Anda di halaman 1dari 14

PERBANDINGAN EKSPRESI ELASTIN LIGAMENTUM SAKROUTERINA

PADA PEREMPUAN DENGAN PROLAPS ORGAN PANGGUL DAN


TANPA PROLAPS ORGAN PANGGUL

THE COMPARISON BETWEEN ELASTIN IMMUNOLABELING IN THE


UTEROSACRAL LIGAMENTS IN WOMEN WITH PELVIC ORGAN
PROLAPSE AND WITHOUT PELVIC ORGAN PROLAPSE

Andi Hasnawati1, Trika Irianta2, Eddy R. Moeljono3, Upik Andriani Miskad4,


Burhanuddin Bahar5
1,2,3
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar,
4
Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, 5Bagian
Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar

Alamat Korespondensi :

Andi Hasnawati
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar
HP : 0811467402
Email: oyieobgyn@gmail.com
Abstrak

Penelitian ini bertujuan membandingkan ekspresi elastin ligamentum sakrouterina pada perempuan dengan prolaps
organ panggul dan tanpa prolaps organ panggul (POP). Penelitian ini dilakukan di BLU RS. dr. Wahidin
Sudirohusodo dan jejaring beberapa rumah sakit pendidikan bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin yang dimulai pada Januari 2011 sampai April 2012. Penelitian ini menilai ekspresi elastin
pada 35 perempuan dengan POP tingkat III dan IV, dan sebagai kontrol adalah 35 perempuan tanpa POP. Ekspresi
elastin dinilai dengan pemeriksaan immunohistokimia menggunakan pewarnaan antibodi elastin (clone no. BA-4
1:1600; Novacastra Laboratories LTD, UK). Penelitian ini dilakukan secara cross sectional. Data diolah dengan
chi-square. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi elastin
menurun pada perempuan dengan POP dimana ekspresi elastin pada sampel terbanyak dengan intensitas elastin
lemah (74,3%). Ekspresi elastin pada kontrol terbanyak dengan intensitas elastin moderat (48,6%). Ekspresi
elastin tampak signifikan pada perempuan dengan POP status post menopause dan dengan IMT yang overweight
(semua dengan p<0,05). Faktor lain yang ikut berperan pada kejadian prolaps organ panggul adalah umur, paritas,
riwayat jenis persalinan, dan riwayat berat bayi yang dilahirkan.

Kata Kunci : Elastin, Faktor risiko, Prolaps organ panggul

Abstract

The research aims at comparing the elastin immunolabeling in the uterosacral ligaments in women with pelvic
organ prolapse and without pelvic organ prolapse (POP). The research is done at Dr. wahidin sudirohusodo
Hospital and education networking some hospitals the Obstetrics and Gynecological School of Medicine
Hasanuddin University that began in january 2011 until april 2012. This research assessing expression of elastin
on 35 women with a pop level III and IV and as control is 35 women without POP. Immunolabeling of elastin
valued in staining checkings immunohistokimia uses antibodies elastin ( clone no. Ba-4 1: 1600; novacastra
laboratories ltd, uk ). The research was carried out by the cross sectional study. Mixed with chi-square. Level
significance used is 0.05. The results showed that the elastin immunolabeling in women withPOP is decline on
most sample expression with the intensity of elastin is weak (74,3%). The most control with the intensity of elastin
immunolabeling is moderate (48.6%). Elastin immunolabeling seem significant in women with menopause and
with BMI that overweight (all with p< 0.05). Other factors that contributed to the occurrence of pelvic organ
prolapse are age, parity, history of childbirth, and the history of newborn's weight.

