Anda di halaman 1dari 10

Faktor resiko untuk kehamilan ektopik

berulang : sebuah penelitian case


control
Objektif : mempelajari faktor resiko untuk kehamilan ektopik berulang
(Recurrent Ectopic Pregnancy / REP)
Desain : penellitian case-control retrospektif
Tempat : Sebuah pusat medis universitas
Populasi : 554 wanita dengan riwayat kehamilan ektopik (Ectopic
pregnancy / EP). Diantaranya 181 wanita dengan EP sekarang ini, 184 wanita
dengan kehamilan intrauterine (Intrauterine pregnancy / IUP) sekarang ini, dan
189 wanita tidak hamil (nonP).
Metode : ketiga kelompok disesuaikan dengan rasio 1:1 dengan
memperhatikan usia saat ini, usia saat mengalami EP dan umur kehamilan saat
EP pertama kali. Karakteristik sosio-demografik, riwayat reproduksi, gynekologi
dan riwayat operasi, serta pengalaman kontrasepsi dibandingkan antara ketiga
kelompok. Analisis regresi logistic multivariable digunakan untuk menyesuaikan
perancu dan mengkalkulasi adjusted odd ratios (AORs).
Hasil : resiko dari REP meningkat dengan riwayat infertilitas (AOR =
3.84, 95% ci 2.16-6.86) dalam w=kelompok wanita dengan REP dibandingkan
dengan control IUP. Dibandingkan dengan kelompok control NonP, salpingotomi
(AOR = 3.04, 95%ci 1.21-36.51) untuk EP yang sebelumnya adalah faktor resiko
untuk REP. Wanita multipara kecil kemungkinannya untuk menderita REP ketika
dibandiingkan dengan kelompok kontrol wanita NonP (AOR = 0.36, 95%ci 0.18-
0.62) atau grup control wanita IUP (AOR =0.35, 95%CI 0.20-0.62). Pemakaian
intrauterine device (IUD) saat ini (REO versus NonP, AOR = 0.02, 95%CI 0.00-
0.08) atau kondom (REP versus NonP, AOR = 0.16, 95% CI 0.07-0.38) secara
signfikan menurunkan resiko dari REPdibandingkan mereka yang tidak
menggunakan kontrasepsi. Sama halnya dengan penggunaan kondom
sebelumnya juga mencegah REP dibandingkan dengan mereka dengan rowayat
tidak menggunakan kondom. (REP versus NonP, AOR – 0.20, 95%CI 0.08-
0.49;REP versus IUP, AOR = 0.40, 95%CI 0.22-0.71).
Kesimpulan : Wanita dengan riwayat infertilitas atau salpingektomi harus
waspada terhadap terulangnya EP. Wanita multipara kemungkinan kecil
menderita REP. Kami menyarankan penggunaan kondom untuk prevensi efektif
dari REP.
Kata kunci : penelitian case-control, kontrasepsi, kehamilan ektopik berulang,
faktor resiko.

Pendahuluan
EP adalah salah satu dari kegawat daruratan ginekologi yang paling sering
ditemukan, dan merupakan penyebab dari tiga per empat kematian maternal
dalam trimester pertama kehamilan. EP mencakup 4-10% kematian terkait
kehamilan dan mengarah ke insidensi tinggi dari REP.
Meskipun mortalitas karena EP ditolak secara tajam dalam beberapa
tahun belakangan, insidensi EP masih meningkat dalam tingkat global. Demikian,
jumlah wanita dengan diagnose REP meningkat. Diantara wanita dengan riwayat
dari EP sebelumnya, resiko REP bervariasi antara 10-27%, setidaknya 5 hingga
10 kali lebih besar daripada populasi umum untuk EP. REP, sebagai komplikasi
jangka lama dari EP, dapat mengganggu fertilitas dan mempengaruhi kualitas
hidup secara negatif. Sayangnya, belum ada cara yang efektif untuk memprediksi
EP.
Satu decade yang lalu, 2 penelitian epidemiologis meneliti faktor resiko
REP. Bagaimanapun, penelitian tersebut tidak mengivestigasi secara
keseluruhan hubungan antara penggunaan kontrasepsi yang sekarang maupun
yang sebelumnya dan rekurensi EP. Penelitian Butts et al. menggunakan wanita
yang pernah mengalami EP satu kali sebagai kelompok control. Hal ini dirasa
kurang tepat karena mereka tidak mempertimbangkan kemungkinan wanita
dalam kelompok control dapat mengalami EP lagi di masa depan. Selanjutnya,
perubahan sekarang ini dalam pemilihan metode kontrasepsi dan peningkatan
penggunaan assisted reproductive technology (ART) telah dikatakan sebagai
tambahan faktor resiko dari EP. Bersamaan dengan masih tidak jelasnya apakah
ada hubungan antara REP dan penggunaan kontrasepsi atau ART, kami
melakukan penelitian case-control di Shanghai, China. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengeksplor faktor resiko dari REP.

