakarta.
Nuha, Ulin. 2012. Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Jogjakarta: Diva
Press.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Pernanda Group.
Sumardi, Muljanto. 1975. Pedoman Pengajaran Bahasa Asing. Surabaya: CV.
Ilmu Surabaya.
Yunus, Mahmud. 1979. Metodik Khusus Bahasa Arab (Bahasa Al-Qur’an). Cet.
IVl.  Jakarta: PT. Hidakarya Agung.
Zaenuddin Radliya, dkk. 2005. Metodologi &Strategi Alternatif Pembelajaran
Bahasa Arab. Yogyakarta: Pustaka Rihlah Group.

Anda mungkin juga menyukai