Keywords: elastin, risk factor, pelvic organs prolapse


PENDAHULUAN
Prolaps organ panggul (POP) merupakan masalah kesehatan perempuan yang umum
terjadi dan sangat mengganggu, mempengaruhi perempuan dewasa pada semua umur dan
penanganannya seringkali memerlukan biaya yang sangat tinggi. Meskipun POP umumnya
tidak menyebabkan kematian, tetapi hal ini dapat memperburuk kualitas hidup penderita
termasuk menimbulkan kelainan pada kandung kemih, sistem saluran cerna serta gangguan
fungsi seksual. Seiring dengan meningkatnya umur harapan hidup dan meningkatnya populasi
umur lanjut maka prevalensi prolaps organ panggul pun semakin meningkat. (Patel, 2007)
DeLancey pada tahun 2005 menyebutkan disfungsi dasar panggul ini mengenai 300.000
sampai 400.000 perempuan di Amerika setiap tahunnya. Hal ini dapat menjadi sedemikian
berat sehingga membutuhkan operasi. Tingginya prevalensi gangguan ini menunjukkan betapa
pentingnya mengubah paradigma penanganan pasif bagi prolaps organ panggul menjadi
paradigma preventif secara aktif. Pencegahan primer sangat penting karena 30% dari operasi
per tahun yang dilakukan untuk memperbaiki disfungsi dasar panggul ini merupakan operasi
ulangan. (DeLancey, 2005)
Masalah negara maju seperti Amerika akan lambat laun dialami oleh Indonesia.
Presentase masyarakat umur produktif Indonesia saat ini cukup tinggi, dan dengan berjalannya
waktu, suatu saat akan menjadi bagian problematik nasional dalam penanganan kesehatan
kelompok tua, dimana POP merupakan bagian darinya. Oleh sebab itu, mencari penyebab POP
merupakan suatu tantangan.
Walaupun insiden POP tinggi, hanya sedikit yang diketahui dasar patofisiologi yang
mendasarinya. Umur, pekerjaan, berat badan (IMT), paritas, jenis persalinan, persalinan
pervaginam menggunakan alat vakum atau forceps, berat badan anak yang terbesar yang
dilahirkan, riwayat operasi, riwayat penyakit medis, status menopause dan pemakaian terapi
sulih hormon merupakan faktor risiko yang sering dikaitkan dengan kejadian POP.
(Chiaffarino, 1999; Swift, 2004; Patel, 2007; Barsoom, 2009)
Tetapi, adapula nulipara tanpa beberapa faktor risiko dapat menderita POP. Oleh
karena itu, predisposisi genetik berperan baik dalam kejadian penyakit ini. Bila seorang
perempuan dengan ibu atau saudaranya menderita POP, maka risiko relatif untuk menderita
POP adalah 3,2. Dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak memiliki riwayat medis
POP, risiko relatifnya adalah 2,4. (Chiaffarino, 1999)
Dengan mengetahui penyebab dari kelainan dasar panggul, akan membantu terhadap
terapi perbaikan kondisi ini, dan yang lebih penting lagi adalah menciptakan strategi
pencegahan, dengan cara membuat prioritas klinik yang sangat berhubungan. Penyakit ini pada
tingkat molekuler belum sepenuhnya diketahui, sehingga pencegahan belum diterapkan secara
luas, dan operasi tetap merupakan pilihan penanganan sampai saat ini selama kurang lebih 100
tahun. (Klutke, 2008)
Salah satu bagian penting dari sistem penyokong panggul adalah ligamentum
sakrouterina. Ligamentum ini memberikan sokongan utama terhadap serviks dan dinding
vagina bagian atas (DeLancey, 1992). Penelitian in vitro menunjukkan bahwa bagian serviks
dari ligamentum sakrouterina menyokong lebih dari 17 kg berat badan sebelum mengalami
penurunan fungsi. (Ewies, 2003)
Unsur-unsur utama dari stabilitas jaringan adalah kuantitas, ultrastruktur dan organisasi
protein-protein matriks ekstraselular seperti elastin dan kolagen (Ewies, 2003). Integritas
jaringan penyambung ini bergantung kepada lysyl oxidase (LOX), enzim ekstraseluler yang
berhubungan dengan matriks ekstraseluler pada kolagen dan elastin. (Klutke, 2008)
Goepel pada tahun 2007, yang meneliti ekspresi elastin dan tenascin ligamentum
sakrouterina berdasarkan kelompok umur tertentu saja (penelitian kejadian POP pada
perempuan postmenopause) tidaklah tepat. Fenomena puncak gunung es (ice berg phenomena)
dapat berakibat tidak terdeteksinya pasien prolaps pada umur produktif. Hal ini jelas
merugikan pasien karena usaha preventif dan penanganan dini menjadi tidak dimungkinkan.
Adanya fakta yang mendukung abnormalitasnya struktur dari jaringan penyambung
atau mekanisme perbaikannya dapat menjadi faktor predisposisi perempuan untuk menderita
POP inilah yang menjadi dasar penelitian ini yang juga belum pernah dilakukan di Makassar,
sehingga dengan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan.
Kami mengharapkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi elastin pada
perempuan dengan POP dapat berkontribusi untuk memahami etiologi prolaps ini sendiri.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di beberapa rumah sakit pendidikan bagian obstetri dan
ginekologi FK-UNHAS dengan subyek penelitian dari beberapa RS Pendidikan antara lain:
BLU RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS jejaring lainnya. Pemeriksaan jaringan di
Laboratorium Patologi Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari 2011 sampai April 2012. Metode penelitian ini
menggunakan desain cross-sectional study untuk mengetahui adanya perbedaan antara ekspresi
elastin pada perempuan dengan dan tanpa prolaps organ panggul. Subyek adalah perempuan
penderita prolaps organ panggul derajat berat (tingkat III dan IV) dan tanpa prolaps yang
bersedia ikut penelitian dan memenuhi kriteria inklusi. Awalnya peneliti menjelaskan tentang
maksud dan tujuan penelitian kepada penderita prolaps organ panggul yang ikut serta dalam
penelitian ini, sebelumnya peserta yang setuju ikut serta dalam penelitian ini menandatangani
formulir persetujuan yang telah disediakan. Pengisian kuesioner pada lembar yang telah
disediakan, berupa pengisian hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang.
Sampel difiksasi dalam botol plastik yang berisi larutan buffer formalin netral 10% kemudian
dikirim ke laboratorium patologi untuk dilakukan pemeriksaan immunohistokimia dengan
memakai teknik indirect immunoenzyme dengan mempergunakan labeled streptovidin complex.
Interprestasi ekspresi elastin diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan
immunohistokimia. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi-square, uji
Fisher exact, uji mann whitney dan uji tanpa parametric. Semua data disajikan dalam bentuk
narasi dan tabel. Data diolah menggunakan program SPSS for window versi 17.

HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan mulai 1 juli 2011 sampai dengan 31 Desember
2011 terhadap dokter umum dan bidan puskesmas di wilayah Kabupaten Takalar dan Barru,
Sulawesi Selatan. Pada penelitian ini didapatkan 126 subyek penelitian yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi, terdiri dari 42 petugas puskesmas yang sudah mendapat pelatihan
PONED sebagai sampel dan 84 petugas puskesmas yang tidak mendapat pelatihan PONED
sebagai kelompok kontrol.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian di Kabupaten Takalar dan Barru sebagai suatu
laporan pendahuluan untuk memperoleh gambaran indikator status kesehatan ibu di kedua
kabupaten ini dengan melakukan evaluasi terhadap luaran maternal sebelum dan sesudah
pelatihan PONED. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah pelatihan PONED didapatkan
penurunan Angka Kematian Ibu (92%) dan penurunan jumlah kasus rujukan komplikasi
obstetri (64%). Didapatkan juga penyebab terbanyak kematian ibu di Kabupaten Takalar adalah
perdarahan pascasalin (52%), preeklamsi-eklamsi (44%) dan infeksi nifas (4%).
Karakteristik Sampel
Sebaran hubungan karakteristik antara kelompok penderita prolaps organ panggul dan
tanpa prolaps organ panggul pada penelitian ini tampak bahwa karakteristik penderita prolaps
organ panggul terbanyak pada umur di atas 45 tahun, dan kami membandingkan jumlah yang
sama pada umur tersebut pada kontrol tanpa menderita prolaps organ panggul.
Paritas terbanyak pada kelompok proplas organ panggul adalah dengan anak > 3 yaitu
sebanyak 28 kasus (80,0%), sama pada kelompok kontrol tanpa prolaps organ panggul
terbanyak memiliki anak > 3 yaitu sebanyak 19 kasus (54,3%).
Riwayat jenis persalinan pada kelompok proplas organ panggul adalah riwayat dengan
persalinan normal yaitu 32 kasus (9,4%), sedang pada kelompok tanpa prolaps organ panggul
sebanyak 27 kasus (77,1%).
Pada penelitian ini, riwayat melahirkan bayi digolongkan menjadi ≤ 3500 gram dan
diatas 3500 gram. Memiliki riwayat pernah melahirkan bayi > 3500 gram, pada kelompok
proplas organ panggul 7 kasus (20,0%), sedang pada kelompok tanpa prolaps organ panggul
sebanyak 5 kasus (14,3 %).
Status menopause pada penelitian ini digolongkan menjadi premenopause dan
menopause. Pada kelompok proplas organ panggul yaitu sebanyak 31 kasus (88,6%) telah
mengalami menopause, sedang pada kelompok kontrol tanpa prolaps sebanyak 21 kasus (60%)
belum mengalami menopause.
Indeks Masa Tubuh pada penelitian ini dibedakan IMT normal yaitu 18,5 sampai
dengan 24,99 dan obesitas dengan IMT > 25. Pada kelompok proplas organ panggul yaitu
sebanyak 24 kasus (68,6%) memilki IMT > 25 , sedang pada kelompok kontrol tanpa prolaps
sebanyak 22 kasus (62,9%) memiliki IMT normal dan hanya 13 kasus (37,1%) yang memiliki
IMT > 25.
Ekspresi Elastin Ligamentum Sakrouterina pada Perempuan Dengan dan Tanpa POP
Dari 35 sampel penelitian penderita prolaps organ panggl dengan intensitas elastin
sebagian besar didapatkan intensitas lemah yaitu 26 kasus (74,3%), sedangkan pada 35 kontrol
sebagian besar didapatkan intensitas moderat yaitu 17 kasus (48,6%). Pada tabel ini
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan ekspresi elastin pada kedua kelompok sampel dan
kelompok kontrol. Dimana pada kelompok sampel, ekspresi elastin cenderung lebih lemah bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil uji Mann-Whitney untuk membandingkan antara
kedua kelompok menunjukkan hasil yang signifikan yaitu p<0,05.
Pada tabel 3 diperoleh hasil dari 35 sampel penelitian penderita prolaps organ panggul
dibandingkan dengan 35 kontrol tanpa prolaps organ panggul, didapatkan hasil yang signifikan
pada faktor risiko menopause dan IMT > 25 kg/m2 (overweight) merupakan faktor risiko
signifikan terhadap turunnya intensitas elastin (semua dengan nilai p<0,05).
Faktor risiko umur, pendidikan, paritas, riwayat jenis persalinan, riwayat melahirkan
bayi besar tidak menunjukkan hasil yang signifikan (semua dengan nilai p >0,05). Tetapi pada
tabel 3 dapat dilihat ekspresi elastin yang berkorelasi dengan penurunan intensitasnya bila
dihubungkan dengan kejadian prolaps organ panggul.