Metode
Konsiderasi etik
Penelitian case-control ini sudah disetujui oleh dewan peninjau kelembagaan
dari Internatinal Peace Maternity dan Child Health Hospital di Shanghai, Cina.
Sebelum recruitment, tertulis penjelasan dan persetujuan (informed consent)
untuk setiap subjek. Untuk wanita dibawah 18 tahun, tertulis penjelasan dan
persetujuan (informed consent) yang didapat dari pendamping mereka. Pasien
juga diinformasikan bahwa mereka mempunyai hak untuk menolak wawancara
dan keluar dari penelitian kapan saja. Seluruh subjek diberitahu bahwa
informasi mereka akan dirahasiakan.

Desain penelitian dan partisipan


Penelitian case-control ini dilakukan di Internatinal Peace Maternity dan Child
Health Hospital sejak Maret 2011 hingga April 2013. Partisipan yang telah
terdaftar adalah wanita dengan umur reproduktif antara 17 - 45 tahun yang
tidak mempunyai riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit vena
tromboembolik, epilepsy, diabetes mellitus, kanker, atau penyakit lain yang
dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi. Seluruh partisipan mempunyai
riwayat EP. Pasien yang didiagnosa dengan EP sekarang ini (Berdasarkan
American College of Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin) dari pasien
rawat inap bagian ginekologi dinamakan kelompok kasus (kelompok REP).
Wanita dengan kehamilan intrauterine (IUP) dan wanita yang tidak hamil
(NonP) datang dari klinik prenatal dan klinik kesehatan keluarga, serta pusat
pemeriksaan fisik dari rumah sakit yang sama. Mereka dibagi dalam dua
kelompok control (kelompok IUP, dan kelompok NonP). Kelompok kontrol IUP
dan kelompok REP disesuaikan dengan rasio 1:1 dengan memperhatikan usia
sekarang (+ 5 tahun), usia saat pertama kali EP (+ 5 tahun) dan umur kehamilan
dalam minggu dari EP pertama kali (+ 7 hari). Kelompok NonP disesuaikan
dengan kelompok REP dalam rasio 1:1 untuk variable yang sama.

Pengumpulan data dan pemeriksaan pasien


Infromasi dikumpulkan dari pasien dalam temu wicara dan termasik:
karakteristik sosio-demografik (usia, status marital, pendidikan terakhir,
pekerjaan, pemasukan tiap tahun, status merokok); riwayat reprodukasi dan
ginekologis (jumlah terminasi kehamilan, paritas, riwayat infertilitas dan
infertilitas tubal, mode kehamilan termasuk konsepsi natural, in vitro
fertilisasion-embryo transfer (IVF-ET) atau ART lain (stimulasi ovarium,
inseminasi intrauterine, rempah-rempah Cina, pendukung fase luteal, kombinasi
dari stimulasi ovarium dan pendukung fase luteal)); riwayat pembedahan
(riwayat section caesarea, pembedahan adnexa, appendektomi, dan penanganan
terkait EP yang terakhir termasuk tatalaksana ekspektan, metotreksat,
salpingektomi, salpingotomi dan prosedur pembedahan yang lain (fimbrial
‘milking out’ dari gestasi ektopik, pembuangan jaringan trofoblastik dalam
kavitas pelvik dan reseksi lebar ovarium)); pengalaman kontraseptif sebelumnya
(IUD, pil kontraseptif oral (OCP), kontasepsi emergensi levonogestrel (LNG-EC),
kondom dan metode kontrasepsi lainnya (metode penarikan, dan metode hitung
kalender)). Penggunaan kontrasepsi yang sekarang maupun yang sebelumnya
diperlakukan sama dalam cara yang sama seperti dalam penelitian kami yang
sebelumnya. Jika partisipan tidak mau menjawab pada pertanyaan tertentu
maka mereka berhak untuk melewati pertanyaan tersebut, dan kami
memperlakukan ini sebagai informasi yang hilang (missed information).
Sampel darah diambil dari tiap pasien untuk mengukur serum Chlamydia
trachomatis (CT) immunoglobulin G (IgG) menggunakan enzyme-linked
immunosorbent assay menurut instruksi pabrikan (Beijing Biosynthesis, Beijing,
Cina).