PEMBAHASAN
Karakteristik Perempuan Dengan Prolaps Organ Panggul (POP)
Karakteristik umur kelompok POP pada penelitian ini terbanyak pada usia di atas 45
tahun (93,4%), dan tanpa prolaps organ panggul kami seragamkan untuk membandingkan
apakah umur merupakan faktor risiko dalam terjadinya prolaps organ panggul terhadap
perubahan intensitas elastin. Umur rata-rata yang diambil adalah usia 45 tahun dengan alasan
umur ini sudah memasuki usia premenopause. Karakteristik Hal ini sesuai dengan penelitian
Swift (2000) yang mendapatkan POP tingkat I atau II kebanyakan terjadi pada perempuan
umur muda. Sedangkan POP tingkat III dan IV sebanyak 2,6% ternyata terjadi kebanyakan
pada umur di atas 40 tahun dan prevalensinya meningkat menjadi 21% pada perempuan
berumur di atas 70 tahun.
Karakteristik paritas kelompok POP pada penelitian ini terbanyak pada paritas 3 atau
lebih (80%). Hal ini sesuai dengan penelitian Chiaffarino (1999) membandingkan antara
nulipara, perempuan dengan paritas tinggi mempunyai risiko lebih tinggi untuk terjadinya
prolaps genital (OR 2,6). Dibandingkan dengan perempuan yang tidak pernah melahirkan, OR
3,0 pada perempuan dengan satu kali persalinan pervaginam, dan 4,5 untuk perempuan dengan
2 atau lebih persalinan pervaginam. Hal tersebut di atas mendukung hipotesis bahwa persalinan
pervaginam memberikan hasil yang signifikan dalam jaringan penyokong dasar panggul dan
kerusakan nervus pudendal pada seluruh perempuan yang melahirkan bayinya, dimana saat
persalinan dapat mengakibatkan longgarnya ligamentum-ligamentum di daerah panggul.
Karakteristik jenis persalinan yang pernah dialami penderita POP yang terbanyak
adalah partus normal atau partus pervaginam (91,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian Lukacz
(2006) yang mendemonstrasikan efek protektif dengan jalan persalinan operasi sesaria dalam
perkembangan prolaps organ panggul dan stres inkontinensia urin. Angka kejadian prolaps
organ panggul pada nulipara, operasi sesaria dan perempuan paritas tinggi dengan persalinan
pervaginam adalah 4%, 4%, dan 8%.
Karakteristik riwayat melahirkan bayi yang berat pada penderita POP adalah dengan
berat badan bayi di bawah atau sama dengan 3500 gram (80%). Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian Chiaffarino (1999) dimana estimasi OR untuk prolaps organ panggul adalah 0,9 pada
perempuan yang melahirkan bayi dengan berat 3500 gram atau lebih, dibandingkan dengan
perempuan yang melahirkan bayi yang lebih kecil (<3500 gram).
Karakteristik status menopause terbanyak didapatkan pada kasus POP (88,6%).
Hipotesis ini merupakan penyebab sekunder dari berbagai faktor yang terlibat di dalamnya,
seperti penurunan estrogen selama masa postmenopause. Chen menemukan reseptor estrogen
pada dinding vagina dan ligamentum sakrouterina perempuan premenopause tetapi menurun
pada dinding vagina perempuan postmenopause. (Chen, 2007).
Karakteristik indeks massa tubuh (IMT) terbanyak pada penderita POP adalah dengan
status overweight (IMT > 25) yaitu 68,6%. Hal ini sesuai dengan penelitian Hendrix (2002)
menyimpulkan bahwa obesitas juga berpengaruh sangat kuat terhadap fungsi dasar panggul.
Women’s Health Initiative (WHI) menemukan pasien dengan Indeks massa tubuh (IMT) 25-30
kg/m2 menderita prolaps uteri sebesar 31%, 38% rektokel dan 39% menderita sistokel.
Persentase ini semakin tinggi dengan meningkatnya IMT. (Hendrix, 2002)
Ekspresi Elastin Ligamentum Sakrouterina pada Perempuan Dengan POP dan Tanpa POP
Pada penelitian ini, ekspresi elastin ligamentum sakrouterin menurun pada perempuan
dengan POP dibandingkan dengan yang tanpa POP. Data ini memberikan kesimpulan bahwa
elastin memainkan peranan penting dalam patofisiologi terjadinya POP dimana akan terjadi
penurunan intensitas elastin pada perempuan yang akan berkembang menjadi penderita POP,
tetapi faktor-faktor yang mempengaruhi formasi serabut elastin sampai saat ini belum diketahui
(Goepel, 2008). Abnormalitas jaringan ikat pada ligamentum yang menyokong dasar panggul
dipercaya dapat menyebabkan gangguan pada dasar panggul. Dengan hasil yang signifikan
menurunnya intensitas elastin ligamentum sakrouterina pada perempuan dengan POP ini
mendasari teori penurunan elastisitas ligamentum dan berkontribusi dalam menurunkan fungsi
penyokong dalam ligamentum pada penderita POP.
Bagian penting dari sistem pendukung panggul adalah ligamentum sakrouterina.
Ligamentum ini memberikan dukungan utama terhadap serviks dan dinding vagina bagian atas
(Delancey, 1992). Penelitian in vitro menunjukkan bahwa bagian serviks dari ligamentum
sakrouterina mendukung lebih dari 17 kg berat badan sebelum mengalami penurunan fungsi.
(Ewies, 2003)
Faktor Risiko Terjadinya Prolaps Organ Panggul
Analisis faktor risiko yang signifikan pada penelitian ini terdapat pada faktor risiko
dengan status menopause dan IMT > 25 kg/m2 (overweight) dengan nilai p<0,05. Pada masa
postmenopause terjadi penurunan estrogen, hal ini menyebabkan terjadinya dekompensasi
jaringan (Chen, 2007)
Walaupun faktor risiko umur, paritas, riwayat jenis persalinan, riwayat berat bayi yang
dilahirkan tidak menunjukkan hasil yang signifikan, tetapi hasil yang didapatkan menunjukkan
adanya hubungan terhadap penurunan ekspresi intensitas elastin.
Pada faktor risiko umur didapatkan hasil yang tampak berhubungan dengan penurunan
intensitas elastin. Pada umur di atas 45 tahun, penderita POP dengan intensitas lemah 25 kasus,
moderat 7 kasus, kuat 1 kasus. Sedangkan pada kontrol tanpa POP tampak intensitas elastin
lemah 5 kasus, moderat 17 kasus. Hal ini menunjukkan adanya hubungan umur di atas 45 tahun
dengan penurunan intesitas elastin.
Faktor risiko paritas 3 atau lebih, penderita POP dengan intensitas lemah 21 kasus,
moderat 6 kasus, kuat 1 kasus. Sedangkan pada kontrol tanpa POP tampak intensitas elastin
lemah 2 kasus, moderat 11 kasus. Hal ini menunjukkan adanya hubungan faktor risiko paritas 3
atau lebih dengan penurunan intesitas elastin.
Demikian juga kecenderungan penurunan intensitas elastin pada faktor risiko riwayat
jenis persalinan dan riwayat berat bayi yang dilahirkan.
Otot levator ani dan ligamentum bekerjasama untuk menyokong organ-organ panggul.
Delancey menggambarkan fenomena “kapal yang terapung di air dengan kedua sisinya terikat
tali ke dok“. Analogi kapal ini mewakili organ panggul, air mewakili otot levator ani, air
mewakili otot levator ani, dan tali mewakili fasia endopelvis dan jaringan penunjang. Jika air
berkurang akan menyebabkan posisi kapal turun dan menyebabkan tali berfungsi untuk
mempertahankan kapal yang apabila berlebihan muatan akan menyebabkan tali kendor atau
putus. Apabila dianalogikan dengan levator ani sebagai penyokong, dengan kelemahan otot
levator ani, penyokong dialihkan ke jaringan penyambung untuk mempertahankan posisi organ
panggul, dan pada suatu saat beban yang berlebihan akan menyebabkan jaringan penyambung
tidak berfungsi lagi. Hal ini diikuti dengan prolaps organ panggul dan kemungkinan diikuti
dengan inkontinensia urin (Valaitis, 2000)