Analisis Statistik
Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak SAS versi 9.2 (Institut
SAS Inc., Cary, NC, USA). Seluruh P-values dikalkulasi menggunakan test dua sisi
dan dipertimbangkan secara statistic signifikan jika P < 0.05. test Pearson chi-
squared dilakukan untuk mendeteksi perbedaan diantara ketiga kelompok
terkait karakteristik sosio-demografik, riwayat reproduksim ginekologi, dan
pembedahan, seperti serta pengalaman pemakaian kontrasepsi. Menggunakan
analisis regresi logistic kondisional univariabel, kami mengkalkulasikan crude
odds ratio (ORs) dan confidence interval (CIs) 95% mereka untuk setiap variable.
Alaisis regresi logistic multivariable digunakan untuk menyesuaikan perancu
potensial dan mengkalkulaso adjusted Odds Ratio (AOR).
Hasil
Diantara 571 oasien yang terdaftar, 188 pasien dengan REP sekarang ini
dimasukkan ke kelompok kasus (kelompok REP) dan 190 pasien dengan IUP dan
193 pasien yang tidak hamil dimasukkan ke dalam kelompok control (kelompok
IUP dan kelompok NonP). Setelah mengeluarkan pasien dengan rekam medis
yang tidak lengkap, 181, 184, 189 pasien dalam kelompok EP, IUP dan NonP
secara berurutan, tertinggal, dengan tingkat respon 97% (lihat gambar S1).
Mayoritas wanita dalam penelitian mempunyai riwayat EP sebelumnya hanya 1
kali. Dalam kelompok REP, 15 pasien mempunyai riwayat EP sebelumnya 2 kali
dan 3 pasien dengan 3 EP. Dalam kelompok IUP dan NonP, 3 dan 16 pasien,
secara berurutan mempunyai riwayat 2 EP sebelumnya.

Karakteristik sosio-demografis dan riwayat pasien


Tabel 1 menunjukkan karakteristik sosio-demografis dari seluruh partisipan.
Dibandingkan dengan wanita dalam grup IUP dan NonP, ada proporsi lebih besar
dari wanita didalam kelompok REP yang pemasukan individu tiap tahunnya
sama dengan atau lebih dari ¥50,000 (P = 0.04). Dalam hal riwayat reproduksi
dan ginekologi (tabel 2) wanita dengan paritas lebih banyak kecil
kemungkinannya untuk menderita REP (REP versus NonP, OR1 = 0.15, 95%CI
0.10-0.24; REP versus IUP, OR2 = 0.32, 95%CI 0.21-0.49) dibandingkan dengan
wanita nullipara. Selanjutnya, riwayat infertilitas (OR1 = 3.69, 95%CI 2.29-5.95;
OR2 = 4.03, 95%CI 2.23-6.03; OR2 = 3.43, 95%CI 2.10-5.61) dapat menjadi faktor
resiko terjadinya REP.
Dengan memperhatikan rowayat pembedahan (Tabel 2), 86% (155/181)
pasien dalam kelompok REP telah menerima pembedahan adneksa, dan 75%
(132/176) dan 77% (139/180) dari wanita tersebut ditangani dengan
pembedahan adneksa pada kelompok IUP dan NonP, secara berurutan. Diantara
155 wanita dalam kelompok REP dengan pembedahan adneksa sebelumnya, 151
(97%) dari mereka ditangani untuk EP sebelumnya. Wanita yang mempunyai
riwayat pembedahan adneksa (P = 0.03), atau yang telah melakukan
salpingotomi (P <0.01) untuk EP sebelumnya, lebih besar kemunhkinannya
untuk mengalami EP lagi dibandingkan dengan wanita tanpa riwayat
pembedahan tersebut.