KESIMPULAN DAN SARAN


Ekspresi elastin lebih lemah di ligamentum sakrouterina pada perempuan dengan
prolaps organ panggul derajat berat (tingkat III dan IV) dan lebih kuat pada perempuan tanpa
prolaps organ panggul. Pada penelitian ini, faktor risiko signifikan terjadinya prolaps organ
panggul terhadap penurunan intensitas elastin adalah faktor status menopause dan overweight
(IMT > 25 kg/m2). Faktor lain yang ikut berperan pada kejadian prolaps organ panggul adalah
umur, paritas, riwayat jenis persalinan, dan riwayat berat bayi yang dilahirkan. Perlu dilakukan
penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan tingkat molekuler untuk meneliti
ekspresi elastin sebagai patogenesis terjadinya prolaps uteri. Perlu dilakukan penelitian kadar
elastin dalam darah sehingga dapat menjadi prognostik yang lebih mudah dibandingkan dengan
pengambilan jaringan pada ligamentum sakrouterina.
DAFTAR PUSTAKA
Barsoom RS. Uterine Prolapse. Available at : http://www.emedicine.com. Last updated Jun
12nd 2009
Chen GD. Pelvic floor dysfunction in aging women. Taiwan J Obstet & Gynecol 2007. Vol 46
: 374-8
Chiaffarino F. Reproductive factors, family history, occupation and risk of urogenital prolapse.
European Obstet & Gynecol J 1999. Vol 82 : 63-7
DeLancey JOL. The hidden epidemic of pelvic floor dysfunction : Achievable goals for
improved prevention and treatment. Am J Obstet Gynecol 2005. Vol 192 : 5
Ewies AA, Al-azzawi F et al. Changes in extracellular matrix proteins in the cardinal ligaments
of post-menopausal women with or without prolapse : a computerized
immunohistomorphometric analysis. Human Reproduction 2003. Vol 18 : 10
Goepel C. Differential elastin and tenascin immunolabeling in the uterosacral ligaments in
postmenopausal women with and without pelvic organ prolapse. Acta histochemica
2008. Vol 110 : 204-9
Hendrix SL, Clark A, Nygaard I, Aragaki A, Barnabei V, McTiernan. Pelvic organ prolapse in
the women’s health initiative. Gravity and gravidity. Am J Obstet Gynecol 2002. Vol
195:23-8
Klutke J, Qing Ji,et al. Decreased endopelvic fascia elastin content in uterine prolapse. Acta
Obstet et Gynecol 2008. Vol 87 : 111-5
Lukacz ES, Lawrence JM, Contreras R, Nager CW, Luber KM. Parity, mode of delivery and
pelvic floor disorders. Obstet Gynecol 2006. Vol 107: 1253-60
Patel PD, Amrute KV, Badlani GH. Pelvic organ prolapse and stress urinary incontinence : A
review of etiological factors. Indian J of Urology 2007.
Swift S, Tate SB. Correlation of simptoms with degree of pelvic organ support in a general
population of women: What is pelvic organ prolapse? Am J Obstet Gynecol 2003. Vol
189 : 2
Swift S, Woodman P, O’Boyle AL. Pelvic Organ Support Studdy (POSST) : The distribution,
clinical definition, and epidemiologic condition of pelvic organ support defects. Am J
Obstet Gynecol 2005. Vol 192 : 3
Valaitis SR. Anterior Compartement Prolapse, Urinary Inkontinence, and the Effects of
Anterior Colporrhaphy and Paravaginal Repair. In : Lentz GM, ed. Urogynecology.
London : Arnold 200: 118-34
Tabel 1. Karakteristik kelompok POP dan Tanpa POP
Jumlah
No KARAKTERISTIK Prolaps Uteri Tanpa Prolaps Uteri
n % n %
1 Umur (tahun)
≤45 2 5,7 2 5,7
>45 33 94,3 33 94,3
2 Paritas
0 2 5,7 4 11,4
1–2 5 14,3 12 34,3
> 3 28 80,0 19 54,3