Penggunaan kontrasepsi
Pengalaman kontrasepsi dari seluruh subjek ditampilkan dalam tabel 3.
Dibandingkan dengan wanita dengan IUP an wanita NonP, wanita dengan REP
lebih kecil kemungkinannya untuk mempunyai riwayat penggunaan LNG-EC (P =
0.01) atau kondom (P <0.001). selanjutnya, menggunakan kelompok NonP
sebagai kelompok control, resiko terjadinya EP menurun dengan penggunaan
IUD sekarang ini (OR1 = 0.02, 95%CI 0.00-0.08), LNG-EC (OR1 =0.32, 95%CI 0.12-
0.88), kondom ( OR1 = 0.09, 95%CI 0.05-0.18), sterilisasi wanita (OR1 = 0.18,
95%CI 0.04-0.75) atau metode kontrasepsi yang lain (OR1 =0.23, 95%CI 0.11-
0.45) dibandingkan dengan mereka yang sekarang ini tidak menggunakan
kontrasepsi apapun.
Analisis multivariable dari faktor resiko dari REP
Hasil dari analisis multivariable ditampilkan dalam tabel 4. Multiparitas adalah
faktor protektif untuk REP (REP versus NonP, AOR1 = 0.36, 95%CI 0.18-0.62;
REP versus IUP, AOR2 = 0.35, 95%CI 0.20-0.62). Pada wanita dengan riwayat EP,
mereka dengan riwayat infertilitas (AOR2 = 3.84, 95%CI 2.16-6.86) lebih
memungkinkan untuk mengalami EP yang lain dibandingkan dengan wanita
yang tidak mempunyai riwayat infertilitas. Selanjutnya, AOR untuk REP
meningkat sebagai konsekuensi dari salpingotomi (AOR1 = 3.04, 95%CI 1.21-
36.51) dengan pengobatan hamil sebagai referensi. Namun resiko dari REP
mengikut salpingotomi tidak meningkat ketika menggunakan kelompok IUP
sebagai kelompok control. Sebagai tambahan, pengobatan hamil, metotreksat,
salpingektomi dan prosedur pembedahan lainnya tidak berkaitan dengan resiko
REP.
Penggunaan kondom sebelumnya berhubungan dengan resiko lebih
rendah dari REP secara signifikan (AOR1 = 0.20, 95%CI 0.08-0.49; AOR2 = 0.40,
95%CI 0.22-0.71), dan penggunaan IUD sekarang ini dan penggunaan kondom
mempunyai efek protektif terhadap REP (IUD, AOR 1 = 0.02, 95%CI 0.00-0.08;
kondom, AOR1 = 0.16, 96%CI 0.07-0.38). bagaimanapun juga, untuk seluruh
metode kontrasepsi, ada kemungkinan kegagalan kontrasepsi, dimana REP
dengan jelas tidak dapat dihindari.
Diskusi
Penemuan utama
Penelitian case-control ini menemukan bahwa riwayat infertilitas dan
salpingotomi untuk EP yang teakhir adalah faktor resiko yang signifikan untuk
REP, dimana multiparitas, penggunaan kondom dan penggunaan IUD dan
kondom sekarang ini berhubungan dengan resiko REP yang lebih rendah.

Keunggulan dan keterbatasan


Penelitian kami mempuntai beberapa keterbatasan. Yang pertama adala, kasus
REP dapat saja terulang kembali atau dilaporkan beberapa faktor resiko yang
berbeda dari control, menyebabkan ke level bias yang tidak diketahui. Kedua,
beberapa wanita dalam penelitian kami menggunakan OCPs, LNG-EC atau
sterilisasi pada wanita, menghambat kami untuk memeriksa hubungan antara
faktor-faktor tersebut dan REP. Terakhir, kami tidak mempertimbangkan durasi
pemakain IUD, entah itu sebelumnya atau sekarang ini, yang mana telah
didemonstrasikan meripakan faktor resiko yang signifikan untuk EP dalam
penelitian sebelumnya. Penelitian selanjutnya dengan jumlah sampel yang lebih
besar diperlukan untuk memastikan hubungan REP dan metode kontrasepsi.
Meskipun ada keterbatasan-keterbatasan tersebut, dibandingkan dengan
penelitian kami sebelumnya , kami mempunyai subjek yang lebih banyak,
menggunaan kriteria yang inklusi yang lebih ketat dan meningkatkan desain
penelitian kami. Sebagai tambahan, penelitian kami adalah yang pertama untuk
membahas secara detail penggunaan kontrasepsi yang sebelumnya dan sekarang
ini sebagai faktor resiko untuk REP.
Interpretasi
Hubungan antara infertilitas sebelumnya dan terjadinya EP telah
didokumentasikan dengan baik. Infertilitas dapat berkontribusi ke kerusakan
tuba menghasilkan EP sebelumnya dan tatalaksana pembedahan. Kerusakan
tuba dapat mengganggu jalannya zigot melalui tuba fallopi dan ke dalam kavitas
uterina, yang mana dapat menjadi faktor predisposisi untuk EP yang lain.
Selanjutnya, wanita dengan infretilitas lebih memungkinkan untuk menerima
pemeriksaan infertilitas dan tatalaksana pembedahan, dimana dapat
meningkatkan resiko mereka untuk EP juga. Demikian, hubungan antara riwayat
infertilitas dan REP dapat dikarenakan oleh faktor tuba yang mendasari, atau
kerusakan tuba yang disebabkan oleh tatalaksana infertilitas, dapat juga, pada
akhirnya, menyebabkan REP.
Faktor-faktor lain, termasuk infeksi Chlamydia trachomatis (CT), dapat
merusak anatomi tuba, menyebabkan gangguan tindakan silia, obstruksi tuba
dan perlengketan pelvis. Wanita dengan REP sebelumnya terbukti memiliki
level CT antibodi jauh lebih tinggi secara signifikan dan / atau antigen
dibandingkan dengan wanita dengan IUP. Namun, penelitian kami
menunjukkan bahwa tingkat CT serum tidak berbeda secara signifikan antara
perempuan dengan REP dan kontrol. Hal ini diperlukan untuk menunjukkan
bahwa kontrol dalam penelitian ini adalah perempuan IUP dengan riwayat
EP, tetapi kelompok control IUP dalam studi sebelumnya oleh Kuroda et al.
tidak terbatas pada mereka dengan EP sebelumnya, yang mungkin
berkontribusi terhadap perbedaan. Demikian pula, meskipun salpingitis
(yaitu infeksi dan peradangan tuba falopi) telah terbukti menjadi faktor
risiko penting untuk EP pertama, tidak selalu meningkatkan risiko REP.
Fenomena ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa sekali salpingitis telah
menyebabkan kerusakan tuba ireversibel dan menyebabkan EP awal, lebih
jauh lagi, kerusakan tuba yang disebabkan oleh EP dan pengobatan yang
sesuai dapat mencegah kehamilan berikutnya dari terjadi sama sekali. Oleh
karena itu, setelah EP awal, efek dari salpingitis pada tuba falopi mungkin
tidak berhubungan dengan terjadinya REP.
Gangguan tuba telah dikenal secara luas sebagai faktor risiko utama untuk
EP, perhitungan untuk sepertiga dari semua kasus EP. Sebuah studi epidemiologi
menunjukkan bahwa gangguan tuba sebelumnya merupakan faktor risiko untuk
REP, tapi apakah prosedur bedah yang berbeda digunakan untuk mengobati EP
merupakan faktor risiko untuk REP masih belum jelas. Beberapa penelitian
melaporkan insiden yang lebih tinggi dari REP setelah operasi konservatif
dibandingkan setelah operasi radikal, sedangkan yang lain menunjukkan tidak
ada perbedaan, Meskipun kami menemukan bahwa salpingotomy untuk EP
sebelumnya adalah faktor risiko untuk REP dalam penelitian ini, interval
kepercayaan relatif lebar. Kami menemukan bahwa wanita multipara kurang
mungkin untuk mengalami REP dibanding wanita nulipara, yang konsisten
dengan hasil penelitian epidemio-sebelumnya. Ini mungkin disebabkan oleh fakta
bahwa wanita multipara telah membuktikan kesuburan dan lebih sedikit
kerusakan tuba dibandingkan wanita nulipara yang mungkin memiliki masalah
kesuburan. Alasan lain untuk REP berkurang pada wanita multipara adalah Cina
kebijakan satu anak; kebanyakan wanita yang sudah memiliki anak akan
menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan lanjut, terlepas dari
apakah itu akan berubah menjadi IUP atau EP.