3 Riwayat Jenis
Persalinan
Nona/paritas 0 2 5,7 4 11,4
Partus Normal 32 91,4 27 77,1
Partus dengan alat 1 2,9 0 0
Sectio Caesaria 0 0 4 11,4

4 Riwayat Melahirkan
Bayi
≤3500 gram 28 80,0 30 85,7
>3500 gram 7 20,0 5 14,3

5 Status Menopause
Premenopause 4 11,4 21 60
Menopause 31 88,6 14 40

6 IMT
Normal 18,5 – 24,99 11 3,4 22 62,9
Overweight > 25,0 24 68,6 13 37,1
Tabel 2. Ekspresi elastin ligamentum sakrouterina pada perempuan dengan POP dan
tanpa POP

EKSPRESI PROLAPS TANPA PROLAPS TOTAL


ELASTIN n % n % n %
Lemah 26 74,3 5 14,3 31 88,6

Moderat 8 22,8 17 48,6 25 71,4


Kuat 1 2,9 13 37,1 14 40,0

Total 35 100 35 100 70 100


P = 0,000 ( P<0,05)

Tabel 3. Analisis faktor risiko terjadinya POP

FAKTOR EKSPRESI ELASTIN


RISIKO POP TANPA POP p
POP LEMAH MODERAT KUAT LEMAH MODERAT KUAT
Umur (tahun)
≤45 1 1 0 0 0 2 0,301
>45 25 7 1 5 17 11
Paritas
0 2 0 0 1 1 2 0,224
1–2 3 2 0 2 5 5
> 3 21 6 1 2 11 6
Riwayat Jenis
Persalinan
Nona/paritas 0 2 0 0 1 1 2 0,459
Partus Normal 23 8 1 3 15 9
Partus dengan alat 1 0 0 0 0 0
Sectio Caesaria 0 0 0 1 1 2
Riwayat
Melahirkan Bayi
≤3500 gram 22 5 1 4 14 12 0,655
>3500 gram 4 3 0 1 3 1
Status Menopause
Premenopause 2 2 0 4 9 8 0,009
Menopause 24 6 1 1 8 5
IMT
Normal (18,5 – 24,9) 9 2 0 2 9 11 0,013
Overweight (> 25,0) 17 6 1 3 8 2

Chi-squre test, Fisher Exact test, Mann-Whitney

Gambar 1. Analog panggul. “Kapal di dok kering” merupakan analogi dari kerusakan otot
dasar panggul. A.Jika dok berisi air, regangan tali minimal, b.Hilangnya kekuatan
otot dasar panggul menyebabkan ligamentum dan fasia bekerja untuk
mempertahankan posisi organ panggul (Valaitis, 2000)

Anda mungkin juga menyukai