Berkenaan dengan
kontrasepsi, metode kontrasepsi
jangka panjang yang umum di
Cina, situasi yang sangat berbeda
dari yang di negara-negara Barat.
Menyusul perubahan dalam
kebijakan keluarga berencana,
pilihan kontrasepsi juga telah
berubah di Cina dalam beberapa
tahun ini. Dalam penelitian case-
control kami, penggunaan
mayoritas tipe kontrasepsi
mengurangi risiko IUP dan EP.
Dalam penelitian ini, penggunaan
saat IUD terbukti membantu
mengurangi risiko REP. Namun,
studi lain dianggap penggunaan
saat IUD sebagai faktor risiko
untuk EP karena peradangan yang
dapat disebabkan oleh
penggunaan IUD, yang mengarah
ke desiliasi dari endosalping dan
dengan demikian penundaan
transportasi ovum. Penelitian
sebelumnya melaporkan bahwa
wanita yang sedang menggunakan
IUD cenderung percaya pada
kemampuan mereka untuk hamil
tetapi kurang memiliki keinginan
untuk jatuh hamil karena mereka
pada akhir kehidupan reproduksi mereka atau puas dengan jumlah anak yang
mereka miliki. Oleh karena itu, wanita-wanita ini cenderung mengekspos diri
untuk kemungkinan menjadi hamil, dan risiko REP lebih rendah. Demikian pula,
Saada et al. berkaitan dengan pengguaan IUD sebelumnya sebagai indikator
kesuburan yang baik bukan sebagai faktor protektif untuk REP, meskipun
hubungannya dengan penurunan risiko REP (OR = 0,27). Alasan hubungan
antara REP dan penggunaan kondom sebelumnya dapat dijelaskan oleh fakta
bahwa penggunaan kondom yang konsisten dan benar dapat mencegah infeksi
menular seksual dan karena itu dapat mengurangi kerusakan tuba, yang
merupakan faktor risiko tinggi untuk EP. Oleh karena itu, untuk wanita dengan
riwayat EP, kondom harus digunakan secara konsisten dan benar untuk secara
efektif mencegah REP.

Kesimpulan
Sebuah riwayat infertilitas dan salpingotomy untuk EP sebelumnya adalah faktor
risiko utama untuk REP. Selain itu, wanita multipara cenderung menderita REP.
Penggunaan kondom bisa melindungi wanita dengan riwayat EP dari
mengembangkan REP. Oleh karena itu, untuk wanita dengan riwayat infertilitas
dan operasi adneksa sebelumnya kami menyarankan bahwa kondom digunakan
untuk mencegah REP.

Pengungkapan kepentingan
Pengungkapan penuh kepentingan tersedia untuk dilihat secara online sebagai
Informasi Pendukung.

Kontribusi untuk kepenulisan


JZ dan JS dikandung penelitian dan berpartisipasi dalam desain, serta
mengawasi penelitian dan kritis merevisi naskah. DZ bertanggung jawab untuk
menyusun dan menulis naskah. CL berpartisipasi dalam revisi naskah. JJY, WS
dan WX kontribusi untuk analisis statistik. RHX kontribusi terhadap
pengumpulan data. Semua penulis menyumbang secara substansial pada revisi
naskah.

Rincian persetujuan etika


Penelitian ini disetujui oleh badan review kelembagaan Perdamaian Bersalin
Internasional dan Rumah Sakit Kesehatan Anak di Shanghai, Cina (tanggal
persetujuan 28 November 2014; referensi no. 2014-21.).

Anda mungkin juga menyukai